Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijayakphl.sim-pdashl.menlhk.go.id/kphlnew/report/dok_rphjp/RPHJP...
Transcript of Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijayakphl.sim-pdashl.menlhk.go.id/kphlnew/report/dok_rphjp/RPHJP...
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan hutan di Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam empat dekade terakhir belum menunjukkan hasil pengelolaan
yang berasaskan manfaat dan lestari secara maksimal. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya permasalahan yang belum ditangani
secara baik. Sumber masalah utama yang perlu diperhatikan adalah lemahnya kepastian hak masyarakat atas kawasan hutan yang
menyebabkan konflik pemanfaatan lahan antara negara dan masyarakat, dan lemahnya kelembagaan pengembangan kehutanan yang dapat
menangani masalah di lapangan, yang tercermin dari belum adanya lembaga pengelolaan di tingkat tapak. Namun demikian, terkait
kepastian hak atas kawasan hutan terdapat konflik atau potensi konflik baik di kawasan yang dikelola dan yang tidak dikelola berupa
tumpang tindih klaim hutan negara dan klaim masyarakat adat atau masyarakat lokal lainnya, pengembangan desa/kampung, serta adanya
izin sektor lain yang dalam praktiknya terletak dalam kawasan hutan.
Selain konflik hak atas kawasan hutan, masalah kehutanan semakin kompleks dengan adanya persoalan kelembagaan termasuk
masih lemahnya hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta terlalu memprioritaskan perlindungan dan rehabilitasi hutan
daripada mengatasi akar masalah seperti tumpang tindih lahan. Salah satu langkah strategis yang ditempuh pemerintah saat ini untuk
menjamin suatu model pengelolaan hutan lestari sesuai dengan fungsi pokoknya adalah melalui pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Bab1
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
2
(KPH) pada tingkat tapak. Pembentukan KPH diperlukan karena dapat menjamin pengelolaan hutan yang tepat, terpadu dan
komperehensif sehingga lebih bermanfaat.
Langkah strategis ini semakin jelas dengan adanya surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 648/Menhut-II/2010 tanggal 22
November 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Jayawijaya di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi
Papua dan diperkuat lagi dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Jayawijaya Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja KPHL Unit XVII Jayawijaya yang menjadikan KPHL Unit XVII Jayawijaya sebagai unit pelaksana teknis dinas
(UPTD) pada Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya.
Pengelolaan hutan yang tepat, terpadu dan komperehensif melalui skema KPH dapat berlangsung dengan baik apabila menyusun
rencana yang baik yang mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 yang menyatakan bahwa rencana
kawasan hutan berdasarkan skala geografis terdiri dari Rencana Kehutanan Tingat Nasional, Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi,
Rencana Kehutanan Tingkat Kota/Kabupaten dan Rencana Kesatuan Pengelolaan Hutan. Peraturan tersebut mengacu pada Undang-
Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 pasal 10 ayat 2 dan Sistem Perencanaan Kehutanan (P.42/Menhut-II/2010).
Penyusunan dokumen rencana pengelolaan ini diharapkan dapat menjadi dokumen yang akan dipedomani oleh pihak pengelola
KPHL Unit XVII Jayawijaya sebagai institusi pengelola hutan di tingkat tapak dan seluruh stakeholder kehutanan secara umum. Data yang
digunakan dalam penyusunan rencana pengelolaan ini meliputi seluruh karakteristik ekologi, sosial dan ekonomi, serta dilengkapi dengan
isu dan permasalahan yang dihadapi guna membentuk baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
3
1.2. Maksud dan Tujuan Pengelolaan
Maksud Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang RPHJP-KPHL Unit XVII Jayawijaya ini adalah :
1. Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun (2015-2024) untuk mengarahkan
pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan pada setiap blok di wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya.
2. Memberikan arahan bagi stakeholder kehutanan yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Unit
XVII Jayawijaya.
Tujuan pengelolaan hutan selama 10 tahun di Kawasan Hutan KPHL Unit XVII Jayawijaya adalah untuk :
1. Penataan kawasan hutan di KPHL Jayawijaya yang lebih baik
2. Pemanfaatan kawasan hutan dan hasil hutan secara bertanggung jawab, arif, bijaksana dan lestari
3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan
4. Perlindungan hutan dan konservasi alam
1.3. Sasaran
Hasil yang ingin dicapai selama pengelolaan 10 tahun kedepan di KPHL Unit XVII Jayawijaya, antara lain:
1. Terdefinisinya wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya dari aspek ekologi yang berkaitan dengan:
a) Kondisi fisik wilayah antara lain : Tutupan lahan, topografi, geologi, jenis tanah, iklim dan tata guna lahan,
b) Kondisi hutan yang meliputi : jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi hasil hutan bukan kayu
(HHBK) dan jasa lingkungan, dan
c) Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS);
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
4
2. Terdefinisinya kondisi ekonomi yang berkaitan dengan:
a) Aksesibilitas wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya,
b) Potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya,
c) Batas administrasi pemerintahan dan
d) Nilai tegakan hutan baik kayu maupun bukan kayu termasuk jasa lingkungan;
3. Terdefenisinya kondisi sosial yang berkaitan dengan:
a) Perkembangan demografi sekitar kawasan,
b) Pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan,
c) Keberadaan kelembagaan masyarakat dan
d) Pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan.
1.4. Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan terdiri dari :
a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Serta Pemanfaatan Hutan
d. Permenhut P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH
e. Permenhut P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH Lindung (KPHL)
dam KPH Produksi (KPHP)
f. Permenhut P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
5
g. Permenhut P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan 2010-2014
h. Permenhut No. P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan tahun 2012
i. Permenhut No. P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030
j. Permenhut No. P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat
k. Permenhut No. P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan hutan Produksi
l. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 648/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Jayawijaya di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua
m. Peraturan Dirjen Planologi No. P.05 Tahun 2012 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
n. Peraturan bupati Kabupaten Jayawijaya Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pembentukan UPTD KPHL Unit XVII Jayawijaya.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit XVII Jayawijaya berada pada Bab V,VI dan VII yang meliputi :
a. Bab V berisi :
1. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan yang meliputi: a). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan b). Penataan
Hutan
2. Pemanfaatan hutan wilayah tertentu
3. Pemberdayaan masyarakat
4. Pembinaan, pemantauan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan pada areal yang berizin
5. Rehabilitasi Pada Areal Kerja di Luar Izin
6. Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi di dalam areal yang Berizin
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
6
7. Rencana Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
8. Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar Pemegang izin
9. Koordinasi/konsultasi dengan instansi dan stakeholder terkait
10. Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM
11. Penyediaan Pendanaan
12. Pengembangan Data Base
13. Rasionalisasi Wilayah Kelola
14. Review Rencana Pengelolaan
15. Pengembangan Investasi
16. Kelas Perusahaan
b. Bab VI. Berisi : Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.
c. Bab VII. Berisi : Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan.
1.6. Batasan Pengertian
Beberapa batasan mengenai istilah yang digunakan dalam buku ini adalah sebagai berikut:
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (pasal 1 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999).
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai
hutan tetap (pasal 1 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999).
3. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (pasal 1 ayat 4 UU No. 41 Tahun 1999).
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
7
4. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan (pasal 1 ayat 7 UU No. 41 Tahun
1999).
5. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah (pasal 1 ayat 8
UU No. 41 Tahun 1999).
6. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (pasal 1 ayat 9 UU No. 41 Tahun 1999).
7. Hutan tanaman industri adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan
baku industri hasil hutan (pasal 1 ayat 18 PP No. 6 Tahun 2007).
8. Hutan tanaman rakyat adalah tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi
dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (pasal 1
ayat 19 PP No. 6 Tahun 2007).
9. Hutan tanaman hasil rehabilitasi adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan
hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka
mempertahankan daya dukung, produktifitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan (pasal 1 ayat 20 PP No. 6 Tahun
2007).
10. Kesatuan pengelolaan hutan selanjutnya disingkat KPH adalah unit pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya
yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (pasal 1 ayat 1 PP No. 6 Tahun 2007).
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
8
11. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual KPH ditingkat tapak,
yang diindikasikan oleh suatu kemampuan menyerap tenaga kerja, investasi, memproduksi barang dan jasa kehutanan yang
melembaga dalam sistem pengelolaan hutan secaraa efisien dan lestari (pasal 1 ayat 2 Peraturan Kepala Badan Planologi Kehutanan
No. SK. 80/VII-PW/2006).
12. Rencana pengelolaan hutan adalah konfigurasi peta situasi, visi-misi, tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke dalam arah manajemen
strategis yang terpadu yang menyangkut kelola kawasan, kelola pemanfaatan hutan, kelola pasar, kelola konservasi dan kelola
rehabilitasi-restorasi dalam kerangka pencapaian fungsi ekonomi, lingkungan dan sosial yang optimal.
13. Rencana pengelolaan jangka panjang adalah rencana pengelolaan pada tingkat strategis berjangka waktu atau selama jangka benah
pembangunan KPH.
14. Rencana pengelolaan jangka pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat operasional berbasis
petak dan/atau zona dan/atau blok.
15. Resort hutan merupakan bagian dari hutan yang secara geografis bersifat permanen, yang secara strategis ditetapkan untuk
meningkatkan pengendalian dan pengawasan teritorial (pada waktu yang lalu disebut Blok RKL dan Blok RKT).
16. Zona merupakan bagian dari KPH yang secara geografis bersifat permanen, yang secara strategis ditetapkan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi manjemen, terutama dalam fungsi konservasi, yang menjadikannya sebagai kesatuan pengelolaan konservasi
lestari.
17. Blok pada unit KPH model adalah bagian areal yang secara geografis bersifat permanen, yang secara strategis ditetapkan untuk
meningkatkan efetifitas dan efisiensi manjemen, terutama dalam fungsi perlindungan hidro-orologi yang menjadikannya sebagai
kesatuan pengelolaan perlindungan hidrologi lestari.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
9
18. Petak adalah unit terkecil lahan hutan yang lokasi geografisnya bersifat permanen, sebagai basis pemberian perlakukan pengelolaan
dan menjadi satuan administrasi dari setiap kegiatan pengelolaan (silvikultur) yang sama untuk diterapkan atasnya.
19. Anak petak adalah bagian dari petak yang bersifat temporer, yang oleh sebab tertentu memperoleh perlakuan silvikultur atau kegiatan
pengelolaan yang khusus dan selanjutnya akan ditetapkan oleh pengelola KPH.
20. Jangka benah (bera) adalah rentang waktu perencanaan yang diperlukan untuk merubah kondisi pengelolaan yang ada saat ini menjadi
kondisi yang terstruktur bagi kegiatan pengelolaan hutan lestari.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
10
DESKRIPSI KAWASAN
2.1. Risalah Wilayah KPHL Jayawijaya
2.1.1. Letak dan Luas Wilayah KPHL
Secara geomorfologi wilayah KPHL Jayawijaya merupakan hamparan wilayah pegunungan tinggi yang membentang dari
Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan yang membentuk sebuah lembah yang maha luas yaitu Lembah Baliem. Wilayah ini dahulu
merupakan wilayah Kabupaten Jayawijaya yang kemudian pada beberapa waktu yang lalu telah dimekarkan menjadi beberapa
wilayah administrasi pemerintahan kabupaten. Dengan kondisi geografis demikian telah membentuk dua wilayah Daerah Aliran
Sungai (DAS) besar di wilayah ini, yakni pada bagian Utara kelompok daerah aliran sungainya berada pada kelompok DAS
Mamberamo sedangkan aliran-aliaran sungai yang mengalir ke daerah selatan termasuk dalam Kelompok DAS Eilanden.
KPHL Jayawijaya berada pada hutan-hutan pegunungan tinggi yang berada pada beberapa Kabupaten dan pada di hamparan
dataran lembah Baliem, sebuah lembah alluvial yang terbentang pada areal dengan ketinggian 1500 - 2000 m di atas permukaan laut.
Temperature udara bervariasi antatra 14,5 0C sampai dengan 24,5
0C. dalam setahun rata-rata curah hujan adalah 1.900 mm dan
Bab 2
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
11
dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau dan musim penghujan sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan
Maret adalah bulan dengan curah hujan terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal dengan puncak salju abadinya, antara lain : Puncak
Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m), dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti
karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng pegunungan yang terjal, lembah dan sungai
yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini. Cekungan lembah sungai yang cukup luas terdapat hanya di lembah
Baliem bagian barat dan lembah Baliem bagian timur. Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada
hutan iklim sedang berkembang cepat di daerah ini. Ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara 2.000 –
2.500 m di atas permukaan laut.
Secara geografis KHPL Unit XLII Jayawijaya ini terletak antara 138°11´ - 139°16’ Bujur Timur dan 3°31´ - 4°13´ Lintang
Selatan, dengan luas wilayah mencakup 156.480,32 Ha. Batas-batas wilayahnya sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Tengah dan Kabupaten Tolikara
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Nduga
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Lanny Jaya
- Sebelah Timur berbatasan dengan Yahukimo dan Kabupaten Yalimo
Secara administratif pemerintahan wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya berada pada beberapa wilayah kabupaten yaitu pada
wilayah pemerintahan Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lanny Jaya,
Kabupaten Tolikara, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa
kawasan hutan terklasifikasi ke dalam tutupan lahan : hutan primer, hutan sekunder, lahan terbuka, pertanian campuran, savanna,
semak belukar, dan tubuh air.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
12
Gambar 2.1. Peta Lokasi dan Wilayah Kerja KPHL Unit XLII Jayawijaya
Kabupaten-kabupaten yang wilayahnya termasuk dalam areal KPHL Jayawijaya merupakan kabupaten-kabupaten yang
terletak di daerah pegunungan tengah yang tinggi di Provinsi Papua. Kabupaten-kabupaten ini berada dalam suatu sistem ekosistem
yang unik dengan suhu udara yang dingin dan curah hujan yang cukup tinggi dan kondisi kelerengan dengan lapisan tanah yang tipis
membuat wilayah ini sangat rentan terhadap berbagai bencana alam. Wilayah KPHL Jayawijaya ini memiliki kedudukan yang
strategis baik secara ekonomi maupun ekologi karena posisinya yang mengelilingi dataran Lembah Baliem yang maha luas sehingga
kelestarian dari ekosistem hutan pegunungan yang menjadi ekosistem utama di KPHL unit XLII Jayawijaya ini menjadi sangat vital
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
13
untuk dilindungi. Beragam sumberdaya alam termasuk hutan yang dimiliki telah menjadi penopang hidup masyarakat di wilayah ini,
namun faktanya hutan mengalami penurunan kualitas dan kuantita dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kajian
yang telah dilakukan beberapa tahun lalu pada saat Illegal Logging lagi marak di kota Wamena. Salah satu sumber pendapatan utama
dari masyarakat adalah dari menjual kayu, baik dalam bentuk kayu gergajian, kayu bulat, kayu pagar, maupun untuk kayu api. Hal
yang mengkhawatirkan adalah kurang sadartahuan dari masyarakat adat setempat tentang kerentanan ekosistem pegunungan di
wilayah ini yang bila tidak diantisipasi dengan baik maka tidak menutup kemungkinan dengan perubahan iklim yang terjadi, bila
dengan curah hujan yang ekstrim yang terjadi di wilayah ini maka akan terjadi bencana yang cukup parah karena sistem pendukung
ekosistem pegunungan di wilayah ini telah mengalami degradasi serius.
Guna mengatisipasi hal tersebut maka pemerintah melalui Kementerian Kehutanan telah mencanangkan pengelolaan hutan
berbasis tapak (site) dengan membangun model-model pengelolaan hutan dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Salah
satu KPH model di Papua yang sudah disetujui legalitasnya adalah KPHL Unit XLII Jayawijaya. KPHL Lintas Unit XLII Jayawijaya
ini telah ditetapkan sebagai KPHL melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 481/Menhut-II/2009 tentang pembentukan
56 unit KPH di Provinsi Papua dengan alokasi 25 unit KPHL dan 31 unit KPHP. Luas KPHL Unit XLII Jayawijaya 156.480,32 ha,
yang komposisi fungsi kawasannya terdiri dari Hutan Lindung, dan Hutan Produksi Terbatas berdasarkan SK. Menhut No. 891
Tahun 1999.
Luasan dan komposisi fungsi kawasan hutan selanjutnya mengalami perubahan sejalan dengan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. 458 tanggal 15 Agustus tahun 2012 tentang peta perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan
hutan, perubahan fungsi kawasan hutan dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Provinsi Papua.
Berdasarkan surat keputusan Nomor 458 /2012 tersebut maka terjadi perubahan luas, terutama luasan fungsi kawasan hutan di
beberapa wilayah Kabupaten dimana posisi KPHL Unit XLII Jayawiajaya berada. Penamaan KPHL Unit XLII Jayawijaya hanya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
14
berdasarkan nama dari kabupaten induk yakni Kabupaten Jayawijaya, namun saat ini Kabupaten Jayawijaya telah di mekarkan
menjadi beberapa kabupaten pemekaran dan diantaranya ada beberapa kabupaten pemekaran yang wilayahnya termasuk dalam
KPHL Unit XLII Jayawijaya. Posisi dari KPHL Jayawijaya ini melintasi 7 wilayah administrasi pemerintahan kabupaten. Luas
kawasan hutan pada Kabupaten Jayawijaya adalah seluas 190.925 ha, Kabupaten Yalimo seluas 372.968 ha, Kabupaten Yahukimo
seluas 1,587,496 ha, Kabupaten Lanny Jaya seluas 353,650 ha, dan Kabupaten Mamberamo Tengah seluas 915,112 ha. Komposisi
sebaran kawasan hutan berdasarkan fungsinya pada kabupaten-kabupaten yang wilayah hutannya termasuk dalam wilayah KPHL
Unit XLII Jayawijaya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan dan Perairan Berdasarkan RTRW Provinsi Papua Tahun 2011 sampai 2031
No Kabupaten
Fungsi Hutan (Ha) Jumlah
Hutan
Konservasi
Hutan
Lindung
Hutan
Produksi
Tetap
Hutan
Produksi
Terbatas
Hutan
Produksi
Konversi
Areal
Penggunaan
Lain
1 Jayawijaya 69.150 13.584 - 3.304 40.924 93.965 220.927
2 Yalimo 76.555 229.911 - 9.676 47.481 9.345 372.968
3 Yahukimo 415.161 636.765 101.600 213.638 201.957 18.375 1.587.496
4 Lanny Jaya 201.762 61.371 - 18.003 50.042 22.472 353.650
5 Mamberamo
Tengah 69.480 234.451 - - 587.686 23.495 915.112
6 Tolikara 221.446 276.724 - 51.714 62.342 10.482 622.708
7 Puncak Jaya 58.011 251.354 - 123.384 87.555 2.926 523.230
Jumlah 1.111.565 1.704.160 101.600 419.719 1.077.987 181.086 4.596.091
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
15
Setelah mengalami perubahan peruntukan, perubahan fungsi dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan
maka di wilayah Kabupaten Jayawijaya tidak terdapat lagi kawasan konservasi. Sebagian besar (66,49%) kawasan hutan di
dominasi oleh kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi 14,08% dan kawasan hutan produksi terbatas sebesar 19,43%.
Besarnya dominansi kawasan lindung menjadi dasar penetapan KPH Jayawijaya sebagai KPH Lindung Unit XLII Jayawijaya.
2.1.2. Sejarah Pembentukan KPHL Unit XLII Jayawijaya
Proses Pembentukan KPH
Proses pembentukan KPH di Provinsi Papua hingga munculnya KPHL Unit XLII Jayawijaya, sebagai berikut:
a. Rapat Koordinasi Pembangunan Kehutanan Provinsi Papua Pada tanggal 9 s/d 10 April 2008 di Serui Kabupaten Yapen
dilangsungkan Rapat Koordinasi Pembangunan Kehutanan Provinsi Papua yang membahas berbagai hal tentang
Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua. Pembangunan KPH merupakan salah satu agenda yang dibicarakan. Beberapa
agenda yang dihasilkan dalam rakor tersebut adalah :
1. Proses pembentukan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Papua dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Model (KPH
Model) di Biak sebagai embrio pembangunan kesatuan pengelolan hutan di Papua perlu segera dipercepat agar
ditetapkan oleh Menteri Kehutanan pada 2008 dan dilaunching pada tahun 2009
2. Penyusunan rancangan pembangunan (development plan) dan rencana tindak (action plan) kesatuan pengelolaan hutan
di Papua dan kesatuan pengelolaan hutan di Yapen perlu diselesaikan pada tahun 2008 ini karena menjadi langkah
prioritas awal percepatan pembangunan kesatuan pengelolaan hutan di Papua
3. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Model dapat dibangun juga di Jayapura, Jayawijaya, Boven Digoel, Sarmi
dan kabupaten/kota lainnya dengan mengacu prototype KPH Model Biak sesuai ekosistem dan potensi hutannya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
16
4. Pembentukan kelompok kerja (working group) yang terdiri dari para pihak terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan Papua
(pemerintah, pemerintah daerah, akademisi, masyarakat sipil, donor dan mitrakerja kehutanan) untuk memobilisasi
sumberdaya yang ada dalam mendorong percepatan pembangunan KPH Model dan KPH lainnya di Kab/Kota wilayah
Provinsi Papua melalui Keputusan Gubernur.
5. Mobilisasi sumberdaya (man, money, material, machine, method) dari pemerintah (Kementerian Kehutanan),
pemerintah daerah (Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten/Kota), swasta (mitra kerja kehutanan) dan masyarakat sipil
dalam program (penguatan kapasitas kelembagaan, database, sosialisasi, dll) serta pendanaan untuk mempercepat
pembangunan KPH Unit XLII di Jayawijaya dan pembangunan KPH lainnya di wilayah Provinsi Papua.
6. Pembagian peran dan tanggung jawab para pihak dalam mewujudkan KPH Model dan KPH Kabupaten/Kota lainnya di
wilayah Provinsi Papua.
7. Brain Storming Pembangunan Kehutanan Provinsi Papua Bertempat di Ruang rapat BPKH Wilayah X Jayapura pada
tanggal 13 Mei 2008 dilangsungkan diskusi brain storming pembangunan kehutanan Provinsi Papua yang membahas
berbagai hal tentang pengelolaan kehutanan di Provinsi Papua termasuk di dalamnya Pembangunan KPH Papua.
Adapun pokok – pokok pikiran yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
1. Perlunya penyusunan konsep pancangan KPH di Papua.
2. Penyusunan prototype KPH.
3. Replikasi KPH model dapat dilakukan oleh institusi/Lembaga.
4. Perlunya pembagian peran dalam penyusunan rancang bangun (rancang bangun dan kelembagaan) dengan
memasukan inisitif lokal.
5. Perlunya penyusunan peta penyebaran KPH
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
17
6. Perlunya menyusun petunjuk teknis penyusunan KPH di Provinsi Papua.
7. Perlunya mengidentifikasi Lesson Learn KPH sebagai dasar dalam penyusunan konsep KPH (ciri khas KPH di
Papua).
8. Dalam penyusunan KPH hendaknya diperlukan data-data tersedia : tutupan hutan, fungsi hutan, unit manajemen
dan hutan adat, informasi sosial lainnya.
9. Perlunya peta penyebaran suku bangsa dalam penyusunan KPH (SIL).
10. Hendaknya KPH yang dibentuk di Papua memiliki ciri khas (adat, suku dan pemberdayaan masyarakat).
11. Dalam penyusunan KPH hendaknya berbasis DAS/Ekosistem, sebaran suku bangsa dan wilayah KPH.
12. Perlunya penyusunan manejemen pengelolaan terpadu lintas stakeholder.
13. Perlunya mempertimbangkan variabel-variabel (DAS, adat, administrasi,fungsi kawasan) dalam rancang bangun
KPH.
14. Pembentukan KPH oleh Gubernur Provinsi Papua
8. Pertemuan Lanjutan Hasil Brain Storming
Menindaklanjuti hasil brain storming sebelumnya, maka diadakan pertemuan pada tanggal 8 Juli 2008 tentang
Pembangunan KPH di Papua.
9. Workshop Penyusunan Naskah/Dokumen Akademik Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Papua
Kegiatan workshop ini dihadiri oleh Pakar Kehutanan, Praktisi Kehutanan, Akademisi dan Pemerintahan serta NGO’s
pada tanggal 11 s/d 12 Oktober 2008 dilaksanakan workshop Penyusunan Naskah/Dokumen Akademik Pembangunan
KPH Papua bertempat di ruang rapat Hotel Yasmin Jayapura.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
18
b. Peta Rancang Bangun dan Arahan
Perencanaan pembentukan unit wilayah KPH Provinsi Papua dilakukan melalui proses tumpang tindih peta (overlay)
antara Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Papua, Peta Daerah Aliran Sungai dan Peta Administrasi
Pemerintahan. Dari overlay peta-peta dan analisis data yang ada maka Kawasan Provinsi Papua telah didesain dan dibagi
habis menjadi 56 unit KPH dan untuk mendukung rencana manajemen setiap unit KPH diberi nomor register yang disusun
secara terarah dan berurutan.
Proses Penetapan KPH
Hasil rancang bangun yang telah disepakati para pemangku kepentingan tersebut, selanjutnya diusulkan Gubernur Papua
kepada Menteri Kehutanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.481/Menhut-II/2009 tanggal 18 Agustus
2009, telah dicadangkan 56 KPH yang terdiri 25 unit KPHL dan 31 unit KPHP, termasuk KPHL Unit XVII Jayawijaya yang
ditetapkan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Sosialisasi dari Kementerian Kehutanan tentang pemantapan rencana pembentukan KPHL Unit XVII Jayawijaya pada
tanggal 30 Agustus 2010. Pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Jayawijaya menyambut baik rencana pembentukan KPH
Model tersebut.
2. Dinas Kehutanan Jayawijaya menyusun draf rancangan Peraturan Bupati tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (UPTD KPHL) Jayawijaya pada Dinas
Kehutanan Kabupaten Jayawijaya.
3. Pemerintah Kabupaten Jayawijaya melakukan kajian hukum pada bagian organisasi dan tata laksana dan bagian hukum
Sekretariat Daerah Jayawijaya untuk mempercepat proses pembentukan kelembagaan KPHL Jayawijaya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
19
4. Bupati Jayawijaya selanjutnya mengeluarkan peraturan Bupati (PERBUP) Nomor 10 Tahun 2014 tanggal 5 Agustus 2014
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPTD KPHL Pada Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya.
2.1.3. Pembagian Blok KPHL
Pembagian blok KPHLUnit XLII Jayawijaya dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
- Pendekatan ekosistem dengan memperhatikan batasan Sub DAS
- Kombinasi dengan pembagian ke dalam grid seluas 289 ha, mengacu pada modul analisis pemodelan spasial tata hutan
- Penentuan pengelolaan blok dengan syarat dan kriteria petunjuk teknis (juknis) tata hutan
- Hasil inventarisasi dan tata hutan KPHL Unit XVII Jayawijaya
Berdasarkan langkah prosedur tersebut di atas maka KPHL Jayawijaya dibagi-bagi ke dalam unit pengelolaan yang lebih kecil,
yaitu sebanyak lebih dari 776 petak pengelolaan dengan perincian sebagaimana tersajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Pembagian Blok pada KPHL Unit XVII Jayawijaya
BLOK LUASAN (Ha) JUMLAH PETAK PROPORSI (%)
HL-Inti 76,609.88 297 48,96
HL-Pemanfaatan 48,010.30 182 30,68
HP-Pemanfaatan HHK-HA 4,424.29 40 2,83
HP-Pemberdayaan 17,581.51 160 11,24
HP-Perlindungan 2,243.76 20 1,43
HP-Wilayah Tertentu 7,610.59 77 4,86
GRAND TOTAL 156.480.32 776 100
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
20
Proporsi terbesar dari KPHL Unit XVII Jayawijaya berada di kawasan hutan dengan fungsi lindung dengan luasan
mencapai 79,64% yang terbagi kedalam kelompok Hutan Lindung Blok Inti seluas 48,96% dan Hutan Lindung Blok
Pemanfaatan seluas 30,68%. Proporsi terbesar berikutnya berada pada kawasan hutan dengan fungsi Produksi yang mencapai
luasan 20,36% yang tersebar pada Blok Pemberdayaan mencapai luasan 11,24%, Blok Wilayah Tertentu seluas 4,86%, Blok
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam mencapai luasan 2,83% serta Hutan Produksi dengan Blok Perlindungan dengan
luasan terkecil seluas 1,43%. Peta pemabagian blok dan petak seperti pada gambar 2., di bawah ini:
Gambar 2.2. Peta pembagian blok an petak KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
21
Pembangunan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) berdasarkan Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-Das) dilakukan untuk
memudahkan upaya pengelolaan maka wilayah KPHL Unit XLII Jayawijaya berada dalam dua wilayah Daerah Aliran Sungai
(DAS), yaitu DAS Eilanden (Selatan) dan DAS Mamberamo (Utara). Pada kedua wilayah DAS tersebut tersebar blok-blok
pengelolaan hutan yang telah dirancang, dibagi kedalam petak-petak hutan. sehingga dalam pengelolaan yang lebih efektif dan
efisien maka pembangunan KPHL Unit XLII ( ke-42 ) dibagi lagi ke sub register KPHL-A dan KPHL- B (Resort- resort
pengelolaan) Pengelolaan Hutan diarahkan kepada blok-blok pengelolaan hutan yang tersebar pada kedua wilayah DAS tersebut
yang berada pada beberapa wilayah Administratif Pemerintahan Kabupaten. Untuk jelasnya wilayah pengelolaan KPHL XLII
dalam sub regster (Resort) dapat diihat pada gambar pembentukan KPHL XLII dibawah ini:
Gambar 2.3. Peta Pembentukan KPHL XLII
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
22
2.2. Potensi Wilayah KPHL
2.2.1 Tutupan Lahan
Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, padahal kedua
terminologi tersebut berbeda. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut. Townshend dan Justice pada tahun 1981 juga punya
pendapat mengenai penutupan lahan, yaitu penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan
unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret
dan Curtis, tahun 1982, mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti
vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan). Data
penutupan lahan untuk KPHL Unit XLII Jayawijaya bersumber dari interpretasi visual terhadap Citra Landsat (hasil analisis BPKH
2015) berdasakan pembagian blok hutan dapat dilihat pada tabel 2.3. Berikut ini adalah data penutupan lahan dalam wilayah
KPHL Unit XLII Jayawijaya :
NO TUTUPAN LAHAN/
TIPEVEGETASI BLOK LUAS PROPORSI
1 Hutan primer 5.333.158,149
HL-Inti 4.399.120,673
HL Pemanfaatan 651585,0407
HP-Perlindungan 121.950,2689
HP-Wilayah Tertentu 160.502,1667
2 Hutan Sekunder 1.657.285,297
HL-Inti 810.042,3581
HL-Pemanfaatan 343.875,2152
HP-Pemanfaatan HHK-HA 503.367,7237
3 Lahan Terbuka 356.703,3047
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
23
HL-Inti 70.116,96931
HL-Pemanfaatan 15.606,69296
HP-Pemberdayaan 82.216,74606
HP-Wilayah Tertentu 188.762,8964
4 Pertanian Campur 2.322.604,397
HL-Inti 185.163,1875
HL-Pemanfaatan 2.137.441,209
5 Savana 2.709.930,556
HL-Inti 671.842,0681
HL-Pemanfaatan 487.991,5392
HP-Pemberdayaan 990.097,8766
HP-Perlindungan 88.089,35165
HP-Wilayah Tertentu 471.909,7199
6 Semak Belukar 2.526.151,577
HL-Inti 876.448,014
HL-Pemanfaatan 836.628,3291
HP-Pemberdayaan 724.985,8819
HP-Wilayah Tertentu 88.089,35165
7 Tubuh Air 348.180,9031
HL-Inti 128.085,8734
HL-Pemanfaatan 220.095,0297
Grand Total 15.254.014,18
Sumber : Hasil Analisis GIS BPKH Wilayah X Jayapura ( 2015)
Luas Penutupan Lahan pada KPHL Unit XLII didominasi oleh Hutan Lahan Kering Primer sebesar 34,56% seluas 46. 463,92
Ha, disusul dengan semak belukar luasnya 28.336,29 ha serta pertanian campur. Secara keseluruhan semak belukar dari hasil
penafsiran penutupan lahan pada KPHL Unit XLII Jayawijaya adalaha hutan primer luas 46. 463,92 Ha, hutan sekunder luas
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
24
19.888,08 Ha, lahan terbuka 3.779,16 Ha, pertanian campuran 22.659,45 Ha, savana 27.639,76 Ha, semak belukar 28.336,29 Ha
dan tubuh air 7.713,67 Ha.
2.2.2 Topografi Keadaan topografi pada areal KPHL Jayawijaya sangat bervariasi dan terdistribusi pada beberapa Kabupaten yang terletak
di daerah pegunungan tinggi. KPHL Jayawijaya sangat bervariasi mulai dari daerah lembah berdataran rendah yang maha luas di
lembah Baliem hingga puncak-puncak gunung yang tinggi di wilayah Kabupaten Puncak; dengan kelerengan dan landai sampai
dengan daerah pedalaman yang memiliki kemiringan terjal. Berdasarkan analsis GIS BPKH wlayah X (2015), tingkat kondisi
kelerengan pada KPHL Unit XVII Jayawijaya terdiri dari Curam 72.165, 50 Ha, landai 3.066,02 Ha, sangat curam 73.298, 63 Ha
dan lainya 7.950 ,17 Ha. Tingkat kelerengan dalam KPHL Jayawijaya dan sebaran topografi di wilayah KPHL Jayawijaya dapat
dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Peta Kelerengan dalam KPHL Unit XVII Jayawijaya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
25
2.2.3 Geologi
Tatanan stratigrafi wilayah KPHL Unit XLII Jayawijaya tersusun dari beberapa formasi batuan yang disajikan pada Tabel 6.
2. Tabel 2.4. Formasi Geologi di KPHL Unit XLII Jayawijaya
Formasi Geologi Luas (Ha)
ALUVIUM 2.810,20
Alluvium terbiku 681,26
BATUAN MALIHAN DEREWO 24.941,59
BATUGAMPING YAWEE 419,80
BATULUMPUR PINIYA 298,97
FORMASI WARIPI 38.983,32
KELOMPOK KEMBELANGAN 70.250,56
KELOMPOK PANIAI 18.094,62
Grand Total 156.480,32
Formasi terbesar adalah formasi kelompok Kembelangan dengan luas wilayah 70.250,56 hektar., kemudian disusul dengan
kelompok formasi Waripi dengan luas 38.983,32 Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Lembag Baliem ke barat Pucak
Jaya .
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
26
2.2.4 Jenis Tanah
Daerah pegunungan tengah khususnya areal pada kawasan KPHL Jayawijaya memiliki jenis tanah yang tidak terlalu
bervariasi karena sebagian besar didominasi oleh tiga jenis tanah, yaitu jenis tanah Litosol, Mediteran dan Renzina, meskipun
demikian terkadang ada variasi lokal dari jenis-jenis tanah pada tempat-tempat tertentu. Jenis tanah yang paling dominan pada
kawasan KPHL JAyawijaya adalah jenis tanah Litosol. Jenis tanah Litosol merupakan jenis tanah yang baru mengalami
perkembangan dan merupakan tanah yang masih muda. Terbentuk dari adanya perubhan iklim, to[ografi,dan adanya vulkanisme.
Jenis tanah ini merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan
beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna . jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunbung dan
pegunungan.
Jenis tanah mediteran atau tanah Alfisol adalah jenis tanah yang bahan induknya berupa batuan beku yang berkapur yang
banyak mengandung karbonat. Cirri tanah mediteran, antara lain warnanya abu-abu. Tanah mediteran banyak mengandung
aluminium, besi , air, dan bahan organic sehingga termasuk jenis tanah yang subur. Dalam USDA, tanah mediteran merupakan
tanah ordo Alfisol, yang berkembang pada iklim lembab dan sedikit lembab. Curah hujan rata-rata untuk pembentukan tanah
Alfisol adalah 500 sampai 1300 mm pertahunnya. Alfisol banyak terdapat di bawah tanaman hutan dengan karakterisitik tanah
akumulasi lempung pada horizon Bt, horizon E yang tipis, mampu menyediakan dan menampung banyak air, dan bersifat asam.
Alfisol mempunyai tekstur lempung dan bahan induknya terdiri atas kapur sehingga permeabilitasnya lambat.
Tanah Mediteran merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah
sampai kecoklatan. Tanah mediteran bnayak terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang subur di
daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya. Tanah Mediteran yang berbahan induk batu kaopur mempunyai nilai pH
yang lebih tinggi dibanding dari yang berbahan induk batu pasir. PH tanah dapat dipengaruhi oleh bebrapa factor, yaitu bahan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
27
induk tanah, pengendapan, vegetasi alami, pertumbuhan tanamann, kedalaman tanah, dan pupuk nitrogen adalah jenis tanah yang
berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vilkan dengan
ketinggian di bawah 400 m dengan warna tanah coklat hingga merah.
Jenis tanah Renzina atau tanah Mollisol adalah jenis tanah yang bahan induknya berupa batuan Basalt, batu kapur, dan
granit. Cirri-ciri tanah Renzina antara lain harus kering, berwarna coklat, merah dan hitam serta mengandung bahan organic.
Tanah Renzina pada umumnya banyak dijumpai di daerah yang beriklim kering. Tanah renzina adalah tanah yang dihasilkan dari
pelapukan bebatuan kapur yang ada di daerah yang curah hujannya cukup tinggi. Cirri-ciri tanah ini antara lain warnanya
kehitaman serta sangat miskin unsure hara. Tanah ini banyak ditemukan di daerah berkapur.
Tanah renzina merupakan tanah organic di atas bahan berkapur yang memiliki tekstur lempung seperti Vertisol. Tanah
renzina memuiliki kadar lempung yang tinggi, teksturnya halus dan daya permeabilitasnya rendah sehingga kemampuan
menahan air dan mengikat air tinggi. Tanah renzina berasal dari pelapukan batuan kapur dengan curah hujan yang tinggi. Tanah
memiliki kandungan Ca dan Mg yang cukup tinggi, bersifat basa, berwarna hitam, serta hanya mengandung sedikit unsure hara
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Jenis Tanah dan Persebarannya
No Bahan Induk Subland Relief Jenis Tanah Luas (ha)
1. Batu gamping Pegunungan Karst Bergunung Renzina/Rendoll 1.243,98
2. Batu gamping Perbukitan Karst Berbukit Renzina/ Rendoll 94.406,42
3. Batu karang Terumbu karang Datar-berombak Litosol/Enthisol 83.037,33
4. Volkanik Pegunungan Volkan Bergunung Latosol/Inceptisol 4.178,58
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
28
Jenis tanah yang tersebar paling merata adalah jenis Renzina/Rendoll, yakni sebanyak 52,31%, disusul jenis tanah litosol
dengan luas mencapai 45%. Jenis tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan yang rendah, sehingga mempengaruhi produktifitas
hasil-hasil pertanian di Kabupaten Jayawijaya.
2.2.5 Topografi dan Iklim
Iklim suatu wilayah sangat menentukan rencana pengelolaan kawasan hutan. Sedangkan iklim sendiri ditentukan oleh curah
hujan yang terjadi dalam 1 (satu) tahun, yaitu ditentukan oleh banyaknya bulan basah dan bulan kering dalam tahun tersebut.
Tipe iklim dalam suatu wilayah dapat ditentukan menggunakan klasifikasi Schmidt Ferguson. Kriteria yang digunakan adalah
dengan penentuan nilai Q, yaitu perbandingan antara bulan kering (BK) dan bulan basah (BB) dikalikan 100% (Q = BK / BB x
100%).
Kabupaten Jayawijaya berada di hamparan Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada areal ketinggian
1500–2000 m di atas permukaan laut (dpl). Temperatur udara bervariasi antara 14,5 derajat Celcius sampai dengan 24,5
derajat Celcius. Dalam setahun rata-rata curah hujan adalah 1.900 mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan.
Musim kemarau dan musim penghujan sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan dengan curah hujan terbesar,
sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena puncak-puncak salju abadinya, antara
lain: Puncak Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m) dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini amat menarik
wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis.
Lereng pegunungan yang terjal dan lembah sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini. Cekungan lembah
sungai yang cukup luas terdapat hanya di Lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur (Wamena). Vegetasi alam hutan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
29
tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada hutan iklim sedang berkembang cepat di lembah ini. Ekosistem hutan
pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara 2.000–2.500 m di atas permukaan laut.
Sumber: Jayawijaya dalam Angka, Tahun 2013
2.2.6 Tipe Hutan dan Potensi Flora-Fauna
a. Tipe Hutan dan Penyebarannya
Secara umum kawasan hutan di pegunungan tengah (Jayawijaya) membentuk tipe ekosistem pegunungan Kawasan
pegunungan merupakan bagian penting dari tipologi ekosistem daratan . Letaknya di bagian hulu daerah aliran sungai
(DAS) dengan berbagai ragam ketinggian dari 600 hingga lebih dari 4000 meter dpl. Vegetasi pegunungan terdiri dari hutan
pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, hutan Notofagus, hutan sub alpin bawah, hutan sub-alpin atas. Penyebaran
hutan hujan tropis mengikuti garis khatulistiwa pada 10 º Lintang Utara dan 10 º Lintang Selatan.Hutan hujan tropis adalah
istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang mempunyai ciri- ciri yang sama dalam susunan jenis dan
perkembangannya.
Ciri–ciri ini terbentuk oleh faktor- faktor ekologi tertentu, misalnya kondisi tanah yang spesifik, seperti
terbentuknya hutan kerangas di Kalimantan atau kondisi iklim yang spesifik seperi terbentuknya hutan savana Bekol di TN
Baluran (Jawa Timur). Tipe hutan diberi nama menurut satu atau lebih jenis pohon dominat seperti yang dilakukan di
Amerika Serikat). Berdasarkan peneltian vegetasi yang terinci, Paijmans (1976) di PNG menemukan 59 tipe vegetasi,
dipegunungan diluar zona alpin, Hope dkk (1976) dalam penelitiannya yang intensif didaerah Puncak Jaya (Papua)
menemukan 23 kelompok vegetasi hutan.mulai dari 3.000 meter dari permukaan laut (dpl) sampai zona alpin (4. 700m) dpl.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
30
Menurut Petocz R. (1987) dalam Whitmore , 1966, Brass, 1964) dalam Paijmans, 1976) vegetasi pegunungan pada
zone pegunungan bawah (1.000 m – 3. 000 m) dpl terdapat jenis – jenis Castanopsis spp (paling menonjol), Notophagus
spp, Podocarpus sp, Dacrycarpus sp, Dacrydium sp, dan Papuacedrus Pada zone pegunungan atas (di atas 3.000 m dpl)
terdapat jenis cemara yang ditutupi oleh lumut, jenis paku tiang (Chyathea spp), savana, gambut, dan padang rumput.
Tanaman pada padang terbuka sebagian besar jenis Rhododendron dan Vaccinium, juga ada jenis perdu –Coprosma,
Rapanea, dan Saurauia, menyusul membentuk batas garis pepohonan.dalam hutan sub –alpin.
Pada zone alpin (di atas 4.000 m dpl) bersifat peralihan kira-kira 200 m vegetasi kelompok perdu rendah dan paang
rumput semak - Deschampsia sudah tidak nampak lagi diganti oleh rumput- rumputan yang lebih rendah, padang terbuka
dan tundra. Kelompok vegetasi (tumbuhan) yang ada terdiri dari Ranumculus, Potentilla, Gentiana, Epilobium serta
macam-macam lumut dan lumut kerak, rumput-rumputan (Poa dan Deschampsia). Daerah paling tinggi dari zone ini
tertutup oleh salju dan padang es.
Tipe hutan Untuk Indonesia, cara yang lebih lazim digunakan ialah pembagian berdasarkan formasi hutan , yaitu
suatu kelompok vegetasi yang mempunyai bentuk hidup (life form) yang sama. Botaniwan Van Steenis, membagi formasi
hutan atas dasar kelompok vegetasi yang mempunyai bentuk hidup ( life form ) yang sama menjadi 15 formasi :
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
31
Hutan hujan tropika selalu hijau dataran rendah,
Hutan hujan tropka pegunungan rendah
Hutan hujan tropika pegunungan tinggi
Hutan hujan tropika sub alpin
Hutan kerangas
Hutan pada batuan ultra basa
Vegetasi pantai
Hutan bakau
Hutan payau
Hutan rawa gambut
Hutan rawa air tawar
Hutan rawa musiman
Hutan hujan tropika semi selalu hijau
Hutan luruh daun tropika lembab
b. Potensi Flora
Kawassan Hutan KPHL Unit XLII Jayawiya merupakan tipe hutan hujan tropika pegunungan dan hutan hujan sub
alpin, sehingga potensi flora dan potensi tegakan dalam wilayah KPHL unit XLII Jayawijaya tentunya tidak sama dengan
jenis-jenis flora yang banyak terdapat di dataran rendah atau di pesisir pantai. Potensi tegakan berdasarkan hasil survey
BPKH Wilayah X Jayapura (2015) dengan pengelompokan survey sebanyak 18 plot, terbagi dalam 6 regu survey, jarak
antara plot 675 meter timber cruising diameter (≥ 20 cm up), pada berbagai kelas tutupan hutan, diketahui bahwa volume
tegakan berkisar Antara 62,38 m3
/ ha – 299,10 m3
/ha dengan nilai rata-rata 180, 74 m3
/ Ha.
Lokasi inventarisasi biofisik di kawasan KPHL Unit XLII dilakukan di beberapa kabupaten yang berada dalam KPHL
Jayawijaya. Regu I di kampung Holima Atas, distrik Walaik kabupaten Jayawijaya. Regu II di kampung Gembilangi ,
distrik Makki, kabupaten Lanny Jaya. Regu III di kampung Gamela, distrik Gamelia, kabupaten Lanny Jaya. Regu IV di
kampung Salemo, distrk Gamelia, kabupaten Lanny Jaya. Regu V di kampung Timoneri, distrk Wugi, kabupaten Tolikara.
Hasil survey biofisik potensi tegakan pada berbagai kelas tutupan hutan di wilayah KPHL XLII Jayawijaya dapat
dilihat pada table 2.8. di bawah ini :
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
32
Tabel 2. 8. Potensi tegakan pada berbagai koordinat peta KPHL Unit XLII
Potensi flora bedasarkan hasil inventarsasi biofisik team lapangan, secara keseluruhan di kawasan KPHL Unit XLII
Jayawijaya pada tingkat permuaan dan pohon dapat diketahui bahwa untuk jenis komersil dan non komersil kelas diameter
20-49 cm potensi per hektar mencapai 71,56 m3/ha, sedangkan kelas diameter 50 cm keatas memiliki volume 47,46 m
3/Ha.
Bila dihitung masing-masing jenis maka kayu komersil memiliki volume 1, 31 m3/ha dan kayu non komersil 1,02 m
3/ha
(Baplan, 2003). Sedangkan inventarisasi potensi hasil hutan yang dilakukan oleh Team lapangan BPKH (2015) di KPHL
Unit XLII Jayawijaya bersama masyarakat pada kawasan hutan di Kampung–kampung pada Kabupaten Jayawijaya,
Lanny Jaya dan Tolikara pada KPHL Jaywijaya diketahui pohon besar dan pohon kecil yang dikategorikan sebagai
vegetasi tingkat pohon dan permudaan (tingkat semai, pancang dan tiang) Secara keseluruhan hasil inventarisasi diketahui
Pelaksana
Plot Regu.1 Regu.II Regu.3 Regu.4 Regu.5 Regu.6
I
Koordinat E = 258883 E = 239266 E = 231846 E = 3234877 E = 227549 E = 224975
N = 9542832, N :9561678 N = 9570599 N 99568239 N = 9579716 N = 9583673
Volume
(M3 )
33.51 29,98 93,172 89,126 55,353 34,197
68 phn 54 phn 182 phn 111 phn 124 phn 69 phn
II
Koordinat E239271, E = 239271 E = 231042 E = 234150 phn E = 228259 E = 224973
N 9560954 N = 9560954 N = 9570560 N = 9568159 N = 9579718 N = 99584413
Volume
(M3 )
18.28 34,40 112,04 89,848 73, 88 66,321
32 phn 69 phn 121 phn 105 phn 125 phn 156 phn
III
Koordinat E: 238548 E = 238896 E = 230957 E = 233426 E = 228969 E = 224983
N : 956099 N=9560959 N=9569801 N=9568154 N=9579720 N=9584413
Volume
(M3 )
26.38 41,76 102,798 241 63, 69 57, 57
57 phn 79 phn 123 phn 329 phn 113 phn 150 phn
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
33
volemen pohon besar (diameter 20 cm – lebih dari 60 cm) volume rata-rata – 3, 21 m3
per hektar. Jenis pohon dominan :
weramo/kelapa hutan, sin, ki, sage, pohon bilia, pohon gi, pohon nggap, pohon gubu, pohon kale. Untuk tingkat permudaan
semai, jeis dominan pohon nggap, pohon kale, pohon gubu, pohon naweadan pohon lo. Untuk permudaan tingkat pancang
jenis dominan adalah : Pohon kale, pohon bgubu, pohon pohon nggap, pohon . Sedangkan unuk permudaan tingkat tiang
jenis- jenis yang mendominasi adalah : pohon nggap, pohon kale, phon lo, pohon nawea.
Hasil analisa vegetasi menunjukan, bahwa jenis-jenis yang mendominai vegetasi tingkat pohon juga mendominasi
permudaan pada tingkat semai, pancang dan tiang. Kondisi penyebaran vegetai ini adalah sangat baik untuk kelangsungan
usaha produksi pemanfaatan kayu. Potensi hutan pada blok sesuai fungsi hutan hasil analisis citra satelit BPKH Wilayah X
Jayapuea ( 2015) , tegakan hutan sebaran diameter 30 cm – 60 cm ke atas, dapat dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini.
Tabel 2.7. Potensi tegakan hutan pada KPHL Unit XLII
Blok Sum of
V30_UP_1
Sum of
V40_UP_1
Sum of
V50_UP_1
Sum of
V60_UP
HL-Inti 15418,7 12742,62 9967,76 7762,26
HL-Pemanfaatan 2395,5 1974,06 1536,48 1193,38
HP-Pemanfaatan HHK-HA 674,9 537,9 393,8 295,7
HP-Pemberdayaan 542,88 450,36 354,6 277,08
HP-Perlindungan 1176,24 975,78 768,3 600,34
HP-Wilayah Tertentu 1628,64 1351,08 1063,8 831,24
Grand Total 21836,86 18031,8 14084,74 10960
Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terdapat di kawasan hutan KPHL Jayawijaya, antara lain: rotan,
gaharu, kulit masohi, bambu, tanaman penghasil minyak kayu putih dan budidaya tanaman Agathis labillardierii. Potensi
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
34
jasa lingkungan dan ekowisata juga ditargetkan akan dikelola di kawasan hutan KPHL Jayawijaya. Waktu pelaksanaan
kegiatan ini ditargetkan 10 tahun mendatang sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Unit XLII
Jayawijaya.
c. Potensi Fauna
Potensi fauna di kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya belum diketahui secara pasti /belum ada data penelitian,
namun jenis -jenis fauna yang dapat diduga dapat dijumpai pada ekosistem hutan pegunungan bawah dan pegunungan atas,
juga sub alpin seperti kawasan KPHL Jayawijaya berada pada ketinggian di atas 600 meter diatas permukaan laut (dpl).
Gambar 2.5 Jenis Fauna
Untuk mengetahui jenis - jenis fauna dihutan datarn tinggi dan pegunungan telah ada hasil penelitian atau survey oleh
Petocz R (1987) dalam buku Konservai Alam dan Pembangunan di Irian Jaya mencatatat jenis- jenis fauna dan
penyebarannya. Beberapa jenis fauna yang kemungkinan bisa ditemukan di KPHL Unit XLII dapat dilihat pada tabel 2. 9 di
bawah ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
35
Tabel 2.9 Penyebaran jenis-jenis fauna di hutan pegunungan tenganh Papua.
STATUS FAMILI JENIS NAMA LOKAL PENYEBARAN
Tacyanglosidae Zagossus bruijni Landak moncong panjang 1.000-4.150
Dasyuridae Antechinus naso Tikus berkantong, hidung panjang 1.000 – 2.800
Anchinus wilhelmina Tikus berkantong kecil 1.200 – 3.500
Neophascogala lorentz Tikus berkantong cakar panjang 1.500 – 3.450
Microperoryctes murina Bandikut tikus 2.000 – 2.500
Phalangeridae Phalanger vestitus Kuskus rambut sutera 900 = 3.800
Phalanger maculatus Kuskus bertotol 0 – 1.500
Buramyidae Cercatetus caudatus Oposum kerdil 700 – 4.000
Petauridae Dactylopsila trivirgata Opposum bergaris 0- 2.300
Dactylopsila palpator Oposum jari panjang 1.200-2.800
Pseudocheirus corrinae Kuskus ekor kait 900-2.700
Pseudocheirus albertisi Kuskus ekor kait albertis 600-2.000
Pseudocheirus cupreus Kuskus ekor kait tembaga 1.300-4.000
Pseudocheirus caroli Kuskus kait pegunungan 30-2.000
Macropodidae Dendrolagus dorianus Kanguru pohon semawa 1.000-4.000
Dendrolagus goodfellowi Kanguru pohon hias 1.000-3.300
Dendrolagus innstus Kanguru phon coklat 50-2.000
Dorcopsis vanheurni Walabi kecl 800-4.000
Thilogale christenson Walabi kaki merah 2.700-4.00
Cz R (1987) Canidae Sus scrofa Babi hutan
Pteuropodidae Dobosonia minor Kalong minor 600
Sumber .Petocz R (1987) dalam Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
36
d. Keberadaan Flora dan Fauna Langka
Flora
Keberadaan flora dan fauna langka sangat erat hubungannya dengan spesies yang dilindungi dan keendemikan jenis.
Jenis tumbuhan endemik (endemic plant species) ini sangat berhubungan dengan daerah penyebaran jenis tumbuhan. Bila
dikatakan endemik daerah pegunungan tengah Papua (Jayawijaya), maka jenis tersebut hanya ada dan terdapat di daerah
pegunungan tengah Papua (Jayawijaya saja) jenis tersebut tidak akan dijumpai di mana pun di dunia. Sifat atau katagori
keendemikan ini sangat penting untuk upaya pelestarian dan pengelolaannya di masa depan.
Terdapat satu spesis dari jenis anggrek Dendrobium schulleri (Orchidaceae) yang sangat khas dan endemik di
pegunungan tengah. Sementara jenis lainnya adalah jenis palem Hydriastele dransfieldii (Hambali et.al.) W.J.Baker & Loo
dan Hydriastele biakensis W.J.Baker & Heatubun (Arecaceae) yang merupakan jenis endemik untuk pegunungan tengah di
Papua
Fauna
Mambruk Victoria atau dalam nama ilmiahnya Goura victoria adalah sejenis burung yang terdapat di dalam suku
burung Columbidae. Mambruk Victoria adalah salah satu dari tiga burung dara mahkota dan merupakan spesies terbesar di
antara jenis-jenis burung merpati. Burung Mambruk Victoria berukuran besar, dengan panjang mencapai 74 cm, dan
memiliki bulu berwarna biru keabu-abuan, jambul seperti kipas dengan ujung putih, dada merah marun keunguan, paruh
abu-abu, kaki merah kusam, dan garis tebal berwarna abu-abu di sayap dan ujung ekornya. Di sekitar mata terdapat topeng
hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung jantan dan betina serupa. Populasi Mambruk Victoria tersebar di hutan
dataran rendah, hutan sagu dan hutan rawa di bagian utara pulau Papua, yang juga termasuk daerah kabupaten Mamberao
Tengah.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
37
Burung Mambruk Victoria bersarang di atas dahan pohon. Sarangnya terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan.
Burung betina biasanya menetaskan sebutir telur berwarna putih. Mambruk Victoria adalah spesies terestrial. Burung ini
mencari makan di atas permukaan tanah. Spesies ini sudah jarang ditemui di daerah dekat populasi manusia. Mambruk
Victoria dievaluasikan sebagai rentan di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II. Terdapat
sebagian satwa di Papua yang termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi maupun terancam punah berdasarkan perundang
undangan di Indonesia maupun daftar yang dikeluarkan oleh IUCN dan CITES. Sementara itu, Beehler, Pratt &
Zimmerman (2001) juga mengelompokan kelompok unggas di Papua kedalam beberapa status persebaran seperti Endemik
Papua (EP), Selengkapnya mengenai unggas atau burung Di Pulau Papuar yang termasuk dalam daftar satwa yang di
lindungi dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Jenis Unggas Pulau Numfor dan Status Konservasinya.
FAMILI NAMA SPESIES NAMA UMUM FREKUNSI
STATUS
KONSERVASI STATUS
SEBARAN IUCN CITES UU
Alcedinidae Tanysiptera carolinae Cekakak-pita numfor Banyak
EPN
Dicruridae Dicrurus hottentottus Srigunting lencana Banyak
EP
Rhipiduridae Rhipidura leucphrys Kipasan kebun Banyak
Strunidae Aplonis cantoroides Perling kicau Banyak
Motacilidae Motacillia cinerea Kicuit batu Sedikit
Bucerotidae Rhyticeros plicatus Julang Papua Sedang
AB EP
Psittacidae Eos cyanogenia Nuri sayap hitam Banyak
EPTC
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
38
Psittacidae Eclectus roratus Nuri bayan Banyak II AB
Psittacidae Cacatua galerita Kakatua koki Sedikit II ABC EP
Columbidae Ducula myristicivora Pergam rempah Sedang
Columbidae Ducula pinon Pergam pinin Banyak
Columbidae Ptilinopus rivolia Walik dada putih Sedikit
Accipitridae Haliastur indus Elang Bondol Sedang
Accipitridae
Accipiter
novaehollandiae
Elang alap mantel
hitam Sedikit
Megapodiidae Megapodius freycinet Gosong Kelam Banyak
Sumber : Laporan Taman Kehati (, 2013)
2.2.7 Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Paradigma baru dalam pengelolaan hutan saat ini telah membuka peluang bagi pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang
selama ini masih terabaikan. Hal ini mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan yang semula merupakan barang tak
bernilai (non-marketable goods) bergeser ke barang bernilai (marketable goods). Tetapi perubahan paradigma tersebut harus
diikuti oleh upaya perencanaan yang komprehensif, agar pemanfaatan jasa lingkungan tetap berada di dalam koridor pengelolaan
hutan yang berkelanjutan.
Terdapat empat jenis jasa lingkungan hutan yang masuk mekanisme pasar di tingkat regional, nasional maupun
internasional yaitu:
1. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai pengatur tata air (jasa lingkungan air);
2. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai perlindungan keanekaragaman hayati;
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
39
3. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon;
4. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyedia keindahan bentang alam (pariwisata alam).
Obyek wisata dalam kawasan KPHL Jayawijaya tersebar pada beberapa RPH, yakni RPH dalam blok hutan lindung (HL-
Pemanfaatan) pada kabupaten yang wilayahnya sebagian masuk dalam KPHL Unit XLII Jayawijaya. Aktivitas pariwisata di
kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya masih didominasi oleh wisata alam berupa keindahan panorama alam.
2.3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
2.3.1. Sejarah perkembangan kabupaten Jayawijaya
Sejarah Kabupaten Jayawijaya sangat berhubungan erat dengan sejarah perkembangan gereja di wilayah ini, karena daerah
ini adalah daerah terisolasi dari dunia luar, tetapi sejak tahun 1950-an misionaris mulai berdatangan dan mulai melakukan
penginjilan di daerah ini. Lembah Baliem ditemukan secara tidak sengaja, ketika Richard Archbold, ketua tim ekspedisi yang
disponsori oleh American Museum of Natural History melihat adanya lembah hijau luas dari kaca jendela pesawat pada
tanggal 23 Juni1938. Penglihatan tidak sengaja ini adalah awal dari terbukanya isolasi Lembah Baliem dari dunia luar. Tim
ekspedisi yang sama di bawah pimpinan Kapten Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau Habema. Dari sana mereka
berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ibele dan mereka mendirikan basecamp di Lembah Baliem.
Pada tanggal 20 April 1954, sejumlah missionaris dari Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Dr. Myron Bromley, tiba di
Lembah Baliem. Tim misionaris ini menggunakan pesawat kecil yang mendarat di Sungai Baliem, tepatnya di Desa Minimo
dengan tugas utama memperkenalkan agama Nasrani ke Orang Dani di Lembah Baliem. Stasiun Misionaris Pertama didirikan di
Hitigima. Selama 7 (tujuh) bulan mereka mendirikan landasan pesawat terbang pertama. Beberapa waktu kemudian misionaris
menemukan sebuah areal yang ideal untuk dijadikan landasan pendaratan pesawat udara. Areal landasan pesawat terbang itu
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
40
terletak berbatasan dengan daerah Suku Mukoko dan di areal inilah mulai dibangun landasan terbang yang kemudian berkembang
menjadi landasan terbang Wamena saat ini.
Pada tahun 1958 Pemerintah Belanda mulai kekuasaannya di Lembah Baliem, dengan mendirikan pos pemerintahannya di
sekitar areal landasan terbang, namun kehadiran Belanda di Lembah Baliem tidak lama, karena melalui proses panjang diawali
dengan ditandatanganinya dokumen Pepera pada tahun 1969, Irian Barat kembali kePemerintah Republik Indonesia, sehingga
Pemerintah Belanda segera meninggalkan Irian Barat (Papua). Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian
Barat. Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, Kabupaten Jayawijaya terletak pada garis meridian 137°12'-141°00' Bujur
Timur dan 3°2'-5°12' Lintang Selatan yang memiliki daratan seluas 52.916 km², merupakan satu-satunya Kabupaten di Provinsi
Papua pada saat itu) yang wilayahnya tidak bersentuhan dengan bibir pantai.
Mengingat luasnya wilayah ini, Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah
Kabupaten Jayawijaya mulai mengupayakan pemekaran wilayah. Dimulai dengan pemekaran desa, pemekaran kecamatan dan
pemekaran kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan diberlakukannya Otonomi Khusus di Papua,
maka khusus di Provinsi Papua (dan kemudian juga di Provinsi Papua Barat), istilahkecamatan diganti
menjadi distrik dan desa menjadi kampung.
Pemekaran Kabupaten dilakukan mulai tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 dengan membentuk tiga
kabupaten baru yaitu Kabupaten Tolikara dengan ibu kota Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintangdengan ibu kota Oksibil
dan Kabupaten Yahukimo dengan ibu kota Dekai. Sementara Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk tetap beribu kota di
Wamena di Lembah Balim. Pemekaran kabupaten kedua adalah pada tahun 2008, yaitu pemekaran dari wilayah Kabupaten
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
41
Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama. Dimekarkan empat kabupaten baru yang diresmikan oleh
Menteri Dalam Negeri RI pada tanggal 12 Juni 2008 di Wamena. Keempat kabupaten yang baru dimekarkan itu masing-masing
berdasarkan:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Mamberamo Tengah dengan ibu kota Kobakma,
meliputi Distrik Kobakma, Kelila, Eragayam, Megambilis dan Ilugwa. Batas-batas wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah
adalah sebelah utara berbatasan dengan Distrik Membramo Hulu (Kabupaten Mamberamo Raya). Sebelah timur berbatasan
dengan Distrik Elelim dan Abenaho (Kabupaten Yalimo). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Wolo dan Bolakme
Kabupaten Jayawijaya, sebelah barat berbatasan dengan Distrik Bokondini dan Kembu (Kabupaten Tolikara).
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Yalimo, dengan ibu kota Elelim, meliputi Distrik
Elelim, Apalapsili, Abenaho, Benawa dan Welarek. Dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan kabupaten
Mamberamo Raya, Sebelah timur dengan kabupaten Pegunungan Bintang Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik
Walelagama dan Kurulu (Kabupaten Jayawijaya), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Kobakma dan Megambilis
(Kabupaten Mamberamo Tengah).
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Lanny Jaya, dengan ibu kota Tiom, meliputi Distrik
Tiom, Pirime, Makki, Gamelia, Dimba, Melagineri, Balingga, Tiomneri, Kuyawage dan Poga. Dengan batas-batas wilayah:
sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kanggime, Karubaga dan Goyage (Kabupaten Tolikara) serta Distrik Kelila
(Kabupaten Mamberamo Tengah). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Assologaima (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah
selatan berbatasan dengan Distrik Mbua, Yigi, Mugi, Mapenduma dan Geselama (Kabupaten Nduga), sebelah barat
berbatasan dengan Distrik Ilaga (Kabupaten Puncak) dan Distrik Ilu (Kabupaten Puncak Jaya).
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
42
4. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang pemekaran wilayahKabupaten Nduga. Dengan ibu kota Kenyam. Meliputi
Distrik Kenyam, Mapenduma, Yigi, Wosak, Geselma, Mugi, Mbua dan Gearek. Batas wilayah Nduga meliputi sebelah
utara berbatasan dengan Distrik Kuyawage, Balingga, Pirime dan Makki (Kabupaten Lanny Jaya). Sebelah timur berbatasan
dengan Distrik Pelebaga dan Wamena (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Sawaerma
(Kabupaten Asmat), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Jila (Kabupaten Mimika).
5. Daerah yang akan dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya adalah membentuk satu kota/kotamadya yaitu Kota Lembah
Baliem
2.3.2. Keadaan Sosial Ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat Jayawijaya adalah bertani, dengan sistem pertanian tradisional. Makanan pokok
masyarakat asli Jayawijaya adalah ubi jalar, keladi dan jagung sehingga pada areal pertanian mereka dipenuhi dengan jenis
tanaman makanan pokok ini. Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berusaha memperkenalkan jenis tanaman lainnya seperti berbagai
jenis sayuran (kol, sawi, wortel, buncis, kentang, bunga kol, daun bawang dan sebagainya) yang kini berkembang sebagai barang
dagangan yang dikirim ke luar daerah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lembah Baliem adalah areal luas yang sangat
subur sehingga cocok untuk berbagai jenis komoditi pertanian yang dikembangkan tanpa pupuk kimia. Padi sawah juga mulai
berkembang di daerah ini kerena penduduk Dani sudah mengenal cara bertani padi sawah. Begitupun komoditas perkebunan
lainnya kini dikembangkan adalah kopi Arabika.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
43
2.3.3 Transportasi
Transportasi Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini masih mengandalkan perhubungan udara, trayek komersil Wamena-
Jayapura yang (pada tahun 2011) dilayani oleh dua maskapai penerbangan yaitu Trigana dan Nusantara Air Charter. Dahulu
trayek ini pernah dilayani oleh antara lain oleh Merpati Nusantara, Manunggal Air, dan Aviastar. Trayek Wamena-Biak maupun
Wamena-Merauke biasanya dilayani oleh penerbangan TNI AURI dengan pesawat Hercules C130 nya. Semua jenis barang, baik
barang kebutuhan pokok masyarakat, bahan bangunan seperti semen, besi beton, kendaraan seperti mobil, truk, bus hingga alat
berat seperti buldozer maupun excavator serta kebutuhan bahan bakar minyak (bensin dan solar) diangkut ke Wamena
menggunakan pesawat terbang. Sedangkan transportasi darat yang menghubungkan Wamena dengan empat puluh distrik (hasil
pemekaran distrik tahun 2011) di kabupaten Jayawijaya, sudah dapat dijangkau dengan kendaraan beroda empat atau setidaknya
dengan kendaraan roda dua. Jalan darat menghubungkan Wamena dengan ibu kota kabupaten hasil pemekaran yaitu ke Tiom
(kabupaten Kabupaten Lanny Jaya), Karubaga (Kabupaten Tolikara), Elelim (Kabupaten Yalimo). Jalan darat hingga ke Distrik
Kurima di Kabupaten Yahukimo juga sudah ada, namun kendala longsor yang selalu terjadi di Sungai Yetni membuat bagian
jalan ini tidak selalu dapat dilalui dengan kendaraat beroda empat. Sebuah ruas jalan yang diharapkan dapat menghubungkan
Wamena dengan Kenyam (Kabupaten Nduga) sedang dibangun, namun karena jalan ini melintas dalam kawasan Taman Nasional
Lorentz, untuk sementara pembangunan jalan ini sedang ditunda menunggu kajian lebih lanjut.
2.3.4. Demografi (Kependudukan) dan Budaya
Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai "Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi orang Dani sangat
rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai
anak lebih daripada dua yang menyebabkan rendahnya populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang pada ibu selama
masih ada anak yang masih disusui, membuat jarak kelahiran menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka,
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
44
mendorong terjadinya poligami. Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang kaya, mempunyai banyak babi. Babi merupakan
mas kawin utama yang diberikan laki-laki kepada keluarga wanita. Selain juga menjadi alat pembayaran denda terhadap berbagai
jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat besar babi tidak pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama.
Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok
menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi suku masing-masing. Pada saat sekarang ini penduduk Jayawijaya sudah heterogen
yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial, budaya dan agama yang berbeda namun hidup
berbaur dan saling menghormati. Kabupaten Jayawijaya terbagi ke dalam 19 Distrik dan 188 Kampung dengan jumlah penduduk
berdasarkan data tahun 2012 adalah 134.917 jiwa dimana sebaran jiwa yang paling.
2.3.5. Angka Ketergantungan Penduduk (AKP)
Pengelompokkan penduduk menurut umur sangat penting guna mengetahui seberapa besar dari penduduk yang masih
tergolong usia produktif dan usia non produktif. Proporsi antara usia produktif dan non produktif dapat mencerminkan angka
ketergantungan penduduk. Komposisi penduduk menurut umur di Kabupaten Jayawijaya disajikan pada Gambar 2.6.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
45
48598
80915
5404
0 20000 40000 60000 80000 100000
0-14
15-59
60 up
Sebaran Penduduk Menurut Umur
Sebaran Penduduk Menurut Umur
Tahun
Gambar 2.6 Angka Ketergantungan Penduduk di Kabupaten Jayawijaya
Struktur penduduk di Kabupaten Jayawijaya didominasi oleh penduduk usia sedang (15-59 tahun) yaitu sebesar 80,91%
diikuti oleh penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 48,59% dan penduduk usia tua (60 ke atas) sebesar 5,40%. Dalam kurun
waktu 5-10 tahun ke depan, populasi usia produktif akan meningkat sangat signifikan karena bergesernya usia muda saat ini.
Dengan demikian, harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan penduduk untuk pembangunan. Keberadaan angkatan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
46
kerja dengan level tersebut di atas dapat dikatakan memadai dimana hal ini ditunjang oleh sarana prasarana pendidikan yang
baik.. Untuk melihat lebih jauh, berikut disajikan data sarana prasarana pendidikan (Gambar 2.7).
Gambar. 13 Sarana Prasarana Pendidikan di Kabupaten Jayawijaya
19
162
50
17 6 12
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
TK SD SMP SMU STM PT
Jumlah Fasilitas Pendidikan
Jumlah Fasilitas Pendidikan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
47
2.3.6. Tipologi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Jayawijaya
Tipologi kehidupan masyarakat Jayawijaya baik di dalam maupun di sekitar hutan sangat dipengaruhi oleh hubungan
ketergantungan masyarakat terhadap hutan serta hak dan tanggungjawab yang dimiliki. Masyarakat adat di Kabupaten
Jayawijaya yang mendiami wilayah pegunungan tengah secara umum dibagi dalam dua kelompok yaitu :
a. Para Petani sekitar hutan (forest farmers) yaitu penduduk di dalam dan sekitar hutan yang hidup menetap dalam suatu
kampung (termasuk kampung tua yang dibentuk oleh orang-orang tua) dengan mata pencaharian utama sebagai petani
tradisional. Selain sebagai petani ada juga yang hidup dari kerajinan/tukang dan berdagang skala mikro dan sebagai
pemburu satwa liar. Masyarakat ini masih sangat erat hubungannya dengan hutan, tetapi juga tergantung dari sumber-
sumber lainnya. Hasil yang diambil diperoleh dari hutan dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif semata (subsisten) atau
dijual pada pasar lokal. Selain hasil hutan, tipe masyarakat ini juga memanfaatkan sumberdaya hutan dan sungai dalam
memenuhi kebutuhan protein hewani dengan alat tangkap yang sederhana sampai semi modern. Hasil yang diperoleh
dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif dan sebagian dijual untuk menambah penerimaan keluarga. Dari sisi adat
sangat kuat memegang adat dan kebudayaan tradisional serta mempertahankan diri dalam kelompok komunal.
b. Pemburu (Hunters) dan Peramu (Gatheres) hasil hutan. Kelompok masyarakat ini sering diistilahkan juga sebagai penghuni
hutan (Forest dwellers) (von Maydell, 1998; Mc Dermott, 1989). Secara umum hasil yang diperoleh lebih banyak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Kelompok ini dapat dikatakan sebagai “komponen alami” dari
ekosistem hutan karena sudah turun temurun tinggal di dalam hutan. Interkasi terhadap lingkungan sifatnya marjinal,
dikarenakan populasi dan kebutuhannya masih terbatas. Dari sisi adat sangat kuat memegang adat dan kepercayaan
tradisional serta mempertahankan diri dalam kelompok komunal. Masyarakat suku Dani dalam kehidupan kesehariannya
terlibat dengan 2 kondisi ekosistem, yaitu keterikatan dengan tanah dalam kegiatan pertanian dan hutan dalam kegiatan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
48
berburu. Keterikatan pada kedua ekosistem ini telah membentuk pengalamam-pengalaman sosial maupun budaya dan
menuangkan dalam berbagai peraturan-peraturan adat yang mengikat untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam
tersebut.
2.3.7. Hak Kepemilikan dan Pola Pemanfaatan Hutan
Hak Kepemilikan (Property right)
Hak, bukanlah satu jenis, melainkan beberapa jenis (bundle of rights). Setidaknya dalam kalangan masyarakat adat
Jayawijaya terdapat hak memanfaatkan, hak menentukan bentuk manajemen, hak mengundang pihak lain untuk ikut
memanfaatkan dan hak untuk mengubah fungsi. Konsep hak kepemilikan memiliki implikasi terhadap konsep hak (right) dan
kewajiban (obligation) yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota
masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya hutan. Kepemilikan tanah merupakan milik bersama (komunal),
namun didalam pengambilan hasil atas tanah adat tersebut dibagi-bagi untuk masing-masing anggota keret sehingga tidak terjadi
saling rampas pengelolaan sumber daya alam. Penandaan batasan tanah yang telah dijadikan lahan antar keret tersebut biasanya
ditandai dengan batasan alam seperti batu, pohon dan sungai.
Pemindahan dan penyerahan hak tanah adat dan hutan dari keret yang satu kepada keret yang lain masih dapat
dimungkinkan namun memiliki peluang yang sangat kecil, karena pandangan masing-masing keret yang menilai hutan dan lahan
sebagai anugerah yang harus dijaga dan dikelola. Masyarakat Jayawijaya sebagian besar memanfaatkan sumberdaya hutan
sebagai peramu dan pemburu. Mansoben (2002) membagi hak kepemilikan dan penguasaan wilayah adat pada masyarakat
Papua dalam 3 kelompok yaitu hak komunal berdasarkan gabungan klen, hak komunal menurut klen dan hak individual. Hak
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
49
kepemilikan lahan yang dimaksud merupakan hak kepemilikan untuk semua sumberdaya baik tanah maupun tumbuhan yang
berada di atasnya yang dimiliki pemilik lahan.
Tabel 2.11. Efisiensi Kepemilikan Atas Sumberdaya lahan/tanah dan Sumberdaya Alam di Kabupaten Jayawijaya
Keterangan : √ = boleh x = tidak boleh
Pemilik (owner) memiliki hak penuh atas lahan yang dimilikinya sehingga disimpulkan bahwa efisiensi hak kepemilikan
lahan untuk pemilik (owner) adalah adalah efisien. Hal tersebut disebabkan karena hak kepemilikan lahan yang dimiliki
masyarakat merupakan hak turun temurun sehingga pemilik (owner) dapat melakukan apapun di lahan yang dimilikinya. Hak
memasuki dan memanfaatkan diberikan kepada pemilik terikat (Proprietor) ketika proprietor memiliki hubungan dengan pemilik
seperti hubungan perkawinan. Masyarakat mengelola lahan yang dimilikinya sendiri tanpa disewakan ataupun diberikan kepada
pengguna.
Pola kepemilikan dan penguasaan lahan yang dianut oleh masyarakat merupakan sistem pewarisan. Hal ini juga sama
dengan yang berlaku dikalangan masyarakat adat yang mendiami wilayah pesisir lain di Tanah Papua. Dimana pengaturan
pemanfaatan diatur oleh kepala klen dengan anggapan bahwa sumberdaya alam yang ada merupakan milik klen yang diwariskan
STRATA HAK PEMILIK (Owner) PEMILIK TERIKAT
(Proprietor)
Memasuki dan Memanfaatkan √ √
Menentukan Bentuk Pengelolaan √ X
Menentukan Keikutsertaan/Mengeluarkan Pihak lain √ X
Dapat diperjualbelikan hak (Alienation) √ X
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
50
turun temurun pada suatu marga (klen). Hal tersebut terlihat dengan adanya pembagian tanah ulayat per marga sehingga setiap
marga memiliki suatu daerah yang merupakan hak ulayatnya. Oleh karena itu, owner memiliki hak penuh atas lahan yang
dimilikinya karena setiap marga (Klen) telah memiliki tanah ulayat masing-masing. Efisiensi hak kepemilikan sangat
menguntungkan masyarakat dalam rencana pembangunan kehutanan di Jayawijaya. Dimana tidak diperlukan pihak-pihak di luar
pemilik (owner) dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan tersebut kecuali Pemerintah. Selain itu, menjadi landasan
tumbuhnya ‘rasa memiliki” terhadap sumberdaya hutan.
Pola Pemanfaatan Hutan
Jayawijaya memiliki potensi sumberdaya lahan dan hutan yang cukup luas untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian, namun hampir seluruhnya belum dimanfatkan sebagai lahan usaha pertanian yang menjadi sumber utama pendapatan
keluarga. Belum dimanfaatkannya sumberdaya lahan hutan tersebut karena penduduk wilayah ini bukan masyarakat petani yang
orientasi usahanya untuk kepentingan bisnis (lihat tipologi masyarakat), namun masyarakat untuk kepentingan konsumtif
(subsisten). Masyarakat kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumberdaya daratan, baik sebagai petani tradisional, pemburu dan
peramu tradisional dengan alat yang sangat sederhana sampai semi modern.
Dalam pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian masyarakat di Jayawijaya sifat pertaniannya adalah pertanian menetap
dan perladangan berpindah. Kebun-kebun rakyat kebanyakan berupa kebun-kebun tua di sekitar pemukiman atau tempat tinggal
yang ditanami dengan campuran beberapa jenis tanaman. Tanaman-tanaman jangka pendek seperti ubi-ubian, palawija dan
sayuran diusahakan oleh sebagian kecil penduduk ditanam secara campuran di lahan-lahan kecil berukuran 2 × 3 m hingga 5 × 20
m dengan memanfaatkan lahan pekarangan di sekitar rumah atau lahan kosong di sekitar pemukiman di sekitar perkampungan
dan wilayah kelola milik marga atau klen. Di samping itu, penduduk juga memanfaatkan dusun-dusun sagu, baik yang tumbuh
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
51
secara alami maupun yang ditanam untuk diekstraksi menjadi tepung sebagai bahan makanan pokok (papeda). Kondisi lahan yang
kurang subur menyebabkan beberapa hasil-hasil pertanian tidak dapat berpoduksi secara optimal.
Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan
Ketergantungan masyarakat terhadap hutan berada dalam kategori rendah sampai dengan tinggi. Sebagian besar penduduk
yang hidup diwilayah pegunungan dan perbukitan maupun pinggiran hutan memiliki tingkat ketergantungan sedang sampai
tinggi. Tingkat ketergantungan ini tidak sebatas pada aspek produksi hutan dan lahan hutan, tetapi juga fungsi perlindungan dan
fungsi tata klimat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem hutan
dalam mempertahankan hidup (existence) dan peningkatan kesejahteraan (welfare). Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat
tetap berada dalam batas resiliensi sumberdaya hutan, hal ini sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat yang begitu
mempengaruhi pola pemanfaatan. Dilihat dari sisi akses ke dalam kawasan hutan tidak ada pembatasan selama berada dalam
batas-batas wilayah kelola masyarakat adat yang bersangkutan. Pola ketergantungan yang demikian memberikan gambaran
hubungan yang disebut Pola Ekstraksi (Soemarworo, 1989; Sardjono, et all 1998, Sardjono, 2004).
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
52
Tabel 2.12. Berbagai Manfaat yang diperoleh Masyarakat Jayawijaya dari SDH di Sekitarnya
FUNGSI
HUTAN
MANFAAT BAGI MASYARAKAT
LANGSUNG TIDAK LANGSUNG
Produksi
Hasil Hutan Kayu dan tururnannya (konstruksi berat,
atap/dinding, kayu bakar/arang)
Hasil Hutan Bukan Kayu (Buah-buahan, biji-bijian, sayauran,
gaharu, getah, damar, buah merah, rotan, bambu, binatang
buruan, madu
Areal untuk berkebun dan memancing
Sumber penghasilan (semi komersil dan
komersil)
Pelestarian budaya masyarakat yang
berbasis produk hutan
Lindung/Ko
nservasi
Selain hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu ada
manfaat Kesuburan tanah, tata air untuk air bersih,
perlindungan banjir dan kekeringan
Keanekaragaman hayati (Flora, Fauna, Mikro organisme)
Seperti berbagai jenis burung dan tanaman angrek serta madu
Menjamin produktivitas pertanian
masyarakat
Kesehatan dan kesejahteraan hidup
Pelestaria pengetahuan dan teknologi
tradisional a.l. budidaya, berburu
binatang, sistem pemanenan
Tata Klimat
Iklim Mikro (kesejukan, dan curah hujan lokal)
Udara bersih (Penghasil oksigen dan menyerap
karbondioksida)
Sinar matahari
Polusi udara
Kenyamanan dan kedamaian kehidupan
di kampung
Mendukung kehidupan yang sehat dan
sejahtera
Mengurangi dampak bencana alam
Lain-lain
Batas alam untuk menandakan tanah adat/pemilikan lahan
Perlindungan tempat-tempat keramat/dihormati
Mendukungan pelestarian identitas
kelembagaan lokal
Melestarikan etika konservasi dan
pergaulan hidup antar anggota
masyarakat
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
53
2.4. Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Kawasan hutan Jayawijaya pada saat ini belum memiliki izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan masih dalam skala tradisional untuk kebutuhan lokal masyarakat hukum adat yang ada di dalam atau sekitar
kawasan hutan.
2.5. Posisi KPHL Jayawijaya dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayawijaya dan Pembangunan Daerah
Dalam prespektif tata ruang Provinsi Papua, di wilayah KPHL Unit XLII Jayawijaya beberapa arah pengembangan komoditas
tertentu yang akan dikembangkan di beberapa lokasi. Harus memperhatilan kondisi atau faktor –faktor topogrfi antara lain adalah
letaknya di bagian hulu DAS dgn berbagai ragam ketinggian dari 600 hingga lebih dari 4000 meter dpl. Kawasan pegunungan sangat
menentukan stabilisasi kawasan dibawahnya, baik sebagai pemasok air dan stabilisasi lahan dan tanah dari bahaya erosi dan tanah longsor,
sebagai pemasok kebutuhan SDA lainnya, seperti : udara bersih, Sumber plasma nutfah dan bahan tambang. Disamping sebagai reservoir
air, dan stabilisator tanah, kawasan pegunungan juga memiliki bentang alam (Landscape) yang sangat berpotensi bagi wisata alam.
Kawasan pegunungan banyak diminati oleh para penjelajah alam, krn mempunyai keunikan dan kondisi alamnya sangat menantang.
Kawasan pegunungan merupakan tangki air raksasa di permukaan bumi yang sangat diperlukan bagi usaha pertanian, rekreasi, dan
pariwisata, pertanian dan pemukiman. Dalam kesatuan sistem pembangunan, pegunungan sangat penting perannya bagi penyelamatan
wilayah, jika wilayah pegunungan mengalami kehancuran, maka sangat sulit wilayah di bawahnya utk mempertahankan pembangunannya
secara berkelanjutan. Kawasan bawah yang lebih rendah dan lebih datar,merupakan pusat-pusat perencanaan dan pusat-pusat
pembangunan yang perlu mendapat perhatian untuk dilestarikan dengan cara melindungi kawasan-kawasan di atasnya,Secara rinci peran
wilayah pegunungan adalah :
Berperan penting bagi penghasil sumber air bersih yang dibutuhkan manusia, pertumbuhan industri, kegiatan pertanian dan
irigasi,sumber air utk rekreasi dan pariwisata
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
54
Berperan penting bagi pertumbuhan devisa negara dan pendapatan asli daerah (PAD)
Berperan dalam ketahanan pangan dan lapangan pekerjaan
Berperan penting bagi perlindungan dan sebagai hotspot keanekaragaman hayati (kehati)
Kerusakan di wilayah pegunungan pada umunya disebabkan oleh kebijakan pembangunan wilayah di bawahnya yang tidak
mendukung konservasi, bahkan sebaliknya berpotensi merusak
Pentingnya perlindungan dan konservasi wilayah pegunungan masih kurang dipahami oleh para pengambil kebijakan. Konservasi
wilayah pegunungan belum menjadi agenda kebijakandan politik. Akibatnya banyak wilayaah pegunungan mengalami kerusakan
dan terlantar dan menjadi salah satu penyebab terjadunya banjir dan tanah longsor yang semakin meluas dimana-mana.
Selain itu terkait dengan tugas dan fungsi pokok KPH terdapat beberapa hal yang secara langsung diatur dalam rencana tata ruang tersebut.
Kawasan lindung dan kawasan produksi yang menjadi ruang lingkup kerja KPH dapat diatur dalam RTRW Kabupaten Jayawijaya.
Kawasan lindung di Kabupaten Jayawijaya terdiri dari: kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya, kawasan suaka alam - pelestarian alam - cagar budaya, kawasan perlindungan setempat, kawasan lindung geologi,
dan kawasan lindung lainnya. Arahan kawasan lindung di Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut:
a. Kawasan Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung
merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
55
b. Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas kawasan bergambut dan kawasan
resapan air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan
pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan..
2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
Isu-isu strategis pembangunan KPHL Unit XLII Jayawijaya merupakan permasalahan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan
visi, percepatan penyelenggaraan misi dan pencapaian tujuan rencana pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya dideskripsikan
berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut :
Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT- Analisis)
Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis rencana pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya dilakukan analisis lingkungan internal dan
eksternal menggunakan instrumen analisis SWOT. Lingkungan Internal terdiri dari Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness) dan
lingkungan Ekternal terdiri dari Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat). Keempat elemen tersebut dikenal sebagai Faktor Kunci
Keberhasilan (Critical Success Factors). Berdasarkan faktor kunci keberhasilan tersebut ditetapkan Isu-Isu Strategis yang dianalisis
berdasarkan interaksi faktor-faktor internal dan ekstenal KPHL Unit XLII Jayawijaya. Hasil analisis kekuatan-kelemahan dan peluang-
ancaman KPHL Unit XLII Jayawijaya pada kondisi 2014 seperti disajikan pada Tabel 2.13.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
56
Tabel. 2.13. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Rencana Pengelolaan KPHL Jayawijaya
Faktor Internal Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W) Opportunities (O) Threats (T)
1. Potensi hasil hutan kayu, bukan
kayu dan hasil hutan ikutan lain
relatif masih tinggi
2. Organisasi KPH telah terbentuk
dan memiliki kedudukan UPTD
3. Terdapat keindahan bentang
alam dan peninggalan budaya
yang unik
4. Komitmen pemerintah daerah
relatif tinggi untuk
meningkatkan perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat
melalui pembangunan bidang
kehutanan
5. Sistem pemukiman dan
pemilikan ulayat menyebar
secara komunal
6. Kepemimpinan adat dan hak
masyarakat masih berlaku di
beberapa wilayah distrik dan
kampung
7. Sebagian besar masyarakat
menggantungkan hidup dari
bertani, meramu dan berburu
hasil hutan
8. Terdapat usaha-usaha
pemungutan tradisional hasil
hutan.
1. Peta Tata Ruang Kehutanan dan
batas kawasan hutan masya-rakat
adat belum ada
2. Kelembagaan KPHL Jayawijaya
belum efektif dan efisien
3. Sumberdaya KPHL (fasilitas dan
sumberdaya manusia) masih
terbatas
4. Data potensi hasil hutan kayu dan
bukan kayu di setiap fungsi
kawasan belum tersedia
5. Regulasi pendukung bidang
kehutanan terkait dengan per-
izinan, retribusi dan hak
masyarakat adat belum tersedia
baik pada setiap tataran
pemerintahan
6. Pemungutan hasil hutan kayu dan
hasil hutan bukan kayu oleh
masyarakat belum terorganisir
7. Kapasitas masyarakat dalam
mengelola hutan dan lahan
sangat terbatas
8. Kerjasama lembaga masyarakat
dan koordinasi program dengan
instansi terkait belum mantap,
masih sektoral
1. Kebijakan penerapan KPH pada
setiap fungsi hutan
2. Terbukanya akses masyarakat
dan kewenangan Pemda dalam
pengelolaan hutan berbasis
masyarakat adat
3. Minat investasi sektor kehutanan
tinggi
4. Kerjasama dengan pihak luar
terbuka luas untuk penelitian dan
pengembangan dalam
pengelolaan hutan dan
pemberdayaan ekonomi
masyarakat
5. Program REDD+ dilaksanakan
pada ruang KPH
1. Terdapat tumpang tindih
kewenangan antar sektor
kehutanan dan non kehutanan
2. Wilayah kelola masyarakat
hukum adat belum dilegitimasi
dan belum ada peta tata batas
kawasan hutan
3. Rendahnya pendidikan dan
taraf hidup masyarakat sekitar
kawasan
4. Kegiatan Pemanenan Kayu
Secara illegal
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
57
2.6.1 Faktor Internal
Kekuatan (Strength- S)
1. Potensi hasil hutan kayu, bukan kayu dan hasil hutan ikutan lain relatif masih tinggi
Potensi hasil hutan bukan kayu unggulan di Jayawijaya adalah buah merah, kelapa hutan, rotan, gaharu, sarang semut,
anggrek, lebah madu dan bahan anyaman/kerajinan tangan serta rempah-rempah alami khas baliem lainnya. Saat ini potensi yang
belum ada yang dikembangkan secara modern/usaha mikro terutama orang asli Papua khususnya masyarakat adat Jayawijaya
sehingga sangat dibutuhkan pendampingan dari berbagai pihak dalam mengangkat hak- hak masyarakat adat melalui potensi yang
tersedia.
2. Organisasi KPHL telah Terbentuk dan Memiliki Kedudukan Uptd pada Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya
Organisasi KPHL Unit XVII Jayawijaya telah dibentuk dan memiliki kedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
(UPTD) pada SKPD Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya berdasarkan peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Jayawijaya
Nomor 10 Tahun 2014. Pegawai negeri sipil maupun tenaga honorer yang bekerja di KPHL Jayawijaya sebanyak 8 orang dengan
jabatan 1 (satu) orang Kepala KPHL, 1orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha, 3 orang tenaga kontrak dari Kementerian Kehutanan
(SKMA), 1 orang tenaga Basarhut dan 2 orang tenaga Dinas Kehutanan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayawijaya.
3. Terdapat Keindahan Bentang Alam dan Peninggalan Budaya yang Unik
Wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya memiliki keindahan bentang alam dan peninggalan budaya serta sejarah yang
potensial untuk menjadi obyek-obyek wisata unggulan. Wilayah pengelolaan KPHL Unit XVII Jayawijaya memiliki jasa
lingkungan hutan yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam mendukung terwujudnya visi Jayawijaya yang berkualitas,
berbuya, mandiri dan sejahtera.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
58
4. Komitmen Pemerintah Daerah Tinggi untuk Meningkatkan Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat Melalui
Pembangunan Bidang Kehutanan
Komitmen pemerintah daerah Jayawijaya dalam meningkatkan perekonomian di sektor kehutanan terlihat dengan adanya
pemberian dukungan yang penuh terhadap pembentukan KPHL Unit XVII Jayawijaya sebagai KPHL Unit XVII di Indonesia,
dengan status sama sebagai suatu UPTD pada Dinas Kehutanan Kabupaten Jayawijaya. Pemerintah daerah juga memberikan
dukungan dana untuk upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kawasan hutan melalui dinas-dinas terkait dengan
pengelolaan lingkungan dan kehutanan yang berbasis pada masyarakat adat.
5. Sistem Pemukiman dan Pemilikan Ulayat Menyebar Secara Komunal
Sistem pemukiman dan pemilikan hak ulayat masyarakat adat menyebar secara komunal. Kondisi ini merupakan kekuatan
karena akan sangat memudahkan penataan sistem pengelolaan kawasan hutan baik menyangkut pemanfaatan kawasan hutan
untuk pemukiman maupun kepentingan-kepentingan lainnya. Melihat kondisi ini, pemetaan partisipatif untuk menentukan areal
kelola masyarakat adat akan menjadi lebih mudah dilakukan dan tidak menimbulkan biaya yang besar.
6. Kepemimpinan Adat dan Hak Masyarakat Masih Berlaku di beberapa Wilayah Distrik dan Kampung
Struktur sosial masyarakat Jayawijaya telah menunjukan adanya tingkatan atau lapisan sosial masyarakat, yaitu
hesek/tugure, aierek dan agoromi. Hesek adalah penguasa/pimpinan tertinggi dalam suatu wilayah adat yang membawahi
beberapa pilai/honai adat dimana wilayah tersebut direbut melalui perang suku dan saling diakui dengan wilayah lain yang sangat
kuathingga saat ini sehingga memiliki hak kepemilikan yang kuat. Lapisan kedua adalah kelompok yang memang dari leluhur
yang menguasai meneruskan warisan tersebut berdasarkan wilayah kekuasan berkebun atau berburu. Sedangkan budak-budak
adalah keturunan dari orang-orang yang di tangkap dalam peperangan atau kelas minoritas dalam pandangan adat. Lapisan sosial
seperti ini pada beberapa kampung masih terlihat jelas, namun sebagian besar telah mengalami akulturasi sehingga tidak nampak
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
59
adanya pelapisan tersebut. Dengan adanya lapisan sosial ini maka kekuatan hak kepemilikan dari suatu keret atau marga menjadi
jelas dan tidak akan menimbulkan konflik kepemilikan sehingga property right masyarakat adat menjadi lebih efisien karena
semakin banyaknya syarat hak kepemilikan yang dapat dipenuhi. Kuatnya hak kepemilikan dapat membatasi masuknya free rider
(penunggang bebas) dan rent seeking (pencari rente) serta kaum oppurtunistik di tengah kehidupan masyarakat.
7. Sebagian Besar Masyarakat Menggantungkan Hidup dari Bertani, Meramu dan Berburu Hasil Hutan
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat menggambarkan aktivitas penduduk dalam memenuhi kehidupannya.
Aktivitas tersebut seperti penduduk yang penghidupannya sebagai petani, pedagang, jasa, pegawai, buruh, dsb. Mata pencaharian
penduduk Kabupaten Jayawijaya terutama yang bertempat tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan KPHL Unit XLII
Jayawijaya adalah berladang dan berburu. Sedangkan mata pencaharian penduduk yang tinggal di perkotaan lebih beragam,
diantaranya sebagai Pegawai Negeri Sipil (guru), pegawai pemerintah, pegawai swasta dan pedagang. Namun sebagian besar
menekuni pertanian sebagai pekerjaan utama maupun sampingan dalam memenuhi kebutuhan subsiten maupun semi komersil.
8. Terdapat Usaha-Usaha Pemungutan Tradisional Hasil Hutan
Masyarakat yang berdiam di dalam maupun di luar kawan hutan KPHL Unit XVII Jayawijaya memiliki aktivitas
pemungutan terhadap hasil hutan kayu dan non kayu yang dilakukan secara tradisional. Hasil hutan kayu dimanfaatkan antara lain
untuk kerajinan tangan, alat kerja, alat perang, pembangunan honai trasional dan lainnya yang dianggap penting dengan
pengetahuan khusus. Diantaranya adalah pemanfaatan buah merah sebagai makanan tradisional yang khas dan istimewa dalam
upacara adat ataupu makanan sehari-hari. Pengetahuan tradisional dalam pemungutan hasil hutan menjadi modal bagi pengelola
KPHL Unit XVII Jayawijaya dalam mengatur cara pemungutan hasil hutan, sehingga sumberdaya hutan dapat dikelola secara
berkelanjutan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
60
Kelemahan (Weaknesses- W)
1. Peta Tata Ruang Kehutanan dan Batas Kawasan Hutan Masyarakat Adat Secara Legal Belum Ada
Pemetaan partsipatif dalam rangka memperjelas status hak kepemilikan masyarakat adat secara legal formal di wilayah
KPHL Jayawijaya sedang dilakukan, sehingga dalam tata ruang kehutanan provinsi maupun kabupaten, kedudukan dan status
wilayah kelola masyarakat adat tidak mendapat ruang. Akibatnya terjadi tumpang tindih pemanfaatan lahan dan kawasan hutan
baik secara vertikal maupun horizontal. Fakta ini menjadi kelemahan dalam pengelolaan KPHL Jayawijaya ke depan, sehingga
telah dilakukan pemetaan pada 17 wilayah adat dari 19 wilayah adat yang ada di kabupaten Jayawijaya. Pemetaan wilayah kelola
masyarakat adat secara partsipatif dilakukan oleh beberapa NGO yaitu Samdhana Institut sebagai pendonor, Yayasan bina adat
walesi (YBAW) yang bermitra dengan masyarakat adat untuk menggali dan mengambil data sosial di seluruh wilayah adat, LSPK
bekerja pada wilayah adat yang telah dipetahkan dengan mengambil data potensi/kekayaan yang ada dan merencanakan
perencanaan pada wilayah adat tersebut sedangkan Dinas Kehutanan sebagai teknis lapangan dan pengolahan data. Hingga saat
ini sedang dorong untuk diPERBUPkan secara legal untuk menuju pada registrasi secara nasional pada Badan Registrasi Wilayah
Adat pada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dimasukan dalam peta Tata Ruang Kehutanan Provinsi. Setelah
diakui legalisas hukum pemetaan wilayah adat Jayawijaya, KPHL Jayawijaya dalam pengelolaannya berbasis wilayah adat.
2. Kelembagaan KPHL Unit XLII Jayawijaya belum Efektif dan Efisien
Kapasitas kelembagaan KPHL Unit XVII Jayawijaya yang mantap merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan
kawasan, saat ini KPHL Jayawijaya memiliki pegawai sebanyak 8 orang (4 orang PNS, 4 orang tenaga kontrak). Keadaan
pegawai yang demikian secara kelembagaan akan sangat sulit menjalankan tugas pengelolaan kawasan yang luasnya mencapai
139.928 hektar dan direncanakan akan memiliki 6 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Sehingga diperlukan penambahan
pegawai atau personil yang secara teknis mampu dan memiliki kemampuan manajerial yang baik yang diharapkan mengisi
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
61
kekosongan maupun kekurangan tenaga di KPHL Unit XLII Jayawijaya sampai pada tingkat RPH. Beberapa skenario untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja perlu dipikirkan dan direncanakan agar efektifitas dan efisiensi lembaga KPHL Unit XVII
Jayawijaya dalam menjalankan tugas dan fungsinya berjalan dengan baik.
3. Sumberdaya KPHL (Fasilitas dan Sumberdaya Manusia) Masih Terbatas
Salah satu faktor dalam pengelolaan KPHL Unit XVII Jayawijaya yang perlu dilengkapi secara memadai adalah
sumberdaya (resources) baik sumberdaya manusia maupun peralatan atau sarana dan prasarana. Sarana prasarana yang dimiliki
KPHL Jayawijaya hingga Bulan Juni 2016 berupa: kendaraan roda 2 berjumlah 1 unit, alat ukur berupa 5 unit GPS, 2 unit
komputer, 2 unit printer, sofa 1 set, serta meubeler berupa meja 4 buah dan kursi 4 buah. Pembentukan RPH dibutuhkan
pembiayaan pembangunan dan personil personil serta fasilitas, nantinya RPH merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam
pengelolaan KPHL Jayawijaya ke depan.
4. Data Potensi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu di Setiap Fungsi Kawasan Belum Tersedia
Potensi sumberdaya hutan baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang terdapat di dalam kawasan
KPHL Unit XVII Jayawijaya belum didata secara lengkap pada setiap fungsi kawasan hutan. Disisi lain tingkat pemanfaatan
masyarakat terus meningkat dari wkatu ke waktu, maka upaya inventarisasi potensi hasil hutan merupakan hal penting untuk
dilakukan terutama dalam tahun awal pengelolaan kawasan. Dari sisi ekonomi potensi sumberdaya hutan merupakan barang
ekonomi yang bila tidak dimanfaatkan akan menjadi modal idle (modal diam) dan tidak memberikan added value (nilai tambah)
bagi kesejahteraan masyarakat. Dikawatirkan keadaan ini akan makin memacu terjadinya kerusakan sumberdaya hutan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
62
5. Regulasi Pendukung Bidang Kehutanan Terkait dengan Perizinan, Retribusi dan Hak Masyarakat Adat Belum Tersedia
Baik pada setiap Tataran Pemerintahan
Semua upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang menjadi visi dan misi
pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya sangat tergantung pada regulasi yang berlaku pada semua tataran pemerintahan.
Regulasi adalah alat pengatur dan penjamin yang mengikat setiap orang baik pelaku maupun pengelola dan penerima manfaat
dari sumberdaya hutan. Karena itu, setiap regulasi harus dapat menjawab setiap kepentingan stakeholders kehutanan secara adil.
Regulasi yang terkait dengan ijin kayu rakyat sampai saat ini sudah tersedia draft namun belum dapat diimplementasi secara luas.
Selain itu, Peraturan Daerah Khusus (PERBUPsus) dan Peraturan Daerah Provinsi (PERBUPsi) terkait pengelolaan sumberdaya
hutan juga belum diimplementasi dan disosialisasi kepada para pihak di bidang kehutanan dan masyarakat awam. Regulasi tidak
hanya menjadi pendorong upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan, namun disisi lain dapat menimbulkan konflik
atas pengelolaan sumberdaya hutan, bila regulasi yang dihasilkan tidak menjawab semua kepentingan secara adil. Oleh sebab itu,
regulasi yang dibuat harus meminimalisir konflik kepentingan.
6. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu oleh Masyarakat Belum Terorganisir
Aktivitas pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu dan HHBK yang dilakukan masyarakat saat ini dilakukan sendiri-
sendiri pada areal kelola adat, sehingga terkesan manfaat ekonomi dan sosial budaya tertumpuk pada beberapa orang atau marga
yang memiliki hak ulayat lebih besar. Pemungutan hasil hutan yang dilakukan sendiri-sendiri dapat dimanfaatkan oleh free rider
(penunggang bebas), rent seeking (pencari rente) dan pelaku opportunistik untuk memanfaatakan kelemahan masyarakat dengan
menyediakan cash money sehingga masyarakat menjual hasil hutan dengan harga yang jauh dibawah harga standar bahkan ada
yang dilakukan dalam bentuk barter. Hal ini terlihat dari adanya penjualan kayu-kayu olahan untuk kebutuhan pembangunan di
Jayawijaya, banyak kayu dijual tanpa legalitas yang berlaku.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
63
7. Kapasitas Masyarakat dalam Mengelola Hutan dan Lahan Sangat Terbatas
Masyarakat yang berdiam di dalam dan sekitar kawasan hutan KPHL Jayawijaya belum memiliki kapasitas yang memadai
dalam mengelola hutan. Dalam hal modal usaha masyarakat sangat tergantung pada pengusaha dari luar sehingga terjadi
penjualan hasil hutan dibawah standar harga pasar. Dari sisi sumberdaya manusia kapasitas masyarakat sangat rendah karena
jenjang pendidikan yang pernah diikuti lebih banyak hanya sekolah dasar sehingga proses adopsi dan inovasi berjalan sangat
lambat, hal ini mempengaruhi metode atau cara-cara masyarakat dalam mengelola hasil hutan terutama kearah yang lebih lestari.
Selain itu, sarana dan prasarana pendukung usaha-usaha di bidang kehutanan yang dimiliki masyarakat juga sangat terbatas,
kalaupun ada itu sebagian besar merupakan hasil barter dengan hasil hutan yang dimiliki.
8. Kerjasama Lembaga Masyarakat dan Koordinasi Program dengan Instansi Terkait Belum Mantap, Masih Sektor
Upaya pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan bukan hanya tanggungjawab KPHL Unit XLII Jayawijaya dan
Dinas Kehutanan namun menjadi tanggungjawab pemerintah secara utuh. Namun saat ini belum ada koordinasi dan kerjasama
yang baik antar pemerintah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat terkesan masih sektoral.
Akibatnya hasil yang dirasakan masyarakat relatif lebih kecil dibandingkan program dan kegiatan yang dilakukan secara
kolaborasi. Program dan kegiatan yang bersifat kolaboratif perlu diwadahi dalam suatu kelembagaan yang baik dan lintas
sektoral.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
64
2.6.2 Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities - O)
1. Kebijakan Penerapan KPH pada Setiap Fungsi Hutan
Kebijakan penerapan KPH di Indonesia merupakan langkah strategis dalam upaya pengamanan dan pengelolaan yang lebih
menjamin kelestarian sumberdaya hutan. Dukungan regulasi dan kebijakan yang telah dilakukan pemerintah menjadi peluang
yang besar dalam pengelolaan KPHL Jayawijaya. Dilihat dari sisi finansialnya, ada stimulus dana yang dapat digunakan
menjalankan aktivitas. Pemerintah daerah Kabupaten Jayawijaya juga telah memberikan dukungan melalui Perbup untuk
menjadikan kelembagaan KPHL Unit XLII Jayawijaya sebagai suatu UPTD pada Dinas Kehutanan namun dengan adanya
undang-undang 23 tentang pemerintahan.
2. Terbukanya Akses Masyarakat dan Kewenangan Pemda dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat asli Papua berhak melakukan kegiatan ekonomi dan mendapat kesempatan mengolah sumber-sumber
perekonomian rakyat bersama pihak ketiga baik lokal, regional, nasional dan internasional sesuai peraturan perundang-undangan.
Sumber-sumber perekonomian dimaksud adalah pengolahan hasil hutan. Hal tersebut merupakan penjabaran dari Undang-
Undang Otonomi Khusus Papua yang menunjukan keberpihakan pada orang asli Papua. Pemihakan yang memberikan manfaat
jangka panjang bagi seluruh penduduk Papua, yang mengandung terobosan untuk mempercepat pemberdayaan, serta tidak
mengorbankan/mendiskriminasikan hak-hak warga Negara yang lain. Terbukanya akses melalui regulasi ini memberikan peluang
bagi masyarakat Papua (masyarakat hukum adat) untuk berusaha di bidang kehutanan dalam mencapai kesejahteraanya, dan hal
ini harus didukung oleh pemerintah dengan kebijakan dan regulasi yang memihak rakyat kecil.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
65
3. Minat Investasi Sektor Kehutanan Tinggi
Minat investasi sektor kehutanan di Papua saat ini masih tinggi walaupun jumlah ijin usaha pemanfaatan hasil hutan terus
mengalami penurunan dari tahun 1990-an, namun usaha-usaha dibidang kehutanan masih tetap memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PADA RB) Kabupaten. Pengalihan usaha kehutanan dari pemanfaatan hutan alam ke hutan
tanaman dan ijin pemanfaatan kayu rakyat serta banyaknya indutri meubel yang muncul di Kota Wamena menunjukkan bahwa
minat investasi masih tinggi.
4. Kerjasama Dengan Pihak Luar Terbuka Luas untuk Penelitian dan Pengembangan dalam Pengelolaan Hutan dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Sektor kehutanan merupakan salah satu yang paling banyak mendapat dukungan baik dalam kegiatan penelitian maupun
dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan. Dukungan tersebut bukan hanya dari lembaga-lembaga lokal saja tetapi lembaga-
lembaga internasional sudah banyak yang memberi perhatian terhadap permasalahan kehutanan di Papua. Hal ini menjadi peluang
yang dapat dimanfaatkan oleh KPHL Jayawijaya untuk menggalang dukungan dana maupun dalam hal pengembangan kapasitas
SDM dan fasilitas penunjang lainnya.
5. Program REDD+ dilaksanakan pada ruang KPH
REDD+ adalah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi negara berkembang yang
berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, menjaga stock carbon yang ada, mengelola hutan secara lestari
dan meningkatkan stok karbon hutan serta merupakan salah satu opsi mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan. REDD+
dilaksanakan secara sukarela dan menghormati kedaulatan negara. Dengan demikian REDD+ dilihat sebagai sebuah peluang
untuk mendapat keuntungan ekonomi yang dalam sektor kehutanan akan menjadikan KPH sebagai ruang implementasinya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
66
Ancaman (Threat - T)
1. Terdapat Tumpang Tindih Kewenangan antar Sektor Kehutanan dan Non Kehutanan
Sektor Kehutanan merupakan sektor yang banyak mengalami tumpang tindih kawasan karena banyak kepentingan sektor
lain yang langsung maupun tidak langsung bersinggungan dengan lahan dan kawasan hutan. Banyak kawasan hutan yang
berfungsi lindung dan konservasi telah dikorbankan demi kepentingan sektor lain, misalnya perkebunan, pertanian dan sektor
lainnya dalam bentuk alihfungsi lahan dan kawasan hutan. Hal ini sangat berkaitan dengan RTRW Kabupaten yang telah disusun.
Hal ini menunjukan bahwa minat investasi di luar sektor kehutanan cukup tinggi dan memberikan dampak langsung
terjadinya tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan seluas 139.928 hektar. Konsekuensi yang timbul adalah
tidak terjadi sinergitas dalam upaya-upaya pembangunan dari para pihak. Kondisi ini akan mengorbankan sumberdaya hutan dan
juga masyarakat yang berdiam di dalamnya.
2. Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat Belum dilegitimasi dan Belum ada Peta Tata Batas Kawasan Hutan
Semua kawasan hutan yang diakui sebagai hak ulayat masyarakat adat belum seluruhnya dilegitimasi dalam tataran hukum
formal. Karena secara adat lahan dan hutan yang dimiliki belum teregistrasi pada Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Disisi
lain secara deyure pemerintah memandang lahan dan hutan yang ada di wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya sebagai hutan
negara, hal ini menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat dalam hal pemanfaatan. Akibatnya pemerintah harus
mengeluarkan biaya dalam bentuk transaction cost untuk membayar ganti rugi lahan dan hutan. Biaya yang dikeluarkan untuk
ganti rugi lahan dan hutan di Papua sangat mahal mencapai ratusan juta bahkan sampai bermilyar-milyar. Kondisi ini akan
menjadi beban pembiayaan apabila dikemudian hari pengelola KPHL Unit XLII Jayawijaya dihadapkan dengan masalah seperti
ini.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
67
3. Rendahnya Pendidikan dan Taraf Hidup Masyarakat Sekitar Kawasan
Sarana pendidikan masyarakat lokal di sekitar kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya, umumnya rendah dengan pendidikan
yang dominan sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama dan menengah. Untuk melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK
sering terkendala jarak atau tempat sekolah yang cukup jauh juga terkendala dengan pembiayaan terutama karena memiliki
penghasilan yang tidak tetap. Walaupun akses pendidikan sudah dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah, namun masih banyak
anak putus sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan ini ikut menyumbang dan sangat berpengaruh kepada pemahaman dan
persepsi masyarakat terhadap KPHL Jayawijaya, juga dalam hal adopsi inovasi dan teknologi. Rendahnya tingkat pendidikan
berkorelasi kepada taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, sehingga dapat menjadi ancaman terhadap kelestarian dan upaya-
upaya konservasi di wilayah KPHL Unit XVII Jayawijaya. Taraf hidup dan tingkat pendapatan rendah berakibat pada tingkat
ketergantungan dan ancaman terhadap hutan menjadi tinggi.
4. Kegiatan Pemanenan Kayu Secara Illegal
Aktivitas penebangan kayu untuk kepentingan lokal terjadi pada semua kawasan hutan, dan saat ini belum ada peraturan
yang mengatur tentang ijin pemanfaatan kayu oleh masyarakat adat membuat aktifitas yang dilakukan seringkali mengakomodir
kepentingan yang tidak sesuai dengan legalitas admistrasi (illegal). Kondisi ini akan mempercepat degradasi sumberdaya hutan,
apalagi kawasan hutan pegunungan Jayawijaya memiliki ekosistem yang rentan karena berada di wilayah pegunungan dan lereng
yang terjal. Penyusunan perencanaan strategis masa depan, dilakukan kombinasi diantara dua faktor sehingga menghasilkan tiga
macam strategi sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
68
1. Strategi Strength Opportunity (SO) yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi Strength Threat (ST) adalah strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi Weakness Opportunity (WO) adalah meminimalkan kelemahan untuk meraih peluang atau strategi yang
memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang dimiliki.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
69
VISI DAN MISI
PENGELOLAAN HUTAN
3.1. Nilai Strategis Pembangunan KPHL Jayawijaya
Kebijakan pembangunan kehutanan pada era desentralisasi diarahkan pada pencapaian tujuan pembangunan kehutanan sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yaitu:
a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem termasuk perairan yang meliputi fungsi produksi, dan fungsi lindung untuk
mencapai fungsi sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang;
c. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS demi terwujudnya pengelolaan RPH yang efisien dan efektif;
d. Mendorong peran serta masyarakat; dan
e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Pencapaian tujuan pembangunan kehutanan tersebut, diperlukan suatu arah dan kebijakan pembangunan yang lebih operasional dan
dituangkan dalam suatu sistem perencanaan yang utuh, terpadu dan menyeluruh. Sesuai dengan sistem perencanaan kehutanan yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 44 Tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan, maka bentuk perencanaan kehutanan
terdiri atas rencana jangka panjang yang bersifat makro, rencana jangka menengah yang bersifat mikro dan rencana tahunan yang bersifat
Bab 3
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
70
teknis operasional. Ketiga bentuk perencanaan disusun secara hirarkis berdasarkan skala ruang dan geografis serta merupakan bagian
integral dan tak terpisahkan dari rencana pembangunan nasional, regional dan lokal. Berdasarkan prinsip ini, maka dalam penyusunan
rencana pembangunan kehutanan pada tingkat geografis kabupaten/kota harus mengacu kepada arah dan kebijakan pembangunan pada
skala geografis dan ruang di atasnya secara terintegrasi. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya disusun
dengan mengacu pada arah kebijakan pembangunan kehutanan baik skala nasional, regional (provinsi) dan disinkronisasikan dengan
rencana pembangunan wilayah provinsi dan kabupaten. Lima kebijakan prioritas yang merupakan target sukses Kementerian Kehutanan
yang dijadikan acuan, yaitu:
1. Pemberantasan pencurian kayu dan PERBUPgangan kayu illegal;
2. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan;
3. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan;
4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan;
5. Pemantapan kawasan hutan.
Khusus dalam pembangunan sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui Permenhut No. P.51/Menhut-II/2010 tentang
Renstra Kementrian Kehutanan tahun 2010- 2014 menetapkan visi yaitu “ Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakat yang
Berkeadilan”. Untuk mencapai visi tersebut telah dirumuskan enam kebijakan prioritas pembangunan kehutanan yaitu:
1. Pemantapan kawasan hutan;
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS;
3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan;
4. Konservasi keanekaragaman hayati;
5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan;
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
71
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
Kebijakan dan rencana strategi kementerian kehutanan tersebut, selanjutnya disinkronisasikan dengan amanat Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua dan komitmen pemerintah Provinsi Papua untuk menyelenggarakan
Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis Masyarakat sebagaimana dirincikan sebagai berikut:
1. Mengakui, menghormati dan mengembangkan hak masyarakat adat atas sumberdaya hutan;
2. Menyelesaikan konflik dengan menjamin akses masyarakat adat terhadap hutan;
3. Melarang pengiriman kayu dalam bentuk log ke luar Papua;
4. Mempercepat pembangunan industri sektor kehutanan skala rumah tangga dan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat;
5. Mencabut izin perusahaan pemegang HPH/IUPHHK bermasalah;
6. Meningkatkan penegakan hukum sengketa kehutanan melalui pencukupan kebutuhan dan pemberdayaan polisi kehutanan;
7. Mengembangkan industri ramah lingkungan berbasis kehutanan secara hati-hati dan bijaksana bagi pemerataan kesejahteraan
masyarakat;
8. Mengembangkan proyek uji coba untuk pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat paling sedikit seluas 500.000 ha;
9. Mengalokasikan areal hutan konversi sampai seluas 5 juta hektar untuk PERBUPgangan karbon;
10. Mempercepat pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Papua.
Nilai-nilai strategis di atas menjadi dasar dalam merumuskan visi, misi dan tujuan pembangunan jangka panjang KPHL Unit XLII
Jayawijaya dengan tetap memperhatikan sinkronisasinya dengan Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Wilayah Kabupaten Jayawijaya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
72
2.3 Visi, Misi dan Tujuan
Visi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Jayawijaya yang diemban oleh KPHL Unit XLII Jayawijaya pada kurun
waktu 10 tahun ke depan dirumuskan sebagai berikut:
”Terbentuknya Kelembagan KPHL Jayawijaya yang kuat dan mantap dalam mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari demi
Peningkatan Ekonomi yang Mandiri di Tahun 2026”
Adapun kata-kata kunci dan makna yang terkandung dalam visi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan hutan yaitu kegiatan dimana dilaksanakan aktivitas tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan dan konservasi alam;
2. Lestari yang artinya tetap seperti keadaan semula; tidak berubah, bertahan dan kekal. Dalam konteks pengelolaan hutan kata lestari
menunjukan suatu praktek pengelolaan hutan untuk mendapatkan manfaat dan nilai-nilai sumberdaya hutan bagi generasi sekarang
dengan tidak mengorbankan produktivitas dan kualitasnya bagi kepentingan generasi yang akan datang;
3. Peningkatan Ekonomi merupakan suatu keadaan dimana alokasi pemanfaatan sumberdaya hutan terus mengalami kenaikan secara
ekonomi dari waktu ke waktu sehingga banyak pihak yang dapat merasakan nilai manfaat hutan bagi kesejahteraanya;
4. Mandiri menunjukkan suatu keadaan dimana KPHL Unit XLII Jayawijaya dan masyarakat secara ekonomi dapat berdiri sendiri dan
tidak bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidup dari memanfaatkan hasil hutan.
Visi yang diemban tersebut dijabarkan dan diwujudkan dalam Misi yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Pembangunan sistem dan mekanisme kelembagaan KPHL Unit XLII Jayawijaya yang profesional, efektif dan efisien dalam
pengelolaan sumberdaya hutan;
2. Memantapkan penataan fungsi kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya dan areal kelola masyarakat adat;
3. Meningkatkan produktifitas hutan;
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
73
4. Merasionalisasi pemanfaatan hutan sesuai potensi dan fungsi kawasan;
5. Meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan;
6. Perlindungan dan konservasi ekosistem kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya.
Berdasarkan visi dan misi Pembangunan KPHL Unit XLII Jayawijaya, maka tujuan yang diharapkan akan dicapai pada akhir periode
pembangunan dideskripsikan sebagai berikut:
1. Mantapnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi KPHL Unit XLII l Jayawijaya secara mandiri;
2. Terjaminnya kepastian status dan pengelolaan kawasan hutan;
3. Tercapainya keseimbangan proporsi dan distribusi tutupan hutan di setiap wilayah RPH;
4. Meningkatnya peran dan kontribusi sektor kehutanan dalam peningkatan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan
perekonomian daerah;
5. Terjaminnya kelestarian fungsi hutan dan produktifitas usaha sektor kehutanan yang berkelanjutan;
6. Terberantasnya praktek penebangan dan perdagangan ilegal di sektor kehutanan;
7. Meningkatnya penerimaan masyarakat dari sektor kehutanan secara adil dan merata;
8. Terpelihara fungsi kawasan konservasi, lindung keanekaragaman hayati dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan hutan;
9. Berkurangnya konflik atas lahan kritis/ lahan kosong / non produktif;
10. Terwujudnya pembangunan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan dalam upaya perlindungan hutan lindung dan hutan konservasi;
11. Terwujudnya pengendalian, pengawasan, dan pembinaan terhadap pengelolaan hasil hutan baik oleh masyarakat maupun swasta.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
74
2.4 Capaian-Capaian Utama yang Diharapkan
Mengacu kepada Visi dan Misi KPHL Unit XLII Jayawijaya sebagaimana diuraikan diatas dan dalam rangka mewujudkan Visi dan
Misi tersebut maka terdapat beberapa capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun (2015-2024) sebagai
berikut :
1. Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan mekanisme kelembagaan KPHL Unit XLII Jayawijaya yang profesional, efektif dan areal
kelola masyarakat adat secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan;
2. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya;
3. Terjadinya rasionalisasi pemanfaatan hutan sesuai potensi dan fungsi kawasan;
4. Terjadinya peningkatan kesempatan dan kemampuan masyarakat adat dalam mengelola serta memanfaatkan hasil hutan;
5. Terehabilitasinya lahan-lahan kritis dan potensial kristis serta meningkatnya upaya perlindungan dan konservasi ekosistem kawasan
KPHL Unit XLII Jayawijaya sesuai fungsi kawasan;
6. Terlaksananya upaya-upaya resolusi konflik tenurial di wilayah KPHL Unit XLII Jayawijaya yang penanganannya dilakukan
berdasarkan skala prioritas.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
75
ANALISIS DAN PROYEKSI
4.1. Analisis Data dan Informasi
4.1.1. Analisis Ekologi
A. Ekosistem
Berdasarkan hasil eksplorasi dan pengamatan serta informasi berbagai data sekunder pengelompokan tipe hutan yang
terdapat di kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya terdiri dari beberapa tipe hutan, mulai dari Zona Hutan Pegunungan sedang,
Zona Hutan Pegunungan Tinggi sampai Zona Alpin. Hutan zona pegunungan sedang berada pada ketinggian antara 1.000
meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Hutan pegungan sedang terdapat di kordilera tengah dan daerah
pegunungan yang terisolasi, yang berasal dari dataran utara serta daerah bergelombang di bagian utara. Lebih dari 1.000 M
terdapat perubahan bertahap dalam komposisi hutan. Tajuk makin menjadi rendah dengan pohon paling tinggi jarang lebih dari
30 meter. Lebih banyak terdapat pohon dengan daun yang lebih kecil, dan palma lebih jarang terlihat. Pohon Oak (Castanopsis
dan Lithocarpus) lebih banyak terdapat di hutan campuran, terutama di lereng yang kering. Dengan makin seringnya awan
menutup dekat tanah, maka makin banyak terdapat Antartic beech ( Nothofagus), yang dahannya tertutup oleh lumut, dan epifit
yang berwarna-warni dan mendominasi sebagian besar hutan, terutama di punggung lereng. Hutan beech ini diganti dengan
konifer yang lebih pendek dan gelap bersama pohon pakis. Lantai hutan makin tertimbun guguran daun dan batang yang
membusuk serta tertutup oleh lumut, yang pada ketinggian tempat lebih tinggi akan menutup tanah seluruhnya.
Ba Bab 4
b 3
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
76
Pada ketinggian tertentu, terutama di daerah lembah masih sering dijumpai jenis-jenis rotan yang tumbuh tetapi mulai
berkurang dan tidak dijumpai lagi jenis-jenis rotan ini seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat. Namun ada jenis
tumbuhan Nastus bamboo yang merupakan tumbuhan memanjat yang sering tampak agak rimbun. Tumbuhan memanjat
lainnya adalah jenis pandan dari genus Freycineta serta genera Gesneriaceae dan Lycopodium dan family lainnya. Terdapat
juga tumbuhan paku-pakuan memanjat dan anggrek yang tumbuh pada canopy pohon, pada batang dan di tanah.
Vegetasi pada zona ini dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan iklim yang didasarkan pada penutupan awan. Pada
ketinggian 2.400 meter akan dijumpai hutan conifer atau hutan daun jarum yang sangat sering dijumpai pada ketinggian 2.400
meter bahkan pada ketinggian yang lebih tinggi lagi. Genera Podocarpus, Dacrycarpus, Librocedrus Papuacedrus,
Phyllocladus, dan Araucaria cunninghamii yang dapat dikenal dari jauh karena bentuk tajuknya yang menjulang dengan
bentuk yang khas yang mendominasi canopy dan lapisan pohon pada areal ini. Librocedrus papuanus mudah dikenal dari jarak
jauh karena mahkotanya agak terbuka dengan cabang horizontal, dan lumut dengan corak bergaris bergantungan seperti
janggut (Usnea) di pohon ini. Jenis pohon ini memiliki toleransi ekologi yang luas, kulit batangnya dimanfaatkan untuk
membuat atap rumah oleh penduduk setempat.
Zona Hutan Pegunungan Tinggi terdapat pada ketinggian antara 3.000 meter sampai dengan 4.000 meter di atas
permukaan laut. Hutan-hutan zona pegunungan tinggi yang banyak awannya hanya terdapat di pusat kordilera tengah.
Perubahan vegetasi di atas ketinggian 3.000 meter seringkali terjadi tiba-tiba dan mencolok. Tutupan hutan tidak konstan,
meskipun hutan konifer (Podocarpus – Dacridium) dari bagian tertinggi zona pegunungan sedang masih tampak walaupun
tajuknya lebih rendah, kurang dari 20 meter dan dasarnya tertutup oleh lumut sampah yang lebat serta guguran daun.
Walaupun demikian, di dataran tinggi yang mengarah ke pusat puncak-puncak, terdapat bercak-bercak hutan konifer diselingi
sabana pohon pakis, tanah lumpur, dan padang rumput. Hutan lumut atau hutan berawan ini mencapai batas akhir tidak ada
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
77
pohon pada ketinggian 3.700 meter, yang kemudian hutan tersebut digantikan dengan semak belukar. Semak belukar ini
mencakup sejumlah semak dengan sejumlah besar Rododendron berbunga merah dan semak Coprosma yang dominan dari
hutan subalpin. Padang semak subalpin ini sering tercampur dengan padang rumput Deschampsia (padang rumput subalpin) di
lembah-lembah datran tinggi yang lembab.
Pada hutan pegunungan tinggi ini sering didominasi oleh Libocedrus papuana dan Dacrycarpus cintus. Species di hutan
pegunungan tinggi ini jauh lebih miskin daripada di hutan di bawahnya. Tinggi canopy di sini hanya berkisar antara 12 – 18
meter. Ukuran daun cenderung lebih kecil dan batang tumbuhan lebih kurus. Di samping 2 jenis pohon di atas, terdapat juga
dominasi Papuacedrus papuana. Jenis pohon lainnya adalah Suarauia trugal, Symplocos cochinchinensis, Dacrycarpus
imbricatus dan jenis paku-pakuan, Cyathe. Di zona pegunungan tinggi terdapat sejumlah mamalia endemik. Dalam kelompok
ini termasuk antara lain tikus es ( Rattus richardsoni ), tikus air gunung ( Hydromys habbema ), ekor cincin kerdil (
Pseudochairus mayeri), dan ekidna paruh panjang (Zaglossus bruijni). Walabi Christenson ( Thylogale christensoni ).
Kawasan hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya masih menyimpan beranekaragam jenis burung dengan habitat alami yang
sangat baik. Pada wilayah tertentu terdapat telaga kecil dan beberapa goa-goa dan tebing-tebing batu yang masih alami dan
menantang untuk diamati, dijelajahi, dan dijadikan obyek wisata. Di dalam kawasan hutan ini juga terdapat berbagai sumber
air, seperti sungai-sungai di pegunungan, mata air, baik yang berasal dari sungai maupun dari goa-goa alam, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat sekitar. Berkaitan dengan fungsi kawasan sebagai daerah penyangga air/hidrologis
bagi areal di sekitarnya, kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya menjadi kawasan yang memiliki fungsi hidro-orologis yang
sangat signifikan, terutama di wilayah puncak-puncak gunung, lereng-lereng pegunungan, kaki gunung, bukit sampai dataran
yang landai. Tidak hanya vegetasi hutan dalam berbagai life form, di dalam kawasan juga ditemui jenis-jenis satwa yang terdiri
dari jenis-jenis burung, beberapa mamalia dan reptil. Perpaduan flora dan fauna tersebut serta keberadaan sumber air dan unsur
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
78
non biotik lainnya pada kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya membentuk suatu ekosistem yang cukup menarik untuk
dinikmati terutama oleh wisatawan. Banyaknya jenis-jenis flora dan fauna akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri bagi
pengunjung.
Saat ini kondisi hutan dengan kekayaan jenis yang tinggi telah mengalami perubahan akibat tindakan antropogenik dan aktivitas
alam. Beberapa kawasan hutan telah berubah menjadi lahan kritis dan tidak produktif dalam usaha-usaha pertanian skala kecil dan
aktivitas perladangan berpindah. Banyak semak belukar yang didominasi jenis-jenis pionir tersebar pada beberapa areal KPHL sehingga
memerlukan intervensi manusia agar produktif terutama melalui kegiatan rehabiolitasi kawasan hutan. Areal yang ditumbuhi semak
menjadi menjadi tidak subur sehingga hasil-hasil kebun atau perladangan yang diproduksi juga tidak optimal. Ekosistem yang cukup
lengkap merupakan aset KPHL Jayawijaya untuk dikelola secara arif dan bijaksana sehingga dapat berkontribusi terhadap peningkatan
ekonomi masyarakat. Tetapi semua potensi yang tersimpan tersebut, baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu serta jasa-jasa
lingkungan belum terekspos dan didata secara lengkap. Upaya untuk menyediakan data dan informasi potensi hutan akan memberikan
arahan untuk kepentingan pengelolaan maupun core bisnis KPHL Unit XLII Jayawijaya ke depan.
B. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Hutan campuran yang selalu hijau di kaki gunung dan pada kemiringan yang lebih rendah, dibawah 1.000 meter, mirip
dengan hutan dataran rendah alluvial tetapi sedikit lebih rendah dari ketinggian rata-rata, diameter pohon besar dengan
perakaran tunjang yang dalam. Lapisan tumbuhan herba agak lebat namun tidak konsisten. Terdapat juga beberapa tumbuhan
liana yang kurang berkayu, rotan, palem, dan berbagai tumbuhan merambat lainnya. Beberapa palem yang dijumpai tumbuh
meninggi melampaui canopy namun jumlahnya tidak banyak. Tumbuhan yang agak dominan adalah jenis paku-pakuan dan
berbagai jenis bamboo, khususnya pada daerah tepi hutan. Tumbuhann pandanus dijumpai di sini terutama pada lahan yang
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
79
lebih basah, dan bukan merupakan komponen hutan yang tetap sebagaimana di daerah yang lebih tinggi, yang sering berkaitan
dengan Nothofagus.
Spesies yang umum dijumpai pada hutan dengan ketinggian di atas 1.000 meter adalah genus Elaeocarpus, Tristania,
dan Lithocarpus, serta Syzigium anomala, Syzigium lauterbachianum dan Hopea Papuana. Jenis-jenis lain yang dijumpai
adalah jenis Anisoptera thurifera dab Castanopsis acuminatissima. Pada elevasi yang lebih tinggi, kelembaban udara
meningkat, terdapat lebih banyak hujan dan kabut serta banyak ditemukan katak. Hutan pada daerah ini melimpah dengan jenis
epifit, beberapa diantaranya lumut dan paku-pakuan, namun pada areal ini terjani penurunan kekayaan spesies. Jenis Casuarina
junghuniana sering dijumpai pada tanah agak berkapur (gamping) dan tanah yang berbahan dasar batuan ultrabasic. Komunitas
hutan yang berperan penting di daerah ini adalah dari genera Castanopsis dan Lithocarpus dari family Fagaceae, sedangkan
genus Nothofagus dari family yang sama dijumpai pada elevasi yang lebih tinggi.
Pada ekosistem hutan pegunungan tengah, awan mulai dijumpai pada lereng pegunungan di sekitar perbatasan zona
bawah, pada ketinggian 1.500meter, menandakan transisi ke hutan pegunungan tengah berlumut. Batas pegunungan sebelah
atas kurang jelas tetapi didominasi oleh Nothofagus. Rotan sama sekali sudah tidak dijumpai pada ketinggian 2.200 meter,
tetapi di wilayah pinggiran hutan dijumpai tumbuhan memanjat Nastus bamboo membentuk lilitan padat, dengan Rubus yang
menutupi tanah serta semak belukar. Tumbuhan memanjat lainnya adalah pandan dari genus.
New Guinea memiliki 2 tipe padang rumput berdasarkan ketinggian : pegunungan tengah (600 – 2.000 m) dan sub-alpin
(di atas 3.000 m). Sering terjadi pembakaran oleh masyarakat setempat untuk keperluan berburu dan pertanian, dan keduanya
turut bertanggung jawab terhadap terbentuknya padang rumput. Dua tipe padang rumput ini turut membentuk komunitas
burung yang berbeda. Di daerah sub-alpin sampai alpin terdapat sedikit sedikit spesies burung tetapi menarik, di antaranya:
Nankeen kestrel (Falco cenchroides), Puyuh gunung salju (Anaurophasis monorthonyx), puyuh coklat (Wynoicus
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
80
yipsilophorus), Pipit New Guinea (Anthus gutturalis), pulau thrush (Turdus policephalus), tawny grass warbler (Megalurus
timorensis), robin salju (Petroica archboldi), finch alpin (Oreostrusthus fuliginosus), mannikin alpin barat (Lonchura
montana), mannikin alpin timur (Lonchura monticola). Semua spesies ini endemik baik genera maupun spesiesnya.
Sekitar 190 spesies atau sekitar 33% dari total 570 spesies burung New Guinea,merupakan burung yang hidup pada
lingkungan pegunungan, dengan ketinggian 500 hingga hampir mencapai 5.000 meter dari permukaan laut. Burung-burung
New Guinea berdasarkan sumber makanan utamanya, diklasifikasi sebagai Insektifora mewakili bagin terpenting dari semua
komunitas burung yang ada (52%). Hal ini tetap berlaku pada struktur hutan yang berkurang akibat perbedaan ketinggian,
demikian pula dengan ketersediaan serangga serta kelimpahan burung-burung. Populasi burung pemakan buah tampaknya
menurun sejalan dengan ketinggian tempat yang semakin meninggi. Sementara itu, jumlah spesies burung pemakan biji-bijian,
yang merupakan porsi terkecil dari fauna unggas Pulau Papua, meningkat pada zona paling tinggi karena padang rumput alpin
mempunyai sumber biji-bijian yang melimpah. Zona yang lebih tinggi memiliki kumpulan bunga-bungaan yang menyerupai
semak belukar yang berkelimpahan, sehingga keragaman burung pemakan nectar juga meningkat. Namun demikian, bagi
semua burung kompetisi untuk makanan yang sama memberikan dampak yang besar terhadap penyebarannya.
Pulau New Guinea secara umum merupakan areal geografis terakhir di dunia yang masih harus dijelajahi. Jadi kehidupan
hewannya termasuk mamalia untuk waktu yang lama tidak diketahui.ekspedisi ke daerah-daerah pedalaman pulau ini baru
dilakukan pada akhir abad ke-19. Peralihan hutan lereng gunung dari dataran rendah ke hutan pegunungan rendah memiliki
beberapa spesies khas yakni kuskus bertotol hitam (Spilocuscus rufoniger), kuskus abu-abu (Phalanger permixtio). Kanguru
pohon (Dendrolagus inustus) dan bandikut duri (Echympera clara) terdapat pada hutan lereng gunung tetapi hanya di daerah
barat laut, sedangkan echidna jenis besar (Zaglosus bruynii) yang tersebar mulai dari hutan lereng pegunungan sampai ke zona
alpin.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
81
Pada hutan pegunungan rendah dengan ketinggian antara 1.000 dan 2.000 meter di atas permukaan laut keadaanya telah
berubah, di sini mulai terdapat fauna gunung yang sebenarnya pada lereng gunung di bawah 1.000 meter di atas permukaan
laut, pohon Araucaria menonjol di atas canopy hutan dan mencapai tinggi hingga 50 meter, diikuti oleh zona yang didominasi
oleh jenis pohon oak/eik. Semakin ke atas, pohon kayu jarum (Notofagus), serta family Myrtaceae dan Elaeocarpaceae adalah
sangat umum. Sangatlah tepat kalau zona ini merupakan hutan pegunungan rendah yang paling banyak menunjang kumpulan
mamalia yang paling beragam di New Guinea dengan spesies yang paling banyak pula. Kebanyakan bandikut dataran rendah
terdapat pada ketinggian hutan pegungan rendah, yakni Echympera rufescens dan khususnya Echympera kalabu yang
berlimpah dimana-mana. Marsupial ekosistem ini adalah kuskus gunung berbulu panjang, ringtail possum besar, Pyangmy
possum, mountain striped possum (Daclylopsila palpator) dan bandikut gunung berstrip (Perorytes longicaudata) dan
(Perorytes papuensis). Jenis walabi Dorcopsis tidak terdapat di luar dataran rendah. Di pegunungan jenis ini digantikan oleh
walabi, kanguru hutan pegunungan yang lebih kecil tubuhnya (Dorcopsis vanheumii). Jenis walabi hutan biasa (Thylogale
bruinii) dapat dijumpai di mana saja mulai dari hutan lereng gunung hingga ke zona alpin, bahkan sampai melewati garis batas
tumbuhnya pohon (tree line). Jenis kuskus yang hidup di pegunungan tinggi (Phalanger sericeus) senantiasa ditemukan hidup
di seluruh jajaran pegunungan tengah. Pada wilayah yang lebih tinggi lagi, hutan lumut hanya mengandung sedikit sekali
spesies mamalia asli dibandingkan dengan hutan hujan karena menurunnya keragaman floranya. Kebanyakan spesies adalah
arboreal atau hidup di pohon. Termasuk jenis kanguru pohon dari genus Dendrolagus. Yang paling khas adalah kuskus dari
genus Phalanger, genus Pseudocheirus, jenis tikus dari genus Melomys dan Hydromyline rodent yang adalah karnivora non-
arboreal (karnivora yang tidak hidup di pohon).
Kondisi ekosistem dari berbagai jenis flora dan fauna sebagaimana diuraikan diatas akan memiliki nilai guna yan besar
apabila pengelolaan kawasan ini dilakukan secara optimal, sehingga potensi ini tidak menjadi modal diam (idle) tetapi menjadi
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
82
sumberdaya potensial yang mampu menjawab kebutuhan lokal, regional maupun nasional. Keanekaragaman jenis pada setiap
blok pengelolaan KPHL Unit XVII Jayawijaya tetap dipertahankan secara utuh. Konsekuensi dari upaya ini selain memerlukan
regulasi juga tingkat partisipasi masyarakat lokal. Partisipasi yang melibatkan masyarakat secara utuh maka analisis kebutuhan
masyarakat dalam kaitan dengan pemanfaatan hutan dan kegiatan rehabilitasi untuk tujuan ekologi merupakan upaya pokok
yang harus dilakukan pengelola.
C. Potensi Hasil Hutan
Potensi hasil hutan pada blok hutan lindung dan roduksi KPHL Unit XLII menurut analisis GIS BPKH wilayah X tahun
2015 dapat dilihat seprt pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Potensi hasil hutan ayu pa da blok fungsi lindun dan produksi KPHL Unit XLII Jayawijaya.
Blok
Volume Potensi
Sum of
V30_UP_1
Sum of
V40_UP_1
Sum of
V50_UP_1
Sum of
V60_UP
HL-Inti 15.418,7 12.742,62 9.967,76 7.762,26
HL-Pemanfaatan 2.395,5 1.974,06 1.536,48 1.193,38
HP-Pemanfaatan HHK-HA 674,9 537,9 393,8 295,7
HP-Pemberdayaan 542,88 450,36 354,6 277,08
HP-Perlindungan 1.176,24 975,78 768,3 600,34
HP-Wilayah Tertentu 1.628,64 1.351,08 1.063,8 831,24
Grand Total 21.836,86 18.031,8 14.084,74 10.960
Jenis kayu yang menjadi primadona masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pembangunan lokal adalah sage. Potensi
hasil hutan bukan kayu unggulan di Jayawijaya adalah buah merah, lebah madu, kelapa hutan dan sarang semut. KPHL Unit
XVII Jayawijaya juga memiliki potensi jasa lingkungan yang unggul baik dari sisi kualitas, daya tarik dan aksesibilitas dan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
83
pusat-pusat pelayanan publik misalnya air terjun di Distrik walesi, distrik napua dan lainnya yang dapat dikembangkan menjadi
energi listrik menggunakan sistem mikrohidro. Potensi lainnya terdapat wisata Goa pada beberapa tempat di keliling kaki
gunung lembah baliem ini.
4.2. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya
Kepentingan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan erat kaitannya dengan pengelolaan KPHL terutama yang menyangkut
kepentingan ekonomi dan sosial budaya. Upaya pencapaian sasaran pengembangan KPHL Unit XVII Jayawijaya untuk menunjang
kepentingan ekonomi dan sosial budaya diarahkan untuk memberikan income cash masyarakat melalui pengembangan pemanfaatan
potensi flora dan fauna serta keadaan fisik kawasan lainnya serta turut melestarikan budaya lokal. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
kesenjangan (gap) antara masyarakat asli dan pendatang karena kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya diperhadapkan dengan budaya
yang relatif tinggi. Sikap masyarakat sekitar kawasan terhadap upaya pengembangan KPHL Jayawijaya pada prinsipnya belum memadai
hal ini terlihat dari rendahnya pengetahuan masyarakat akan keberadaan KPHL Jayawijaya karena kuranghnya informasi tentang
keberadaan KPHL Jayawijaya dan dukungan yang diberikan dalam upaya-upaya pengembangan kawasan. Rendahnya kapasitas
masyarakat terutama dalam penerimaan rumah tangga (income cash) menyebabkan timbulnya masalah sosial yang lain. Salah satu
penyebabnya adalah variasi usaha yang dilakukan masyarakat tergolong masih rendah. Rata-rata masyarakat Jayawijaya terutama yang
berada di dalam dan sekitar kawasan hanya memiliki dua sumber mata pancaharian utama yaitu sebaga petani/peladang tradsional dan
profesi diluar patani atau peladang, seperti pegawai negeri, wiraswasta, dan bahkan ada yang menjadi TNI/POLRI. Umumnya profesi di
luar petani/peladang terdapat di kota kabupaten dan atau bahkan di kota distrik yang termasuk dalam areal KPHL Jayawijaya.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada wilayah KPHL Jayawijaya belum diselesaikan karena adanya kekuarangan data tentang
PDRB dari masing-masing kabupaten yang wilayahnya termasuk dalam KPHL Jayawijaya (Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Yalimo,
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
84
Mamberamo Tengah, Yahukimo, Puncak Jaya dan Lani Jaya). Data ini cukup kompleks sehingga masih dibutuhkan data dari berbagai
sumber untuk menulis bagian ini).
4.2.1 Analisis Kelembagaan
Perencanaan pembangunan KPHL Unit XLII Jayawijaya merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan
pemerintah daerah di beberapa Kabupaten yang sebagian wilayahnya termasuk dalam KPHL Jayawijaya, oleh karena itu setiap
program pembangunan KPHL Unit XLII Jayawijaya secara teknis harus dikoordinasikan dan disinkronisasikan dengan program
pembangunan sektor lain dalam suatu forum Musyawarah Pembangunan Daerah (Musrenbang). Koordinasi teknis dan sinkronisasi
program hendaknya dimulai dari tingkat kampung/distrik sampai ke tingkat provinsi sesuai hirarki proses koordinasi perencanaan
pembangunan daerah. Dengan proses koordinasi teknis demikian, maka tujuan pembangunan KPHL Unit XVII Jayawijaya
diselenggarakan harus dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan, keterbukaan dan keterpaduan dalam pencapaian
tujuan pengembangan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Proses koordinasi teknis rencana pembangunan KPHL Unit XLII Jayawijaya dilaksanakan oleh suatu unit pelaksan teknis
dinas (UPTD) pada Dinas Kehutanan Jayawijaya, baik di tingkat Kampung/Distrik maupun di tingkat Kabupaten yang dikoordinir
oleh BAPPEDA Kabupaten. Akan tetapi karena kasus KPHL Jayawijaya ini arealnya melintasi 7 (tujuh) wilayah kabupaten maka
tingkat koordinasinya berada pada Bappeda Provinsi, sedangkan secara teknis tingkat koordinasinya berada pada Dinas Kehutanan
Provinsi Papua. Berjalannya proses ini, KPHL Unit XLII Jayawijaya dapat mensosialisasikan rencana program dan kegiatan tahunan
dan lima tahunan ke tingkat Kampung dan Distrik dalam musrenbang tingkat Kampung/Distrik melalui tenaga pendamping lapangan
atau tenaga teknis. Usulan-usulan program dan kegiatan kampung sektor kehutanan diakomodir dalam program dan kegiatan yang
bersesuaian di tingkat kabupaten dalam Musrenbang Provinsi guna dikoordinasikan dan disinkronisasikan dengan sektor lain agar
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
85
tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan penganggaran. Dengan proses koordinasi teknis demikian diharapkan dapat terjadi
integrasi program antar sektor teknis terkait yang lebih akomodatif dan terpadu pada level provinsi.
Kelembagaan Satuan Teknis Pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat Usaha Sektor Kehutanan
Kepala KPHL Unit XLII Jayawijaya secara struktural bertanggungjawab dalam mengimplementasi berbagai program dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah disusun. Mekanisme kerja kelembagaan yang dibentuk adalah sebagai berikut:
1. Usulan-usulan kelompok yang telah dibentuk melalui fasilitator/petugas lapangan atau tenaga honorer agar selalu ditindak lanjuti;
2. Pada awal tahun anggaran, usulan-usulan yang diajukan setiap kelompok dievaluasi dengan melibatkan Tim Teknis/Tim
Pengendali guna menentukan prioritas usulan kegiatan yang berpeluang untuk dilaksanakan sesuai kondisi obyektif kelompok
binaan;
3. Mengaktifkan keterlibatan aparat teknis (tenaga honorer) secara penuh pada seluruh tahap kegiatan yang dilaksanakan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi;
4. Menciptakan kemandirian masyarakat mulai dari penyiapan lahan sampai pada pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan
memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada masyarakat/kelompok tani/usaha yang dibentuk. Sebagai contoh, bibit disediakan
melalui persemaian kelompok/kampung, alat-alat kerja dan bahan diberikan dalam bentuk kredit lunak serta tidak membiasakan
kelompok meminta bantuan ataupun menjanjikan upah/bayaran seperti layaknya proyek-proyek kontrak kerja. Bantuan-bantuan
dana lebih banyak diarahkan pada kegiatan-kegiatan pembinaan atau pelatihan seperti sekolah lapang dan sejenisnya.
5. Membuat sistem pelaporan secara berjenjang dan berkala mulai dari tingkat kelompok hingga tingkat pengelola dan dari tahap
perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan terutama laporan kemajuan pekerjaan pada setiap periode waktu kegiatan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
86
Gambar 3.1 Struktur Kelembagaan Tim Pengendali Teknis
Model Partisipasi Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
Harapan dari keikutsertaan masyarakat adat dalam kegiatan dan usaha sektor kehutanan di wilayah KPHL Unit XLII
Jayawijaya adalah agar masyarakat adat memperoleh akses dalam pemanfaatan sumberdaya hutan dan pendapatan dalam rangka
pemberdayaan ekonomi dan peningkatan taraf hidupnya secara berkelanjutan. Akses yang diperoleh dan pendapatan yang diterima
tersebut diharapkan mampu mendorong pengembangan usaha-usaha produktif lain secara mandiri, seperti pengembangan kebun
rakyat dan aneka usaha kehutanan produktif lainnya.
Masyarakat adat pemilik ulayat atas kawasan hutan umumnya adalah masyarakat tradisional dengan mata pencaharian sebagai
petani skala subsisten (sebagian bahkan masih pada tahap peramu dan berburu). Dengan latar belakang sosial budaya tersebut
Bupati
Kepala
Distrik
Kepala
Kampung
KPHL/RPH
Pelaksana
Kel. Tani
Hutan
Fasilitator/
Pendamping
Intansi
Teknis
Lain
Konsultan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
87
tampaknya masyarakat masih perlu ditingkatkan kapasitasnya melalui pembinaan intensif terutama aspek teknis dan usaha sektor
kehutanan. Masyarakat masih perlu didorong agar dapat dan mau memanfaatkan pendapatannya secara tepat guna dan produktif
dalam upaya peningkatan taraf hidupnya melalui pembinaan dan pendampingan oleh pihak-pihak terkait. Pembinaan yang dapat
dilakukan adalah dengan melibatkan secara aktif masyarakat dalam kegiatan pengusahaan hutan maupun kegiatan pembinaan tenaga
teknis KPHL Jayawijaya. Keterlibatan masyarakat adat dalam kegiatan pengelolaan hutan belum dapat sampai pada taraf partisipasi
spontan, masih dalam taraf partisipasi karena dorongan. Model partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan usaha
sektor kehutanan produktif lainnya seperti digambarkan pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 3.2 Model Partisipasi Pembinaan Masyarakat Hukum Adat
PENGAKUAN HAK
KPHL MASYARAKAT ADAT
- MODAL
- PENG. TEKNIS
- LEGALISASI USAHA
- HUTAN
- KEARIFAN LOKAL
- TENAGA KERJA
- ORGANISASI
Kelompok Tani/ Usaha
Kehutanan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
88
Model partisipasi di atas terintegrasi dalam program Pembinaan Masyarakat Adat di dalam dan di sekitar Hutan oleh KPHL
Unit XVII Jayawijaya. Program kegiatan kehutanan dilaksanakan pada lahan komunal masyarakat adat. Masyarakat adat diposisikan
sebagai subyek dan sekaligus obyek pembangunan kehutanan dan tidak dianggap sebagai buruh hutan (living tools for forest work)
yang selama ini diterapkan dalam program Hutan Kemasyarakatan.
Gambar 3.3. Model Kemitraan Pengelolaan Kawasan Hutan
Model partisipasi tersebut dapat diimplementasikan bila Aneka Usaha Kehutanan dianggap sebagai bagian dari pembangunan
Masyarakat Hukum Adat yang dibina oleh KPHL Unit XLII Jayawijaya. Pembangunan kehutanan di kawasan KPHL Jayawijaya
dilakukan bersama investor dan masyarakat hukum adat. Masyarakat pemilik hutan adat diposisikan setara dengan investor yang
memiliki modal dalam usaha kehutanan. Pemerintah bertindak sebagai regulator, motivator, dan evaluator dalam keseluruhan proses
KPHL
INVESTOR/SWASTA MASYARAKAT ADAT
KEMITRAAN KEMITRAAN
KONTRAK
- MODAL
- TEK. PROFESIONAL
- TENAGA AHLI
- HUTAN
- TENAGA KERJA
- KEARIFAN LOKAL
Aneka Usaha Kehutanan
Produktif
ORGANISASI
BERSAMA
(KOLABORASI)
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
89
pengelolaan hutan sekaligus sebagai fasilitator dalam aspek koorporasi antara investor dengan kelompok masyarakat adat. Dengan
model kerjasama demikian, diharapkan akan terjadi alih teknologi yang efektif kepada masyarakat adat dan kemandirian masyarakat
dalam permodalan dan menejemen usaha dapat cepat terwujud.
Menjamin efektifitas program pembinaan dan pendampingan masyarakat adat, program tersebut harus terintegrasi dalam
rangkaian proses pengelolaan usaha kehutanan yang dilakukan sinkronisasi dengan program pembangunan daerah. Selain aspek
teknis dan manajerial pengelolaan usaha secara komersil, aspirasi masyarakat tentang masa depan, etos kerja dan pemahaman
tentang hal-hal yang benar-benar dibutuhkan untuk pencapaian taraf hidup yang diinginkan atau sekedar keinginan sesaat juga patut
mendapat perhatian dalam upaya pembinaan dan pendampingan masyarakat adat.
Langkah awal dalam upaya pembinaan dan pendampingan, harus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat adat tentang apa
yang dimaksud dengan kesejahteraan dan bagaimana cara mencapainya, serta peluang dari pengusahaan hutan yang dilakukan untuk
mencapai kondisi yang diinginkan tersebut. Setelah dicapai kesepahaman antara masyarakat dengan pihak instansi terkait dilanjutkan
dengan penentuan proporsi pengalokasian pendapatan masyarakat dari pengusahaan hutan adat untuk pembiayaan kegiatan yang
dibutuhkan masyarakat adat dan teknis pemanfaatannya.
Sebelum mancapai tahap ini sebaiknya pengelola KPHL Unit XLII Jayawijaya sudah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
adat untuk mencapai kondisi/taraf hidup sejahtera dan merencanakan/mengarahkan program pembangunan untuk mendorong
pencapaian kondisi yang diinginkan. Upaya pemberdayaan masyarakat adat melalui pengelolaan usaha kehutanan secara skematis
dapat dilihat pada Gambar 16 dan bentuk pemberdayaan dan lembaga yang berkompeten disajikan pada Tabel 4.2.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
90
Tabel 4.2. Bentuk Pemberdayaan dan Lembaga yang Berkompeten
Bentuk Pemberdayaan Lembaga yang Berkompeten
Pengusahaan Hutan
KPHL – Dinas Kehutanan, LSM, Perguruan Tinggi Inventarisasi Hutan
Pengukuran Potensi Kayu
Pengolahan Kayu
Dinas Kehutanan - KPHL – Perguruan tinggi-BP2HP Pengukuran dan Pengujian Kayu Olahan
Administrasi Kehutanan
Dinas Kehutanan – KPHL - Penatausahaan Hasil Hutan
Tata Usaha DR-PSDH
Manajemen Usaha
Pelatihan Manajemen Koperasi dan
kewirausahaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM. Dinas Kehutanan, KPHL
Pemberdayaan/Pembinaan Masyarakat
Dinas Teknis Terkait di Tingkat Kabupaten Jayawijaya
Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perindustrian, Kehutanan
Pertanian
Perkebunan
Peternakan
Industri Rumah Tangga
Pendampingan Teknis LSM, Perguruan Tinggi, Tenaga Teknis (Kontrak)
Penataan Areal Kelola Masyarakat
Penataan areal kelola dilakukan melalui suatu prosedur kewenangan yang berimbang dari pemerintah pusat dan daerah, untuk
mendapatkan legitimasi dari berbagai pihak sehingga kawasan ini menjadi suatu Kawasan Mantap Jangka Panjang (KMJP) dalam
arti kawasan utuh yang tidak terpisah pada beberapa tempat serta bebas dari konflik tenurial. Penetapan areal kelola masyarakat adat
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
91
ini dapat dilakukan apabila tata batas fungsi kawasan jelas dan batas-batas kawasan hutan masyarakat adat dipetakan dalam suatu
peta kawasan hutan. Pemetaan kawasan hutan ini perlu didahului oleh kegiatan pemetaan batas kawasan hutan dan kawasan hutan
masyarakat adat secara partisipatif. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan mempunyai kewenangan menyusun
standar dan kriteria tentang tata cara pengelolaan hutan sesuai dengan rencana strategi nasional untuk pembangunan kehutanan di
Indonesia. Hasil kajian berupa Surat Keputusan Menteri Kehutanan yang disertai peta peruntukkan kawasan hutan dan perairan.
Peta ini memuat kawasan hutan (hutan produksi, konservasi dan lindung) dan non kawasan hutan (APL atau tanah milik).
Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menyusun kriteria tentang tata cara pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat
dijabarkan dalam suatu Peraturan Daerah Khusus (PERBUPSUS) sehingga dapat dilakukan pembagian areal pemanfaatan
berdasarkan kepemilikan wilayah adat. Pembagian areal pemanfaatan dapat dilakukan salah satunya melalui suatu proses pemetaan
partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat yang mempunyai areal terkait. Peta pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat
terdiri dari kawasan pemanfaatan sumberdaya (hutan, tambang dan sebagainya) dan kawasan budaya (ritual dan keramat).
Pembuatan peta partisipatif ini dilakukan pemetaan wilayah adat sampai pada tingkat marga, sebagai dasar untuk (1) pengakuan hak
masyarakat atas wilayah adat dan ruang kelola, (2) penataan areal kelola secara adil antar marga, (3) sebagai dasar penerapan model
alternatif dan (4) sebagai dasar pemberian kompensasi.
Selanjutnya Dinas Kehutanan Provinsi berdasarkan rencana strategis daerah menetapkan rancangan areal kelola masyarakat
adat melalui overlay peta pemanfaatan SDA di wilayah adat dan peta peruntukkan kawasan hutan dan perairan. Areal kelola
masyarakat adat dibedakan menjadi 3 sesuai dengan peruntukan kawasan hutan, yaitu areal kelola di hutan produksi, areal kelola di
hutan lindung dan areal kelola di hutan konservasi. Unit usaha masyarakat adat pada setiap fungsi kawasan dapat diintegrasikan
dengan model Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Sebagai pelaksana program pembangunan kehutanan di daerah, Pemerintah
Kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten dan KPHL Jayawijaya bertindak sebagai ujung tombak pemerintah yang
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
92
nantinya berhadapan langsung dengan masyarakat. Penetapan KMJP merupakan suatu keharusan dalam penentuan areal kelola
masyarakat adat, KMJP harus mempertimbangkan Tata Ruang Kabupaten, Distrik dan Kampung yang terkait dengan rancangan
areal kelola dari Pemerintah Provinsi serta memadukan dengan pembagian Resort Pengelolaan Hutan (RPH). KPHLUnit XLII
Jayawijaya dengan memperhatikan KMJP, menilai dan menetapkan ijin mengelola kepada badan usaha masyarakat pemilik wilayah
adat sesuai dengan rancang bangun areal kelola yang diusulkan sebagai unit pengelolaan tertentu. Semua regulasi teknis baik oleh
Dinas Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten/Kota dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi (PERBUPsi) dan Peraturan
Daerah Kabupaten (PERBUP). Unit manajemen adalah model pengelolaan yang diijinkan atas areal kelola pada KMJP berdasarkan
peruntukkan hutan, luas areal, jumlah marga pemilik wilayah adat dan jenis produk. Untuk jelasnya penentuan unit pengelolaan
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Penentuan Unit Pengelolaan Areal Kelola di Hutan Produksi, Lindung dan Konservasi
Unit Manajemen
Luas
Areal Kelola
(ha)
Jumlah
Marga
Pemilik
Produk yang diijinkan
Areal Kelola di HP
Usaha Mandiri 2.000 – 4.000 1 Kayu gergajian
Kolaborasi/Bermitra 20.000 – 40.000 1 Kayu Gergajian + Log
Kontrak Kerja 60.000 – 100.000 2 - 3 Log
Areal Kelola di HL dan HK
Usaha Mandiri Tidak terbatas 1
Hasil Hutan Non Kayu
dan Jasa Lingkungan
Kolaborasi/Bermitra Tidak terbatas 1
Kontrak Kerja Tidak terbatas 2 atau
lebih
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
93
4.3. Strategi dan Rencana
Penentuan strategi dilakukan melalui kombinasi dari faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal dalam analisis
SWOT. Strategi yang ditetapkan diseleksi kembali sehingga dapat dirumuskan strategi prioritas. Strategi-strategi berdasarkan analisis
SWOT adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Memanfaatkan Peluang (Strategy S-O)
Opportunity (O)
Strength (S)
1. Kebijakan
penerapan
KPH pada
setiap fungsi
hutan
2. Terbukanya akses
masyarakat dan
kewenangan Pemda
dalam pengelolaan
hutan berbasis
masyarakat
3. Minat investasi
sektor kehutanan
tinggi
4. Kerjasama dengan pihak
luar terbuka luas untuk
penelitian dan
pengembangan dalam
pengelolaan hutan dan
pemberdayaan ekonomi
masyarakat
5. Program REDD+
dilakukan diruang KPH
1 2 3 4 5 6
1. Potensi hasil hutan
kayu, bukan kayu dan
hasil hutan ikutan
lain relatif masih
tinggi
Mendorong ijin
pemanfaatan potensi
hasil hutan berbasis
masyarakat hukum adat
Membuka
kesempatan investasi
kepada investor
bidang kehutanan di
wilayah KPHL
Mencari dan membuka
peluang kerjasama penelitian
dan pengembangan dengan
pihak luar
REDD+
diterapkan pada
kawasan hutan alam yang
ada potensi Hasil Hutan
Kayu dan Hasil Hutan
Bukan Kayu yang masih
tinggi
2. Organisasi KPH telah
terbentuk dan
memiliki kedudukan
sejajar dengan
SKPADA lain
Memperkenalkan
kedudukan
organisasi serta
peran dan fungsi
KPHL Unit XLII
Jayawijaya
KPHL memberikan
stimulan bagi masyarakat
dalam usaha di bidang
kehutanan
KPH dijadikan ruang
implementasi mekanisme
REDD+
3. Terdapat keindahan
bentang alam dan
peninggalan budaya
yang unik
Peningkatan income
masyarakat sekitar hutan
dengan kegiatan
ekowisata
Membuka
kesempatan investasi
di bidang jasa dan
ekowisata berbasis
masyarakat adat
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
94
4. Komitmen
pemerintah daerah
relatif tinggi untuk
meningkatkan
perekonomian dan
kesejahteraan
masyarakat melalui
pembangunan bidang
kehutanan
Mendorong
regulasi yang
mengatur
pengelolaan dan
pemanfaatan hasil
hutan pada setiap
fungsi kawasan
Memberikan akses
seluas-luasnya bagi
investor untuk
berinvestasi di bidang
kehutanan dan
ekowisata
Mencari dan membuka
peluang kerjasama penelitian
dan pengembangan dengan
pihak luar
Alternatif Sumber
Pendapatan dari REDD+
5. Sistem pemukiman
dan pemilikan ulayat
menyebar secara
komunal
Penataan batas-batas
wilayah secara jelas dan
legal berdasarkan hak
ulayat
6. Kepemimpinan adat
dan hak masyarakat
masih berlaku di
beberapa wilayah
distrik dan kampung
Menjaga agar
efektifitas
property right
dalam
pengelolaan dan
pemanfaatan hasil
hutan tetap
terwujud
Peningkatan kapasitas
masyarakat lokal dalam
pengelolaan hasil hutan
7. Sebagian besar
masya-rakat
menggantungkan
hidup dari bertani,
meramu dan berburu
hasil hutan
Membangun
model-model
pengelolaan dan
pemanfaatan
kawasan yang
menjamin
kelestarian fungsi
dan manfaat pada
setiap fungsi
kawasan
Pengelolaan kolaborasi
dengan pemerintah dan para
pihak
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
95
8. Terdapat usaha-usaha
pemungutan
tradisional hasil
hutan.
Peningkatan sarpras
pengelolaan hasil hutan
bagi masyarakat lokal
Kerjasama penelitian untuk
pengembangan IPTEK
sistem pemungutan
tradisional
9. Terdapat lahan tidak
produktif pada setiap
fungsi kawasan
hutan
Perlindungan
areal-areal lahan
kritis pada semua
fungsi kawasan
Melibatkan masyarat
lokal dalam kegiatan
KBR dan GN-RHL pada
lahan kritis
Mendorong investasi
Hutan Tanaman
Indutri dan hutan
rakyat pada areal
tidak produktif
Kerjasama penelitian dan
pengembangan pada areal-
areal tidak produktif
Tabel 4.5. Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Mengatasi Ancaman (Strategy S-T)
Threaten (T)
Strength (S)
1. Tumpang
tindih
kewenangan
antar sektor
kehutanan
dan non
kehutanan
2. Wilayah kelola
masyarakat Hukum
Adat belum
dilegitimasi dan
belum ada peta tata
batas kawasan
hutan
3. Desakan untuk
penerapan
REDD Plus,
sertifikasi usaha
dan produk
sektor
kehutanan
4. Rendahnya
Pendidikan Dan Taraf
Hidup Masyarakat
Sekitar Kawasan
5.Kegiatan
Pemanenan Kayu
Secara illegal
1 2 3 4 5
1. Potensi hasil hutan
kayu, bukan kayu
dan hasil hutan
ikutan lain relatif
masih tinggi
Posisi KPHL
sebagai
pengelola
kawasan hutan
dapat
memberikan
peluang kepada
pihak lain untuk
berinvestasi
dalam kawasan.
Menginvetarisir
potensi wilayah dan
memberikan ruang
kelola kepada
masyarakat hukum
adat
Mendorong
pelaksanaan REDD
Plus dan
penjaminan
legalitas kayu
lokaldi tingkat
tapak
Peningkatan kapasitas
masyarakat sekitar hutan
dalam pemanfaatan hasil
hutan
Menata sistem pemanenan
hasil hutan berdasarkan
kearifan lokal
2. Organisasi KPH
telah terbentuk dan
Terciptanya alur
kewenangan dan
Membantu
terlaksananya
Pemberantasan kegiatan
pemanenan kayu secara
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
96
memiliki
kedudukan sejajar
dengan SKPADA
lain
tanggung jawab
tiap jenjang unit
organisasi
secara jelas dan
mantap
pemetaan partisipatif
wilayah adat
ilegal
3. Terdapat
keindahan bentang
alam dan
peninggalan
budaya yang unik
Kolaborasi
kegiatan
ekowisata
dengan Dinas
Pariwisata
Pendampingan
manajemen obyek
wisata unggulan
Meningkatkan
pemahaman dan
penyadaran eksistensi
kawasan bagi
kelangsungan hidup
masyarakat sekitar
Peningkatan pemahaman
dan penyadaran
masyarakat sekitar terkait
legalitas kayu
4. Komitmen
pemerintah daerah
relatif tinggi untuk
meningkatkan
perekonomian dan
kesejahteraan
masyarakat melalui
pembangunan
bidang kehutanan
Memfasilitasi
terbentuknya
forum
kolaborasi
pengelolaan
hutan
Mendukung upaya
pemetaan partsipatif
masyarakat adat
Menghasilkan
regulasi untuk
memproteksi
perusakan kawasan
hutan
Memberikan akses seluas-
luasanya bagi peserta
didik untuk meningkatkan
kualitas pendidikan
Mendukung upaya
penelitian dan
pengembangan yang
berkaitan dengan
pengelolaan hutan secara
lestari
5. Sistem pemukiman
dan pemilikan
ulayat menyebar
secara komunal
Mendorong partsipasi
aktif masyarakat
pemilik hak ulayat
dalam pemetaan
wilayah adat
Peningkatan pemahaman
dan penyadaran
masyarakat sekitar
terhadap peran ekosistem
kawasan KPHL
Peningkatan pemahaman
dan penyadaran
masyarakat sekitar
terhadap kelestarian hutan
6. Kepemimpinan
adat dan hak
masyarakat masih
berlaku di beberapa
wilayah distrik dan
kampung
Peningkatan
pemahaman dan
penyadaran
masyarakat
pemilik hak
ulayat tentang
kewenangan
masing lembaga
Peningkatan
pemahaman pentinya
pemetaan wilayah adat
secara mandiri
Peningkatan kapasitas
pemimpinan adat
Memperketat aturan-
aturan adat dalam
pengelolaan sumberdaya
hutan secara ilegal
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
97
7. Sebagian besar
masya-rakat
menggantungkan
hidup dari bertani,
meramu dan
berburu hasil hutan
Meningkatkan
produktifitas dan
keberlanjutan ladang
berpindah masyarakat
Menjamin
kesinambungan
pemanfaatan hasil
hutan kayu dan non
kayu
Peningkatan upaya
pemberdayaan
masyarakat berdasarkan
potensi lokal
Mendorong masyarakat
adat menghindari rent
seeking behavior
(perilaku mencari
untung)dari stake holders
kehutanan
8. Terdapat usaha-
usaha pemungutan
tradisional hasil
hutan.
Mempertegas
kewenangan
pemerintah
dalam
pemungutan
hasil hutan
Mendorong timbulnya
value added
pemungutan hasil
hutan
Menjamin
pengelolaan secara
lestari sumberdaya
hutan
Peningkatan pendidikan
informal bidang
kehutanan
Tabel 4.6. Strategi Mengurangi Kelemahan dan Mengatasi Ancaman (Strategy W-T)
Threaten (T)
Weakness (W)
1. Tumpang tindih
kewenangan
antar sektor
kehutanan dan
non kehutanan
2. Wilayah kelola
masyarakat
Hukum Adat
belum dilegitimasi
dan belum ada
peta tata batas
kawasan hutan
3. Desakan untuk
penerapan
REDD Plus,
sertifikasi usaha
dan produk
sektor kehutanan
4. Rendahnya Pendidikan
dan Taraf Hidup
Masyarakat Sekitar
Kawasan
5.Kegiatan Pemanenan
Kayu Secara illegal
1 2 3 4 5
1. Peta Tata Ruang
Kehutanan dan
batas kawasan
hutan masyarakat
adat belum ada
Pemetaan
partsipatif
wilayah adat
sampai tahap
registrasi batas
wilayah adat
(RBWA)
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
98
2. Kelembagaan
KPHL Biak
belum efektif
dan efisien
Peningkatan
kapasitas
kelembagaaa
n KPHL
Peningkatan upaya
penyadaran
peran KPHL
bagi
kesejahteraan
masyarakat
Peningkatan Upaya
Pendampingan dalam
pemberdayaan
masyarakat
Penegakan hukum secara
menyuluh dalam wilayah
KPHL
3. Sumberdaya
KPHL (fasilitas
dan sumberdaya
manusia) masih
terbatas
Peningkatan
kapasitas staf
melalui
pendidikan
dan pelatihan
Penyediaan sarana pra
sarana yang
meningkatkan
pengembangan SDM
4. Data potensi hasil
hutan kayu dan
bukan kayu di
setiap fungsi
kawasan belum
tersedia
Pengembangan
database
potensi
Sumberdaya
alam dalam
kawasan
KPHL
Pemetaan potensi
sumberdaya
alam
berdasarkan
kepemilikan hak
ulayat
Peningkatan kapasitas
masyarakat adat melalui
pendidikan dan pelatihan
pemanfaatan sumberdaya
hutan
5. Regulasi
pendukung bidang
kehutanan terkait
dengan perizinan,
retribusi dan hak
masyarakat adat
belum tersedia
pada setiap tataran
pemerintahan
Mempercepat
proses
pembentukan
regulasi secara
komprehensif
Mempermudah akses
perizinan dan
retribusi
pemanfaatan hasil
hutan
6. Pemungutan hasil
hutan kayu dan
hasil hutan bukan
kayu oleh
masyarakat belum
terorganisir
Mendorong tersedianya
regulasi yang mengatur
pembagian manfaat
secara adil dan merata
pada masyarakat adat
Mendorong pemerintah
memberikan proteksi
terhadap aktivitas illegal
dari pihak luar
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
99
Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors) merupakan faktor penentu sangat penting dalam penetapan keberhasilan
organisasi. Faktor keberhasilan ini ditetapkan dengan terlebih menganalisis faktor-faktor lingkungan baik internal maupun eksternal
dengan pendekatan SWOT tersebut.
Adapun faktor-faktor kunci keberhasilan dirumuskan sebagai berikut :
a) Kapasitas kelembagaan KPHL Unit XLII Jayawijaya
b) Potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
c) Regulasi yang berpihak pada masyarakat adat
d) Sarana prasarana KPHL Unit XLII Jayawijaya yang memadai
e) Dukungan pemerintah dan para pihak
7. Kapasitas
masyarakat dalam
mengelola hutan
dan lahan sangat
terbatas
Meningkatkan
kerjasama dengan
pemerintah, swasta,
NGO berdasarkan
asas manfaat
Peningkatan upaya
penyadaran mengenai
sistem pengelolaan hutan
dan lahan
8. Kerjasama
lembaga
masyarakat dan
koordinasi
program dengan
instansi terkait
belum mantap,
masih sektoral
Meningkatkan
dukungan lembaga
lain dalam
mendukung
pemetaan partsipatif
Membentuk model
pengelolaan kolaboratif
dengan melibatkan
berbagai pihak
Membentuk model
pengamanan swakarsa
secara kolaboratif
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
100
Proyeksi Keadaan KPHL Unit XLII Jayawijaya
Pengelolaan kawasan diproyeksikan ke dalam kondisi atau keadaan yang diinginkan, yang ditempuh melalui proses berkelanjutan.
Selanjutnya dituangkan dalam rencana pengelolaan hutan KPHL periode 2015-2024. Hal ini menjadi arah dan acuan sekaligus menjadi
gambaran kondisi yang diinginkan dalam pengelolaan 10 tahun ke depan. Diharapkan pengelolaan KPHL Jayawijaya memberikan
manfaat maksimal terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan memperhatikan kondisi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya KPHL Unit XVII Jayawijaya saat ini, kondisi umum
yang diinginkan adalah :
1. Kapasitas kelembagaan; Kapasitas kelembagaan kawasan KPHL Unit XVII Jayawijaya yang mantap adalah faktor yang paling
dominan dalam pengelolaan yang optimal
2. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan
masyarakat dan atau Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dikelola secara arif dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi
3. Terwujudnya kesadaran masyarakat berupa peran dan partisipanya dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA di KPHL Unit XLII
Jayawijaya termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
4. Terwujudnya pengelolaan kolaborasi KPHL Unit XLII Jayawijaya dengan melibatkan para pihak/stakeholders yang berkepentingan
5. Kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya yang memiliki daya saing tinggi sebagai pengembangan ekowisata, serta ilmu pengetahuan
dan teknologi
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
101
Dalam usaha mencapai kondisi yang diinginkan tersebut, perlu ditetapkan target selama 10 tahun ke depan yaitu :
1. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat
Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya ditempuh melalui penerapan teknologi tepat
guna dan berhasil guna serta ramah lingkungan. Pola-pola pendekatan Agroforestry dan pemberdayaan kerajinan tangan yang
aplikatif dan dapat diterima semua pihak
2. Sistem informasi dan database
Tersedianya data dan informasi yang detail pada semua tapak (site) sebagai dasar sustainable management dan evaluasi model
pengelolaan yang telah dilaksanakan
3. Pengelolaan Mandiri
Dalam perkembangnnya, pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya mengarah pada pengelolaan yang mandiri dalam hal kebutuhan
akan dana. Pengelolaan mandiri tidak berarti bahwa KPHLUnit XLII Jayawijaya akan mengelola kawasan tanpa adanya kolaborasi
dengan pihak lain, tetapi tidak berarti bahwa dana pengelolaan tidak bergantung dari pembiayaan APBN dan mengusahakan sektor-
sektor lain
4. Kelestarian Plasma Nutfah
KPHL memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan keunikan dari kawasan ini. Potensi keanekaragaman hayati
yang tinggi ini sangat penting bagi wilayah sekitarnya yang dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pengembangan
wilayah. Pembangunan dan pengembangan wilayah pada prinsipnya harus memperhatikan dan memelihara sistem penyangga
kehidupan melalui pengelolaan setiap fungsi kawasan konservasi serta setiap fungsi pokok dan fungsi penunjang dapat berjalan
secara seimbang.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
102
5. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Salah satu tolak ukur keberhasilam dalam pengelolaan kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya adalah meningkatnya kesejahteraan
masyarakat baik di dalam atau sekitar kawasan. Peningkatan kesejahteraan akan dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat secara
efektif dan efisien melalui peningkatan ketrampilan dalam mengolah hasil hutan dan potensi wisata alam berbasis socio ecotorism.
Berdasarkan analisis dan uraian sebelumnya, maka kriteria afektifitas pengelolaan KPHL Unit XVII Jayawijaya ke depan, ditinjau
dari aspek ekologi (lingkungan), ekonomi dan sosial budaya antara lain sebagai berikut :
1. Ekologi (Lingkungan)
a) Eksistensi kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya dipertahankan melalui koordinasi, sinkronisasi dan partisipatif dalam penataan
ruang dan optimalisasi penatagunaan kawasan
b) Keanekaragaman hayati tetap terpelihara dalam batas-batas resiliensi
c) Pengelolaan KPHLUnit XLII Jayawijaya secara swadana dan kolaboratif.
2. Ekonomi
a) Pendapatan rumah tangga yang bergantung pada sumberdaya hutan meningkat
b) Pengusahaan pariwisata berbasis masyarakat (socio-ecotourismt) dapat terwujud dan lebih professional dalam kawasan KPHL Unit
XLII Jayawijaya guna mendukung misi Kabupaten Jayawijaya menjadi kota Pariwisata
c) Kontribusi terhadap PNBP dan pendapatan daerah meningkat secara proporsional
d) Aneka usaha pengolahan hasil hutan dan kerajinan skala kecil dan menengah dapat berjalan dan terjamin keberlanjutannya mulai
dari bahan baku sampai pemasaran.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
103
e) KPHL Unit XLII Jayawijaya dalam waktu 10 tahun mendatang diharapkan mengelola kawasan hutan dengan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) sehingga memungkinkan keberlanjutan/kelestarian pengelolaan hutan
dilakukan secara mandiri.
3. Sosial Budaya
a) Keberadaan masyarakat adat dan hak ulayat di dalam dan sekitar kawasan diakui dengan ketentuan yang berlaku dan taraf hidupnya
meningkat
b) Partisipasi aktif masyarakat terus meningkat terhadap pengelolaan kawasan dengan kesadaran sendiri
c) Kualitas kesejahteraan masyarakat (pendidikan, kesehatan, perumahan, lingkungan, kreatifitas karya seni, organisasi sosial, ekonomi
dan politik) yang bergantung pada kawasan makin meningkat
d) Manfaat keberadaan kawasan KPHLUnit XLII Jayawijaya terus meningkat dan terdistribusi secara adil dan merata terutama bagi
masyarakat dengan ketergantungan tinggi terhadap kawasan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
104
RENCANA KEGIATAN
5.1 Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan
5.1.1 Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola
Luas kawasan hutan yang dikelola oleh KPHLUnit XLII Jayawijaya berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 481/Menhut-
II/2009 tentang pembentukan 56 unit KPH di Provinsi Papua , KPHL Jayawijaya memiliki luas areal seluas : 139.928 Ha. Luasan
dan komposisi fungsi kawasan selanjutnya mengalami perubahan sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 458
tanggal 15 Agustus Tahun 2012 Jo SK Menhut No 782 tahun 2012 tentang peta perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan
kawasan hutan, Perubahan Fungsi kawasan hutan dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Provinsi Papua.
Rencana kegiatan inventarisasi berkala wilayah kelola dilaksanakan berdasarkan rencana strategis untuk melengkapi, merinci
dan memperbaharui semua data dan informasi tentang potensi hasil hutan yang terdapat dalam wilayah kerja KPHL Unit XLII
Jayawijaya. Kegiatan inventarisasi hutan yang akan dilaksanakan terdiri atas inventarisasi biogeofisik dan inventarisasi sosial,
ekonomi dan budaya. Pelaksanaan rencana inventarisasi berkala akan dimulai secara bertahap pada masing-masing wilayah Resort
Pengelolaan Hutan (RPH) selama 10 (sepuluh) tahun berjalan, sasarannya pada masing-masing blok kerja disesuaikan dengan fungsi
blok yang terdapat dalam wilayah RPH.
Bab5
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
105
Rencana kegiatan inventarisasi hutan berkala wilayah kelola 10 (sepuluh) tahun KPHL Unit XVII Jayawijaya diarahkan pada
pelaksanaan program dan kegiatan seperti Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Rencana Program, Kegiatan, Lokasi dan Target Pencapaian
N
O PROGRAM KEGIATAN LOKASI
LUAS
(HA)
TARGET 5 TAHUNAN
2016-2020 2021-2025
1. Inventarisasi
Biogeofisik
Inventarisasi Potensi Hasil Hutan
Kayu
Blok Pemanfaatan HHK-
HA 4.424,29 2.212,145 Ha 2.212,145 Ha
Inventarisasi Potensi Jasling dan
HHBK
Blok Pemanfaatan
kawasan, HHBK & Jasling 48.010,30 24.005,15 Ha 24.005,15 Ha
Inventarisasi Biofisik Kawasan Blok Wilayah Tertentu 7.610,59 3.805,295 Ha 3.805,295 Ha
Inventarisasi Potensi Jasling,
HHBK dan Pemanfaatan Kawasan Blok Pemberdayaan 17.581,51 8.790,755 Ha 8.790,755 Ha
2.
Inventarisasi
Sosial,
Ekonomi dan
Budaya
Identifikasi kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat
sekitar kawasan hutan
Kampung/Desa di dalam
atau di sekitar kawasan
hutan
- 30% jumlah
kampung di
dalam kawasan
hutan terdata
100 %
kampung di
dalam
kawasan hutan
terdata
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
106
5.1.2 Penataan Hutan
Rencana Penataan Hutan dilaksanakan berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang menghasilkan peta, data dan informasi
potensi wilayah kelola KPHLUnit XLII Jayawijaya dengan memperhatikan karakteristik biofisik lapangan, kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan izin-izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan dengan
mempertimbangkan peta arahan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/
Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten (RKTK) dan fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL Jayawijaya. Rencana penataan hutan
seperti Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Rencana Penataan Hutan
No Program Kegiatan Lokasi Panjang
Trayek (km)
Target 5 Tahunan
2015-2019 2020-2024
1. Penataan Batas Blok
KPHL
Pengukuran dan
Penataan Batas
RPH Das Baliem dan RPH
Mamberamo 200 km 100 km 100 km
2. Penataan Batas Hak
Ulayat Masyarakat
Pengukuran dan
Penataan Batas
RPH Baliem dan RPH
Tolikara 500 km 250 km 250 km
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
107
5.2 Pemanfaatan Wilayah Tertentu
Kawasan pemanfaatan wilayah tertentu berada pada kawasan, hutan produksi. Kawasan hutan wilayah tertentu berada pada blok HP-
wilayah tertentu mempunyai luas 7.610, 59 Ha dan terdapat 77 petak hutan. Luas blok wilayah tertentu hanya 4, 86 % dari seluruh
kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya.
Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu rencana pengelolaannya dilakukan dalam dua tahap. Setiap tahap terdiri dari 5 tahun, 3 tahun
dan 1tahun. Tiga tahun pertama diprioritaskan untuk pengembangan kelas perusahaan komoditi tanaman kehutanan, pengembangan jasa
lingkungan dan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Skema yang dikembangkan berupa kemitraan (masyarakat
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
108
perorangan, koperasi dan investor). Pola kemitraan masyarakat yang dilakukan dikenal dengan nama “Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat Hukum Adat”. Sesuai dengan pasal 6 dan pasal 7 Permenhut No 47 Tahun 2013 tentang pedoman, kriteria dan standar
pemanfaatan wilayah tertentu pada KPHL dan KPHP, menyatakan bahwa penyelenggaraan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada
kawasan hutan lindung meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada hutan lindung untuk pengelolaan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 31. Sedangkan pemanfaatan
hutan di wilayah tertentu pada hutan produksi meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu, dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Program dan kegiatan pemanfaatan hutan di wilayah
tertentu pada kawasan hutan Lindung untuk pengelolaan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu
N
o
Program dan Kegiatan Lokasi Target 5 Tahunan
2015 – 2019 2020-2024
I HHBK HL HP HPt HL HP HPt
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Budidaya tanaman penghasil
gaharu
RPH Lembah Baliem dan RPH
Mamberamo Tengahi
- 100 200 - Pemeliharaa
n
Pemeliharaan
2. Budidaya Agathis 3 RPH : Puncahk Jaya, Tolikara
dan Puncak
100 50 100 Pemeliharaa
n
Pemeliharaa
n
Pemeliharaan
3. Budidaya Lebah Madu 2 RPH 2 KTH - 1 KHT Pembinaan - Pembinaan
4. Budidaya Bambu RPH Lembah Baliem 20 Ha 20 Ha 20 Ha 20 Ha 20 Ha 10 Ha
5. Budidaya Kayu Putih RPH Baliem an Tolikara - 100 Ha 100 Ha - 50 Ha 100 Ha
6. Budidaya Masohi dan lawang 3 RPH I - 25 Ha 20 Ha - Pemeliharaa
n
Pemeliharaan
II HHK Lokasi HL HP HPT HL HP HPT
1. Pemanenan HHK pada Hutan
Alam
6 RPH - 20.000 Ha 25.000
Ha
- 20.000 Ha 20.000 Ha
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
109
1. Pemanenan HHK pada Hutan
Alam
6 RPH - 20.000 Ha 25.000
Ha
- 20.000 Ha 20.000 Ha
2. Pengembangan Kelas Perusahaan
- Jati - 50 50 - 100 150
- Agathis
- Tanaman Endemik Papua 100 100 100 150
- Tanaman Bio energi - 5300 5000 - 10000 5000
III JASA LINGKUNGAN Lokasi HL HP HPT HL HP HPT
1. Pemanfaatan Aliran Air :
- Air Terjun i
- Air Terjun k
2 RPH 1 unit
1 unit
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2. Ekowisata :
- Telaga
- Air Terjun
- Air Terjun
2 RPH
2 lokasi
1 lokasi
-
-
-
3. REDD+ 3 3 RPH 50 Ha 50 Ha 50 Ha 150 Ha 100 Ha 100 Ha
5.3 Pemberdayaan Masyarakat
Secara spasial wilayah kelola KPHL Unit XVII Jayawijaya berada dalam wilayah yang banyak terdapat aktifitas-aktifitas
masyarakat yang berdiam di dalam atau sekitar kawasan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat atau akses
terhadap hutan sangat tinggi. Oleh karena itu, mekanisme yang perlu dibangun adalah dengan pola kemitraan yang akan memberdayakan
masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan juga merupakan salah satu
solusi yang tepat untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakat yang mengklaim hutan dan lahan sebagai hak adatyan diperoleh secara
turun menurun. Rincian mengenai target pemberdayaan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
110
Tabel 5.4. Pemberdayaan Masyarakat
No Kegiatan Lokasi Target 5 Tahunan
2017-2021 2022-2026
1 Ekowisata Blok Pemanfaatan
Jasling & HHBK
Terbangunnya 1 (satu) lokasi
ekowisata alam
Bertambahnya 2 (dua) lokasi
ekowisata alam
2
Pembentukan Kelembagaan
Masyarakat (KTH,
Koperasi)
Blok Pemberdayaan
Masyarakat
Terbentuknya 50 Kelompok
Tani Hutan (KTH), dan 1
Koperasi Masyarakat
Pembinaan dan Pengembangan
Kapasitas Kelembagaan dan
SDM
3
Fasilitasi regulasi (Peraturan
Kampung/Marga)
Blok Pemberdayaan
Masyarakat
Terbentuknya peraturan
kampung pengelolaan hasil
hutan kayu/HHBK pada 5 lokasi
Terbentuknya peraturan
kampung pengelolaan hasil
hutan kayu/HHBK pada 5 lokasi
4 Peningkatan kapasitas
masyarakat
KTH yang terbentuk
50 KTH 50 KTH
5 Pamswakarsa 6 RPH
60 orang
60 orang
6 Agroforestry/
Silvopastura
Seluruh Blok kecuali
Blok Perlindungan &
Blok Inti
Terlaksananya pola agroforestry
dan Silvopastura pada 50 KTH
Bertambahnya 50 KTH yang
menerapkan pola pengelolaan
Agroforestry/
Silvopastura
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
111
5.4 Pembinaan, Pemantauan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pada Areal yang Berizin
Pembinaan dan pemantauan pada areal yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan di KPHL Unit XVII
Jayawijaya untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Pembinaan dan Pemantauan pada areal yang dibebani izin
No Pembinaan Pemantauan Periode Lokasi
1
Pembinaan dibidang teknis kehutanan meliputi:
produksi (kelestarian hasil) dan rehabilitasi
(kelestarian hutan/lingkungan)
Kinerja berdasarkan hasil
pembinaan 2 kali setahun 2 RPH
2 Pembinaan dibidang perijinan dan regulasi
(penegakan hukum)
Kinerja berdasarkan hasil
pembinaan 2 kali setahun 2 RPH
3 Sosialisasi dan penyuluhan tentang model
pengelolaan hutan lestari pada kawasan hutan Monitoring dan evaluasi 2 kali setahun 3 RPH
5.5 Rehabilitasi Pada Areal Kerja di Luar Izin
Luas lahan kritis di dalam kawasan hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya berdasarkan data spasial lahan kritis yang dikeluarkan
BPADA AS Memberamo tahun 2013 sebesar 54.608,02 ha, dengan perincian potensi kritis 2.792,92 ha, agak kritis 20.496,14 ha, kritis
26.183,18 ha dan sangat kritis 5.135,77 ha. Rencana penyelenggaraan rehabilitasi pada areal kerja di luar ijin di KPHL Unit XLII untuk
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
112
Tabel 5.6. Target Pencapaian Rehabilitasi pada Areal Kerja di Luar Izin
No PROGRAM KEGIATAN LOKASI
TARGET PENCAPAIAN
2017-2021 2022-2026
1.
Rehabilitasi
Hutan dan
Lahan
Rehabilitasi untuk tujuan komersiil 6 RPH 2000 ha 2000 ha
Rehabilitasi untuk tujuan konservasi atau
Restotasi Ekosistem
Lahan Kritis pada Blok inti dan blok
perlindungan di 6 RPH 1000 ha 1000 ha
5.6 Pembinaan dan Pemantauan Rehabilitasi dan Reklamasi di dalam Areal yang Berizin
Kegiatan yang dilakukan adalah:
Pembinaan dibidang teknis kehutanan berupa sistem silvikultur TPTI dan IHMB yang digunakan
Pembinaan dibidang rehabilitasi hutan dan lahan secara umum
Penegakan aturan dibidang rehabilitasi
Identifikasi kinerja pelaksanaan rehabilitasi terkait dengan bidang teknis kehutanan
Evaluasi penerapan sistem silvikultur yang digunakan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
113
5.7 Rencana Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Rencana penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam di KPHL Unit XVII Jayawijaya untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun mendatang dapat di lihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Rencana Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
NO PEMBINAAN LOKASI TARGET 5 TAHUNAN
2017-2021 2022-2026
1 Deliniasi areal perlindungan
setempat
Blok inti dan blok
perlindungan
50 % luasan dari masing-masing
blok terdeliniasi
100 % luasan dari masing-masing
blok terdeliniasi
2
Upaya perlindungan dan
pengawetan flora fauna yang
kategori terlindungi
Blok inti dan blok
perlindungan
Tersedianya sarana dan prasarana
penunjang patroli pengamanan
hutan
Bertambahnya sarana dan
prasarana penunjang patroli
pengamanan hutan
3 Upaya konservasi in-situ
dan eks-situ
Blok inti dan blok
perlindungan
Terbangunnya unit- unit
konservasi in-situ berupa
arboretum, demplot dll
Bertambahnya unit-unit
konservasi in-situ berupa
arboretum, demplot dll
4 Patroli pengamanan hutan Semua kawasan
hutan
5 Pemberantasan Hama dan Penyakit
hutan
Semua kawasan
hutan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
114
5.8 Rencana Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin
Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin di KPHL Jayawijaya untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin di KPHL Unit XVII Jayawijaya
No METODE FREKUENSI TINDAK LANJUT
1 Identifikasi permasalahan perijinan Sekali setahun Menyusulkan ijin jika terdapat masalah
2 Mendesain RKU Pemegangan Izin agar mengacu pada RPHJ
Panjang/Pendek KPHL Jayawijaya 5 Tahun sekali
Tidak memberikan ijin jika RKU belum
singkron dengan RPJP
3 Menganalisa kinerja pemegang ijin 5 Tahun sekali Pemberian sanksi
5.9 Koordinasi / Konsultasi dengan Instansi dan Stakeholder terkait
Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait dapat dijabarkan seperti Tabel di bawah:
Tabel 5.9. Koordinasi/Konsultasi dengan instansi dan stakeholder terkait
Para Pihak
(Stakeholders)
Konsultasi
(Consult) Lokasi
Target
Pencapaian
Bupati pada wil.
KPHL Jayawijaya
• Kegiatan-kegiatan yang perlu diatur Peraturan
Bupati
• Pembentukan BLUD
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
DPRD Kabupaten
pada KPHL
Jayawijaya
• Kegiatan yang perlu mendapat pembiayaan dari
RAPBD
• Kegiatan-kegiatan yang perlu diatur melalui
PERBUP
• Pembentukan BLUD
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
115
Bappeda
Kabupaten pada
Wil. KPHL
Jayawijaya
• Rencana usulan anggaran kegiatan (RAPBD)
DAU dan DAK beserta sumber-sumber lain
(Propinsi, Pusat, dan Internasional)
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Dinas Kehutanan
Dan Perkebunan
Kabupaten pada
wil. KPHL
• Sebagian fungsi dan peran Dishut dialihkan ke
KPHL Unit XLII Jayawijaya
• Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
• Peraturan Bupati untuk ijin pemungutan Hutan
Hak Ulayat
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Dinas Peternakan
Pertanian dan
Tanaman Pangan
• Kegiatan-kegiatan yang dapat diintegrasikan di
lapangan
• Kemungkinan usaha Agrosilvopastory
(Perkebunan, Pertanian, Kehutanan, dan
Peternakan) di Numfor
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Dinas Peternakan
dan Perikanan
• Kegiatan untuk Masyarakat Adat Biak yang
sebagian besar memiliki mata pencaharian
nelayan dan petani
• Agrofishery (Kehutanan dan Perikanan)
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Badan Lingkungan
Hidup
• Kegiatan-kegiatan yang perlu dikoordinasikan
oleh BLH
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat
Kampung (BPMK)
• Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
pemberdayaan masyarakat kampung
• Cara kerjasama dalam pendampingan
masyarakat kampung oleh tenaga / sarjana
pendamping
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Badan
Kepegawaian
Daerah (BKD)
• Kebutuhan PNS untuk KPHL Unit XVII
Jayawijaya
• Jabatan-jabatan Struktural dan Fungsional
• Pengembangan kapasitas staf KPHL Jayawijaya
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
116
Dinas Pendidikan • Pendidikan Sekolah Hijau bagi Sekolah PAUD
sampai dengan lanjutan (SMU)
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap Tahun
Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan
• Lokasi-lokasi yang dimungkinkan untuk usaha
jasa lingkungan
• Promosi pariswisata alam dan budaya
masyarakat sekitar hutan
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap
Tahun
Dinas Koperasi
Usaha Kecil dan
Menengah
• Bentuk-bentuk usaha individu dan kelompok
masyarakat di kampung-kampung sekitar hutan
untuk dikondisikan dan diadaptasikan menjadi
usaha bersama dalam badan hukum usaha
Koperasi
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap
Tahun
Dinas Perindustrian
dan
PERBUPgangan
• Usaha-usaha Industri hasil hutan kayu lanjutan
dan hasil hutan bukan kayu
• Usaha-usaha masyarakat yang terkait dengan
hasil hutan dan kebun
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Distrik dan
Kampung
• Wilayah masyarakat adat / marga
• Pemetaan partisipatif wilayah adat dalam
kampung dan distrik
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap
Tahun
Dishut Provinsi
Papua
• Kegiatan-kegiatan yang perlu dikoordinasikan
oleh Dinas Kehutanan Provinsi Papua
Kota Jayapura
Setiap
Tahun
BPKH Jayapura • Rencana Pelaksanaan Penataan Hutan dan
Inventarisasi Potensi
Kota Jayapura
(Provinsi Papua)
Setiap
Tahun
BPADA AS
Membramo
• Rencana dan kegiatan untuk RHL dan pemilihan
lokasi RHL dan KBR
Kota Jayapura
(Provinsi Papua)
Setiap
Tahun
BKSDA Papua • Rencana pengamanan hutan di wilayah-wilayah
kawasan konservasi
• Jenis-jenis flora dan fauna yang perlu dilindungi
dalam kawasan KPHL Jayawijaya
Kota Jayapura
(Provinsi Papua) Setiap
Tahun
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
117
BP2HP Jayapura • Peraturan Bupati yang mengatur pemanfaatan
kayu untuk kebutuhan lokal dari Hutan Ulayat
• Jenis-jenis Diklat Ganis dan Wasganis
Kota Jayapura
(Provinsi Papua) Setiap
Tahun
Balai Litbanghut
Manokwari
• Masalah-masalah sosial / hak ulayat, kesuburan
tanah, dan jenis-jenis tanaman unggulan lokal
(kayu dan non kayu)
Kota Manokwari
(Provinsi Papua Barat) Setiap
Tahun
Balai Diklathut
(BDK) Manokwari
• Jenis Diklat yang menjadi prioritas dan Bentuk
pelaksanaan Diklat
Kota Manokwari
(Provinsi Papua Barat)
Setiap
Tahun
Universitas Papua
Negeri (UNIPA)
• Kebutuhan kualifikasi yang profesional dan
kompeten yang diperlukan dalam pengelolaan
KPH
• Kurikulum dan Silabus serta bentuk praktek
lapangan di KPH
Kota Manokwari
(Provinsi Papua Barat) Setiap
Tahun
Pusat Pengelolaan
Ekoregion (PPE)
Wilayah Papua dan
Papua Barat
• Wilayah Kawasan Lindung
• Sumber-sumber mata air dalam wilayah KPH
Kota Biak
(Provinsi Papua) Setiap
Tahun
SKMA / SMK
Kehutanan
• Kebutuhan Tenaga Teknis Kehutanan di KPH
• Lokasi-lokasi yang dimungkinkan untuk dapat
dijadikan sebagai tempat praktek siswa SKMA /
SMK Kehutanan
Kota Manokwari
(Provinsi Papua Barat) Setiap
Tahun
Badan Pertanahan
Nasional (BPN)
• Rencana pelaksanaan tata batas kawasan hutan
• Rencana identifikasi dan pemetaan Hak Ulayat
dalam kawasan hutan
• Penertiban sertifikat tanah atau wilayah adat
dalam kawasan hutan
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap
Tahun
Polres • Rencana pengamanan hutan Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Lembaga
Masyaakat Adat
• Pemetaan wilayah adat dan Hak Ulayat
• Perumusan Hukum Adat
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo
Setiap
Tahun
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
118
Masyarakat Adat • Pemetaan wilayah adat dan Hak Ulayat dalam
kawasan hutan
• Usaha-usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan
HHBK
• Kegiatan dalam rehabilitasi dan lahan
Kab. Jayawijaya, Tolikara, MamTeng,
Yalimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo Setiap
Tahun
LSM • Kegiatan-kegiatan yang bisa didanai dari
lembaga-lembaga donor baik di dalam negeri
maupun dari luar negeri
• Pemberdayaan masyarakat yang tinggal di
dalam dan di luar kawasan hutan
• Diperlukan kerjasama yang terkoordinir dengan
pihak pemerintah (KPHL) dan LSM yang
terintegratif
Kab. Jayawijaya, Kab. Jayapura, Kota
Jayapura
Setiap
Tahun
5.10 Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kebutuhan tenaga struktural didasarkan pada formasi struktur organisasi. Kebutuhan fungsional seperti tenaga Polhut, PEH dan
tenaga teknis kehutanan lainnya, kebutuhannya didasarkan pada luasan hutan yang dikelola dan kemampuan tenaga yang bersangkutan.
Untuk tingkat tenaga polhut diasumsikan adalah 5.000 Ha/orang. Peningkatan kualitas SDM yang ada di KPHL Unit XLII l Jayawijaya
melalui berbagai pelatihan dan pendidikan teknis tentang kehutanan. Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM di kantor KPHL
nit XLII Jayawijaya untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun mendatang seperti pada Tabel 37.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
119
Tabel 5.10. Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM PNS
No Jabatan Kebutuhan
(orang)
Tersedia
(orang)
Kekurangan
(orang) Keterangan
1 KKPH 1 1 -
2 KBSTU 1 1 -
3 Kasie Rehabilitasi & Pengaman Htn 1 1 - Diusulkan ke Bupati
Target Pemenuhan s/d
2017-2021
(orang)
4 Kasie Perecaan & Perlindungan Htn 1 1 -
5 KRPH 5 - 5
6 Staf Sie KBSTU
- Akutansi (S1)
- Kepegawaian (S1)
- Tata Usaha (S1/SMA)
2
1
5
-
-
-
2
1
5
2
1
5
7 Staf Sie Rehabilitasi & Pengaman Htn
Staf Teknis
- Kehutanan (S1)
- Pertanian (S1)
3
1
-
1
3
-
3
1
8 Staf Sie Perecaan & Perlindungan Htn
- Kehutanan (S1)
- Pertanian (S1)
2
1
-
-
2
1
2
1
9 5 RPH
- Kehutanan (S1)
- Semua Jurusan (S1)
- Diploma Kehutanan (D3)
- SMK Kehutanan
15
6
20
20
3
15
6
20
17
15
6
20
20
10 Polisi Kehutanan 20 - 20 20
11 PEH 12 - 12 12
12 Penyuluh Kehutanan 20 - 20 20
TOTAL 137 8 129 137
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
120
Penyediaan SDM PNS tersebut apabila tidak segera terpenuhi, maka dapat diadakan melalui kontrak kerja. Kontrak kerja dapat
dilakukan oleh Kementerian Kehutanan RI dan atau dilakukan oleh KPHL Unit XLII Jayawijaya berdasarkan kemampuan keuangan yang
tersedia.
5.11 Penyediaan Pendanaan
• Selama jangka waktu pendanaan untuk semua kegiatan Pengelolaan Hutan 2015-2025 APBN (Dekonsentrasi), DAK bidang kehutanan,
DAU (pendamping DAK ), APBD Provinsi Papua, OTSUS, dan Sumber lain yang sah.
• Penggalian sumber pembiayaan dari sumber lain yang tidak mengikat sangat dimungkinkan, dengan menyampaikan program yang telah
disusun sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang kepada lembaga donor.
5.12 Pengembangan Data Base
Mengembangkan system informasi wilayah kelola KPHL Jayawijaya yang cepat, akurat dan integratif dan didukung oleh perangkat
system informasi dan data base berbasis web yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholders dengan database. Pengembangan
database yang dilakukan berupa:
• Pembuatan Website KPHL Unit XLII Jayawijaya
• Pembuatan Perangkat Sistem Informasi Teknologi Data Base KPHL Unit XLII Jayawijaya
• Pembuatan data base, sinkronisasi data dan pelaporan
5.13 Rasionalisasi Wilayah Kelola
Rasionalisasi wilayah kelola KPHL Unit XVII Jayawijaya yang dilakukan pada 10 (sepuluh ) tahun mendatang adalah :
• Melalukan review tata batas kawasan hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya dalam rangka sinkronisasi SK Menhut 458 dan 782 terhadap
648.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
121
• Melakukan pemetaan-pemetaan tata batas hak ulayat/marga
• Melakukan konsolidasi dan sosialisasi status kawasan hutan KPH dengan ruang adat.
5.14 Review Rencana Pengelolaan
Rencana pengelolaan minimal 5 (lima) tahun dapat dilakukan review untuk penyesuaian perubahan status kawasan hutan dan
menyesuaikan dengan rencana. Kementerian Kehutanan, Provinsi Papua dan Kabupaten Jayawijaya.
5.15 Pengembangan Investasi
• Pengembangan investasi diarahkan kepada para pemegang ijin skala besar maupun skala kecil seperti IUPHHK-HTR dan pelaku
ekonomi kehutanan lainnya skala UMKM
• Kegiatannya (1) Peningkatan iklim dan realisasi investasi, (2) Peningkatan promosi dan kerjasama investasi
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
122
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
6.1 Pembinaan
Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHL Unit XLII
Jayawijaya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan misi pengelolaan yang diemban.
Pembinaan dilakukan terhadap sumberdaya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di sekitar kawasan KPHL Jayawijaya. Dalam
rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia pengelola KPHL Unit XVII Jayawijaya dalam penyelenggaraan kegiatan
pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi maupun pendidikan non formal berupa pendidikan
dan pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan.
2. Terbentuknya suatu kondisi yang dapat menguatkan kerangka semangat kerjasama diantara pihak pengelola, pemerintah pusat,
Pemerintah Daerah, mitra dan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan KPHL Jayawijaya.
3. Pengembangan sistem informasi yang baik agar dapat menyajikan hal-hal baru yang bermanfaat bagi semua pihak di dalam
pengelolaan.
Bab6
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
123
4. Pembinaan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHL
Unit XLII Jayawijaya, mengingat masyarakat di sekitar kawasan KPH merupakan bagian dari ekosistem hutan yang harus dikelola.
Hal ini dapat dilhat dari adanya pembagian peran terhadap masyarakat.
6.2 Pengawasan
Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHL Unit XLII Jayawijaya agar dapat melaksanakan tugas
dan fungsinya dengan baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya dilakukan oleh pihak internal
pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan
yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan.
Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat
diketahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya serta perubahan pada
sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan
dan kesesuaian sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program
yang tidak tepat
6.3 Pengendalian
Pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Di dalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor : 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Sistem Pengendalian Intern (SPI) menurut peraturan ini adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
124
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah. Unsur Sistem Pengendalian Interen Pemerintah terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian interen. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu
instansi pemerintah dapat berbeda dengan pengendalian yang diterapkan pada instansi pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain
disebabkan oleh perbedaan visi, misi,lingkungan, sejarah dan latar belakang budaya dan resiko yang dihadapi oleh instansi itu sendiri.
Untuk menjadikan pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, tersedianya
informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHLUnit XLII Jayawijaya, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat, maka
perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga tujuan dari pengelolaan tercapai dan menjamin seluruh proses pengelolaan
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen KPHLUnit XLII
Jayawijaya sampai kepada pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab didalam pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan
prosedur operasional dan tata kerja organisasi SKPADA KPHL Unit XLII Jayawijaya.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
125
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
a. Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi.
Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dapat dilakukan oleh unsur internal KPHL Unit XLII Jayawijaya maupun unsur
eksternal baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat. Pemantauan atau monitoring terhadap jalannya pengelolaan kawasan
dilaksanakan oleh KPHL Jayawijaya bersama-sama dengan instansi terkait dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai mitra.
Pemantauan dilaksanakan dengan melakukan penilaian terhadap seluruh komponen pengelolaan. Hasil yang diperoleh dari
pemantauan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi pengelolaan. Jangka waktu pemantauan dapat dilakukan secara
berkala. Pemantauan menjadi penting karena hal ini membantu pengelolaan kawasan dan para pelaku program (masyarakat, aparat
pemerintah, dan stake holders terkait) untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai oleh rencana dan program.
Temuan-temuan dari kegiatan pemantauan tersebut sekaligus juga membantu pengelolaan kawasan dan para pelaku program untuk
mengecek apakah suatu kegiatan berhasil diselesaikan sesuai dengan rencana atau tidak.
Bab7
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
126
Pemantauan juga menjadi suatu kegiatan penting karena kegiatan ini mendokumentasikan berbagi pengalaman yang muncul di
dalam pelaksanaan program dan dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang terjadi. Kegiatan ini juga membuat para pelaku program
dan berbagai pihak lain untuk belajar dari apa yang terjadi di lapangan.
b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang
dikategorikan kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcome), dan manfaat (benefits). Pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi mencakup; (1) Pemantauan dan evaluasi oleh internal KPHL Jayawijaya, (2) Pemantauan dan evaluasi oleh institusi lain, dan
(3) Pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat. Evaluasi keberhasilan program pengelolaan KPHL Unit XLII Jayawijaya dapat diukur dari :
Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya semakin menurun.
Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang disekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi
kawasan KPHL Unit XLII Jayawijaya dari gangguan keamanan kawasan serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan.
Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya alternatif dalam peningkatan perekonomian
masyarakat.
Meningkatnya pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholder terkait yang memiliki kepedulian terhadap kawasan KPHL Unit XLII
Jayawijaya yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Dinas Kehutanan
Kabupaten Jayawijaya dan KPHL Unit XLII Jayawijaya melakukan kegiatan pengelolaan, serta pihak mitra pendukung.
Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan.
Evaluasi dapat dilakukan langsung dengan melihat kondisi di lapangan (observasi lapang) maupun melalui laporan-laporan yang
disampaikan, baik secara regular bulanan, triwulan, tahunan, lima tahunan maupun laporan yang disampaikan secara lisan dan langsun
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
127
setelah ada kejadian. Disamping itu evaluasi dapat juga dilakukan melalui pertemuan secara berkala terutama secara internal KPHL Unit
XLII Jayawijaya.
c. Pelaporan
Bagian penting lainnya dari pemantauan dan evaluasi adalah mempersiapkan pelaporan mengenai kemajuan hasil pelaksanaan
rencana dan program yang disampaikan baik secara regular bulanan, triwulan, lima tahunan,maupun laporan yang disampaikan secara lisan
atau langsung. Laporan-laporan ini harus dibuat secara sederhana dan seringkas mungkin serta mudah dipahami dengan suatu format
laporan yang telah ditentukan oleh kementerian kehutanan.
Pengelolaan kawasan hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya dalam hal ini adalah Kepala kantor KPHL Unit Jayawijaya dan staf
bertanggung jawab untuk membuat laporan seakurat mungkin dan tepat waktu kepada Kementerian Kehutanan. Sistem pelaporan yang
tidak tepat waktu dan data yang tidak akurat akan berdampak negatif terhadap evaluasi kinerja KPHL Unit XLII Jayawijaya selaku
pengelola kawasan.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
128
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
1. Visi KPHL Jayawijaya 2015 – 2025 adalah “Terwujudnya Pengelolaan Hutan Lestari bagi Peningkatan Ekonomi yang Mandiri di
Tahun 2025”.
2. Kawasan hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya seluas 139.928 Ha
3. Wilayah tertentu KPHL Unit XLII Jayawijaya direncanakan untuk kegiatan pengembangan hasil hutan bukan kayu (peternakan
lebah madu, pengembangan buah merah, sarang semut, kelapa hutan, penangkaran anggrek, dll.), hasil hutan kayu (pemanfaatan
hasil hutan kayu secara terukur dan lestari pada hutan alam, rimba campuran /endemik Papua) dan jasa lingkungan (pemanfaatan air
dan ekowisata).
4. Kawasan Hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya dilakukan hanya dengan pola kemitraan bersama masyarakat hukum adat dan investor.
Bab8
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
129
8.2. Saran
1. Regulasi di bidang kehutanan yang belum mengikuti skema KPHL Unit XLII Jayawijaya segera direvisi atau diganti untuk
menunjang pengelolaan hutan di Papua pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
2. Perlu adanya penghargaan terhadap masyarakat hukum adat dalam menerapkan dan melaksanakan kebijakan nasional di bidang
kehutanan dalam wilayah adatnya, karena masyarakat hukum adat beranggapan bahwa hutan dan lahan merupakan warisan nenek
moyang yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk kehidupan masyarakat.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
130
LAMPIRAN
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
131
Lampiran : 1. Peta Lokasi dan Wilayah Kerja KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
132
Lampiran : 2. Peta Kawasan Hutan KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
133
Lampiran 3. Peta Pentupan Lahan KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
134
Lampiran : 4 . Peta Pembagian Blok dan Petak KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
135
Lampiran : ..5. Peta Daerah Aliran Sungai ( DAS ) KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
136
Lampiran : 6 . Peta Lahan Kritis KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
137
Lampiran : 7. Peta Penutupan Lahan KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
138
Lampiran : 8. Peta Geologi KPHL Unit Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
139
Lampiran 9. Peta Jenis Tanah KPHL Unit XLII Jayawijaya
Rencana Pengelolaan Hutan KPHL Jayawijaya
140
Lampiran : 10. Peta Lereng KPHL Unit XLII Jayawijaya