REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS...

136
REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS SEMIOTIKA FOTO EXILE KARYA ROSA PANGGABEAN) Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Rizki Solehudin NIM : 1110051100046 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Transcript of REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS...

Page 1: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965

(ANALISIS SEMIOTIKA FOTO EXILE KARYA ROSA

PANGGABEAN)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Rizki Solehudin

NIM : 1110051100046

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

i

Page 3: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

ii

Page 4: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

iii

Page 5: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

iv

ABSTRAK

Rizki Solehudin

1110051100046

Representasi Nasionalisme Eksil 1965 (Analisis Semiotika Foto Exile Karya

Rosa Panggabean)

Nasionalisme merupakan sebuah keniscahayaan yang dimiliki setiap warga

negara, tak terkecuali para Eksil. Hidup dalam pengasingan di negeri orang selama

berpuluh-puluh tahun tidak lantas melunturkan sikap nasionalisme para Eksil

terhadap Indonesia. Melalui media fotografi seorang pewarta foto Antara Rosa

Panggabean mencoba membukukan keseharian Eksil yang berada di Belanda. Dari

foto tersebut penulis melihat adanya bentuk nasionalisme yang direpresentasikan

melalui aktifitas keseharian para Eksil.

Berdasarkan latar belakang tersebut untuk mengetahui representasi

nasionalisme yang ditunjukan oleh para Eksil, maka muncul pertanyaan bagaimana

makna denotasi, konotasi, serta mitos pada foto Exile karya Rosa Panggabean?

Pada penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis dengan

pendekatan kualitatif. Sementara metode penelitian yang digunakan adalah

semiotika Roland Barthes. Semiotika model Roland Barthes memiliki tiga tahapan

dalam memaknai sebuah foto, yaitu tahapan denotasi, konotasi serta mitos.

Setelah melakukan pengkajian melalui analisis semiotika model Roland

Barthes terhadap foto Exile karya Rosa Panggabean, penulis menemukan makna

nasionalisme yang direpresentasikan melalui aktivitas keseharian para Eksil.

Nasionalisme tersebut dapat dilihat dari kerinduan para Eksil terhadap Indonesia

yang dipraktekan dengan menyajikan makanan khas Indonesia, mengenakan

kemeja batik khas Indonesia, bekerja dengan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan Indonesia, serta mengikuti isu-isu yang sedang berkembang di Indoensia.

Terlebih menurut Schiller dalam konsep nasionalisme jarak jauh ditujukan bagi

mereka yang masih melakukan aktivitas sosial tekait dengan Indonesia, meskipun

mereka sudah bukan lagi tercatat sebagai warga negara Indonesia.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Eksil masih memiliki sikap

naionalisme. Kesimpulan tersebut berasal dari temuan dan pemaknaan terhadap

tanda-tanda yang disajikan oleh fotografer. Selain itu, penelitian yang telah

dilakukan terhadap foto Eksil karya Rosa Panggabean, menunjukan bahwa pelihat

foto harus lebih jeli lagi dalam memaknai sebuah foto. Sehingga informasi yang

ingin disampaikan oleh fotografer dapat diterima dengan baik oleh pelihat foto.

Kata Kunci : Fotografi, Semiotika, Nasionalisme, Eksil

Page 6: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru

sekalian alam yang menyeru sekalian hati hamba-Nya untuk selalu turut serta dalam

samudra makrifat hingga tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya. Tiada kata yang

tepat untuk mendeskripsikan segalanya selain rasa syukur atas petunjuk dan

pertolongan kepada penulis, sehingga terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta

salam ditujukan kepada Al-Mustafa Sayyidina Muhammad SAW, serta keluarga

dan para sahabatnya yang telah membawa kebaikan kepada umatnya dari jalan

kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Setelah beberapa semester lamanya menimba ilmu di kampus tercinta,

akhirnya penulis dapat dengan sabar mengentaskan karya ini sebagai tongkat estafet

pengejawantahan ilmu. Penulis menyadari, karya ini belum mencapai

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka dengan lebar kritik serta saran

para pembaca. Penulisan karya ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.

Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M,Ed, Ph,D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik,

Dr. Hj. Roudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi

Umum, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan.

2. Kholis Ridho, M. Si selaku ketua Program Studi Jurnalistik sekaligus

menjadi dosen pembimbing dalam penelitian ini yang telah banyak

Page 7: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

vi

meluangkan waktu serta memberikan ilmunya dalam selama proses

bimbingan. Sebagai Ketua Program Studi beliau juga telah banyak

memberikan bantuan moril kepada penulis.

3. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A selaku sekertaris Program Studi Jurnalistik

yang telah meluangkan waktu untuk berkonsultasi dan membantu penulis

dalam hal perkuliahan

4. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-

ilmunya kepada penulis selama penulis menimba ilmu di sana.

5. Terima kasih kepada segenap staf Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi.

6. Terima kasih kepada fotografer kantor Berita Antara Rosa Panggabean

selaku narasumber yang telah meluangkan waktu untuk wawancara serta

berbagi wawasan dan pengalaman kepada penulis.

7. Kepada orang tua penulis, Bapak Janudin dan Ibu Sri Suwarni yang telah

menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih

telah bersabar.

8. Terima kasih kepada kakak dan adik penulis, Susi Ekawati, Hilman

Ropiudin, dan Nur Syahru Aulia yang tiada hentinya memberi dukungan

baik yang bersifat moril mapun materiil. Serta kepada Silmi Kafatusolihah

sebagai keponakan penulis yang telah memberikan dukungan moril,

meskipun hanya beberapa hari melihat dunia.

Page 8: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

vii

9. Terima kasih kepada Maya Eka Riyani Putri yang telah banyak memberi

semangat dan memantau perkembangan penelitian.

10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat Jurnalistik UIN 2010, Irvan, Algi,

Ardi, Tyo, Fahri, Atep, Aan, Farhan, Farid, Acim, Jalih, Yoga, Medan,

Ambar, Erna, Anas, Hety, Welda, Viky, Tanti, Rahmaidah, Isye, Fika, serta

seluruh sahabat Jurnalistik B khususnya yang selalu memberikan semangat

serta pencerahan dalam melakukan penelitian. Tidak lupa mahasiswa

Jurnalistik dari seluruh angkatan, semoga tali silaturahmi kita akan terus

abadi.

11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat lainnya, Sahroji, Rt, Riza, Rian, Upi,

Bayu, Husni, Baun, Mufti, Vatria, Ijal, Golib dan Ahong, yang tidak bosan-

bosannya menemani dalam mencari inspirasi serta referensi.

12. Terima kasih kepada keluarga besar LPM Journo Liberta yang telah

mengajarkan penulis tentang betapa pentingnya menjadi manusia yang

bermanfaat bagi manusia lainnya, terlebih dalam memberikan ilmu serta

pengalaman di bidang kejurnalistikan.

13. Terima kasih kepada keluarga besar Galeri Watoe Ireng, Lingkar Studi-Aksi

untuk demokrasi Indonesia (LS-ADI), Black Coffee Gallery, PAV

Production, Debu Management, JB Techne, dan Majelis Taklim

Siraajutthaalibiin.

14. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Depok, 9 Juni 2017

Page 9: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ....................................

1. Batasan Masalah .....................................................

2. Rumusan Masalah ..................................................

10

10

11

C. Tujuan Penelitian ......................................................... 11

D. Manfaat Penelitian .......................................................

1. Manfaat Akademis .................................................

2. Manfaat Praktis ......................................................

12

12

12

E. Metodologi Penelitian ..................................................

1. Paradigma Penelitian ..............................................

2. Metode Penelitian ...................................................

3. Sumber Data ...........................................................

4. Teknik Pengumpulan Data .....................................

5. Teknik Analisis Data ..............................................

12

12

14

14

15

16

F. Tinjauan Pustaka .......................................................... 16

G. Sistematika Penulisan ................................................... 17

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Fotografi .............................

1. Pengertian Fotografi ..............................................

2. Fotografi Jurnalistik ...............................................

3. Etika Fotografi Jurnalistik .....................................

19

19

25

31

B. Tinjauan Umum Tentang Semiotika ............................ 34

Page 10: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

ix

1. Semiotika Ferdinand De Saussure .........................

2. Semiotika Roland Barthes .....................................

3. Semiotika Charles Sanders Peirce .........................

35

37

43

C. Teori Representasi ....................................................... 45

D. Konsep Nasionalisme dalam Pandangan Tokoh ..........

1. Soekarno ................................................................

2. Azyumardi Azra .....................................................

48

51

53

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Eksil ...............................................

B. Profil Rosa Panggabean ...............................................

C. Gambaran Umum Buku Foto Eksil .............................

58

61

64

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Data Foto 1 .....................................................

1. Tahap Denotasi .......................................................

2. Tahap Konotasi ......................................................

3. Tahap Mitos ...........................................................

69

69

70

74

B. Analisis Data Foto 2 .....................................................

1. Tahap Denotasi .......................................................

2. Tahap Konotasi ......................................................

3. Tahap Mitos ...........................................................

77

77

78

82

C. Analisis Data Foto 3 .....................................................

1. Tahap Denotasi .......................................................

2. Tahap Konotasi ......................................................

3. Tahap Mitos ...........................................................

83

84

84

88

D. Analisis Data Foto 4 .....................................................

1. Tahap Denotasi .......................................................

2. Tahap Konotasi ......................................................

3. Tahap Mitos ............................................................

90

91

91

94

Page 11: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

x

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................

1. Tahap Denotasi .....................................................

2. Tahap Konotasi .....................................................

3. Tahap Mitos ..........................................................

96

96

96

97

B. Saran ............................................................................ 98

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 106

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Peta Tanda Roland Barthes .......................................................... 38

Tabel 2 : Pemaknaan photogenia dalam menganalisis foto ........................ 40

Page 12: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini isu berbau komunisme1 di Indonesia kembali naik ke

permukaan. Isu tersebut semakin cepat berkembang di tengah masyarakat

Indonesia, mulai dari ditemukannya logo palu arit di buku kunci jawaban ujian

nasional, diterbitkannya buku Jokowi Undercover oleh Bambang Tri yang di

dalamnya secara gambalang menyebut bahwa Jokowi merupakan seorang

komunis, hingga kasus yang menjerat imam besar Front Pembela Islam (FPI)

Habib Rizieq Shihab terkait ceramahnya yang menuding adanya unsur komunis

di 11 pecahan uang rupiah baru tahun emisi 2016 yang diterbitkan Bank

Indonesia (BI) pada 19 Desember 2016 lalu, dan beberapa isu lain yang belum

dipastikan kebenarannya hingga penelitian ini dibuat.

Kekhawatiran tersebut mendorong sejumlah purnawirawan Tentara

Nasional Indonesia (TNI), Organisasi Massa Islam, dan beberapa elemen

masyarakat yang khawatir akan isu kebangkitan komunis di Indonesia

mendeklarasiaan Simposium Anti-PKI. Simposium tersebut menitikberatkan

1 Komunisme adalah paham atau ideologi yang menganut ajaran Karl Marx dan Fredrich

Engels, yang hendak menghapuskan hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak

milik bersama yang dikontrol oleh Negara. Paham komunisme masuk ke Indonesia pada tahun 1913,

diperkenalkan oleh Endericus Josephus Francisscus Maria Sneevliet. Ia adalah mantan ketua

Sekretariat Buruh Nasional dan mantan pimpinan Partai Revolusioner Sosialis di salah satu provinsi

di Negeri Belanda. Pada bulan Juli 1914 Sneevliet dengan P. Bersgma, J.A. brandstedder, HW.

Dekker mendirikan organisasi politik yang bersifat radikal yang bernama Indisch Social

Democratische Verceniging (ISDV) atau Serikat Sosial Demokrat India. Kemudian ISDV

menerbitkan surat kabar yang bernama Het Vrije Woord (Suara Kebebasan). Terbitan pertama surat

kabar ini pada tanggal 10 Oktober 1915. Melalui surat kabar inilah Sneevliet dan kawan-kawannya

melakukan propaganda untuk menyebarluaskan Marxsisme. Lihat pada Abdul Ghofur, Peran

Soeharto dalam G-30S PKI (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik UIN Jakarta, 2010), h.

30.

Page 13: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

2

pada kekerasan pasca Oktober 1965 dan tidak membahas tindakan kekerasan

yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada sekitar tahun

1948 dan pra Oktober 1965.2

Terkait komunisme, pemerintah Republik Indonesia menggunakan dua

dasar hukum utama untuk melarang, memberangus, dan mencegah komunisme

di Indonesia. Pertama, ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang

pembubaran partai komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang

di seluruh wilayah negara republik Indonesia bagi partai komunis Indonesia dan

larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau

ajaran komunis/marxisme-leninisme, dan kedua, Pasal 107 Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 1999 tentang perubahan kitab undang-undang hukum pidana

yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.3

PKI merupakan partai yang sangat “kontroversional” terhadap

pemerintahan Republik Indonesia pada masa presiden Soekarno. Pada tahun

1948, PKI mulai mengadakan pemberontakan untuk merebut kekuasaan

Republik Indonesia, di bawah pimpinan Muso yang merupakan tokoh utama

komunis Indonesia, dan anggota komunis di Rusia. Kedatangan Muso dari luar

negeri semakin mempertajam hukum politik PKI sehingga meletuslah peristiwa

Madiun, dan memicu terjadinya demonstrasi dan pemogokan di mana-mana.4

2 BBC Indonesia, Purnawirawan TNI Pastikan Simposium Anti-PKI, diakses dari

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160530_indonesia_simposium_antipki,

pada tanggal 25 Januari 2017. 3 CNN Indonesia, Deretan Pasal Krusial Untuk Memberangus Komunisme di Indonesia,

diakses dari http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160511154554-20-129985/deretan-pasal-

krusial-untuk-berangus-komunisme-di-indonesia/, pada tanggal 28 Januari 2017. 4 Romly A. M, Agama Menentang Komunis (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 11.

Page 14: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

3

Perseteruan yang terjadi pada tahun 1955-1965 antara kepentingan

politik yang berhaluan militer, umat Islam, dan PKI, karena Partai-Partai Islam

pada masa Pemilu 1955 merupakan bagian sentral dalam pemerintahan. Hal itu

dapat dilihat dari perolehan suara yang diraih oleh Partai-Partai Islam. Masyumi

memperoleh kursi 60 suara, NU 47 suara, PSSI 8 suara dan Perti 4 suara.5

Dengan suara yang cukup banyak ini (hampir ½ suara parlemen), partai Islam

kembali mengangkat persoalan dasar negara yang di awal kemerdekaan terhenti

oleh agresi Belanda. Misi inilah kiranya yang kemudian menghangat dan

menjadi perdebatan sengit dan berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden

tanggal 5 Juli 1959 atas dukungan militer.6

Perkembangan politik era 60-an adalah merupakan pergulatan sengit

tetapi terselubung antara militer melawan PKI sebagai satu-satunya partai

politik yang dominan karena perlindungan Soekarno, yang dengan tangkas

berhasil memainkan peranan balance of power7 antara militer dan PKI. Akhir

dari kemelut itu ialah meletusnya peristiwa Gerakan Tiga Puluh September

(GESTAPU) 1965, di mana pada malam itu terjadi penculikan serta

pembunuhan terhadap enam jendral dan satu letnan oleh PKI, yang

kemudian mengakhiri era Soekarno dan PKI itu sendiri. Kejadian tersebut secara

progresif memberikan peluang kepada militer untuk memainkan peran

5 Mariam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1985), h. 195. 6 A. Syafi’I Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (Bandung: Mizan,

1994), h. 174. 7 Balance of Power adalah perimbangan kekuatan (power) yang dilakukan oleh suatu

negara untuk bisa mengimbangi kekuatan (power) negara lain. Balance of Power juga bisa diartikan

sebagai sebuah sistem politik untuk mencapai adanya kekuatan (power) antara negara-negara di

dunia, sehingga kekuatan (power) ini mampu seimbang/ berimbang. Lihat pada Wikipedia, Balance

of Power, diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Keseimbangan_kekuasaan_(hubungan_internasional), pada tanggal 6

maret 2017.

Page 15: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

4

politiknya, karena peristiwa GESTAPU ini secara frontal mengakibatkan

perubahan iklim politik yang besar dalam tatanan politik di Indonesia yaitu

dengan bergesernya kekuatan politik dari pihak sipil ke militer secara dominan.8

Mengutip jurnal yang dibuat oleh Wahyudi Akmaliah dengan judul

Indonesia yang dibungkam: Peristiwa 1965-1966 dan Kemunculan Eksil

Indonesia, bahwa penumpasan PKI serta organisasi yang berbau komunis yang

dilakukan oleh militer, paramiliter, dan masyarakat sipil yang didukung oleh

militer, pada periode 1965 akhir hingga pertengahan 1966 telah membunuh 500

ribu hingga 1 juta orang Indonesia, baik yang berafiliasi dengan PKI atau yang

di-PKI-kan.9 Angka tersebut belum termasuk 1 juta orang lebih yang dipenjara

tanpa adanya peradilan.10

Presiden Suharto pada tanggal 7 Mei 1966 yang diwakili oleh Menteri

Pendidikan Indonesia mengeluarkan instruksi kepada mahasiswa Indonesia,

intelektual publik, dan budayawan yang sedang berada di luar negeri untuk

menjalani pemeriksaan dan pernyataan loyalitas terhadap pemerintah baru, yaitu

Orde Baru di bawah pimpinan Suharto. Jika menolak, mereka hanya

mendapatkan stempel ijin sekali pulang ke Indonesia. Akibatnya, mereka yang

menolak memberikan paspor atau masanya sudah habis, mereka tidak dapat

8 Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), h. 46. 9 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI),

Volume 17 No.1, 2015, h. 70. 10 Para tahanan yang dipenjara memiliki masa tahanan yang beragam, tergantung dari

tingkat atau beratnya tuduhan yang diajukan, mulai dari beberapa tahun hingga 20 tahun lebih.

Mereka masuk dalam tiga kelompok kategori, C, B, dan A. Kurang lebih ada 1, 375,320 orang yang

dikategorikan sebagai kelompok C. Mereka dianggap terkait langsung dengan PKI dan organisasi

yang terkait dengan PKI, dan di penjara selama 10 tahun. Kelompok B adalah mereka yang

diindikasikan memiliki kaitan dengan Gerakan 30 September. Jumlahnya sekitar 34,587 orang,

termasuk di dalamnya 10 ribu orang yang dibuang ke Pulau Buru. Kelompok A berjumlah 426

orang. Mereka ini yang dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September dan menghabiskan sisa

hidupnya di penjara. Lihat pada Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-

1966 dan Kemunculan Eksil Indonesia, h. 70.

Page 16: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

5

kembali ke Indonesia dan kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia.

Alasan penolakan mereka beragam, mulai dari ketidaktahuan sistem baru, upaya

untuk menuntaskan studi sampai selesai, hingga sikap politik yang berpihak

kepada Sukarno dan menjadi pengurus PKI luar negeri. Sebagian diantara

mereka berpendapat bahwa Orde Baru telah melakukan kudeta kepada

pemerintahan yang sah. Sikap politik tersebut harus dibayar mahal dengan

kehilangan paspor mereka yang berarti tercabutnya identitas mereka sebagai

warga negara Indonesia serta hak-hak yang mereka miliki, yang membuat

mereka tidak dapat kembali ke Indonesia.11

Tidak sedikit pula di antara mereka yang di-PKI-kan diasingkan ke luar

negeri, sebagaimana yang terjadi pada para Eksil 65.12 Bertahun-tahun, para

Eksil 65 hidup tanpa kewarganegaraan di banyak negara seperti Rusia, Rumania,

Albania, Tiongkok, serta Kuba. Saat mereka hidup tanpa identitas yang legal

tersebut, negara-negara yang mereka tempati mengalami gejolak politik yang

mengakibatkan kondisi perekonomian negara tersebut menjadi tidak stabil. Pada

1980-an, sebagian dari mereka bermigrasi ke Jerman, Belgia, dan Belanda.

Mereka pun kemudian melamar menjadi warga negara Belanda. Karena rata-rata

para Eksil ini lahir sebelum tahun 1945, pemerintah Belanda menganggap para

Eksil ini sejatinya warga negara Belanda karena lahir sebelum Indonesia

merdeka, atau masih dianggap lahir di wilayah Nederlandsch-Indische. Tidak

11 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, h. 71. 12 Eksil berasal dari kata bahasa Inggris exile yang berarti terasing atau dipaksa

meninggalkan kampung halaman atau rumahnya. Eksil 65 adalah sebutan bagi orang-orang

Indonesia yang terpaksa tidak dapat pulang ke Indonesia karena situasi politik pada tahun 1965.

Perubahan pemerintahan yang terjadi pada tahun 1966 secara drastis dari pemerintahan sipil ke

pemerintahan di bawah kekuasaan militer diawali oleh peristiwa GESTAPU pada akhir tahun 1965.

Lihat pada Wikipedia, Eksil, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Eksil, pada 6 Maret 2017.

Page 17: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

6

ada data yang pasti mengenai Eksil yang tinggal di Belanda, namun diperkirakan

jumlah mereka ratusan. Meskipun para Eksil ini sudah menjadi warga negara

Belanda dan beranak pinak di sana, mereka tidak pernah melupakan tempat asal

mereka, yaitu Indonesia.13

Meskipun tidak lagi menjadi warga negara Indonesia, ingatan dan rasa

nasionalisme para Eksil masih cukup kuat. Hal tersebut telihat dari aktivitas

sosial yang mereka lakukan terkait dengan isu keindonesiaan, baik peristiwa

1965-1966, Hak Asasi Manusia (HAM), ataupun persoalan sosial lainnya.

Seperti yang dilakukan oleh Umar Said, Sobron Aidit, J.J Kusni, dan Budiman

Shudasono, dengan dibantu oleh empat orang warga Prancis, komunitas Eksil

ini mendirikan restoran koperasi Indonesia di Paris, Prancis pada tahun 1982.

Pengelolaan restoran menggunakan sistem berbasis koperasi atau yang dikenal

dengan Société Coopérative Ouvriere de Production (SCOP) Fraternite

(Persaudaraan), di Restoran tersebutlah representasi wajah Indonesia

ditampilkan melalui ragam acara kesenian dan kebudayaan. Beberapa tokoh-

tokoh politik penting di Perancis sering berkunjung ke Restoran tersebut, seperti

Madame Daniele Mitterrand (Istri mantan Presiden Perancis, Francois

Mitterand), Louis Joinnet (Mantan Penasehat Hukum dari 5 Perdana Menteri)

dan para sastrawan Prancis. Saat dikenal publik, Restoran ini kerap kali menjadi

rujukan mengenai Indonesia ketimbang kantor KBRI Perancis sendiri.14

Selain itu, di antara mereka juga berusaha menghadirkan masakan

Indonesia di kesehariannya dan menyimpan barang-barang yang berkaitan

13 National Goegraphic Indonesia, Kehidupan Para Eksil, diakses dari

http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/09/kehidupan-para-eksil, pada tanggal 28 Januari 2017. 14 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan, h. 73.

Page 18: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

7

dengan Indonesia, hal tersebut mereka lakukan demi menghilangkan rasa rindu

mereka terhadap kampung halaman.15 Salah satu adalah yang dilakukan

Sarmadji, pria asal Solo yang kini berusia 83 tahun tersebut mendirikan

Perkumpulan Dokumentasi Indonesia (PERDOI), di dalamnya terdapat

kumpulan arsip dan dokumentasi tentang sejarah Indonesia yang berkaitan

dengan tragedi 65/66.16

Seorang peneliti dari Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR)

LIPI, Amin Mudzakir mengatakan bahwa para Eksil memiliki “nasionalisme

jarak jauh” yang terbentuk sebagai cerminan dari kesetiaan mereka terhadap

Indonesia, meski mereka sudah bukan sebagai warga negara Indonesia.17 Bagi

Sarmadji, salah seorang dari kaum Eksil yang mencari suaka di Belanda, ia harus

menerima kenyataan bahwa pada ahrinya dirinya menjadi warga negara

Belanda, negara yang dahulu menjajah bangsanya. Namun keberadaanya di

pengasingan bukan pilihannya, melainkan tersingkir oleh sesama bangsanya.18

Meskipun secara geografis mereka tidak tinggal di Indonesia, bukan lagi warga

negara Indonesia, dan aktivitas sosial mereka tentang hal-hal yang terkait dengan

Indonesia, dalam kacamata Benedict Anderson (1994), mereka ini adalah

bentuk dari “nasionalisme jarak jauh”. Menurut Schiller (2007) dalam Wahyudi

mendefinisikan nasionalisme jarak jauh sebagai satu perangkat mengenai klaim

identitas dan praktik-praktik yang dilakukan yang menghubungkan orang-orang

15 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan, h. 72. 16 Rosa Panggabean, Exile (Jakarta: 2014), h. 67. 17 Antara News, Jejak orang-orang terbuang yang tetap setia pada Indonesia, diakses dari

http://m.antaranews.com/berita/409639/jejak-orang-orang-terbuang-yang-tetap-setia-pada-

indonesia, pada tanggal 14 Februari 2017. 18 Amin Mudzakir, Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda, Pusat Penelitian

Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI), Volume 17 No.2, 2015, h. 178-179.

Page 19: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

8

yang tinggal di pelbagai wilayah geografis kepada wilayah khusus yang mereka

anggap sebagai rumah leluhur mereka.19

Nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta

memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seseoang

nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas

bangsa.20 James G Kellas mengatakan nasionalisme merupakan sebuah ideologi

dan bentuk prilaku. Ideologi nasionalisme dibangun di atas masyarakat yang

memiliki kesadaran berbangsa (kesadaran diri nasional) yang ditunjukan dengan

sikap dan aksi, dalam bentuk budaya, ekonomi, atau politik.21 Sementara itu M.D

La Ode mengutip Hans Kohn mengungkapkan, Nasionalisme merupakan bentuk

tertinggi dari sebuah loyalitas yang dirasakan oleh seorang individu atas sebuah

bangsa. Ini juga merupakan sebuah perasaan yang mendalam terhadap tanah asal

(kampung halaman) seseorang, tradisi lokal dan otoritas teritorial yang didirikan

sepanjang sejarah.22

Kisah para Eksil 65 kemudian didokumentasikan oleh seorang pewarta

foto dari kantor berita Antara, Rosa Panggabean. Wanita yang lebih akrab disapa

Oca ini, mengikuti keseharian para Eksil 65 yang tinggal di Amsterdam,

Belanda. Sekembalinya dari Belanda, Rosa membukukan kehidupan mereka

lewat sebuah katalog foto yang diberi judul Exile. Dengan menggunakan media

19 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan, h. 74. 20 Anthony D. Smith, Nasionalisme, Teori, Ideologi, Sejarah (Jakarta: Erlangga, 2003), h.

26. 21 James G. Kellas, The Politics of Nationalism and Ethnicity (USA: St. Martin’s Press,

Inc, 1998), h. 4. 22 M D. La Ode, Etnis Cina Indonesia dalam Politik di Kota Pontianak dan Kota

Singkawang, Kalimantan Barat 1998 – 2008, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, h.

54-55.

Page 20: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

9

fotografi, Rosa berusaha menyampaikan pesan yang telah didapatnya untuk

disebarkan kepada khalayak luas.

Di dalam karyanya tersebut, Rosa menampilkan keseharian para Eksil 65

yang hidup di luar negeri, dengan kerinduan mendalam untuk bisa menginjakan

kaki kembali ke Indonesia. Lewat foto Eksil itu pulalah yang membuat Rosa

menyabet gelar juara 2 kategori foto essay, dan dibukukan ke dalam katalog foto

Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) Tahun 2014.

Di dalam katalog tersebut Rosa bercerita: 23

Tiga lelaki bernama Ibrahim Isa, Chalik Hamid, dan Sarmadji.

Mereka adalah tiga orang Eksil 1965 yang sudah sangat terbuka atas

identitas diri mereka. Sebelum tahun 1965, Sarmadji adalah seorang guru

yang dikirim ke Tiongkok untuk mempelajari bagaimana pendidikan di

luar sekolah yang diterapkan di Tiongkok. Chalik Hamid, seorang

sastrawan muda yang bergabung dengan organisasi Lekra (Lembaga

Kebudayaan Rakyat) yang dikirim ke Albania untuk mempelajari

sinematografi, dan Ibrahim Isa adalah seorang delegasi muda yang diutus

sebagai Indonesian Permanent Representative at the Permanent

Secretariat of the AAPSO (Afro-Asian Peoples Solidrity Organization)

pada 1960-1966 di Kairo.

Paska peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 1965, keadaan

politik nasional memanas. Militer mengambil alih pemerintahan dan

petinggi PKI ditangkap, bahkan beberapa di antara mereka dieksekusi

tanpa melalui persidangan. Operasi yang dilakukan militer itu pun tak

hanya mendera anggota PKI dan underbow-nya, tapi juga terhadap

orang-orang yang bertalian dengan pemerintahan Soekarno, para

simpatisan, dan tentu saja pemuda-pemuda yang mengikuti beasiswa di

negara-negara berpaham sosialis. Para delegasi yang berada di luar

negeri tidak luput dari operasi yang mengatasnamakan pembersihan

terhadap paham komunis di Indonesia. Paspor mereka dicabut alias tidak

berlaku lagi dan jika pulang ke tanah air, mereka langsung ditangkap.

Kondisi itulah yang menyebabkan banyak dari pemuda yang

mengikuti program beasiswa itu tidak dapat kembali ke Indonesia.

Mereka hidup sebagai orang Eksil di luar negeri. Mereka memilih tidak

kembali karena rezim militer melakukan represi yang luar biasa. Cap

sebagai komunis itu tidak hanya dikenakan kepada mereka, tapi juga

kepada keluarga dan keturunan mereka yang masih tinggal di Indonesia.

Para Eksil 1965 hidup bertahun-tahun tanpa kewarganegaraan di banyak

23 Pewarta Foto Indonesia, Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2014.

Page 21: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

10

negara seperti Rusia, Rumania, Albania, Tiongkok serta Kuba. Saat

mereka hidup tanpa identitas yang legal tersebut, negara-negara yang

mereka tempati mengalami gejolak politik yang mengakibatkan kondisi

perekonomian negara tersebut menjadi tidak stabil. Maka pada era 1980-

an, sebagian dari mereka berimigrasi ke Jerman, Belgia, dan Belanda.

Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah orang Eksil yang tinggal di

Belanda. Namun, jumlah mereka diperkirakan ratusan. Meskipun para

Eksil itu sudah menjadi warga negara Belanda dan beranak pinak di sana,

mereka tidak pernah melupakan tanah kelahiran mereka, Indonesia.

Harapan yang tersisa dari mereka yang kini sudah tua, pemerintah

Indonesia memberi pengakuan bahwa telah terjadi penyimpangan

sejarah. Mereka tidak meminta kompensasi materi atas penderitaan

mereka akibat tragedi 1965 yang telah memakan begitu banyak korban

secara fisik dan moral. Mereka hanya mengharapkan permintaan maaf

dari pemerintah atas keterbuangan mereka sebagai anak bangsa.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian secara mendalam untuk menemukan makna

nasionalisme yang ada dalam foto karya Rosa Panggabean yang berjudul Exile.

Metode analisis yang digunakan adalah semiotika Roland Barthes yaitu bidang

ilmu yang mempelajari tentang sistem tanda untuk memahami makna denotasi,

konotasi, dan mitos. Judul yang dipilih adalah sebagai berikut “Representasi

Nasionalisme Eksil 1965 (Analisis Semiotika Foto Exile karya Rosa

Panggabean)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Nasionalisme dapat dipahami dalam beragam bentuk terlihat dari

karya foto. Maka, pembatasan pada penelitian ini difokuskan pada karya

Rosa Panggabean berjudul Exile, yang dibuat pada tahun 2014. Karya

Rosa Panggabean tersebut bercerita tentang kehidupan para Eksil 65 di

Amsterdam, Belanda. Penulis melihat adanya rasa nasionalisme terhadap

bagsa Indonesia pada Eksil 65, meski mereka sudah bukan lagi menjadi

Page 22: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

11

warga negara Indonesia. Penulis hanya mengambil empat dari 31 foto

yang terdapat dalam buku Foto “Exile” yang mana keempat foto tersebut

menggambarkan sikap nasionalisme eksil. Dalam Penelitian ini penulis

menggunakan konsep nasionalisme jarak jauh milik Schiler, dimana

nasionalisme jarak jauh ditunjukan oleh mereka yang secara geografis

tidak tinggal di Indonesia, bukan lagi warga negara Indonesia, dan aktivitas

sosial mereka tentang hal-hal yang terkait dengan Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Nasionalisme dimiliki oleh semua orang, tak terkecuali oleh para

Eksil 65. Maka, bagaimana representasi nasionalisme Eksil dalam foto Exile

karya Rosa Panggabean tersebut. Berikut pertanyaan umum dalam penelitian

ini:

a. Bagaimana makna denotasi dalam foto Exile karya Rosa Panggabean?

b. Bagaimana makna konotasi dalam foto Exile karya Rosa Panggabean?

c. Bagaimana makna mitos dalam foto Exile karya Rosa Panggabean?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi dalam foto Exile karya

Rosa Panggabean.

2. Untuk mengetahui dan memahami makna konotasi dalam foto Exile karya

Rosa Panggabean.

Page 23: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

12

3. Untuk mengetahui dan memahami makna mitos dalam foto Exile karya

Rosa Panggabean.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademisi

Penulis berharap penelitian ini dapat memperkaya bidang studi ilmu

komunikasi yang berkaitan dengan analisis semiotika dalam foto terutama

pada kajian nasionalisme, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Dakwah

Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik.

2. Manfaat Praktis

Penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan mengenai

teknik fotografi dokumenter bagi para mahasiswa di bidang fotografi atau

jurnalistik. Serta dapat menambah ilmu tentang cara penafsiran foto bagi

para mahasiswa Jurusan Jurnalistik khususnya, serta pewarta foto, penikmat

foto, dan mahasiswa lain yang mempunyai minat di bidang fotografi dan

jurnalistik pada umumnya.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma menurut definisi Harmon (1970) yakni sebagai cara

mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang

berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.24 Paradigma

yang digunakan adalah paradigma konstruktivisme. Konstruktivisme

diambil dari kata “konstruksi” yakni merancang, dan apa yang dirancang.

24 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)

Cet. 28, h. 49.

Page 24: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

13

Konstruksivisme berasumsi bagaimana pesan dikonstruksi atau disusun.25

Sehingga dapat dipahami realitas (pesan) tidak bersifat natural, melainkan

adalah hasil dari konstuksi terlebih dahulu.

Dalam riset ini, paradigma konsturksivisme lebih mengkaji soal

pesan, dimana pesan dikonstruksikan (dibentuk). Dalam fotografi

jurnalistik, pesan tidak saja teks yang tertulis, tercetak, tetapi gambaran

keseluruhan dari isi foto, yaitu teks (caption), komposisi, pencahayaan,

latarbelakang (background) bahkan pemilihan subjek dan objek dalam foto

itu sendiri yang semuanya memiliki maksud dan tujuan tertentu sesuai

dengan keinginan komunikator agar dapat menyamakan persepsinya kepada

komunikan.

Sementara pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Ragin, C.C., Nagel J., dan White P. dalam workshop

Scientifi Foundation of Qualitatie Research yang dikutip Morissan dalam

bukunya mengungkapkan bahwa riset atau penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian yang mendalam atau in-depth dengan menemukan data secara

terperinci pada sebuah kasus yang sering kali bertujuan menemukan

bagaimana sesuatu dapat terjadi.26 Melalui pendekatan kualitatif ini

penulis berusaha untuk menjelaskan representasi nasionalisme eksil dengan

pengumpulan data dan analisis yang mendalam.

25 Ardianto Elvinaro & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi (Bandung; Simbiosa

Rekatama Media, 2011), h. 154. 26 Morissan, Metode Penelitian Survei (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h.

22.

Page 25: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

14

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah semiotik, yaitu

ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Semua yang hadir

dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yaitu sesuatu yang harus kita

beri makna. Mengerucut pada analisis semiotika Roland Barthes.

Ketika kita mempertimbangkan: iklan, berita, dan TV atau

teks film, hal itu akan menjadi jelas bahwa lingustik, visual dan

jenis tanda lain digunakan tidak semata-mata untuk menunjukkan

sesuatu, tetapi juga memicu berbagai konotasi yang melekat pada

tanda.27

Semiotika Barthes ini memaparkan cara membaca simbol atau

tanda-tanda yang terkandung dalam makna denotasi, konotasi dan mitos.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi dua yaitu sumber data

primer dan sekunder. Sumber data primer merupakan sasaran utama

dalam penelitian ini sedangkan sumber data sekunder merupakan

pengaplikasian dari sumber data primer di mana sumber data ini sebagai

pendukung dan penguat dalam penelitian.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil foto yang

dipilih penulis sesuai dengan objek penelitian yaitu empat foto Eksil karya

Rosa yang merepresentasikan nasionalisme para Eksil. Sedangkan subjek

dari penelitian ini adalah buku foto karya Rosa Panggabean yang berjudul

Exile yang dibuat pada tahun 2014.

27 Jonathan Bignell, Media Semiotics, An Introduction (New York: Manchaster University

Press), h. 16.

Page 26: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

15

Sedangkan data sekunder diperoleh dari transkip wawancara dengan

fotografer yang karyanya akan diteliti, yaitu Rosa Panggabean. Serta daftar

pustaka seperti, buku-buku, artikel, dan informasi lainnya yang berkaitan

dengan penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Pemilihan Foto

Data foto diperoleh dari buku foto Exile karya Rosa

Panggabean yang dibuat pada tahun 2014. Dari buku foto tersebut

kemudian dipilih, sesuai dengan batasan penelitian yaitu empat foto

yang memiliki representasi nasionalisme di dalamnya. Lalu foto-foto

tersebut dikaji menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang

memaknai tanda lewat tahapan denotasi, konotasi, dan mitos.

b. Wawancara/Interview

Wawancara (interview) merupakan alat pengumpul data yang

melibatkan manusia sebagai subjek (pelaku, aktor) sehubung dengan

realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti.28 Wawancara merupakan

metode pengambilan data yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini dilakukan sebagai

pendukung untuk mengetahui analisis semiotika Roland Barthes pada

foto Exile karya Rosa panggabean. Wawancara dilakukan untuk

mengumpulkan dan menguatkan data. Penulis mengadakan

wawancara langsung dengan Rosa Panggabean guna menggali data

28 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007),

h. 132.

Page 27: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

16

sebanyak-banyaknya tentang foto yang akan diteliti, khususnya

gambaran umum foto tersebut.

c. Dokumentasi

Untuk memperdalam penelitian ini, penulis juga mencari dan

mengumpulkan data yang berkaitan dengan foto Exile karya Rosa

Panggabean dari berbagai dokumen seperti buku-buku, majalah,

jurnal, media massa dan lainnya yang sebelumnya telah terlebih dahulu

membahas tentang foto.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes untuk

membedah representasi nasionalisme pada foto Exile karya Rosa

Panggabean. Dimana setiap foto akan dibedah melalui tiga tahapan,

pertama denotasi, kedua konotasi, dan ketiga mitos. Masing-masing foto

akan dikaji berdasarkan pengamatan penulis terhadap foto tersebut, dengan

didukung oleh hasil wawancara bersama Rosa Panggabean, serta dikuatkan

dengan temuan dari daftar pustaka dan informasi lainnya yang dapat

dipertanggungjawabkan.

F. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini penulis juga menggunakan skripsi yang memiliki

beberapa kesamaan dengan penelitian ini. Adapun beberapa judul penelitian

yang penulis dapatkan adalah sebagai berikut:

Pertama, Analisis Semiotika Terhadap Foto Karya Romi Perbawa

Berjudul The Riders of Destiny Pada Ajang Pameran The Jakarta International

Photo Summit Tahun 2014, oleh M. Hendartyo Hanggi W jurusan Konsentrasi

Page 28: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

17

Jurnalistik UIN Jakarta tahun 2015. Skripsi tersebut memiliki kesamaan pada

metode penelitian yaitu analisis semiotika Roland Barthes, serta subjek

penelitian buku foto. Perbedaannya terletak pada objek penelitian.

Kedua, skripsi yang berjudul Analisis Semiotik Representasi

Nasionalisme K.H. Hasyim Asy’ari Dalam Film Sang Kiai oleh Muhammad

Reza Rijalul Umam, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta 2016.

Skripsi tersebut memiliki kesamaan pada metode penelitian yaitu analisis

semiotika, serta objek penelitian representasi Nasionalisme. Perbedaannya

terletak pada subjek penelitian yaitu film.

Ketiga, skripsi yang berjudul Representasi Anak Jalanan dalam Foto

Jurnalistik oleh Dwi Kurniawan Muhartono, jurusan ilmu komunikasi

Universitas Gajah Mada (UGM). Skripsi tersebut memiliki kesamaan yaitu

mengaji sebuah foto memakai analisis semiotika Roland Barhes. Sedangkan

perbedaanya terletak pada objek penelitian yaitu representasi anak jalanan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Pembahasan mengenai berbagai dasar tentang peneitian yang berisi

pendahuluan yang mana di dalamnya terdapat latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika

penulisan yang seluruhnya mendasari penelitian “Representasi

Nasionalisme Eksil 1965 (Analisis Semiotika Foto Exile Karya

Rosa Panggabean)”

BAB II : Penjabaran mengenai landasan teori yang digunakan untuk

penelitian ini, yaitu berisi tentang tinjauan umum mengenai

Page 29: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

18

fotografi (pengertian fotografi, fotografi jurnalistik dan Etika Foto

Jurnalistik), tinjauan umum semiotika, menjelaskan teori

representasi, serta menjelaskan konsep nasionalisme menurut

beberapa tokoh.

BAB III : Pemaparan mengenai gambaran umum tentang Eksil 1965, tentang

profil Rosa Panggabean, dan tentang buku foto Exile karya Rosa

Panggabean.

BAB IV : Berisi analisis dan pembahasan tentang foto Exile karya Rosa

Panggabean dengan menggunakan analisis semiotika Roland

Barthes, dan mencari representasi nasionalisme yang terdapat

dalam foto tersebut.

BAB V : Penutup penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 30: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Fotografi

1. Pengertian Fotografi

Secara etimologis, fotografi berasal dari bahasa Inggris

photography, yang diadaptasi dari bahasa Yunani, yakni photos yang berarti

cahaya dan graphein yang berarti gambar atau menggambar.1 Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fotografi adalah seni dan penghasilan

gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan.2 Dengan

demikian, secara harfiah, fotografi bermakna ‘menggambar dengan cahaya’.

Maka dari itu, kegiatan fotografi dengan berbagai teknik hanya dapat

dilakukan ketika ada cahaya. Tanpa cahaya, tidak mungkin dapat dihasilkan

sebuah foto.3

John Hedgecoe dalam bukunya John Hedgecoe’s Complete Guide to

Photography; A Step-by-Step Course from The World’s Best-Selling

Photographer, mengemukakan pengertian fotografi, “The word

‘photography’ means drawing with light”.4

Pada dasarnya fotografi adalah kegiatan merekam dan memanipulasi

cahaya untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Fotografi dapat

dikategorikan sebagai teknik dan seni. Fotografi sebagai teknik adalah

1 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2013), h. 7. 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 2008), h. 421. 3 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 7. 4 John Hedgecoe, John Hedgecoe’s Complete Guide to Photography; A Step-by-Step

Course from The World’s Best-Selling Photographer (New York: Sterling Publishing Company,

1990), h. 6.

Page 31: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

20

mengetahui cara-cara memotret dengan benar, mengetahui cara-cara

mengatur pencahayaan, mengetahui cara-cara pengolahan gambar yang

benar, dan semua yang berkaitan dengan fotografi sendiri. Sedangkan

fotografi sebagai karya seni mengandung nilai estetika yang mencerminkan

pikiran dan perasaan dari fotografer yang ingin menyampaikan pesannya

melalui gambar/foto.5

Kegiatan memotret dalam beberapa kejadian memang terkadang

menyimpulkan banyak arti dan cerita yang tidak kunjung habis atau dibahas

hingga berjuta kata. Hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa peristiwa

penting yang mewarnai sejarah fotografi. Salah satunya adalah peristiwa

yang menimpa Kevin Carter, seorang stringer kantor berita Reuters dan

Sygma Photos New York, peraih Pulitzer dalam World Press Photo Holland

tahun 1994. Dimana ia akhirnya mengambil jalan pintas, bunuh diri karena

tekanan berbagai pemberitaan (berita tulis) yang membicarakan dan

menganalisa karya fotonya hingga berjuta kata. Tindakan bunuh diri itu

terungkap penyebabnya melalui surat yang ditinggalkannya, di mana ia

mengatakan mengalami penderitaan batin yang amat dalam karena telah

mengutamakan pekerjaan memotret daripada usaha kemanusiaan yaitu

menolong subjek fotonya.6 Sebagai salah satu cara untuk menyampaikan

pesan, seseorang membuat foto untuk menceritakan sesuatu hal kepada

5 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 7. 6 Foto tersebut menggambarkan subjek seorang anak kecil yang terjatuh dalam perjalanan

menuju posko pembagian makanan. Sementara di belakang anak, seekor burung pemakan bangkai

menunggu, seakan burung itu yakin bahwa anak kecil itu akan menjadi santapannya, memang sangat

memilukan, sangat kuat merespon hati, pikiran dan tindakan bagi siapapun yang melihatnya. (Atok

Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki, h. 69.)

Page 32: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

21

orang lain, apa yang sedang mereka lihat disekitarnya, juga untuk

mengungkapkan realitas yang nyata dalam kehidupan masyarakat.7

Hal tersebut membuktikan sedemikian besarnya arti dan dampak

foto sehingga menghasilkan tafsiran berjuta kata, sampai-sampai pembuat

foto sendiri terkena dampak dari kesimpulan foto yang telah dibuatnya. Foto

dapat mempunyai kekuatan luar biasa yang tidak terbayangkan oleh

siapapun, sehingga seorang wartawan foto sudah semestinya juga yakin

bahwa dengan kameranya ia bisa berbuat banyak melebihi ribuan atau

bahkan jutaan kata.8

Bagas Dharmawan dalam bukunya yang berjudul Belajar Fotografi

dengan Kamera DSLR membagi aliran-aliran fotografi ke dalam 13 bagian,

diantaranya:9

1) Journalism Photography atau biasa disebut foto jurnalistik adalah foto

yang terdapat niai berita dan unsur 5W+1H di dalamnya. Sebuah karya

foto dapat disebut foto jurnalistik apabila dalam foto itu terdapat nilai

sebuah berita. Tidak hanya itu saja, dalam foto itu juga harus

mengandung keterangan apa, siapa, kapan, di mana, kenapa, dan

bagaimana.

2) Portrait Photography adalah dimana sang fotografer menunjukan penuh

bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir tanpa latar

belakang. Tujuan dari aliran foto ini adalah untuk menonjolkan ekspresi

7 Atok Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h.

69. 8 Atok Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki, h. 71. 9 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi Dengan Kamera DSLR (Yogyakarta: Pustaka Baru

Press), h. 80.

Page 33: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

22

dari subjek yang difoto. Aliran ini juga menggambarkan kondisi

perasaan manusia dengan mengambil bagian besar raut wajah subjek,

dengan menghadap ke depan kamera.

3) Comercial Advertising photography ditujukan untuk promosi sebua

produk atau iklan. Peran komputer untuk mengolah foto cukup penting

dalam aliran ini, karena dalam prosesnya aliran ini dibutuhkan banyak

elemen guna keperluan iklan. Jadi bisa dikatakan fotografer yang

berkecimpung di dunia commercial advertising ini tidak hanya mahir

dalam bidang fotografi, namun juga mahir dalam olah digital di dalam

komputer.

4) Wedding Photography adalah aliran yang biasa dilakukan oleh

fotografer yang sudah ahli atau professional karena dalam aliran ini

dibutuhkan kecepatan dan ketepatan disetiap momen-momennya yang

penting serta bersejarah. Seperti namanya aliran ini ada disegala macam

aktifitas pernikahan. Tantangan dalam aliran ini yaitu mampu

mendapatkan momen-momen sakral saat proses pernikahan terjadi

karena momen tersebut tidak dapat diulang kembali.

5) Fashion photography hampir mirip dengan aliran commercial

advertising photography yaitu untuk mempromosikan pakaian atau

perlengkapan-perlengkapan berbusana. Yang membedakan dalam aliran

ini adalah barang yang ditampilkan adalah barang-barang fasion seperti

pakaian dan barang-barang perlengkapan yang digunakan tubuh. Fasion

photography menggunakan model sebagai pemanis dan penunjang

produk tersebut.

Page 34: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

23

6) Food photography dibutuhkan untuk iklan sebuah makanan atau

minuman serta pengemasannya. Dalam pengambilan foto food

photography dibutuhkan alat dan keterampilan yang lebih karena tujuan

dari aliran ini membuat siapa saja yang melihat tertarik dan ingin

mencoba hidangan tersebut. Selain berfungsi sebagai promosi sebuah

hidangan, foto aliran ini juga sering dijumpai di dalam menu-menu

untuk memudahkan konsumen dalam memilih hidangan.

7) Landscape photography adalah aliran foto yang menunjukan

keindahan-keindahan alam. Aliran ini dikategorikan menjadi empat

bagian yaitu, foto landscape yang menampilkan pemandangan alam di

daratan, foto seascape yang menampilkan pemandangan lautan,

skyscape yang menampilkan pemandangan langit, dan terakhir

cityscape yang menampilkan foto pemandangan di kota atau di desa.

Kategori ini banyak diminati oleh beberapa fotografer dan penikmat foto

itu sendiri, karena dalam foto ini pembaca bisa menikmati keindahan

alam tanpa harus berpergian jauh ke suatu tempat.

8) Cinemagraph photograpy adalah aliran yang menampilkan foto yang

mampi bergerak. Dalam aliran ini perlu keahlian khusus dalam

pengambilan serta mengolah fotonya. Dalam pengolahannya foto diolah

menjadi file GIF yang membuat gambar mampu bergerak seperti

layaknya video.

9) Wildlife photography merupakan aliran yang menampilkan foto-foto

aktivitas hewan dalam keseharian baik pagi maupun malam. Aliran ini

tergolong berbahaya karena objek fotonya adalah binatang-binatang

Page 35: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

24

yang menarik di alam bebas. Lensa tele (zoom) menjadi lensa yang

sering dipakai dalam aliran ini, karena memudahkan fotografer

mengambil gambar dari jarak yang cukup jauh untuk alasan keamanan.

10) Street photography biasanya aliran ini mengambil gambar secara diam-

diam atau biasa dikenal dengan snapshoot. Lokasi pengambilan gambar

bisa dimana saja, tentunya di luar ruangan. Foto aliran ini biasanya berisi

mengenai kehidupan di jalanan dan sekitarnya. Untuk mendapatkan

hasil yang baik seorang fotografer dalam aliran ini harus mampu

mengambil gambar tanpa diketahui oleh objek, agar gambar dihasilkan

natural atau apa adanya.

11) Underwater photography menampilkan foto-foto di bawah laut. Aliran

ini memiliki dua golongan yaitu macro photographer yang

menggambarkan keadaan laut secara dekat dan detail seperti ikan, siput,

rumput laut, dan biota laut lainnya. Sedangkan wide angle photographer

yang menampilkan keindahan pemandangan bawah laut secara luas.

Fotografi aliran ini terbilang cukup mahal jika ingin mendapatkan hasil

yang maksimal, karena untuk kameranya harus menggunakan pelapis

anti air, serta perangkat lainnya seperti lampu sebagai penerangan di

bawah laut yang juga harus memakai lampu pelindung anti air. Dimana

kedua aksesoris tersebut tergolong cukup mahal.

12) Infra red photography agak sulit dilakukan karena tidak semua kamera

bisa melakukannya dan harus ada perubahan-perubahan pengaturan di

dalam kamera yang harus memiliki sensitif pada cahaya inframerah.

Page 36: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

25

Foto yang dihasilkan akan berbeda dengan warna aslinya karena yang

tampil dari hasil foto tersebut akan palsu warna atau hitam putih.

13) Macro photography yaitu aliran yang menampilkan foto-foto dengan

jarak sangat dekat serta sangat detail pada bagian tertentu dari sebuah

objek. Dalam aliran ini diperlukan lensa khusus yang biasa disebut

dengan lensa makro.

2. Fotografi Jurnalistik

Foto Jurnalistik menurut Kobre dalam bukunya yang berjudul

Photojournalism The Professionals Approach:

“Photojuornalism report with camera. Their job is to search out the

news pand report it in visual from. Today’s news photographers

must combine the skill of an incestigative reporter and

determination of a beat report with the flair of the feature writer.

Photojournalism are visual reporters who interpret the news with

cameras rather than pencil”.10

Definisi tersebut menjelaskan bahwa sebuah foto jurnalistik

merupakan laporan yang mempergunakan kamera untuk menghasilkan

bentuk visual. Seorang jurnalis foto hendaklah mampu menggabungkan

antara keahlian membuat laporan investigasi dan membedakan dengan

penulisan feature. Dengan demikian kobre menegaskan bahwa foto

jurnalistik adalah pelaporan visual yang menginterpretasikan berita lebih

baik dibanding tulisan.

10 Kenneth Kobre, Photojournalism The Professionals Approach (Burlington, USA: Focal

Press Elsevier, 1991), h. Viii.

Page 37: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

26

Sederhanya yang dimaksud foto jurnalistik adalah foto yang bernilai

berita atau foto yang menarik bagi pembaca tertentu, dan informasi tersebut

disampaikan kepada masyarakat sesingkat mungkin.11

Hal tersebut menjelaskan bahwa ada pesan tertentu yang terdapat

dalam foto tersebut sehingga layak untuk disiarkan kepada masyarakat.

Secara umum, foto jurnalistik merupakan gambar yang dihasilkan lewat

proses fotografi untuk menyampaikan suatu pesan, informasi, cerita suatu

peristiwa yang menarik bagi publik dan disebarluaskan lewat media

massa.12

Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada senin 16 april

1877, saat surat kabar harian The Dialy Graphic di New York memuat

gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu.

Terbitan ini menjadi tonggak awal adanya foto jurnlistik pada media cetak

yang saat itu hanya berupa sketsa.13

Perkembangan foto jurnalistik kian melesat sejak saat itu hingga

masuk ke era foto jurnalistik modern yang dikenal dengan “golden age”

(1930-1950). Saat itu terbitan seperti Sports Illustrated, Vu, dan Life

menunjukan eksistensinya dengan tampilan foto-foto yang menawan. Pada

era itu muncul nama-nama jurnalis foto seperti Robert Capa, Alfred

Eisenstaedt, Margaret Bourke-White, David Seymour, dan W. Eugene

Smith. Lalu Henri Cartier-Bresson dengan gaya candid dan

dokumenternya.14

11 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 17. 12 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 47. 13 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 1. 14 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 4-5.

Page 38: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

27

Carter-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, dan George

Rodger kemudian mendirikan Magnum Photos pada tahun 1947. Magnum

adalah agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari

berbagai isu dan belahan dunia.15

Sementara di Indonesia sendiri kemunculan foto jurnalistik diawali

oleh Kassian Cephas, seorang pribumi anak angkat pasangan belanda

dengan foto pertama yang diidentifikasi bertahun 1875. Kemudian pada

tahun 1942 munculah nama Alex Mendur16 yang bekerja sebagai kepala

divisi foto, di kantor berita Domei. Alex Mendur, Frans Soemarto Mendur,

JK Umbas, FF Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda kemudian

mendirikan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) pada 2 oktober 1946

di Jakarta.17

Perkembangan foto jurnalistik di Indonesia semakin konsisten dan

berkelanjutan setelah kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto

Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri pertama yang fokus pada foto

jurnalistik. Dengan kelas fotografinya Antara menjadi katalis lahirnya

jurnalis foto muda.18

Kelahiran foto jurnalistik tidak dapat dipisahkan oleh rasa

keingintahuan manusia. Apalagi salah satu keunggulan foto, yaitu dianggap

15 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 5. 16 Karya fenomenal yang dibuat oleh Mendur bersaudara yaitu Alex dan Frans Mendur

adalah imaji proklamasi 17 agustus 1945, saat presiden Soekarno sedang membacakan teks

proklamasi. Tentara Jepang yang mengetahui adanya pendokumentasian peristiwa proklamasi

kemudian merampas dan menghancurkan negatif milik Alex Mendur. Namun Frans lebih beruntung,

ia berhasil menguburkan negatif miliknya sebelum digeledah oleh tentara Jepang. Berkat karya

Frans inilah, sehingga kini masyarakat Indonesia mempunyai bukti nyata bahwa Indonesia pernah

merdeka. (Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto,h. 10.) 17 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 8-9. 18 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 13.

Page 39: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

28

“tidak dapat berbohong” dan dapat menangkap setiap detail peristiwa yang

disajukan sehingga bisa menggambarkan perkembangannya dengan cepat.19

Menurut Frank P. Hoy, dari sekolah Jurnalistik dan Telekomunikasi

Walter Cronkite, Universitas Arizona, pada bukunya yang berjudul

Photojournalism The Visual Approach, terdapat delapan karakter foto

jurnalistik, yaitu:20 1. Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto

(communication photography). Komunikasi yang dilakukan akan

mengekspresikan pandangan wartawan terhadap suatu subjek, tetapi pesan

yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi; 2. Medium foto

jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah, dan media kabel atau

satelit juga internet seperti kantor berita (wire services); 3. Kegiatan foto

jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita; 4. Foto jurnalistik adalah

paduan dari foto dan teks foto; 5. Foto jurnalistik mengacu pada manusia.

Manusia adalah subjek, sekaligus pembaca foto jurnalistik; 6. Foto

jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Ini

berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima

orang yang beraneka ragam; 7. Foto jurnalistik juga merupakan hasil kerja

editor foto; 8. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak

penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amendemen kebebasan

berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press).

Foto Jurnalistik setidaknya harus mempunyai sifat-sifat yang sama

seperti halnya berita tulis yaitu memuat unsur-unsur apa (what), siapa (who),

19 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 92. 20 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 4.

Page 40: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

29

di mana (where), kapan (when), dan mengapa (why). Bedanya dalam bentuk

‘visual’, foto berita mempunyai kelebihan dalam menyampaikan unsur

(how), yaitu bagaimana kejadian itu berlangsung. Meskipun dalam suatu

peristiwa itu unsur (how) bisa terjawab dalam tulisan (berita tulis) tetapi

dalam sebuah foto, unsur ‘how’ lebih dapat menguraikan secara lebih baik

lagi.21

Audy Mirza Alwi menjelaskan bahwa foto jurnalistik terbagi

menjadi dua kategori yaitu foto berita dan foto feature.22 Foto berita adalah

adalah foto yang harus sesegera mungkin disampaikan kepada pembaca.

Tema foto berita umumnya meliputi informasi yang selalu ingin diketahui

perkembangannya dari waktu ke waktu oleh pembaca, seperti berita politik,

kriminal, olahraga, dan ekonomi. Sementara itu foto feature adalah foto

yang dalam penyiarannya dapat ditunda kapan saja. Tema berita yang

terdapat dalam foto feature pada umumnya lebih kepada masalah ringan

yang menghibur dan tidak membutuhkan pemikiran yang mendalam bagi

pembacanya serta mudah dicerna.23

21 Atok Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki, h. 23. 22 Wilson Hicks Editor majalah Life mengatakan bahwa unit dasar dari foto jurnalistik

adalah foto tunggal dengan teks yang menyertainya yang disebut single picture. Foto tunggal bisa

berdiri sendiri serta dapat menyertai suatu berita atau feature. Selain foto tunggal terdapat pula foto

seri atau foto essay. Foto seri atau esai adalah foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto tetapi

masih dalam satu tema pemberitaan. Baik foto seri atau esai pembuatanya memakan waktu yang

cukup lama. Namun, keduanya memudahkan fotografer dalam menjelaskan suatu peristiwa ke

dalam beberapa foto. Baik foto berita maupun foto feature bisa disiarkan dalam bentuk satu foto

tunggal disertai teks yang disebut foto tunggal (single picture), dan foto seri/foto esai (photo

story/photo essay). (Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke

Media Massa, h. 6.) 23 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 5.

Page 41: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

30

Mengacu pada Badan Foto Jurnalistik Dunia (World Press Photo

Foundation), Audy Mirza Alwi membagi jenis foto Jurnalistik kedalam

sembilan kategori, diantaranya:24

1) Spot Photo

Foto spot adalah foto yang dibuat dari peristiwa yang tidak terjadwal

atau tidak terduga yang diambil oleh fotografer langsung di lokasi

kejadian. Misalnya, foto peristiwa kecelakaan, kebakaran, perkelahian,

dan perang. Karena dibuat dari peristiwa yang jarang terjadi dan

menampilkan konflik serta ketegangan, foto spot harus segera disiarkan.

2) General News Photo

General news photo adalah foto-foto yang diabadikan dari peristiwa

yang terjadwal, rutin, dan biasa. Pada umumnya bertemakan politik,

ekonomi, dan humor.

3) People in the News Photo

Prople in the news photo adalah foto tentang orang atau masyarakat

dalam suatu berita, yang ditampilkan merupakan pribadi atau sosok

orang yang menjadi berita itu.

4) Daily Life Photo

Daily life photo adalah tentang kehidupan sehari-hari manusia

dipandang dari segi kemanusiawiannya (human interest).

24 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 7.

Page 42: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

31

5) Potrait

Potrait adalah foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up.

Ditampilkan karena adanya kekhasan pada wajah yang dimiliki atau

kekhasan lainnya.

6) Sport Photo

Sport photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa olahraga.

7) Science and Technology Photo

Science and technology photo adalah foto yang diambil dari peristiwa-

peristiwa yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

8) Art and Culture Photo

Art and culture photo adalah foto yang dibuat dari peristiwa seni dan

budaya.

9) Social and Environment

Social and environment adalah foto tentang kehidupan sosial

masyarakat serta lingkungan hidupnya.

3. Etika Fotografi Jurnalistik

Seorang wartawan foto (fotografer jurnalistik) memiliki syarat yang

hampir sama dengan paparazzi,25 yaitu sama-sama sebagai ‘pemburu’ berita

fotografi. Namun demikian yang membedakannya adalah masalah etika

(etik).26

25 Paparazi adalah profesi yang membuat berita foto, yang nilainya didasarkan atas uang

dan sering mengabaikan subjek yang difoto. Sehingga dapat dikatakan semangat bekerjanya bisa

menghancurkan. Sedang wartawan foto bekerja atas dasar nilai berita dalam arti sesungguhnya,

karena itu sifatnya positif, lurus dan memiliki semangat memperbaiki. (Atok Sugiarto, Jurnalisme

Pejalan Kaki, h. 18.) 26 Atok Sugiarto, Jurnalisme Pejalan Kaki, h. 18.

Page 43: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

32

Secara umum wartawan foto adalah karyawan atau pekerja pers,

sehingga keberadaannya memiliki syarat-syarat etika. Dan karenanya pula

untuk menjadi wartawan foto harus mematuhi kode etik jurnalistik.

Berbicara mengenai etika, berkutat soal apa yang pantas dan apa

yang tidak pantas terkait suatu hal. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan

tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).27 Sedangkan menurut Rita Gani

dan Ratri Rizki Kusumalestari dalam bukunya Jurnalistik Foto Suatu

Pengantar mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai, norma-norma, dam asas-

asas moral yang dipakai sebagai pegangan yang umum diterima bagi

penentuan baik-buruknya perilaku manusia atau benar-salahnya tindakan

manusia sebagai manusia.28

Fotografi jurnalistik memiliki etika dalam mengatur konten foto

jurnalistik. Di Indonesia sendiri memiliki payung hukum yang menaungi

para fotografer jurnalistik dalam menjalankan tugasnya. Mengacu pada

Undang –undang nomor 40 tahun 1999 tantang pers, maka dibentuklah

Dewan Pers sebagai lembaga independen yang berfungsi melindungi

kebebasan pers.29

Salah satu tujuan dibentuknya dewan pers adalah untuk menetapkan

serta mengawasi kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik inilah yang harus

ditaati oleh para wartawan, organisasi pers, dan perusahaan pers.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas bahwa batasan etika adalah salah

27 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 402. 28 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 158. 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Bab V Pasal 15.

Page 44: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

33

satunya terdapat kewajiban dan hak. Dewan pers merumuskan kode etik

jurnalistik dalam 11 pasal, pada pasal 4 jelas disebutkan bahwa wartawan

Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.30

Dalam masalah konten yang terdapat di dalam foto jurnalstik,

Taufan Wijaya dalam bukunya Jurnalistik Foto menjelaskan, etika dikaitkan

dengan hal-hal etis, seperti kesopanan dan pantas atau tidaknya sebuah foto

untuk disajikan.31 Dengan adanya etika diharapkan fotografer bisa

membatasi dirinya saat bekerja di lapangan dan saat mengolah foto

tersebut.32

Salah satu yang tidak diizinkan seorang fotografer jurnalistik adalah

mengambil gambar yang berhubungan dengan perlindungan. Misalnya foto

pekerja seks, pelaku kejahatan anak di bawah umur, korban tindak asusila

dan aksi bunuh diri untuk menghindari kesan yang berkelanjutan

dikemudian hari.33 Hal tersebut dimaksudkan guna melindungi pribadi

mereka dari kesan eksploitasi dan penghakiman di tataran lingkungan sosial

masyarakat. Audy Mirza Alwi menambahkan, bahwa wartawan Indonesia

juga tidak dapat menyiarkan hal-hal yang bersifat destruktif dan dapat

merugikan bangsa dan negara, hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan,

hal-hal yang dapat menyinggung perasaan asusila, agama, kepercayaan atau

keyakinan atau suatu golongan yang dilindungi undang-undang.34

30 Lembaga Dewan Pers Indonesia, Kode Etik Jurnalistik (Jakarta: Dewan Pers Indonesia,

2011), pasal 4. 31 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 83. 32 Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, h. 158. 33 Taufan Wijaya, Jurnalistik Foto, h. 84. 34 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 9.

Page 45: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

34

Dalam memproduksi foto tentang kecelakaan atau pembunuhan,

tidak boleh menampakkan wajah korban, serta diambil dari jarak agak jauh.

Serta foto pengadilan yang dibuat dari belakang orang yang diadili, bukan

dari depan, selama status orang tersebut masih tersangka, untuk

menghindari penghukuman yang dilakukan oleh wartawan (trial by the

press). Selain itu dalam teknik memanipulasi gambar di komputer juga tidak

boleh dilakukan jika hal tersebut dirasa menimbulkan pesan yang berbeda

dari kejadian yang sebenarnya terjadi. Namun mengganti warna hitam putih

pada sebuah foto korban kecelakaan yang berlumuran darah dapat dilakukan

dengan alasan menjaga kenyamanan pelihat foto saat menyaksikan foto.35

B. Tinjauan Umum Tentang Semiotika

Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semion yang berarti

tanda, atau seme yang berarti penafsir tanda.36 Dalam prakteknya semiotika

berfungsi sebagai ilmu atau metode analisis yang digunakan untuk mengkaji

tanda.37 Seperti pada penelitian ini, peneliti menggunakan semiotika sebagai alat

untuk mengkaji tanda-tanda dalam foto karya Rosa Panggabean yang berjudul

Exile, guna melihat representasi nasionalisme dalam foto tersebut.

Dalam sejarah linguistik, selain istilah semiotika dan semiologi terdapat

pula istilah semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi

yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Sesungguhnya

kedua isltilah semiotika dan semiologi mengandung pengertian yang sama,

35 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 10. 36 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 16. 37 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.

Page 46: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

35

walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya

menunjukkan pemikiran pemakainya. Mereka yang bergabung dengan Pierce

menggunakan kata semiotika, sedangkan mereka yang tergabung dengan

Saussure menggunakan kata semiologi. Namun ada kecendrungan, istilah

semiotika lebih popular daripada istilah semiologi sehingga para penganut

Saussure pun sering menggunakannya. Baik semiotika maupun semiologi,

keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan

untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. Satu-satunya perbedaan antara

keduannya, adalah bahwa istilah semiologi biasanya digunakan di Eropa,

sementara semiotika cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa Inggris.

Dengan kata lain, penggunaan kata semiologi menunjukan pengaruh kubu

Saussure, sedangkan semiotika lebih tertuju pada kubu Pierce.38

Mengacu kepada penjelasan di atas, pada penelitan ini peneliti akan

menggunakan kata semiotika dalam penulisan selanjutnya, karena selain

memiliki arti yang sama, istilah semiotika juga lebih populer ketimbang

semiologi, sehingga penelitian ini akan mudah dicerna oleh para pembaca.

Terdapat tiga tokoh besar dalam ilmu Semiotika, yaitu: (1) Ferdinand de

Saussure; (2) Roland Barhes; (3) Charles Sanders Pierce.

1. Semiotika Ferdinand de Saussure

Saussure dilahirkan di Jenewa pada tahun 1857, semasa

hidupnya ia berada dalam satu zaman dengan Sigmund Freud dan Emile

Durkheim. Saussure hidup dalam keluarga yang sangat terkenal di kota

38 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 11-12.

Page 47: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

36

Jenewa karena keberhasilan mereka dalam bidang ilmu. Selain sebagai ahli

linguistik, ia juga adalah seorang spesialis bahasa-bahasa Indo-Eropa dan

sansakerta yang menjadi sumber pembaruan intelektual dalam bidang ilmu

sosial dan kemanusiaan.39

John Lyons mengatakan:

“Jika ada seseorang yang layak disebut sebagai pendiri linguistic

modern dialah sarjana dan tokoh besar asal Swiss: Ferdinand de

Saussure”. 40

Dalam definisi Saussure, semiotika merupakan sebuah ilmu yang

mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat serta menjadi bagian

dari disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukan

bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang

mengaturnya.41

Menurutnya bahasa itu adalah suatu tanda, dan setiap tanda itu

tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda).

Bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik suara

manusia, binatang, atau bunyi-bunyian, hanya bisa dikatakan sebagai

bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut

mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan ide-ide, pengertian-

pengertian tertentu.42

Tanda adalah kesatuan dari bentuk penanda dengan sebuah ide atau

petanda. Penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna.

Dengan kata lain, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang

39 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 45. 40 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 43. 41 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 12. 42 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 46.

Page 48: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

37

dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan

petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Dengan kata lain,

petanda adalah aspek mental dari bahasa.43 Jadi bisa diartikan ke dalam

bentuk yang sederhana bahwa, penanda adalah bentuk dari tanda itu sendiri.

Sedangkan petanda adalah orang yang memaknai bentuk dengan

pengetahuan yang ia miliki sesuai norma yang berlaku di masyarakat.

2. Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis

yang sering mempraktekkan model linguistik dan semiotik Saussurean. Ia

juga intelektual dan kritikus sastra prancis yang ternama, eksponen

penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra.44 Dalam teori

semiotikanya Barthes telah mengembangkan pendekatan struktural untuk

membaca sebuah fenomena gambar ysng mengandung tahapan-tahapan dan

pendekatan lain yang dapat digunakan untuk membedah penandaan dalam

karya fotografi.

Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah

Protestan di Cherbourg. Ayahnya, adalah seorang perwira angkatan laut

yang gugur dalam pertempuran di Laut Utara sebelum usia Barthes

menginjak satu tahun. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian diasuh oleh ibu,

kakek, dan neneknya. Di usia Sembilan tahun ia pindah ke Paris bersama

ibunya yang bergaji kecil sebagai penjilid buku. Menginjak dewasa, Barthes

menderita penyakit tuberkulosa (TBC). Di tengah-tengah masa

43 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 46. 44 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 63.

Page 49: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

38

pemulihannya, Barthes menghabiskan waktu untuk membaca banyak hal,

dan menerbitkan beberapa artikel. Dari masa itulah karir Barthes terus

berkembang hingga namanya menjadi popular bersama karya-karyanya.45

Bagi Barthes perspektif semiotika adalah semua sistem tanda, entah

apapun substansinya serta batasannya (limit), yakni berupa: gambar, gerak

tubuh, bunyi, melodis, benda-benda, dan berbagai kompleks yang tersusun

oleh substansi yang merupakan sistem signifikasi (pertandaan), kalau bukan

merupakan ‘bahasa’ (language).46

Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya

berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Barthes

mengembangkan dua tingkatan pertandaan (two way of signification), yang

memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat,

yaitu tingkat denotasi dan konotasi.47

Tabel 1 : Peta Tanda Roland Barthes48

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(petanda)

3. Denotative sign (tanda denotatif)

4. Connotative signifier

(penandaan konotatif)

5. Connotative

signified (petandaan

konotatif)

6. Connotative sign (tanda konotatif)

45 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 64. 46 Jeanne Martinet, Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussurean; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 3. 47 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69. 48 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69.

Page 50: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

39

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri

atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut

merupakan unsur material.49 Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak

sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.50

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan

antara penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya pada realitas

yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Sedangkan

konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dengan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang implisit,

tidak langsung dan tidak pasti, artinya terbuka terhadap berbagai

kemungkinan. Ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk

ketika penanda diakitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti perasaan,

emosi atau keyakinan.51

Barthes menjelaskan untuk memaknai konotasi yang terkandung

dalam sebuah foto, harus melewati prosedur-prosedur sebagai berikut,

diantaranya:52

a. Trick effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang

berlebihan untuk menyamaikan maksud pembuat berita.

49 Paul Cobley dan Litza Jansz, Introducing Semiotics (New York: Icon Books-Totem

Books, 1999), h. 51. 50 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69. 51 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261. 52 Roland Barthes, Imaji Musik Teks (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 7.

Page 51: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

40

b. Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam

mengambil foto berita, seorang wartawan foto akan memilih objek yang

sedang diambil.

c. Object, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke

dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest (POI) pada

sebuah gambar/foto.

d. Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar.

Misalnya: lighting (pencahayaan), exposure (ketajaman foto), bluring

(keburaman), Panning (efek kecepatan), moving (efek gerak), freeze

(efek beku), angle (sudut pandang pengambilan objek), dan sebagainya.

Tabel 2: Pemaknaan photogenia dalam menganalisis foto53

TANDA

MAKNA KONOTASI

Photogenia Teknis

Fotografi

Pemilihan

Lensa

Normal Normalitas keseharian

Lebar Dramatis

Tele Tidak personal, voyeuritis

Shot size Close up Intimate, dekat

Medium up Hubungan personal dengan

subjek

Full shot Hubungan tidak personal

Long shot Menghubungkan subjek dengan

konteks, tidak personal

Sudut pandang High angle Membuat subjek tampak tidak

berdaya didominasi, dikuasai,

kurang otoritas

Eye level Khalayak tampil sejajar dengan

subjek, memberi kesan sejajar,

kesamaan, sederajat

53 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.

43.

Page 52: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

41

Low angle Menambah kesan subjek

berkuasa, mendominasi, dan

memperlihatkan otoritas

Pencahayaan High key Kebahagiaan, cerah

Low key Suram, muram

Datar Keseharian, realistis

Penempatan

subjek/objek

pada bidang

foto

Atas Memberi kesan subjek berkuasa

Tengah Subjek penting

Bawah Subjek tidak penting

Pinggir Subjek tidak penting

e. Aestheticism, yaitu format gambar atau setetika komposisi gambar

secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.

f. Syntax, yaitu rangkaian cerita dari isi foto/gambar yang biasanya berada

pada capion (keterangan foto) dalam foto berita dan dapat membatasi

serta menimbulkan makna konotasi. Adapun fungsi caption itu sendiri

selain untuk membatasi pokok pikiran pesan yang ingin disampaikan,

juga berfungsi supaya maksud dari pesan itu cepat tersampaikan.

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi,

yang disebutkannya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan

dan memberikan pembenaran nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu

periode tertentu.54 Dalam pandangan Barthes mitos adalah pengkodean

makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.55 Mitos

juga dapat diartikan sebagai sesuatu hasil dari tahap konotasi yang telah

sangat dipercayai dan menyebar dalam masyarakat hingga mejadi sebuah

54 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 55 Tommy Christomy, Semiotika Budaya (Depok: Universitas Indonesia), h. 94.

Page 53: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

42

ideologi.56 Mitos juga merupakan hasil dari kelas sosial yang sudah

memiliki dominasi dan hal ini berkaitan dengan realitas atau gejala alam.57

Sehingga dapat dikatakan mitos adalah tahapan pencarian makna

berdasarkan ideologi atau pemikiran yang sedang berkembang di

masyarakat.

Pada zaman dahulu contoh mitos yang berkembang dalam

masyarakat tentang kehidupan atau kematian, tentang dewa-dewa, atau

kepercayaan, hal ini jelas berbeda dengan mitos yang berkembang dalam

masyarakat zaman ini yaitu tentang ilmu pengetehuan, kesuksesan, gender,

dan hal semacan itu.58

Mitos bukanlah seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos

bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris, dan

irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur.

Tetapi menurut Barthes mitos adalah type of speech (tipe wicara atau gaya

bicara) seseorang. Mitos digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang

tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala

kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan

menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang

tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda (gambar).59

56 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas Indonesia,

2008), h. 5. 57 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media,

2011), h. 17. 58 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22. 59 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012), h. 127.

Page 54: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

43

3. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf Amerika yang paling

orisinal dan multidimensional, selain itu Pierce juga dikenal sebagai seorang

pemikir yang argumentatif. Pierce lahir di keluarga intelektual pada tahun

1839. Ayahnya Benjamin adalah seorang professor matematika di

Harvard.60 Sumbangan pemikiran Pierce pada ilmu logika filsafat dan

matematika khususnya semiotika, berpendapat bahwa teori semiotikanya

hingga karyanya tentang tanda adalah hal yang tidak terpisahkan dari

logika.61

Pierce menjelaskan bahwa tanda adalah hal yang mewakili sesuatu

bagi seseorang.62 Dengan kata lain tanda yang diciptakan oleh sesorang

adalah bentuk lain dari media penyampai pesan, yang mewakili informasi

yang ingin di sampaikan kepada orang lain.

Pierce Membedakan tipe-tipe tanda menjadi tiga bentuk, antara

lain:63

a. Ikon

Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda

itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon biasanya

sesorang cukup dengan ‘melihat’ saja, agar dapat mengartikan makna

dalam sebuah tanda. Contohnya adalah bentuk dari rambu lalu lintas

yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.

60 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39. 61 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 40. 62 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39. 63 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 14.

Page 55: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

44

b. Indeks

Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan antara penanda dengan

petanda, atau bisa dikatakan memiliki hubungan sebab akibat. Di dalam

indeks seseorang harus memprtkirakan suatu hubungan sebab akibat,

agar dapat memaknai sebuah tanda. Contohnya adalah adanya asap

karena api.

c. Simbol

Simbol merupakan jenis tanda yang dihasilkan dari kesepakatan oleh

sejumlah orang atau masyarakat. Di dalam simbol seseorang harus

mempelajari terlebih dahulu tanda tersebut, agar dapat memaknai

sebuah tanda. Contohnya adalah rambu-rambu lalu lintas yang sudah

bersifat simbolik, atau sudah dikenal oleh masyarakat luas. Rambu-

rambu lalu lintas tersebut sudah dapat dikatakan simbol.

Pada penelitian ini, peneliti akan memakai teori semiotika Roland

Barthes dengan memaknai sebuah tanda melalui tiga tahapan, yaitu denotasi,

konotasi, dan mitos. Selain itu, semiotika Barthes juga dapat memaknai tanda-

tanda di dalam sebuah foto secara lebih mendalam dengan memakai batasan-

batasan seperti, efek tiruan, pose, objek, fotogenia, estetisme dan sintaksis.

Page 56: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

45

C. Teori Representasi

Menurut John Fiske, saat kelompok atau seseorang menampilkan objek

peristiwa maupun gagasan, paling tidak ada tiga proses yang dihadapi:64

1. Realitas

Pada level pertama adalah peristiwa yang ditandakan sebagai realitas.

Bagaimana peristiwa itu dikonstruksi sebagai realitas oleh media. Dalam

bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian,

lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap ditandakan.

2. Representasi

Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas,

pertanyaan berikunya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini,

kita menggunakan perangkat teknis. Dalam bahasa gambar, alat teknis itu

berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata,

kalimat atau preposisi tertentu misalnya, membawa makna tertentu ketika

diterima oleh khalayak.

3. Ideologi

Pada level ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam

konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode

representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam hal yang berkaitan

dengan sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada

dalam masyarakat (patriarki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya).

64 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2001),

h. 114.

Page 57: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

46

Menurut kamus besar bahas Indonesia Representasi memiliki arti sesuatu

perbuatan yang mewakili.65 Menurut Marcel Danesi representasi adalah proses

merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik. Hal tersebut

dapat didefiniskan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk

menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti,

diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik.66

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, Representasi

mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing

(peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak.

Kedua, ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep

abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang

lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang

sesuatu dengan tanda dari simbol tertentu.67

Media massa sebagai teks banyak menebarkan bentuk-bentuk

representasi pada isinya. Representasi dalam media massa menunjuk pada

bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu

ditampilkan dalam pemberitaan.68 Stuart Hall berpendapat bahwa ada dua

prinsip representasi sebagai sebuah proses produksi makna melalui bahasa.

Pertama, representasi untuk mengartikan sesuatu, maksudnya adalah

representasi menjelaskan dan menggambarkan dalam pikiran dengan sebuah

gambaran imajinasi untuk mendapatkan persamaan sebelumnya dalam pikiran

65 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, h. 1296. 66 Marcel Danesi, Understanding Media Semiotics (London: Arnold), h. 3. 67 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 122. 68 Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 113.

Page 58: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

47

atau perasaan kita. Kedua, representasi digunakan sebagai alat untuk

menjelaskan atau mengkonstruksi makna dari sebuah simbol.69

Menurut David Croteau dan Wiliam Hoynes, representasi merupakan

hasil dari suatu penyeleksian yang menggaris bawahi hal-hal tertentu. Dalam

representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi

tentang suatu mengalami proses seleksi. Mana yang sesuai dengan kepentingan-

kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang

digunakan, sementara tanda lain diabaikan.70

Stuart hall mengemukakan bahwa ada tiga bentuk pendekatan

representasi makna melalui bahasa. Pertama, reflektif, dimana representasi

menggunakan bahasa sebagai cermin yang merefleksikan/memantulkan makna

yang sebenarnya Misalnya, ketika kita melihat “piring” maka kita menyebutnya

“piring”. Kedua intensional, dimana menggunakan bahasa sebagai alat untuk

mengekspresikan apa yang ingin kita sampaikan atau lakukan. Misalnya,

memberi kecupan di kening sebagai tanda kasih sayang dan perlindungan.

Ketiga konsruksionis, dimana pemaknaan dikontruksi melalui bahasa. Misalnya,

tanda cinta disimbolkan dengan bunga mawar, bukan kamboja. Karena bunga

mawar memiliki banyak duri dan yang memetik rela terkena duri, demikian

dengan cinta siap atas sakitnya duri. Sedangkan kamboja seringkali dijumpai di

pemakaman, sehingga identik dengan bunga kematian. 71

Dari ketiga pendekatan diatas, terlihat bagaimana bahasa yang digunakan

merupakan cerminan dari sebuah makna atas apa yang ingin dikontruksikan.

69 Stuart Hall, Culture, the Media and the Ideological Effect (London: mass

Communication & Society, 1997), h. 16. 70 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 3-4. 71 Stuart Hall, Culture, the Media and the Ideological Effect, h. 17.

Page 59: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

48

Begitu juga dengan gambar atau foto, bahwa setiap foto yang dihasilkan oleh

seorang fotografer adalah hasil imajinasi yang ada di pikirannya, atau pesan yang

coba ingin disampaikan kepada khalayak.

D. Konsep Nasionalisme dalam Pandangan Tokoh

Nasionalisme berasal dari kata Nation yang berarti bangsa.72 Secara

etimologis, terma nasionalisme, natie, national, kesemuanya berasal dari bahasa

latin, yakni nation yang berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran. Kata

nation ini berasal dari kata nascie yang berarti dilahirkan.73 Sedangkan

pengertian bangsa menurut Grosby adalah wilayah komunitas dari tanah

kelahiran.74 Dan nasionalisme adalah paham dan proses di dalam sejarah ketika

sekelompok orang merasa menjadi anggota dari suatu bangsa (nation) dan

mereka secara bersamaan ingin mendirikan suatu negara (state) yang mencakup

semua anggota kelompok itu.75 Jadi dapat dikatakan, nasionalisme adalah suatu

paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan

kepada negara kebangsaan.76

Nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta

memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seseoang

nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas

bangsa.77 James G Kellas mengatakan nasionalisme merupakan sebuah ideologi

72 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu,

1999), h. 57. 73 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai (Yogyakarta: LkiS, 2007), h. 28. 74 Steven Grosby, Nasionalisme (Surabaya: Portico, 2010), h. 11. 75 Setiawan, Nasionalisme NU (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2007), h. 25. 76 Hans Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya (Jakarta: Erlangga, 1984), h. 11. 77 Anthony D. Smith, Nasionalisme, Teori, Ideologi, Sejarah (Jakarta: Erlangga, 2003), h.

26.

Page 60: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

49

dan bentuk prilaku. Ideologi nasionalisme dibangun di atas masyarakat yang

memiliki kesadaran berbangsa (kesadaran diri nasional) yang ditunjukan dengan

sikap dan aksi, dalam bentuk budaya, ekonomi, atau politik.78

Sementara itu M.D La Ode mengungkapkan, Nasionalisme merupakan

bentuk tertinggi dari sebuah loyalitas yang dirasakan oleh seorang individu atas

sebuah bangsa. Ini juga merupakan sebuah perasaan yang mendalam terhadap

tanah asal (kampung halaman) seseorang, tradisi lokal dan otoritas territorial

yang didirikan sepanjang sejarah.79

Pandangan lain dikemukakan oleh Schiller tentang nasionalisme, di

dalam konsepnya yang disebut dengan nasionalisme jarak jauh adalah sebagai

satu perangkat mengenai klaim identitas dan praktik-praktik yang dilakukan

yang menghubungkan orang-orang yang tinggal di pelbagai wilayah geografis

kepada wilayah khusus yang mereka anggap sebagai rumah leluhur mereka.

Menurut Benedict Anderson, nasionalisme jarak jauh ditunjukan oleh mereka

yang secara geografis tidak tinggal di Indonesia, bukan lagi warga negara

Indonesia, dan aktivitas sosial mereka tentang hal-hal yang terkait dengan

Indonesia.80

Lahirnya nasionalisme di Indonesia tidak dapat terlepas dari kongres

pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Kongres tersebut dihadiri oleh para

78 James G. Kellas, The Politics of Nationalism and Ethnicity (USA: St. Martin’s Press,

Inc, 1998), h. 4. 79 M D. La Ode, Etnis Cina Indonesia dalam Politik di Kota Pontianak dan Kota

Singkawang, Kalimantan Barat 1998 – 2008 (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), h.

54-55. 80 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI),

Volume 17 No. 1, 2015, h. 74.

Page 61: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

50

pelajar dan mahasiswa seluruh Hindia Belanda.81 Adapun dari kongres tersebut

dihasilkan ikrar yang disetujui oleh seluruh peserta kongres yang disebut sebagai

sumpah pemuda. Berikut butir sumpah pemuda tersebut;82

Pertama, kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah

jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea, kami poetra dan poetri Indonesia

mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, kami poetra

dan poetri Indonesia mendhoendjoeng bahasa persatoean, bahasa

Indonesia.

Seluruh peserta kongres saat itu menyerukan bahwa harus adanya satu

kesatuan bagi Indonesia dalam bertanah air, berbangsa dan berbahasa.83 Dalam

tafsirannya pada butir pertama menegaskan bahwa masyarakat Indonesia tetap

satu tanah air walaupun memiliki banyak perbedaan, hal itu tentu diawali oleh

rasa senasib sepenanggungan sewaktu dijajah dalam waktu yang lama. Pada butir

kedua adalah lebih kepada legitimasi terhadap bangsa Indonesia. Sehingga

bangsa Indonesia dapat menjalankan kewajiban dan hak kebangsaannya, serta

mendapatkan pengakuan dari bangsa lain. Lalu pada butir ketiga, ditegaskan

bahwa masyarakat Indonesia wajib memakai bahasa nasional, yaitu bahasa

Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki keragaman bahasa dari suku ataupun

ras, penyatuan bahasa dirasa perlu sebagai wujud dari bersatunya ras dan suku

tersebut.84

81 Tirto.id, Para Panitia Sumpah Pemuda, diakses dari https://tirto.id/para-panitia-sumpah-

pemuda-bYAj, pada tanggal 27 April 2017. 82 Wikisource, putusan Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia, diakses dari

https://id.wikisource.org/wiki/Putusan_Kongres_Pemuda-pemuda_Indonesia, pada tanggal 21

April 2017. 83 Andi Suwirta, Memaknai Peristiwa Sumpah Pemuda dan Revolusi Kemerdekaan

Indonesia dalam Perspektif Pendidikan, diakses dari

https://www.academia.edu/15260897/Memaknai_Peristiwa_Sumpah_Pemuda_dan_Revolusi_Kem

erdekaan_Indonesia, pada tanggal 27 April 2017. 84 Dwi Januar, Menggali Makna yang Terkandung di dalam Ikrar Sumpah Pemuda, diakses

dari

https://www.academia.edu/8927732/MENGGALI_MAKNA_YANG_TERKANDUNG_DI_DAL

AM_IKRAR_SUMPAH_PEMUDA?auto=download, pada tanggal 27 April 2017.

Page 62: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

51

1. Soekarno

Seperti yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam buku

“Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia” menjelaskan, bagi

Soekarno nasionalisme merupakan konsep sentral untuk membangun

Indonesia yang mandiri dan terhormat di tengah percaturan internasional.

Nasionalisme harus berdasarkan perasaan cinta kepada seluruh manusia.

Namun, masyarakat Indonesia jelas terlalu majemuk dalam banyak hal

untuk bisa diakomodasi dalam satu konsep nasionalisme. Karena baginya,

konsep nasionalisme harus mampu memikat dan mengikat seluruh bagian

masyarakat Indonesia.85

Soekarno mengutuk eksklusivisme dan chauvisme nasionalisme

Eropa, yang justru menciptakan eksploitasi tehadap bangsa-bangsa Asia

Afrika.86 Hal itulah yang membuat Soekarno memilih konsep nasionalisme

Timur untuk Indonesia, karena menurutnya nasionalisme Timur lebih

bersifat peri-kemanusiaan. Hal tersebutlah yang membuat konsep

nasionalisme Indonesia menjadi anti imprealisme dan kolonialisme, serta

anti-kapitalisme.87 Konsep nasionalisme Timur lahir karena adanya

kesamaan sejarah di antara bangsa-bangsa di wilayah Timur, yang pernah

sama-sama merasakan kesengsaraan dan penindasan yang dilakukan oleh

penjajah bangsa Barat (terutama Eropa).88

85 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia

(Jakarta: LIPI Press, 2011), h. 123. 86 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 123. 87 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

h. 85. 88 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, h. 77.

Page 63: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

52

Selain itu, Soekarno menjelaskan bahwa berdirinya suatu bangsa,

rakyat harus melewati satu sejarah yang sama, dan memiliki kemauan serta

keinginan hidup menjadi satu.89 Kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia

bukan lagi menjadi penghalang untuk terbentuknya nasionalisme,

melainkan rakyat Indonesia harus memiliki sejarah yang sama dan kemauan

untuk bersatu, sehingga terbentuklah rasa cinta kepada bangsa Indonesia.

Dengan kata lain Soekarno merumuskan nasionalisme ke dalam beberapa

faktor, rasa ingin bersatu, persatuan perangai dan nasib, serta persatuan

antara orang dan tempat.90

Dalam perumusan nasionalismenya, Soekarno mengambil dan

menerapkan “analisis Marxis” tentang penindasan imprealisme. Soekarno

juga menggunakan sikap permusuhan kaum Muslimin terhadap kaum

penjajah kafir. Dengan begitu Soekarno dapat mengembangkan gagasan

nasionalisme untuk mendamaikan berbagai elemen yang bertentangan di

masarakat dan membawanya ke dalam tujuan jangka panjang. Dalam

kerangka itulah, pada tahun 1960-an Soekarno kemudian mengeluarkan

konsep Nasakom untuk menyimbolkan kesatuan nasionalisme, agama, dan

komunisme.91

Nasionalisme tidak hanya mengacu kepada tempat kelahiran

seseorang, melainkan pada tempat dimana mereka tinggal. Hal tersebut

dijelaskan oleh Soekarno dalam sebuah konsep nasionalisme Islam, bahwa

di manapun orang Islam bertempat tinggal, meskipun mereka jauh dari

89 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, h. 60. 90 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, h. 60. 91 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 124.

Page 64: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

53

tempat kelahirannya, mereka harus mencintai dan bekerja untuk keperluan

negeri dan rakyat di negara yang mereka tempati.92

2. Azyumardi Azra

Azyumardi Azra menyebutkan, nasionalisme terbagi menjadi

beberapa tipe, yaitu nasionalisme agama, kultural (budaya), politik, serta

ekonomi.93

Nasionalisme agama adalah sikap cinta tanah air yang didasarkan

oleh agama. Di dalam agama Islam sendiri tidak pernah mepertentangkan

masalah nasionalisme.94 Justru Islam menganjurkan setiap muslim memiliki

rasa nasionalisme. Merujuk pada sebuah Hadist, Muhamad Rasyid Ridha,

tokoh pembaharu Islam di Mesir pada abad ke-20, mengatakan hubbul

wathan iman yang artinya cinta tanah air merupakan bagian dari iman.95

Dengan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sebenarnya

Indonesia memiliki potensi besar untuk membentuk religion-nationalism.

Potensi tersebut tidak terjadi karena adanya kemajemukan agama di dalam

masyarakat. Meskipun pada awalnya terjadi perdebatan masalah ideologi

negara, semua pemimpin Indonesia termasuk yang beragama Islam

92 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, h. 61.

93 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia

h. 10. 94 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 107. 95 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 108.

Page 65: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

54

bersepakat menerima Pancasila.96 Secara konstitusional, nasionalisme

keislaman dan keindonesiaan sudah terwujud di dalam Pancasila.97

Nasionalisme agama menurut Azra telah menjadi instrumen untuk

membangun solidaritas di antara suku-suku yang berbeda.98 Sebagai contoh

orang Kristen di Tapanuli yang lebih merasa dekat dengan orang Kristen di

Manado daripada orang Islam di Tapanuli itu sendiri. Agama berperan aktif

dalam membangun sikap nasionalisme di Indonesia. Karena kesamaan

agama dalam masyarakat dapat membentuk sebuah kedekatan yang lebih

kuat.99

Nasionalisme kultural (budaya), adalah sikap cinta tanah air yang

didasarkan oleh kebudayaan seseorang. Menurut Azra nasionalisme

kebudayaan (cultural nationalism) di Indonesia cukup mencemaskan.100

Globalisasi informasi dan budaya yang dikendalikan oleh negara-negara

maju semakin dirasakan mengancam ketahanan budaya Indonesia dan

negara-negara berkembang lainnya. Meskipun tidak seluruh sistem nilai dan

budaya yang disebarkan itu berdampak negatif bagi perkembangan budaya

tradisional Indonesia yang mengandung banyak kearifan lokal.101

96 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 110. 97 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 109. 98 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 109. 99 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 110. 100 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 116. 101 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 118.

Page 66: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

55

Bagaimanapun juga nasionalisme kebudayaan Indonesia masih

kalah, jika dibandingkan dengan nasionalisme prancis dan sejumlah negara

Eropa barat lainnya, yang sempat mengancam untuk memboikot program-

program TV buatan Amerika yang semakin mendominasi tayangan TV di

Negara mereka. Indonesia dan negara-negara berkembang umumnya, masih

terpesona dalam menyaksikan dan menerima globalisasi sistem nilai dan

gaya hidup Amerika.102

Menurut Azyumardi Azra Indonesia telah menjalani tiga fase

nasionalisme, diantaranya:103

a. Proto-Nasionalisme

Tahapan yang pertama adalah pertumbuhan awal gagasan

nasionalisme yang ditandai dengan penyerapan gagasan nasionalisme

ke dalam pembentukan organisasi-organisasi, yang disebut Benda dan

Mc Vey atau Hobsbawm sebagai “proto-nasionalisme”.104

Pembentukan organisasi pada fase ini lebih bersifat kultural, sosial,

pendidikan dan ekonomi ketimbang politis. Organisasi-organisasi

tersebut antara lain, Budi Utomo, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan

Serikat Dagang Islam (SDI).105

Melalui organisasi-organisasi inilah semangat nasionalitas coba

digalang dan diciptakan. Seperti yang dilakukan para kaum terpelajar

102 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 118. 103 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 118. 104 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 119. 105 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 121.

Page 67: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

56

yang mengambil inisiatif menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa

“nasional” tanah air Indonesia dalam lingkup geografis kekuasaan

Belanda.106 Karena, seperti yang dikatakan oleh Gallner, nasionalisme

tidak harus memiliki akar begitu kuat dalam psikis masnusia, melainkan

nasionalisme harus diciptakan serta ditumbuhkan.107

b. Political Nationalism

Fase kedua dimana menurut Azra nasionalisme sangat sarat

dengan muatan politis ketimbang sosial dan kultural.108 Dimana proses

pembentukan nation-state, penerapan elemen-elemen dasar seperti

pancasila dan UUD 1945 menandai fase nasionalisme politik ini.109

Sehingga dapat dikatakan bahwa nasionalisme politik adalah sikap

cinta tanah air karena didasarkan kepada proses politik yang terjadi.

Perdebatan sengit antara golongan nasionalis dan keagamaan

yang terjadi pada fase itu, adalah untuk memenangkan dasar negara

Indonesia. Masing-masing golongan mengkonsolidasi jaringannya

untuk memenanngkan tujuan mereka.110 Dengan ditutupnya

kemungkinan dimasukannya kembali piagam Jakarta ke dalam UUD

106 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 120. 107 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 121. 108 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 122. 109 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 123. 110 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 122.

Page 68: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

57

1945, maka sangat kecil kemungkinan syariat islam digunakan sebagai

dasar negara Indonesia.111

c. Economic Nationalism

Fase ketiga dan terakhir ini ditandai dengan masuknya program

modernisasi dan industrialisasi atau yang lebih dikenal dengan

pembangunan, ke Indonesia pada masa kepemimpinan Jendral

Soeharto. Masuknya barang-barang dari luar ke Indonesia

mengakibatkan Indonesia tidak memiliki apa yang disebut dengan

nasionalisme ekonomi. Nasionalisme ekonomi berangkat dari

kecintaan masyarakat terhadap suatu kebijakan ekonomi dari rakyat

untuk rakyat, sehingga menimbukan kecintaan terhadap bangsanya.112

111 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 123. 112 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 125.

Page 69: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

58

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Eksil

Eksil berasal dari kata bahasa Inggris exile yang berarti terasing atau

dipaksa meninggalkan kampung halaman atau rumahnya.1 Sedangkan menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Eksil adalah keadaan tidak berada di

negara atau rumah sendiri.2 Senada dengan istilah tersebut, Saut Situmorang

membagi Eksil ke dalam tiga kategori. Pertama, sebuah ketidakhadiran yang

panjang dan biasanya karena terpaksa dari tempat tinggal ataupun negeri sendiri.

Kedua, pembuangan secara resmi (oleh negara) dari negeri sendiri. Dan yang

ketiga, adalah seseorang yang dibuang ataupun hidup di luar tempat tinggal

ataupun negerinya sendiri.3

Eksil 65 adalah sebutan bagi orang-orang Indonesia yang terpaksa tidak

dapat pulang ke Indonesia karena situasi politik pada tahun 1965. Perubahan

pemerintahan yang terjadi pada tahun 1966 secara drastis dari pemerintahan sipil

ke pemerintahan di bawah kekuasaan militer diawali oleh peristiwa Gerakan

Tiga Puluh September (GESTAPU) pada akhir tahun 1965. Pasca peristiwa

tersebut terjadi penghancuran secara sistematis terhadap kekuatan kiri,

khususnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kalangan nasionalis pada

1 Rudy Haryono, Kamus Inggris Indonesia (Jombang: Lintas Media), h. 96. 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 2008), h. 379. 3 Saut Situmorang, Sastra Eksil, Sastra Rantau, diakses dari http://sastra-

pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-Sastra-Eksil-Sastra-Rantau-td33812.html,

pada 17 Maret 2017.

Page 70: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

59

umumnya. Para anggota PKI dan siapa saja yang dianggap terkait denganya

dibunuh, sebagian ditangkap dan dipenjara, lalu dibuang.4

Nasib buruk juga menimpa orang-orang Indonesia yang pada saat itu

sedang berada di luar negeri,5 khususnya mereka yang dianggap bertalian dengan

pemerintahan Soekarno, para simpatisan, dan para pemuda yang sedang

mengikuti program beasiswa di negara-negara berpaham sosialis.6 Melalui

Menteri Luar Negeri, pada tanggal 7 Mei 1966 mereka diminta untuk menjalani

pemeriksaan dan memberikan pernyataan loyalitas terhadap pemerintahan baru

yang dipimpin oleh Suharto.7 Mereka yang menolak akan dicabut paspornya,

sehingga dengan begitu hak mereka sebagai warga negara dihilangkan

sepenuhnya, dan terhalang untuk pulang kembali ke Indonesia.8

Para Eksil bertahun-tahun hidup tanpa kewarganegaraan di banyak

negara seperti, Rusia, Rumania, Albania, Tiongkok, serta Kuba. Saat mereka

hidup tanpa identitas yang legal tersebut, negara-negara yang mereka tempati

mengalami gejolak politik yang mengakibatkan kondisi perekonomian negara

tersebut tidak stabil. Pada tahun 1980-an, sebagian dari mereka bermigrasi ke

Jerman, Belgia, dan Belanda. Mereka pun kemudian melamar menjadi warga

4 Amin Mudzakir, Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda, Pusat Penelitian

Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI), Volume 17 No.2, 2015, h. 171. 5 Berangkat dari jargon politik Trisakti, berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang

ekonomi, dan berkepribadian di bdang kebudayaan demi mewujudkan amanat penderitaan rakyat

(Ampera), Presiden Soekarno pada saat itu menjalin kerjasama dengan sejumlah negara yang

berhaluan sosialis dengan mengirimkan pemuda-pemuda Indonesia sebagai delegasi bangsa dan

untuk bersekolah di luar negeri. Dengan begitu pemuda-pemuda tersebut diharapkan menjadi ahli

diberbagai bidang ilmu seperti, ilmu teknik, kedokteran, pertanian dan sastra, untuk dapat mengelola

sumber daya alam Indonesia. Lihat Rosa Panggabean, Exile (Jakarta: 2014), h. 61. 6 Rosa Panggabean, Exile, h. 62. 7 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI),

Volume 17 No.1, 2015, h. 71. 8 Amin Mudzakir, Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda, Pusat Penelitian

Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI), Volume 17 No.2, 2015, h. 173.

Page 71: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

60

negara Belanda. Karena rata-rata para Eksil ini lahir sebelum tahun 1945,

pemerintah Belanda menganggap para Eksil ini sejatinya warga negara Belanda

karena lahir sebelum Indonesia merdeka, atau masih dianggap lahir di wilayah

Nederlandsch-Indische.9

Tidak ada data yang pasti mengenai Eksil yang tinggal di Belanda,

namun diperkirakan jumlah mereka ratusan. Meskipun para Eksil ini sudah

menjadi warga negara Belanda dan beranak pinak di sana, mereka tidak pernah

melupakan tempat asal mereka, yaitu Indonesia.10

Hingga saat ini Pemerintah Indonesia memakai dua landasan hukum

untuk melarang, membrangus, dan mencegah komunisme berkembang di

Indonesia, yang juga berdampak kepada para Eksil sehingga tidak dapat kembali

ke Indonesia. Pertama, ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang

pembubaran partai komunis Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang

di seluruh wilayah negara republik Indonesia bagi partai komunis Indonesia dan

larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau

ajaran komunis/marxisme-leninisme. Kedua, Pasal 107 Undang-Undang Nomor

27 Tahun 1999 tentang perubahan kitab undang-undang hukum pidana yang

berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.11

Titik terang bagi para Eksil terjadi pada masa pemerintahan presiden ke-

4 Indonesia, yaitu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Gus Dur yang menyebut

para Eksil sebagai kaum “kelayapan” ini mengusulkan untuk mencabut Tap

9 Rosa Panggabean, Exile, h. 63. 10 Rosa Panggabean, Exile, h. 63. 11 CNN Indonesia, Deretan Pasal Krusial Untuk Memberangus Komunisme di Indonesia,

diakses dari http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160511154554-20-129985/deretan-pasal-

krusial-untuk-berangus-komunisme-di-indonesia/, pada tanggal 19 April 2017.

Page 72: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

61

MPRS Nomor XXV Tahun 1966, namun usul ini kandas dalam rapat Panitia Ad

Hoc II Badan Pekerja (PAH II BP) Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR).12

Pada tanggal 27 September 2006, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada

saat itu Hamid Awaluddin menyatakan memberi waktu tiga tahun bagi para Eksil

untuk mendapatkan kembali hak kewarganegaraannya terhitung dari

disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan

republik Indonesia.13

B. Profil Rosa Panggabean

Rosa Panggabean adalah salah satu angkatan pewarta muda divisi

pemberitaan foto antara. Wanita yang akrab disapa Oca ini, lahir di Cirebon 25

May 1982.14 Dia sebenarnya tidak terlalu berminat pada carut marut dunia

politik, dia banyak meliput di area seni dan budaya yang memang menjadi

interestnya. Sambil sesekali memotret perihal keseharian masyarakat Jakarta

yang heterogen.15

Oca dilahirkan hanya beberapa bulan sebelum mendiang presiden kedua

RI, Suharto, pada 18 Agustus 1982 mencanangkan pemberantasan preman

secara fundamental dengan jalan kekerasan. Fakta pada kala itu menunjukan

tingkat kriminalitas di ibu kota, Yogya dan Jawa Tengah melesat tinggi. Pihak

keamanan lalu menggelar Operasi Celurit yang dalam catatan sejarah

12 Merdeka.com, 6 Kebijakan Gus Dur saat Menjadi Presiden, diakses dari

https://www.merdeka.com/peristiwa/6-kebijakan-kontroversial-gus-dur-saat-jadi-presiden.html,

pada tanggal 19 April 2017. 13 Liputan 6, Eksil Dapat Kembali Menjadi WNI, diakses dari

http://news.liputan6.com/read/129901/eksil-dapat-kembali-menjadi-wni, pada tanggal 19 April

2017. 14 Daftar Riwayat Hidup Rosa Panggabean 15 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile

(Jakarta: 2014), h. 68.

Page 73: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

62

kriminalitas lebih dikenal sebagai Operasi ”Petrus” alias penembakan

misterius.16

Sesekali Oca kecil masih mendengar penuturan sang ibu di meja makan

perihal mayar-mayat yang diindikasi sebagai preman tergeletak di jalan-jalan, di

kanal, di pesisir pantai, dimana Operasi Celurit di gelar.17 Kekerasan selalu

menggetarkan bagi sanubari perempuan yang pernah mendapat penghargaan

fotografi anugerah adiwarta dan anugerah pewarta foto Indonesia. Fotografi

pernah mengantarkan Oca berkesempatan menunjungi Amsterdam dikarenakan

prestasinya. Amsterdam merupakan kota yang menjadi markas dari yayasan

World Press Photo, penyelenggara penghargaan fotografi jurnalistik tahunan

yang paling bergengsi saat ini di seantero bumi.18

Dalam kunjungan singkatnya di negeri kincir angin, alumni Universitas

Gajah Mada yang memperoleh gelar di bidang ilmu komunikasi itu melakukan

pemotretan dan melakukan wawancara dengan tiga tokoh Eksil Indonesia yang

terbuang dari kampong halamannya dan tampaknya akan terpaksa

menghabiskan sisa hidup mereka di negeri yang jauh dari tanah kelahiran

mereka.19

Melalui jalan yang berliku, perempuan yang sudah 7 tahun berkakir di

Antara Foto berhasil meyakinkan Sarmadji seorang guru, Chalik Hamid

sastrawan Lekra, dan staf kedutaan besar Republik Indonesia Ibrahim Isa yang

16 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile, h.

68. 17 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile, h.

69. 18 Daftar Riwayat Hidup Rosa Panggabean 19 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile, h.

69.

Page 74: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

63

paspornya semuanya dibekukan dan terusir dari negaranya sendiri sebagai

narasumber bagi pelaksanaan proyek kemanusiaan pribadi yang tengah

dijalankannya. Mereka tengah berada di luar negeri saat peristiwa 30 September

1965 pecah dan sejak itu tak diijinkan untuk kembali ke Indonesia. Pada saat

peristiwa paling berdarah dalam sejarah Indonesia modern itu meletus Oca

belum dilahirkan, bahkan pada saat itu ayahnya masih seorang pemuda berusia

15 yang mencoba menjadi perantauan ke luar dari tanah kelahirannya di

Sumatera Utara.20

Rasa kemanusiaan perempuan yang hobi bernyanyi dan diving

mendorongnya melakukan proyek pribadi dengan tema yang sejatinya sangat

sensitif apalagi dilakukan oleh seorang pewarta foto muda yang minim

pengetahuannya tentang sejarah kekerasan orde baru di awal kekuasaannya.

Kebulatan hasrat Oca pada sejarah yang terkunci rapat dan mengangkatnya

dalam suatu reportase visual secara pribadi adalah jalan pada sebuah pengabdian

pada profesi jurnalistik yang tugasnya adalah menyiarkan kebenaran. Kepatuhan

pewarta yang pernah berkarir di perusahaan media besutan Dahlan Ishkan itu

melakukan riset kecil seputar keberadaan partai komunis Indonesia dan lingkar

dalamnya, membawanya kepada kotak terpendam dari kejahatan politik yang

beroleh dinastinya sendiri dalam estafet kesinambungan kepemimpinan nasional

Indonesia.21

20 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile, h.

70. 21 Oscar Motuloh, Melacak Jejak Darah Pada Waktu, Dalam Rosa Panggabean, Exile, h.

70.

Page 75: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

64

C. Gambaran Umum Buku Foto Exile

Buku Foto berjudul Exile adalah karya dari fotografer Antara yang

bernama Rosa Panggabean. Buku foto yang diterbitkan pada tahun 2014 ini

bercerita tentang kehidupan para Eksil yang tinggal di Belanda. Buku foto ini

dimentori oleh Kadir Van Lohuizen, dan di kuratori oleh Fanny Octavianus.

Serta tak lupa Oscar Matuloh yang menjabat sebagai penanggung jawab dan

kurator foto jurnalistik Antara membubuhi tulisan tangannya pada kolom kata

pengantar.

Terdapat tiga puluh satu foto dalam buku Exile, keseluruhannya adalah

mencerminkan keseharian Eksil. Tidak semua Eksil dimuat di dalam buku foto

ini, melainkan hanya tiga tokoh saja yang dipilih Rosa untuk masuk ke buku

fotonya. Pemilihan tiga tokoh ini bukan tanpa alasan, karena beberapa diantara

Eksil tidak ingin diekspose untuk alasan keamanan. Tiga tokoh yang terdapat

dalam buku foto Exile ini bernama Ibrahim Isa, Chalik Hamid, dan Sarmadji.

Mereka sangat terbuka terhadap kedatangan Rosa, serta bersedia memberikan

informasi yang dibutuhkan. Meskipun mereka sempat khawatir terhadap

keselamatan Rosa setelah membuat catatan visual tentang mereka.22

Alasan utama Rosa membuat foto tentang Eksil adalah tentang

kemanusiaan. Meskipun pada awalnya ide untuk mendokumentasikan Eksil itu

muncul ketika perbincangan Rosa dengan temannya yang sedang mengeyam

pendidikan S-2 di Leiden. Temannya mengatakan bahwa dirinya mengenal

beberapa pria tua yang bertahun-tahun tidak pulang ke Indonesia karena dituduh

sebagai bagian dari komunis. Perbincangan tersebut membuat tanda tanya besar

22 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 76: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

65

di dalam benak Rosa, sehingga mendorongnya untuk mempelajari kembali versi

sejarah yang berbeda dari Indonesia. Dalam riset tersebut, Rosa menemukan

adanya hak-hak manusia yang direnggut paksa dalam perjalanan sejarah

Indonesia.23

Dalam narasi yang terdapat di buku fotonya, Rosa menjelaskan tentang

sejarah yang mengawali kisah perjalanan para Eksil ketika dikirim keluar negeri

oleh pemerintah Indonesia Soekarno, pencabutan paspor pasca peristiwa

GESTAPU, hingga perjuangan para Eksil untuk bertahan hidup dan

mendapatkan kewarganegaraan di negeri orang. Selain memberikan narasi

tentang para Eksil pada umumnya, Rosa juga memberikan narasi tentang tiga

tokoh yang ia jadikan sebagai objek utama karya visualnya. Sarmadji, seorang

guru yang tidak berafiliasi ke partai politik maupun organisasi sosial-politik

ketika itu, dikirim ke Tiongkok untuk mempelajari bagaimana pendidikan di

Luar seolah yang diterapkan di Tiongkok. Chalik hamid, seorang sastrawan

muda yang bergabung dengan organisasi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)

di kirim ke Albania untuk mempelajari sinematografi, dan Ibrahim Isa, seorang

delegasi muda yang diutus sebagai Indonesian Permanent Representative at the

Permanent Secretariat of the AAPSO (Afro-Asian Peoples Solidarity

Organization) pada 1960-1966 di Kairo.24

Dari buku Exile ini, selain tergambar keseharian tiga tokoh Eksil, Rosa

juga menangkap beberapa foto detail barang-barang yang kaya akan nilai sejarah

yang dimiliki oleh para Eksil, diantaranya paspor, buku, kartu tanda penduduk,

23 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 24 Rosa Panggabean, Exile, h. 62.

Page 77: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

66

surat, dan masih banyak lagi. Adapula foto yang menggambarkan emosi yang

ada di dalam benak Eksil, serta tidak ketinggalan foto portrait ketiga tokoh Eksil

yang menjadi objek utama dalam buku foto ini.

Buku foto yang memiliki 73 halaman ini adalah merupakan karya

pertama tentang Eksil yang dibekukan melalui media foto, setelah sebelumnya

kisah Eksil diceritakan melalui media tulis dan audio visual. Foto Eksil ini

berhasil mengantarkan nama Rosa sebagai pemegang juara 2 kategori foto esai,

pada ajang Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) 2014. Bahkan berkat foto

Eksil itu pulalah nama Rosa berhasil masuk ke dalam nominasi yang akan

diperlombakan serta bersanding dengan nama-nama fotografer jurnalistik kelas

dunia dalam ajang World Press Photo 2014, dimana ajang itu adalah

penganugerahan foto jurnalistik paling bergengsi di dunia.25 Seraya dengan

prestasi yang dicapai oleh Rosa melalui foto Eksilnya, ia juga mempunyai

harapan besar, bahwa lewat catatan kecil tentang Eksil ini mampu memberikan

informasi yang berguna bagi publik serta dapat membuka mata generasi muda

atas sejarah Indonesia. 26

25 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 26 Rosa Panggabean, Exile, h. 61.

Page 78: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

67

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Nasionalisme merupakan sebuah keniscayaan yang dimiliki setiap warga

negara, tak terkecuali para Eksil 65.1 Hidup diasingkan berpuluh-puluh tahun di

negeri orang tidak lantas melunturkan nasionalisme para Eksil. Terlepas dari

“hegemoni” status hukum para Eksil, dugaan penulis mereka tetap memiliki

nasionalisme terhadap tanah kelahirannya yakni Indonesia. Seperti yang

dikemukakan oleh Schiller bahwa nasionalisme jarak jauh ditujukan bagi mereka

yang masih melakukan aktivitas sosial terkait dengan Indonesia, walaupun mereka

sudah bukan lagi tercatat sebagai warga negara Indonesia.2

Pada tahun 2014 aktivitas sosial para Eksil yang berada di Belanda berhasil

dibekukan ke dalam sebuah katalog oleh seorang jurnalis foto Indonesia. Melalui

media foto jurnalistik yang dibuat oleh pewarta foto Antara, Rosa Panggabean

dengan karyanya yang berjudul Exile, penulis menggali representsi nasionalisme

pada diri Eksil, yakni dengan mengeksplorasi makna denotasi, konotasi dan mitos

dati foto-foto tersebut.

Tahap pertama yaitu denotasi, penulis menguraikan secara rinci apa yang

dilihat dengan pada foto tersebut. Biasanya pada tahapan ini pesan yang dibuat oleh

1 Eksil 65 adalah sebutan bagi orang-orang Indonesia yang terpaksa tidak dapat pulang ke

Indonesia karena situasi politik pada tahun 1965. Perubahan pemerintahan yang terjadi pada tahun

1966 secara drastis dari pemerintahan sipil ke pemerintahan di bawah kekuasaan militer diawali oleh

peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (GESTAPU) pada akhir tahun 1965. Lihat Bab 3 pada

bagian gambaran umum tentang Eksil. 2 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI),

Volume 17 No. 1, 2015, h. 74.

Page 79: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

68

fotografer bersifat eksplisit, langsung dan pasti.3 Dengan kata lain fotografer dan

pelihat foto akan memiliki pemakanaan yang sama terhadap sebuah foto.

Pada tahapan kedua yaitu konotasi, biasanya pada tahapan ini pesan yang

dibuat oleh fotografer bersifat implisit, tidak langsung dan tidak pasti, atau terbuka

terhadap berbagai kemungkinan.4 Dengan kata lain fotografer dan pelihat foto

belum tentu memiliki pemaknaan yang sama terhadap sebuah foto. Oleh karena itu

Roland Barthes membuat batasan dalam pemaknaan tahap kedua ini dengan

menguraikan sebuah foto melalui trick effect (manipulasi gambar), pose, objek,

photogenia (teknik foto), aestheticism (komposisi gambar), syntax (sintaksis).5

Pada tahapan ketiga yaitu mitos, penulis akan menguraikan bagaimana

pesan dimaknai melalui mitos. Mitos menurut Roland Barthes sebagai hasil dari

tahap konotasi yang telah sangat dipercayai dan menyebar dalam masyarakat

hingga menjadi sebuah ideologi.6 Dari ketiga tahapan tersebut penulis akan

menguraikan pesan-pesan nasionalisme Eksil yang ingin disampaikan oleh

fotografer melalui tanda-tanda yang terdapat di dalam sebuah foto.

3 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna

(Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261. 4 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, h.

261. 5 Roland Barthes, Imaji Musik Teks (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 7. 6 Benny H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Universitas Indonesia,

2008), h. 5.

Page 80: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

69

A. Analisis Data Foto 1

Secara umum foto ini menggambarkan nasionalisme budaya yang

terepresentasikan melalui kemeja batik yang dikenakan oleh objek pada foto

tersebut. Untuk menguji dugaan awal tersebut, penulis akan memberikan

analisa sebagai baerikut:

Gambar 1. Foto pertama

Sumber: Buku foto Exile karya Rosa Panggabean, 2014, hal. 26.

1. Tahap Denotasi

Dalam foto pertama ini terlihat seorang pria tua sedang menampilan

ekspresi di depan kamera. Pria tua ini mengenakan kemeja bermotif batik.

Dengan latar belakang berwarna merah, pria tua ini mengarahkan matanya

Page 81: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

70

ke sebelah kiri kamera. Pria tua ini adalah Chalik Hamid7, dirinya

merupakan salah seorang Eksil yang berada di Amsterdam Belanda.

2. Tahap Konotasi

a. Trick effect (manipulasi gambar)

Dalam foto pertama ini penulis tidak menemukan adanya

manimpulasi gambar. Tidak ada penambahan atau penghilangan elemen

pada foto tersebut. Hal ini dikarenakan dalam foto jurnalistik seorang

fotografer tidak diperbolehkan mendramatisir atau mengubah informasi

yang sedang terjadi dengan memasukan elemen-elemen tambahan ke

dalam foto.8

Namun foto pertama ini tentu telah mengalami perbaikan pada

warna dan komposisi, agar pelihat foto dapat menikmati foto tersebut.

Alasan utama fotografer melakukan proses perbaikan atau biasa disebut

dengan editing adalah keperluan dari keindahan gambar.9 Keindahan

tersebut menurut penulis dapat dilakukan oleh seorang jurnalis foto,

selama tidak mengubah informasi yang terkandung dalam foto

jurnalistiknya.

7 Chalik Hamid adalah sastrawan Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat) organisasi ini

berkonsentrasi di bidang seni dan budaya. Diawal tahun 1965, pemerintah RI mengirim Chalik

Hamid ke Albania untuk belajar sinematografi. Setelah peristiwa Gestok 1965, paspor Chalik

dicabut sehingga ia tidak bisa pulang atau kembali ke Indonesia. Karena tak punya identitas legal

sebagai warga negara, Chalik pun tidak dapat melanjutkan studinya dan kemudian bekerja sebagai

montir di sebuah pabrik mobil. Kemudian dia bekerja di Radio Tirana (ibukota Albania) sebagai

penerjemah dan penyiar dalam bahasa Indonesia yang disiarkan langsung ditujukan ke Indonesia.

Lihat Rosa Panggabean, Exile (Jakarta: 2014), h. 27. 8 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 10. 9 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 82: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

71

b. Pose

Pada foto pertama ini Chalik Hamid menunjukan raut wajah

seperti sedang mencoba mengingat sesuatu. Hal tersebut terlihat dari

tatapan mata ke sebelah kiri kamera yang menandakan bahwa dirinya

sedang mengingat sesuatu yang dahulu pernah terjadi. Fotografer

mengatakan bahwa dalam membuat foto portrait10 ini, sebelumnya

Chalik Hamid telah bercerita banyak tentang masa lalunya, sehingga

emosi yang terkumpul dari cerita tersebut ditampilkan lewat ekpresi

Chalik Hamid.11 Pendekatan yang dilakukan oleh fotografer tersebut

dirasa sangat perlu dalam pembuatan foto portrait, agar subjek pada foto

dapat menampilkan emosi yang sebenarnya terjadi lewat ekspresi.

c. Objek

Objek pada foto pertama ini jelas adalah Chalik Hamid. Tidak

banyak elemen terdapat dalam foto ini, namun begitu kita dapat melihat

figure Chalik Hamid melalui raut wajah yang ia tunjukan. Dari raut

wajahnya Chalik Hamid adalah sosok yang tegar dan berani. Mengapa

demikian? Terlihat dari tatapan ke arah kiri kamera yang dapat

dikonotasikan sedang berusaha mengingat masa lalu yang sangat

menggugah sisi kemanusiaan seseorang.

10 Portrait Photography adalah salah satu aliran dalam fotografi, dimana sang fotografer

menunjukan penuh bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir tanpa latar belakang.

Tujuan dari aliran foto ini adalah untuk menonjolkan ekspresi dari subjek yang difoto. Aliran ini juga

menggambarkan kondisi perasaan manusia dengan mengambil bagian besar raut wajah subjek,

dengan menghadap ke depan kamera. Lihat Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi Dengan Kamera

DSLR (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h. 80. 11 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 83: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

72

Bukan hal mudah mengingat masa lalu Chalik Hamid, karena

penuh dengan duka yang mendalam. Selain harus berpisah dengan

keluarganya Chalik Hamid juga harus menerima kenyataan kehilangan

status kewargaannya sebagai warga negara Indonesia, negara yang saat

itu sedang ia perjuangkan untuk dapat berkembang pasca penjajahan.12

Menceritakan kembali kisah tersebut butuh keberanian dan ketegaran,

karena tidak ada yang bisa menjamin keselamatan keluarganya yang

berada di Indonesia setelah ia menceritakan semuanya. Keberanian dan

ketegaran tersebut dituangkan oleh fotografer dengan latar belakang

berwarna merah.13

d. Photogenia (teknik foto)

Pada foto pertama ini penulis beranggapan fotografer

menggunakan cahaya tambahan berupa lampu flash yang diletakan sisi

kanan, sehingga menghasilkan bayangan pada wajah sebelah kiri objek.

Teknik pencahayaan ini dinamakan oval light, dimana posisi cahaya

berada pada sudut 45 derajat dari posisi fotografer berada. Teknik

tersebut membuat objek hanya diterangi pada sebagian sisi saja, yaitu

sisi kiri pelihat foto. Sehingga menimbulkan makna konotasi bahwa

sejarah para Eksil sangat berhubungan erat dengan komunis, atau

peristiwa gestapu. Meski sebagian dari mereka adalah Soekarnois dan

menolak disebut sebagai anggota PKI.14 Fotografer juga menggunakan

12 Rosa Panggabean, Exile, h. 27. 13 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 14 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 84: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

73

lensa 50 mm.15 Karena dengan lensa ini foto akan terlihat seperti

pandangan pelihat foto tanpa adanya distorsi. Lensa jenis ini juga tidak

memiliki fitur zoom, sehingga menyebabkan fotografer harus

mengambil gambar dari satu jarak saja. Dengan memiliki satu jarak

dalam pemotretan, biasanya gambar yang didapat berupa gambar close

up. Sehingga menimbulkan makna konotasi bahwa fotografer dan objek

memiliki kedekatan.16 Dengan kedekatan tersebut, objek akan

memperlihatkan ekspresi naturalnya saat proses pembuatan foto portrait

dilakukan.

e. Aestheticism (komposisi gambar)

Komposisi dalam foto pertama ini, terlihat objek berada di

tengah dengan wajah yang hampir memenuhi seluruh ruang frame. Hal

tersebut kerap kali terjadi dalam foto portrait, yang memang pembuatan

foto portrait dimaksudkan untuk melihat ekspresi seseorang karena

dianggap unik atau memiliki kekhasan pada raut wajahnya.17 Raut

wajah pada foto pertama ini ditampilkan secara detail oleh fotografer,

mengingat fotografer mengambil gambar menggunakan lensa 50 mm

yang dapat mengambil gambar secara detail.

f. Syntax (sintaksis)

Ketersediaan bahasa visual dengan bahasa teks (caption) pada

foto sangat diperlukan, agar pelihat foto tidak memiliki tafsiran yang

15 Wawancaara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017, di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 16 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.

43. 17 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 7.

Page 85: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

74

berbeda-beda dalam melihat sebuah foto, sehingga informasi yang ingin

disampikan oleh fotografer dapat tersampaikan dengan baik kepada

pelihat foto.18 Namun dalam foto pertama ini fotografer tidak

memberikan caption pada fotonya. Hal tersebut dilakukan karena dalam

foto story bahasa teks sudah dituangkan ke dalam sebuah narasi yang

mencakup informasi keseluruhan isi foto.19

Dalam foto pertama ini penulis berpendapat bahwa pemotretan

dilakukan oleh fotografer di rumah objek yaitu berada di Amsterdam

Belanda, dengan tata cahaya dan background yang disetting sendiri oleh

fotografer.20 Oleh karena itu dalam sintaksis ini penulis lebih melihat

kepada susunan elemen yang ada di dalam foto pertama dapat

disimpulkan, bahwa pada foto ini bercerita tentang lelaki tua yang

sedang menunjukan keberaniannya mengingat kembali masa lalu yang

kelam.

3. Tahap Mitos

Foto pertama ini masuk ke dalam ketegori foto portrait. Foto

portrait memang dimaksudkan untuk menampilkan ekspresi unik atau khas

dari objek utama. Selain memaknai ekspresi objek, pada tahapan mitos ini

penulis juga akan memaknai pakaian yang dikenakan oleh objek, dan

background yang digunakan fotografer untuk mengetahui representasi

nasionalisme yang ditampilkan oleh Eksil.

18 Roland Barthes, Imaji Musik Teks, h. 7. 19 Wawancaara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017, di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 20 Wawancaara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017, di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 86: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

75

Raut wajah yang ditampilkan oleh Chalik Hamid, menandakan

bahwa ia sedang mengingat sesuatu yang dulu pernah terjadi. Hal tersebut

dapat terlihat dari tatapan kosongnya ke arah sebelah kiri kamera, dan

mencoba mengatakan kepada pelihat foto bahwa dahulu pernah terjadi

sesuatu yang sangat memilukan bagi dirinya dan keluarga. Karena kiri

memiliki mitos yang negatif di masyarakat. Segala yang baik harus

dilakukan dengan tangan kanan. Seperti makan, bersalaman, memberi serta

menerima sesuatu, dan lain sebagainya. Guratan dan flek hitam yang ada

pada wajahnya memastikan dirinya sudah memasuki masa penuaan.

Diketahui bahwa Chalik Hamid adalah salah satu dari beberapa

pemuda Indonesia yang dikirim keluar negeri untuk menuntut ilmu dan

membangun bangsanya pasca kemerdekaan. Chalik Hamid pada kala itu

dikirim ke Albania untuk belajar sinematografi. Ironisnya setelah tragedi

Gestapu, Chalik Hamid justru dituduh sebagai anggota komunis dan terlibat

pada peristiwa Gestapu. Keberanian Chalik Hamid yang mengaku bahwa

dirinya loyal terhadap Soekarno membuat Chalik Hamid harus kehilangan

paspor dan menjadi Eksil. Istrinya yang berada di Indonesia kala itu

ditangkap dan ditahan oleh pemeritah orde baru.21

Keberanian itulah yang tergambar di dalam foto pertama ini, yaitu

lewat background berwarna merah. Selain dimaksudkan untuk kenyamanan

pelihat foto dalam menikmati foto22, warna merah juga memiliki mitos yang

kuat. Bahwa warna merah adalah berani. Seperti filosofi warna merah pada

21 Wawancaara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017, di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 22 Wawancaara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017, di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 87: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

76

bendera Indonesia, yang menandakan keberanian.23 Keberanian yang ada

dalam diri Chalik Hamid terpancar dari sikap yang ia ambil sehingga

menjadi Eksil, dan berani mengingat masa kelam yang pernah menimpanya

dahulu.

Bentuk dari sikap nasionalisme Chalik Hamid terlihat dalam foto

pertama ini. Terlihat dari kemeja batik yang dikenakannya. Dari wawancara

yang dilakukan oleh penulis kepada fotografer, menjelaskan bahwa Chalik

Hamid selalu memakai kemeja batik selama ia mengikuti kesehariannya.

Meskipun dirinya telah tinggal berpuluh-puluh tahun di Belanda dan

menjadi warga negara Belanda, kecintaannya terhadap budaya Indonesia

tetap tidak hilang. Hal tersebut dipraktekan oleh Chalik Hamid ketika

sedang berkumpul atau menghadiri acara yang di hadiri oleh orang-orang

Indonesia, dimana ia selalu menggunakan batik sewaktu menghadiri acara

tersebut.24 Prilaku yang ditunjukan oleh Chalik Hamid lewat cara

berpakaian adalah bentuk lain dari ikut merasakannya menjadi bagian dari

suatu komunitas bangsa, yaitu bangsa Indonesia.25 Meskipun dirinya telah

menjadi warga negara asing, namun ia tetap menunjukan sikap

nasionalismenya lewat kecintaanya terhadap budaya Indonesia yaitu batik.

Hal tersebut sejalan dengan konsep nasionalisme budaya yang dicetuskan

23 Kemendikbud, Bendera Merah Putih Lambang Kebesaran Negara, diakses dari

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2013/12/24/bendera-merah-putih-lambang-

kebesaran-negara/, pada tanggal 9 Mei 2017. 24 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 25 Anthony D. Smith, Nasionalisme, Teori, Ideologi, Sejarah (Jakarta: Erlangga, 2003), h.

26.

Page 88: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

77

oleh Azyumardi Azra yaitu suatu paham cinta tanah air yang didasari oleh

kecintaannya terhadap budaya lokal.26

B. Analisis Data Foto 2

Secara umum foto ini menggambarkan nasionalisme jarak jauh yang

terepresentasikan melalui makanan khas Indonesia. Untuk menguji dugaan awal

tersebut, penulis akan memberikan analisa sebagai baerikut:

Gambar 2. Foto kedua

Sumber: Buku foto Exile karya Rosa Panggabean, 2014, hal. 33.

1. Tahap Denotasi

Dalam foto ini terlihat dua orang yang sedang menikmati hidangan

makanan di sebuah ruangan. Chalik Hamid sedang duduk di sebuah sofa

memperhatikan sang istri yang sedang mengambil sambal dengan sendok

untuk ditambahkan ke dalam mangkuk soto yang ada di tangannya.

26 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia

(Jakarta: LIPI Press, 2011), h. 118.

Page 89: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

78

2. Tahap Konotasi

a. Trick Effect (Memanipulasi Foto)

Pada foto kedua ini tidak terlihat adanya manipulasi foto atau

trick effect. Karena tidak terlihat adanya elemen yang dihilangkan atau

diganti, maupun dimasukan ke dalam foto tersebut. Karena dalam

memproduksi foto jurnalistik pewarta foto harus patuh terhadap etika

yang telah disepakati, yaitu tidak boleh mengubah keaslian gambar,

sehingga menimbukan informasi yang berbeda dengan kenyataan.27

Namun dalam wawancara dengan Rosa Panggabean, beliau

menjelaskan bahwa foto kedua ini telah melewati proses editing atau

olah digital, seperti penyesuaian warna dan pemotongan gambar. Hal ini

dilakukannya untuk kebutuhan estetika.28 Walaupun telah melalui

proses editing, foto kedua ini masih dapat dikatakan foto jurnalistik

karena proses editing adalah bagian dari foto Jurnalistik.29

b. Pose

Pada foto kedua ini terdapat dua pose yang berbeda. Pertama,

pose penuh keseriusan seorang wanita saat mengambil sambal dengan

sendoknya. Keseriusan pada wanita tersebut terlihat dari mengerutnya

kedua dahi. Dengan bangun dari tempat duduknya serta membungkukan

badan yang sudah tidak muda lagi, menunjukan kesan bahwa wanita ini

adalah istri yang setia melayani suaminya.

27 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 10. 28 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 29 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 4.

Page 90: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

79

Kedua, pose seorang pria yang mengenakan pakaian hangat

sedang memperhatikan dengan seksama istrinya mengambil sambal.

Mata yang harusnya ia arahkan ke mangkuk makanan yang ada di

tangannya justru ia hadapkan ke sambal yang sedang diambil oleh sang

istri. Seolah-olah ia sedang mengatakan bahwa “hati-hati jangan terlalu

banyak”.

Dari kedua pose yang ditunjukkan memiliki konotasi bahwa

meski saat ini berstatus sebagai seorang Eksil, Chalik Hamid yang

usianya sudah tidak muda lagi menunjukan keharmonisan pada keluarga

kecilnya. Keharmonisan tersebut dapat dilihat dari ekspresi atau sikap

tubuh yang mereka berdua tunjukan dalam suasana makan bersama.

c. Objek

Terdapat beragam objek pada foto ini. Namun bagian yang

paling mecolok atau biasa dikenal dengan objek utama terdapat pada

sosok pria yang sedang duduk di sofa memegang mangkuk. Dalam

duduknya, pria tersebut memperhatikan dengan seksama objek kedua

yaitu seorang wanita yang sedang mengambil sambal untuk

makanannya. Kedua objek ini saling berinteraksi lewat ekspresi mereka

masing-masing. Objek-objek lainnya seperti, sofa, gelas yang berisi

minuman, piring yang berisi makanan, handphone, keyboard, mouse,

globe, lampu belajar, kasur, bantal, dan selimut mendukung kedua

objek, sehingga menimbulkan kesan kesederhanaan dalam suasana

makan di keluarga ini.

Page 91: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

80

Kesederhanaan tersebut dapat terlihat dari benda-benda yang

tidak semestinya berada di sekitar meja makan, serta tersedianya

beberapa makanan penutup dan gelas pada sebuah meja makan. Melalui

wawancara yang dilakukan penulis dengan fotografer, bahwa para Eksil

yang berstatus sebagai penerima suaka ini berhak menerima tunjangan

hari tua dan sebuah flat oleh pemerintah Belanda sebagai tempat tinggal

mereka.30 Meski tinggal dalam sebuah flat pesan keceriaan juga terihat

pada motif bunga di sarung bantal yang terdapat di atas sofa, serta alas

meja yang juga bermotif bunga.

d. Photogenia (teknik foto)

Pada foto kedua penulis berpendapat bahwa fotografer tidak

memakai cahaya tambahan. Cahaya matahari merupakan satu-satunya

sumber cahaya dalam foto ini. Dimana cahaya matahari tersebut

menembus jendela rumah dan menimbulkan bayangan pada beberapa

objek, termasuk bayangan yang dihasilkan oleh wajah objek utama.

Cahaya matahari berada di sebelah kiri foto, karena bayangan yang

dihasilkannya berada pada sebelah kanan. Cahaya tersebut menimbukan

kesan bahwa terdapat sisi terang yang dapat diartikan sebagai harapan

meski dirinya berstatus sebagai Eksil.

Fotografer mengambil gambar dengan sudut pandang eye level,

dimana kamera berada sejajar dengan sang objek. Sudut pandang

tersebut biasanya memberi kesan bahwa objek memiliki kesamaan atau

30 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 92: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

81

sejajar dengan pelihat foto.31 Karena posisi kamera serta lensa sejajar

dengan objek, seperti mata manusia ketika melihat ke objek tersebut.

e. Aestheticism (komposisi gambar)

Komposisi pada foto kedua ini dinamakan dengan framing.

Komposisi jenis ini biasanya ditunjukan dengan meletakan objek utama

yang kemudian diapit oleh objek lainnya. Sehingga dalam komposisi

framing menimbulkan makna konotasi bahwa objek yang di framingkan

atau objek yang menjadi framing itu sendiri sama-sama memiliki

keterkaitan satu sama lain.

Dalam foto ini fotografer meletakan Chalik Hamid diapit oleh

sang istri, sehingga menimbulkan kesan bahwa sang istri memiliki

pengaruh yang besar dalam kehidupan Chalik Hamid. Bagaimana tidak

diketahui Chalik Hamid sudah menjalani tiga kali pernikahan, dimana

pernikahan pertama kandas karena sang istri ditangkap dan ditahan saat

Chalik Hamid tidak dapat pulang ke Indonesia. Lalu Chalik Hamid

menikah dengan wanita Albania, yang juga kandas karena Albania

mengalami krisis ekonomi sehingga mengharuskan Chalik Hamid untuk

pindah ke Belanda. Kini Chalik Hamid menjalani sisa masa tuanya

bersama wanita yang berasal dari Sumatera Utara bernama Aisyah.32

f. Syntax (sintaksis)

Pada foto kedua ini fotografer tidak memberikan caption atau

keterangan foto. Uniknya fotografer juga tidak memberikan caption di

seluruh foto yang berada di dalam buku foto exile. Karena menurut

31 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, h. 43. 32 Rosa Panggabean, Exile, h. 27.

Page 93: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

82

fotografer, foto story tidak memerlukan caption, karena informasi yang

ada di setiap fotonya sudah terdapat pada narasi. Keterangan tempat

pada masing-masing foto juga tidak diberikan, karena dikhawatirkan

akan mengancam keselamatan subjek yang berada di foto tersebut.33

Karena pada foto kedua ini tidak memiliki caption, maka penulis

akan memaknai elemen-elemen yang terdapat pada foto untuk

menjawab sintaksis. Pada foto kedua ini terdapat sintaksis yang

menggambarkan keharmonisan salah satu keluarga Eksil yang terlihat

jelas dari suasana makan bersama.

3. Tahap Mitos

Pada tahapan mitos di foto kedua ini, penulis melihat adanya

keunikan di dalam foto tersebut. Keunikan itu terlihat dari makanan yang

disantap oleh kedua objek dalam foto, yaitu Chalik Hamid dan istri. Meski

telah lama tinggal di Belanda, Chalik Hamid tetap menghadirkan makanan

khas Indonesia yaitu soto dan hidangan penutup pastel yang dibuat sendiri

oleh istrinya. Seperti yang dijelaskan oleh fotografer, bahwa selama empat

hari dirinya mengikuti keseharian Chalik Hamid, ia selalu melihat makanan

Indonesia sebagai hidangan di meja makan.34

Apa yang dilakukan oleh Chalik Hamid tersebut menurut Schiller

adalah bentuk dari nasionalisme jarak jauh35 yang dipraktekan dengan

33 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 34 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 35 Nasionalisme jarak jauh adalah sebagai satu perangkat mengenai klaim identitas dan

praktik-praktik yang dilakukan yang menghubungkan orang-orang yang tinggal di pelbagai wilayah

geografis kepada wilayah khusus yang mereka anggap sebagai rumah leluhur mereka. Lihat

Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan Kemunculan Eksil

Page 94: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

83

menghadirkan masakan khas Indonesia guna mengobati kerinduannya

terhadap Indonesia. Terlebih fotografer menjelaskan para Eksil memiliki

kerinduan terhadap Indonesia yang tidak ada wadahnya.36

C. Analisis Data Foto 3

Secara umum foto ini menggambarkan nasionalisme, hal tersebut dapat

dilihat dari apa yang sedang dilakukan oleh objek pada foto, yaitu melakukan

pengarsipan tentang orang-orang Indonesia yang meninggal di Belanda. Untuk

menguji dugaan awal tersebut, penulis akan memberikan analisa sebagai

berikut:

Gambar 3. Foto Ketiga

Sumber: Buku foto Exile karya Rosa Panggabean, 2014, hal. 49.

Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI), Volume 17 No. 1,

2015, h. 74. 36 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 95: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

84

1. Tahap Denotasi

Terlihat seorang pria sedang membaca setumpuk kertas dari arsip

yang ia miliki, di sebuah ruangan dengan latar belakang tirai. Pria tersebut

membaca dengan seksama arsip yang ada di genggamannya dengan sebuah

kacamata. Ia juga mengenakan kemeja batik yang dibalut dengan pakaian

hangat. Di sisi kanan pria tersebut terdapat cahaya yang sangat terang

menembus tirai dari luar jendela, menerangi beberapa benda yang berada di

ruangan. Akan tetapi cahaya tersebut tidak menerangi sepenuhnya si pria,

dirinya telihat sedikit gelap bersama dengan sebuah kunci yang tergantung

di latar depan foto. Diketahui pria ini bernama Sarmadji37, ia salah satu Eksil

yang tinggal di Amsterdan, Belanda.

2. Tahap Konotasi

a. Trick effect (manipulasi gambar)

Sama seperti foto yang pertama dan kedua, foto ketiga ini tidak

mengandung manipulasi gambar dalam arti menambahkan atau

menghilangkan elemen-elemen ke dalam foto tersebut. Hal itu diperkuat

oleh ucapan fotografer yang tidak memberikan olah digital secara

berlebih pada foto tersebut. Fotografer hanya memperbaiki terang gelap

cahaya serta merubah warna pada gambar. Hal tersebut dimaksudkan

agar setelah masuk ke proses cetak, warna pada foto tidak turun. Olah

37 Sarmadji berprofesi sebagai guru saat ia dikirim ke China untuk belajar tentang

pendidikan anak di luar sekolah pada tahun 1965. Setelah tragedi 1965, Sarmadji dituduh sebagai

bagian dari komunis karena pengakuannya sebagai Soekarnois. Pemerintah Indonesia pada masa itu

mengambil paspornya dan ia tidak dapat kembali ke Indonesia. Sarmadji tidak pernahmengakui

pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Dalam pergulatannya melawan orde baru,

Sarmadji kemudian membuat Perkumpulan Dokumentasi Indonesia atau disingkat perdoi. Perdoi

memuat kumpulan arsip dan dokumentasi tantang sejarah Indonesia yang berkaitan dengan tragedi

65/66. Lihat Rosa Panggabean, Exile, h. 43.

Page 96: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

85

digital lainnya juga dilakukan oleh fotografer dengan melakukan

pemotongan gambar, hal ini dilakukan oleh fotografer untuk kebutuhan

estetika.38

Dari dua proses editing yang dilakukan oleh fotografer, penulis

beranggapan proses editing tersebut dimaksudkan agar pelihat foto

dapat menyerap informasi dengan baik dan menikmati keindahan yang

disajikan oleh fotografer melalui fotonya. Meski telah melalui proses

editing, foto ketiga ini masih masuk ke dalam kategori foto jurnalistik.

Karena menurut Frank P. Hoy pada bukunya yang berjudul

Photojournalism The Visual Approach selain fotografer, foto jurnalistik

juga merupakan hasil kerja editor foto.39

b. Pose

Pada foto ketiga, Sarmadji sebagai objek utama foto ini

menunjukan gestur atau pose tubuh yang sedang serius membaca sebuah

tulisan. Dengan posisi kepala yang sedikit menunduk, Sarmadji

memastikan matanya dapat membaca tulisan yang ada di kertas tersebut.

Diketahui kertas tersebut adalah arsip yang berisi tentang data orang-

orang Indonesia yang telah meninggal di Belanda.40

Pose yang dilakukan Sarmadji tersebut memiliki konotasi bahwa

di usianya yang tidak muda lagi, dirinya sangat kesulitan dalam

menjalankan aktifitas di PERDOI. Terlebih, PERDIO ini berisikan arsip

38 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 39 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 4. 40 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 97: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

86

orang-orang Indonesia yang meninggal di Belanda, dimana arsip

tersebut harus diperiksa, dan dikirimkan salinannya kepada keluarga

yang berada di Indonesia.41

c. Objek

Terdapat banyak objek dalam foto ketiga. Namun penulis

melihat objek utama dalam foto ini adalah Bapak Sarmadji. Dimana hal

itu ditunjukan oleh fotografer yang lebih memilih menjatuhkan titik

fokusnya pada Bapak Sarmadji. Sementara objek lainnya seperti kunci

bertujuan untuk menguatkan informasi yang ada pada diri objek utama.

Dimana menurut penuturan fotografer kunci tersebut ia masukan ke

dalam foto sebagai bentuk dari pengukuhan bahwa objek utama adalah

seorang Eksil yang bersuku jawa, dimana menurut Letkol Untung dalam

film G30SPKI, “Jawa” adalah “kunci”.42 Sehingga dapat dikatakan

bahwa Sarmadji dan kunci adalah dua objek yang saling berketerkaitan

dalam foto ketiga ini.

d. Photogenia (teknik foto)

Pada foto ketiga ini penulis tidak menemukan adanya bantuan

cahaya selain dari cahaya asli yaitu matahari. Cahaya matahari yang

masuk ke ruangan tersebut membuat beberapa objek terlihat gelap. Hal

tersebut diakibatkan oleh posisi fotografer yang dengan sengaja

menghadapkan kameranya ke arah sumber cahaya, sehingga beberapa

41 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 42 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 98: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

87

objek terlihat gelap. Teknik cahaya tersebut dinamakan back light,

dimana dalam teknik tersebut posisi objek membelakangi cahaya.

Teknik pencahayaan back light membuat objek utama berwarna

sedikit gelap sehingga dinamakan silhouette. Dengan teknik silhouette

tersebut timbul kesan bahwa terdapat sisi kelam dari objek utama.43

Diketahui bahwa Sarmadji adalah seorang Eksil yang dahulunya

berprofesi sebagai guru. Perpindahan kekuasaan kepada pemerintahan

orde baru membuat Sarmadji yang saat itu sedang belajar di Luar negeri

harus menjadi Eksil, karena prinsipnya sebagai seorang yang loyal

kepada Soekarno.44 Sisi kelam itulah yang menurut hemat penulis

disampaikan oleh fotografer lewat teknik silhouette.

e. Aestheticism (komposisi gambar)

Komposisi dalam foto ini terbagi menjadi tiga bagian

foreground (latar depan), objek utama, dan background (latar belakang).

Objek utama dalam foto ini adalah Sarmadji, karena fotografer

menempatkan titik fokus kameranya kepada Sarmadji. Sarmadji

memiliki ukuran yang sama dengan kunci sebagai foreground yang

ditempatkan di posisi yang lebih dekat dengan kamera. Kemudian

cahaya kontras dari matahari ditempatkan sebagai background objek

utama.

Dari komposisi tersebut fotografer ingin menyampaikan bahwa

kunci, Sarmadji dan cahaya matahari adalah hal yang saling

berkesinambungan. Dimana Sarmadji adalah kunci dari sejarah lahirya

43 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, h. 43. 44 Rosa Panggabean, Exile, h. 43.

Page 99: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

88

Eksil. Kemudian peran cahaya adalah bentuk dari adanya sebuah

harapan ataupun kekuatan dari luar yang membuat Sarmadji mampu

bangkit dari sisi kelamnya dahulu.

f. Syntax (sintaksis)

Pada foto ketiga ini fotografer tidak memberikan sedikitpun

keterangan dalam fotonya. Sehingga untuk menjawab unsur sitaksis

pada foto ketiga ini penulis hanya melihat dari perpaduan elemen-

elemen dalam foto tersebut. Dari foto ketiga ini penulis beranggapan

bahwa fotografer ingin memberikan pesan seorang pria tua yang sedang

memeriksa arsip berisikan data orang Indonesia yang meninggal di

Belanda. Mengingat pria tersebut adalah Sarmadji salah satu relawan

perkumpulan dokumentasi Indonesia (PERDOI), dimana perdoi

memiliki beberapa arsip tentang peristiwa 65/66.45 Dari wawancara

yang dilakukan kepada fotografer, bahwa yang dipegang oleh Sarmadji

adalah arsip tentang data orang-orang yang meninggal di Belanda.

Beberapa arsip yang ia kumpulkan berasal dari barang-barang

pribadinya, dan juga dari sumbangan rekan-rekan Eksil lainnya.46

3. Tahap Mitos

Penulis melihat adanya keunikan pada foto ketiga ini. Keunikan

tersebut dapat dilihat dari sosok Sarmadji yang sedang membaca sebuah

arsip mengenakan kemeja batik. Semua orang Indonesia mengetahui bahwa

45 Rosa Panggabean, Exile, h. 43. 46 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Page 100: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

89

batik adalah budaya khas Indonesia. Sarmadji sendiri menggunakan kemeja

bermotif batik, meski ia sudah bukan lagi warga negara Indonesia. Hal

tersebut tentu terdengar aneh, karena Sarmadji adalah seorang Eksil yang

sudah tinggal berpuluh-puluh tahun di luar negeri. Hal tersebut dilakukan

oleh Sarmadji untuk mengisi kerinduannya terhadap Indonesia.47

Sikap ini dapat dikatakan sebagai wujud dari nasionalisme jarak

jauh, dimana Sarmadji tetap mempertahankan budaya tanah kelahirannya

meski sudah berada jauh dari tanah tersebut.48 Terlebih Prof Azyumardi

Azra juga mengatakan bahwa nasionalisme dapat direpresentasikan lewat

kecintaan seorang individu terhadap budaya suatu negara.49 Jadi menurut

penulis apa yang dilakukan Sarmadji sebagai salah satu bukti bahwa

seorang Eksil masih memiliki sikap nasionalisme.

Hal unik lainnya dapat dilihat dari apa yang sedang dikerjakan oleh

Sarmadji. Dari informasi yang sudah dijabarkan oleh fotografer bahwa

dalam foto ini Sarmadji sedang melakukan pengarsipan tentang orang-orang

Indonesia yang meninggal di Belanda. Penulis beranggapan yang dikerjakan

oleh Sarmadji ini merupakan bentuk kecintaannya terhadap tanah air, tidak

peduli beragama apa, berasal dari suku atau etnis apa, namun yang pasti

mereka adalah lahir ditempat yang sama yaitu Indonesia. Seperti yang

dikatakan oleh Sokarno bahwa kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia

47 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 48 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI),

Volume 17 No. 1, 2015, h. 74. 49 Thung Ju Lan dan M. ‘Azzam Manan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia, h. 116.

Page 101: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

90

bukan lagi menjadi penghalang untuk terbentuknya nasionalisme,

melainkan rakyat Indonesia harus memiliki sejarah yang sama dan kemauan

untuk bersatu, sehingga terbentuklah rasa cinta kepada bangsa Indonesia.50

D. Analisis Data Foto 4

Secara umum foto ini menggambarkan nasionalisme jarak jauh, hal

tersebut dapat dilihat dari apa yang sedang dilakukan oleh pria pada foto

keempat ini, yaitu sedang menyaksikan siaran dari televisi Indonesia. Untuk

menguji dugaan awal tersebut, penulis akan memberikan analisa sebagai

berikut:

Gambar 4. Foto keempat

Sumber: Buku foto Exile karya Rosa Panggabean, 2014, hal. 32.

50 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu,

1999), h. 60.

Page 102: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

91

1. Tahap Denotasi

Dalam foto keempat ini terlihat seorang pria yang mengenakan baju

hangat berwarna abu-abu sedang duduk menyaksikan siaran televisi

nasional Indonesia di sebuah leptop. Dalam video siaran tersebut terlihat

gambar seseorang pria dengan nuansa gambar hitam-putih, juga tulisan

”Melawan Lupa, Wiji Tukul”.

2. Tahap Konotasi

a. Trick effect (manipulasi gambar)

Dari foto keempat ini penulis beranggapan bahwa tidak terdapat

penambahan elemen-elemen dalam foto tersebut, sehingga dapat

memberikan informasi yang berbeda dari kenyataannya. Namun bukan

berarti foto ini tidak melalui proses editing. Penulis melihat foto ini telah

melewati olah digital berupa editing warna, cahaya dan pemotongan

gambar. Hal tersebut dilakukan fotografer karena kebutuhan estetika

atau keindahan pada foto.51 Olah digital yang dilakukan oleh fotografer

dirasa sah-sah saja, karena olah digital seperti itu tidak merubah makna

atau informasi yang terkandung dalam sebuah foto. Sehingga foto

keempat ini masih dapat dikatakan sebagai foto jurnalistik. Karena

selain fotografer, foto jurnalistik adalah hasil kerja kerja editor foto.52

51 Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean pada tanggal 7 Mei 2017 di kafe Good

Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta Selatan. 52 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 4.

Page 103: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

92

b. Pose

Terlihat secara samar-samar dalam foto keempat objek berpose

dengan duduk serta kepala yang sedang menghadap ke leptop. Pose

yang dilakukan oleh objek ini menandakan bahwa dirinya sedang

menonton sebuah siaran televisi pada leptopnya. Diketahui siaran

televisi tersebut adalah iklan dari sebuah program televisi nasional

Indonesia yaitu Metro TV. Dimana nama program tersebut adalah

melawan lupa53 episode “Wiji Thukul Penyair Demonstran”.

c. Objek

Objek utama pada foto keempat ini adalah sebuah leptop yang

sedang menampilkan video. Fotografer menempatkan titik fokusnya

pada leptop, sehingga hanya leptop saja yang terlihat fokus sedangkan

bagian lainnya terluhat buram atau blur. Fotografer ingin menampilkan

tayangan video pada objek utama tersebut untuk mendukung alur foto

cerita pada buku foto karyanya.

Selain objek utama, terdapat pula objek pendukung pada foto

keempat ini yaitu seorang pria yang sedang duduk menyaksikan leptop.

Diketahui pria ini adalah Chalik Hamid, seorang Eksil yang berpofesi

sebagai sastrawan. Meskipun sudah bepuluh tahun lamanya tinggal di

53 Melawan Lupa adalah sebuah program acara dokumenter di Metro TV yang mengulas

berbagai peristiwa bersejarah yang turut membentuk mengenai sebuah entitas yang hari ini dikenal

sebagai Indonesia. Tayangan ini, seperti judulnya, sedikit-banyak berupaya menjadi narasi tanding

atas apa-apa yang selama ini mendefinisikan diri sebagai sejarah nasional Indonesia. Dengan

menyajikan narasi-narasi kecil di balik peristiwa-peristiwa besar yang terjadi, Melawan Lupa

ditujukan bagi siapa saja yang menolak lupa atas segala hal yang pernah terjadi dalam sejarah

Indonesia. Lihat pada Metro TV.com, Tentang Melawan Lupa, diakses dari

http://video.metrotvnews.com/melawan-lupa/abouts, pada tanggal 13 Juli 2017.

Page 104: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

93

Belanda, Chalik Hamid tetap menyaksikan siaran Indonesia, untuk

mendapatkan informasi terkait dengan Indonesia.

d. Photogenia (teknik foto)

Dalam foto keempat, tidak ada tambahan cahaya dalam foto ini,

fotografer hanya mengandalkan cahaya dalam ruangan tersebut. Penulis

beranggapan, teknik ini dilakukan oleh fotografer untuk memberikan

kesan alami, tanpa dibuat buat.54 Fotografer juga menggunakan sudut

padang eye level, dimana letak kamera sejajar dengan objek yang

memberi kesan bahwa antara pelihat foto dan objek memiliki

kesamaan.55

e. Aestheticism (komposisi gambar)

Komposisi gambar pada foto keempat ini dinamakan Rule Of

Third atau biasa dikenal dengan 1/3. Chalik Hamid sebagai subjek

dalam foto ini menempati bagian 1/3 dari seluruh isi foto. Sehingga

meninggalkan ruang kosong sebanyak 2/3 bagian. Dengan komposisi

seperti ini fotografer ingin menampilkan apa yang sedang dilakukan

oleh subjek berkaitan dengan apa yang mengisi bagian 2/3 tersebut.

Diamana bagia 2/3 tersebut diisi oleh sebuah leptop yang sedang

menyiarkan iklan program melawan lupa milik Metro TV.

f. Syntax (sintaksis)

Sintaksis adalah pengamatan keseluruhan elemen-elemen yang

terdapat pada suatu karya, yang biasanya dalam foto jurnalistik terdapat

54 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, h. 43. 55 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik, h. 43.

Page 105: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

94

foto dan teks.56 Pada foto keempat ini terdapat sintaksis bahwa pria

dalam foto tersebut sedang menyaksiakan siaran iklan program

melawan lupa milik televisi nasional Indonesia yaitu Metro TV.

Meskipun telah berpuluh tahun tinggal di Belandan pria tersebut masih

mengikuti perkembangan informasi di Indonesia.

3. Tahap Mitos

Pada foto keempat ini memiliki mitos yang sangat kuat. Dimana

Chalik Hamid sedang menyaksikan siaran iklan program “Melawan Lupa”

yang disiarkan oleh Metro TV pada sebuah leptop. Dengan program televisi

tersebut Chalik Hamid mendapatkan informasi tentang isu-isu yang sedang

berkembang di Indonesia.

Hal tersebut membuktikan bahwa dalam foto keempat, Eksil

memiliki nasionalisme. Terlebih menurut Schiller nasionalisme jarak jauh

ditujukan bagi mereka yang masih melakukan aktivitas sosial terkait dengan

Indonesia, walaupun mereka sudah bukan lagi tercatat sebagai warga negara

Indonesia.57 Aktifitas sosial tersebut tergambar jelas dalam foto keempat ini,

dimana Chalik Hamid sedang memperhatikan siaran televisi Indonesia

Metro TV.

Kehidupan dan identitas baru yang dimiiki Chalik Hamid tidak

menyurutkan perhatiannya terhadap negara asal di mana tempat mereka

lahir, tumbuh dan besar. Di Belanda, mereka sesama Eksil tetap aktif

56 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media

Massa, h. 4. 57 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, h. 74.

Page 106: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

95

membangun komunikasi ataupun diskusi terkait dengan isu-isu yang

berkaitan dengan Indonesia, mulai dari isu politik, sosial, ekonomi, dan juga

seni.58

58 Wahyudi Akmaliah, Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966 dan

Kemunculan Eksil Indonesia, h. 72.

Page 107: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

96

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis berdasarkan data dan temuan terhadap buku

foto Exile karya Rosa Panggabean pada bab empat. Selanjutnya penulis akan

memberikan kesimpulan dari analisis tersebut pada bab lima ini. Berikut

kesimpulan dari penulis:

1. Tahap Denotasi

Seperti yang sudah dijabarkan pada bab dua, denotasi memiliki sifat

yang eksplisit, langsung, dan pasti dalam pemaknaan foto. Artinya

seseorang akan memiliki pemaknaan yang sama terhadap sebuah foto.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka makna denotasi yang terdapat pada

empat foto Exile karya Rosa Panggabean adalah bercerita tentang suasana

kehidupan para Eksil yang ada di Belanda. Mulai dari melakukan pekerjaan

kepustakaan, makan siang bersama, mengikuti perkembangan Indonesia,

hingga pada hal yang lebih personal.

2. Tahap Konotasi

Setelah mendapatkan kesimpulan pada tahap denotasi, kini penulis

akan mejelaskan kesimpulan dalam tahap konotasi. Pada tahap konotasi

pesan yang dibuat oleh fotografer bersifat implisit, tidak langsung dan tidak

pasti, atau terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Dengan kata lain

fotografer dan pelihat foto belum tentu memiliki pemaknaan yang sama

terhadap sebuah foto.

Page 108: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

97

Terdapat beragam makna konotasi dalam empat foto yang dianalisis.

Adapun makna konotasi pada foto pertama adalah adanya keberanian yang

tergambar dari pemilihan background serta ekspresi saat melakukan

pemotretan. Foto kedua, adanya pesan keharmonisan pada sepasang pria

dan wanita yang telah lanjut usia. Keharmonisan tersebut tergambar dari

suasana makan siang seperti yang ada di dalam foto. Foto ketiga, masih

adanya hubungan batin antara eksil dengan orang Indoneisa. Hal tersebut

dapat dilihat dari pekerjaan yang sedang dilakukan oleh objek utama yaitu

memeriksa arsip orang-orang Indonesia yang meninggal di Belanda.

Kemudian pada foto keempat, tergambar jelas bahwa hingga detik ini para

eksil masih mengikuti isu-isu yang sedang berkembang di Indonesia.

3. Tahap Mitos

Kesimpulan dari tahap mitos ini merupakan kelanjutan dari tahap

denotasi dan konotasi sebelumnya. Mitos lahir karena adanya pesan

konotasi yang lalu dipercaya oleh banyak orang dalam suatu wilayah atau

budaya tertentu.

Dari keempat foto yang telah dianalisa, penulis berkesimpulan

bahwa adanya mitos tentang kerinduan terhadap Indonesia yang kemudian

dipraktekan dengan menyajikan makanan khas Indonesia, mengenakan

kemeja batik khas Indonesia, bekerja dengan dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan Indonesia, mengikuti isu-isu yang sedang berkembang di

indonesia. Keempat indikator tersebut mencerminkan bahwa Eksil memiliki

nasionalisme. Terlebih meskipun sudah tidak tercatat sebagai warga negara

Page 109: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

98

Indonesia, para Eksil ini masih melakukan aktivitas sosial yang berkaitan

dengan Indonesia.

B. Saran

Fotografi tidak hanya hadir sebagai sebuah karya seni yang

menampilkan keindahan semata, melainkan mempunyai pesan yang terkandung

di dalamnya. Fungsi awal fotografi sebagai alat dokumentasi kini berubah

menjadi alat penyampai pesan. Perkembangan alat fotografi yang semakin

dinamis, menjadikannya mudah digunakan oleh masyarakat, sehingga fotografi

kian digandrungi oleh masyarakat dengan berbagai tujuannya.

Perkembangan fotografi yang kian dinamis juga mempengaruhi dunia

pendidikan. Analisis semiotika Roland Barthes adalah salah satu teori yang

ditujukan untuk melakukan pemaknaan pada foto dalam dunia akademis.

Melalui analisis tersebut diharapkan dunia akademis mampu mengimbangi

perkembangan fotografi dengan penelitian-penelitian terhadap sebuah foto.

Oleh karena itu penulis berusaha memberikan saran agar penelitian

terhadap sebuah foto dapat lebih maksimal. Terlebih saran ini dikhususkan

untuk Program Studi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullan Jakarta serta para pecinta fotografi pada

umumnya. Adapun saran tersebut sebagai berikut:

1. Dalam dunia jurnalistik, fotografi memegang peran yang sangat penting,

karena pesan akan mudah tersampaikan melalui karya visual ketimbang

tulisan. Perkembangan dunia fotografi yang kian dinamis menjadikannya

semakin digandrungi oleh masyarakat dengan berbagai tujuan. Oleh karena

itu penulis menyarankan agar Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu

Page 110: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

99

Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta menambah mata kuliah tentang

fotografi jurnalistik menjadi dua semester, dari yang sebelumnya hanya satu

semester. Selain itu penulis juga menyarankan untuk menambah koleksi

buku tentang fotografi guna memudahkan mahasiswa yang ingin

mendalami dan melakukan penelitian terhadap ilmu tersebut.

2. Analisis semiotika Roland Barthes adalah teori yang diperuntukan guna

membedah tanda dalam foto. Analisis tersebut seringkali digunakan oleh

mahasiswa yang sedang melakukan penelitian terhadap sebuah foto.

Mengingat semakin besarnya minat mahasiswa yang melakukan penelitian

terhadap karya foto. Penulis menyarankan agar Program Studi Jurnalistik

Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta membuat mata kuliah

baru yang membahas tentang ilmu semiotika. Selain itu penulis juga

menyarankan untuk menambah koleksi buku tentang semiotika Roland

Barthes untuk memaksimalkan karya ilmiah di UIN Jakarta.

3. Meskipun fotografi memiliki kekuatannya sendiri untuk bercerita atau

menyampaikan pesan, ada baiknya dalam pembuatan buku fotografi,

fotografer memberikan caption atau keterangan singkat pada setiap foto.

Selain memudahkan pelihat foto dalam mencerna pesan yang disampaikan

fotografer, hal tersebut juga dimaksudkan untuk memudahkan para peneliti

untuk mengkaji tanda yang terkandung dalam setiap fotonya tanpa harus

dijelaskan terlebih dahulu oleh fotografer.

Dengan itu, diharapkan penelitian-penelitian semiotika dan fotografi

yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Page 111: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

100

dapat terus berkembang, diikuti dengan perkembangan pemahaman fotografi

sebagai bahasa visual atau bahasa komunikasi di masyarakat Indonesia.

Page 112: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

101

DAFTAR PUSTAKA

Alfian. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1990.

Alwi, Audy Mirza. Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke

Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Barhes, Roland. Imaji Musik Teks. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Bignell, Jonathan. Media Semiotics, An Introduction. New York: Manchaster

University Press.

Budiarjo, Mariam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 1985.

Budyatna, M. Jurnalistik, Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Christomy, Tommy. Semiotika Budaya. Depok: Universitas Indonesia.

Cobley, Paul dan Litza Jansz. Introducing Semiotics. New York: Icon Books-Totem

Books, 1999.

Danesi, Marcel. Understanding Media Semiotics. London: Arnold.

- - - - - - - - - -. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Dharmawan, Bagas. Belajar Fotografi Dengan Kamera DSLR. Yogyakarta:

Pustaka Baru Press.

Elvinaro, Ardianto dan Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2011.

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,

2001.

Gani, Rita dan Ratri Rizki Kusumalestari. Jurnalistik Foto Suatu Pengantar.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013.

Grosby, Steven. Nasionalisme. Surabaya: Portico, 2010.

Hall, Stuart. Culture, the Media and the Ideological Effect. London: mass

Communication & Society, 1997.

Haryono, Rudy. Kamus Inggris Indonesia. Jombang: Lintas Media.

Hedgecoe, John. John Hedgecoe’s Complete Guide to Photography; A Step-by-Step

Course from The World’s Best-Selling Photographer. New York: Sterling

Publishing Company, 1990.

Page 113: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

102

Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Universitas

Indonesia, 2008.

Kellas, James G. The Politics of Nationalism and Ethnicity. USA: St. Martin’s

Press, Inc, 1998.

Kobre, Kenneth. Photojournalism The Professionals Approach. Burlington, USA:

Focal Press Elsevier, 1991.

Kohn, Hans. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga, 1984.

Lan, Thung Ju dan M. ‘Azzam Manan. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di

Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2011.

M, Romly A. Agama Menentang Komunis. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997.

Ma’arif, Syafi’i. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Bandung: Mizan,

1994.

Martinet, Jeanne. Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussurean; Antara Semiologi

Komunikasi dan Semiologi Signifikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai. Yogyakarta: LkiS, 2007.

Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Morissan. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2014.

Ode, M. D. La. Etnis Cina Indonesia dalam Politik di Kota Pontianak dan Kota

Singkawang, Kalimantan Barat 1998 – 2008. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, 2012.

Panggabean, Rosa. Exile. Jakarta: 2014.

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,

2007.

Pewarta Foto Indonesia. Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2014.

Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.

Bandung: Jalasutra, 2003.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Setiawan. Nasionalisme NU. Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2007.

Page 114: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

103

Smith, Anthony D. Nasionalisme, Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta: Erlangga, 2003.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012.

- - - - - - - - - -. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Sugiarto, Atok. Jurnalisme Pejalan Kaki. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2014.

Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999.

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana

Media, 2011.

Wijaya, Taufan. Jurnalistik Foto. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Karya Ilmiah

Akmaliah, Wahyudi. Jurnal “Indonesia yang Dibayangkan: Peristiwa 1965-1966

dan Kemunculan Eksil Indonesia”. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan

Kebudayaan (P2KK-LIPI), 2015.

Ghofur, Abdul. Skripsi “Peran Soeharto dalam G-30S PKI”. Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2010.

Mudzakir, Amin. Jurnal “Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda”. Pusat

Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI), 2015.

Website

Antara News. “Jejak orang-orang terbuang yang tetap setia pada Indonesia.” Artikel

diakses pada tanggal 14 Februari 2017 dari

http://m.antaranews.com/berita/409639/jejak-orang-orang-terbuang-yang-

tetap-setia-pada-indonesia.

BBC Indonesia. “Purnawirawan TNI Pastikan Simposium Anti-PKI.” Artikel

diakses pada 25 Januari 2017 dari

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160530_indonesi

a_simposium_antipki.

CNN Indonesia. “Deretan Pasal Krusial Untuk Memberangus Komunisme di

Indonesia.” Artikel diakses pada tanggal 28 Januari 2017 dari

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160511154554-20-

129985/deretan-pasal-krusial-untuk-berangus-komunisme-di-indonesia/.

Page 115: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

104

Januar, Dwi. “Menggali Makna yang Terkandung di dalam Ikrar Sumpah Pemuda.”

Artikel diakses pada tanggal 27 April 2017 dari

https://www.academia.edu/8927732/MENGGALI_MAKNA_YANG_TE

RKANDUNG_DI_DALAM_IKRAR_SUMPAH_PEMUDA?auto=downl

oad.

Kemendikbud. “Bendera Merah Putih Lambang Kebesaran Negara.” Artikel

diakses pada tanggal 9 Mei 2017 dari

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2013/12/24/bendera-merah-

putih-lambang-kebesaran-negara/.

Liputan 6. “Eksil Dapat Kembali Menjadi WNI.” Artikel diakses pada tanggal 19

April 2017 dari http://news.liputan6.com/read/129901/eksil-dapat-kembali-

menjadi-wni.

Merdeka.com. “6 Kebijakan Gus Dur saat Menjadi Presiden.” Artikel diakses pada

tanggal 19 April 2017 dari https://www.merdeka.com/peristiwa/6-

kebijakan-kontroversial-gus-dur-saat-jadi-presiden.html.

Metro TV.com. “Tentang Melawan Lupa”. Artikel diakses pada tanggal 13 Juli

2017 dari http://video.metrotvnews.com/melawan-lupa/abouts.

National Goegraphic Indonesia. “Kehidupan Para Eksil.” Artikel diakses pada

tanggal 29 Januari 2017 dari

http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/09/kehidupan-para-eksil.

Situmorang, Saut. “Sastra Eksil, Sastra Rantau.” Artikel diakses pada tanggal 17

Maret 2017 dari http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-

pembebasan-Sastra-Eksil-Sastra-Rantau-td33812.html.

Suwirta, Andi. “Memaknai Peristiwa Sumpah Pemuda dan Revolusi Kemerdekaan

Indonesia dalam Perspektif Pendidikan.” Artikel diakses pada tanggal 27

April 2017 dari

https://www.academia.edu/15260897/Memaknai_Peristiwa_Sumpah_Pem

uda_dan_Revolusi_Kemerdekaan_Indonesia.

Tirto.id. “Para Panitia Sumpah Pemuda.” Artikel diakses pada tanggal 27 April

2017 dari https://tirto.id/para-panitia-sumpah-pemuda-bYAj.

Page 116: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

105

Wawancara

Daftar riwayat hidup Rosa Panggabean.

Wawancara langsung dengan Rosa Panggabean, Jakarta, 7 Mei 2017.

Arsip

Lembaga Dewan Pers Indonesia. Kode Etik Jurnalistik. Jakarta: Dewan Pers

Indonesia, 2011.

Page 117: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

106

LAMPIRAN

Hasil Wawancara :

Narasumber : Rosa Panggabean

Jabatan : Pewarta Foto Antara

Hari / Tanggal : Minggu, 7 Mei 2017

Waktu : 19.00 WIB

Tempat : Kafe Good Dept, Lotte Mart Ciputra, Kuningan, Jakarta

Selatan.

1. Menurut Oscar Matulah, Rosa Panggabean adalah fotografer yang

konsen di bidang kemanusiaan, sosial, seni dan budaya. Mengapa mba oca

mengambil tema politik seperti karya eksil ini?

Awal saya tertarik karena dengar cerita teman yang sekolah S2 di Leiden,

bahwa ada sekumpulan orang-orang tua, mereka tinggal di sana dan dulunya

mereka Stateless. Namun berhubung tempat tinggal mereka jauh, dan kantor

juga tidak dapat memberangkatkan saya ke sana, pada akhirnya cerita itu

hanya berhenti di angan-angan saya saja. Maksud saya kenapa tidak pernah

ada yang mengangkat ya? Melainkan hanya dalam bentuk video dan tulisan.

Ketika saya ada kesempatan untuk ke sana, pada saat itu juga saya langsung

mencari para eksil. Maksud saya karena memang ada cerita yang menarik di

balik kehidupan para eksil, akhirnya sayang abadikan mereka di sana.

2. Apakah dapat dikatakan sebagai proyek pribadi?

Ya personal project.

3. Berbicara eksil berarti berbicara komunis, sedangkan di Indonesia isu

terhadap komunis sangat sensitif, kenapa mba bisa yakin meliput

mereka?

Pada awalnya saya tidak terlalu menyibukan tentang komunis. Saya

melihatnya hanya dari sisi bahwa ada orang-orang yang menjadi korban.

Page 118: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

107

4. Apakah yang mba maksud kemanusiaan?

Iya lebih ke sisi kemanusiaannya. Kalo kemudian backgroundnya komunis, dan

akhirnya saya belajar sejarah banyak dari situ. Jadi akhirnya saya mengetahui

sejarah komunis dari konsen saya dikemanusiaan terlebih dahulu.

5. Apakah ada tanggapan negatif, setelah mba mempublish foto eksil?

Kalo secara frontal tidak. Jika dari kantor saya sendiri sebenernya isu-isu

komunis lumayan beresiko, karena kantor saya adalah kantor berita nasional.

Oleh karena itu saya mengangkatnya dari sisi kemanusiaan dan tidak semua

orang yang terlibat disini dia dulunya komunis, namun kemudian dituduh

sebagai komunis. Jadi mereka ini sebenernya dua diantara mereka bukan

komunis, melainkan sangat nasionalis dan satu orang pernah terlibat LEKRA

yaitu bapak Chalik Hamid. Dan mereka tidak menerima jika dicap sebagai

komunis.

6. Apakah ada fakta yang disembunyikan, sehingga tidak diinformasikan ke

dalam buku foto?

Tidak ada fakta yang disembunyikan, informasi yang saya sampaikan di dalam

buku foto memang sudah apa adanya. Justru para eksilah mengkhawatirkan

keselamatan saya, “kamu nulis tentang kami, di Indonesia bagaimana?” Lalu

saya jelaskan kepada mereka pada saat itu bahwa isu komunis di Indonesia

sebenarnya hanya di “goreng -goreng” saja, sementara “akar-akarnya”

sudah tidak ada. Saya tidak menyangka jika perkembangan isu komunis saat

ini “kencang sekali”.

7. Apakah hal tersebut yang membuat Mba Oca sulit mendapatkan

informasi tentang eksil? Seperti yang mba sampaikan dalam buku foto

bahwa hanya tiga orang eksil saja yang mau berbagi informasi.

Ya salah satunya seperti itu. Jadi sebenarnya gini, mereka kan lama sudah

tinggal di luar negeri dan tidak tahu situasi politik di Indonesia persis seperti

apa. Nah mereka itu justru lebih "parno" dibanding kita yang tinggal di

Indonesia. Jadi mereka itu karena saking takutnya terhadap situasi politik di

Indonesia mereka enggan difoto oleh saya karena akan memberikan efek

Page 119: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

108

terhadap diri mereka sendiri atau keluarganya yang masih tinggal di

Indonesia.

8. Jadi sebenernya mereka itu terbuka?

Sebenarnya mereka terbuka, tapi mereka masih punya ketakutan-ketakutan

seperti itu. Dan menurut saya itu trauma.

9. Apa pengertian nasionalisme menurut Mba Oca?

Karena saya biasa bergerak dalam dunia jurnalistik dengan tidak membuat

opini. Menurat saya nasionalisme sebuah ideologi yang mencerminkan rasa

kecintaan mereka terhadap tanah air. Jadi dari keseluruhan story ini ada

beberapa perasaan yang berusaha saya terjemahkan dalam visual salah

satunya itu adalah perasaan kangen yang selalu mereka katakan pada saat

saya wawancara mereka. Dari ketiga subjek saya ini, mereka mengatakan

sangat mencintai Indonesia dan memiliki kerinduan yang tidak ada wadahnya.

Kerinduan itu saya tunjukkan lewat kehidupan sehari-hari para eksil yang

ingin membawa rasa tinggal di Indonesia ke luar negeri. Mereka setiap hari

berusaha untuk makan nasi, soto, memasak-masakan Indonesia dan lain

sebagainya. Untuk nasionalisme sebagai ideologi saya tunjukkan dalam foto

melalui simbol-simbol politik yang mereka masih pasang atau koleksi-koleksi

buku mereka.

10. Menurut undang-undang tentang kewarganegaraan tahun 2006, para

eksil dapat kembali menjadi warga negara Indonesia, lantas mengapa

mereka tidak mengajukan permohonan kewarganegaraan?

Hal itu juga sempat saya tanyakan kepada mereka. Satu, mengingat usia

mereka sudah menginjak 70 tahun ke atas secara logika mereka mengatakan

“kami harus kembali ke suatu negara yang sudah bertahun-tahun kami

tinggalkan, kami tidak punya keluarga di sana yang mau mengongkosi kami,

tidak punya jaminan hari tua”, secara akal sehat mereka tidak dapat hidup di

Indonesia sebagai warga negara Indonesia. Sementara pemerintah hanya

memberikan hak warga negara saja. Mereka mengatakan “kalau saya masih

Page 120: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

109

punya keluarga dan mau menampung saya atau menghidupi saya dan saya

punya jaminan hari tua di sana saya nggak ada masalah”.

11. Bapak Chalik pernah bekerja di restoran, apakah ia memasak makanan

Indonesia?

Bukan, yang dia masak itu masakan sana dan restorannya juga restoran

Belanda. Dulu dia kerja sembunyi-sembunyi, karena dia cuman dapat Suaka

Politik, nggak boleh kerja.

12. Apakah hingga setua ini mereka masih bekerja?

Sekarang nggak, karena setelah mereka menginjak usia tertentu mereka dapat

jaminan hari tua dari pemerintah Belanda.

13. Berapa lama Mbak mengikuti keseharian mereka?

Rata-rata saya mengikuti mereka masing-masing 4 hari.

14. Selama sehari penuh Mba Oca mengikuti pak Chalik, benarkah ia

memakan makanan Indonesia?

Iya benar seharian. Pagi pagi itu makan pisang goreng cemilan, masuk waktu

siang ada soto, lalu di sore hari ada cemilan lagi, malam hari saya di masakin

nasi goreng. Jadi sehari itu tiga kali saya makan di rumah dia.

15. Apakah makanan yang ada di dalam foto dimasak oleh sang istri?

Ya. Ini istri ketiga. Ketika istri yang pertama menikah lagi dengan pria

Indonesia dia menceraikannya dan menikah dengan orang Albania. Lalu

bercerai. Terus dia nikah lagi dengan orang Indonesia seperti yang ada di foto.

16. Terkait hal teknis, apakah Mba dapat jelaskan tentang perlengkapan

fotografi yang digunakan?

Saya menggunakan Nikon D4 dengan lensa White 1735 dan fix 50 mm, saya

tidak pernah pake tele. Untuk lensa wide saya tidak pernah memakai di 17

maksimal 24, biasanya saya menggunakan 35 atau 28 untuk menghindari

distorsi pada gambar. Saya hanya menggunakan pencahayaan tambahan

ketika di foto potrait.

Page 121: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

110

17. Apakah Mba melakukan proses editing pada foto?

Yang pasti ada ya, seperti pemotongan gambar itu saya lakukan karena

masalah teknis dan estetika. Editing warna juga ada, apa lagi untuk kebutuhan

buku saya naikan kecerahannya karena serapan warna pada buku itu beda.

Dan tidak masalah dalam foto jurnalistik. Tidak semua foto saya potong,

contohnya ada foto yang saya ambil saat saya berjalan dengan focal length 17

menghasilkan distorsi yang berlebihan sehingga mengharuskan saya untuk

melakukan pemotongan.

18. Mengapa tidak memberikan caption dalam setiap foto?

Karena foto exile merupakan foto Story menurut saya cerita ketiganya sudah

terwakilkan pada narasi masing-masing orangnya. Sebelumnya saya hanya

ingin memberikan nama tempat di dalam caption, namun menurut designer

buku tidak masalah jika tidak menaruhkan lokasi pada caption, karena untuk

alasan keamanan para eksil juga.

19. Apa yang dilakukan oleh Bapak Sarmadji dalam fotonya?

Itu dia sedang kerja. Dia sedang melakukan archiving atau pengarsipan,

selain Dia mengurus perdoi dia juga melakukan pekerjaan pengarsipan untuk

orang-orang Indonesia yang meninggal di Belanda jadi datanya ada di sini

semua. Misalnya data Si A semua didata sama dia, dia ini lahir di mana,

tinggalnya di mana, tinggal di mana, punya keluarga atau tidak. Nanti dari

pengarsipan itu biasanya kalau dia punya keluarga atau sanak saudara di

Indonesia, salinannya itu dikirim ke keluarganya. Jai kerjaanya itu mendata

orang-orang indonesia yang sudah meninggal di Belanda.

20. Apakah Bapak Sarmadji mengetahui jumlah Eksil yang ada di Belanda?

Jika iya ada berapakah jumlahnya?

Saya kurang tahu, mereka juga tidak punya data pastinya, namun sepertinya

diperkirakan ribuan, namun yang terdata itu kalau saya tidak salah ingat

sekitar 500 jiwa.

Page 122: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

111

21. Berapa eksil yang ditemui oleh Mba Oca?

Yang saya temui ada 9 orang. Namun yang mau memberikan informasi hanya

3 orang. Jika semua eksil mau memberikan informasi dan waktu saya lebih

banyak saya jadi bisa membuat visual yang lebih lengkap. Karena ada

beberapa hal detail yang perlu saya visual kan. Mengingat tipikal mereka yang

suka menyimpan arsip seperti surat, kaset, foto dan lain sebagainya, bisa

dikatakan pengarsipan mereka itu lengkap. Jadi saya tertarik untuk melakukan

foto-foto detail dari masing-masing arsip mereka.

22. Apakah Bapak Sarmadji setiap hari mengenakan baju batik?

Setiap hari jika dirinya ingin keluar dan setiap ada tamu dia selalu

mengenakan batik.

23. Mengapa Mba memasukan kunci pada foto Bapak Sarmadji?

Berhubung Pak Sarmadji adalah orang Jawa, saya jadi ingat salah satu dialog

pada film G30S PKI “ingat Jawa adalah kunci”. Jadi ketika saya memotret

pak Sarmadji lalu melihat ada kunci maka saya ingat dengan adegan tersebut.

24. Dari manakah Bapak Sarmadji mendapatkan arsip-arsip tersebut?

Macam-macam. Dulu ada teman yang mengirim ke dia seperti naskah-naskah

Pramudya yang asli untuk dijaga. Dia menyimpan arsip-arsip perdoi di dalam

flat nya itu. Dan arsipnya bisa diakses di web. Karena waktu itu saya bertemu

dengan perempuan yang sedang berusaha mendigitalisasikan semua arsip-

arsip perdoi supaya dapat diakses oleh publik. Perempuan itu sekolah S2 di

Amerika terbang khusus ke Belanda hanya untuk membantu Pak Sarmadji.

Kalau tidak salah nama perempuan itu Inggrid.

25. Apakah Bapak Chalik Hamid mengenakan kemeja batik setiap hari?

Tidak mesti, sepertinya mereka mengenakan baju batik ketika datang ke acara

perkumpulan orang-orang Indonesia.

26. Bagaimana kehidupan sosial eksil dengan orang Belanda?

Baik-baik saja.

Page 123: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

112

27. Apakah para eksil membuat suatu perkampungan?

Tidak, tetangga kanan kirinya itu bule. Mereka di tempatkan oleh pemerintah

Belanda. Jadi bagi penerima suaka seperti eksil diberikan rumah tergantung

kebijakan pemerintah ingin di tempatkan dimana. Dan mereka boleh menolak

sebanyak 3 kali. Hingga rumah ketiga ditetapkan jika mereka masih menolak

mereka harus menerima dengan apa adanya.

28. Mengapa memilih background merah pada foto portrait Bapak Chalik?

Saya dapat masukkan dari Jan Banning karena dia ngerti sejarah Indonesia.

Karena isu yang ingin diangkat tentang nasionalisme menyarankan saya untuk

menggunakan background garuda ataupun merah putih. Namun jika

background Garuda agak ribet jika dalam visual. Lalu jika merah putih akan

menjadi belang dan warna putih dapat menyolong warna juga. Karena

komunis identik dengan warna merah maka saya coba menggunakan

background merah. Namun merah yang saya pakai itu adalah warna merah

dari bendera merah putih bukan dari warna merah komunis yaitu merah cabai.

Namun ketika dicetak warna merahnya menjadi warna merah marun dan itu

adalah kesalahan teknis. Lalu untuk lighting juga saya coba dari kiri pada

setiap foto portrait. Karena komunis identik dengan kiri.

29. Apakah ada teknik khusus dalam membuat foto potrait Bapak Chalik

Hamid?

Tidak ada, mengalir begitu saja. Meski biasanya ketika saya membuat foto

portrait Saya akan mengajak ngobrol narasumber sangat lama sekali tentang

hal-hal masa lalu dan segala macamnya. Namun karena saya sudah ngobrol

dengan para Eksil jadi saya rasa sudah cukup.

30. Di dalam foto keempat, di rumah siapakah foto tersebut dibuat?

Di rumah Pak Chalik.

31. Apakah saat keluar Pak Chalik selalu mengenakan jaket yang ada di

dalam foto?

Tidak mesti. Itu hanya kebetulan kemungkinan Ia memiliki beberapa jaket.

Page 124: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

113

32. Benarkah ini pintu utama?

Ya, itu adalah pintu masuk dan keluar rumah.

33. Mengapa Mba tertarik dengan foto ini, sehingga kemudian di tempatkan

pada halaman paling belakang? Karena biasanya foto paling belakang itu

adalah menggambarkan semuanya.

Karena ada Soekarnonya. Saya sangat terkesan dengan bapak Chalik yang

mesti sudah bertahun-tahun tinggal di Belanda masih memajang foto Soekarno

di rumahnya. Yang artinya jika mereka bilang mereka soekarnois, itu adalah

kenyataannya. Foto ini adalah ending dari storynya, yang intinya para Eksil

ini adalah soekarnois belum tentu mereka komunis. Jadi fakta baru yang saya

temui di sana adalah mereka orang-orang yang setia kepada Soekarno, dan

mereka merasa visi misi Soekarno ada dalam diri mereka, berbeda dari asumsi

pertama yang beranggapan bahwa mereka semua adalah komunis. Soekarno

pada saat itu memberangkatkan ribuan orang pelajar untuk membangun

Indonesia, jika hal itu benar-benar terjadi mungkin sekarang kita sudah

menjadi bangsa yang maju. Menurut saya inti story dari sisi politik mereka ini

adalah korban politik. Karena mereka soekarnois mereka menolak permintaan

dari pemerintahan orde baru untuk setia kepada Orde Baru. Itu fakta baru

saya temukan di sana.

34. Benarkah semua mendapat ancaman jika pulang kembali ke Indonesia?

Seperti bapak Ibrahim Isa yang diancam akan digantung oleh pemerintah

Orde Baru.

Ya semua mendapat ancaman. Bahkan ada salah satu dari mereka yang

akhirnya mengaku Pro Orde Baru, dan ketika kembali ke Indonesia ternyata

tidak selamat, hal itu diceritakan oleh Bapak Isa.

35. Ada berapa foto yang Mba ambil di Belanda?

Banyak, sekitar ribuan foto. Dan produksi sekitar 2 minggu.

36. Bagaimana proses pendekatan Mba dengan eksil?

Awalnya mereka terkejut mendengar bahwa saya dari kantor berita Antara,

karena yang mereka ketahui Antara itu adalah milik pemerintah dan saya

Page 125: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

114

dicurigai sebagai mata-mata. Dan akhirnya saya dapat meyakini mereka

bahwa saya hanya melakukan reportase terkait kehidupan mereka. Setelah

buku ini jadi, saya kirim ke sana dan mereka senang.

37. Prestasi apa yang didapatkan dari foto Exile ini? Selain mendapatkan

juara 2 pada ajang PFI 2014.

Ada, foto eksil ini masuk ke dalam nominasi Tim Hetherington Grants WPP

2014.

38. Dari mana mendapatkan pengetahuan tentang eksil sebelum membuat

foto ini?

Karena saya jurnalis, saya bergerak atas dasar penelitian yang dibuat oleh

Amin Mudzakkir. Karena saya tidak boleh beropini dalam membuat karya

jurnalistik maka saya menggunakan penelitian Amin Mudzakkir sebagai

peneliti.

Foto penulis bersama narasumber:

Page 126: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

115

Scan Buku Foto Exile Karya Rosa Panggabean:

Scan cover

Scan Foto 1, Halaman 3

Scan Foto 2, Halaman 10

Page 127: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

116

Scan Foto 3, Halaman 12

Scan Foto 4, Halaman 13

Scan Foto 5, Halaman 14-15

Page 128: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

117

Scan Foto 6, Halaman 16

Scan Foto 7, Halaman 17

Scan Foto 8, Halaman 19

Page 129: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

118

Scan Foto 9, Halaman 20-21

Scan Foto 10, Halaman 22

Scan Foto 11, Halaman 23

Page 130: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

119

Scan Foto 12, Halaman 26

Scan Foto 13, Halaman 28

Scan Foto 14, Halaman 29

Page 131: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

120

Scan Foto 15, Halaman 30-31

Scan Foto 16, Halaman 32

Scan Foto 17, Halaman 33

Page 132: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

121

Scan Foto 18, Halaman 35

Scan Foto 19, Halaman 36-37

Scan Foto 20, Halaman 38

Page 133: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

122

Scan Foto 21, Halaman 39

Scan Foto 22, Halaman 42

Scan Foto 23, Halaman 44

Page 134: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

123

Scan Foto 24, Halaman 45

Scan Foto 25, Halaman 46-47

Scan Foto 26, Halaman 48

Page 135: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

124

Scan Foto 27, Halaman 49

Scan Foto 28, Halaman 51

Scan Foto 29, Halaman 52-53

Page 136: REPRESENTASI NASIONALISME EKSIL 1965 (ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37252/1/RIZKI... · yang disebutnya dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada

125

Scan Foto 30, Halaman 54

Scan Foto 31, Halaman Terakhir