RENCANA JUDUL : “Kerjasama IMS-GT (Indonesian ...repository.unpas.ac.id/35625/3/BAB I PENDAHULUAN...
Transcript of RENCANA JUDUL : “Kerjasama IMS-GT (Indonesian ...repository.unpas.ac.id/35625/3/BAB I PENDAHULUAN...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan Internasional dipandang sebagai sebagai keseluruhan segi
internasional dari kehidupan sosial, dalam arti perilaku manusia yang terjadi atau
berasal dari suatu Negara yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat
(Negara) lain1. Hubungan internasional dapat dibedakan dalam dua bentuk kajian
besar yaitu kajian high politics dan kajian low politics. Secara garis besarnya
kajian high politics lebih berfokus pada kajian mengenai perang dan damai serta
kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan
kesinambungan yang berlangsung dalam hubungan antar Negara atau antar bangsa
dalam konteks system global tetapi tetap bertitik berat kepada hubungan politik
semata2. Sementara itu kajian low politics melihat pandangan-pandangan global
yang terdapat dalam fenomena hubungan internasional yang juga telah mencakup
peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan Negara (non-state
actors) atau dengan kata lain tidak hanya menitik beratkan pada hal-hal politik
saja melainkan juga pada aspek lain seperti ekonomi, hak asasi manusia (HAM),
demokrasi, linkungan hidup yang mulai muncul ke permukaan dan dewasa ini
lebih menarik untuk diperbincangkan oleh para aktor-aktor hubungan
internasional.3
1Suwardi Wiriatmadja, Pengantar Hubungan Internasional (Bandung: alumni,1970), hlm 1.2T May Rudy,Hubungan Internasonal Kontemporer dan Masalah-Masalah Global:Isu,Konsep,Teori dan Paradigma (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm 1.3Richard W. Mansbach, Global Puzzle : Issues and Actors In World Politics (Boston: Houghton Mifflin Company, 1997), hlm 14.
1
Low politics yang tidak hanya mengkaji hubungan politik dalam
pembahasannya dewasa ini telah dikenal sebagai bentuk perluasan atau babak
baru dalam studi hubungan internasional yang lebih kontemporer dan kompleks
(HI kontemporer). Dalam hubungan internasional kontemporer seperti pendapat
Robert Jackson dan George Sorensen mengkaji hubungan politik dan hal-hal
lainnya seperti interdependensi perekonomian, kesenjangan Utara-Selatan,
keterbelakangan, perusahaan transnasional, organisasi-organisasi dan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) internasional, gender dan lain sebagainya4. Dimana
dari kesemuanya itu secara fakta adalah Negara dan sistem Negara tetap berada di
tengah diskusi dan analisis akademik dalam hubungan internasional5.
Hubungan internasional kontemporer seperti diketahui diatas sangat erat
kaitannya dengan permasalahan-permasalahan yang sifatnya lebih global
(berpengaruh pada sistem global), hal tersebut muncul karena adanya perubahan
yang muncul Pasca Perang Dingin dan mempengaruhi tatanan sistem global serta
pandangan-pandangan didalamnya, dimana fokus dari sistem internasional yang
mulanya pada penggapaian power melalui poltik dan militer, kini lambat laun
telah berubah menjadi kearah ekonomi, karena factor ekonomi dinilai lebih
relevan untuk memunculkan nilai persaingan yang lebih luas dan kompleks
pengaruhnya terhadap factor-faktor internasional lainnya, Robert Jackson
menyebutkan bahwa tatanan dari sistem global yang diawali dengan munculnya
aktor-aktor dari Barat seperti bangsa Eropa pada abad keenambelas dan pasca
perang dingin oleh Amerika Serikat yang mendatangkan konsep Sistem Negara
4T May Rudy, Loc.Cit.,5Robert Jackson & George Sorensen, Introduction to International Relations (New York: Oxford University Press Inc, 1999) Ed. Terejemahan : Pengantar Hubungan Internasional Terejemahan oleh Dadan Suryadipura (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 28.
2
Global (Globalisasi) dan Sistem Perekonomian Dunia yang global dan
memasukkan konsep perekonomian liberal didalamnya, hal ini tentu telah
mempengaruhi Ekonomi Internasional dan tentu terdapat faktor politik
didalamnya atau dikenal dengan Ekonomi Politik Internasional (EPI).6
Gelombang globalisasi telah membuat pasar dan perusahaan tumbuh
melampaui batas-batas Negara. Hampir bisa dipastikan bahwa kebijakan ekonomi
pun akan mengikuti tren ini dan dengan demikian ia menjadi suatu kebijakan
dengan dimensi internasional. Koordinasi dan kerjasama internasional semakin
dikedepankan dalam agenda kebijakan ekonomi (selain permasalahan politik yang
ada didalamnya).tapi masih diperdebatkan bidang-bidang apa saja yang perlu
diperhatikan untuk melakukan koordinasi internasional dan sejauh apa jangkauan
koordinasi tersebut7.
Gelombang globalisasi telah membuat persaingan menjadi lebih intensif
karena perusahaan multinasional yang beraksi diseluruh dunia mulai memasuki
pasar nasional yang dulu pernah terlindungi itu, secara tidak langsung adanya
persaingan global ini juga mendorong terjadinya gelombang “merger” yang
bersifat internasional. Selain itu terdapat beberapa poin penting yang dapat
dijadikan indicator terhadap globalisasi ekonomi dunia, antara lain adalah:
1) Produk kotor dalam negeri.
2) Besarnya investasi langsung (Capital Outlow).
3) Ekspor barang dan jasa.
6Robert Jackson & George Sorensen, Introduction to International Relations (New York: Oxford University Press Inc, 1999) Ed. Terejemahan : Pengantar Hubungan Internasional Terejemahan oleh Dadan Suryadipura (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), bisa dilihat dalam pembahasan tentang Sistem Negara Global dan Perekonomian Dunia, hal 23-26 serta Ekonomi Politik Internasional, hal 74.7Henning Klodt, “Jalan Menuju Tatanan Persaingan Global”, Argumentasi Kebebasan .Vol 10 (Jakarta: Institut Liberal Friedrich-Naumann-Stiftung, 2004), hal 7.
3
4) Ekspor anak-anak perusahaan milik perusahaan besar multinasional yang
beroperasi di luar negeri.8
Dinamisme ekonomi di Asia, di bawah GATT-WTO telah membuka
wilayah-wilayah Negara yang berbatasan untuk perdagangan dan investasi asing
(Foreign Direct Investment). Isu-isu bidang militer dan sipil dengan Negara-
negara tetangga ataupun krisis ekonomi di suatu wilayah telah membawa Negara-
negara ke forum bilateral maupun multilateral. Di sisi lain, Negara tidak hanya
merespon krisis yang terjadi, namun juga mempersiapkan strategi jangka pendek
dan jangka panjang melalui pembagian regim, kejasama regional maupun
kerjasama subregional.
Pada Desember 1989 Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Tong
mengemukakan istilah Growth Triangle (GT) untuk bentuk kerjasama 3 negara
atau lebih di bidang ekonomi9. Hingga saat ini terdapat tiga GTs di Asia
Tenggara, yaitu IMS-GT (Indonesian Malaysian Singapore Growth Triangle),
IMT-GT (Indonesian Malaysian Thailand Growth Triangle) dan BIMP-EAGA.
Dari tiga GTs ini hanya IMS-GT dan IMT-GT yang secara komersial beroperasi,
sementara lainnya telah menerima komitmen politik dari masing-masing Negara
peserta, namun masih dalam tahap perencanaan (konseptual).10
Konsep GT (IMS-GT) atau segitiga pertumbuhan ini dapat dilihat dari
sudut pandang Negara sebagai aktor yang ingin memahami keinginan atau
kebutuhan Negara lain. “spill over” pengambilan keputusan nasional yang akan
8Ibid., hal 99Dewi Fortuna Anwar,1994, “SIJORI: ASEAN’s Southern Growth Triangle Problem and Prospects (peper yang dipresentasikan dalam seminar yang diadakan oleh Joint Centre for Asia Pasific Studies, Hart House, University of Toronto, Toronto, Ontario, Canada pada 29 April 1993). The Indonesian Quarterly Vol XXII No 1, First Quarter, 1994, (Jakarta: CSIS). Hal 23. 10http://www.aph.gov.au/house/committee/jpadt/asean/aseanch4.pdf , diakses dan didownload dalam bentuk file PDF 20 Juli 2005,
4
berdampak ke lingkungan eksternal dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan
domestik. Segitiga pertumbuhan dirancang untuk memenuhi kebutuhan setiap
partnernya, baik dalam modal, tanah, tenaga kerja, teknologi, sumber daya alam
ataupun pasar, yang merupakan realisasi pembangunan nasional. Sementara
ASEAN menangani isu-isu politik dan ekonomi yang luas, segitiga pertumbuhan
khusus menangani isu pembangunan, bagaimana meningkatkan kesejahteraan
Negara dengan berbagi tujuan dan terhadap kebijakan Negara lain.
Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew (1991) mengindikasikan
bahwa Singapura, Johor (Malaysia), dan Riau (Indonesia) akan mengumpulkan
“comparative advantages”11 mereka di dalam suatu wadah kerjasama ekonomi.
Singapura memiliki modal, infrastruktur yang tinggi (modern) dan tenaga-tenaga
ahli, namun tidak memiliki tanah (SDA) ataupun tenaga kerja yang murah. Johor
memiliki tanah dan tenaga semi ahli, Riau memiliki tanah dan tenaga kerja yang
murah, namun tidak memiliki tenaga ahli. Maka ketiga wilayah ini dapat
bekerjasama di dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Tiga partner ini dulu
dikenal dengan nama SIJORI (Singapura – Johor – Riau) atau sekarang dikenal
dengan IMS-GT.Ada beberapa GT di Asia Tenggara dan Asia Timur, namun
penulis akan memfokuskan penelitian pada IMS-GT yang merupakan kelanjutan
daripada GT yang pertama di Asia Tenggara (SIJORI).
Segitiga pertumbuhan digunakan karena menunjang Negara di dalam
berintegrasi dengan perekonomian global. Hal ini terlihat dari karakteristik GT
yang digerakkan oleh pasar (market driven) sehingga perekonomian menjadi lebih
11The Heckscher-Ohlin (H-O) model of comparative costs of advantage postulades that a country will specialize in the production and export of those products in which it has cost advantage over other countries. Dalam Robert Gilpin, Global Political Economy : Understanding the International Economic Order (New Jersey: Princeton & Oxford, 2001), hal 206.
5
dinamis. Pendinamisan ekonomi menjadi salah satu cara yang layak ditempuh di
dalam mencapai tujuan dengan harapan terealisasinya perekonomian yang solid
dan kuat. Karakteristik lain GT adalah adanya keterlibatan sector swasta dan
MNC (Multinational Cooperation) yang cukup dominant. Infrastruktur memegang
peranan yang sangat penting di dalam menunjang keberhasilan kerjasama GT.12
Perhatian utama GT adalah pembangunan sarana transportasi, penyediaan suplai
air dan listrik.
Konsep GT yang dikemukakan diatas mampu memperlihatkan tahapan
perubahan tatanan ekonomi di kawasan Asia khususnya yang akan dibahas saat ini
adalah Asia Tenggara dimana IMS-GT berperan didalamnya. Peranan dari IMS-
GT inilah yang diharapkan dapat memicu kebangkitan sector ekonomi dan
perdagangan internasional di Asia Tenggara antara ketiga Negara yaitu Indonesia,
Malaysia dan Singapura pasca keterpurukan ekonomi di kawasan Asia (1997-
1998) dan dalam menghadapi AFTA (Asian Free Trade Area) ; khususnya
terhadap perekeonomian Indonesia yang mengalami krisis ekonomi terparah
( multidimensional crisis).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji,
mengamati dan mempelajari kinerja kerjasama ini, dengan mengadakan penelitian
berdasarkan studi ekonomi politik internasional. Studi ini meliputi aspek bidang
yang luas dan kompleks, namun tidak menghalangi niat penulis untuk mencoba
meneliti dan membahas interaksi yang terjadi di dalam lingkungan tersebut. Oleh
sebab itu penulis mencoba mengangkat masalah ini melalui sebuah penelitian
dengan judul :
12http://www.acturban.org/biennial/case_studies/sijori/txt_sjjori.html , diakses Juli 2005
6
“KERJASAMA EKONOMI IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapore –
Growth Triangle) DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN
PEREKONOMIAN BATAM”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dibuat guna memudahkan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga tidak keluar dari jalur permasalahan yang telah penulis buat,
maka berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini penulis mengidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah latar belakang kerjasama IMS-GT dilihat dari kepentingan
Negara (national interest) yang terlibat dalam kerjasama tersebut
(Indonesia, Malaysia dan Singapura) ?
2. Bagaimanakah yang menjadi permasalahan IMS-GT dalam meningkatkan
pertumbuhan perekonomian Negara-negara anggotanya (Indonesia,
Malaysia dan Singapura) khususnya Indonesia melalui Batam (Riau) ?
3. Bagaimanakah pengaruh kerjasama IMS-GT terhadap perekonomian
Batam ?
1. Pembatasan Masalah
Dikarenakan permasalahan di atas yang begitu luas dan kompleks, maka
penulis membatasi permasalahan di seputar hubungan kerjasama IMS-GT
(Indonesia Malaysia Singapore – Growth Triangle), dengan waktu permasalahan
yang diteliti antara tahun 1995-2005.
7
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah esensi atau unsure yang dikembangkan dari
subjek penelitian sebagai sebab dari pembatasan masalah13, diajukan guna
memudahkan jalannya penganalisaan, maka penulis merumuskan sebagai berikut:
“Bagaimanakah kinerja serta efektifitas kerjsama IMS-GT (Indonesia
Malaysia Singapore-Growth Triangle) di sektor perekonomian bagi wilayah
yang dicakupinya khususnya Indonesia melalui Batam?”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam usaha mengkaji dan memahami suatu fenomena baik secara
langsung maupun tidak langsung, harus dilakukan sebuah penelitian terhadap
obyek yang menjadi penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang kerjasama IMS-GT antara Indonesia
Malaysia dan Singapura di dalam implementasi konsep segitiga
pertumbuhan (growth triangle).
2. Untuk mengetahui permasalahan dan hambatan yang muncul dalam
kerjasama IMS-GT tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan
perekonomian Negara-negara anggotanya khususnya Indonesia melalui
Batam.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kerjasama IMS-GT tersebut
terhadap perekonomian Batam.
13Bohar Soeharto, Petunjuk Praktis Mengenai Pengertian Format Bimbingan dan Cara Penulisan Karya Ilmiah (Makalah-Skripsi-Thesis) Ilmu Sosial (Bandung:Tarsito,1993), hal 59.
8
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan guna atau manfaat
kepada berbagai pihak diantaranya :
1. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan penulis sebagai
mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan membuka
wawasan kreativitas bagi calon peneliti yang lain.
3. Diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan
perluasan Ilmu Hubungan Internasional, terutama mengetahui peranan
konsep segitiga pertumbuhan dalam meningkatkan pertumbuhan
perekonomian masing-masing Negara anggotanya dan tingkat
regional/kawasan.
4. Sebagai sumbangan bagi ilmu atau bidang ekonomi tentang kerjasama
intra-regional yaitu antara Negara dalam satu kawasan, dalam hal ini
ASEAN yang terwujud dalam bentuk GTs (growth triangles) salah satunya
adalah IMS-GT antara Indonesia Malaysia dan Singapura sebagai salah
satu usaha percepatan pertumbuhan perekonomian Negara.
5. Untuk menyusun tugas akhir sebagai salah satu syarat dalam menempuh
gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Jurusan Hubungan Internasional.
9
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
1. Kerangka Teoritis
Guna membantu pemecahan masalah teoritis, penulis akan menggunakan
alat analisa berupa kerangka teoritis. Kerangka teoritis atau kerangka pemikiran
adalah satu atau seperangkat teori, konsep, pendapat para ahli atau pengetahuan
lainnya yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk struktur
pengetahuan yang lengkap dan komprehensif. Kerangka pemikiran yang dibentuk
harus relevan dengan permasalahan yang dipilih dan diharapkan mampu
menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Penggunaan kerangka pemikiran
secara ilmiah akan menghasilkan jawaban yang handal dan konsisten.14 Kerangka
pemikiran menentukan cara pandang kita dalam memahami permasalahan yang
muncul dalam suatu penelitian. Suatu fenomena yang terjadi didunia ini, dapat
dinyatakan sebagai hasil interaksi antar individu, antar kelompok, maupun antar
bangsa.
Dalam suatu permasalahan internasional yang menyangkut hubungannya
dengan Negara-negara yang ada di dunia, maka suatu Negara dituntut untuk
mampu mengadakan interakasi atau pendekatan dengan Negara lain guna
menemukan penyelesaian permasalahannya tersebut baik yang bersifat bilateral,
multilateral ataupun regional (kawasan). Para pelaku antar Negara tersebut dapat
lahir dari berbagai lingkup yang berbeda, meliputi segala bentuk interaksi Negara
dengan berbagai aspek internasional kehidupan sosial manusia. Dalam
Methodology on The Study International Relation, Trygve Mathiesen
menyatakan bahwa istilah Hubungan Internasional seperti yang dikutip oleh
14Yuyun Suryasumantri, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Popular (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), hlm 323.
10
Suwardi Wiriatmadja dalam bukunya Pengantar Hubungan Internasional adalah
Suatu bidang spesialisasi yang meliputi aspek-aspek internasional dari beberapa
cabang ilmu pengetahuan sejarah baru dalam politik internasional dan merupakan
semua aspek internasional dari kehidupan sosial manusia dalam arti : semua
tingkah laku yang terjadi adalah berasal dari suatu Negara dan dapat
mempengaruhi tingkah laku manusia di Negara lain.(1970:1)15
Sementara itu definisi hubungan internasional yang erat kaitannya dengan
isu-isu global dewasa ini, dikemukakan oleh Charless Mc Clelland adalah all
transfer, transaction, contact, information current, and action that happened at one
time and happened among different society in world (Semua pertukaran, transaksi,
kontak, arus informasi dan aksi yang terjadi pada suatu waktu dan terjadi diantara
konstitusi masyarakat yang berbeda di dunia.(1990:13)16
Dengan adanya Hubungan Internasional, maka melahirkan sesuatu
kerjasama internasional yang diperinci secara terperinci oleh K.J Holsti dalam
bukunya Politik Internasioanal Suatu Kerangka Analisis, yang diterjemahkan
oleh Wawan Juanda. Antara lain adalah Kerjasama dilakukan oleh pemerintah
yang saling berhubungan dengan mengajukan alternatif pemecahan, perundingan
atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai
bukti teknis untuk menopang, pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri
perundingan dengan membentuk beberapa perjanjian atau saling pengertian yang
memuaskan bagi semua pihak.(1992:650)17
15Suwardi Wiriatmadja, Pengantar Hubungan Internasional (Bandung: alumni,1970), hlm 1.16Peter A. Toma & Robert F. German, International Relations Understanding Global Issues (Cole Publishing Company, 1990), hal 13.17K.J Holsti, Politik Internasional : Suatu Kerangka Analisis (terjemahan dari Wawan Juanda) (Bandung: Binacipta, 1992), hlm.65
11
Berkenaan dengan kerjasama internasional, T. May Rudy, dalam bukunya
Administrasi dan Organisasi Internasional memberikan teorinya sebagai
berikut :
“Kerjasama Internasional adalah kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas Negara baik antar pemerintah maupun non pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama”.(1993:3)18
Kerjasama Internasional dewasa ini (sejak memasuki abad ke-20) telah
dipengaruhi oleh adanya konsep globalisasi dunia. Menurut William Greider,
dalam bukunya One World, Ready or Not, The Manic Global Capitalism (1998)
melontarkan tesisnya bahwa:
“Motor at the opposite of globalization is what referred with ‘global capitalism’. That have happened practices economics of liberal disseminating to various angle of world” (Motor dibalik globalisasi adalah apa yang disebut dengan ‘kapitalisme global’. Bahwa telah terjadi praktek-praktek perekonomian liberelal yang menyebar ke berbagai penjuru dunia).
Terkait dengan adanya konsep globalisasi dunia serta kerjasama
internasional maka diperlukan juga saling pengertian antar Negara dalam
menghadapi persaingan antar Negara. Oleh karena itu, diperlukan kedekatan
kerjasama dalam skala regional untuk memperluas kerjasama dalam skala lebih
besar. Adapun pengertian kerjasama regional menurut Drs.R. Soeprapto adalah:
“ kerjasama regional merupakan kerjasama antar Negara yang secara geografis letaknya berdekatan. Kerjasama tersebut bisa berada dalam bidang pertahanan tetapi bisa juga di bidang lain seperti pertanian, hukum, kebudayaan dan lain sebagainya”19
Menyangkut kerjasama regional dan bidang-bidangnya, maka terkait
dengan isu-isu global dewasa ini yang seperti diketahui di atas lebih kepada
permasalahan (persaingan) perekonomian walaupun tidak meninggalkan
18T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional (Bandung: Refika Aditama, 1998), hlm. 319Drs R. Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), hal 183
12
permasalahan-permasalahan politik, satu. Adapun pandangan ekonomi-politik
menurut T. May Rudy adalah:
“Ekonomi-Politik, adalah merupakan suatu kesatuan pembahasan. Bukan berupa gabungan antara kata ‘politik’ dengan kata ‘ekonomi’ melainkan merupakan bagian irisan antara ruang-lingkup ilmu dalam bidang kehidupan yang berkaitan dengan aspek politik dan ekonomi. Dalam bahasa Inggris disebut ‘political–economy’ ............. ekonomi-politik merupakan pengakuan serta penegasan mengenai eratnya kaitan antara faktor-faktor politik dengan faktor-faktor ekonomi ”.20
Berkaitan dengan adanya suatu kerjasama ekonomi maka terdapat hasil
nyata yang menjadi tujuan dari kerjasama tersebut, diantaranya yaitu
pertumbuhan ekonomi atau perkembangan ekonomi yang baik. Menurut Irma
Adelman pengertian dari pertumbuhan atau perkembangan ekonomi adalah:
“proses dalam ekonomi yang diubah dari suatu kondisi atau keadaan dimana tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita adalah kecil atau negative kepada satu tingkat dimana terdapat peningkatan mandiri yang signifikan dari pendapatan per kapita jengka panjang secara permanen” (process by which an economy is transformed from one whose rate of growth of per capita income is small or negative to one in which a significant self-sustained rate of increase of per capita income is a permanent long-run feature)21
Sementara itu, Robert Isaak mendefinisikan Ekonomi Politik Internasional
antara lain sebagai berikut:
“the study of the ine-quality or asymmetry between nations and peoples and the collective learning and positioning patterns that preserve or change this asymmetry ( studi tentang suatu keadaan yang tidak seimbang atau tidak simetris antar Negara dan bangsa serta pembelajaran yang kolektif juga memposisikan pola-pola atau berubah dalam keadaan yag tidak simetris tersebut)”.(1991:2) 22
Para teoritisi liberal mencoba merekonstruksi praktek politik ekonomi
pada abad pertengahan yang mendasarkan pada politik isolasi dan proteksi
sebagaimana yang diajarkan paham merkantilisme. Kaum liberal berpendapat,
20T May Rudy, Teori Etika Dan Kebijakan Hubungan Internasional (Bandung: Angkasa, 1992), hal 4921Irma Adelman, Theories of Economic Growth and Development (California, Stamford: Stamford University Press), p 1(hal 1).22Robert A Isaak, International Political Economy: Managing world Economy Change (Englewood-Cliffs, New Jersey : Prentice Hall, 1991), hal 2.
13
ekspansi perekonomian dunia tidak akan pernah terjadi apabila kepentingan politis
terus menerus berada diatas mekanisme pasar.23
Kenichi Ohmae (1995) dalam bukunya The End of Nation mengatakan
bahwa: ”Proses liberalisasi dan globalisasi ekonomi berakibat pada semakin
menipisnya peran negara bangsa (nation state). Negara bangsa tidak lagi memiliki
sumber-sumber tanpa batas yang dapat dimanfaatkan secara bebas untuk
mewujudkan ambisi mereka”.
Thomas Friedman (New York Times, 2000), mengatakan bahwa
“globalisasi” mempunyai tiga dimensi, yaitu ‘kapitalisme’, dalam pengertian ini
termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yaitu falsafah individualisme,
demokrasi, dan HAM. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas dengan
seperangkat tata nilai lain yang harus membuka kesepakatan terbukanya arus
barang dan jasa dari suatu Negara ke Negara lain. Ketiga, dimensi teknologi,
khususnya teknologi informasi. Dengan teknologi informasi akan terbuka batas-
batas Negara sehingga, Negara makin tanpa batas (borderless country).
Aristotle mengatakan bahwa tujuan Negara adalah “to promote a good
life” dimana setiap Negara memiliki sistem politik, ekonomi, dan hukum yang
berbeda. Sistem ekonomi dan hukum suatu suaut Negara seringkali terbentuk dari
sistem politik.24 Sementara itu “to promote a good life” menurut Harold J. Laski
dilihat dari sudut pandang rakyat, yaitu membawa rakyatnya pada kehidupan yang
baik, kemakmuran dan rasa aman.25 Harold J. Laski juga mengatakan bahwa tidak
23Bob S. Hadiwinata,PhD, Politik Bisnis Internasional , Yogyakarta: Kanisius, 200224A. O. Hircshman, “The On and Off Again Connection Between Political and Economic Progress”, American Economic Review, Volume 84, No. 2, 1994, hal 343-348.25Harold J. Laski, The State: In Theory and Practice (London: Unwin Brothers, Woking and London, 1934), hal 15.
14
ada Negara yang dapat hidup sendiri, setiap Negara menjadi bagian dalam suatu
jaringan sistem internasional.26
Salah satu upaya Negara dalam menigkatkan kerjasama dalam jaringan
sistem internasional khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya
adalah melalui sector ekonomi yang secara nyata diwujudkan melalui
perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional dikenal dua jenis
hambatan yaitu hambatan tariff dan hambatan non-tariff, hambatan tariff dapat
berupa proteksi sedangkan hambatan non tariff dapat berupa customs clearance,
custom valuation, customs classification, import licensing, packaging and
labeling regulations, foreign exchange control dan consular formalities.27
Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai perdagangan
antarnegara yang terjadi dikarenakan setiap Negara memiliki perbedaaan tingkat
kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya. Hal itu
dikatakan dengan sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya perdagangan
internasional adalah sebagai berikut:
1) Sumber daya alam (natural resources)
2) Sumber daya modal (capital resources)
3) Tenaga kerja (human resources)
4) Teknologi (information technology/IT)
Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling
menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara para pedagang
(traders) dari berbagai belahan wilayah hingga di luar batas Negara.28
26Ibid, hal 218.27Prof Dr. R Henda Malwani, M.A., Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal 101-104.28Ibid, hal 17-18
15
Konsep dalam perdagangan internasional yang paling pokok antara lain
adalah sebagai berikut:
David Hume (1711-1776)/abad ke-18, dengan teori merkantilisme yang
mengatakan bahwa suatu Negara harus mencapai surplus perdagangan
dengan asumsi jika suatu Negara mendapatkan keuntungan, maka Negara
lain akan mendapatkan kerugian yang setara. Asumsi ini dikenal dengan
nama keuntungan relative atau apa yang sekarang disebut sebagai zero-
sum game.29
Adam Smith (1776), mengkritik merkantilisme dalam bukunya The
Wealth of Nation. Adam Smith mengatakan bahwa setiap Negara memiliki
kemampuan untuk memproduksi barang tertentu sesuai dengan faktor
iklim, tanah, dan tenaga kerja, misalnya Perancis dapat memproduksi
anggur dengan efisiensi tertinggi dari Negara lainnya, maka Perancis
memiliki keuntungan absolute dalam produksi anggur, asumsi Adam
Smith dikenal dengan nama teori keuntungan absolute.30
David Ricardo (1817), menyempurnakan teori keuntungan absolut. Yang
pada intinya engemukakan efisiensi global masih tetap dapat diraih dari
perdagangan, jika Negara mengambil spesialisasi pada barang yang dapat
diproduksi lebih efisien daripada barang lainnya, tanpa mengabaikan
keuntungan absolutnya. Teori David Ricardo ini lebih dikenal dengan
Teori Comparative Advantage (keuntungan komparatif).31
29David Hume, dalam Eugene Rotwein, Writings On Economics, London: Nelson, 195530Charless W. L. Hill, International Business, “Competing in The Global Marketplace”, 3 rd edition (Washington: Mc Grow Hill, 2000), hal 12531John D. Daniels, et al, International Business, Environment and Operations, 1996, hal 174.
16
Setelah Perang Dunia Kedua kemajuan informasi teknologi (IT) dan
globalisasi menjadi ikon dunia abad ke-20. Globalisasi produksi berarti
kecenderungan perusahaan-perusahaan yang berorientasi bisnis dalam
mendapatkan barang dan jasa dan seluruh dunia untuk mengambil keuntungan
dari perbedaan nasional dalam kualitas dan harga (misalnya: tenaga kerja, sumber
daya alam, tanah dan modal).
Peningkatan perdagangan internasional dalam mencapai peningkatan
perekonomian nasional tidak terlepas dari peranan investasi asing (foreign direct
investment) yang terwujud secara nyata dalam Multi National Coorporations
(MNCs). Terdapat bentuk-bentuk FDI dilihat dari periodisasi antara lain adalah
sebagai berikut:
Stock of FDI adalah jumlah total yang sudah diakumulasi dari seluruh
asset asing di suatu Negara dalam suatu waktu tertentu.
Flow of FDI adalah jumlah FDI yang diterima selama periode tertentu,
biasanya se tahun. Flow of FDI dibagi dalam dua bagian yaitu: outflows
adalah untuk jumlah investasi ke luar negeri dan inflows adalah untuk
investasi dari luarnegeri ke dalam negeri.
Peningkatan foreign direct investment (FDI) secara tajam berdampak pada
persaingan, perusahaan-perusahaan yang berinvestasi berharap dapat
merendahkan biaya produksi dan meningkatkan kualitas dari produknya. Hal ini
dapat membawa perusahaan-perusahaan di seluruh dunia pada situasi persaingan
yang efektif.32
32Efektif dapat berarti mendapatkan hasil yang diinginkan atau dapat berarti satu kata saja: baik (Tom McArthur, The Oxford Companion to The English Languange, Oxford University Press, New York, 1992, hal 341-342.)
17
Efektifitas atau efisiensi dapat bermakna ganda. Sebagai konsep yang
relative terhadap penekanan teori yang digunakan, misalnya Adam Smith
berpandangan bahwa dengan menggunakan metode keuntungan absolutlah maka
perdagangan suatu Negara ke luarnegeri menjadi efektif. Dan dapat juga diartikan
sebagai konsep di luar variable ukuran (penekanan teori, siapa yang mengatakan),
dengan kata lain efektif sama dengan baik.
Efektifitas atau efisiensi perdagangan dapat dianalisa dengan melihat
determinan-determinan perekonomian nasional dan implikasinya dalam bisnis
internasional.
Richard Sounderman mengatakan bahwa segala pola hubungan yang
terjadi di anatara Negara-negara di dunia internasional, dengan berasumsi bahwa
Negara-negara saling berinteraksi satu sama lain dan apapun bentuk hubungan
yang terjadi, salah satunya adalah hubungan yang bersifat regional atau kawasan,
dimana hubungan secara intensif terjadi dalam batas-batas geografis tertentu.33
Regionalisme ekonomi atau integrasi ekonomi regional berarti berbagai
area yang sebelumnya melakukan aktivitas ekonomi sendiri berintegrasi menjadi
suatu entitas ekonomi yang lebih besar.34 Charles. W. L. Hill mendeskripsikan
integrasi ekonomi regional dengan lebih spesifik sebagai perjanjian antara
Negara-negara yang berada dalam satu area secara geografis untuk mengurangi
atau menghilangkan hambatan tariff dan non-tariff sehingga arus barang, jasa,
faktor produksi tidak terhambat bagi Negara anggota.35
33Kawasan adalah bentangan di permukaan bumi dimana di dalamnya berlangsung suatu proses baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dapat dikatakan bahwa acuan utama dalam pendefinisian kawasan adalah geografi sebagai tempat berlangsungnya proses tersebut. Disamping itu, syarat kawasan adalah dua objek dalam satu bentangan yang salaing berinteraksi dan dapat disebut region bila terdapat persamaan karakter yang menyatukan mereka.34Robert Gilpin, Global Political Economy : Understanding the International Economic Order (New Jersey: Princeton & Oxford, 2001) hal 344.35Charles W. L. Hill, Op Cit., hal 232
18
Konsep regionalisme telah digunakan sejak tahun 1950-1960 an. Salah
satu integrasi ekonomi yang terbentuk adalah European Union (EU) atau Uni
Eropa pada tahun 1957. Integrasi ini tidak berhasil memenuhi ‘janjinya’ untuk
menghilangkan hambatan perdagangan dan memperlancar arus barang dan jasa
diantara Negara anggota, juga tidak berhasil membentuk suatu format standar bagi
Negara anggota dalam bertransaksi. Tiap anggota memiliki “rule of the game”
sendiri dan tetap memainkannya meskipun sudah menjadi anggota Uni Eropa.
Hingga kini yang masih tersisa dari pergerakan regionalisme tahun 1960-
an tersebut adalah Uni Eropa saja. Regionalisme ekonomi atau Regional Trade
Agreements (RTAs) mulai banyak digunakan lagi sejak pertengahan 1980-an,
dengan bentuk dan ruang lingkup yang lebih luas dari gerakan sebelumnya. Selain
integrasi perdagangan, RTAs meliputi isu-isu keuangan, FDI dan ruang
lingkupnya yang global.
Di akhir 1980-an, muncul konsep kerjasama pertumbuhan ekonomi, Asia
mengaplikasikan konsep ini dalam melaksanakan pembangunan ekonominya. GT
(Growth Triangle) merupakan zona ekonomi sub regional. Zona ini didefinisikan
sebagai suatu wilayah territorial yang luas karena berisi kota atau propinsi dari
tiga Negara atau lebih, dengan wilayah-wilayah yang tersebar namun jelas batas-
batasnya. Secara histories, aktivitas perdagangan, persamaan budaya telah
menggabungkan wilayah-wilayah anggota GT.
Tiap Negara atau wilayah tersebut memiliki penghasilan tetap dari sumber
daya alam atau tenaga kerjanya yang tertentu, dan dapat berbeda dengan Negara
atau wilayah lainnya. Perbedaaan-perbedaan ini dipergunakan untuk
19
memperlancar perdagangan internasional dan FDI sehingga timbul hubungan
saling menguntungkan di antara Negara-negara yang ikut berpartisipasi.
Konsep segitiga pertumbuhan dilatarbelakangi oleh adanya relokasi
industri dari Negara-negara maju (New Industrial Countries/NICs) di Asia Timur
ke kawasan Asia Tenggara dengan Jepang sebagai pemimpinnya. Tingginya biaya
produksi di Jepang mengakibatkan investor memindahkan industrinya terutama
industri seperti elektronik, tekstil, dan industri lain yang bersifat foot loose
industries ke kawasan yang lebih murah yaitu Asia Tenggara dan Cina. Korea
Selatan, Singapura dan Taiwan kemudian mengikuti jejak Jepang. Pola pergeseran
industri ini dikenal dengan nama pola angsa terbang (flying goose patern).
Salah satu cara untuk menagkap peluang relokasi industri Negara-negara
maju ini adalah dengan menggunakan konsep segitiga pertumbuhan. Segitiga
pertumbuhan merupakan suatu kerjasama sub-regional. Kerjasama sub-regional
bertujuan untuk meningkatkan investasi di masing-masing Negara anggota,
menciptakan perdagangan daerah yang saling menguntungkan, saling melengkapi
dan mengurangi hambatan perdagangan antar daerah/Negara.
Segitiga pertumbuhan daerah atau growth triangle didefinisikan sebagai
kerjasama ekonomi sub-regional yang bersifat cross administrative boundary dan
menyangkut tiga atau lebih daerah dari beberapa Negara yang berdekatan secara
geografis. Juga dikenal sebagai zona ekonomi sub-regional36, zona ini
dimaksudkan sebagai zona investasi yang berorientasi ke luar, yang bergeser dari
keunggulan komparatif menuju keunggulan kompetitif sub-regional, dengan
36Chia Siouw Yue and Lee. T.Y., “Sub-regional Economic Zones: a new motive force in Asia Pasific Development”, Tulisan yang dipresentasikan pada Pasific Trade and Development Conference ke-20, Washington DC, September 1992.
20
bertujuan menciptakan perdagangan (trade creation).37 Masing-masing Negara
tersebut memiliki keunggulan faktor produksi yang berbeda-beda. Kerjasama ini
dapat mendorong investasi di daerah yang terlibat dan perdagangan luarnegeri
yang saling menguntungkan bagi masing-masing Negara anggota. Kerjasama
dibentuk berdasarkan kepentingan bersama atau disebut enlighted self interest
Negara peserta.38 Segitiga pertumbuhan dapat dikatakan sebagai alat untuk
meningkatkan investasi dan perdagangan antar daerah di kawasan tersebut dan
selanjutnya menyebarkan keuntungan bagi daerah lain.39 Hal ini dapat dijelaskan
dengan melihat rasionalisasi pengembangan segitiga pertumbuhan atau sub
wilayah ekonomi, yaitu pertama, pemanfaatan komplementitas ekonomi sub
wilayah yang berbatasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi melalui arus
masuk investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan sumber daya alam
dan manusia serta industri untuk kepentingan ekspor yang melampaui batas-batas
Negara. Kedua, pelanggran kendala pengadaaan dan permintaan dalam negeri
dengan memperbesar akses pasar. Kerjasama ini memperluas batas-batas efektif
faktor dan proses produksi; produk dan pasar di luar batas nasional dengan meraih
keuntungan kesejahteraan statis (peningkatan produksi dan konsumsi) dan yan
gdinamis (menuju evaluasi struktur ekonomi yang lebih kompetitif).
Dari sudut kerjasama, IMS-GT merupakan suatu kerjasama ekonomi sub-
regional yang digerakkan oleh sektor swasta. Berbeda dengan pandangan
proteksionis yang mengatakan pentingnya interfensi pemerintah, dalam kerjasama
37Dr. CPF.Luhulima,et.al, Sub Wilayah Ekonomi ASEAN dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA), Proyek Kerjasama Antar Negara ASEAN, Sekretariat Nasional ASEAN Deplu, Jakarta, 1995-1996, hal i.38Ibid, hal ii39Hayu Prasati, The Challenge for Regional Development: an Analysis of Infrastructure Needs in Relation to Development Opportunity of The IMS-GT, IMT-GT, BIMP-EAGA, Master Thesis. Departement of Geographical Science and Planning, (Brisbane: University of Queensland, 1998), halaman 27.
21
ini pemerintah berperan sebagai fasilitator yang menghilangkan hambatan-
hambatan perdagangan internasional. Karena peranannya yang hanya sebagai
fasilitator tersebut maka komitmen secara politis dari Negara-negara yang
bersangkutan menjadi faktor yang sangat penting di dalam keberhasilan
kerjasama.40
Tujuan pokok dari IMS-GT adalah menigkatkan taraf hidup masyarakat
dari daerah yang berpartisipasi dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan
meningkatkan penghasilan. Yang membedakan GT dengan kerjasama lainnya
adalah fokus utama GT terhadap pembagunan41 infrastruktur yang kemudian
diikuti dengan perhatian terhaadap masalah-masalah industri local, pembangunan
industri; aktivitas agrikultur; dan pariwisata.
Secara konseptual sub-wilayah ekonomi dibagi dalam tiga bentuk.
Pertama, perluasan (spill over) pusat metropolitan, perluasan dengan infrastruktur,
modal dan tenaga kerjayang terampil, mencakup ekonomi skala dan aglomerasi
dengan mengembangkan perdagangan timbale balik, aliran arus modal dan faktor
produksi lainnya ke Negara tetangga dalam usaha memperoleh lahan dan tenaga
kerja semi skilled dan kasar dan sebaliknya mencari kesempatan kerja dan upah
yang lebih baik. Modal bergerak lebih bebas karena tidak ada rintangan
dibandingkan dengan tenaga kerja dan barang. Modal bergerak ke daerah
pinggiran dalam mendaptkan lahan, sumber daya alam dan tenaga kerja.
Hongkong dan Singapura merupakan pusat metropolitan itu, sebagai pelabuhan
perantara, pusat keuangan, transportasi dan telekomunikasiyang unggul.
40http://www.comesa.int/news/newstria.html , diakses 20 Juli 200541Pembangunan adalah realisasi dan tujuan-tujuan ekonomi dan sosial spesifik yang menghasilkan stabilisasi dan penigkatan taraf hidup (“Development in Practice”, Managing Capital Flows In East Asia, A World Bank Publication, 1996, hal 5)
22
Kebutuhan akan lahan dan tenaga kerja membuat pembagunan berkelanjutan
Singapura menyeberang ke Johor dan Riau (Batam dan Bintan).
Kedua, wilayah geografis bertetangga dengan kepentingan bersama.
Kedekatan geografis serta hubungan sejarah, etnis dan budaya tradisional
berkembang menjadi daerah perdagangan yang ramai sepanjang perbatasan, yang
terus meningkat karena biaya transportasi, informasi dan transaksi yang menurun.
BIMP-EAGA (Brunei Indonesia Malaysia Philipines- East ASEAN Growth Area)
merupakan usaha untuk meningkatkan interaksi ekonomi antara Brunei dan dua
sub-wilayah di kawasan Timur Indonesia dan Malaysia serta propinsi-propinsi
Tenggara Filipina. Sub-wilayah ini amat lemah dalam faktor pendukung
infrastruktur, komplementaritas ekonomi dan arus modal asing yang merupakan
pendorong utama keberhasilan segitiga pertumbuhan lainnya yaitu Guangdong-
Shenzen-Hongkong dan Singapura-Johor-Riau (SIJORI). Reaksi BIMP-EAGA
memerlukan komitmen kuat, dukungan aktif dan usaha besar pemerintah dan
swasta keempat Negara.
Usaha pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk mencapai suatu
pembangunan yang lebih seimbang telah mendorong mereka untuk memulai
program pembangunan untuk memindahkan pembangunan dari Pulau Jawa,
Semenanjung Malaysia dan Metro Manila ke daerah ini. Kerjasama BIMP-EAGA
di anggap penting untuk mempercepat proses transformasi (peralihan) ekonomi
dan distribusi (penyaluran) keuntungan menuju integrasi nasional dan regional.
Ketiga, pengembangan bersama sumber daya alam dan prasarana serta
kendala finansial, merupakan faktor utama dalam pengembangan infrastruktur
sebagai prasyarat bagi pengembangan sumber daya alam. Industri, perdagangan,
23
dan pariwisata, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Asing
(PMA). Kemungkinan ini dapat diperbesar dengan mendekati bersama badan-
badan dana regional dan internasional untuk membangun proyek yang berskala
multi-negara: pengembangan jaringan transportasi dan komunikasi, eksploitasi
hutan, sumber mineral dan energi, kelautan dan air bersih. Kemudian dengan
mengurangi sengketa pemilikan dan menigkatkan pemanfaatan sumber daya
bersama, seperti pemanfaatan sungai besar atau memperbaiki pengelolaan
lingkungan bersama. Contoh bentuk kerjasama ini adalah IMS-GT (Indonesia
Malaysia Singapore-Growth Triangle) dan IMT-GT (Indonesia Malaysia
Thailand-Growth Triangle), dengan pendekatan efisiensi proyek investasi sdapat
diperbaiki dan ekonomi skala dan aglomerasi dapat dimanfaatkan.42
Secara empiris terdapat beberapa faktor kunci kesuksesan dalam
pengembangan konsep segitiga pertumbuhan IMS-GT. Faktor kunci tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Economic Complementarity
2) Geographical Proximity
3) Political Commitment and Policy Coordination
4) Adequate Infrastructure
5) The Role of Private Sector 43
Dalam Economic Complementarity, setiap Negara/daerah memiliki
kondisi perekonomian yang berbeda-beda, baik dari sisi tahapan pembangunannya
maupun dari faktor produksi yang dimilikinya. Ada Negara yang memiliki sumber
42Dr CPF. Luhulima, Op Cit., hal iii-iv43Chen E.K.Y dan Kwan C.H. “The Emergence of Subregional Economic Zones in Asia” , dalam Chen E. K.Y dan Kwan C.H (editor) Asia’s Bordless Economy: The Emergence of Sub-regional Economic Zones (Sydney: Allen & Unwin, 1997), hal 1-27.
24
daya alam yang luas dan tenaga kerja yang murah tetapi tidak/kurang dalam hal
modal dan teknologi (serta tenaga ahli), contohnya: Indonesia. Di sisi lain terdapat
Negara yang memiliki sumber daya alam dan modal serta teknologi menengah,
tetapi tidak memiliki tenaga kerja murah (tenaga kasar), contohnya: Malaysia.
Namun, terdapat pula Negara yang tidak memiliki sumber daya alam yang luas
dan tenaga kerja murah tapi memiliki teknologi, tenaga ahli dan modal yang
besar, contohnya: Singapura.
Dalam Geographical Proximity, sangat penting dalam
menunjangkeberhasilan kerjasama sub-regional karena tujuan yang hendak
dicapai adalah unutk mengurangi biaya produksi, dengan mengingat biaya
transportasi sebagai komponen penting di dalam total biaya produksi. Sehubungan
dengan posisi geografis, kawasan yang tergabung dalam IMS-GT (Indonesia
Malaysia Singapore-Growth Triangle) berfungsi sebagai ‘pintu gerbang’
perdagangan dari Barat ke Timur dan sebaliknya, juga dari Utara ke Selatan dan
sebaliknya atau disebut juga dengan ‘fokus pasar’, tempat bertemunya berbagai
pedagang. Sejak tahun 1991 Indonesia telah menetapkan Batam sebagai enterport
perdagangan atau pasar pertumbuhan, dan sekarang dalam perkembangan IMS-
GT diperluas menjadi 7 wilayah (Riau, daerah di propinsi Sumatera Selatan dan
secepatnya beberapa wilayah di propinsi Sumatera Barat).44
Ketiga, Political Commitment and Policy Coordination (komitment politik
dan koordinasi kebijakan), kerjasama antar daerah/Negara seperti IMS-GT dan
sejenisnya, tidak hanay melibatkan sector swsata saja tetapi juga melibatkan
sector public atau pemerintah. Untuk memperlancar perdagangan antar daerah
maka dibutuhkan kebijakan public yang mendorong terjadinya perdagangan
44M. Dawam Rahardjo, Aspek Sejarah SIJORI (Jakarta: Cides, 1993), hal 109-124
25
tersebut. Oleh karena itu perlu adanya komitmen politik atas kesepakatan yang
telah disetujui bersama antar pemerintah dan swasta dari masing-masing
Negara/daerah. Pemerintah berperan sebagai fasilitator yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang akan mempermudah interaksi ekonomi antar Negara.
Keempat, The Role of Private Sector (peranan sector swasta), segitiga
pertumbuhan bergantung pada kekuatan pasar, sehingga pembangunan harus
bersifat ekonomis dan atraktif unutk bisnis. Sector public tidak hanya memberi
fasilitas berupa kebijakan, namun juag mengatur keberadaan sumber-sumber daya
secara terus menerus, dan memastikan bahwa infrastruktur yang tersedia telah
meningkatkan daya tarik investasi dan komersil.45
Kelima, Adequate Infrastructure (infrastruktur yang mencukupi)
infrastruktur yang mencukupi/baik akan mengurangi biaya produksi. Umumnya,
infrastruktur perhubungan dan telekomunikasi merupakan infrastruktur dasar yang
dibutuhkan di dalam pengembangan kerjasama ekonomi subregional.
Pembangunan infrastruktur yang merupakan faktor yang sangat penting dalam
menunjangkesuksesan segitiga pertumbuhan dan secara otomatis menunjang
keberhasilan kerjasama GT (growth triangle).46
Dengan model seperti ini GT memiliki tujuan jangka panjang atau
berkesinambungan. Sehubungan dengan pembangunan ekonomi dan perlindungan
terhadap lingkungan, maka model ini dapat dikategorikan sebagai sustainable
development, karena bertujuan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi,
45Yeung. Y, “Infrastructure Development in The Southern China Growth Traingle”, dalam M Than, et all (editor) Growth Triangles in Asia: A New Approach to Regional Economic Cooperation (Hong Kong: Oxford University Press, 1994), hal 114-150.46http://www.acturban.org/biennial/case_studies/SIJORE/txt_sijori.html , diakses Juli 2005.
26
perlindungan lingkungan dan sumber daya alam, industrialisasi yang terencana,
seimbangnya tenaga kerja dan modal di pasar.
Sustainable development (hal yang dapat mendukung pembangunan)
berhubungan erat dengan dua masalah utama yang dihadapi oleh suatu Negara,
yaitu (1) Peningkatan dan penyebaran kemiskinan, hal ini mengakibatkan
perlunya rekonstruksi dari perekonomian domestic untuk mengembalikkan
keseimbangan perekonomian eksternal47; (2) Degradasi lingkungan sehingga
dibutuhkan perbaikan dan penanggulangan kerusakan sumber daya alam yang
tercermin dalam kondisi tanah yang buruk, punahnya spesies tertentu, perubahan
iklim atau peningkatan pengidap kanker.48
Pemerintah Indonesia berharap peningkatan pendapatan yang terjadi di
wilayah-wilayah anggota IMS-GT (growth triangle) akan menarik migrasi dari
pulau-pulau yang padat penduduk ke wilayah tersebut. Perekonomian Indonesia
tidak terlepas dari sisitem politik dan hukum yang mendominasi.
Untuk menganalisa efektifitas atau efisiensi pembangunan maka perlu
sekali pemahaman mengenai determinan-determinan pembangunan ekonomi.
Salah satu determinan yang biasa digunakan adalah Gross National Product
(GNP/GDP). GNP/GDP sering digunakan sebagai patokan dalam pengukuran
aktivitas ekonomi dalam suatu Negara, karena menyangkut total nilai barang dan
jasa yang diproduksi per periode tertentu (pertahun). Selain GNP, dapat dilihat
juga nilai ekspor dan impor Negara-negara peserta IMS-GT, karena dari nilai
ekspor dan impor inilah interaksi ekonomi antar Negara peserta IMS-GT
47Perekonomian eksternal disini adalah nilai transaksi perdagangan luar negeri dalam bentuk ekspor impor yang terlihat dalam neraca pembayaran Negara.48J. Kozlowski, et al, A Guide for The Ultimate Environmental Threshold (UET) Method, (Avebury-England, 1993), hal 7.
27
tergambarkan/terlihat. Sedangkan untuk melihat peningkatan pertumbuhan
ekonomi disuatu daerah dalam wilayah Negara tertentu maka dapat dilihat dari
Pendapatan Daerah per sub-sub kegiatan ekonomi didalamnya seperti tingkat
investasi, perdagangan, penerimaan sector industri, dll.
Lebih jauh dalam menganalisa efektivitas IMS-GT ini, tidak dapat
dilupakan masalah krisis ekonomi yang terjadi di Asia pada awal Juli 1997.
kawasan Asia yang pada mulanya merupakan kawasan dengan nilai pertumbuhan
paling cepat di dunia menjadi tempat investasi yang paling buruk. Krisis diawali
dengan devaluasi mata uang Bath Thailand sehari setelah Hongkong diserakan
kembali kepada Cina. Krisis ini telah memakan korban, baik bisnis kecil maupun
yang berskala besar, local atau multinasional (MNC), tanpa menghiraukan
kebangsaan atau industrinya.49
Menurut Dato’ Seri Abdul Rahman Maidin IMS-GT merupakan salah satu
bentuk kerjasaman sub-regional di bawah kerjasama ekonomi regional Asia
Tenggara yaitu ASEAN yang merupakan salah satu bentuk kerjasama tiga Negara
satu regional yang paling maju (walaupun bukan merupakan kerjasama su-
regional pertama dan satu-satunya), kerjasama ini memfokuskan diri pada
beberapa hal yaitu: perdagangan, investasi dan mobilitas tenaga kerja; industri dan
energi; pertanian dan perikanan; pengangkutan dan kominikasi;pariwisata &
pembangunan SDM.50. Sementara itu menurut H.F. Ali Alatas sebagai Menteri
Luar Negeri Indonesia saat itu dalam Forum Dialog ASEAN dalam Usaha
Perkembangan Regional di Manila 28 Juli 1998 menyatakan bahwa kerjasama
49Philip Kotler & Hermawan Kertajaya, Repositioning Asia From Buble to Sustainable Economy, John Willey and Sons (asia) Pte.Ltd, 2001, hal xv-xvii.50Google Cache dari http://www.dpmm.org.my/Ucapan_files/Pertumbuhan%20segi3.htm “Pemerintisan Kerjasama Ekonomi Serantau”, diakses 14 April 2006.
28
IMS-GT bermula daripada kerjasama yang dulunya dikenal sebagai kerjasama
kerjasama SIJORI, yang terbukti sangat berpengaruh bagi ketiga Negara setelah
tergabungya beberapa propinsi dari ketiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan
Singapura dalam sector permesinan, besi mentah (biji besi), industri elektronik,
perdagangan dan jasa serta agribisnis yang telah memberikan peningkatan
investasi yang signifikan51.
Menurut Siow Yue Chia dalam IMS-GT akan terjadi perkembangan atau
pertumbuhan ekonomi yang saling berkesinambungan/berkelanjutan hal itu
dikarenakan semua wilayah di dalamnya (wakil wilayah dari Indonesia, Malaysia
dan Singapura) memperoleh manfaat dari kerjasama ekonomi segitiga
pertumbuhan tersebut. Perkembangan beberapa sub-region menggunakan
perbedaan sumber daya dalam perbandingan keuntungan dan biaya produksi serta
menghasilkan skala ekonomi dan pengelompokkan untuk mencapai efisiensi
produksi dan menigkatkan daya saing internasional. Di lain pihak, perbedaan
tahapan perkembangan ekonomi, sumber daya dan kapasitas industri berarti ketiga
wilayah memiliki perbedaan tujuan (objectives), memperoleh manfaat berbeda,
membuat biaya-biaya berbeda dengan mengambil bagian dalam IMS-GT52.
Menurut Y. A. Debrah (McGovern dan P.Budhwar) dalam IMS-GT
terdapat “complementarity” sumber daya yang menjadikan IMS-GT sebagai
bentuk kerjasama sub-regional ASEAN dengan konsep GT yang paling baik, hal
51Google Cache dari http://www.aseansec.org/3945.htm, “Statement by H.E. Mr. Ali Alatas Minister for Foreign Affairs Republic of Indonesia On Regional Development Efforts At the PMC 9+10 Session Manila, 28 July 1998”, diakses 14 April 2006.52Siow Yue Chia, 1994, Economic Cooperations and Interdependence in SIJORI Growth Triangle, hal 9-10 dalam Cache Google dari http://www.dfat.gov.au/publications/pdf/gt_3.pdf.Growth Triangle:Indonesia Malaysia Singapore-Growth Triangle Chapter 3, hal 43, diakses 28 Oktober 2005.
29
itu dimiliki oleh ketiga Negara anggota IMS-GT yaitu seperti yang terlihat pada
table 1.1 berikut :53
Gambar 1.1: The Complemantarity of Indonesia Malaysia Singapore-Growth
Triangle
Sumber: diadaptasi dari Debrah, et al. (2000)
Menurut Irma Adelman dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi diperlukan beberapa indikator diantaranya adalah jumlah tenaga kerja
yang bergerak dan bekerja di sektor primer, rasio dari perdagangan luar negeri
terhadap pendapatan, jumlah saham atau investasi dalam perusahaan manufaktur,
rasio dari modal-tenaga kerja dan perusahaan manufaktur, jumlah presentasi dari
investasi, jumlah penduduk melek huruf, urbanisasi, angka kelahiran dan
kematian, angka kematian bayi, tingkat harapan hidup.54
53Y.A Debrah,et.al, (2000) dalam Toh Mun Heng, (2006), “Development In The Indonesia Malaysia Singapore-Growth Triangle, Departement of Economic, SCAPE Working Paper Series, http://nt2.fas.nus.edu.sg/ecs/pub/wp-scape/0606.pdf, diakses 15 April 2006. 54Irma Adelman, Theories of Economic Growth and Development (Stamford, California: Stamford University Press), p 2 (hal 2).
30
Singapore- capital- skilled labour- advanced technology- access to world markets- advanced physical infrastructure- advanced commercial infrastructure
Malaysia-land-natural resources-semi-skilled labour-intermediate technology-basic infrastructure
Indonesia-land-natural resources-semi-skilled labour-intermediate technology-basic infrastructure
Growth Triangle
Menurut R. Srinivas dalam menghadapi tantangan global dan usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik, maka perlu
diperhatikan factor yang berkaitan dengan foreign direct investment. Karena
pertumbuhan ekonomi dewasa ini lebih terfokus pada penciptaan iklim investasi
yang baik, sehingga mampu mendorong Indonesia sebagai tujuan Investasi utama
di Asia Pasifik55
B.J. Habibie yang ketika itu menjabat sebagai kepala BIDA
mengemukakan teorinya tentang kerjasama SIJORI (IMS-GT), yang dikenal
dengan “balloon theory” untuk menghubungkan kepentingan bersama antara
Singapura dan seputar Kepulauan Riau. Dalam teorinya Habibie menjelaskan
bahwa balon ekonomi Singapura akan bocor jika tidak memiliki katup yang aman
untuk menarik keluar kelebihan kapasitasnya. Habibie mempertimbangkan
wilayah seputar Kepulauan Riau, terutama sekali Batam, sebagai katup aman bagi
Singapura. Keberadaan katup aman ini akan memudahkan balon ekonomi
Singapura untuk bertumbuh sementara dalam waktu bersamaan memompa
perekonomian wilayah Negara tetangganya. Ide Habibie melalui “teori balon”nya
inilah yang memulai pengembangan terhadap Batam sebagai bagian dari
kerjasama segitiga pertumbuhan IMS-GT.56
Dalam perkembangannya IMS-GT telah memberikan dampak yang sangat
besar bagi Indonesia khususnya Riau dan Batam. Menurut Toh Mun Heng pakar
ekonomi Singapura dalam papernya menyatakan bahwa keberadaaan kerjasama
55http://web.worldbank.org/servlets/ECR? contentMDK=20741005&contTypePK=64154033&folderPK=1949738&sitePK=461150&callCR=true, “Pertumbuhan Ekonomi Menurun”, Pikiran Rakyat, 17 November 2005, diakses 15 April 2006.56Dewi Fortuna Anwar, 1994.” SIJORI: ASEAN’s Southern Growth Triangle Problems and Prospect (paper yang dipresentasikan dalam seminar yang diadakan oleh Joint Centre for Asia Pasific Studies, Hart House, University of Toronto, Toronto, Ontario, Canada, 29 April 1993). The Indonesian Quarterly Vol XXII No 1, First Quarter, 1994 (Jakarta: CSIS). Hal 28.
31
IMS-GT memberikan “positive spill-over” (perluasan secara positif) bagi
pertumbuhan ekonomi Batam, dengan adanya nilai investasi asing sebesar US$ 3
miliar yang berasal dari 700 perusahaan dari lebih 34 negara di awal
pembukaannnya melalui proyek Batamindo yang dikelola oleh BIDA (Batam
Industrial Development Authority) atau Otorita Batam. Lihat Tabel 1.2
Tabel 1.1 Statistik Investasi di Batam
Tahun Investasi
Domestik
(US$)
Investasi
Asing
(US$)
Investasi
Swasta
(US$)
Investasi
Pemerintah
(US$)
Total
Investasi
(US$)
1990 1.515 684 2.199 573 2.772
1992 2.033 1.088 3.121 681 3.802
1994 2.296 1.873 4.169 859 5.028
1995 2.532 1.916 4.448 1.205 5.653
1996 2.610 2.094 4.704 1.427 6.131
1997 2.916 2.145 5.061 1.513 6.574
1998 2.921 2.245 5.166 1.578 6.744
1999 3.019 2.332 5.351 1.626 6.977
2000 3.295 2.818 6.133 1.897 8.010
2001 3.300 3.400 6.700 2.100 8.800
2002 3.700 3.620 7.320 2.140 9.460
2003 4.460 3.630 8.090 2.190 10.280
2004 5.440 3.810 9.250 2.280 11.530
2005 5.470 4.080 9.550 2.340 11.890
Sumber: Batam Industrial Development Authority (Otorita Batam) update 2006
Khusus untuk investasi yang merupakan pemasok utama pertumbuhan
ekonomi Batam, mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 1990
hingga 1999 yaitu sebesar 184 %, dengan total penerimaan pada bulan Desember
1999 sebesar US$ 7 milyar. Hal tersebut dapat dicapai dengan adanya
peningkatan promosi dan pembangunan infrastruktur di Batam dalam kerangka
32
kerjasama IMS-GT , sehingga memudahkan dalam menarik investasi baik
domestik maupun asing.57 Sedangkan antara tahun 1999 hingga 2005 tingkat
pertumbuhan investasi di Batam meningkat dengan total penerimaan pada bulan
Desember 2005 sebesar US$ 12 milyar.58
Laju pertumbuhan ekonomi Batam antara tahun 1995-1997 menunjukkan
adanya penurunan, terutama dikarenakan adanya krisis ekonomi yang menerpa
Asia dan Indonesia. Namun, pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Batam
mencapai 6,38% meningkat 3,3% dari tahun 1998 yang mencapai pertumbuhan
ekonomi 3,08%, pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Batam kembali
meningkat mencapai 6,56%, tahun 2002 mencapai angka pertumbuhan ekonomi
7,01%, sementara tahun 2003,2004 dan 2005 berturut-turut adalah 7,73%, 8,28%
dan 7,60%. Sementara itu pendapatan per kapita masyarakat Batam terus
meningkat pada tahun 2002 pendapatan per kapita telah mencapai Rp14,12 juta,
sedangkan pada tahun 1991 mencapai Rp8,95 juta. Menurut PDRB, pada tahun
1991 mencapai Rp935.827,05 juta dan pada tahun 2002 meningkat tajam hingga
mencapai Rp3.357.123,37 juta.59
2. Hipotesis Penelitian
Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, penulis
menyusun suatu hipotesis sebagai berikut : “Dengan adanya kerjasama IMS-
GT (Indonesia Malaysia Singapore-Growth Triangle) yang merupakan 57www.ibatam.com , Bisnis & Investasi (2006), diakses 30 Oktober 200658www.batam.go.id , Investasi (2006), diakses 30 Oktober 200659Makmun (Ajun Peneliti Madya Badan Analisa Fiskal, Departemen Keuangan), Maret 2004,”Pengaruh Ketersediaan Tenaga Kerja Dan Pembentukan Nilai Tambah Terhadap Investasi Di Sektor Industri (Studi Kasus Kota Batam)” dalam, Kajian Ekonomi Dan Keuangan, Vol 8, No 1. Jakarta: Departemen Keuangan. hal 23-26.
33
kelanjutan dari kerjasama SIJORI (Singapura Johor Riau), maka dapat
meningkatkan perekonomian Batam ”.
3. Operasional Variabel dan Indikator (konsep teoritik, empiric dan analisis)
Tabel 1.2 Tabel Operasional Variabel
Variabel dalam Hipotesis
(Teoritik)
Indikator
(empiric)
Verifikasi
(analisis)
Variabel bebas:Dengan adanya Kerjasama IMS-GT
1. Adanya tindakan-tindakan yang melatarbelakangi kerjasama IMS-GT tersebut.
2. Adanya Komplementaritas ekonomi antara ketiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
1. Data (fakta dan angka) mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan antara ketiga negara berupa kesepakatan bilateral antara ketiga negara.
2. Data (fakta dan angka) mengenai adanya koplementaritas ekonomi antara ketiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Singapura)
Variabel terikat:maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Batam
1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Batam sejak 1995-2005
2. Meningkatnya jumlah investasi asing dan sector ekonomi lainnya seperti pariwisata,ekspor,dll di Batam
1. Data (fakta dan angka) mengenai meningkatnya pertumbuhan ekonomi Batam antara tahun 1995-2005
2. Data (fakta dan angka) mengenai indicator pertumbuhan ekonomi Batam antara tahun 1995-2005
34
3. Adanya permasalahan dan hambatan dalam perekonomian Batam
3. Data (fakta dan angka) mengenai permasalahan dan hambatan dalam perekonomian Batam
4. Skema Kerangka Teoritis
35
Growth Triangle
Judul: Kerjasama IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapore-Growth Triangle) Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Batam
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
36
Indonesia Malaysia Singapura
Batam
Kerjasama Internasional
IMS-GT
Faktor Kunci IMS-GT antara lain: perbedaan-perbedaan dasar ekonomi, kedekatan geografis, peran sector swasta, kebijakan politik dan ekonomi, infrastruktur (sarana dan prasarana).
Tujuan IMS-GT antara lain: percepatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan iklim investasi dan volume perdagangan internasional, pengembangan dan pemenuhan kebutuhan serta produksi ekonomi.
Indicator pertumbuhan ekonomi Batam spt tingkat investasi, tingkat pendapat per kapita, dll.
Pertumbuhan ekonomi Batam antara tahun 1995-2004 terus meningkat
Bidang Ekonomi antara lain sector:Investasi, Industri (perikanan, pertanian), Kepariwisataan,dll
Interdepedensi Ekonomi
Sektor Penghubung: Singapura, Johor, Riau (Batam)
1. Tingkat Analisis
Untuk mengarahkan penelitian, adanya anggapan dasar dan kerangka
konseptual merupakan pijakan dasar penentuan dan penulisan hipotesis. Untuk
keperluan penelitian penulis mencoba mengemukakan serangkaian teori, konsep
dan pemikiran para pakar dalam bentuk premis mayor dan premis minor sebagai
acuan ilmiah dalam menggeneralisasikan pokok permasalahan yang mempunyai
hubungan korelasional antara satu sama lain.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis yaitu suatu metode yang menggambarkan suatu pola hubungan tertentu
secara sistematis serta menganalisa dan mengklasifikasikan suatu fenomena,
sehingga menjadi suatu permasalahan yang harus diteliti sebab akibatnya secara
ilmiah. Serta dengan metode historis menerapkan pendekatan dengan melihat
data-data masa lampau (sejarah) dari kerjasama ini sehingga dapat melihat
akibatnya di masa sekarang.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
a) Penelitian kepustakaan atau literature.
b) Penelitian dokumentasi ataupun data-data mengenai kerjasama dalam
bentuk GT (Growth Triangle) dan IMS-GT (Indonesia Malaysia
Singapore-Growth Triangle).
Dalam kedua teknik ini bersifat saling mengisi, penlitian kepustakaan dan
dokumentasi merupakan metode utama yang lazim digunakan dalam analisa
37
ekonomi politik internasional (EPI). Adapun EPI yang dimaksud adalah analisa
tentang tujuan, analisa sebab akibat, dan analisa struktur dan proses.
F. Lokasi dan Lamanya Penelitian
1. Lokasi Penelitian
a. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat
b. Perpustakaan Unpar
JL. Ciumbuleuit No. Bandung
c. CSIS
Jl. Tanah Abang III No. 23-27 Jakarta Pusat
d. Sekretariat ASEAN
Jl. Sisingamangaraja No. 70 A Jakarta
2. Lamanya Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah 11 (sepuluh) bulan, yaitu
tanggal 20 Desember 2005 s/d 20 November 2006.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB I : Berisikan pembahasan tentang latar belakang dari permasalahan yang
akan diteliti.
BAB II : Obyek penelitian variabel Bebas yaitu pembahasan tentang kerjasama
IMS-GT antara Indonesia, Malaysia dan Singapura yaitu awal mula (SIJORI) dan
kelanjutan tahapan kerjasama dalam IMS-GT serta bidang-bidang yang ada
didalamnya.
38
BAB III : Obyek penelitian variabel terikat yaitu pembahasan tentang
pertumbuhan perekonomian Batam (Riau) secara umum dan percepatannya
setelah melalui tahapan kerjasama tiga Negara yaitu IMS-GT (termasuk
perbandingan perekonomian antara Indonesia, Malaysia dan Singapura.
BAB IV : Pembahasan mengenai jawaban terhadap hipotesis dan indikator-
indikator baik indikator variabel bebas maupun variabel terikat yaitu kontribusi
kerjasama bentuk GT, khususnya IMS-GT antara Indonesia, Malaysia dan
Singapura.
BAB V : Berisi kesimpulan dan uraian hasil penelitian dari pembahasan Bab IV.
39
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Wiriatmadja, Suwardi, 1970. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung:
Alumni.
Rudy, T. May, 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-
Masalah Global: Isu, Konsep, Teori dan Paradigma. Bandung: Refika
Aditama.
Mansbach, Richard. W, 1997. Global Puzzle : Issues and Actors In World
Politics. Boston: Houghton Mifflin Company.
Sorensen, George & Jackson, Robert, 1999. Pengantar Hubungan Internasional.
Terjemahan oleh Dadan Suryadipura. 2005. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Gilpin, Robert, 2001. Global Political Economy : Understanding the International
Economic Order. New Jersey: Princeton & Oxford.
Soeharto, Bohar, 1993. Petunjuk Praktis Mengenai Pengertian Format Bimbingan
dan Cara Penulisan Karya Ilmiah (Makalah-Skripsi-Thesis) Ilmu Sosial.
Bandung: Tarsito.
Sumantri, Yuyun, 1995. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Sinar
Harapan.
Toma, Peter. A & German, Robert F., 1990. International Relations
Understanding Global Issues. Cole Publishing Company.
Holsti,. K.J., 1975. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Terjemahan
oleh Wawan Juanda, 1992. Bandung: Binacipta.
Rudy, T. May, 1998. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung:
Refika Aditama.
Soeprepto,.S, Drs., 1997. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan
Perilaku. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rudy, T. May, 1992. Teori Etika Dan Kebijakan Hubungan Internasional.
Bandung: Angkasa.
40
Isaak, Robert. A., 1991. International Political Economy: Managing world
Economy Change. Englewood-Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Hadiwinata, Bob. S,PhD., 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta:
Kanisius.
Laski, Harold. J., 1934. The State: In Theory and Practice. London: Unwin
Brothers, Woking and London.
Malwani, R. Hendra.,Prof. Dr,M.A, 2002. Ekonomi Internasional & Globalisasi
Ekonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rotwein, Eugene, 1955. Writings On Economics. London: Nelson.
McArthur, Tom, 1992. The Oxford Companion to The English Languange. New
York: Oxford University Press.
Rahardjo, M. Dawam, 1993, Aspek Sejarah SIJORI. Jakarta: Cides.
Kozlowski, J., 1993. A Guide for The Ultimate Environmental Threshold (UET)
Method. England: Avebury.
Kertajaya, Hermawan & Koetler, Philip, 2001. Repositioning Asia From Buble to
Sustainable Economy. John Willey and Sons Pte.Ltd (asia).
Hill, Charless W. L., 2000. International Business: Competing in The Global
Marketplace, 3rd edition. Washington: Mc Grow Hill.
Daniels, John D., 1996, et al, International Business: Environment and
Operations.
Sumber Jurnal:
Klodt, Henning, 2004. “Jalan Menuju Tatanan Persaingan Global”, Argumentasi
Kebebasan .Vol 10. Jakarta: Institut Liberal Friedrich-Naumann-Stiftung,
hal 7.
Hircshmann, A. O., 1994. “The On and Off Again Connection Between Political
and Economic Progress”, American Economic Review, Volume 84, No. 2,
hal 343-348.
Sumber Tesis:
Prasati, Hayu, 1998, The Challenge for Regional Development: an Analysis of
Infrastructure Needs in Relation to Development Opportunity of The IMS-
41
GT, IMT-GT, BIMP-EAGA, Master Thesis. Departement of Geographical
Science and Planning, Brisbane: University of Queensland, 1998.
Internet:http://www.acturban.org/biennial/case_studies?sijore?txt_sijori.html, diakses 18 Juli 2005
http://www.aph.gov.au/house/committee/jpadt/asean/aseanch4.pdf , diakses dan didownload dalam
bentuk file PDF 20 Juli 2005
http://www.comesa.int/news/newstria.html, diakses 20 Juli 2005
Sumber lain:
Chia Siouw Yue and Lee. T.Y., 1992, “Sub-regional Economic Zones: a new
motive force in Asia Pasific Development”, Tulisan yang dipresentasikan
pada Pasific Trade and Development Conference ke-20, Washington DC:
September 199
Dr. CPF.Luhulima,et.al, Sub Wilayah Ekonomi ASEAN dan Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA), Proyek Kerjasama Antar Negara
ASEAN, Sekretariat Nasional ASEAN Deplu, Jakarta, 1995-1996.
A World Bank Publication, 1996. Development in Practice”, Managing Capital
Flows In East Asia.
Chen E. K.Y dan Kwan C.H, 1997. (editors), Asia’s Bordless Economy: The
Emergence of Sub-regional Economic Zones. Sydney: Allen & Unwin.
Y.,Yeung, 1994. “Infrastructure Development in The Southern China Growth
Traingle”, dalam M Than, et all (editors) Growth Triangles in Asia: A
New Approach to Regional Economic Cooperation. Hong Kong: Oxford
University Press.
42
43