RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG...
Transcript of RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG...
Phone/ Fax : 0365-611-14
Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk Cekik
Jembrana
UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
LINDUNG (KPHL) BALI BARAT
UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
LINDUNG (KPHL) BALI BARAT
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023
DENPASAR, JANUARI 2014
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT i
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT
TAHUN 2014 – 2023
Disusun Oleh,
KEPALA UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT
Ir. NYOMAN SERAKAT, M.Si.
NIP. 19620627 199003 1 006
Diketahui Oleh,
KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI
Ir. I G N WIRANATHA, MM
NIP. 19580125 198503 1 012
Disahkan oleh,
A.N MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN II
Dr. Ir. JOKO PRIHATNO, MM
NIP. 19600525 198903 1 005
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Degradasi/kerusakan hutan, lahan, dan lingkungan serta berkembangnya lahan kritis di dalam kawasan hutan antara lain disebabkan oleh masih belum optimalnya pengelolaan hutan. Sebagai upaya untuk mencegah/menekan terjadinya kerusakan hutan dan lahan serta lingkungan lebih lanjut, sudah saatnya masalah pemeliharaan/perlindungan dan pelestariannya harus dipandang sebagai masalah bagi semua pihak. Oleh karena itu perlu dirancang dan dilakukan pengelolaan/managemen hutan secara terpadu dan professional.
KPH Bali Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk dalam 3 (tiga) kabupaten yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana, dan Kabupaten Tabanan serta terbagi dalam 11 RPH. Wilayah KPH Bali Barat mempunyai potensi yang cukup bagus untuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna yang cukup tinggi, potensi jasa lingkungan yang cukup banyak, budaya masyarakatnya tergolong homogen, sehingga bila dikelola secara optimal, maka fungsi kawasannya akan dapat meningkatkan fungsi perlindungan, pemanfaatan, maupun jasa lingkungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Permasalahan di KPH Bali Barat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu masalah yang berkaitan dengan kondisi biofisik wilayah hutan (kondisi given), dan masalah yang diakibatkan dalam pengelolaan hutan.
Dalam managemen pengelolaan hutan di Provinsi Bali sampai saat ini organisasi KPH belum mengikuti Permendagri No. 61 Tahun 2010, masih mengikuti Perda No 2 tahun 2008 dan Pergub No. 102 tahun 2011 yang mana masih berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali.
Kebijakan dalam membuat rencana pengelolaan hutan perlu dibuat rencana pemanfaatan hutan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing.
Pemberdayaan masyarakat di wilayah KPH Bali Barat belum berjalan optimal, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. Kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dilakukan dengan pembentukan hutan desa. Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas 11.685 ha yang tersebar di 8 RPH.
Pengembangan HTR dan HTHR dilakukan pada hutan produksi dengan melibatkan orang ketiga/investor yang disertai aturan yang lebih detil dengan melakukan pengawasan serta pembinaan secara intensif dan berkelanjutan. Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Sumberkima seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret 2009) dan pemanfaatan HTHR seluas 200 ha di RPH Grokgak.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT iii
Pengembangan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain wisata medis (permandian air panas Banyuwedang dan Pemuteran) di RPH Sumberklampok dan RPH sumberkima; pemanfaatan air/mata air (Sumberklampok, Sumberkima, dusun Telaga, bendung Grokgak, dan waduk Palasari); pemanfaatan aliran air (rafting) di tukad Yeh Buah, dan air terjun Yeh Mesehe (RPH Yeh Embang); wisata pendidikan (Monument perjuangan di dusun Nusamara) dan hutan lindung di dusun Telaga; wisata olah raga (tracking) di dusun Sombang (RPH Candikusuma), wisata berkuda (RPH Grokgak), dan wisata religi (di semua pura yang ada dalam kawasan hutan KPH Bali Barat).
Pada hutan lindung, pemanfaatan kawasan dapat dilakukan dengan pengembangan lebah madu, budidaya tanaman obat, pemungutan hasil hutan bukan kayu (madu dan buah-buahan). Saat ini lebah madu telah dikembangkan di RPH Pulukan dan RPH Penginuman. Untuk kedepannya usaha lebah madu juga sangat memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan lain yang mempunyai potensi sumber pakan yang cukup banyak, yaitu RPH Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Sumberklampok, Dapdap Putih, dan Antosari.
Pemanfaatan wilayah tertentu di RPH Sumberklampok dialokasikan untuk areal kayuputih seluas 400 ha, kayu perpatungan seluas 375 ha, kebun benih panggal buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik seluas 5 ha, dan di dusun Sombang (RPH Candi Kusuma) seluas 283 dikembangkan untuk kayu perpatungan. Kebijakan dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan sistem tumpangs.
Penggunaan kawasan di RPH Bali Barat terdiri dari penggunaan yang berijin dan yang tidak berijin. Penggunaan kawasan di wilayah ini digunakan oleh: Pemerintah, BUMN maupun (selengkapnya telah disajikan pada BAB II).
Rehabilitasi dan reklamasi hutan di wilayah RPH Bali Barat belum berhasil secara optimal. Kebijakan dalam meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan reklamasi hutan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman, melakukan reboisasi terus menerus.
Kebijakan dalam perlindungan dan konservasi alam dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan, membuat pos-pos jaga/pos pemantau, pemberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompok-kelompok peduli dalam pemeliharaan dan pelestaarian hutan, memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan.
Rencana pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat memberikan peluang pada pemanfaatan/core business tanpa mengesampingkan masalah kelestariannya, sehingga dalam pelaksanaannya perlu dibuat rencana kegiatan untuk masing-masing pemanfaatan/core bussiness tersebut sebagai acuan dalam pengelolaan hutan.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT iv
KATA PENGANTAR
Salah satu upaya mewujudkan pembangunan kehutanan dan pengelolaan hutan
yang lestari dalam pembangunan kehutanan nasional yang berkelanjutan adalah dengan adanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPHL Bali Barat merupakan salah satu KPH yang telah ditetapkan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.784/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009. Untuk dapat memberikan acuan bagi pengelola KPH agar dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik maka disusunlah dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat ini disusun berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bekerjasama dengan Universitas Udayana dan dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar Tahun Anggaran 2012.
Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat ini memuat bagian-bagian pendahuluan, deskripsi kawasan, visi dan misi pengelolaan hutan, analisis dan proyeksi, rencana kegiatan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pemantauan evaluasi dan pelaporan dan penutup. Hal ini dimaksudkan agar KPHL Bali Barat dapat menjalankan dan mengaplikasikan sesuai dengan rencana pengelolaan yang telah disusun dan menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.
Disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam penyediaan data dan informasi, analisis data, penulisan serta pembahasan draft dokumen sehingga menjadi Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat. Semoga bermanfaat sesuai dengan tujuannya.
Denpasar, Januari 2014.
KEPALA UPT KPH BALI BARAT Ir. NYOMAN SERAKAT, MSi. Pembina NIP. 19620627 1990031 1 006.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………….………………….........................
LEMBAR PENGESAHAN ..………………………………..........................
PETA SITUASI ……………………………………………...........................
RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………………...................
KATA PENGANTAR …..………………………………..............................
DAFTAR ISI …………………………………………………….…………….
DAFTAR TABEL ………………………………………………….………….
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN PETA ………………………………………………..
I PENDAHULUAN ……………………………………………………… I-1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………. I-1
1.2 Maksud dan Tujuan …………………………………………. I-4
1.3 Sasaran ……………………………………………………….. I-4
1.4 Ruang Lingkup ………………………………………………. I-5
1.5 Batasan Pengertian …………………………………………. I-5
II DISKRIPSI KAWASAN……………………………………………….. II-8
2.1 Risalah Wilayah ………………………………………………… II-8
2.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah……………………… II-8
2.1.2 Aksesibilitas Kawasan ………………………………… II-14
2.1.3 Batas Kawasan ………………………………………… II-14
2.1.4 Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP ………………….. II-14
2.1.5 Pembagian Blok/Petak ……………………………….. II-18
2.2 Potensi Wilayah KPHL dan KPHP ……………………………. II-25
2.2.1 Penutupan Vegetasi ………………………………….. II-25
2.2.2 Kondisi Biofisik Wilayah ……………………………. .. II-25
2.2.3 Potensi kayu / Non Kayu …………………………… II-31
2.2.4 Keberadaan Flora dan Fauna ……………………… II-32
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT vi
2.2.5 Potensi Jasa Lingkungan dan Jasa Wisata ……… II-33
2.3 Sosial Budaya Masyarakat di dalam/sekitar Kawasan …… II-35
2.3.1 Sistem dan Struktur Masyarakat …………………… II-35
2.3.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .. ..…………… II-36
2.3.3 Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi
Keberadaan Hutan dan Masyarakat Desa ………
II-40
2.4 Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan …………………………………
II-41
2.4.1 Ijin-Ijin Penggunaan Kawasan……………………… II-41
2.4.2 Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan……………………… II-42
2.5 Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata
Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah …………………
II-43
2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ………………… II-44
III VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN ………………………… III-47
3.1 Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali …………………… III-47
3.2 Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali ……… III-47
3.3 Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat .................................... III-48
IV ANALISIS DAN PROYEKSI …………………………………… IV-51
4.1 Managemen Pengelolaan Hutan……………………………… IV-51
4.2 Tata Hutan dan Penyusunan Rncana Pengelolaan
Hutan ……………………………………………………………..
IV-53
4.2.1 Tata Hutan ………………………………………………… IV-53
4.2.2 Rencana Pengelolaan Hutan …………………………… IV-56
4.3 Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan …………… IV-58
4.3.1 Pemanfaatan Hutan ……………………………………… IV-58
4.3.1.1 Wilayah Kelola …………………………………………. IV-60
4.3.1.2 Wilayah Tertentu……………………………………… IV-67
4.3.1.3 Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu …………………… IV-71
4.3.2 Penggunaan Kawasan Hutan …………………………. IV-73
4.4 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan …………………………… IV-78
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT vii
4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam …………………. IV-83
V RENCANA KEGIATAN ……………………………………………… V-91
VI PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN ……….. VI-99
VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ………………… VII-101
DAFTAR PUSTAKA
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT viii
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1 Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten,
DAS,Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan
Hutan…………….………………………………………………………
II-9
2.2 Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat ….. II-10
2.3 Pembagian Blok kawasan Hutan di KPH Bali Barat pada
Setiap RPH …………………………………………………………….
II-23
2.4 Luas RPH per Sub DAS pada KPH Bali Barat …………………….. II-26
2.5 Sebaran Kelerengan pada Masing-masing RPH di KPH
Bali Barat ………………………………………………………………..
II-27
2.6 Distribusi Luasan Lahan Kritis Berdasarkan Tingkat
Kekritisannya pada KPH Bali Barat …………………………………
II-30
2.7 Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di kawasan Hutan
KPH Bali Barat ……………………………………………………......
II-32
2.8 Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan pada wilayah KPH
Bali Barat ……………………………………………………………….
II-34
2.9 Keadaan Penduduk per Kecamatan di kabupaten Buleleng …… II-37
2.10 Desa-Desa yang Berbatasan Dengan Kawasan Hutan pada
Masing-masing RPH di Wilayah KPH Bali Barat …………………
II-41
4.1 Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan Arahan
Pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat ………………………
IV-57
4.2 Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan
serta Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan di Wilayah
KPH Bali Barat …………………………………………………………
IV-75
4.3 Sebaran Luas Lahan Kritis di dalam Kawasan Hutan KPH Bali
Barat…………………………………………………………………….
IV-79
4.4 Kegiatan Penanaman dari tahun 2004-2011 pada Lahan Kritis
Wilayah KPH Bali Barat ………………………………………………
IV-79
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT ix
4.5 Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan di wilayah KPH Bali
Barat …………………………………………………………………….
IV-87
5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP pada
KPH Bali Barat …………………………………………………………
V-91
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Pembagian Wilayah Administrasi di KPH Bali Barat …………… II-8
2.2 Luas Kawasan Hutan di Masing-masing RPH (Ha) ……………. II-13
2.3 Luas Status Fungsi Kawasan Hutan tiap-tiap RPH di KPH
Bali Barat ……..………………………………………………………
II-14
2.4 Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat ……………… II-24
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT xi
DAFTAR LAMPIRAN PETA
1. Peta Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali
Skala 1 : 50.000
2. Peta Penutupan Lahan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali
Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
3. Peta Pembagian DAS Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali
Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
4. Peta Sebaran Potensi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
5. Peta Aksesibilitas Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 50.000
6. Peta Blok / Petak Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
7. Peta Penggunaan Lahan Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
8. Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali
Skala 1 : 100.000
9. Peta Jenis Tanah Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
10. Peta Iklim Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali
Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000
11. Peta Geologi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali
Barat Provinsi Bali Skala 1 : 100.000.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu
dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata, enchancement of carbon stock dan sebagainya. Menurut
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai pengganti
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut terdapat empat unsur dalam
hutan yaitu : suatu kesatuan ekosistem (kerusakan pada satu ekosistem akan
berpengaruh terhadap ekosistem yang lain), berupa hamparan lahan, berisi
sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya, dan mampu memberi manfaat secara lestari. Sesuai
dengan unsur-unsur yang terkandung dalam hutan, maka kelestariannya harus
selalu dijaga agar fungsinya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di
dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country (Adinugroho, 2009). Hutan Indonesia juga merupakan
rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik
di Indonesia, sehingga dapat berfungsi sebagai sumber plasma nutfah berbagai
biota baik flora maupun fauna. Sumarwoto (2001) menyebutkan bahwa hutan
mempunyai fungsi hidro-orologis, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur
kesuburan tanah hutan, dan iklim serta penyimpan karbon dan penyimpan
keanekaragaman hayati. Menurut Djaenudin (1994) kawasan hutan perlu
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 2
dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air
sertakebutuhan sosial ekonomi.
Luas kawasan hutan di provinsi Bali seluas 130.766,06 ha atau 22,42% dari
luas daratan pulau Bali. Bila dilihat dari segi luasannya, luas kawasan hutan di Bali
masih di bawah persyaratan minimal 30% dari luas daratan. Demikian pula dilihat
dari segi kualitas penutupan lahannya tergolong masih relatif rendah. Hal ini
disebabkan oleh adanya kerusakan hutan akibat tekanan dari masyarakat baik
berupa illegal logging (pembalakan liar), perambahan (pembibrikan), maupun
kebakaran. Selain itu di beberapa wilayah juga disebabkan karena kondisi iklim
dan fisik wilayah yang kurang menguntungkan.
Sebagian besar kawasan hutan di provinsi Bali berfungsi sebagai hutan
lindung (93.766,06 ha), sedangkan sisanya adalah merupakan kawasan hutan
produksi (8.626,36 ha), cagar alam (1.762,80 ha), Taman Nasional (19.002,89 ha),
Taman Wisata Alam (4.154,49 ha), dan Taman Hutan Raya seluas 1.373,50 ha
(Dinas Kehutanan, 2002). Dalam pengelolaannya, kawasan hutan di Bali dibagi
menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali
Barat, KPH Bali Tengah dan KPH Bali Timur.
Pembentukan KPH di provinsi Bali berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, yang mencakup beberapa
aspek, yaitu perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan. Pembentukan KPH ini diharapkan
mampu mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan secara lestari dengan
prinsip efisien dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan, pelestarian
keragaman hayati dan integritas lingkungan, pengendalian laju degradasi hutan
melalui percepatan pembangunan hutan tanaman, distribusi manfaat yang optimal
dari segi ekologi, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat, mewujudkan
keadilan antar generasi, mendorong pertumbuhan investasi, peningkatan penilaian
harga dan mekanisme insentif.
Kawasan hutan KPH Bali Barat meliputi 3 kabupaten yaitu: Kabupaten
Buleleng, Jembrana, dan Tabanan dengan luas 66.763,41 ha. KPH Bali Barat
terdiri dari 11 RPH (Resort Pengelolaan Hutan), yaitu RPH Antosari (1.860 ha),
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 3
Pulukan (6.665,88 ha), Yeh Embang (11.869,08 ha), Tegal Cangkring (7.741,59
ha), Candikusuma (7.081,52 ha), Penginuman (2.610,20 ha), Sumberklampok
(1.613,40 ha), Sumberkima (6.097,19 ha), ), Grokgak (7.997,75 ha), Seririt
(5.942,54 ha), dan Dapdap Putih (7.284,23 ha).
Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi hutan di wilayah KPH Bali
Barat pada umumnya banyak yang mengalami kerusakan, sehingga kurang
berfungsi secara optimal. Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kondisi
wilayah yang kurang menguntungkan baik dari segi iklim maupun kondisi fisik
tanahnya dan adanya tekanan masyarakat yang berupa perambahan
(pembibrikan) dengan tanaman pertanian, baik untuk tanaman pangan semusim
maupun tanaman perkebunan (seperti kakao, pisang, kopi dan sebagainya). Selain
itu juga adanya pembalakan liar dan kebakaran hutan serta terjadinya
pensertifikatan kawasan hutan.
Kondisi iklim yang kurang menguntungkan (tipe ikim E) berada pada wilayah
RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak dan Seririt. Hal tersebut didukung
oleh kondisi tanah dengan solum yang dangkal (tanah litosol) dan didominasi oleh
kemiringan lereng yang cukup terjal. Hal itu merupakan faktor penghambat bagi
pertumbuhan tanaman kehutanan pada wilayah ini, sehingga penutupan lahannya
kurang maksimal. Selain itu pada wilayah ini juga berpotensi besar terhadap
terjadinya kebakaran. Sedangkan kondisi iklim pada RPH Candikusuma, Yeh
Embang, Tegal Cangkring, Pulukan, Dapdap Putih, Antasari dan Penginuman
termasuk pada tipe iklim C, dan D yang mana tipe ini sangat mendukung
pertumbuhan tanaman, tetapi pada kenyataannya kerusakan hutan di wilayah ini
cukup parah yang disebabkan karena adanya tekanan masyarakat yang berupa
perambahan dan illegal logging. Perambahan hutan yang terjadi pada RPH
tersebut cukup tinggi dan yang terbesar terjadi pada RPH Antosari (hampir 90 %),
dengan menanam tanaman tahunan yang berupa kopi, kakao, pisang dan
sebagainya.
Upaya untuk mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan hutan lebih lanjut
(lebih parah), memerlukan suatu perencanaan pengelolaan yang
terpadu/terintegrasi sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 4
1.2 Maksud dan Tujuan
Penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi
(KPHP) KPH Bali Barat dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam
menyelenggarakan tata hutan, mengelola dan memanfaatkan hutan yang
komprehensif dengan tetap berpedoman pada pembangunan yang berwawasan
lingkungan dalam rangka kegiatan pembangunan kehutanan dan
pengembangannya untuk berbagai kepentingan di wilayah UPT KPH Bali Barat.
Tujuan penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah
untuk mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan dalam wadah UPT KPH
Bali Barat, agar proses pembangunan kehutanan dapat berjalan secara sistematis
dan terarah melalui pengelolaan hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas
((HPT) dan hutan produksi (HP), berdasarkan asas kelestarian hutan sehingga
terciptanya suatu system pengelolaan hutan yang optimal berdasarkan fungsi dan
manfaat hutan.
Selain itu penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi (KPHP) ini juga bertujuan untuk : (1) mewujudkan tata hutan dalam
bentuk rancang bangun wilayah KPHL dan KPHP untuk mendukung efektivitas dan
efisiensi pengelolaan hutan dan (2) mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang
menjadi acuan KPHL dan KPHP dalam pencapaian fungsi lingkungan, sosial dan
ekonomi secara optimal.
1.3 Sasaran
Sasaran penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah
seluruh fungsi hutan yang terdapat dalam wilayah UPT KPH Bali Barat, terutama
untuk kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi.
Pengelolaan pada tiap-tiap fungsi pokok hutan tersebut, berdasarkan tipologi
wilayah, ekologi, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat yang berada di dalam
dan di sekitar kawasan hutan dan Resort Polisi Hutan (RPH). Sasaran ini secara
keseluruhan akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan skala prioritas
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 5
dalam pemanfaatan setiap ruang atau unit struktur hutan dalam kewenangan
pengelolaan hutan KPH Bali Barat.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan ini, adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan tata hutan ini meliputi: pengantar umum tata hutan, pembagian
kegiatan inventarisasi, pengorganisasian kegiatan inventarisasi, pelaksanaan
inventarisasi, data dan informasi yang harus diperoleh, serta cara pembagian
blok dan petak.
2. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi: jenis dan substansi
rencana pengelolaan hutan, pengorganisasian, pengaturan sunlaisah
(penyusun, penilai dan pengesah), serta tahapan proses penyusunan.
1.5 Batasan Pengertian
Batasan pengertian dari beberapa istilah/terminology yang terangkum dalam
naskah rencana pengeloaan ini, sebagai berikut:
1. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem hamparan lahan berupa sumberdaya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
2. Kawasan hutan adalah suatu wilayah yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi
alam.
4. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,
mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe
ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 6
5. Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah rangkaian kegiatan
pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan
dan ligkungannya secara lengkap.
6. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan
hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun waktu
jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan
rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya
masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan
hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan
lestari.
7. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka panjang adalah Rencana pengelolaan
hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama
jangka benah pembangunan KPHL dan KPHP.
8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah Rencana Pengeloaan
Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis
petak dan/atau blok.
9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa ligkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan
kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan
adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
10. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan
pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok
kawasan hutan.
11. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjunya disebut KPH adalah wilayah
pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat
dikelola secara efisien dan lestari.
12. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi selanjutnya disebut KPHK adalah
KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari
kawasan hutan konservasi.
13. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH
yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan
hutan lindung.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB I - 7
14. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH
yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan
hutan produksi.
15. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL dan
KPHP yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan KPHP dan
bertanggungjawab kepada Kepala KPHL dan KPHP.
16. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah bagian dari wilayah
KPHL dan KPHP yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pengelolaan.
17. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha
pemanfaatan terkecil yang memerlukan perlakuan pengelolaan dan silvikultur
yang sama.
18. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan.
19. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah tanaman pada hutan produksi yang
dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin
kelestarian sumberdaya hutan (pasal 1, ayat 19, PP No. 6 Tahun 2007).
20. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (HTHR) adalah hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun melalui kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan pada
kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya
dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan
(pasal 1, ayat 20, PP No.6 Tahun 2007).
21. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 8
BAB II. DISKRIPSI KAWASAN
2.1. Risalah Wilayah
2.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Secara geografis wilayah Provinsi Bali terletak di antara 114025ʹ 5”–
115o42ʹ40” BT dan 8o03ʹ40”- 8o50ʹ04”LS. Sedangkan luas wilayah daratan
Provinsi Bali adalah 563.265 Ha atau 5.632,82 km2. Kawasan hutan KPH Bali
Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk ke dalam 3 (tiga)
kabupaten, yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Tabanan yang tidak dapat
dilepaskan dari Provinsi Bali, karena Bali merupakan satu kesatuan ekosistem
pulau dalam satu kesatuan wilayah, ekologi, sosial dan budaya. Kabupaten
Buleleng dan Jembrana mendominasi administrasi wilayah kawasan hutan KPH
Bali Barat dengan prosentase masing-masing sebesar 43,34 % dan 53,87 % dari
total luas KPH Bali Barat yaitu 66.763,41 Ha. Sedangkan Kabupaten Tabanan
hanya mencapai prosentase 2,79 % atau sekitar 1.860,03 Ha dari wilayah kawasan
hutan KPH Bali Barat. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan KPH Bali
Barat disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pembagian wilayah adminitrasi di KPH Bali Barat.
Wilayah kawasan hutan KPH Bali Barat seluas 66.763,41 Ha,
merupakan gabungan dari kawasan hutan di wilayah barat Provinsi Bali yang
2.80%
43%53.80%
1860.03 Ha
Tabanan
Buleleng
Jembrana
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 9
didominasi oleh kawasan hutan lindung seluas 59.223,71 Ha (88,71 %), sisanya
merupakan kawasan hutan produksi seluas 7.539,70 Ha (11,29 %) serta meliputi
wilayah kabupaten, DAS, kawasan hutan, register tanah kehutanan (RTK), Resort
Polisi Hutan (RPH) dan fungsi kawasan hutan, sebagaimana disajikan pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten, DAS,
Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan Hutan.
NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN
HUTAN/RTK RPH/FUNGSI
KAWASAN HUTAN LUAS (HA)
1 2 3 4 5 6
1 Bali Barat JEMBRANA
a. Klatakan-Lubang
b.Biluk Poh Gumbrih
c. Leh Balian
Bali Barat/ 19
Yeh Leh-Yeh Lebah/12
a. Penginuman
-Hutan Produksi
ter batas.
b. Candikusuma
- Hutan lindung
- Hutan produksi
c. Tegal Cangkring
- Hutan lindung
d.Yeh Embang
- Hutan lindung
e. Pulukan
- Hutan lindung
f. Pulukan
- Hutan lindung
2.610,20
6.698.42
383,10
7.741,59
11.869,08
3.852,88
2.813,0
Jumlah
- Hutan lindung : - Hutan produksi : - Hutan produksi
terbatas :
32.974,97
383,10
2.610.20
Total 35.968,27
BULELENG
a.Teluk Terima
Pancoran
Bali Barat/ 19
a. Dapdap Putih
- Hutan lindung
b. Seririt
- Hutan lindung
- Hutan produksi
- Hutan produksi
terbatas.
c. Gerokgak :
- Hutan lindung
- Hutan produksi
Terbatas
7.186,23
5.580,94
249,60
112,0
6.700,75
1.297,0
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 10
NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN
HUTAN/RTK RPH/FUNGSI
KAWASAN HUTAN LUAS (HA)
1 2 3 4 5 6
b. Leh Balian
Yeh Leh-Yeh Lebah/12
d. Sumberkima :
- Hutan lindung
- Hutan produksi
e. Sumberklampok
-Hutan produksi
Terbatas
f. Dapdap Putih
- Hutan lindung
4.822,79
1.274,40
1.274,40
98,0
Jumlah
- Hutan lindung - Hutan produksi - Hutan produksi
terbatas
24.388,71
1.524,0
3.022,40
Total 28.935,11
TABANAN
a. Leh Balian
Yeh Leh-Yeh Lebah/12
Yeh Ayah/11
a. Antosari
- Hutan lindung
a. Antosari
- Hutan lindung
1.284,30
575,73
Jumlah : Hutan lindung 1.860,03
Total : 1.860,03
JUMLAH HUTAN / JENIS
- Hutan lindung
- Hutan produksi
- Hutan produksi terbatas
59.223,71
1.907,10
5.632,60
Total HUTAN 66.763,41
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali 2008.
Seluruh kawasan hutan diwilayah KPH Bali Barat telah ditata batas dan
dikukuhkan seperti yang disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat
No.
Rincian Tata batas dan Pengukuhan
Kawasan Hutan / RTK
Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,
RTK 11 Yeh Leh-Yeh
Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5
1 Kabupaten Jembrana dan Buleleng Tabanan Jembrana, Buleleng dan Tabanan
2 Fungsi Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas
Hutan Lindung Hutan Lindung
3 Luas (Ha) 61.992,38 575,73 4.195,30
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 11
No.
Rincian Tata batas dan Pengukuhan
Kawasan Hutan / RTK
Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,
RTK 11 Yeh Leh-Yeh
Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5
4 Panjang Batas Luar Kawasan Hutan (Km)
504,988 (Termasuk TNBB)
10,900 23,790
5 Jumlah Pal Batas (buah)
2.320 529 627
6 Batas Fungsi (Km) 188,12 + Pm Pm Pm
7 Tahun Anggaran Tata Batas
a. 1976/1977 - Lks : Pm - Luas : 38.187,50 Ha
- BL : 145,060 Km - BF : Pm
b. 1992/1993 - Lks : Sombang perluasan - Luas : 383,600 Km - BL : 13,600 Km - BF : Pm
c. 1984/1985 - Lks : Pm - Luas : 9.394,10 Ha
- BL : Pm - BF : 135,110 Km
d. 1989/1990 - Lks : Prapat Agung
- Luas : 5.940,0 Ha - BL : 40,700 Km - BF : Pm
e. Pm - Lks : Pulau Menjangan
- Luas : 170,30 Ha - BL : Pm - BF : Pm
f. 1990/1991 - Lks : Pm - Luas : 39.086,0 Ha
- BL : 218,530 Km - BF : Pm
g. 1993/1994 - Lks : Pm - Luas : 1.524,0 Ha - BL : 86,580 Km - BF : 53,010
h. 1999/2000 - Lks : Tanah pengganti - Luas : 0,72 Ha - BL : 0,518 Km - BF : Pm
a. 1985/1986 - Lks : Perluasan - Luas : 83,73Ha - BL : 10,990 Km - BF : Pm
a. 1985/1986 - Lks :Perluasan - Luas :166,3Ha - BL : 23,790Km - BF : Pm
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 12
No.
Rincian Tata batas dan Pengukuhan
Kawasan Hutan / RTK
Bali Barat, RTK 19 Yeh Ayah,
RTK 11 Yeh Leh-Yeh
Lebah, RTK 12 1 2 3 4 5
8 Tanggal Berita Acara Tata Batas
a. 31- 03- 1977 b. 31-05- 1993 c. 05-09-1985 d. Pm e. Pm f. 29-07- 1991 g. 29-03- 1994 h. 12-08- 1999
06- 03 - 1986 21-03-1986
9 Tanggal Pengesahan Tata Batas
a. 07-09-1977 b. 22-08-1994 c. 14-05-1988 d. Pm e. Pm f. 24-02-1993 g. 28-12-1995 h. 19-12-2002
26-11-1986 24-11-1986
10 No. Penetapan Tata Batas
a. Pm b. 362/Kpts-II/94 c. 338/Kpts-II/93 d. Pm e. Pm f. 204/Kpts-II/93 g. Pm h. Pm
375/Kpts-VII/86 376/Kpts-VII/86
11 Tanggal Penetapan Tata Batas
a. Pm b. 24-08-1994 c. 30-05-1988 d. Pm e. Pm f. 27-02-1993 g. Pm h. Pm
24-11-1986 24-11-1986
12 Jumlah Buku Tata Batas (buah)
a. 4 b. Pm c. 1 d. Pm e. Pm f. 1 g. Pm h. Pm
1 1
13 Jumlah Peta Tata Batas (lembar)
a. 10 b. 1 c. 5 d. Pm e. Pm f. 7 g. Pm h. Pm
1 1
14 File Tata Batas a. 142.001 b. 142.022 c. 142.008 d. Pm e. Pm f. 142.017 g. Pm h. Pm
142.010 142.012
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2008.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 13
Secara administrasi, pengelolaan hutan KPH Bali Barat meliputi 2 (dua)
RPH Kring (tidak memangku kawasan hutan), yakni RPH Kring Gilimanuk dan RPH
Celukan Bawang serta 11 Resort Polisi Hutan (RPH) yakni RPH Penginuman, RPH
Candikusuma, RPH Tegalcangkring, RPH Yeh Embang, RPH Pulukan, RPH
Dapdap Putih, RPH Seririt, RPH Gerokgak, RPH Sumberkima, RPH
Sumberklampok dan RPH Antosari. Luas kawasan hutan pada masing-masing
RPH, disajikan pada Gambar 2.2.
KPH Bali Barat mempunyai 2 (dua) status fungsi kawasan hutan, yakni
hutan lindung dan hutan produksi (HP dan HPT) serta secara umum KPH Bali
Barat didominasi oleh hutan lindung, sedangkan hutan produksi hanya sebagian
kecil yang terdapat pada Kawasan Hutan Bali Barat (RTK 19).
Berdasarkan status fungsinya distribusi luasan pada masing-masing RPH disajikan
pada Gambar 2.3
Gambar 2.2. Luas Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha)
7284.23
11869.08
1860.037081.52
7997.75
2610.2
6665.88
5942.54
6097.19
1613.47741.59
Dadap Putih
Yeh Embang
Antasari
Candi Kusuma
Gerokgak
Penginuman
Pulukan
Seririt
Sumberkima
Sumberkelampok
Tegal Cangkring
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 14
Gambar 2.3. Luas Status Fungsi Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha).
2.1.2 Aksesibilitas Kawasan
Aksesibilitas/keterjangkauan menuju ke semua kawasan hutan di KPH Bali
Barat cukup baik telah didukung oleh infrastruktur seperti jalan-jalan penghubung
ke lokasi kawasan sampai ke tepi kawasan/batas kawasan dengan masyarakat
rata-rata telah beraspal bagus. Di dalam kawasan hutan juga terdapat jalan-jalan
setapak yang dulunya berupa jalan pemeriksaan.
2.1.3. Batas Kawasan
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 821/Kpts/Um/II/82 tanggal 10
Nopember 1982. Kelompok hutan Bali Barat (RTK 19) termasuk kawasan Taman
nasional Bali barat memiliki panjang batas luar 333,6 km dengan jumlah pal batas
2.320 buah; Kelompok hutan Yeh ayah (RTK 11) mempunyai panjang batas luar
35,84 km dengan jumlah pal batas 529 buah, sedangkan kelompok hutan Yeh Leh
Yeh lebah (RTK 12) memiliki panjang batas luar 77,49 km dengan jumlah pal
batas 627 buah.
2.1.4 Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP
Berdasarkan laporan ekspedisi Leifrienk dan Ken tahun 1900
menggambarkan bahwa punggung-punggung bukit/pegunungan antara Jemberana
dan Buleleng masih dipenuhi hutan yang sangat lebat. Tahun 1906 setelah hampir
-
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
10,000.00
12,000.00
14,000.00
Hutan lindung
Hutan Produksi
Hutan Produksi terbatas
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 15
seluruh kerajaan di Bali jatuh ke tangan Kolonial Belanda, terdapat perubahan
aspek kehidupan, dimana saat itu mulai terjadi perambahan hutan untuk dikonversi
menjadi kebun kopi, tegalan (perkebunan) dan lahan pertanian lainnya.
Pada tahun 1916, Ir. Hoppe kepala Waterstaatdienst di Bali sangat prihatin
dengan terjadinya konversi hutan alam dijadikan kebun kopi, selanjutnya segera
dilakukan pengamatan terhadap daerah aliran sungai (DAS). Pada tanggal 21
Pebruari 1919 untuk pertama kalinya menunjuk kelompok hutan yang luasnya 9,8
ha yaitu kelompok hutan Sangeh sebagai Natuur monument (Cagar Alam). Dalam
Cagar Alam Sangeh ini yang dilindungi adalah vegetasi pohon pala (Dipterocarpus
trinervis), dan di dalam hutan Sangeh terdapat tempat suci (Pura) dan dihuni
banyak kera (monyet) abu-abu ekor panjang.
Menyadari terjadinya perubahan lingkungan yang mengkhawatirkan
lingkungan di Bali, kemudian pada tahun 1924, Cokordo Gede Raka Sukawati
sangat peduli terhadap keamanan dan perlindungan hutan di Bali dan selanjutnya
meminta kepada pemerintah Belanda untuk segera dilakukan penetapan kawasan
hutan. Berdasarkan dari usulan tersebut maka pada tahun 1926 ditunjuklah 14
lokasi kelompok hutan yang diusulkan dan kemudian ditetapkan menjadi kawasan
hutan/hutan Negara pada tanggal 29 Mei 1927 yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok Hutan Yeh Ayah (RTK 11)
Penunjukan dan penetapan batas kelompok hutan ini bersamaan dengan
RTK 1, tapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 13 Juni 1933 dan
pengesahan penetapan batas hutan pada tanggal 25 Nopember 1933. Penetapan
kawasan hutan ini diperkuat dengan keputusan Menteri Kehutanan yaitu tanggal 15
Pebruari 1988 bersamaan dengan kelompok hutan RTK 10 (Prapat Benoa).
Panjang batas keliling RTK 11 adalah 35,84 km, luas 575,73 Ha dan berfungsi
pokok sebagai hutan lindung.
Kelompok hutan Yeh Ayah (RTK 11) ini secara administratif terletak di
kecamatan Selemadeg (sekarang Selemadeg Barat) Kabupaten Tabanan, dan
secara pengelolaan hutan berada di RPH Antosari. Vegetasi disini terdiri dari hutan
tropis bawah yang ditumbuhi dengan: putat, tangi , terep, bayur, kejimas, dan jenis-
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 16
jenis ficus. Di dalam kelompok hutan ini terdapat tanaman sonokeling. Jenis satwa
yang dijumpai antara lain: jenis kera, kijang, landak, babi hutan, ayam hutan.
2. Kelompok Hutan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12)
Penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini bersamaan dengan RTk 1
tahun 1927, pengumuman pemancangan sementara dan pengesahan penetapan
batas hutan termasuk penetapannya pada tahun 1982 dan telah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 28/Kps-II/1990 tanggal 13 Januari 1990
dengan panjang batas keliling 77,49 km, luas 4.195,30 ha dan fungsi pokoknya
sebagai hutan lindung.
Kelompok hutan Yeh Leh-Yeh Lebah secara administratif terletak di lintas
Kabupaten Tabanan (Kecamatan Selemadeg/Selemadeg Barat) dan Kabupaten
Jembrana (Kecamatan Pekutatan), dan secara pemangkuan hutan terletak di RPH
Antosari dan RPH Pulukan. Vegetasinya alaminya adalah: putat, bayur, kejimas,
teep, ehe, tangi, duren, kemiri, dan jenis ficus. Sedangkan jenis satwanya adalah
babi hutan, ayam hutan dan kera.
3. Kelompok Hutan Bali Barat (RTK 19)
Kelompok hutan Bali Barat ini merupakan gabungan dari kelompok hutan
Gunung Sangiang dan Gunung Bakungan yang usul penunjukan dan
penetapannya bersamaan dengan RTK 1, kemudian digabung lagi dengan
kelompok hutan Prapat Agung dengan usul penetapan No. 1643/71/IV tanggal 2
Oktober 1936, kemudian kelompok hutan Banyuwedang dengan usul penetapan
No. 2077/42 tanggal 16 Juni 1947, dan dengan penetapan penunjukan Bsl, ketua
DPRD Bali No. 1/4/4 tanggal 13 Agustus 1947. Kelompok hutan Candi Kusuma
dengan usul penunjukannya No. 5241/71/IV tanggal 2 Nopember 1940, dengan
penunjukan penetapan No. 12/PAS tanggal 24 Maret 1941.
Kelompok hutan ini diukur definitif secara menyeluruh pada tahun
1977/1979 dan kemudian penetapannya bersamaan dengan RTK 9, 10, dan 11
dengan panjang batas seluruhnya 333,60 km, luas definitif 80.995,27 ha terdiri
dari 76.580,27 ha daratan, dan 4.415 ha perairan laut, dengan fungsi hutan terdiri
dari Taman Nasional Bali Barat (19.002,89 Ha termasuk di dalamnya hutan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 17
perairan laut seluas 3.415 Ha); hutan lindung (54.452,68 Ha); hutan produksi tetap
(1.907,10 Ha); dan hutan produksi terbatas (5.632,60 Ha).
Kelompok hutan Bali Barat secara administrasi terletak di Kabupaten
Jembrana (Kecamatan Pekutatan, Mendoyo, Negara, dan Melaya) dan Kabupaten
Buleleng (Kecamatan Grokgak, Seririt, dan Busungbiu), secara pemangkuan hutan
terletak di RPH Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candi Kusuma,
Penginuman, Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, seririt, dan Dapdap Putih.
RTK 19 ini melintasi wilayah administrasi antar kabupaten maupun DAS-nya.
Hutan ini merupakan DAS yang mengalirkan air ke selatan di kabupaten Jembrana
yaitu sungai T. Kelatakan, Melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk
Poh, Yeh Embang, T. Sangiang, Yeh Sumbul, Medewi. Sedangkan yang mengalir
ke utara (ke Kabupaten Buleleng) adalah T. Tinga-Tinga, T. Sumaga, T. Biu, T.
Pule, T. Teluk Terima, T. Banyupoh, T. Grokgak, T. Pancoran, T. Yeh Saba.
Berdasarkan keputusan Dewan Raja-raja di Bali No. E.1/4/5 tanggal 13
Agustus 1917, kawasan hutan seluas ± 20.600 Ha (dari G.23 menjadi G. 1.575
ditunjuk sebagai Taman Perlindungan Alam (natuurpark) Bali Barat. Setelah diukur
secara definitif pada tanggal 11 Mei 1971 ternyata luasnya hanya 19.365 Ha. P.
Kalong dan lain-lain seluas 193 Ha belum diperhitungkan.
Tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha yang telah diukur definitif pada
tahun 1979 digabungkan menjadi satu kawasan dengan kelompok hutan Bali
Barat. Sejak penetapan itu kemudian menjadi pengelolaan daerah, dan akhirnya
menjadi wilayah Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Dalam perkembangannya di
bawah Dinas Kehutanan ada Cabang Dinas Kehutanan di tingkat Kabupaten, dan
di bawahnya ada BKPH yang membawahi RPH-RPH. Di seluruh Bali terdapat 36
RPH yang tersebar sesuai dengan lingkup wilayah hutannya. Selanjutnya Cabang
Dinas Kehutanan (CDK-CDK) ini bubar dan digantikan oleh Dinas Perhutanan dan
Konservasi Tanah (PKT). Dinas PKT ini tidak lagi berada di bawah Dinas
Kehutanan Propinsi Bali, namun berada di bawah Bupati-Bupati di
kabupaten. Pada saat ini, organisasi RPH-RPH ini tidak pernah dibubarkan.
Selanjutnya dengan bubarnya PKT-PKT ini, organisasi RPH berada langsung di
bawah Dinas Kehutanan Propinsi. Kondisi ini menyebabkan rentang kendalinya
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 18
terlalu jauh. Mensiasati jauhnya rentang kendali ini maka organisasi RPH ini
diletakkan di bawah Dinas yag menangani kehutanan kabupaten dengan status
pegawainya “dipekerjakan”, gaji dan segala sarana prasarananya masih tetap
diberikan dari propinsi, demikian pula wilayah yang dikelola tetap seperti semula.
Dalam arti organisasi RPH ini dari sejak awal tidak pernah dibubarkan. Selanjutnya
dengan terbentuknya KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali Barat, maka semua
RPH-RPH ini beserta dengan wilayah kelolanya menjadi bagian dari KPH Bali
Barat. Di wilayah KPH Bali Barat ini terdapat sebanyak 13 buah RPH, yang terdiri
dari 11 RPH yang memiliki wilayah hutan dan 2 RPH lagi tidak memiliki wilayah
hutan sehingga disebut dengan RPH Kring. Salah satu wilayah kerja dari RPH
Kring adalah berupa pelabuhan.
2.1.5 Pembagian Blok/Petak
Menurut Kementerian Kehutanan (2012), bahwa pembagian blok perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : karakteristik biofisik lapangan, kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan
hak-hak atau ijin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.
Disamping itu pembagian blok juga harus mempertimbangkan peta arahan
pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh Rencana Kehutanan Tingkat Nasional
(RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat
Kabupaten/ Kota (RKTK), dan fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL dan KPHP
yang bersangkutan. Pembagian blok dilakukan pada wilayah KPHL dan KPHP
yang kawasannya berfungsi hutan lindung maupun hutan produksi.
Pada kawasan yang hutannya berfungsi hutan lindung pembagian blok
terdiri atas satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan (c)
blok khusus. Sedangkan pada kawasan yang kawasan hutannya berfungsi hutan
produksi terdiri dari satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok perlindungan; (b) blok
pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, HHBK; (c) blok pemanfaatan HHK-HA; (d)
blok pemanfaatan HHK-HT; (e) blok pemberdayaan masyarakat; dan (f) blok
khusus.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 19
Arahan pemanfaatan RKTN/RKTP/RKTK menjadi acuan awal dalam proses
merancang blok. Dengan memperhatikan rancangan pembagian blok dan
keterkaitannya dengan arahan pemanfaatan kawasan hutan menurut
RKTN/RKTP/RKTK, maka deskripsi masing-masing blok diuraikan sebagai berikut:
1. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya hutannya berfungsi
sebagai HL:
a. Blok inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria blok ini antara
lain: Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hutan non
kayu; Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam kawasan untuk
perlindungan hutan alam dan lahan gambut untuk kawasan rehabilitasi.
b. Blok pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang
direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan
yang berfungsi HL. Kriteria blok ini antara lain: Mempunyai potensi jasa
lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin
pemanfaatan kawasan jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; arealnya dekat
masyarakat sekitar atau dalam kawsan hutan; mempunyai aksesibilitas yang
tinggi; dalam RKTN/RKTP dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
pelindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.
c. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk
menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL
dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat
pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi,
kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;
dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.
2. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai
HP:
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 20
a. Blok perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tat
air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.
Kriteria blok ini antara lain: termasuk dalam kriteria kawasan lindung; dalam
RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan
hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan
hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
b. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan
blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK
dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi
kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi. Dalam blok ini
diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau upaya
pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan kawasan atau jasa
lingkungan atau HHBK. Kriteria blok ini antara lain: mempunyai potensi jasa
lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin
pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; dalam
RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan
hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan
hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
c. Blok pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan
HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan
dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK
diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan sekala besar;
mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi; terdapat ijin pemanfaatan
HHK-HA; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan
hutan untuk pengusahaan hutan skala besar.
d. Blok pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan
HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan
dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 21
diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar;
mempunyai hasil hutan kayu rendah; merupakan areal yang tidak berhutan;
terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan
masuk dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan
hutan sekala besar atau kecil.
e. Blok pemberdayaan masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya
pemberdayaan masyarakat (al: HKm, hutan desa, hutan tanaman
rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan
untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi kawasan
yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain:
dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk
pengusahaan hutan skala kecil; mempunyai hasil hutan kayu rendah;
merupakan areal yang tidak berhutan; terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk
HKm, hutan desa, HTR; arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar
hutan; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan
rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau
kecil.
f. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk
menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL
dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat
pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi,
kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;
dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi
atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
3. Pada setiap blok sebagaimana telah diuraikan di atas tidak tertutup
kemungkinan terdapat beberapa kondisi sebagai berikut:
a. Kawasan atau areal yang memerlukan reboisasi dan rehabilitasi kawasan
b. Areal yang telah ada penggunaan kawasan hutan untuk keperluan non
kehutanan dalam bentuk ijin pinjam pakai.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 22
4. Pada setiap blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi
HL atau HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri
oleh KPH dalam bentuk “wilayah tertentu” dimana pemanfaatannya mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Blok-blok tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi “kelas-kelas hutan” sesuai
dengan arahan pengelolaan ke depan
6. Jabaran “kelas hutan” tersebut akan dipergunakan sebagai acuan dalam
menentukan “kelas perusahaan” dari suatu KPHL dan KPHP pada saat
penyusunan rencana pengelolaan hutan.
Untuk memudahkan managemen pengelolaan kawasan hutan, maka blok-
blok dibagi ke dalam petak-petak. Dalam pembuatan petak perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut : (a) produktivitas dan potensi areal/lahan; (b) keberadaan
kawasan lindung, yang meliputi kawasan bergambut, kawasan resapan air,
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan
sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan kawasan pantai
berhutan bakau; dan (c) rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk
pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan,
dan pemberdayaan masyarakat. Pembuatan petak pada blok yang sudah ada ijin
pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilakukan oleh pemegang ijin,
sedangkan pada kawasan yang tidak ada ijin, terlebih dulu harus dilakukan
identifikasi sebagai berikut : (1) areal dalam blok yang telah ada permukiman
masyarakat, maka tidak perlu dilakukan pembagian ke dalam petak, namun perlu
mendapatkan identifikasi khusus untuk memperoleh arahan penanganan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; (2)
selain butir (1) tersebut, pembagian petak sesuai dengan potensi dan kondisi yang
ada serta dengan memperhatikan arahan pengelolaan hutan jangka panjang yang
telah disusun.
Berdasarkan pada uraian sejarah pembentukan KPH Bali Barat dan dengan
memperhatikan kondisi biofisik, fungsi kawasan hutan dan kondisi sosial budaya
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 23
masyarakat, maka pembagian blok dilakukan pada masing-masing RTK/RPH.
Dasar utama yang dipergunakan dalam pembagian blok adalah kelas lereng utama
dan fungsi kawasan hutan. Uraian secara rinci pembagian blok pada wilayah KPH
Bali Barat berdasarkan Kemenhut 2012 adalah sebagai berikut:
1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya
berfungsi HL, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok inti, (b) blok
pemanfaatan, (c) dan blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas
lereng > 40 % (sangat curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan
kelas lereng < 40% (0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), dan
kelas lereng 25-40% (curam); blok khusus dialokasikan di kawasan-kawasn suci
(Pura)
2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya
berfungsi HP, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok pemanfaatan
kawasan (blok jasa lingkungan dan HHBK, blok pemanfaatan HHK-HT, blok
pemberdayaan masyarakat), dan (b) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan
yang diperuntukan sebagai jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan
pemberdayaan masyarakat meliputi kawasan dengan kelas lereng 0-8% (datar),
8-15% (landai) dan kelas lereng 15-25% (agak curam). Adapun sebaran
masing-masing blok pemanfaatan disesuaikan dengan potensi yang
teridentifikasi pada masing-masing kawasan). Pada blok pemanfaatan ini juga
dialokasikan untuk wilayah tertentu (areal kayu putih, maupun di luar kayu
putih). Blok khusus dialokasikan pada kawasan-kawasan suci (Pura). Selain itu
di wilayah ini terdapat pemukiman eks Tim-Tim, dan Puslatpur yang merupakan
wilayah dengan tujuan khusus, sehingga dimasukkan ke dalam blok khusus.
Secara lengkap pembagian blok kawasan
hutan KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.3. dan Gambar 2.4.
Tabel 2.3. Pembagian Blok Kawasan Hutan di KPH Bali Barat
NO. BLOK LUAS (HA)
HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI
1 Khusus 276,2568639 -
2 Inti 38.952,30907 -
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 24
NO. BLOK LUAS (HA)
HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI
3 Pemanfaatan 16.568,32623 -
4 Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.011,862578 -
Jumlah 60.808,75474 -
1 Khusus 893,3154017
2 Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.848,792463
3 Pemberdayaan 1.001,026083
Jumlah 7.743,133947
Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan, maka
blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit lahan). Ukuran
petak dapat berkisar antara 25-30 Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah
berdasarkan kelompok kelerengan, jenis tanah (kedalaman dan kepekaan
terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama suhu dan
curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakter dan memerlukan pengelolaan
yang sama dikelompokkan dalam unit/petak yang sama. Pembagian petak seperti
ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Agar peta sebaran pembagian
blok/petak bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai peta
kerja di lapangan, maka peta sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar (1:
25.000 atau 1: 10.000).
Gambar 2.4. Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 25
2.2 Potensi Wilayah KPHL dan KPHP
2.2.1 Penutupan Vegetasi
Adanya beberapa kendala dan permasalahan yang berkembang pada
wilayah KPH Bali Barat (seperti misalnya perambahan, illegal logging, kebakaran
hutan, dan sebagainya), menyebabkan rendahnya/berkurangnya tegakan/tutupan
vegetasi hutan. Secara umum peutupan tegakan hutan berkisar antara 40 – 60 %,
kecuali di RPH Dapdap Putih mencapai sekitar 80%.
2.2.2. Kondisi Biofisik Wilayah
1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kawasan hutan pada KPH Bali Barat terletak pada 4 (empat) satuan wilayah
pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub DAS, sebagian besar terletak pada 3
(tiga) Sub DAS yakni Sub DAS Biluk Poh Gumbrih, Sub DAS Teluk Terima
Pancoran, Sub DAS Klatakan Lubang, dan sebagian kecil (sekitar 7,15%) terletak
pada Sub DAS Leh Balian yang masuk dalam kawasan hutan Yeh Ayah (RTK 11)
dan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12)
Sungai yang mengalir ke selatan di kabupaten Jembrana adalah
sungai/tukad Kelatakan, melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk
Poh, Yeh Embang, Yeh Sumbul, dan Medewi. Sungai yang mengalir ke utara di
kabupaten Buleleng adalah sungai/tukad Tinga-Tinga, Sumaga, Biu, Pule, Teluk
Terima, Banyupoh, Grokgak, Pancoran, dan Yeh Saba.
Sungai/tukad yang berhulu pada kawasan hutan Bali Barat (RTK 19) adalah
sungai/tukad Anakan, Sumaga, Yeh Biu, Grokgak, Musi, banyupoh, Teluk terima,
melaya, Sangiang, Daya, Yeh Buah, Yeh Embang, Sumbul, Medewi dan Pulukan.
Banyaknya sungai yang berhulu di kawasan hutan khususnya hutan lindung di
KPH Bali Barat, menjadikan tantangan tersendiri dalam menjaga kelestarian hutan
yang berada di hulu sungai dari 4 (empat) Sub DAS seperti tersebut di atas.
Namun pada rancangan kelola KPH dalam RPH tidak mutlak berdasarkan
pada batas DAS atau Sub DAS yang ada. Beberapa RPH justru menjadikan sungai
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 26
sebagai batas administrasi pengelolaannya seperti RPH Tegal Cangkring dan RPH
Yeh Embang. Distribusi luasan RPH per Sub DAS di KPH Bali Barat disajikan pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Luas RPH per Sub DAS Pada KPH Bali Barat
No
RPH
LUAS SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (HA)
JUMLAH (Ha)
TELUK TERIMA
PANCORAN
LEH BALIAN
KLATAKAN LUBANG
BILUK POH GUMBRIH
1 2 3 4 5 6 7
1 Antosari - 1.860,03 - - 1.860,03
2 Candikusuma - - 7.081,52 - 7.081,52
3 Dapdap Putih 7.186,23 98,0 - - 7.284,23
4 Grokgak 7.997,75 - - - 7.997,75
5 Penginuman - - 2.610,20 - 2.610,20
6 Pulukan - 2.813,0 - 3.852,88 6.665,88
7 Seririt 5.942,54 - - - 5.942,54
8 Sumberkima 6.097,19 - - - 6.097,19
9 Sumberklampok 1.613,40 - - - 1.613,40
10 Tegalcangkring - - 7.741,59 - 7.741,59
11 Yeh Embang - - - 11.869,08 11.869,08
JUMLAH 28.837,11 4.771,03 17.433,31 15.721,96 66.763,41
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali Tahun 2008
2. Geologi, Bentuklahan/Landform (Bali Barat)
Berdasrkan Peta geologi Pulau Bali skala 1 : 250.000 yang dikeluarkan oleh
Direktorat geologi Bandung (1971), Wilayah KPH Bali Barat terdiri dari beberapa
formasi geologi yaitu: (a). Formasi batuan Gunung Api Jembrana (Qd) merupakan
lava, breksi, tufa dari Gunung Api Klatakan, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan
batuan gabungan yang berumur kwarter bawah; (b). Formasi Prapatagung (Ppa):
tersusun dari batu gamping, batu pasir gampingan dan nafal, terdapat di wilayah
RPH Sumberkampok, dan sebagian di RPH Sumberkima; (c). Formasi Gunung
Klatakan (Qd) tersusun dari batuan G. Api Jembrana: lava, breksi, tufa dari G. Api
Klatakan, G. Merbuk, G. Musi, G. Patas, dan batuan yang
tergabung, terdapat di wilayah RPH Penginuman; (d). Formasi Palasari (Qp):
tersusun dari batuan konglomerat, batu pasir, batu gamping terumbu, terdapat di
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 27
wilayah RPH Candikusuma; (e). Formasi Pulaki (Pp): tersusun dari Gunung Api
Pulaki, lava dan breksi (terdapat di wilayah RPH Grokgak dan Sumberkima); (f).
Formasi Asah (Pa) tersusun dari Lava, breksi, tufa batu apung dengan isian
rekahan bersifat gampingan, terdapat di wilayah RPH Seririt; (g). Formasi Sorga
(Ms) tersusun dari tufa, batu nafal, dan batu pasir berumur Myosin tengah yang
terdapat di RPH Seririt (Dusun Sorga).
Proses geomorfologi yang terjadi di wiayah KPH Bali barat adalah:
Volkanisme, pelipatan dan pengangkatan, dan proses denudasional. Proses
pengangkatan dan pelipatan membentuk landform perbukitan, proses volkanisme
membentuk landform volkanik, dan proses denudasional membentuk landform
denudasional seperti perbukitan sisa, bukit terisolasi, nyaris dataran, pediment
(perbukitan erosi dan transportasi), lereng kaki, gawir (lereng terjal), kipas
rombakan lereng, lahan-lahan rusak, dan sebagainya. Kenampakan di lapangan
saat ini pada wilayah KPH Bali Barat antara proses volkanisme dan proses
denudasional nampaknya lebih didominasi oleh proses denudasi karena gunung-
gunung yang terdapat kebanyakan sudah tidak menampakkan aktifitas, sedangkan
proses denudasional menampakkan sisa erosi, lahan-lahan rusak dan sebagainya.
3. Bentuk Wilayah/Topografi
Secara umum bentuk wilayah KPH Bali Barat adalah sangat komplek mulai
dari datar-berombak (lereng 0-8%), landai-bergelombang (lereng 8-15%), berbukit
kecil/agak curam (lereng 15-25%), berbukit/curam (lereng 25-40%) dan
bergunung/sangat curam (lereng > 40%). Distribusi luasan berdasarkan kelas
kelerengan pada setiap RPH di KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Sebaran kelerengan pada masing-masing RPH
No RPH KELAS KELERENGAN (HA)
JUMLAH I II III IV V
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Antosari 0,42 49,79 504,19 1242,10 63,53 1860,03
2 Candikusuma 359,37 846,07 1029,69 2488,86 2357,53 7081,52
3 Dapdap Putih - 7,98 2225,12 4651,25 399,88 7284,23
4 Grokgak 474,35 748,80 1721,39 2830,31 2222,90 7997,75
5 Penginuman 620,40 828,68 692,75 468,37 - 2610,20
6 Pulukan - 179,10 1960,28 4198,78 327,72 6665,88
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 28
No RPH KELAS KELERENGAN (HA)
JUMLAH I II III IV V
1 2 3 4 5 6 7 8
7 Seririt 41,52 159,92 1338,16 2840,18 1562,76 5942,54
8 Sumberkima 654,80 670,23 994,26 1699,77 2078,13 6097,19
9 Sumberklampok 1230,64 271,19 94,51 17,06 - 1613,40
10 Tegalcangkring - 39,66 1283,99 3713,01 2704,93 7741,59
11 Yeh Embang - 281,87 2363,77 6536,23 2687,21 11869,08
JUMLAH 3381,50 4083,29 14208,11 30685,92 14404,59 66763,41
Sumber: Pengolahan Data Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 2.5 tersebut di atas 88,82% wilayah KPH Bali Barat
didominasi oleh kelas lereng III sampai lereng kelas V.
4. Tanah
Berdasarkan peta tanah tinjau Pulau Bali serta pengamatan di lapangan,
kawasan hutan pada KPH Bali Barat terdapat beberapa jenis tanah yaitu: Latosol,
Litosol, dan Mediteran. Namun berdasarkan persentase luasannya asosiasi jenis
tanah Latosol-Litosol mendominasi hampir 90% dari luasan kawasan KPH Bali
Barat.
Jenis tanah Latosol merupakan jenis tanah yang telah berkembang atau
telah mengalami diferensiasi horizon, solum tanah cukup dalam/tebal, tekstur tanah
lempung-berliat, struktur tanah remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga
agak teguh, warna coklat, kemerahan hingga kekuningan, bahan induk
penyusunnya berasal dari material volkanik (breksi, batuan beku intrusi dan tuf),
kepekaan tanah terhadap erosi adalah agak peka. Jenis tanah Latosol ini tersebar
secara luas pada kaki lereng, lereng bawah sampai lereng tengah di kawasan RPH
Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma,
Penginuman, Grokgak, seririt.
Jenis tanah Litosol merupakan jenis tanah mineral dengan tanpa atau sedikit
perkembangan. Profil tanah di atas batuan kukuh (Consolidated rock), tekstur
tanah beraneka, dan pada umumnya agak berpasir, tingkat kesuburan tanah
secara umum rendah karena tipisnya lapisan tanah dan rendahnya tutupan
vegetasi, dan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap erosi. Jenis tanah
ini tersebar pada daerah-daerah dengan bentuk wilayah berbukit hingga bergunung
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 29
dengan lereng agak curam-sangat curam, dan juga pada daerah-daerah yang telah
mengalami proses denudasi atau erosi yang berat. Sebarannya hampir terdapat
pada semua RPH di kawasan KPH Bali Barat khususnya di RPH Grokgak,
Sumberkima, Seririt, Sumberklampok, Candikusuma, Tegal Cangkring, Yeh
Embang, Pulukan dan Dapdap Putih.
Jenis tanah Mediteran merupakan jenis tanah mineral dengan bahan induk
batu kapur, batuan sedimen, dan tuf volkan basa, solum tanah agak tebal dengan
horizon tanah terselubung atau agak nyata, warna tanah kuning hingga merah atau
kehitaman, tergantung jenis bahan induknya. Bila bahan induknya gamping murni,
maka warna tanahnya agak kemerahan, bila bahan induknya dari napal warnya
tanahnya akan lebih hitam (Mediteran Molik), bila bahan induknya dari bahan
volkanik/bercampur dengan bahan volkanik, maka warnanya agak kekuningan.
Tekstur tanah lempung hingga liat, struktur tanah gumpal hingga gumpal bersudut,
keasaman tanah agak asam hingga netral, kejenuhan basa tinggi, permeabilitas
sedang, kepekaan erosi besar hingga sedang. Jenis tanah ini tersebar di RPH
Sumberklampok, Candikusuma, dan di Seririt.
5. Iklim
Berdasarkan tipe iklim Scmidt dan Ferguson, wilayah KPH Bali Barat
tergolong ke dalam tipe C (Agak basah), D (Sedang), dan E (Agak kering).
Klasifikasi tipe iklim C mempunyai nilai Q antara, 3333% – 60,00%, tipe D dengan
nilai Q antara 60,00% - 100,00%, sedangkan tipe iklim E mempunyai nilai Q antara
100,00% – 167,00%. Wilayah KPH Bali Barat yang memiliki tipe iklim C meliputi
RPH Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, danTegal Cangkring. RPH
yang memiliki tipe iklim D adalah RPH Candikusuma, dan RPH Penginuman.
Sedangkan wilayah yang memiliki tipe iklim E adalah RPH Sumberklampok,
Sumberkima, Grokgak, dan RPH Seririt.
6. Lahan Kritis
Lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan/degradasi
sampai pada titik kritis sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurangnya
fungsi lahan sampai pada batas yang diharapkan. Penentuan areal lahan kritis
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 30
ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap parameter biofisik lahan yang
diduga/diestimasi menyebabkan/mempengaruhi kekritisan lahan. Parameter yang
digunakan untuk menilai kekeritisan lahan (BPDAS Unda Anyar (1998) antara lain:
tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, singkapan lereng,
kedalaman tanah, serta kondisi pengelolaan (manajemen). Metode penetapan
lahan kritis dilakukan dengan metode skoring pada beberapa parameter penyebab
lahan kritis seperti tersebut di atas. Hasil analisis penentuan lahan kritis pada KPH
Bali Barat disajikan pada Tabel 2.6
Tabel 2.6. Distribusi luasan lahan kritis berdasarkan tingkat kekritisannya
No RPH
TINGKAT KEKRITISAN LAHAN
JUMLAH KRITIS
POTENSIAL KRITIS
MEDIUM KRITIS
1 2 3 4 5 6
1 Antosari 1.219,79 - 640,24 1.860,03
2 Candikusuma 283,03 6.053,90 744,59 7.081,52
3 Dapdap Putih - 6.790,61 493,62 7.284,23
4 Grokgak 2.571,86 5.296,92 128,97 7.997,75
5 Penginuman 0,00 17,19 2.593,01 2.610,20
6 Pulukan 33,40 2.351,69 4.280,79 6.665,88
7 Seririt 409,91 5.122,38 410,25 5.942,54
8 Sumberkima 2.840,31 3.256,88 - 6.097,19
9 Sumberklampok 602,46 979,74 31,20 1.613,40
10 Tegalcangkring - 6.594,37 1.147,22 7.741,59
11 Yeh Embang 266,97 10.456,77 1.145,34 11.869,08
TOTAL
8.227,73 (12,32%)
46.920,45 (70,28%)
11.615,23 (17,40%)
66.763,41
(100,00%)
Sumber: BPDAS Unda Anyar dan Pengolahan Data Tahun 2008
Berdasarkan data seperti Tabel 2.6 tersebut di atas menunjukkan 70,20%
wilayah KPH Bali Barat tergolong dalam kondisi potensial kritis; 17,40% tergolong
medium kritis (kritis sedang); dan 12,32% tergolong kritis.
Seperti telah disebutkan di atas, beberapa penyebab terjadinya lahan kritis
antara lain karena kesalahan dalam pengelolaan lahan (penggunaan lahan tidak
sesuai dengan kemampuannya serta tidak sesuai dengan kaidah konservasi),
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 31
rendahnya penutupan vegetasi, tingginya erosi permukaan maupun erosi bawah
permukaan, dan kondisi givennya seperti iklim (curah hujan yang rendah serta
masa kerig yang panjang), serta solum/lapisan tanah yang tipis. Kondisi seperti ini
terjadi di RPH Seririt, Grokgak, Sumberkima dan Sumberklampok.
2.2.3. Potensi Kayu/Non Kayu
Sampai saat ini pemanfaatan potensi kayu dan non kayu pada kawasan
RPH Bali Barat belum dikembangkan secara optimal. Potensi kayu hanya dapat
dikembangkan pada kawasan hutan produksi, sedangkan potensi non kayu dapat
dikembangkan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.
KPH Bali Barat memiliki 7.539,70 ha hutan produksi yang terdiri dari hutan
produksi terbatas dan hutan produksi tetap (Dinas Kehutanan, 2008). Hutan
produksi ini tersebar pada wilayah RPH Candikusuma seluas 383,10 ha (HP),
Grokgak 1.297,00 ha (HPT), Penginuman 2.610,20 ha (HPT), Seririt 249,60 ha
(HP) dan 112,00 ha (HPT), Sumberkima 1.274,40 ha (HP), dan Sumberklampok
1.613,40 ha (HPT).
Sesuai dengan kebijakan kehutanan di Provinsi Bali yang meletakkan
pelestarian ekologi sebagai prioritas pertama, maka hutan produksi yang ada juga
difungsikan sebagai kawasan pelestarian. Oleh karena itu maka produksi kayu
belum menjadi prioritas utama. Namun demikian dengan adanya peluang
pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan berupa pembentukan Hutan Desa, HTR, dan HTHR maka ke depan
pemanfaatan hutan kayu perlu direncanakan pada kawasan tertentu meskipun
sifatnya masih dibatasi (sitem tebang pilih). Hal ini mengingat adanya kebutuhan
kayu baik untuk kayu bahan bangunan maupun untuk bahan kerajinan
(perpatungan) jumlahnya terus meningkat, sedangkan penyediaannya tidak dapat
dipenuhi dari kebun rakyat.
Pada beberapa kawasan hutan produksi di KPH Bali Barat saat ini telah
dikembangkan tanaman kayu perpatungan dengan jenis tanaman kayu yang
dikembangkan antara lain: mahoni, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, intaran,
suar, gamelina, pule, dan sebagainya. Sampai saat ini realisasi penanaman pada
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 32
hutan produksi sudah mencapai 3.093,0 ha. Dengan demikian masih
memungkinkan untuk pengembangan potensi kayu seluas 4.451,6 Ha
Sedangkan untuk potensi non kayu sampai saat ini belum digarap secara
optimal seperti tanaman di bawah tegakan (tumpangsari) yang berupa tanaman
semusim, selama ini dinikmati penuh oleh masyarakat sekitarnya. Demikian pula
potensi daun kayu putih seluas 350 Ha belum dimanfaatkan. Melihat potensi yang
ada, ke depan potensi non kayu yang dapat dikembangkan pada kawasan hutan
lindung maupun pada kawasan hutan produksi di wilayah KPH Bali Barat dapat
berupa pemanfaatan daun kayu putih untuk produksi minyak atsiri, peternakan
lebah madu, budidaya jamur, tanaman obat/empon-empon, hijauan makanan
ternak, dan penangkaran satwa liar.
2.2.4. Keberadaan Flora dan Fauna
Salah satu upaya konservasi yang juga penting dilakukan adalah
mengidentifikasi keberadaan flora dan fauna. Berdasarkan pengamatan dan
laporan yang dihimpun, bahwa jenis flora dan fauna yang ada pada wilayah KPH
Bali Barat disajikan pada Tabel 2.7 Beberapa jenis satwa diperkirakan terus
menurun populasinya, disebabkan adanya perburuan oleh masyarakat, dan di lain
pihak beberapa jenis satwa juga merusak lahan masyarakat yang ditanami
tanaman pertanian sehingga untuk mengatasi kegagalan panen satwa tersebut
banyak yang dibunuh oleh para petani.
Saat ini satwa langka yang telah dilindungi adalah jalak putih.
Tabel 2.7 Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di Kawasan Hutan
No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA
1 2 3 4
1 Antosari Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kresek, kejimas, kwanitan, manting, pule, sentul, salam, badung, klampuak.
Trenggiling, landak, luak, ular, perkutut
2 Candikusuma Salam, kayu tangi, klampuak, kembang kuning, sirsak, mahoni, suar, bentawas, nyantuh, kejimas, kwanitan, manting, juwet, pule.
Trenggiling, landak, ayam hutan, ular, perkutut
3 Dapdap Putih Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, paradah, udu, seming, tembelekan, rumput bagas, salam,
Trenggiling, landak, luak, ular, kijang,
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 33
No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA
1 2 3 4
lateng, jenis pakis, gintungan, johar, cempaka, suren, Demulir, iseh.
4 Grokgak Suar, mahoni, gmelina, johar, salam, bungur,, sirsak, kembang kuning, badung, intaran, panggal buaya, pule, cendana
Kera, landak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, burung beo, perkutut, elang.
5 Penginuman Sonokeling, jati, gmelina, kayu tangi, kembang kuning, jabon, suar.
Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih, ayam hutan, burung madu kuning, burung kipas, lebah madu
6 Pulukan Kemiri, Rotan, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, walikukun, durian, gmelina, udu, nangka, bentawas, pule, panggal buaya, sawo kecik, talok, dadap, tangi, juwet, Pilang, kejimas, kwanitan, bunut, beringin.
Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, kera, burung perkutut.
7 Seririt Cemara geseng, udu, seeming, tembelekan, paradah, rumput bagas, salam, bayur, kepelan, cemara pandak, beringin, dadap, gintungan, cempaka, kejimas, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, tangi, kemiri.
Landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, perkutut.
8 Sumberkima Walikukun, Anjering, laban, sawo kecik, talok, bayur, panggal buaya, tangi, juwet, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, kwanitan
Jalak bali/jalak putih, Landak, ular, kijang, babi hutan, kera ayam hutan.
9 Sumber
klampok
Kayu putih, gmelina, bentawas, pule, sonokeling, trembesi, mahoni, nangka, salam, jati, panggal buaya, kemiri, sawo kecik.
Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih ayam hutan, kera.
10 Tegal Cangkring Kemiri, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kwanitan, Iseh, cempage, kejimas, udu, bambu, trembesi, pule, genitri.
Trenggiling, landak, luak, ular, babi hutan, ayam hutan, kera hitam, kera abu, kijang, rangkong, beo, murai.
11 Yeh Embang Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kejimas, pule, kwanitan, iseh, hoo, gmelina, coklat, pisang, durian, mahoni.
Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, kera, burung perkutut, murai.
2.2.6 Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan pada wilayah KPH Bali
Barat dapat berupa jasa lingkungan pemanfaatan air, wisata air, wisata religi, dan
wisata alam. Selain itu secara umum hutan merupakan enhancement of carbon
stock (penyerapan karbon). Secara lengkap disajikan pada Tabel 2.8.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 34
Tabel 2.8. Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan
NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM
1 2 3
I JEMBRANA
1. Candikusuma Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan tanaman konservasi yang mempunyai nilai estetika (bentuk pohon dan berbunga dengan lokasi di Embung Benel.
Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung
Wisata alam dengan rute off road.
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
2. Tegalcangkring Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di desa Mendoyo Dauh Tukad, desa Batu Agung, desa Pendem;
penangkaran satwa jenis Rusa Timor (Cervus timorensis).
3. Yeh Embang Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga)
Wisata rafting pada Tukad Yeh Buah
Air terjun Yeh Mesehe.
Wisata pendidikan (monument perjuangan di dusun Nusamara)
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon
4. Pulukan Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga)
Wisata religi/spiritual (Pura Segara Gunung, Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan).
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
5. Penginuman Penangkaran satwa langka
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
II BULELENG
1. RPH Seririt Pemanfaatan air
Wisata alam, jogging track
Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu)
Penyelamatan dan perlindungan lingkungan
Penyerapa dan/atau penyimpanan karbon.
2. RPH Grokgak Pemanfaatan air (bendungan Grokgak)
Wisata alam, jogging track
Wisata Spiritual (Pura Blatung di Desa Banyu Poh, Pura Taman di Desa Musi, Pura Basih di Desa Grokgak, Pura Pulaki, Pura Pabean)
Penyelamatan dan perlindungan lingkungan
Pacuan kuda
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
3. RPH Sumberkima Pemanfaatan air
Wisata alam, jogging track
Wisata Spiritual (Pura Udeng, Pura Gunung Saab Sari di Desa Pemuteran, Pura Pulaki dan Pura Melanting di Desa Banyu Poh)
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 35
NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM
1 2 3
Penyelamatan dan perlindungan lingkungan
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
Pengembangan sarang burung wallet
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
4. RPH Dapdap Putih Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga)
Wisata alam, jogging track, panorama hutan lindung yang indah
Wisata Spiritual (Pura Kutul Bumi, Pura Pujangga, Pura Bestari)
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon di hutan primer di Desa Telaga.
5. Sumberklampok Pemanfaatan air (sumber air)
Wisata religi (kuburan Jaya Prana)/Teluk terima
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
III TABANAN
1. Antosari Panorama yang indah
Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
2.3. Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan Sekitar Hutan
2.3.1. Sistem dan Struktur Masyarakat
Masyarakat di sekitar kawasan KPH Bali Barat memiliki sistem dan struktur
masyarakat yang relatif homogen. Hal tersebut dapat dilihat dari dominasi etnis
yang menempati daerah tersebut yaitu etnis Bali yang beragama Hindu. Bahasa
yang digunakan sehari hari adalah bahasa Bali yang dalam pelaksanaannya
mengenal tiga tingkatan pemakaian bahasa, yaitu halus, lumrah (madya) dan
bahasa Bali kasar. Pada masa sekarang bahasa Bali halus digunakan secara
resmi oleh hampir semua golongan dalam pergaulan di daerah Bali.
Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan masyarakat di sekitar
hutan masih berpegang pada prinsip patrilinial (purusa) yang sangat dipengaruhi
oleh sistem keluarga luar patrilinial yang mereka sebut dadia. Penduduk di sekitar
kawasan hutan terbagi dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem nilai
utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan Brahmana,
kasta madya adalah golongan Ksatrya, dan kasta nista adalah golongan Waisya.
Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta
yaitu golongan Sudra, sering juga disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 36
kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek,
bujangga dan sebagainya.
Kehidupan sosial budaya sehari-hari penduduk di sekitar hutan hampir
semuanya dipengaruhi oleh keyakinan/kepercayaan kepada agama Hindu yang
mereka anut, oleh karena itu adat istiadat dan kebudayaan penduduk tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh sistem religi agama Hindu. Tata kehidupan masyarakat di
sekitar/di dalam kawasan hutan umumnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem
kekerabatan dan sistem kemasyarakatan.
Sistem kekerabatan terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi
oleh adanya klen klen keluarga, seperti kelompok kekerabatan yang disebut dadia
(keturunan), pekurenan yaitu kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat
adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti.
Sistem kemasyarakatan merupakan satu kesatuan sosial yang didasarkan
atas kesatuan wilayah/territorial administrasi (perbekel/kelurahan) yang pada
umumnya terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan
territorial adat yang mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat, dan
masyarakat lainnya. Dari sistem kemasyarakatan yang ada tersebut maka warga
desa dapat masuk menjadi dua keanggotaan warga desa ataupun satu
keanggotaan, yaitu sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administratif
dan atau desa pakraman yang kehidupan masyarakat setempat terdapat banyak
kelompok-kelompok adat.
2.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali barat
didominasi oleh 2 (dua) Kabupaten dari 3 kabupaten yang menjadi wilayah
kerjanya. Adapun kabupaten tersebut adalah kabupaten Buleleng dan Kabupaten
Jembrana. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar/dalam kawasan dikaji dari
jumlah dan sebaran penduduk, tingkat pendidikan, kondisi kesehatan serta mata
pencaharian masyarakatnya.
Kondisi jumlah penduduk di Kabupaten Buleleng (registrasi tahun 2005)
adalah 618.076 jiwa dari 160.709 KK. Dari jumlah tersebut, penduduk perempuan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 37
sebanyak 312.88 jiwa (50,63%) dan penduduk laki-laki 305.198 jiwa (49,37%).
Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Buleleng adalah 453 jiwa/km,
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72%. Keadaan penduduk per
kecamatan di kabupaten Buleleng disajikan pada Tabel 2.9.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur adalah:
Penduduk usia 0 – 14 tahun 151.859 jiwa (24,57%)
Penduduk usia 15 – 64 tahun 426.657 jiwa (69,03%)
Penduduk usia 65 tahun ke atas 39.560 jiwa (6,40%)
Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur ini
mencerminkan bahwa penduduk di Kabupaten Buleleng sebagian besar (69,03%)
merupakan penduduk usia produktif (usia kerja).
Tabel 2.9. Keadaan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Buleleng
KECAMATAN
LUAS WILAYAH
JUMLAH KK
JUMLAH PENDUDUK
KEPADATAN PENDUDUK /
KM2
LAJU PERTUMBUHAN
PENDUDUK
(km2) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%)
1 2 3 4 5 6
Tejakula 97,68 21.274 60.525 620 1,38
Kb.Tambahan 118,24 12.563 55.959 473 2,63
Sawan 92,52 15.102 61.695 667 2,17
Sukasada 172,93 27.497 114.866 2.447 0,81
Buleleng 46,94 16.667 69.498 402 6,78
Banjar 172,6 18.434 67.741 392 0,08
Seririt 111,78 10.255 43.29 220 0,53
Busungbiu 196,92 18.121 70.704 633 0,31
Gerokgak 356,57 20.796 73.798 207 0,93
2005 1.365,88 160.709 618.076 453 1,70
2004 1.365,88 148.963 607.61 445 1,76
2003 1.365,88 138.258 596.91 437 1,40
Sumber: Bappeda Kabupaten Buleleng Tahun 2008
Sedangkan data kependudukan di wilayah Jembrana berdasarkan data yang
tercatat pada Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan, jumlah penduduk sampai
dengan tahun 2005 adalah sebanyak 257.459 jiwa dengan sebaran
sebagai berikut:
a. Kecamatan Melaya = 50.824 jiwa.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 38
b. Kecamatan Negara = 121.589 jiwa.
c. Kecamatan Mendoyo = 58.941 jiwa.
d. Kecamatan Pekutatan = 26.105 jiwa.
Penduduk Kabupaten Jembrana yang wajib KK pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 69.224 dengan jumlah penduduk wajib KTP sebanyak 191.079 orang.
Kartu keluarga yang telah diterbitkan pada tahun 2005 sejumlah 20.641 serta
penerbitan KTP sejumlah 56.061 buah. Dari catatan angka tersebut masih banyak
penduduk yang belum memiliki Kartu Keluarga dan KTP.
Tingkat pendidikan masyarakat di desa-desa di sekitar/dalam kawasan
hutan umumnya sudah relatif baik, hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesadaran
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, bahkan sudah ada yang melanjutkan hingga perguruan tinggi. Selain
kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan, sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai sebagai faktor keberhasilan dari pendidikan juga
tersedia cukup memadai dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal
ini bisa dilihat dari tersedianya lembaga pendidikan di tingkat desa yang berupa
TK, SD hingga SMP.
Selain bidang pendidikan, bidang kesehatan masyarakat di sekitar/dalam
kawasan juga sudah cukup baik. Berbagai kegiatan dan program peningkatan
kesehatan telah dilakukan secara rutin dan terstruktur, baik yang dilakukan
mengikuti program pemerintah maupun yang dilakukan secara mandiri oleh
masyarakat. Program dan kegiatan untuk peningkatan kesehatan yang telah
dilakukan antara lain pemenuhan air bersih, penurunan angka kematian ibu dan
balita, imunisasi, peningkatan angka harapan hidup, peningkatan gizi masyarakat
dan lain sebagainya.
Mata pencaharian yang digeluti oleh penduduk/masyarakat sangat
beragam, seperti petani, buruh tani, industri, wirausaha, pedagang, pegawai
swasta, TNI/Polri, PNS, pensiunan, guru dan lain-lain, meskipun mata
pencaharian sebagai petani dan buruh tani masih mendominasi. Lebih dari 40 %
penduduk menggantungkansumber kehidupannya di bidang pertanian atau
perkebunan. Struktur perekonomian secara umum masih bercorak agraris.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 39
Pada tahun 2005, tingkat partisipasi kerja (TPAK) di Kabupaten Buleleng adalah
sebesar 67,36 % yang terdiri dari:
a. Bekerja : 62,99 %
b. Mencari kerja (pengangguran penuh) : 4,37 %
Sedangkan lainnya merupakan kelompok yang bukan angkatan kerja, sebesar
32,64%, termasuk di dalamnya adalah usia sekolah dan mengurus rumah tangga.
Pada tahun 2005, tingkat penyerapan angkatan kerja di Kabupaten Buleleng
sebanyak 337.151 jiwa, dengan distribusi pada lapangan kerja/usaha sebagai
berikut:
a. Bidang pertanian : 42,49 %
b. Bidang pertambangan/penggalian : 1,16 %
c. Bidang industry pengolahan : 14,84 %
d. Bidang listrik, gas dan air minum : 0,43 %
e. Bidang bangunan : 5,73 %
f. Bidang perdagangan, hotel dan restoran : 21,44 %
g. Bidang pengangkutan dan komunikasi : 4,32 %
h. Bidang keuangan dan persewaan : 0,87 %
i. Bidang jasa : 9,14 %
Pada sektor bidang jasa yang menonjol adalah tumbuhnya lembaga/institusi
keuangan mikro berupa koperasi dan LPD sebagai pendukung ekonomi desa.
Keadaan ini sangat membawa dampak yang positif dalam perkembangan ekonomi
desa secara keseluruhan.
Sumberdaya ekonomi andalan di kedua wilayah yang utama adalah:
a. Sektor pertanian: padi, palawija ;
b. Sektor perkebunan: kelapa, kakao, anggur, pisang dan buah-buahan yang
lain ;
c. Sektor peternakan: sapi, babi, ayam kampong dan kerbau ;
d. Kewirausahaan: pertukangan, pengrajin ukiran atau anyaman.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 40
.2.3.3. Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan
Masyarakat Desa
Di Propinsi Bali, termasuk pula masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali
Barat, penduduknya sebagian besar berada pada wilayah desa adat (desa
pakraman). Oleh karena itu mereka harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat
bersama dan sudah disepakati sejak awal yang dituangkan dalam awig-awig desa.
Organisasi-organisasi yang berkembang di masing-masing wilayah sangat
beragam, diantaranya kelompok subak, kelompok tani ternak, kelompok tani
pengelola hutan, kelompok kesenian, dan juga kelompok teruna-teruni.
Masyarakat yang menetap/tinggal di sekitar kawasan hutan masih
memanfaatkan kawasan hutan. Masyarakat di sekitar/dalam kawasan pada
umumnya merupakan penduduk asli yang secara turun temurun tinggal dan
menetap di desa dan sudah memahami tentang pentingnya pelestarian kawasan
hutan bahkan terdapat kebijakan bahwa penduduk desa dilarang
menguasai/menyerobot kawasan hutan, menebang pohon bahkan mengambil kayu
dari kawasan hutan, hal ini sudah disiratkan dalam awig-awig desa. Batas-batas
kawasan hutan umumnya dapat diketahui secara jelas dengan adanya pal atau
tanda batas di lapangan, juga oleh adanya informasi dari petugas kehutanan
melalui kegiatan penyuluhan.
Di wilayah desa Pemuteran/Musi terdapat kearifan lokal bahwa penduduk
dilarang menebang bahkan mengambil kayu yang berada di kawasan hutan,
namun kegiatan mengambil ranting pohon dan menanam jagung dan kacang tanah
di kawasan hutan masih diberikan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.
Kegiatan mengambil ranting ini dilakukan bersama-sama dalam suatu kegiatan
adat.
Dilihat dari interaksinya dengan kawasan hutan, di wilayah KPH Bali Barat
terdapat 58 Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Adapun sebaran desa-
desa yang berberbatasandengan kawasan hutan di KPH Bali Barat dapat dilihat
pada Tabel 2.10.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 41
Tabel 2.10. Desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan pada masing-
masing RPH
NO. RPH
LUAS KAWASAN
HUTAN
JUMLAH DESA NAMA DESA
(Ha) (buah)
1 2 3 4 5
1. Antosari 1.860,03 10 Ds. Selabih, Lalang Linggah, Mundeh Kauh, Mundeh, Lumbung Kauh, Mundeh Kangin, Angkah, Munduk Temu, Kebon Padangan, Blatungan .
2. Pulukan 6.665,88 6 Ds. Medewi, Pulukan, Asah Duren, Manggis Sari, Gumbrih, Pengragoan
3. Yeh Embang 11.869,08 5 Ds. Yeh Sumbul, Yeh Embang Kangin, Yeh Embang Kauh, Yeh Embang, Penyaringan.
4. Tegal Cangkring 7.741,59 9 Ds. Penyaringan, Tegal Cangkring, Pergung, Poh Santen, Mendoyo Dauh Tukad, Batu Agung, Dauh Waru, Pendem, Baler Bale Agung.
5. Candikusuma 7.081,52 3 Ds. Brambang, Manistutu, Tukadaya
6. Penginuman 4.398,00 3 Ds. Melaya, Blimbingsari, Ekasari
7. Sumberklampok 12.832,57 2 Ds. Pejarakan, Sumberklampok
8. Sumberkima 7.692,91 4 Ds. Banyupoh, Sumberkima, Pejarakan, Pemuteran
9. Grokgak 7.997,75 6 Ds. Banyupoh, Penyabangan, Musi, Sanggalangit, Grokgak, Patas.
10. Seririt 5.942,54 6 Ds. Unggahan, Lokapaksa, Pangkung Paruk, Tukad Sumaga, Tinga-Tinga, Pengulon.
11. Dapdap Putih 7.284,23 4 Ds. Tista, Sepang Kelod, Sepang, Telaga.
2.4. Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan
2.4.1 Ijin-ijin Penggunaan Kawasan
Ijin-ijin pengguaan kawasan adalah merupakan ijin pemanfaatan kawasan di
luar kepentingan kehutanan, yang meliputi :
a. Tempat alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha dengan persetujuan prinsip
dari Menteri Kehutanan No. 521/Menhut-II/1989, tanggal 20 April 1989.
b. Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03
ha dengan persetujuan prinsip dari Menteri kehutanan No. 1844/Menhut-
II/1991, tanggal 11 September 1991.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 42
c. Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan
hutan produksi seluas 4,69 ha dengan persetujuan perpanjangan Menteri
Kehutanan No. 5.696/Menhut-VII/2006, tanggal 6 November 2006.
d. Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah-
Gilimanuk-Pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang
menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi
seluas 3,22 ha dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 252/Menhut-
VI/1995, tanggal 17 Februari 1995.
e. Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung
seluas 0,175 ha dengan surat persetujuan Dinjen Kehutanan No. 572/DJ/I/1977,
tanggal 7 Maret 1977.
f. Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha melalui
persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 493/Menhut-VII/1995, tanggal 4
April 1995.
g. Jalan Puncak Sari – Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas
0,0014 ha oleh Buleleng dengan persetujuan Dirjen Kehutanan No.
4473/DJ/I/1980, tanggal 22 Desember 1980.
h. Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang
menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, dengan persetujuan
Dirjen Kehutanan No. 3067/DJ/I/1974, tanggal 19 Agustus 1974.
i. Jalan Juwuk Manis – Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung
seluas 3,0 ha, dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 370/Menhut-
II/1988, tanggal 29 Juni 1988.
2.4.2 Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan
Ijin-ijin pemanfaatan kawasan yang pernah ada di wilayah KPH Bali Barat
adalah:
a. Tanaman kayu perpatungan seluas 383,10 ha di kawasan hutan produksi
Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana melalui
perjanjian kerjasama antara pemerintah Kabupaten Jembrana dengan klian
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 43
adat Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana No.
522.21/566/Hutbun/2002, tanggal 17 Juli 2002 ;
b. Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada hutan produksi seluas 150 ha di RPH
Grokgak dengan Surat Keputusan menteri Kehutanan No. 111/Menhut-II/2009,
tanggal 17 Maret 2009.
2.5. Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah
dan Pembangunan Daerah
Kedudukan kawasan hutan di Provinsi Bali dalam tinjauan RTRWP Bali
dibagi sesuai empat fungsi utama kawasan lindung. Dalam UU No.26 Tahun 2007
tentang penataan ruang, secara tegas disebutkan bahwa:
a. Pasal 5 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, mengatur
berdasarkan fungsi utama kawasan lindung dan kawasan budidaya.
b. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan.
c. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya buatan.
Dalam RTRWP Provinsi Bali tahun 2008-2009 khusus pada penjelasan
kedudukan hutan di Provinsi Bali untuk isu lingkungan, disebutkan bahwa proporsi
luas hutan tahun 2008 hanya 23% (kurang dari target keseimbangan 30% dari luas
wilayah), sehingga berpotensi mengganggu keseimbangan iklim mikro dan
ketersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan. Dalam pasal 17 UU tersebut
secara tegas disebutkan bahwa dalam pelestarian lingkungan dalam perencanaan
tata ruang ditetapkan proporsi luas hutan paling sedikit 30% dari luas wilayah.
Demikian pula pentingnya fungsi dan keberadaan hutan dalam kajian daya dukung
lahan di Provinsi Bali, merekomendasikan untuk mengembalikan fungsi kawasan
hutan sebagaimana mestinya yaitu secara fungsi hidrologi.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 44
2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan kajian beberapa data sekunder,
berkembang beberapa isu strategis dan permasalahan, yaitu :
1. Fungsi kawasan hutan belum optimal
Peruntukan kawasan hutan belum berfungsi secara optimal karena masih
rendahnya tutupan lahan dan adanya lahan kritis (RPH Penginuman, RPH
Sumberkima, Grokgak, dan Seririt). Luas hutan produksi relatif sempit dan
berbatasan langsung dengan permukiman penduduk (RPH Grokgak,
Sumberkima, Seririt, Penginuman), adanya kebakaran hutan (RPH
Sumberkima, Grokgak, seririt), adanya penerapan pola tumpangsari yang
kurang tepat, sehingga menyebabkan banyaknya tanaman pokok yang mati;
adanya perambahan hutan (RPH Seririt, Sumberklampok, Penginuman,
Candikusuma), dan yang paling besar terjadi di RPH Tegal Cangkring, Yeh
Embang, Pulukan, dan Antosari (Selemadeg Barat); Ilegal loging (RPH
Penginuman, Yeh Embang, Pulukan Dapdap Putih, dan Antosari);
pengambilan hijauan pakan ternak.
2. Pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan kawasan lainnya yang
belum optimal.
3. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap keberadaan hutan masih relatif
rendah (masih kurangnya kelompok-kelompok masyarakat/relawan yang
peduli terhadap pelestarian hutan).
4. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan
kawasan lainnya. Masih banyaknya lahan-lahan di sekitar kawasan hutan
yang belum termanfaatkan secara intensif sehingga masih tingginya tekanan
terhadap kawasan hutan.
5 Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal (belum
dilaksanakannya pembinaan masyarakat secara terpadu secara lintas
sektoral. Pembinaan masih sering dilakukan secara sektoral, misalnya sektor
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 45
peternakan memprogramkan peningkatan populasi ternak tanpa disertai
program penyediaan pakan yang mencukupi, sehingga terjadi pengrusakan
kayu hutan untuk dipakai pakan ternak.
6. Belum adanya komitmen bersama semua lapisan masyarakat dalam pelestarian
hutan. Masih adanya tokoh-tokoh masyarakat yang berpura-pura jadi
pahlawan dengan memprovokasi masyarakat bahwa hutan juga dapat digarap
oleh masyarakat.
7. Masih lemahnya penegakan hukum dan penerapan peraturan perundangan
bidang kehutanan
8. Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan
9. Belum mantapnya pengembangan database potensi sumberdaya hutan di
wilayah kelola.
10. Belum optimalnya pemberian peran masyarakat dalam rangka pengelolaan
hutan.
11. Penataan batas kawasan hutan antar RPH masih belum jelas di lapangan,
demikian juga pembagian kawasan hutan ke dalam blok, petak, zonasi
pemanfaatan dan perlindungan belum ada.
12. Pembagian kawasan hutan menurut DAS belum dijadikan acuan dalam
perencanaan pengelolaan hutan. Konsep RTK yang ada belum dijadikan
acuan dalam pembuatan model unit perencanaan/pengelolaan hutan.
13. Penempatan staf masih belum proporsional dari segi rasio antara luas
kawasan hutan dengan jumlah polhut per RPH.
14. Sistem informasi berbasis spasial (SIG) belum diimplementasikan dalam wujud
yang operasional, ketersediaan peta kerja dengan skala yang besar/detil
(5.000 – 10.000). Peninjauan ulang data-data sumberdaya hutan belum
dilakukan secara berkala misalnya 2-3 tahun, sehingga terjadinya
tekanan terhadal kawasan hutan tidak terdeteksi secara cepat.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB II - 46
15. Kegiatan sektor kehutanan masih dilakukan secara parsial dan masih bersifat
top down, belum berdasarkan atas partisipasi para pihak terkait baik
masyarakal lokal/masyarakat sekitar hutan maupun stake holder yang lain.
16. Masih rendahnya tingkat pendidikan, luas pemilikan lahan dan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan.
17. Pertumbuhan jumlah penduduk di sekitar hutan menyebabkan meningkatnya
tekanan terhadap hutan (perambahan, pencarian kayu bakar dan pakan
ternak, illegal loging, bahaya kebakaran dan sebagainya).
18. Masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan
19. Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu, dan disisi lain pemenuhan
bahan baku terbatas
20. Masih lemahnya pemahaman masyarakat dan aparat tentang arti penting
fungsi hidrologis hutan, terutama di kawasan RPH Antosari (Desa Mundeh
Kauh 80-90%) kawasan hutan telah diramabah ditanami tanaman perkebunan
seperti kopi, coklat, pala, pisang, dan sebagainya. Dan yang paling celaka
adalah lahan-lahan hutan dengan kelerengan > 60% dirabas/dibersihkan dan
ditanami tanaman kopi, coklat dan pisang; pohon-pohon kayu hutan banyak
yang diteres, sehingga bila ditiup angin akan tumbang.
21. Masih tingginya tingkat kerawanan/gangguan terhadap hutan
22. Belum adanya pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu (kecuali pada
kawsan RPH Sumberklampok).
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 47
BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN
3.1. Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali
Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni ”Terwujudnya
Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera”, berlandaskan falsafah Tri Hita
Karana. Seperti diketahui bahwa falsafah Tri Hita Karana adalah merupakan
konsepsi filsafat adhiluhung masyarakat Bali dalam mencapai kebahagiaan lahir
batin (“Moksartham Jaghaditha”) yaitu dengan selalu menjaga hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sang pencipta/Tuhannya (parahyangan),
hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pawongan), dan
hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan).
Dengan selalu berpedoman pada visi tersebut serta memperhatikan perubahan
paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang,
diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapii pengaruh globalisasi.
3.2. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali
Sejalan dengan visi pembangunan daerah Bali seperti tersebut di atas, dalam
Rencana Strategik (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Bali telah merumuskan
beberapa arah membangunan kehutanan di masa mendatang sebagai berikut:
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi
lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan/ekologi,
sosial budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari/berkelanjutan.
3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS)
4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan
pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan
lingkungan, sehingga mampu menciptakan ketahanan lingkungan, sosial
budaya dan ekonomi, serta ketahanan terhadap perubahan eksternal.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 48
5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan
Memperhatikan visi Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2009-2013 adalah
“Terwujudnya Bali Dwipa Jaya/Bali Mandaraberlandaskan Tri Hita Karana”, arah
pembangunan kehutanan di Provinsi Bali, gambaran pelayanan dari Dinas
Kehutanan Provinsi Bali serta isu-isu strategis khususnya yang terkait dengan
kehutanan berdasarkan tugas pokokfungsi dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali,
sebagaiana dituangkan dalam formulasi faktor lingkungan internal (kekuatan dan
kelemahan), dan faktor lingkungan eksternal (peluang dan tantangan), maka visi
pembangunan kehutanan di Provinsi Bali adalah “Terwujudnya luas dan fungsi
hutan yang optimal, aman-lestari, didukung masyarakat dan sumberdaya
manusia profesional untuk pembangunan Bali berkelanjutan”.
Guna mewujudkan visi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali dan dalam
rangka memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta untuk memfokuskan
rencana program yang akan dilaksanakan dan untuk menumbuh kembangkan
partisipasi semua pihak, maka misi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali
adalah:
1. Meningkatkan efektivitas tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam, sumberdaya
manusia dan kelmbagaan serta pemberdayaan masyarakat
2. Mengembangkan aneka produksi hasil hutan bersama masyarakat
3. Meningkatkan profesionalisme dan pelayanan.
3.3. Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat
Berdasarkan asumsi bahwa pemantapan kawasan hutan secara permanen
dapat dilaksanakan dengan baik dan mengacu pada visi-misi pembangunan
daerah Bali serta Visi-Misi Dinas Kehutanan Provinsi Bali,maka visi pembangunan
kehutanan KPH Bali Barat adalah:
”Menjadi pemangku dan pengelola hutan di KPH Bali Barat secara
profesional guna menjamin berlangsungnya fungsi-fungsi hutan secara
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 49
optimal dan lestari melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam
rehabilitasi dan konservasi sumberdaya lahan dan hutan sehingga
berdampak pada pemeliharaan budaya dan tujuan wisata demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat”.
Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH
Bali Barat didominasi oleh fungsi utama sebagai hutan lindung yang sebagian
berdekatan dengan hutan konservasi (Taman Nasional Bali Barat). Selain itu,
hutan di KPH Bali Barat juga dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan, baik desa
dinas maupun desa pakraman yang sebagian besar merupakan khas budaya Bali
yang mengandung pengejawantahan dari filsafah masyarakat Bali, yaitu Tri Hita
Karana.
Adapun Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH
Bali Barat merupakan arahan umum kebijakan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Memantapkan penataan kawasan hutan KPH Bali Barat secara rasional,
efektif dan efisien.
2. Mengembangkan sistem birokrasi, tugas pokok dan fungsi yang relevan
dengan profesionalisme dalam pembangunan KPH yang lestari.
3. Membangun sumberdaya manusia yang tangguh, berkualitas, berdedikasi
tinggi dan profesionaluntuk membangun/melestarikan hutan serta mendukung
partisipasi masyarakat menuju masyarakat sejahtera.
4. Membentuk jaringan dengan kabupaten/kota dan stakeolders dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan, sosial budaya dan perekonomian rakyat ;
5. Mewujudkan optimalisasi pengelolaan hutan yang menghasilkan kayu dan non
kayu menjaga kelestarian suberdaya lahan dan air, dan ikut memecahkan
masalah kemiskinan masyarakat ;
6. Menjaga dan meningkatkan pelestarian keanekaragaman flora dan fauna
beserta ekosistemnya sebagai penyangga kehidupan ;
7. Melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang mencakup
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti getah pinus, rehabilitasi hutan
dan lahan, pengamanan, perlindungan dan konservasi sumber daya hutan,
sertamengembangkan kegiatan wisata alam, wisata pendidikan, wisata
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB III - 50
budaya yang berwawasan lingkungan, dengan paradigma pemberdayaan
masyarakat ;
8. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan secara
kolaboratif dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat ;
9. Menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya
hutandengan paradigma pemberdayaan masyarakat.
Tujuan dari pengelolaan hutan di KPH Bali Barat dengan visi dan misi
tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan rasionalitas, efektifitas dan efisiensi pengelolaan hutan di KPH
Bali Barat ;
b) Mengendalikan kelestarian pengelolaan hutan dari aspek, ekologi,sosial dan
ekonomi;
c) Meningkatkan akuntabilitas dan pelayanan publik organisasi pengelola hutan
dan kawasan hutan ;
d) Memaksimumkan potensi hasil hutan bukan kayu, terutama jasa wisata dan
jasa perlindungan untuk kepentingan sosial ekonomi dan budaya ;
e) Meningkatkan kondisi hutan menjadi fullstock (terisi penuh) tegakan hutan ;
f) Meningkatkan indek pembangunan manusia (IPM) masyarakat desa hutan ;
g) Meningkatkan akses masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 51
BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI
Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 6 Tahun 2007
jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa pengelolaan hutan terdiri dari : managemen
pengelolaan hutan, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan,
serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Analisis dibuat dengan
menghubungkan antara komponen-komponen pengelolaan hutan tersebut dengan
data dan informasi serta permasalahan yang ada di KPH Bali Barat. Data dan
informasi berupa data primer (pengecekan lapangan maupun hasil wawancara
langsung dengan aparat di masing-masing RPH dan pejabat KPH serta beberapa
masyarakat di sekitar kawasan hutan), maupun data sekunder (berupa laporan
dan dokumen-dokumen lainnya). Berdasarkan analisis data tersebut kemudian
dibuat suatu proyeksi yang merupakan kondisi pengelolaan yang diharapkan/ingin
dicapai pada wilayah KPHL dan KPHP di masa yang akan datang.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan: (a) studi pustaka/data
literatur, (b) observasi, dan (c) wawancara. Studi literatur dilakukan untuk
memperluas wawasan dalam membuat analisis data lapangan. Sedangkan
observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata tentang kondisi biofisik,
pemanfaatan sumberdaya hutan, kodisi sosial ekonomi masyarakat, dan kondisi
infrastruktur yang ada. Untuk mendukung metode observasi, dilakukan kegiatan
pemotretan sebagai media dokumentasi. Wawancara dilakukan baik di kantor
KPH, masing-masing kepala RPH dan tokoh-tokoh masyarakat/petani di sekitar
kawasan hutan untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan-permasalahan
yang dihadapi di lapangan dan kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data
menggunakan metode deskriptif kualitatif.
4.1 Managemen Pengelolaan Hutan
Dalam pengelolaan hutan ditetapkan wilayah pengelolaan hutan dalam
bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan institusi pengelola
hutan yang terorganisir dengan kejelasan tujuan dan wilayah kelola untuk
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 52
melaksanakan tugas pokok dan fungsi, wewenang dan tanggungjawab dalam
rangka pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukan hutan.
Pembentukan KPH ini diharapkan dapat mewujudkan penyelenggaraan
pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat berjalan secara efisien dan
lestari/berkelanjutan.
Pembentukan KPH di Provinsi Bali sampai saat ini masih berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali,
yang mencakup beberapa aspek, yaitu perencanaan pengelolaan,
pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. KPH
Bali Barat terbentuk sejak Juli 2008 berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun
2008, dengan tupoksinya sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011,
bahwa keberadaan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) sampai saat ini masih tetap
dipertahankan di tingkat lapangan beserta dengan wilayah dan personil yang ada.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepala UPT KPH Bali Barat mempunyai beberapa
tugas penting yang berhubungan dengan pengelolaan hutan, antara lain adalah :
(a) menyusun rencana dan program kerja UPT; (b) menyusun rencana pengelolaan
hutan, menyelenggarakan pengelolaan hutan tata hutan; (c) menjabarkan
kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota untuk
diimplementasikan, (d) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta
pengendalian; (e) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan; (f) membuka peluang investasi guna mendukung
tercapainya tujuan pengelolaan hutan, (g) melaporkan hasil pelaksanaan tugas
kepada Kepala Dinas.
Sesuai dengan tugas UPT KPH Bali Barat tersebut maka untuk proyeksi ke
depan maka KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah
tertentu. Dalam pelaksanaan kerja KPH, perlu didukung oleh adanya sarana dan
prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa fisik
mupun non fisik, seperti pembangunan kantor, jalan, pos-pos jaga, peningkatan
kualitas sumberdaya manusia pengelola hutan, dan sebagainya.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 53
Di KPH Bali Barat yang telah dialokasikan menjadi wilayah tertentu adalah
areal kayu putih, kebun benih, areal kayu perpatungan serta wilayah lain yang
belum dibebani ijin pemanfaatan dan penggunaan. Untuk areal kayu putih, perlu
dikaji lebih jauh baik secara teknis maupun sosial ekonomis untuk perluasan areal
penanaman, sehingga nantinya kapasitas pabrik penyulingan minyak kayu putih
dapat ditingkatkan. Selain itu untuk tanaman yang sudah ada perlu dilakukan
peningkatan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan bentuk
maupun pemangkasan peremajaan. Sedangkan untuk kebun benih perlu
pemeliharaan untuk mendapatkan jumlah dan kualitas bibit yang memadai. Pada
areal kayu perpatungan diperlukan pemeliharaan yang memadai sehingga
diperoleh prsentase tumbuh yang optimal. Untuk pengembangan wilayah tertentu
di luar areal kayu putih, kebun benih, dan areal kayu perpatungan, KPH harus
membuat rencana pengelolaan selaras dengan kondisi biofisik wilayahnya. Dalam
hal ini dapat mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik
pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.
4.2 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
4.2.1 Tata Hutan
Tata hutan merupakan hal utama dalam pengelolaan hutan, dimana pada
kegiatan ini perlu ditetapkan kawasan hutan yang relatif tetap/permanen dan tidak
mudah berubah selama masa pengelolaan hutan, sehingga kawasan hutan negara
yang telah ditetapkan sebagai areal KPH perlu ditetapkan misalnya dalam RTRW
(Kementerian Kehutanan, 2011). Kegiatan tata hutan meliputi : (a) tata batas; (b)
inventarisasi hutan; (c) pembagian ke dalam blok/zona; (d) pembagian petak dan
anak petak; serta (d) pemetaan. Tata hutan di kawasan KPH Bali Barat sesuai
dengan fungsi pokok hutan dibagi menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan
hutan produksi. Kedua kawasan tersebut sudah mempunyai batas yang jelas
(sudah ditetapkan tapal batasnya) sesuai dengan patok-patok yang ada di
lapangan. Dalam pengelolaannya kawasan hutan dibagi menjadi beberapa RPH.
Pada kawasan hutan KPH Bali Barat terdapat 11 RPH, yaitu RPH Antosari,
Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Penginuman,
Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, Seririt dan Dapdap Putih. Pembagian
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 54
kawasan hutan dari segi pengelolaan pada KPH Bali Barat sampai saat ini baru
dilakukan berdasarkan RTK dan RPH. Untuk pengembangan lebih lanjut/proyeksi
ke depannya perlu dibuat pembagian ke dalam blok dan/atau petak, agar lebih
memudahkan dalam manajemen/pengelolaannya.
Blok diartikan sebagai bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. Pengertian tersebut
dekat dengan istilah Bos Afdeling ketika Belanda melakukan penataan hutan di
Pulau Jawa setelah menetapkan hutan tetap yang merupakan upaya untuk
pengorganisasian kawasan hutan (Warsito, 2010 dalam Anon, 2011).
Blok atau bagian wilayah KPH dapat dijadikan dasar untuk pengaturan unit
kelestarian, artinya dalam satu blok/bagian hutan akan terdapat satu unit
kelstarian. Dengan demikian dalam satu unit KPH dapat terdiri dari satu atau lebih
unit kelestarian sesuai dengan karakteristik biofisik, aksesibilitas lokasi, arah
transportasi produk/komoditas dan kelas perusahaan yang dikembangkan. Oleh
karena itu dalam pembagian blok perlu memperhatikan: (1) karakteristik biofisik
lapangan, (2) kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, (3) potensi sumberdaya
alam, dan (4) keberadaan ijin-ijin di wilayah KPH yang dimaksud.
Berdasarkan kondisi wilayah KPH Bali Barat, maka pembagian ke dalam
blok/petak pada wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya
berfungsi HL, blok dapat dibagi menjadi: (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan
(c) blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas lereng > 40 % (sangat
curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan kelas lereng < 40 %, blok
khusus meliputi kawasan-kawasan suci (Pura), dan kawasan lainnya yang
ditetapkan sebagai blok khusus.
2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya
berfungsi HP di wilayah ini tidak terdapat blok perlindungan, sehingga
pembagian blok menjadi: (a) blok pemanfaatan kawasan, dan HHBK jasa
lingkungan, (b) blok pemanfaatan HHK-HT, (c) blok pemberdayaan masyarakat,
dan (d) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan yang diperuntukan sebagai
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 55
jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan pemberdayaan masyarakat meliputi
kawasan dengan kelas lereng < 40 %.
Pada blok inti tidak diperkenankan terdapat kegiatan dalam bentuk apapun,
kecuali hanya merupakan kawasan rehabilitasi dan perlindungan tata air.
Sedangkan untuk blok pemanfaatan pada hutan lindung pemanfaatannya tetap
bersifat limitative/terbatas, yaitu sebagai pengembangan jasa lingkungan, wisata
alam, dan potensi hasil hutan non kayu (budidaya lebah madu, tanaman
obat/biofarmaka, pemungutan hasil hutan non kayu (madu, buah).
Pada kawasan hutan produksi blok pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan jasa lingkungan, HHBK, HHK, dan HHK-HT. Pada blok
pemberdayaan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hutan desa, HTR, dan
HTHR. Blok khusus dialokasikan untuk kawasan-kawasan suci (Pura), dan
kawasan lainnya yang ditetapkan sebagai blok khusus (permukiman eks Tim-Tim,
dan Barak TNI/Dodik/Pustatpur). Secara lengkap pembagian blok beserta
luasannya pada masing-masing fungsi kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat
disajikan pada Tabel 2.3 (BAB II).
Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan,
maka blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit
pengelolaan). Petak diartikan sebagai bagian dari blok dengan luasan tertentu dan
menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang memiliki karakteristik/sifat-sifat yang
sama/mirip dan memerlukan pengelolaan atau silvikultur yang sama. Ukuran petak
dapat berkisar antara 25-30 Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah
berdasarkan kesamaan/kelompok lereng, jenis tanah (kedalaman dan
kepekaannya terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama
suhu dan curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakteristik dan limiting
factor/faktor pembatas yang sama akan memerlukan pengelolaan/manajemen
yang sama, dikelompokkan dalam unit pengelolaan yang sama. Pembagian petak
seperti ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Peta sebaran
pembagian blok/petak agar bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat
dipergunakan sebagai peta kerja di lapangan maka peta sebaran blok/petak
sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar yaitu pada skala semi
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 56
detil (1: 25.000 – 1: 50.000) atau bila memungkinkan dibuat pada skala detil
(1: 5.000 – 1: 10.000).
Dalam pembagian petak perlu memperhatikan: (1) produktivitas dan potensi
areal/lahan; (2) keberadaan kawasan lindung yang meliputi kawasan bergambut,
kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan
bencana alam, kawasan perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian
satwa, dan kawasan pantai berhutan bakau; (3) rancangan areal yang akan
direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal
wilayah yang bersangkutan telah ada ijin atau hak, pembagian petak
menyesuaikan dengan petak yang telah dibuat oleh pemegang ijin atau hak. Selain
itu pembagian petak diarahkan sesuai dengan peruntukan berdasarkan identifikasi
lokasi dan potensi wilayah tertentu, seperti wilayah yang akan diberikan ijin, dan
wilayah untuk pemberdayaan masyarakat.
4.2.2 Rencana Pengelolaan Hutan
Penyusunan rencana pengelolaan hutan di wilayah ini masih bersifat umum,
sehingga untuk proyeksi ke depannya perlu disusun suatu rencana pengelolaan
secara lebih rinci/detail berdasarkan hasil tata hutan dan mengacu kepada rencana
kehutanan tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota (RKTN/RKTP/RKTK), serta
memperhatikan aspirasi budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan
terutama mengenai pemanfaatan kawasan. Untuk itu dalam penyusunan buku ini
lebih dititik beratkan pada pemanfaatan kawasan atau corebisnis yang dapat
dikembangkan. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan baik pada kawasan
hutan lindung maupun hutan produksi dan dalam pelaksanaannya harus selaras
dengan blok/petak yang sudah dibuat. Arahan pemanfaatan/core bisnis baik pada
kawasan hutan lindung maupun produksi harus diselaraskan dengan blok/petak
yang sudah dibuat. Penyelarasan antara rancangan blok pada wilayah KPHL dan
KPHP dengan arahan pemanfaatan disajikan pada Tabel 4.1.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 57
Tabel 4.1. Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan arahan pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat
NO.
ARAHAN PEMANFAATAN/ PENGGUNAAN
PADA KAWASAN HUTAN MENURUT
RKTN /RKTP / RKTK
PEMBAGIAN BLOK DAN WILAYAH KPHL
DAN KPHP KETERANGAN/LOKASI/LUAS
1 2 3 4
1
BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HL
Kawasan untuk Rehabilitasi
Blok Inti
Blok Pemanfaatan
Blok Khusus
38.952,3091 Ha 16.568,3262 Ha 276,2569 Ha
Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil
Hutan Desa Blok pemanfaatan RPH Antosari/Kec. Selemadeg Barat : Ds. Lumbung Kauh (HL 12), Ds. Mundeh (HL296, HL 293, HL 290), Mundeh Kangin (HL 295), Kebon Padangan (HL 294), RPH Pupuan/Kec. Pupuan : Ds. Blatungan (HL 288, 292, 278), RPH Pulukan/Kec. Pekutatan: Ds. Pengragoan (HL 291, 285, sbgan 292, 283, sbgan 278, 280), Ds Gumbrih (HL 289, 287), Ds. Pangyangan (HL 284), Ds. Asah Duren (HL 282, 286, 281, 279), Ds. Manggisari (HL 253, 273
2
BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HP
Kawasan untuk Rehabilitasi
- Blok Pemanfaatan kawasan (wilayah tertentu)
- Blok Pemberdayaan
- Blok Khusus
5.848,7925 Ha 1001,0261 Ha 893,3154 Ha
Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil
Hutan Desa Blok Pemanfaatan 11.685 Ha
HTR Blok Pemberdayaan 375 Ha (Grokgak)
Areal Kayu Putih Blok Pemanfaatan
Wilayah Tertentu 400 Ha (Sumberklampok)
Kebun Benih Blok Pemanfaatan
Wilayah Tertentu 120 Ha (Sumberklampok)
Areal Kayu Perpatungan
Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu
585 Ha (Buleleng/RPH Grokgak: 200 Ha, di Jembrana/RPH Candikusuma/dusun Sombang 385 Ha
Bekas Hkm 150 Ha (di Desa Pejarakan 50 Ha, Desa
Sanggalangit 50 Ha, Desa Pemuteran 25 Ha, Sumberklampok 25 Ha.
Sumber : Peta Pembagian Blok dan Petak KPH Bali Barat (2012) dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011)
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 58
4.3 Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
4.3.1 Pemanfaatan Hutan
PP No. 6 Tahun 2007 Yo. PP No. 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa
pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan
secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hutan
tersebut dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan yaitu : (a) pada kawasan
konservasi, kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman
nasional, (b) pada hutan lindung, dan (c) pada hutan produksi.
Secara umum pemanfaatan hutan dapat diselenggarakan melalui kegiatan:
(1) pemanfaatan kawasan; (2) pemanfaatan jasa lingkungan; (3) pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu; dan/atau (4) pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu. Untuk pemanfaatan hutan di kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan
produksi, seluruh jenis pemanfaatan tersebut dapat dilakukan. Sebaliknya pada
hutan lindung, pemanfaatan tersebut dibatasi pada jenis (1) pemanfaatan kawasan,
(2) pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Untuk
itu perlu dipastikan bahwa, kegiatan pemanfaatan hutan tersebut memiliki
keabsahan legalitas ijin pemanfaatan hutan.
Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat dilakukan antara lain
melalui kegiatan usaha : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias,
(c) budidaya jamur, (d) budidaya lebah madu, (e) penangkaran satwa liar, (f)
rehabilitasi satwa, dan (g) budidaya hijauan ternak. Adapun ketentuan dalam usaha
pemanfaatan tersebut adalah: (a) tidak mengurangi, mengubah atau
menghilangkan fungsi utamanya, (b) pengolahan tanah terbatas, (c) tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (d) tidak
menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (e) tidak membangun
sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Di samping kegiatan seperti
tersebut di atas, pada hutan lindung juga dapat dilakukan pemungutan hasil bukan
kayu berupa : rotan, madu, getah, buah, jamur atau sarang burung wallet dengan
ketentuan : (a) hasil hutan bukan kayu yang dipungut harus sudah tersedia secara
alami, (b) tidak merusak lingkungan, dan (c) tidak mengurangi, mengubah atau
menghilangkan fungsi utamanya. Sama halnya dengan pada kawasan hutan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 59
lindung, pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat dilakukan antara lain melalui
kegiatan : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias, (c) budidaya
jamur, (d) budidaya lebah, (e) penangkaran satwa liar, (f) rehabilitasi satwa, dan (f)
budidaya sarang burung wallet.
Berbeda halnya dengan pemanfaatan pada hutan lindung, pada hutan
produksi pemanfaatan kawasannya tidak bersifat limitative dan dapat diberikan
dalam bentuk usaha lain, dengan ketentuan : (a) luas areal dibatasi, (b) tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (c) tidak
menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (d) tidak membangun
sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Pada hutan produksi selain
pemanfaatan hasil hutan non kayu dapat juga dimanfaatkan untuk pemanfaatan
hasil hutan kayu, melalui kegiatan : (a) pemanfaatan hasil hutan kayu; atau (b)
pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem. Pemanfaatan hasil hutan kayu
dapat dilakukan pada HTI, HTR, atau HTHR.
Selain pemanfaatan kawasan seperti tersebut di atas, baik pada hutan
lindung maupun pada hutan produksi dapat juga dimanfaatkan untuk jasa
lingkungan dengan ketentuan yang sama seperti pada pemanfaatan untuk kayu
dan non kayu. Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui
kegiatan usaha : (a) pemanfaatan jasa aliran air, (b) pemanfaatan air, (c) wisata
alam, (d) perlindungan keanekaragaman hayati, (e) penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, dan (f) sebagai enchancement of carbon stock
(penyerapan dan/atau penyimpanan karbon). Kegiatan usaha tersebut dilakukan
dengan ketentuan : (a) tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi
utamanya, (b) tidak mengubah bentang alam, dan (c) tidak merusak keseimbangan
unsur-unsur lingkungan.
Pemanfaatan hutan dapat dikelompokkan menjadi : (1) pemanfaatan
wilayah kelola (kawasan hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan) dan (2)
wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang merupakan wilayah hutan
yang belum dibebani ijin baik pemanfaatan maupun penggunaan dan dikelola oleh
KPH). Pemanfaatan wilayah kelola merupakan pemanfaatan hutan yang dapat
dilakukan baik pada hutan lindung maupun pada hutan produksi, dan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 60
pemberdayaan masyarakat setempat. Di wilayah KPH Bali Barat pemanfaatan
hutan dan kawasan hutan belum ditata secara optimal, sehingga proyeksi ke
depannya perlu dilakukan penataan pemanfaatannya sesuai dengan kondisi
wilayahnya. Pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat terdiri dari hutan desa,
HTR, Jasa lingkungan, areal kayu perpatungan, areal kayu putih, bekas Hkm, dan
kebun benih. Yang termasuk dalam wilayah kelola adalah : hutan desa dan HTR,
sedangkan wilayah tertentu dialokasikan pada areal kayu perpatungan, areal
kayuputih, bekas Hkm, kebun benih, dan wilayah yang belum dibebani ijin
pemanfaatan dan penggunaan. Jasa lingkungan dapat merupakan pemanfaatan
wilayah kelola maupun wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Apabila berada
pada wilayah yang sudah dibebani ijin berarti masuk dalam wilayah kelola, tetapi
apabila berada di luar wilayah yang sudah dibebani ijin, maka masuk dalam
wilayah tertentu.
4.3.1.1 Wilayah Kelola
Wilayah kelola adalah wilayah hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan.
Di wilayah KPH Bali Barat yang dialokasikan sebagai wilayah kelola seluas 12.060
ha, yang terdiri dari hutan desa seluas 11.685 ha dan HTR seluas 375 ha. Hutan
desa (pemberdayaan masyarakat setempat) dapat dilakukan baik pada hutan
lindung maupun produksi, HTR pada hutan produksi, dan jasa lingkungan pada
hutan lindung maupun hutan produksi.
a. Hutan Desa (Pemberdayaan Masyarakat Setempat)
Sesuai PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa
pemberdayaan masayarakat dalam pemanfaatan hutan adalah untuk mendapatkan
manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan
kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.
Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan ini dapat dilakukan melalui :
(a) hutan desa, (b) hutan kemasyarakatan, atau (c) kemitraan.
Di kawasan KPH Bali Barat model pemberdayaan masyarakat dalam
pemanfaatan kawasan hutan belum dilaksanakan secara optimal. Pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan hutan filosofinya harus mewajibkan masyarakat
sekitar hutan ikut melakukan pemeliharaan dan pelestarian serta menjaga
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 61
kelestarian hutan dan lingkungannya. Namun pada kenyataannya sampai saat ini
pada kawasan hutan di KPH Bali Barat kerusakan hutannya masih terus berlanjut.
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan hutan di wilayah ini adalah adanya
tekanan masyarakat terhadap hutan yang berupa perambahan baik berupa
penanaman tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, jagung, kakao,
pisang, kopi, dan sebagainya, di samping juga disebabkan oleh adanya kegiatan
illegal logging, pencarian kayu bakar, pencarian pakan ternak, dan kebakaran
hutan.
Upaya ke depan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan hutan lebih
lanjut akibat adanya tekanan dari masyarakat khususnya masyarakat yang berada
di sekitar kawasan hutan, maka pemanfaatan hutan dapat dilakukan dengan
melibatkan/memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat
dalam pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan melalui
pembentukan hutan desa.
Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijin/hak. Pemanfaatan hutan desa
dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun hutan produksi. Pada hutan
lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan pada hutan
produksi dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan
hasil hutan kayu dan non kayu.
Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal hutan desa adalah
kawasan yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, dan berada
dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan
desa dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota berdasarkan
permohonan Kepala desa yang ditembuskan kepada Gubernur setempat, dengan
dilampiri : peta dengan skala minimal 1 : 50 000 dan kondisi kawasan hutan
antara lain fungsi hutan, topografi, dan potensi yang ada.
Sedangkan permohonan hak pengelolaan hutan desa diajukan oleh lembaga desa
kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan : (a) peraturan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 62
desa tentang penetapan lembaga desa, (b) surat pernyataan dari Kepala Desa
yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan dan diketahui oleh
Camat, (c) luas areal kerja yang dimohon, dan (d) rencana kegiatan dan bidang
usaha lembaga desa. Dalam pengusulannya Bupati/Walikota meneruskan kepada
Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa
lembaga desa telah mendapatkan fasilitasi, siap mengelola hutan desa, dan
ditetapkan areal kerja oleh Menteri. Fasilitasi yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas lembaga desa dalam pengelolaan hutan, yang mliputi :
pendidikan dan latihan, pengembangan kelembagaan, bimbingan penyusunan
rencana kerja hutan desa, bimbingan teknologi, pemberian informasi pasar dan
modal, dan pengembangan usaha. Fasilitasi tersebut dapat diberikan melalui
bantuan : perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keuangan, koperasi, atau
BUMN/BUMD/BUMS.
Lebih lanjut dalam Permenhut No: P.49/Menhut-II/2008 dijelaskan bahwa
hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan
hutan, dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah
status dan fungsi kawasan hutan. Selain itu juga tidak boleh digunakan untuk
kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan
kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Jangka waktu hak pengelolaan hutan
desa diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi
yang dilakukan paling lama setiap 5 tahun sekali oleh pemberi hak. Sedangkan
kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang hak adalah : (a) melaksanakan
penataan batas hak pengelolaan hutan desa, (b) menyusun rencana kerja hak
pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya hak pengelolaan hutan
desa, (c) melakukan perlindungan hutan, (d) melaksanakan rehabilitasi areal kerja
hutan desa, dan (e) melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja hutan desa.
Dalam pelaksanaan pengelolaan hutan desa, pemegang hak harus
membuat suatu rencana kerja hutan desa (RKHD) yang meliputi aspek-aspek
kelola kawasan, kelola kelembagaan, kelola usaha, dan kelola sumberdaya
manusia.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 63
Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas
11.685 ha yang tersebar di 8 RPH yaitu: RPH Antosasi seluas 1.180 ha,
Candikusuma seluas 495 ha, Dapdap Putih seluas 858 ha, Grokgak seluas 100 ha,
Pulukan seluas 5.515 ha, Seririt seluas 204 ha, Tegal Cangkring seluas 1.665 ha,
dan yeh Embang seluas 1.668 ha. Pengembangan hutan desa tersebut berada
pada kawasan hutan lindung pada blok pemanfaatan. Untuk itu proyeksi ke
depannya agar segera diproses perijinannya dan membuat perencanaan
pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masing-masing
wilayah.
Memperhatikan kondisi biofisik di wilayah KPH Bali Barat (adanya kondisi
given: didominasi lereng curam-sangat curam, solum tanah yang tipis, iklim yang
agak kering dan besarnya tekanan masyarakat berupa perambahan, illegall logging
dan sebaginya), maka dalam pengelolaan hutan desa (pada kawasan hutan
lindung) tetap meletakkan konservasi/pelestarian sebagai tujuan utama. Oleh
karena itu kegiatan pemanfaatan hanya diperkenankan pada blok pemanfaatan,
kecuali ada tujuan khusus. Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaannya perlu
dibuat unit-unit yang lebih detil berdasarkan kelas lereng, kedalaman tanah, dan
tutupan vegetasi. Kegiatan detilnya menyelaraskan dengan karakteristik biofisik
masing-masing unit/petak. Misalnya pada petak-petak yang relatif miring (25 - 40
%), solum tanah yang tipis, iklim kering, dan tutupan lahan yang rendah, diarahkan
untuk areal rehabilitasi, seperti pada sebagian wilayah RPH Grokgak dan Seririt.
Pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya berupa pemungutan hasil hutan bukan
kayu yang berupa madu, jamur, buah, dan sebagainya, dan pemanfaatan ruang di
bawah tegakan. Dalam pemanfaatan ruang di bawah tegakan dapat dilakukan
dengan menanam tanaman obat-obatan/biofarmaka dan budidaya lebah madu.
Rehabilitasi dilakukan dengan pengkayaan tanaman dan diutamakan dengan
tanaman pioner
seperti intaran, bunut, beringin (tanaman yang memiliki akar hawa), pule, dan
sebagainya. Apabila terdapat potensi jasa lingkungan, maka potensi tersebut
dapat dikembangkan.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 64
Pengembangan hutan desa di RPH Antosari, Pulukan, Yeh Embang,
Tegalcangkring, Dapdap Putih dan sebagian Candikusuma yang mempunyai
tingkat perambahan cukup tinggi dengan menanam tanaman perkebunan (kopi,
kakao, cengkeh, pisang), maka dalam pengelolaannya harus dilakukan
penggantian dengan tanaman kehutanan. Pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan dengan pemanfaatan kawasan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pemanfaatan kawasan dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan
tanaman obat/biofarmaka dan budidaya lebah madu. Sedangkan pemungutan
hasil bukan kayu berupa pemungutan buah, jamur, dan pemungutan madu.
b. HTR
HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh
perorangan atau kelompok/koperasi untuk meningkatkan potensi dan kulitas hutan
produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian
sumberdaya hutan (Permenhut No.: P.23/menhut-II/2007). Lebih lanjut dijelaskan
bahwa alokasi dan penetapan areal HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada
kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani ijin/hak lain dan
letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan. Alokasi dan penetapan
areal yang berupa pencadangan areal HTR yang didasarkan pada rencana
pembangunan HTR yang diusulkan oleh Bupati/walikota atau kepala KPHP, dan
luas areal pencadangan disesuaikan dengan keberadaan masyarakat sekitar hutan
(Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011.
Rencana pencadangan HTR harus dilampiri pertimbangan teknis dari
Kepala Dinas Kabupaten/Walikota atau Kepala KPHP yang memuat : (a) informasi
kondisi areal dan penutupan lahan, informasi (kawasan atau areal) tumpang tindih
perijinan, tanaman reboisasi dan rehabilitasi; (b) daftar nama-nama masyarakat
calon pemegang ijin IUPHHK-HTR yang diketahui oleh Camat dan Kepala
Desa/Lurah sesuai KTP setempat; (c) pernyataan bahwa aksesibilitas
areal yang diusulkan tidak sulit; dan (d) peta usulan rencana pembangunan HTR
skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 dengan tembusan disampaikan kepada Dirjen
dan Dirjen Planologi Kehutanan. Berdasarkan tembusan tersebut, masing-masing
melaksanakan hal-hal sebagai berikut : (a) Dirjen Planologi Kehutanan melakukan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 65
verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dan
menyiapkan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan
kepada Direktur Jenderal; (b) Direktur Jenderal melakukan verifikasi rencana
pembangunan HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dari aspek teknis dan
administratif dan menyiapkan konsep keputusan menteri tentang
penetapan/alokasi areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal
HTR dan mengusulkan melalui Sekjen kepada Menteri untuk ditetapkan.
Pencadangan areal HTR kemudian disampaikan kepada Bupati/Walikota atau
kepala KPHP dengan tembusan kepada Gubernur. Apabila dalam kurun waktu 2
tahun sejak diterbitkan pencadangan, Bupati/Walikota/kepala KPHP tidak
menerbitkan IUPHHK-HTR, maka ketetapan pencadangan dibatalkan oleh Menteri
dan Menteri menetapkan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Selanjutnya kegiatan dan
pola HTR dapat dilihat pada BAB III pasal 4 sampai 6 Permenhut No. :
P.55/Menhut-II/2011
Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan untuk pembangunan
UPHHK-HTR terdiri dari : (a) tanaman sejenis (tanaman hutan berkayu yang hanya
terdiri dari satu jenis (species) dan varietasnya dan (b) tanaman berbagai jenis
(tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan
yang berkayu, antara lain : karet, tanaman berbuah, bergetah, dan pohon
penghasil pangan dan energi. Tanaman budidaya tahunan paling luas 40% dari
areal kerja dan tidak didominasi oleh satu jenis tanaman.
Ijin pendirian HTR dapat diperoleh melalui perorangan atau koperasi.
Perorangan adalah warga negara Indonesia yang cakap bertindak menurut hukum
yang tinggal di sekitar hutan, sedangkan koperasi adalah koperasi dalam usaha
skala mikro, kecil, menengah dan dibangun oleh masyarakat setempat yang tinggal
di desa terdekat dari hutan, dan diutamakan penggarap lahan pada areal
pencadangan HTR. Apabila kesulitan dalam mendirikan koperasi, maka
perorangan dapat diberikan ijin IUPHHK-HTR paling luas 4 ha. Luas areal HTR
paling luas 15 ha untuk pemegang ijin perorangan dan 700 ha untuk pemegang ijin
koperasi. Untuk pemegang ijin koperasi perlu didukung dengan daftar nama
anggota koperasi yang jelas identitasnya. Lebih lanjut persayaratan permohonan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 66
pendirian HTR diatur pada Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011, BAB V
pasal 11-18.
Dalam pelaksanaan HTR perlu dilakukan pengawasan, pembinaan, dan
pengendalian. Pengawasan HTR dilakukan oleh Kepala Desa, sedangkan Kepala
Dinas Kabupaten dan Kepala KPHP melaksanakan pembinaan IUPHHK-HTR.
Kepala Dinas Provinsi dan/atau Kepala UPT melakukan pengendalian pelaksanaan
HTR dan melaporkan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal, sedangkan Kepala
Pusat P2H melakukan pengendalian dan evaluasi penggunaan dana pinjaman
pembangunan HTR. Biaya pengawasan, pembinaan, dan pengendalian
dibebankan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Grokgak
(desa Musi) seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret
2009). Memperhatikan potensi dan kondisi hutan di provinsi Bali seluas
127.271 ha (22,59% dari luas daratan pulau Bali) dan belum seluruhnya berfungsi
optimal, maka arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di provinsi Bali adalah
terwujudnya luas dan fungsi hutan secara optimal, aman dan lestari dengan upaya
pengelolaan berlandaskan pada aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Oleh karena
itu maka titik berat pembangunan kehutanan diarahkan pada kegiatan yang
menunjang kelestarian ekologi hutan seperti : rehabilitasi lahan kritis dan
perlindungan hutan tanpa mengesampingkan aspek sosial dan ekonomi melalui
pemanfaatan hutan secara terbatas.
Sesuai dengan potensi tersebut di atas, maka pola HTR yang dapat
dikembangkan adalah pola tumpangsari dengan tanaman pokok (tanaman
berkayu) yang tidak sejenis (50-60%), dan 40-50% tanaman budidaya berkayu.
Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan antara lain adalah : mahoni,
trembesi, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, pule dan sebagainya yang sesuai
dengan kondisi setempat. Sedangkan jenis tanaman budidaya berkayu yang dapat
dikembangkan antara lain kemiri, mangga, juwet, dan tanaman
lainnya yang sesuai dengan spesifik biofisiknya. Untuk pemanfaatan ruang di
bawah tegakan tanaman berkayu/tanaman budidaya berkayu bila tegakan
tanamannya masih kecil, maka dapat dikembangkan jenis tanaman tumpangsari
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 67
yang tergolong jenis C3 seperti jenis kacang-kacangan, dan bila tegakan tanaman
sudah besar (umur di atas 5 tahun), maka di bawah tegakannya dapat
dikembangkan jenis empon-empon/tanaman biofarmaka.
Untuk menjaga supaya tanaman pokok dapat tumbuh dengan baik sesuai
dengan fungsi kawasan, maka penanaman perlu diatur sedemikian rupa dengan
menyelaraskan sesuai fungsi/kondisi blok dan/atau petak, yaitu : (a) pada petak
yang relatif datar dengan membuat teras-teras/baris-baris tanaman pokok seperti
pada sistem surjan dan (b) pada petak-petak yang relatif miring, penanaman
tanaman pokok/budidaya dilakukan sejajar kontur. Selanjutnya dilakukan
pengaturan antara tanaman pokok (tanaman berkayu) dengan tanaman budidaya
berkayu agar masing-masing tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan
baik (tidak terjadi efek antagonis/saling menghambat). Untuk pemilihan jenis
tanaman dan pengaturan komposisi tanaman secara detil nantinya perlu lagi
dilakukan kajian teknis detil agar terpilih jenis tanaman yang benar-benar sesuai
dengan spesifik biofisik, serta sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya.
4.3.1.2 Wilayah Tertentu
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan pada blok pemanfaatan yang belum
dibebani ijin dan dikelola oleh KPH. Di wilayah KPH Bali Barat wilayah tertentu
dialokasikan seluas 10.860,655 ha (pada hutan lindung seluas 5011,863 ha, dan
pada hutan produksi seluas 5.848,792). Pada saat ini pemanfaatan wilayah
tertentu telah dimanfaatkan untuk areal kayu putih seluas 400 ha di
Sumberklampok, untuk kayu perpatungan (seluas 200 ha di Grokgak dan seluas
385 ha di Candikusuma (Sombang), kebun benih 120 ha, bekas HKm 150 ha. Jadi
luas total yang belum dimanfaatkan adalah (10.860,6555 – 1.255) ha = 9.605,6555
ha. Luas kawasan yang belum dimanfaatkan tersebut perlu dibuat suatu rencana
pengelolaannya disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi
wilayahnya. Kemungkinan yang dapat dikembangkan adalah : untuk perluasan
areal kayu putih sampai mencapai luasan 2.500 – 3.000 ha, sehingga layak untuk
mendirikan pabrik penyulingan skala besar (di atas 2 ton per hari). Selain itu juga
memungkinkan untuk pengembangan areal kayu perpatungan. Sedangkan sisanya
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 68
untuk sementara digunakan sebagai kawasan rehabilitasi, yang selanjutnya perlu
direncanakan kemungkinan pengembangan investasi.
Untuk wilayah tertentu yang berada pada blok pemanfaatan pada hutan
lindung dapat dikembangkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non
kayu dengan melibatkan masyarakat (dengan memanfaatkan ruang di bawah
tegakan dan budidaya lebah madu), pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun
sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis (tidak
memungkinkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu maupun jasa
lingkungan). Sedangkan untuk wilayah yang berada pada kawasan hutan produksi
dapat dikembangkan untuk pemanfaatan produksi kayu/non kayu melalui
pengembangan kayu perpatungan dan diusahakan tetap melibatkan masyarakat
setempat dalam pengelolaanya (dengan pemanfaatan ruang di bawah tegakan),
jasa lingkungan dengan tetap menekankan pada aspek ekologi/kelestariannya,
atau sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila kondisi hutannya kritis/sangat
kritis.
a. Areal Kayu Putih
Pada kawasan ini sudah dilakukan pengelolaan hutan bersama masyarakat
melalui kegiatan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih dengan penanaman
tanaman semusim. Hal itu dilakukan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal.
Pemanfaatan wilayah ini dilakukan berdasarkan perjanjian secara tertulis (sesuai
surat perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002) dan sudah berakhir
pada tahun 2010. Namun sampai saat ini masyarakat masih tetap memanfaatkan
wilayah tersebut untuk kegiatan tumpangsari. Untuk proyeksi ke depannya perlu
dikaji/dipertimbangkan untuk perpanjangan ijin berdasarkan evaluasi yang sudah
dilakukan.
Dalam prakteknya tumpangsari yang dilakukan di bawah tegakan kayu putih
oleh masyarakat belum mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah yang
benar dimana pengolahan tanah dilakukan secara intensif pada seluruh
permukaan tanah sampai pada pangkal batang tanaman pokok sehingga dapat
merusak akar tanaman pokok, melakukan pembersihan lahan dan melakukan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 69
pembakaran sisa-sisa tanaman yang sengaja dilakukan pada pangkal batang
tanaman pokok sehingga banyak tanaman yang mati, dan pada lahan-lahan yang
miring tidak dibuat terasering sehingga terjadi erosi yang cukup tinggi. Oleh karena
itu untuk proyeksi ke depannya perlu dilakukan penataan model tumpangsari
yang benar, yang dapat dilakukan dengan cara pembinaan dan pendampingan
(pembuatan model-model percontohan tumpangsari).
Berdasarkan laporan dari Dinas Kehutanan dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh tim UNUD, saat ini telah terdapat tegakan kayu putih seluas 400 Ha,
dan yang telah siap untuk dimanfaatkan daunnya untuk minyak atsiri seluas
350 Ha. Berdasarkan hasil analisis rendemen dan kualitas minyaknya, memiliki
rendemen yang cukup tinggi (9-10 liter minyak dalam 1 ton daun kayu putih,
dengan kualitas minyak terutama kadar Cineol yang tinggi).
Sebagai ilustrasi dengan mengacu pada hasil studi banding ke pabrik
penyulingan minyak kayu putih di Sendangmole (daerah Gunung Kidul DIY),
perkiraan kasar besarnya pendapatan per tahun yang diperoleh dari hasil
pemanfaatan daun kayu putih seluas 350 Ha adalah sebagai berikut: dengan
taksasi 1 Ha tegakan kayu putih menghasilkan paling sedikit 2 ton daun kayu putih,
berarti luasan 350 Ha menghasilkan daun kayu putih 700 ton per tahunnya.
Ongkos petik daun Rp 100.000,-/ton (di Sendangmole saat tim melakukan
kunjungan, ongkos petik daun kayu putih hanya Rp 65.000/ton). Dengan ongkos
petik Rp 100.000/ton berarti = 700 ton x Rp 100.000 = Rp 70.000.000. Perkiraan
hasil minyak 10 liter/ton = 700 x 10 lt = 7000 lt. Harga minyak kayu putih
diperkirakan paling rendah saat ini Rp 150.000/lt = 7000 lt x Rp 150.000 =
Rp1.050.000.000. Perkiraan ongkos produksi 30% dari hasil minyak = 30% x Rp
1.050.000.000 = Rp 315.000.000. Perkiraan pendapatan kotor dari pemanfaatan
daun kayu putih seluas 350 Ha adalah Rp 1.050.000.000 – (Rp 70.000.000 + Rp
315.000.000) = Rp 665.000.000. Dengan demikian di wilayah ini sudah
dimungkinkan untuk didirikan pabrik penyulingan minyak kayu putih dengan
kapasitas 1 (satu) ton.
Untuk menjaga kesinambungan berjalannya pabrik minyak kayu putih dan
pengembangan lebih lanjut, maka perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 70
sudah ada dan perluasan areal penanaman sekaligus sebagai kegiatan rehabilitasi
lahan. Pemeliharaan tanaman kayu putih dapat dilakukan dengan pemangkasan
dan pemupukan ramah lingkungan. Sampai saat pemangkasan bentuk belum
dilakukan pada seluruh areal penanaman. Tim UNUD sudah melakukan contoh
pemangkasan bentuk dalam kegiatan pemeliharaan tanaman pada lokasi
kelompok Wana lestari dan pada demplot penelitian. Selain itu juga mencoba
melakukan pemangkasan pada tanaman yang sudah tua dan dianalisis rendemen
minyaknya. Pada tanaman tua rendemen minyak kayu putih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (4 liter/ton). Pertumbuhan
trubusan hasil pemangkasan bentuk baik dari tanaman yang masih muda maupun
yang sudah tua menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Dengan demikian
untuk potensi ke depan perlu dilakukan pemangkasan bentuk pada seluruh
kawasan (untuk pemelihaan dan peremajaan).
Perluasan areal kayu putih masih memungkinkan untuk dilakukan, karena
berdasarkan hasil pemantauan dan konfirmasi dengan KRPH setempat,
diperkirakan masih ada 40% lahan yang belum ditanami. Untuk itu ke depannya
kapasitas pabrik penyulingan dapat ditingkatkan.
b. Kebun Benih
Pengadaan kebun benih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bibit
tanaman kehutanan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Di wilayah KPH Bali
Barat kebun benih berada di RPH Sumberklampok, yang terdiri dari : panggal
buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik 5 ha.
c. Areal Kayu Perpatungan
Pengembangan tanaman kayu perpatungan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan kayu lokal khususnya untuk pengrajin pembuatan patung dan kerajinan
tangan lainnya. Areal kayu perpatungan di wilayah KPH Bali Barat seluas 583 ha
yang berada di desa Sombang RPH Candikusuma seluas 383 ha dan 200 ha di
RPH Grokgak. Jenis kayu yang diusahakan adalah mahoni, suar, johar, gmelina,
bentawas, pule, sonokeling, sawokecik, dan panggal buaya. Khusus di kawasan
Sombang (RPH Candikusuma) pada awalnya penanaman kayu perpatungan
dilakukan melalui kerjasaman dengan masyarakat dengan Surat Perjanjian antara
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 71
Kabupaten Jembrana dengan masyarakat setempat, yang mana ini tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku (tidak ada dasar hukumnya). Dengan demikian
untuk proyeksi ke depan, mengingat tegakan sudah masak tebang dan petani
sudah menunggu ijin penebangan, maka perlu segera dibuat perjanjian ulang
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Areal bekas HKm
Areal bekas HKm seluas 150 ha tersebar di beberapa tempat: Pejarakan
50 ha, Sanggalangit 50 ha, Pemuteran 25 ha, dan Sumberklampok 25 ha. Sampai
saat ini kegiatan Hkm tidak dilanjutkan karean pada pelaksanaan di lapangan
banyak mengalami kendala. Hal ini disebabkan karena Hkm dikelola oleh
kelompok-kelompok masyarakat, sehingga sering terjadi kecemburuan bagi
kelompok yang tidak mendapatkan hak pengelolaan. Dengan demikian untuk ke
depannya wilayah bekas Hkm dialokasikan sebagai wilayah tertentu yang dikelola
KPH.
4.3.1.3 Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu
Pemanfaatan Jasa Lingkungan.
Pemanfaatan jasa lingkungan dapat termasuk dalam wilayah kelola maupun
wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Potensi pengembangan jasa lingkungan
dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun produksi. Secara umum hutan
berfungsi sebagai enhancement of carbon stock (penyerap karbon) yang mana
hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan di sekitarnya atau yang sering disebut
sebagai paru-paru dunia.
Potensi pengembangan jasa lingkungan pada hutan lindung di wilayah KPH
Bali Barat untuk waktu yang akan datang cukup strategis. Pemanfaatan jasa
lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain adalah pemanfaatan air/aliran
air, wisata alam, wisata religi, dan wisata pendidikan. Mata air di RPH Dapdap
Putih (dusun Telaga) digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum dan
untuk pengairan/irigasi. Sedangkan jasa pemanfaatan aliran air berupa
rafting/arung jeram pada Tukad Yeh Buah di RPH Yeh Embang. Wisata alam yang
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 72
dapat dikembangkan di wilayah ini berupa : air terjun Yeh Mesehe di RPH Yeh
Embang, panorama indah dari tempat ketinggian di Mendoyo (RPH
Tegalcangkring) dan Pucak Bukit Rangda (RPH Antosari). Pengembangan jasa
lingkungan yang berupa wisata religi yang dikembangkan karena di wilayah ini
terdapat banyak kawasan suci yang berupa Pura yaitu : Pura Ratu Nyoman Sakti
Pengadangan (RPH Pulukan) dan tempat-tempat suci lainnya. Di kawasan ini juga
dapat dikembangkan wisata pendidikan seperti adanya monumen perjuangan di
dusun Nusamara (RPH Yeh Embang) dan kawasan hutan lindung di dusun Telaga
(RPH Dapdap Putih). Pada kawasan hutan lindung di dusun Telaga terdapat salah
satu spesies bambu yang berdasarkan hasil identifikasi dari LIPI merupakan satu-
satunya spesies bambu yang ada di dunia. Bambu tersebut tumbuhnya merambat
sampai berpuluh-puluh meter, dan dapat tumbuh melalui ruas batang sehingga
untuk menemukan pangkal batang aslinya sangat sulit.
Pemanfaatan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah hutan
produksi KPH Bali Bali Barat adalah berupa pemanfaatan air (mata air dan
waduk), wisata religi, wisata medis dan wisata olah raga. Pemanfaatan air terdapat
di RPH Sumberklampok dan Sumberkima yang berupa mata air, di RPH Grokgak
dan RPH Penginuman yang berupa bendungan/waduk, yaitu bendung Grokgak
dan waduk Palasari. Sedangkan wisata religi dapat dikembangkan di kawasan
suci/pura (pura Pulaki, Pabean, Melanting, Kertakawat, Pucak Manik, Pura
Taman di Desa Musi (di RPH Grokgak), Pura Bukit Mungsu di RPH Seririt, dan
kuburan Jayaprana di RPH Sumberklampok). Jasa lingkungan wisata medis
berupa permandian air panas Banyuwedang di RPH Sumberklampok dan
permandian air panas Pemuteran di RPH Sumberkima. Wisata medis ini sudah
banyak dikunjungi oleh masyarakat. Wisata alam off road telah dikembangkan di
RPH Candikusuma (Sombang), namun masih diperlukan penataan. Sedangkan
jogging track/tracking dapat dikembangkan di RPH Seririt dan Grokgak. Selain itu
di RPH Grokgak juga terdapat wisata berkuda.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 73
4.3.2 Penggunaan Kawasan Hutan
Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan, dan dapat dilakukan di dalam kawasan
hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Sesuai dengan PP No. 24 Tahun
2010 penggunaan kawasan hutan tersebut hanya dapat dilakukan untuk kegiatan
yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, yang meliputi
kegiaan: (a) religi, (b) pertambangan, (c) instalasi pembangkit tranmisi, dan
distribus listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan, (d) pembangunan
jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi,
(e) jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api, (f) sarana transportasi yang tidak
dikatagorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan
hasil produksi, (g) sarana dan prasarana sumberdaya air, pembangunan jaringan
instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah, (h) fasilitas umum,
(i) industri terkait kehutanan, (j) pertahanan dan keamanan, (k) prasarana
penunjang keselamatan umum, atau (l) penampungan sementara korban bencana
alam.
Lebih lanjut dalam PP tersebut dijelaskan bahwa penggunaan kawasan
hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan dan dapat dilakukan
dengan : (a) izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk
kawasan hutan pada Provinsi yang luas kawasan hutannya < 30% dari luas DAS,
pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan rasio
minimal 1 : 1 untuk non komersial dan 1 : 2 untuk komersial; (b) izin pinjam pakai
kawasan hutan dengan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak
penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi
Daerah Aliran Sungai, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan
hutannya di atas 30% dari dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi, dengan
ketentuan : penggunaan untuk non komersial dikenakan kompensasi membayar
penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dengan rasio 1 : 1; penggunaan
untuk komersial dikenakan kompensasi membayar penerimaan negara bukan
pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 74
rahabilitasi DAS paling sedikit dengan ratio 1 : 1; (c) izin pinjam pakai tanpa
kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP kawasan hutan dan
tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi dalam DAS dengan
ketentuan hanya untuk : kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu
lintas laut atau udara, checkdam, embung, sabo, dan sarana meteorologi,
klimatologi dan geofisika; kegiatan survey dan eksplorasi.
Izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan oleh Menteri berdasarkan
permohonan. Untuk kepentingan pembangunan fasilitas umum yang bersifat non
komersial menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin pinjam pakai
kawasan hutan dengan luasan tertentu kepada Gubernur. Lebih lanjut tata cara
dan persyaratan permohonan penggunaan kawasan hutan tercantum dalam PP
No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Pada kawasan KPH Bali Barat, terdapat beberapa ijin penggunaan kawasan
yang digunakan oleh: Balai Meteorologi dan Geofisika/BMG, PT Telkom, PT PLN
Persero, Dinas PU, Pemda Buleleng, Diknas Kabupaten Buleleng, areal pura
(selengkapnya telah disajikan pada BAB II). Selain itu juga terdapat penggunaan
kawasan yang belum mempunyai ijin, seperti permukiman eks Tim Tim di RPH
Sumberklampok, Barak TNI di RPH Grokgak, dan jalan masuk kawasan hutan
yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari). Untuk
mengantisipasi berkembangnya penggunaan kawasan oleh pihak-pihak di luar
kehutanan maka proyeksi ke depannya perlu dilakukan : (a) penggunaan
kawasan yang sudah disertai dengan ijin penggunaan kawasan harus dilakukan
pengawasan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran sesuai
dengan ketentuan yang sudah disepakati, (b) penggunaan kawasan yang belum
mempunyai ijin penggunaan, harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Selain itu sedapat mungkin perlu dilakukan pembatasan terhadap
penggunaan lain (perlu kajian yang mendalam dengan melampirkan dokumen
amdal/UKL-UPL, sehingga luasan hutan tidak terus mengalami penurunan.
Rencana pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 75
Tabel 4.2 Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan serta
Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan
NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN
KABUPATEN/ RPH
LUAS (HA)/LETAK
1 2 3 4
A Pemanfaatan/corebisnis
1 Hutan Desa (wilayah kelola dengan pemberdayaan masyarakat setempat)
Jembrana
Pulukan 5.515 Ha (Asah Duren: 685 Ha, Gumbrih: 660 Ha, Manggis Sari: 475 Ha, Medewi: 200 Ha, Pangyangan: 55 Ha, Pengeragoan: 1.440 Ha, Pulukan : 200 Ha)
Yeh Embang 1.680 Ha (Yeh Embang: 430 Ha, Yeh Embang Kangin: 450 ha, Yeh Embang Kauh: 600 Ha, Yeh Sumbul: 200 Ha)
Tegal Cangkring 1.665 Ha (Batu Agung: 75 Ha, Dauh Waru: 255 Ha, Pendem : 125 Ha, Mendoyo Dauh Tukad : 100 Ha, Penyaringan: 75 Ha, Pergung: 310 Ha, Poh santen : 290 ha, Tegal Cangkring: 230 Ha, Baler Bale Agung : 310 Ha.
Candikusuma 495 Ha (Manistutu : 100 Ha, Tukadaya: 295 Ha, Brangbang :100 Ha)
Buleleng
Grokgak 100 Ha
Seririt 204 Ha di Pangkung Paruk
Dapdap Putih 858 Ha (Telaga: 96 Ha, Sepang : 388 Ha, Sepang Kelod : 374 Ha)
Tabanan
Antosari 1.180 (Belatungan : 700 Ha, Munduk Temu : 60 Ha, Selabih : 190 Ha, Mundeh Kauh : 230 Ha)
2 HTR (Wilayah Kelola)
Buleleng (RPH Grokgak)
375 Ha (di Musi)
3 Areal kayu perpatungan (wilayah tertentu)
Buleleng (RPH Grokgak)
200 ha
Jembrana (RPH Candikusuma)
383 ha (di Sombang)
4 Areal Tegakan Kayu putih (wilayah tertentu)
BULELENG
Sumberklampok Areal tegakan kayu putih 400 ha
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 76
NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN
KABUPATEN/ RPH
LUAS (HA)/LETAK
1 2 3 4
5 Kebun Benih (wilayah tertentu)
BULELENG
Sumberklampok Areal kebun benih seluas 60 ha (panggal buaya 25 ha, bentawas 25 ha, pule 5 ha dan sawo kecik 5 ha)
6 Bekas Hkm BULELENG
Sumberklampok Pejarakan 50 ha dan Sumberklampok 25 ha.
Sumberkima Sanggalangit 50 ha dan Pemuteran 25 ha
6 Wilayah tertentu yang belum dimanfaatkan
Di semua RPH kecuali RPH Antasari
9.605,6555
7 Jasa Lingkungan (wilayah kelola/wilayah tertentu)
JEMBRANA
Pulukan Wisata religi/spiritual (Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan).
Yeh Embang a. Pemanfaatan aliran air (rafting) di Tukad Yeh Buah.
b. Wisata pendidikan (Monumen perjuangan) di dusun Nusamara
Tegal Cangkring Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Desa Batu Agung, dan Desa Pendem.
Candikusuma a. Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung
b. Wisata alam dengan rute off road.
Penginuman -
BULELENG
Sumberklampok a. Pemanfaatan air (sumber air) b. Wisata religi (Kuburan Jaya Prana)/Teluk
Terima c. Wisata medis (permandian air panas di
Banyuwedang)
Sumberkima a. Pemanfaatan air b. Wisata Spiritual (Pura Pulaki dan Pura
Melanting di Desa Banyu Poh) c. Wisata medis (permandian air panas di
Pemuteran).
Grokgak a. Pemanfaatan air (bendungan Grokgak) b. Wisata alam, jogging track c. Wisata Spiritual (Pura Taman di Desa Musi,
Pura Pulaki, Pura Pabean)
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 77
NO. PEMANFAATAN/CORE BISNIS / PENGGUNAAN
KABUPATEN/ RPH
LUAS (HA)/LETAK
1 2 3 4
d. Wisata berkuda
Seririt a. Wisata alam, jogging track b. Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu)
Dapdap putih a. Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga) b. Wisata alam, jogging track, panorama hutan
lindung yang indah
e. Wisata pendidikan (pada hutan primer di
dusun Telaga)
TABANAN
Antosari Adanya panorama yang indah dari ketinggian
Di Mundeh Kauh (Pucak Bukit Rangda)
B Penggunaan Kawasan
BULELENG, JEMBRANA DAN TABANAN
Grokgak, Sumberklampok, Dapdap putih, Pulukan, Antosari
a. Yang berijin : alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha, Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03 ha, Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan hutan produksi seluas 4,69 ha, Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah-Gilimanuk-Pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 3,22 ha, Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung seluas 0,175 ha, Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha, Jalan Puncak Sari – Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas 0,0014 ha, Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, Jalan Juwuk Manis – Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung seluas 3,0 ha, dan Untuk areal Pura (tempat suci)
b. Yang tidak berijin : Relokasi permukiman eks Tim Tim di RPH Sumberklampok seluas 4 ha (sesuai yang diajukan oleh Gubernur ke Menteri), tetapi sampai saat ini sudah mencapai ± 90 ha, Barak TNI/Puslatpur di RPH Grokgak seluas 500 ha, dan jalan masuk kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari).
Sumber : Dinas Kehutanan provinsi Bali (2011), analisis data, dan pengamatan lapang
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 78
4.4 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga (UU RI No. 41 Tahun 1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
rehabilitasi hutan dan lahan ini diselenggarakan melalui kegiatan : reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik
konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak
produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan di semua kawasan hutan kecuali cagar
alam dan zona inti taman nasional serta dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik
biofisik. Dalam pelaksanaannya rehabilitasi hutan dan lahan ini dilakukan dengan
pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan
masyarakat.
Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan ini meliputi : inventarisasi lokasi,
penetapan lokasi perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.
Dalam pemanfaatan kawasan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan
penanaman (dalam kegiatan rehabilitasi dan reklamasi), sangat perlu
dipertimbangkan kondisi biofisik wilayah terutama iklim (curah hujan), kelerengan,
jenis tanah (kepekaan tanah terhadap erosi, dan kedalaman tanahnya), serta
pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai spesifik biofisiknya, sehingga tanaman
yang dikembangkan tidak hanya sekedar tumbuh, tetapi tumbuh subur dan dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Pelaksanaan rehabilitasi di kawasan KPH Bali Barat belum menunjukkan
tingkat keberhasilan yang optimal. Hal itu disebabkan oleh banyaknya terjadi
kegagalan reboisasi (banyak tanaman yang mati sebelum tumbuh besar).
Kegagalan tersebut disebabkan oleh : kegiatan penanaman tidak tepat musim,
kurangnya pemeliharaan lanjutan, bibit yang disiapkan kurang dapat beradaptasi
dengan lingkungan setempat, adanya gangguan dari masyarakat sekitar berupa
peneresan akar/batang tanaman, gangguan ternak dan kondisi given yang kurang
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 79
menguntungkan terutama di RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, dan
Seririt. Hal-hal tersebut berakibat pada rendahnya tutupan vegetasi, dan pada
gilirannya akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Sebaran luas lahan kritis di
dalam kawasan hutan wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Sebaran Luas Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan KPH Bali Barat
No KABUPATEN RPH KECAMATAN DESA LUAS (Ha)
1 2 3 4 5 6
1 Buleleng Dapdap Putih Busungbiu Sepang 160,21
Sepang 63,93
Tista 46,70
Seririt Seririt Pangkungparuk 2.148,81
Unggahan 382,58
Grokgak Tukad Sumaga 630.53
Pengulon 724,23
Grokgak Grokgak Banyupoh 2.208,65
Grokgak 413,96
Musi 878,41
Patas 773,38
Penyabangan 1.021,95
Sanggalangit 278,56
Tinga-Tinga 417,69
TOTAL : 26.936,81
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011)
Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa luas lahan kritis
pada wilayah KPH Bali Barat adalah : 26.936,81 ha (40,35% dari luas kawasan).
Dari luasan tersebut sudah dilakukan rehabilitasi/reboisasi secara bertahap. Dari
tahun 2004 sampai tahun 2011 realisasi penanaman pada lahan kritis di KPH Bali
Barat seluas 715 ha dan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kegiatan Penanaman dari Tahun 2004 – 2011 pada Lahan Kritis
NO KAB/RPH LOKASI VOLUME
(Ha) KEGIATAN
SUMBER DANA
JENIS TANAMAN
1 2 3 4 5 6 7
1 Tahun 2004
Buleleng
Sumberklampok Ds. Pejarakan 100 Reboisasi ITTO Ampupu
2 Tahun 2005
Sumberkima Mdk. Kenyeri 50 Reboisasi APBD Mahoni, intaran, Johar, dan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 80
NO KAB/RPH LOKASI VOLUME
(Ha) KEGIATAN
SUMBER DANA
JENIS TANAMAN
1 2 3 4 5 6 7
gmelina
Sumberklampok Ds. Pejarakan 50 Pengembangan Tan. Produktif
APBD Kayu putih
3 Tahun 2006
Buleleng
Grokgak Dlm. Kaw. Hutan
25 Rehab. Htn. Produksi
APBD Kayu Putih
Jembrana
Pulukan Ds. Kaliakah 25 Bali Hijau APBD Mahoni dan Suar
4 Tahun 2006
Buleleng
Grokgak Ds. Banyupoh/Pr. Mlanting
30 Reboisasi APBD Mahoni, Johar, Gmelina, Suar
Grokgak 25 Rehab. HP APBD Kayu putih
Ds. Banyupoh 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, gmelina, dan Intaran
Seririt Ds. Pengulon 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, Gmelina, dan Intaran
Jembrana
Yeh Embang Ds. Yeh Embang
10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar
Pulukan Ds. Pangyangan
10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar
5 Tahun 2007
Buleleng
Sumberkima Mdk. Udeng-Udeng
40 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Intaran
Jembrana
Candikusuma Ds. Tukadaya 10 Bali Hijau APBD Albizia, Mahoni, Suar, dan Jati
Tahun 2009
Buleleng
Sumberkima Mdk. Udeng-Udeng
25 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, Suar, Intaran, dan johar
Grokgak Ds. Banyu Poh 25 Bali Hijau PBD Mahoni dan Gmelina
Jembrana
Candikusuma Ds. Tukad Aya 25 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, dan Gmelina
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 81
NO KAB/RPH LOKASI VOLUME
(Ha) KEGIATAN
SUMBER DANA
JENIS TANAMAN
1 2 3 4 5 6 7
6 Tahun 2010
Buleleng
Sumberklampok Mdk. Tegal Muara
10 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar
Grokgak Mdk. Gondol 15 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar
Seririt Mdk. Tileh
Mdk. Slumpeng
100
100
Rehabilitasi HL (Pengkayaan)
APBN Suar, Sonokeling, Pule, Gmelina, Kemiri, dan Salam
7 Tahun 2011
Buleleng
Grokgak Ds. Grokgak 10 Rehab. Sumber mata air
APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar
Ds. Musi 10 Rehab. Sumber mata air
APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar
TOTAL 715
Sumber : Dinas Kehutanan, 2011
Dari Tabel 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa rehabilitasi yang dilakukan dari
tahun 2004 sampai 2011 masih relatif rendah (715 ha/sekitar 2,65%) dan inipun
termasuk tanaman yang mati. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas
Kehutanan Provinsi Bali, bahwa rata-rata tingkat keberhasilan rehabiliasi/reboisasi
adalah sebesar 68%. Dengan demikian dari kawasan yang sudah direhabilitasi
seluas 715 ha, berarti bahwa luasan yang berhasil direhabilitasi hanya seluas
486,20 ha. Untuk itu luas lahan kritis yang masih ada di wilayah KPH Bali Barat
lebih kurang sekitar 26.450,61 ha.
Dilihat dari keberadaan lahan kritis di KPH Bali Barat yang masih cukup
luas, maka untuk proyeksi kedepannya rehabilitasi dan reklamasi lahan
khususnya melalui reboisasi harus terus dilakukan secara berkelanjutan, sehingga
berkembangnya lahan kritis dapat ditekan. Selain itu supaya penanganan lahan
kritis dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat sasaran, maka data tentang
luas dan sebaran lahan lahan kritis di wilayah KPH Bali Barat perlu
diupdate/diperbaharui dengan kondisi yang terkini, karena berdasarkan laporan,
pendataan terakhir tentang lahan kritis ini dilakukan pada tahun 2004. Pola
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 82
penanganan lahan kritis yang dilakukan selama ini masih bersifat umum
menggunakan pendekatan pengolahan minimal dan memakai ukuran per satuan
hektar, sehingga keberhasilannya bersifat realisasi semu. Evaluasi yang dilakukan
hanya sampai umur 2 tahun, sehingga pemeliharaannya juga sampai pada umur
tersebut. Untuk ke depan penanganan lahan kritis disesuaikan dengan
karakteristik lokasi dengan pengelolaan optimal dan memakai ukuran per satuan
batang. Untuk evaluasi tentang tingkat keberhasilan penanaman/rehabilitasi
sebaiknya dilakukan sampai umur tanaman sekitar 5 tahun dengan harapan bahwa
pada umur tersebut tanaman sudah dapat beradaptasi dengan baik.
Kegiatan rehabilitasi dan reklamasi perlu dilakukan melalui kegiatan terpadu
dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari penyediaan bibit,
penanaman, sampai pemeliharaan lanjutan. Untuk menghindari terjadinya
kegagalan yang terus berulang, maka kegiatan rehabilitasi dan reklamasi harus
memperhatikan : musim tanam yang tepat (awal musim hujan), cara penanaman,
penyediaan bibit (pemilihan jenis dan kualitas yang sesuai dengan spesifik
biofisiknya), sehingga keberadaannya dapat mendukung ekosistem kawasan hutan
yang direhabilitasi. Untuk mempercepat penyediaan bibit, instansi
kehutanan sudah melakukan beberapa cara, yaitu dengan membuat kebun benih
dan kebun bibit. Kebun benih terdapat di RPH Grokgak (intaran), RPH
Sumberklampok/desa Pejarakan (panggal buaya, sawo kecik, pule), dan RPH
Candikusua/desa Sombang (trembesi, gmelina dan suar). Sedangkan kebun bibit
antara lain di Penginuman (jabon, sonokeling, trembesi), Sumberklampok (mahoni,
gmelina, suar kayu putih, dan intaran). Penyediaan jumlah bibit juga dilakukan
melalui swadaya masyarakat seperti yang dilakukan di RPH Sumberklampok.
Keberhasilan rehabilitasi, selain ditentukan oleh jumlah bibit juga dipengaruhi oleh
kualitas bibit.
Peningkatan kualitas bibit bertujuan untuk meningkatkan daya adaptasi
tanaman terhadap lingkungan, sehingga daya tumbuhnya menjadi lebih tinggi.
Untuk meningkatkan daya adaptasi bibit tanaman hutan ini salah satu cara yang
murah dan mudah dilakukan adalah dengan menggunakan mikoriza. Penggunaan
mikoriza untuk budidaya hutan, selain memacu pertumbuhan tanaman, juga untuk
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 83
mempertahankan/melestarikan keanekaragaman hayati pada ekosistem hutan.
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa penggunaan
mikoriza dapat memperbaiki kualitas bibit tanaman hutan. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Husna dkk. pada tahun 2003 dan 2004, menghasilkan bahwa
respon jati Muna terhadap aplikasi mikoriza pada variabel tinggi sebesar 107%-
148% dan berat kering total semai sebesar 270% - 1.122% peningkatan bila
dibandingkan dengan kontrol pada skala persemaian.
Pemanfaatan mikoriza pada proses pembibitan tanaman hutan ini dalam
jangka panjang merupakan investasi yang berkesinambungan, pertumbuhan bibit
dapat hidup di lahan gersang, dan dari segi ekologi hutan dapat menyambung
kembali rantai makanan yang pernah putus akibat kerusakan hutan. Selain itu bibit
tanaman yang bermikoriza lebih tahan kering dibanding bibit yang tidak
bermikoriza, sehingga cocok untuk diterapkan di KPH Bali Barat terutama pada
wilayah yang beriklim kering seperti di RPH Sumberklampok, Sumberkima,
Grokgak, dan Seririt.
4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan,
kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan
fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan
kawasan hutan merupakan usaha untuk : (a) mencegah dan membatasi kerusakan
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan (b)
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas
hutan, hasil hutan, investasi, serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan. Dalam pelaksanaannya untuk menjamin supaya perlindungan
hutan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat harus
diikutsertakan dalam kegiatan perlindungan hutan.
Untuk menjaga keamanan hutan dan kawasan hutan, maka setiap orang
dilarang untuk : (a) menduduki dan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 84
sah; (b) merambah kawasan hutan; (c) melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan dengan radius atau jarak : 500 m dari tepi waduk atau danau, 200
m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 m dari kiri kanan tepi
sungai, 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 kali kedalaman jurang dari tepi
jurang, 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; (d)
membakar hutan; (e) menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan
di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; (f)
menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan
atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan
hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; (g) melakukan kegiatan
penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam
kawasan hutan tanpa izin menteri; (h) mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil
hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil
hutan; (i) menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk
secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; (j) membawa
alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang; (k) membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang; (l) membuang benda-benda yang dapat menyebabkan
kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan dan kelangsungan
fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan (m) mengeluarkan, membawa, dan
mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang
yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Di
lapangan petugas yang berwenang untuk melakukan perlindungan hutan dan
kawasan hutan adalah polisi khusus yang dalam hal ini adalah polisi hutan.
Pada kenyataannya perlindungan hutan dan kawasan hutan di wilayah RPH
Bali Barat belum berjalan secara optimal. Hal itu terbukti bahwa pada kawasan ini
masih terjadi banyak pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan hutan.
Pelanggaran yang paling banyak terjadi di lapangan adalah perambahan hutan.
Perambahan hutan hampir terjadi di seluruh kawasan, bahkan di beberapa RPH
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 85
perambahan hampir mencapai antara 80 – 90%, seperti yang terjadi di RPH
Antosasi, Pulukan, dan Yeh Embang. Selain itu juga masih adanya pencurian kayu
dan hijauan ternak, kebakaran hutan, pensertifikatan tanah hutan, dll.
Wilayah KPH Bali Barat khususnya di Kecamatan Seririt, dan Kecamatan
Grokgak merupakan daerah/kawasan yang sangat rawan terhadap bahaya
kebakaran. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu: iklim yang kering, dekat
dengan jalan besar (pembuangan puntung rokok secara sengaja/tidak disengaja),
dan kesadaran masyarakat masih rendah. Berdasarkan data rekapitulasi terakhir
kebakaran hutan di Bali (Dishut Bali 2011) antara lain: di RPH Sumberkima pada
bulan Agustus 2011 terjadi 3 kali kebakaran hutan, dan pada bulan September
2011 terjadi 1 kali kebakaran hutan, RPH Penginuman pada bulan Agustus 2011
terjadi 2 kali kebakaran hutan, RPH Grokgak pada bulan September 2011 terjadi 4
kali kebakaran hutan, dan RPH Seririt pada bulan September 2011 terjadi 1 kali
kebakaran hutan.
Persertifikatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat juga merupakan
masalah yang cukup rawan. Berdasarkan data pensertifikatan kawasan hutan di
Provinsi Bali, bahwa di wilayah KPH Bali Barat pensertifikatan tersebut terjadi pada
2 kabupaten, yaitu kabupaten Jembrana dan Buleleng (Jembrana : 1065,56 ha
dan Buleleng 126,907 ha). Pensertifikatan tersebut dilakukan oleh masyarakat dan
perorangan untuk penggunaan perkebunan, permukiman masyarakat eks
transmigrasi Tim Tim, Rindam Udayana dan kawasan suci/pura. Di kabupaten
Jembrana terjadi di RPH Pulukan (Asah Duren 15 sertifikat, Medewi 1 sertifikat),
RPH Tegalcangkring (Poh Santen 1 sertifikat); RPH Yeh Embang (Yeh Embang 5
sertifikat). Sedangkan di Kabupaten Buleleng terjadi di RPH Seririt (Pangkung
Paruk 17 sertifikat, Lokapaksa 1 sertifikat); RPH Sumberklampok (Sumberklampok
1 sertifikat); RPH Grokgak (Banyu Poh 1 sertifikat); RPH Sumberkima (Banyu Poh
6 sertifikat), dan RPH Dapdap Putih (Telaga 2 sertifikat). Untuk mengantisipasi
meluasnya pensertifikatan kawasan hutan, maka perlu dilakukan
rekonstruksi/update batas kawasan yang jelas dan melakukan kerjasama dengan
BPN yang merupakan instansi yang mengeluarkan sertifikat. Bagi yang sudah
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 86
disertifikatkan apabila memungkinkan supaya ditempuh jalur hukum untuk
mengembalikan sebagai kawasan hutan.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi antara lain disebabkan oleh tingkat
kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan yang masih rendah meskipun
pengetahuan tentang pentingnya kelestarian hutan telah disampaikan melalui
berbagai penyuluhan dari petugas kehutanan, perguruan tinggi, dan dharma
wecana dari sulinggih (Peranda Made Gunung). Penyebab lain terjadinya
pelanggaran juga disebabkan oleh belum optimalnya pemberdayaan masyarakat di
sekitar hutan dalam perlindungan hutan dan kawasan hutan. Selain itu juga
disebabkan oleh penegakan hukum yang belum optimal dan minimnya personil
polisi hutan.
Pemberdayaan masyarakat untuk ikut melakukan perlindungan hutan baru
dilakukan di RPH Dapdap Putih (tepatnya di desa Sepang) dan RPH Pulukan
(desa Badingkayu), yaitu dengan terbentuknya pecalang-pecalang swakarsa dan
kelompok-kelompok pemelihara serta pelestarian hutan dari masyarakat
setempat. Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan perlindungan tersebut
pemerintah telah memberikan insentif sebesar Rp 10.000.000,- pertahunnya.
Sampai saat ini pelaksanaan perlindungan hutan oleh masyarakat (Pecalang
swakarsa) yang sudah berjalan dengan efektif baru di Desa Sepang, sedangkan di
Desa Badingkayu belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian untuk
proyeksi ke depannya usaha perlindungan hutan harus terus ditingkatkan dengan
melibatkan masyarakat sekitar hutan melalui: pembentukan kelompok-kelompok
pemerhati kelestarian hutan, dan perlu mengakomodir aturan tentang kelestarian
hutan ke dalam awig-awig desa adat yang berbatasan dengan hutan,
meningkatkan jumlah dan kualitas polisi hutan sesuai dengan luas dan kerawanan
kawasan (meningkatkan rasionalisasi antara polisi hutan dengan luas dan
kerawanan hutan). Perlindungan hutan juga perlu dilakukan dengan mengadakan
koordinasi dengan instansi terkait. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah
bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan, khususnya perambahan,
pensertifikatan, dan illegal logging harus diproses sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 87
Mengingat luasan hutan di Propinsi Bali yang masih berada di bawah
kondisi minimal 30%, maka khusus untuk kawasan-kawasan yang tingkat
perambahannya mencapai 80 – 90% ( RPH Antosari, Pulukan, dan Yeh Embang)
perlu adanya ketegasan dalam usaha untuk mengembalikan fungsi hutan seperti
keadaan semula. Himbauan maupun aturan-aturan tertulis yang telah ada
sebelumnya nampaknya masih tetap dilanggar. Hal ini disebabkan karena yang
merambah hutan bukan lagi perorangan, tapi sebagian besar masyarakat sekitar
hutan, sehingga mereka telah merasa memiliki terhadap tanaman budidaya yang
telah mereka tanam, sehingga penegakan aturan termasuk awig-awig adat sangat
sulit diterapkan. Oleh karena itu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberdayaan masyarakat untuk ikut mengelola hutan melalui pembentukan hutan
desa, dengan melibatkan masyarakat mulai dari penyusunan rencana sampai
pada pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara ringkas analisis dan proyeksi
pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.5
Tabel 4.5. Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan
NO URAIAN ANALISIS
PERMASALAHAN / POTENSI
PROYEKSI
1 2 3 4
1 Managemen Pengelolaan Hutan
Tupoksi KPH Bali Barat mengikuti Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011
Sesuai dengan tupoksinya, KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah tertentu. a. Pada areal kayu putih, perlu dikaji
untuk perluasan areal penanaman, melakukan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan.
b. Pada areal kebun benih perlu dilakukan pemeliharaan dan pengkayaan jenis tanaman
c. Areal kayu perpatungan perlu dioptimalkan keberadaannya
d. Di luar areal kayu putih, kebun benih dan kayu perpatungan, KPH harus membuat rencana pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik wilayahnya, mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 88
NO URAIAN ANALISIS
PERMASALAHAN / POTENSI
PROYEKSI
1 2 3 4
e. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untu mendukung kinerja KPH
2 Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan
a. Tata Hutan a. Tata hutan sesuai fungsinya (hutan lindung dan hutan produksi) sudah mempunyai batas yang tegas (sudah ditetapkan batasnya)
b. Pembagian kawasan baru berdasarkan RTK dan RPH serta Blok yang masih sangat umum (Blok Perlindungan dan blok penyangga) saja sehingga belum mencerminkan suatu kesatuan managemen dan kesatuan administrasi.
a. Perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus mengenai tapal batas
b. Pembagian kawasan ke dalam blok/petak yang lebih rinci sesuai dengan fungsi kawasan.
c. Perlu adanya penyelarasan antara
arahan pemanfaatan dengan rancangan pembagian blok/petak
b. Rencana Pengelolaan hutan
Rencana yang dibuat masih bersifat umum
Perlu dibuat rencana tentang pemanfaatan kawasan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing.
3 Pemanfaatan Hutan:
a. Pemanfaatan Hutan baik pada hutan lindung maupun hutan produksi
a. Belum dilakukan penataan tentang pemanfaatan hutan (belum ada ijin pemanfaatan hutan)
b. Banyak potensi jasa lingkungan yang belum termanfaatkan secara optimal
a. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan berdasarkan pemanfaatan wilayah kelola (yang sudah dibebani ijin) dan wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang belum dibebani ijin dan dikelola KPH)
b. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan hutan (memproses ijin-ijin pemanfaatan)
c. Pengembangan budidaya lebah madu, budidaya tanaman obat/empon-empon, pemungutan hasil bukan kayu (madu dan buah-buahan)
d. Pengembangan pemanfaatan HTR (usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman)
e. Perlu dikembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dengan melibatkan orang ke tiga/investor
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 89
NO URAIAN ANALISIS
PERMASALAHAN / POTENSI
PROYEKSI
1 2 3 4
b. Pemberdayaan Masyarakat Setempat
a. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal
b. Di lapangan sudah banyak masyarakat yang masuk hutan dan memanfaatkannya (perambahan, pembalakan liar)
a. Pembentukan hutan desa dengan memberdayakan masyarakat setempat/sekitar hutan
c. Areal Kayuputih
a. Dilakukan dengan system tumpangsari di bawah tegakan kayu putih di RPH Sumberklampok
b. Tumpangsari belum ditata dengan baik, sehingga mengganggu kehidupan tegakan
a. Perlu dipertimbangkan perpanjangan ijin berdasarkan hasil evaluasi
b. Perlu penataan pola tumpangsari c. Perlu pemeliharaan tanaman dan
perluasan areal
c. Tumpangsari bekerjasama dengan kelompok tani (dengan surat ijin perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002, dan sudah habis pada tahun 2010), namun sampai saat ini masyarakat masih melakukan penanaman di bawah tegakan kayu putih
d. Kebun Benih Pemeliharaan belum optimal
Perlu pemeliharaan dan pengkayaan jenis
e. Bekas Hkm Banyak kendala/permasalahan dalam pelaksanaan di lapangan
Program HKm tidak dilanjutkan lagi
f. Wilayah di luar a sampai e
Belum dilakukan penataan pemanfaatan secara optimal
a. KPH perlu membuat perencanaan pemanfaatan baik pada hutan lindung maupun produksi sesuai dengan kondisi biofisiknya
b. KPH harus mampu mengembangkan investasi dalam pengelolaan hutan
4 Penggunaan Kawasan
Yang sudah ada ijin Perlu dilakukan pengawasan secara berkesinambungan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 90
NO URAIAN ANALISIS
PERMASALAHAN / POTENSI
PROYEKSI
1 2 3 4
Yang belum mempunyai ijin : - Relokasi Eks Tim
Tim - Barak TNI - Jalan masuk
kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari)
a. Harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang berlaku
b. Dilakukan pengawasan secara berkesinambungan
5 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
a. Keberadaan lahan kritis masih cukup luas
b. Pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan tiap tahun luasannya masih relatif sangat kecil
a. Inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman
b. Meningkatkan volume rehabilitasi/reboisasi secara terus menerus
c. Menggalakkan kebun bibit rakyat (KBR), kebun benih dan bibit swadaya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas bibit
d. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat dan bekerja sama dengan stakeholder
6 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
a. Perlindungan dan konservasi Alam belum berjalan dengan optimal
b. Banyak terjadi pelanggaran, seperti perambahan, pencurian kayu, kebakaran, dan persertifikatan tanah hutan
a. Perlindungan hutan dan kawasan hutan perlu ditingkatkan
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan
c. Memberdayakan masyarakat dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompok-kelompok pemerhati kelestarian hutan
d. Memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 91
BAB V. RENCANA KEGIATAN
Penyusunan rencana kegiatan ini merupakan rencana pengelolaan jangka
panjang (10 tahun) yang disusun berdasarkan hasil analisis dan proyeksi dan dititik
beratkan pada pemanfaatan kawasan hutan dan/untuk core bisnis yang dapat
dikembangkan. Di wilayah KPH Bali Barat rencana pemanfaatan kawasan hutan
yang dapat dikembangkan adalah : pemanfaatan wilayah kelola dan pemanfaatan
wilayah tertentu pada blok pemanfaatan yang dikelola KPH. Pemanfaatan wilayah
kelola meliputi : (1) Hutan Desa (pemberdayaan masyarakat setempat), (2) HTR,
dan (3) Jasa Lingkungan; sedangkan wilayah tertentu yang dikelola KPH meliputi
areal kayu putih, kebun benih, kayu perpatungan, bekas Hkm, jasa lingkungan dan
areal di luar keduanya.
Rencana kegiatan ini merupakan rencana strategis pengelolaan hutan yang
antara lain memuat : inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya,
pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayan masyarakat, pembinaan
dan pemantauan, penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi, penyelenggaraan
perlindungan hutan, penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang
ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, penyediaan dan
peningkatan kapasitas SDM, penyediaan pendanaan, pengembangan data base,
rasionalisasi wilayah kelola, review rencana pengelolaan, dan pengembangan
investasi. Secara rinci rencana kegiatan jangka panjang dapat disajikan pada tabel
5.1. berikut.
Tabel 5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
1. Inventarisasi berkala
wilayah kelola serta
penataan hutan
a. Membuat perencanaan pemanfaatan pada
wilayah tertentu terutama yang belum
dimanfaatkan sesuai dengan kondisi bio
fisiknya (misalnya : rencana perluasan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 92
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
tanaman kayu putih dan kayu perpatungan,
dan lainnya).
b. Membangun/memperbaiki sarana dan
prasarana baik fisik maupun non fifik,
misalnya kantor RPH beserta sarananya,
meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia, dsb.)
c. Melakukan inventarisasi kawasan hutan
d. Membuat blok/petak
e. Membuat peta
2. Pemanfaatan hutan
pada wilayah tertentu
a. Melakukan inventarisasi wilayah tertentu,
meliputi: tata batas, inventarisasi hutan,
dan batas kawasan
b. Membuat perencanaan pengelolaan untuk
kawasan yang belum dimanfaatkan sesuai
dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi
(yang sudah dimanfaatkan berupa kayu
putih, areal perpatungan, kebun benih, dan
bekas Hkm)
c. Untuk sementara kawasan yang belum
dimanfaatkan digunakan sebagai kawasan
rehabilitasi (harus didukung oleh bibit yang
cukup dengan kualitas yang bagus)
d. yang berada pada blok pemanfaatan pada
hutan lindung dapat dikembangkan untuk
pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non
kayu dengan melibatkan masyarakat
(dengan memanfaatkan ruang di bawah
tegakan dan budidaya lebah madu),
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 93
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun
sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi
hutannya kritis/sangat kritis (tidak
memungkinkan untuk
pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu
maupun jasa lingkungan).
e. Sedangkan untuk wilayah yang berada
pada kawasan hutan produksi dapat
dikembangkan untuk pemanfaatan
produksi kayu/non kayu melalui
pengembangan kayu perpatungan dan
diusahakan tetap melibatkan masyarakat
setempat dalam pengelolaanya (dengan
pemanfaatan ruang di bawah tegakan),
jasa lingkungan dengan tetap menekankan
pada aspek ekologi/kelestariannya, atau
sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila
kondisi hutannya kritis/sangat kritis.
3. Pemberdayaan
masyarakat.
a. Pemerintah/Dinas Kehutanan memberikan
fasilitasi (dapat melibatkan perguruan
tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian
masyarakat, LSM, lembaga keuangan,
koperasi, BUMN/BUMD/BUMS),
pembinaan (memberikan pedoman,
bimbingan, pelatihan, arahan, dan/atau
supervisi dan pengendalian merupakan
kegiatan monitoring dan evaluasi), dan
pemantauan.
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 94
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
b. Meningkatkan sumberdaya manusia,
dilakukan dengan: penyuluhan, pelatihan,
percontohan, dsb.
c. Pemegang hak pengelolaan : menyusun
rencana kerja hak pengelolaan hutan desa,
melaksanakan penataan batas, melakukan
perlindungan, melaksanakan
penatausahaan hasil hutan
4. Pembinaan dan
pemantauan
pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan
hutan pada areal yang
berizin.
a. Pemegang hak pengelolaan : menyusun
rencana kerja hak pengelolaan hutan,
melaksanakan penataan batas,
melaksanakan penatausahaan hasil hutan
b. Penggunaan kawasan harus dibina,
dipantau dan diawasi untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pelanggaran
sesuai dengan ketentuan yang sudah
disepakati
c. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan
dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan
Provinsi maupun Kabupaten dan KPH.
Serta instansi terkait’
5. Rehabilitasi pada areal
kerja di luar izin.
a. Updating data lahan kritis
b. Melakukan Rehabilitasi hutan secara
berkesinambungan
c. Penyediaan bibit yang mencukupi dengan
kualitas yang memadai
d. Rehabilitasi dilakukan sesuai dengan
musim
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 95
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
e. Melakukan pemeliharaan sampai umur 5
tahun dan dengan pendekatan batang
f. Melakukan monitoring dan evaluasi
keberhasilan rehabilitasi
g. Melibatkan masyarakat dan stakeholder
dalam rehabilitasi hutan (misalnya dengan
pelajar, mahasiswa, instansi pemerintah
dan swasta, dsb.)
6. Pembinaan dan
pemantauan rehabilitasi
dan reklamasi di dalam
areal yang berizin.
a. Pemegang izin agar secara berkelanjutan
melaksanakan rehabilitasi
b. Rehabilitasi dilaksanakan dengan pola
tanaman yang tidak sejenis.
c. Pemegang izin melaksanakan
perlindungan terhadap arealnya
d. Penggunaan kawasan harus dibina,
dipantau dan diawasi untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pelanggaran
sesuai dengan ketentuan yang sudah
disepakati
7. Rencana
penyelenggaraan
perlindungan hutan dan
konservasi alam.
a. Melakukan perlindungan dan konservasi
alam secara berkesinambungan
b. Melakukan perlindungan baik dari tekanan
masyarakat maupun alami (perambahan,
pembalakan liar, pensertifikatan,
kebakaran)
c. Membuat pos-pos pengawasan/pos-pos
jaga
d. Memperbanyak rambu-rambu larangan ;
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 96
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
e. Memberdayakan masyarakat dalam
perlindungan dan konservasi alam (dengan
membentuk pecalang swakarsa dan
memasukkan kelestarian hutan dalam
awig-awig/prarem desa adat)
f. Membuat embung untuk mengantisipasi
kebakaran
g. Penegakan hukum yang jelas (pemberian
sangsi yang tegas bagi yang melanggar)
h. Bagi kawasan yang disertifikatkan supaya
ditempuh jalur hukum dan berkoordinasi
dengan BPN selaku instansi yang
menerbitkan sertifikat
i. Melakukan konservasi alam : inventarisasi/
identifikasi flora dan fauna langka,
melindungi flora dan fauna langka,
melindungi sumber-sumber air
8. Rencana
penyelenggaraan
koordinasi dan
sinkronisasi antar
pemegang izin.
a. Koordinasi dan sinkronisasi antar
pemegang izin dilaksanakan oleh Dinas
Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten
dan KPH. Serta instansi terkait
9. Koordinasi dan sinergi
dengan instansi dan
stakeholder terkait.
a. Melakukan koordinasi dengan stakeholder
terkait (Dinas Kehutanan baik provinsi
maupun kabupaten, KPH Bali Barat,
perguruan tinggi dan LSM dalam rangka
pendampingan, dengan koperasi, pasar
dalam penanganan pasca panen)
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 97
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
10. Rencana penyediaan
dan peningkatan
kapasitas SDM.
a. Mengusulkan tambahan tenaga kehutanan
setiap tahun kepada Gubernur sampai
kekurangan tenaga bias terpenuhi.
b. Mendidik SDM yang sudah ada sesuai
dengan kebutuhan dengan mengikutkan
pada diklat-diklat yang dilaksanakan oleh
instansi terkait.
11. Penyediaan
Pendanaan.
a. Menyediakan pendanaan : untuk fasilitasi,
pembinaan dan pengendalian dibebankan
kepada dana pusat (APBN) maupun
daerah (APBD) dan dana lain yang tidak
mengikat; untuk pelaksanaan pengelolaan
hutan desa pendanaan dibebankan kepada
kas desa
12. Pengembangan
database.
a. Menyediakan database mengenai kondisi
fisik, social budaya dan ekonomi dalam
skala detail dan terkini untuk memudahkan
menyusun rencana pengelolaan hutan
dalam tingkat usaha.
b. Mengadakan pembaharuan/update
database lahan kritis untuk memperlancar
kegiatan rehabilitasi.
13. Rencana rasionalisasi
wilayah kelola.
a. Pengembangan jasa lingkungan baik di
kawasan lindung maupun di kawasan
produksi sebagaimana tertuang pada tabel
2.8. Bab II.
b. Potensi jasa lingkungan yang
dikembangkan adalah : pemanfaatan
PEMERINTAH PROVINSI BALI D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 -2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB V - 98
NO URAIAN RENCANA KERJA
1 2 3
air/aliran air, wisata alam, wisata relegi,
dan wisata pendidikan.
14. Review rencana
pengelolaan.
a. Review/evaluasi rencana pengelolaan
hutan dilakukan secara periodik dan
minimum lima tahun sekali.
15. Pengembangan
Investasi.
a. Perluasan penanaman tanaman kayu putih
seluas 600 ha di kawasan hutan produksi.
b. Melaksanaan kemitraan dengan
masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk
mengelola potensi yang ada
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 99
BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan hutan yang efektif sesuai tujuan yang ditetapkan.
Sesuai PP No. 6 Tahun 2007, bahwa :
1. Untuk tertibnya tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta
pemanfaatan hutan :
a. Menteri berwewenang membina dan mengendalikan kebijakan hutan desa
yang dilaksanakan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Walikota
b. Gubernur berwewenang membina dan mengendalikan/mengawasi kebijakan
hutan desa yang dilaksanakan oleh Bupati/Walikota.
2. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan
pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilaksanakan oleh
kepala KPH, pemanfaat hutan, dan/atau pengelola hasil hutan
Pembinaan yang dilakukan meliputi : (a) pedoman, (b) bimbingan, (c)
pelatihan, (d) arahan, dan/atau (e) supervisi. Pemberian pedoman ditujukan
terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
serta pemanfaatan hutan. Pemberian bimbingan ditujukan terhadap penyusunan
prosedur dan tata kerja, sedangkan pelatihan ditujukan terhadap sumberdaya
manusia dan aparatur. Pemberian arahan mencakup kegiatan penyusunan
rencana dan program, serta supervisi ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan
dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan.
Pengendalian yang diberikan meliputi kegiatan : monitoring dan/atau
evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk memperoleh data dan informasi,
kebijakan, dan pelaksanaan pengelolaan hutan. Sedangkan evaluasi merupakan
kegiatan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pengelolaan hutan lestari, yaitu :
tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan
yang dilakukan secara periodik disesuaikan dengan jenis perijinannya.
PEMERINTAH PROVINSI BALI
D I N A S K E H U T A N A N UPT KPH B A L I B A R A T
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN 2014 - 2023 – UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 100
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dokumen
rencana pengelolaan UPT KPH Bali Barat, maka diperlukan upaya pembinaan,
pengawasan dan pengendalian secara berjenjang sesuai dengan norma, standar,
prosedur dan kriteria pengelolaan hutan KPH, sebagai berikut:
1. Menteri Kehutanan melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan
teknis atas penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL).
2. Menteri dapat menugaskan Gubernur untuk melakukan pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan teknis.
3. Gubernur menugaskan Kepala Dinas Kehutanan untuk melakukan pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan baik teknis maupun operasional.
PETA SITUASI
V-1
Tabel 5.1. Matriks Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL Dan KPHP Pada KPH Bali Barat.
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. MANAGEMEN PENGELOLAAN HUTAN
a. Rasionalisasi Organisasi KPH:
Rasionalisasi luas dan Organisasi RPH. Seluruh RPH 11 RPH 2015-2020 APBD
Rasionalisasi Persaonil RPH. Seluruh RPH 11 RPH 2015-2017 APBD
Peningkatan Sarana dan Prasarana Seluruh RPH/KPH 12 Paket 2015-2023 APBD dan APBN
Peningkatan Kualitas SDM Seluruh RPH/KPH 12 Paket 2015-2023 APBD dan APBN
2 TATA HUTAN DAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
a. Rekonstruksi Batas
Rekonstruksi tapal batas kawasan Antosari 11 dan 12 Seluruh Blok 58,71 Km 2015 APBD dan APBN
Dapdap Putih 12 Seluruh Blok 37,19 Km 2016 APBD dan APBN
Pulukan 12 dan 19 Seluruh Blok 46,72 Km 2017 APBD dan APBN
Yehembang, 19 Seluruh Blok 10,25 Km 2018 APBD dan APBN
Candi Kusuma, Penginuman
19 Seluruh Blok 59,41 Km 2019 APBD dan APBN
Tegalcangkring, 19 Seluruh Blok 27,10 Km 2020 APBD dan APBN
Sumberkelampok, Sumberkima, Gerokgak
19 Seluruh Blok 139,28 Km 2020-2021 APBD dan APBN
Seririt
19 Seluruh Blok 44,57 Km 2022 APBD dan APBN
V-2
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Seluruh Blok
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahunan
KPH Bali Barat
10 Judul 2014-2023 APBD dan APBN
3. PEMANFAATAN HUTAN
Pemanfaatan Wilayah Kelola
Hutan Desa pada hutan
lindung Pemanfaatan APBD dan APBN
Antosari 11 dan
12 Pemanfaatan 1.180 Ha 2016-2017 APBD dan APBN
Pulukan 12 dan
19 Pemanfaatan 5.515 Ha 2014-2019 APBD dan APBN
Yehembang 19 Pemanfaatan 1.680 Ha 2014-2018 APBD dan APBN
Tegal Cangkring 19 Pemanfaatan 1.665 Ha 2016-2017 APBD dan APBN
Candi Kusuma 19 Pemanfaatan 495 Ha 2014-2015 APBD dan APBN
Gerokgak 19 Pemanfaatan 100 Ha 2018 APBD dan APBN
Seririt 19 Pemanfaatan 204 Ha 2016 APBD dan APBN
Dapdap Putih 12 dan
19 Pemanfaatan 858 Ha 2015-2017 APBD dan APBN
HTR Gerokgak 19 Pemanfaatan 375 Ha 2015 APBD dan APBN
Pemanfaatan APBD dan APBN
Kayu Perpatungan
Gerokgak 19 Pemanfaatan 200 Ha 2014 APBD dan APBN
Candikusuma 19 Pemanfaatan 383 Ha 2014 APBD dan APBN
Pemanfaatan APBD dan APBN
Kayu Putih Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 5000 Ha 2014-2018 APBD dan APBN
Pemanfaatan APBD dan APBN
V-3
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hkm Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 75 Ha 2015-2016 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Pemanfaatan 75 Ha 2014-2015 APBD dan APBN
Jasa Lingkunganm
Wisata Air
Yehembang 19 Pemanfaatan 2 Obyek 2016 APBD dan APBN
Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2015 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN
Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN
Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN
Wisata Alam
Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN
Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN
Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN
Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN
Penangkaran satwa langka dan konservasi tanaman
Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN
Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN
Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN
Pulukan 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN
V-4
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN
Wisata pendidikan
Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN
Wisata Relegi
Pulukan 12
dan 19 Pemanfaatan 3 Obyek 2018-2020 APBD dan APBN
Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2021 APBD dan APBN
Gerokgak 19 Pemanfaatan 5 Obyek 2020-2023 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Pemanfaatan 5 Obyek 2018-2021 APBD dan APBN
Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 3 Obyek 2017-2020 APBD dan APBN
Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN
4. REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN
a. Pembuatan kebun benih dan persemaian
Seririt 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN
Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN
Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN
Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Lokasi 2014-2023 APBD dan APBN
b. Reboisasi dan rehabilitasi hutan
Antosari 11 dan
12 Seluruh Blok 1.800 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
V-5
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dapdap Putih 12 Seluruh Blok 7.280 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Pulukan
12 dan 19
Seluruh Blok 6.665 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Yehembang 19 Seluruh Blok 11.850 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Tegal Cangkring 19 Seluruh Blok 7.740 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Candi Kusuma 19 Seluruh Blok 7.080 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Penginuman 19 Seluruh Blok 2.600 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Sumberkelampok 19 Seluruh Blok 1.600 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Sumberkima 19 Seluruh Blok 6.650 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Gerokgak 19 Seluruh Blok 7.950 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
Seririt 19 Seluruh Blok 5.900 Ha 2014-2023 APBD dan APBN
5. PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
a. Operasional Pamhut Seluruh RPH 11, 12 dan 19
Seluruh Blok 12 Paket 2014-2023 APBD dan APBN
b. Penanggulangan dan pengendalian kebakaran hutan
Seluruh RPH 11, 12 dan 19
Seluruh Blok 8 Paket 2014-2023 APBD dan APBN
c. Peningkatan Sapras Pamhut Seluruk RPH 11 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Peta Kerja
50 Unit 2014-2023 APBD dan APBN HT
RPH RTK BLOK 2 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Mobil Patroli
50 Unit 2014-2023 APBD dan APBN Sepeda Motor
10 Paket 2014-2023 APBD dan APBN Alat Kamhut
15 Unit 2014-2023 APBD dan APBN GPS
V-6
No. Program/Kegiatan Lokasi
Vol Satuan Waktu
Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan
RPH RTK BLOK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
d. Bantuan dana Pamhut ke Desa Seluruk RPH 55 Desa 2014-2023 APBD dan APBN
e. Penyuluhan kehutanan Seluruk RPH 110 Desa / Dusun
2014-2023 APBD dan APBN