RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024...

91
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2020 RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024

Transcript of RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024...

Page 1: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

1

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2020

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024

Page 2: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

2

KATA PENGANTAR

Dengan Rasa Syukur atas Rahmat Allah Yang Maha Kuasa atas Berkat dan Karunia-Nya

sehingga Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Tular Vektor dan Zoonotik Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun

2020-2024 ini dapat diselesaikan.

Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan ini bertujuan untuk Meningkatnya Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dengan tujuan dan sasaran strategis, arah

kebijakan dan strategi, target kinerja dan kegiatan.

Sebagai buku Rencana Aksi Kegiatan pertama untuk tahun RPJMN 2020-2024, kami

merasakan buku ini masih memiliki banyak kekurangan karena dukungan data yang belum

memadai terutama data-data yang digunakan sebagai bahan analisis situasi, prioritas program/

kegiatan, dan upaya rencana aksi. Selanjutnya kedepan akan terus disempurnakan dan

disesuaikan dengan perkembangan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor

dan zoonotik. Diharapkan program dan kegiatan dalam RAK tahun 2020-2024 dapat dijadikan

dasar dan acuan dalam melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor

dan zoonotik. Bagi kepala subdit dan seksi dibawah Satuan Kerja, diharapkan RAK 2020-2024

dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun Rencana Kerja dan Sasaran Kerja Pegawai.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berproses

bersama dan mendukung tersusunnya Rencana Aksi Kegiatan (RAK) 2020-2024 ini, semoga buku

ini menjadi dokumen bersama dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pencegahan dan

pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotic dan bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, September 2020

Direktur P2PTVZ

Dr.drh. Didik Budijanto, M.Kes NIP 196204201989031004

Page 3: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

3

DAFTAR ISI

BAB. I. Pendahuluan 4

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………. 4

B. Kondisi Umum…………………………………………………………………………………….. 5

C. Sumber Daya Manusia…………………………………………………………………………. 33

D. Tugas Pokok dan Fungsi………………………………………………………………………. 35

E. Potensi dan Permasalahan…………………………………………………………………… 36

BAB.II. Tujuan dan Saran 40

A. Tujuan………………………………………………………………………………………………… 40

B. Sasaran……………………………………………………………………………………………….. 41

BAB. III. Arah Kebijakan, Strategi dan Kerangka Regulasi 42

41A. Arah Kebiajakn dan Strategi………………………………………………………………… 42

B. Kerangka Regulasi………………………………………………………………………………. 49

BAB IV. Target Kinerja Kegiatan dan Kerangka Pendanaan 52

A. Target Kinerja…………………………………………………………………………………….. 52

B. Kegiatan dan Kerangka Pendanaan…………………………………………………….... 61

BAB.V. Pemantauan dan Penilaian Pelaporan 84

A. Pemantauan………………………………………………………………………………………… 84

B. Penilaian…………………………………………………………………………………………….. 84

C Pelaporan…………………………………………………………………………………………… 84

BAB VI. Penutup 85

Lampiran

Page 4: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Periode tahun 2020-2024 merupakan tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, sehingga merupakan periode pembangunan jangka

menengah yang sangat penting dan strategis. RPJMN 2020-2024 akan memengaruhi pencapaian

target pembangunan dalam RPJPN, di mana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai

tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (Upper-Middle

Income Country) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, pelayanan

publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Sejalan dengan Visi Presiden Republik Indonesia Tahun 2020-2024 yaitu Terwujudnya

Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong - Royong,

dimana peningkatan kualitas manusia Indonesia menjadi prioritas utama dengan dukungan

pembangunan kesehatan yang terarah, terukur, merata dan berkeadilan. Pembangunan kesehatan

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat tersebut, dibutuhkan program kesehatan

yang bersifat preventif dan promotif salah satunya adalah Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P). Berbagai kegiatan dilakukan untuk mendukung pencegahan dan pengendalian

penyakit, salah satunya kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan

zoonotik.

Undang undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional mengamanatkan bahwa Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Strategi (Renstra).

Selanjutnya merujuk kepada Keputusan Menteri Kesehatan nomor 21 tahun 2020 tentang

Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I

menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau satuan kerja menjabarkan

Rencana Aksi Kegiatan (RAK).

Page 5: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

5

B. Kondisi Umum

Berbagai masalah dan tantangan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tular

vektor dan zoonotik telah berkembang semakin kompleks dan munculnya tantangan baru baik

skala nasional, maupun global. Terlihat dengan adanya transisi epidemiologi, transisi demografi

dan lingkungan, perubahan sosial budaya masyarakat, perubahan keadaan politik, ekonomi,

keamanan, disparitas status kesehatan, kondisi kesehatan lingkungan, perubahan gaya hidup

masyarakat serta keterbatasan, kesenjangan dan distribusi sumber daya manusia kesehatan.

1. Status Malaria di Indonesia

Peta persebaran endemisitas malaria per kabupaten/Kota dapat dilihat dalam gambar

dibawah, terlihat bahwa kabupaten/kota endemis tinggi malaria masih terkonsentrasi di

kawasan timur Indonesia yaitu di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT dan hanya 1 Provinsi

diluar wilayah timur yang masih memiliki kabupaten endemis tinggi yaitu Provinsi

Kalimantan Timur di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Gambar I.1. Peta Endemisitas Malaria di Indonesia Tahun 2019

Berikut tabel rincian jumlah kabupaten/kota dan penduduk per wilayah endemisitas di Indonesia.

Page 6: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

6

Tabel I.1. Jumlah Kab/Kota dan Penduduk Berdasarkan Endemisitas 2019

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa 77% penduduk Indonesia telah hidup di daerah bebas

malaria dan sekitar 23% penduduk Indonesia masih tinggal di daerah endemis malaria.

Sebanyak 89% kabupaten/kota di Indonesia telah mencapai API<1 per 1000 penduduk dan

58%nya telah mencapai eliminasi malaria. Berikut rincian endemisitas kabupaten/kota per

Provinsi Tahun 2019.

Tabel I.2. Endemisitas Malaria Per Provinsi 2019

No Provinsi Jumlah Kab/ Kota

Kab Eliminasi

Kab Endemis Rendah

Kab Endemis Sedang

Kab Endemis Tinggi

% Kab Eliminasi

1 DKI Jakarta 6 6 100%

2 Jawa Timur 38 38 100%

3 Bali 9 9 100%

4 Jawa Tengah 35 33 2 94%

5 Aceh 23 21 2 91%

6 Sumatera Barat 19 17 1 1 89%

7 Kep Bangka Belitung 7 6 1 86%

8 Jawa Barat 27 23 4 85%

9 Riau 12 10 2 83%

10 Sulawesi Selatan 24 20 4 83%

11 Sulawesi Barat 6 5 1 83%

12 DI Yogyakarta 5 4 1 80%

13 Banten 8 6 2 75%

14 Lampung 15 11 3 1 73%

15 Kalimantan Tengah 14 10 4 71%

16 Jambi 11 7 4 64%

17 Sumatera Utara 33 21 11 1 64%

18 Kalimantan Selatan 13 7 6 54%

19 Sulawesi Tenggara 17 9 7 1 53%

No Endemisitas Penduduk 2019 Kab/Kota 2019

# % # %

1 Eliminasi (Bebas Malaria) 208,160,937 77.7% 300 58%

2 Endemis Rendah (API < 1) 52,474,602 19.6% 160 31%

3 Endemis Sedang (API 1-5) 4,478,911 1.7% 31 6%

4 Endemis Tinggi (API > 5) 2,960,115 1.1% 23 4%

Total 268,074,565 100% 514 100%

Page 7: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

7

No Provinsi Jumlah Kab/ Kota

Kab Eliminasi

Kab Endemis Rendah

Kab Endemis Sedang

Kab Endemis Tinggi

% Kab Eliminasi

20 Sumatera Selatan 17 8 9 47%

21 Kep Riau 7 3 3 1 43%

22 Sulawesi Utara 15 6 9 40%

23 Sulawesi Tengah 13 5 8 38%

24 Gorontalo 6 2 4 33%

25 Bengkulu 10 3 7 30%

26 Nusa Tenggara Barat 10 3 7 30%

27 Kalimantan Timur 10 3 5 1 1 30%

28 Kalimantan Barat 14 3 11 21%

29 Kalimantan Utara 5 1 4 20%

30 Maluku Utara 10 8 2 0%

31 Maluku 11 8 3 0%

32 Nusa Tenggara Timur 22 15 4 3 0%

33 Papua Barat 13 3 6 4 0%

34 Papua 29 4 10 15 0%

Total 514 300 160 31 23 58%

Berdasarkan tren kasus positif malaria dan API pada grafik dibawah terlihat penurunan kasus

yang signifikan dari Tahun 2010-2014, namun cenderung stagnan dari Tahun 2014-2019.

Tren kasus yang cenderung stagnan tersebut terjadi karena tren kasus malaria di Provinsi

Papua stagnan dan cenderung meningkat. Secara keseluruhan hampir terjadi penurunan

kasus malaria di seluruh provinsi di Indonesia dari Tahun 2015-2019. Penurunan tersebut

dapat dilihat pada grafik tren penurunan kasus di Provinsi Papua dan diluar Provinsi Papua.

Gambar I.2. Tren Kasus Positif dan API Tahun 2010-2018

Penurunan kasus malaria terlihat signifikan di luar Provinsi Papua, namun di Provinsi Papua

kasus cenderung meningkat seperti terlihat pada grafik dibawah ini.

Page 8: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

8

Gambar I. 3. Tren Kasus Malaria di Papua dan Di luar Papua 2014-2018

Kasus malaria Tahun 2019 di Indonesia sebanyak 250.644, kasus tertinggi yaitu di Provinsi

Papua sebanyak 216.380 kasus, disusul dengan Provinsi NTT sebanyak 12.909 kasus dan

Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079 kasus.

Gambar I.4. Grafik Kasus Positif Malaria di Indonesia Tahun 2019

Malaria merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian jika tidak diobati atau ditangani

dengan baik. Kasus kematian akibat malaria masih dilaporkan dari beberapa daerah di Indonesia.

Tren kematian akibat malaria terus menurun. Tahun 2019 dilaporkan terdapat 49 kasus kematian

malaria.

Gambar I.5. Grafik Tren Kematian Malaria Tahun 2013-2019

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Papua Diluar papua

216,

380

12,9

09

7,0

79

2,0

65

1,5

21

1,3

02

1,0

33

954

861

861

812

636

602

580

501

436

316

297

202

194

179

139

137

130

92

91

82

66

56

33

32

32

22

12

385

217

157 161

74

3449

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Page 9: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

9

Kasus kematian malaria tahun 2019 dilaporkan dari 12 provinsi, kasus kematian tertinggi di

Provinsi Papua sebanyak 26 kasus. Rincian kematian malaria per provinsi dapat di lihat pada

gambar di bawah.

Gambar I.6. Kematian Malaria per Provinsi Tahun 2019

Malaria pada ibu hamil merupakan masalah Kesehatan masyarakat yang serius, kerena dapat

menyebabkan berbagai masalah seperti anemia, bayi lahir prematur, Berat Badan Bayi Lahir

Rendah (BBLR) dan bahkan kematian Ibu dan Bayi. Risiko malaria pada ibu hamil dalam

jangka panjang yaitu masalah pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak akibat lahir

prematur dan BBLR.

Penelitian malaria dalam kehamilan di Kabupaten Mimika menunjukkan bahwa infeksi pada

Ibu hamil menyebabkan anemia berat pada Ibu dan penurunan berat lahir janin. Malaria pada

bayi merupakan penyebab utama anemia berat dan bersama dengan kecacingan menjadi

penyebab utama stunting di daerah endemis malaria. Berdasarkan data Tahun 2019 sebanyak

58% (92 dari 160) Kabupaten/Kota prioritas stunting merupakan daerah endemis malaria.

Gambar I.7. Diagram Persentasi Endemisitas Malaria di 160 Kabupaten/Kota Prioritas

Stunting

26

5 4 3 3 2 1 1 1 1 1 1

Eliminasi42%

Endemis Rendah39%

Endemis Sedang10%

Endemis …

Endemis Tinggi II1%

Endemis Tinggi III2%

Page 10: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

10

Pada Tahun 2019 dari seluruh kasus malaria di Indonesia, 39% terjadi pada anak usia di

bawah 15 tahun (96.659 kasus) dan 14% atau sebanyak 36.293 kasus terjadi pada balita

termasuk 3.858 kasus (2%) terjadi pada bayi. Kasus malaria pada ibu hamil Tahun 2019 yaitu

sebanyak 1.769, kasus terbanyak dilaporkan dari Provinsi Papua. Proporsi kasus malaria pada

Ibu Hamil dibandingkan seluruh kasus positif malaria yaitu 0.5%.

Gambar I.8. Grafik Kasus Malaria pada Ibu Hamil Tahun 2019

Kegiatan terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan kesehatan ibu hamil dan balita

bertujuan untuk melindungi ibu hamil dan bayi dari penularan malaria dan mendorong

peningkatan cakupan layanan rutin ibu hamil serta memberikan kontribusi terhadap

penurunan stunting melalui penurunan kejadian anemia pada ibu hamil dan balita yang

disebabkan oleh malaria.

Kegiatan integrasi dilaksanakan melalui penapisan atau skrining malaria dan pemberian

kelambu anti nyamuk terhadap ibu hamil yang dilaksanakan pada saat kunjungan pertama

pelayanan masa kehamilan serta pemeriksaan sediaan darah malaria terhadap balita sakit.

Kegiatan integrasi diutamakan dilaksanakan di Kabupaten/Kota endemis tinggi dan

dilaksanakan secara selektif di kabupaten endemis sedang, rendah dan eliminasi malaria.

Sebanyak 377.392 ibu hamil dan 44,158 balita sakit telah diskrining malaria pada Tahun

2019. Berikut persebaran data skrining malaria pada ibu hamil dan balita sakit per provinsi

Tahun 2019. Data pada grafik menunjukkan bahwa skrining ibu hamil terbanyak dilaksanakan

di Provinsi NTT yaitu sebanyak 71.855 ibu hamil dan skrining balita sakit terbanyak dari

Provinsi Papua yaitu sebanyak 20.440 balita.

1,0

53

43

31

6

4

4

3

2

2

2

2

1

1

1

1

1

Positif Ibu Hamil

Page 11: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

11

Gambar I.9. Jumlah Skrining Malaria pada Ibu Hamil dan Balita Sakit

Kebijakan skrining ibu hamil terutama dilaksanakan di kabupaten/kota endemis tinggi

merupakan kebijakan baru yang disosialisasikan pada Tahun 2018. Berdasarkan tabel

dibawah terlihat bahwa kasus malaria pada ibu hamil di daerah endemis tinggi persentasinya

sebanyak 93% dari total nasional namun skrining Ibu hamil di kabupaten endemis tinggi

hanya menyumbang 7% dari total skrining ibu hamil. Berdasarkan hal tersebut maka perlu

upaya untuk meningkatkan kegiatan skrining malaria pada ibu hamil di daerah endemis tinggi

malaria. Kegiatan skrining malaria pada ibu hamil dan balita sakit pada Tahun 2020

diharapkan tetap dilaksanakan di 28 kabupaten/kota endemis tinggi Tahun 2018.

Populasi Khusus adalah kelompok populasi yang memiliki resiko terinfeksi malaria lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok populasi lainnya dan memerlukan strategi pencegahan

dan pengendalian tersendiri. Beberapa pekerjaan seperti pekerja perambah hutan, pekerja di

perkebunan, pekerja tambang illegal, nelayan, dan anggota militer/polisi, mereka memiliki

risiko untuk terinfeksi malaria lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain disebabkan oleh

karakteristik pekerjaannya.

Kelompok populasi khusus lainnya yang berisiko tinggi antara lain komunitas suku adat

terpencil dan wisatawan. Sistem Informasi Malaria telah melaporkan bahwa dari 63

Kabupaten/Kota yang mengalami stagnansi penurunan kasus lebih dari 5 tahun, 19 kabupaten

diantaranya memiliki populasi yang tinggal di hutan atau bekerja di daerah sulit terjangkau

secara geografis oleh layanan kesehatan. Dukungan lintas sektor dan program diperlukan

untuk menanggulangi malaria pada Populasi Khusus tersebut.

Upaya pengendalian nyamuk anopheles sebagai vektor utama malaria yaitu dengan

penggunaan kelambu anti nyamuk. Distribusi kelambu utamanya difokuskan pada kabupaten

endemisitas tinggi dan desa fokus pada kabupaten endemis sedang dan rendah. Kampanye

kelambu berinsektida mengusung tema peremajaan dan pemasangan kelambu baru secara

serentak yang telah dilaksanakan setiap 3 tahun sekali.

71

,83

5

51

,58

3

30

,09

6

21

,98

4

17

,55

9

17

,14

7

15

,94

5

14

,63

2

14,0

51

12

,47

5

10

,27

1

9,6

56

9,6

09

9,2

61

8,9

47

8,88

1

8,7

03

7,7

31

5,7

16

4,8

70

4,3

17

4,1

63

3,72

9

3,6

24

3,5

79

3,1

84

1,2

65

1,1

43

1,0

45

36

9

22

- - -

10

,81

1

34

3

64

20

,44

0

38

7

99

2,2

47

31

6

61

47

12

7

24

1 2

,89

3

5,7

58

2 4 78

6

4

1

6 9 1

- 41

1

1

- 8

8

- - 1

-

Skrining Bumil Skrining Balita Sakit

Page 12: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

12

Distribusi kelambu masal untuk seluruh penduduk di daerah endemis tinggi dan diwilayah

fokus di daerah endemis sedang berdasarkan kelompok tidur telah dilaksanakan pada Tahun

2014 dan 2017 serta akan kembali dilaksanakan pada Tahun 2020. Sebanyak 10,7 Juta

kelambu telah didistribusikan melalui kampanye distribusi kelambu masal di Tahun 2014 dan

2017. Berdasarkan survei terakhir Tahun 2019 diketahui bahwa cakupan penggunaan

kelambu masih rendah yaitu 60.5% sehingga diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan

cakupan penggunaan kelambu.

2. Status Arbovirosis di Indonesia

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit Arbovirosis yang paling banyak

dijumpai di Indonesia. Kasus DBD yang pertama dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan

Surabaya dengan 58 kasus dan 24 kematian Case Fatality Rate (CFR 41,3%). Dalam kurun

waktu 50 tahun (1968 – 2017) angka kematian (CFR) DBD telah berhasil diturunkan menjadi

di bawah 1%. Pada tahun 2017 CFR DBD Nasional sudah menurun menjadi 0,72%.

Dalam 10 tahun terakhir (2008 – 2017), Incidence Rate (IR) DBD berada pada kisaran 26,1

per 100.000 penduduk hingga 78,8 per 100.000 penduduk. Angka morbiditas DBD yang

berfluktuatif ini juga berhubungan dengan pemahaman masyarakat terkait pencegahan DBD

yang masih perlu ditingkatkan.

Upaya pencegahan dan pengendalian DBD mempunyai target penurunan jumlah kasus/IR dan

angka kematian/CFR. Target nasional adalah IR DBD < 49 per 100.000 penduduk dan CFR<

1%. Di Indonesia ada 4 serotipe virus Dengue yang bersirkulasi, yaitu Den1, Den2, Den3, dan

Den4. Data ini diperoleh dari hasil surveilans sentinel dengue di 6 rumah sakit yang tersebar

di 6 provinsi: Sumatera Utara, Yogyakarta, Kalimantan Timur, NTB, Sulawesi Utara, dan

Maluku. Serotipe yang dominan di Indonesia adalah Den3 (50,08%), diikuti oleh Den1

(20,7%). Untuk situasi DBD pada tahun 2019 dilaporkan sebanyak 138.127 kasus dengan

jumlah kematian akibat DBD sebanyak 919 kematian (IR = 51,48 per 100.000 penduduk dan

CFR = 0,67 %). Saat ini (sampai dengan tanggal 19 Agustus 2020) 34 provinsi sudah terpapar

DBD dan dari 514 Kab/Kota di seluruh Indonesia telah 470 Kab/Kota yang terjangkit penyakit

DBD

Page 13: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

13

Tabel. I.3 Trend Kasus, Kematian dan IR dan CFR DBD 5 tahun terakhir

NO Data Tahun

2015 2016 2017 2018 2019 2020 (sd Mg ke

34Th 2020)

1. Jumlah Penderita DBD

129.650 204.171 68.407 65.602 138.127 81.382

2. IR DBD/ 100.000 pddk

50,75 78,85 26,10 24,73 51,48 30

3. Jumlah penderita DBD yang meninggal

1.071 1.598 493 467 919 517

4. Case Fatality (CFR) DBD

0,83 0,78 0,72 0,71 0,67 0,64

Gambar I.10 Situasi Kasus DBD Tahun 2020 (per 19 Agustus 2020)

N Kasus 81.382

Page 14: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

14

Gambar I.11. Situasi Kematian DBD Tahun 2020 (per 19 Agustus 2020)

Gambar I.12 Kasus DBD Tahun 2020 Per Provinsi (per 19 Agustus 2020)

Gambar I.13 Situasi Kasus Kematian DBD 2020 Per Provinsi (per 19 Agustus 2020)

-

5,000

10,000

15,000

JAB

AR

JATI

M

LAM

PU

NG

N.T

.B

JATE

NG

BA

NTE

N

SUM

SEL

J A

M B

I

KA

LSEL

BEN

GK

ULU

SULU

T

SULT

RA

AC

EH

BA

BEL

SULB

AR

PA

PU

A

KA

LTA

RA

14

,46

3

8,9

30

6,8

19

5,5

96

5,4

49

4,2

27

4,0

24

3,0

58

2,8

46

2,5

33

2,2

80

2,2

70

1,8

96

1,7

84

1,7

39

1,5

95

1,5

76

99

8

97

6

95

2

94

6

82

2

76

4

72

4

72

3

69

9

69

5

63

7

56

3

26

7

21

2

13

6

12

7

56

N Kasus 81.382

- 20 40 60 80

100 120 140

JAB

AR

JATI

M

N.T

.T.

JATE

NG

R I

A U

LAM

PU

NG

BA

NTE

N

SULS

EL

B A

L I

KA

LTIM

N.T

.B

J A

M B

I

KA

LSEL

SULU

T

SULT

RA

BEN

GK

ULU

SULT

ENG

GO

RO

NTA

LO

MA

LUK

U U

TR

KA

LTEN

G

D.I

YO

GYA

MA

LUK

U

KEP

RI

SUM

SEL

KA

LBA

R

SUM

BA

R

SUM

UT

SULB

AR

BA

BEL

KA

LTA

RA

DK

I JK

T

PA

PU

A

AC

EH

PA

PU

A B

AR

AT

121

58 5842

25 23 21 20 18 14 13 12 11 9 8 8 7 7 6 5 5 5 4 3 3 2 2 2 2 1 1 1 - -

N Kematian 517

N Kematian 517

Page 15: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

15

Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun 2020 sebanyak 81.382 kasus dengan

jumlah kematian 517 orang (IR= 30 per 100.000 penduduk dan CFR= 0,64 %*update per

tanggal 19 Agustus 2020). Angka kasus tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak

14.463 dan kasus terendah di Provinsi Maluku sebanyak 56 kasus, sedangkan kematian

retinggi di provinsis Jawa Barat sebanyak 121 kematian dan Tidak ada kematian di provinsi

Papua barat.

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit

Chickungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa penyeba timbulnya

Kejadian Luar Biasa (KLB) demam chickungunya adalah:

a. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi

b. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan vektor nyamuk akibat sanitasi lingkungan

yang kurang baik.

Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di

Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Sejak ditemukan pertama kali sampai

dengan tahun 2019, telah 3 provinsi dan 1 kota serta 2 kabupaten di Indonesia pernah

melaporkan adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya sering terjadi pada awal dan akhir

musim hujan dan penyakit ini lebih sering terjadi di daerah sub urban seperti di pulau Jawa

dan Kalimantan.

Japanese Encephalitis (JE) adalah infeksi virus JE dari genus Flavivirus yang menyerang

susunan saraf pusat, menyebabkan radang otak dan dapat menimbulkan kecacatan seumur

hidup bahkan kematian. JE dikenal sebagai virus zoonotic emerging infectious diseases

(VZEID) yang berpotensi menjadi episentrum dari suatu pandemi. Ditularkan melalui gigitan

nyamuk terutama Culex tritaeniorhynchus dengan babi dan hewan besar lainnya serta burung

yang hidup di rawa-rawa sebagai amplifying host.

JE pertama kali ditemukan pada sebuah wabah di Jepang pada tahun 1871 dan sejak itu

menyebar ke negara-negara Asia. Saat ini melalui kegiatan Surveilans Sentinel, 8 Provinsi di

Indonesia telah melaporkan insiden JE. Suatu study bahkan ada yang menyebutkan bahwa

Indonesia merupakan Center of Origin dari virus JE yang menyebar di wilayah Asia. Di

Indonesia virus JE pertama kali berhasil diisolasi oleh Van Pennen dan kawan-kawan dari

nyamuk dan babi di daerah kapuk Jakarta Barat.

Page 16: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

16

Tahun 1994-2004 Kemenkes mengadakan surosurvey di 14 provinsi di Indonesia. Tahun

2014 program Nasional pencegahan dan pengendalian JE dimulai di Indonesia bersamaan

dengan dimulainya kegiatan Sistem Surveilans Sentinel JE. Pada tahun 2018 catch up

campaign vaksinasi JE dilaksanakan di provinsi Bali untuk anak usia 9 bulan s/d < 15 tahun

dengan cakupan 101,78% dan sejak itu diberlakukan sebagai vaksinasi program reguler untuk

anak 10 bulan.

Sebagai kegiatan surveilans kasus JE, sejak tahun 2014 hingga saat ini kementerian kesehatan

telah melaksanakan Surveilans Sentinel JE Berbasis Rumah Sakit di 11 Provinsi, 23 Kab/Kota

dan 58 rumah sakit, provinsi tersebut, yaitu : Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat dan

Sulawesi Utara, hampir seluruh wilayah di Indonesia kecuali provinsi Gorontalo, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, hasil pemeriksaan terhadap virus JE pada vektor

dan hewan reservoir menunjukkan hasil positif. Melalui kegiatan Surveilans Sentinel JE tahun

2014 -2019 di 11 Provinsi, didapatkan hasil beberapa wilayah merupakan daerah endemis JE

yang ditandai dengan munculnya kasus JE selama 3 tahun berturut-turut, yaitu di Provinsi

Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan DI Yogyakarta Provinsi DKI

Jakarta, Kepulauan Riau, dan Jawa Tengah merupakan wilayah sporadis sementara wilayah

lain di Indonesia kecuali provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara

Gambar I.14. Kasus Tersangka Japanese Encephalitis (JE) tahun 2015 – 2019

0

10

20

30

40

50

Th 2015 Th 2016 Th 2017 Th 2018 Th 2019

4043

6 610

Kasus Japanese Encephalitis (JE) Di IndonesiaTahun 2015 sd Tahun 2019

Sumber : Subdit Arbovirosis

Page 17: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

17

Kasus tersangka JE tertinggi dilaporkan pada tahun 2015 sebanyak 40 dan tahun 2016

sebanyak 43. Pada Tahun 2017 sd 2019 terjadi penurunan kasus JE. Program JE belum

menjadi Program Rutin di Indonesia. Data yang didapat berdasarkan dari hasil kegiatan

Surveilans Sentinel JE. Surveilans berbasis laboratorium ini dilaksanakan di 11 provinsi yaitu

Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi NTT, Provinsi DKI

Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi D I Yogjakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sumatera

Utara, Provinsi NTB dan Provinsi Kepulauan Riau.

Tabel I.4 Tersangka JE tahun 2019 per Provinsi

Provinsi Positif IgM JE

Provinsi Bali 1

Provinsi Kalimantan Barat 9

Provinsi Sulawesi Utara 0

Provinsi Nusa Tenggara Timur 0

Provinsi DKI Jakarta 0

Provinsi Jawa Barat 0

Provinsi D I Yogjakarta 0

Provinsi Jawa Tengah 0

Provinsi Sumatera Utara 0

Provinsi Nusa Tenggara Barat 0

Provinsi Kepulauan Riau 0

Gambar I.15 Data Chikungunya di Indonesia pada Tahun 2015 – 2019

0

2,000

4,000

6,000

Th 2015 Th 2016 Th 2017 Th 2018 Th 2019

2,2551,702

123 97

5,042

Kasus Chikungunya Di IndonesiaTahun 2015 sd Tahun 2019

Sumber : Subdit Arbovirosis

Page 18: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

18

Kasus Demam Chikungunya mengalami penurunan kasus secara signifikan selama tahun 2017 –

2018. Pada tahun 2015 sebanyak 2.255 kasus dilaporkan. Tetapi mulai tahun 2016 – 2018 kasus

demam Chikungunya mengalami penurunan yang sangat tajam dan pada tahun 2019 terjadi

kenaikan kasus yang significant. Sebanyak 32 provinsi yang tersebar di 210 kab/kota melaporkan

adanya kasus chikungunya Hal ini dikarenakan berjalannya sistem surveilans laporan

kewaspadaan dini chikungunya. Sebanyak 5.042 kasus terlaporkan. Pada tahun 2019 terdapat 3

kabupaten dari 3 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB Chikungunya yang dilaporkan melalui

laporan W1 yaitu Kabupaten Tasikmalaya (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Pamekasan (Provinsi

Jawa Timur), Kabupaten Kapuas (Provinsi Kalimantan Tengah). Hingga saat ini belum pernah

dilaporkan adanya kematian akibat Chikungunya. Faktor penyebab meningkatnyanya kasus

antara lain kondisi cuaca yang relative lembab dengan curah hujan yang cukup tinggi dan periode

musim hujan yang panjang. Kasus Chikungunya banyak yang tidak terlaporkan karena kurangnya

pengenalan tanda dan gejala dari chikungunya itu sendiri.

Gambar I.16 Jumlah Kasus dan Kab/kota yang Terinfeksi Chikungunya di Indonesia Tahun 2001-2020

539 1,818

8,870

1,266 442 1,407 2,378 2,608

83,756

55,183

2,998 2,602

15,324

8,980

2,282 1,702 126 97

5,042

134 2 6

31

8 9 13

29 27

97

81

39

23

61

78

22 20

4 1

210

3 0

50

100

150

200

250

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

2016

20

17

20

18

20

19

20

20

Kasus

TAHUN

Kab/Kota terinfeksi chikungunya

Page 19: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

19

Pada dekade 2001 sampai dengan 2020 jumlah kasus terbanyak terdapat pada tahun 2009

dimana terdapat sejumlah 83.756 kasus chikungunya.dan pada tahun 2019 terdapat 5042

kasus.

Saat ini terdapat 3 laboratorium pemeriksa JE di Indonesia, yaitu BBTKLPP Jakarta, BBTKLPP

DI Yogyakarta dan BBTKLPP Surabaya. PBTDK Litbangkes sebagai Laboratorium Quality

Control dari ke-3 BBTKLPP tersebut. PBDTK Litbangkes yang berlokasi di Jakarta merupakan

jejaring laboratorium JE Regional WHO SEAR yang secara rutin mendapatkan review dari

Laboratorium rujukan WHO SEAR di Bangalore, India.

3. Status Zoonosis di Indonesia

Rabies terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia dan sampai bulan Juli 2020, daerah

tertular rabies adalah 26 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Saat ini hanya delapan (8)

provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies yaitu Kep.Riau, Bangka Belitung,

DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan Papua Barat. Penentuan

suatu daerah dikatakan tertular Rabies berdasarkan ditemukannya hasil positif pemeriksaan

laboratorium terhadap hewannya, kewenangan ini ditentukan oleh Kementerian Pertanian.

Pada Tahun 2019 terdapat 100.826 kasus Gigitan Hewan Pembawa Rabies (GHPR) dengan

105 kasus kematian karena Rabies.

Gambar I.17. Situasi Rabies Di Indonesia Tahun 2019

ACEH

SUMUT

SUMBAR

RIAUJAM

BISUMSEL

BENGKULU

LAMPUN

G

BANTEN

JABAR

JATENG

DIYMALUKU

BALI NTT NTBSULUT

GORONTALO

SULTENG

SULTRA

SULSEL

SULBAR

KALSEL

KALTENG

KALTIM

KALTARA

KALBAR

MALUT

GHPR 799 6830 3980 1982 993 1779 1573 1559 136 1563 254 56 1110 3737 1359 0 2919 639 3392 1009 6431 716 402 711 680 99 3952 306

VAR 555 5415 2353 1466 815 1611 1472 1507 110 944 89 0 835 1968 1181 0 1623 616 3250 1003 4559 675 346 486 584 58 3757 283

Lyssa 0 12 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 4 15 13 17 4 8 1 12 0 0 0 0 0 14 0

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

Page 20: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

20

Sejak Januari hingga akhir Juli 2020, dilaporkan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies

(GHPR)sebanyak 24.745 kasus, yang diberi vaksin anti rabies sebanyak 14.263 kasus dengan

jumlah kematian karena rabies sebanyak 12 kematian yang terdistribusi di Provinsi Sumatera

Barat, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku. Kegiatan yang

dilakukan untuk menurunkan angka kematian karena kasus rabies adalah dengan melakukan

tatalaksana kasus yaitu bila seseorang digigit Hewan Penular Rabies (HPR) harus segera

dilakukan cuci luka dengan sabun/deterjen dan air mengalir selama 15 menit lalu beri

antiseptik. Selain itu dilaksanakan pembuatan buku pedoman, penyediaan media Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) berupa leaflet, poster, banner, komik elektronik, penayangan TV

Spot, penyediaan Vaksin Anti Rabies dan Serum Anti Rabies sebagai buffer stock provinsi,

penyediaan Refrigerator, melakukan pelatihan tatalaksana kasus GHPR, advokasi dalam

rangka pengendalian rabies di daerah tertular baru, kerja sama lintas sektor (Tikor Rabies)

dan lintas program. Kerjasama lintas sektor ini harus selalu dijalin untuk menurunkan kasus

GHPR.

Upaya pengendalian rabies dilakukan dengan senantiasa melakukan koordinasi dengan pihak

Kementan dalam hal ini dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat memerlukan koordinasi dengan Kemendagri

melalui pemerintah daerah setempat dengan sasaran masyarakat risiko tinggi.

Pes merupakan salah satu penyakit yang jarang ditemukan namun dapat menimbulkan

masalah kesehatan di Indonesia. Provinsi yang pernah melaporkan terjadinya kasus pes pada

manusia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Pada keempat daerah

fokus Pes ini dilakukan surveilans aktif dan pasif, yaitu pengamatan terhadap rodensia dan

pinjal yang dilakukan secara rutin. Bila ditemukan kasus suspek segera diobati dan dilakukan

pengamatan terhadap manusia & rodensia. Apabila di sekitar lokasi fokus pes terdapat gunung

berapi yang aktif, maka dikeluarkan surat kewaspadaan terhadap Pes.

Dalam 3 tahun terakhir yang aktif melakukan pengamatan terhadap rodensia adalah provinsi

Jawa Timur. Pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 82 kasus Pes pada manusia di Kabupaten

Pasuruan, Jatim. Pada tahun tersebut kemudian dilaksanakan kegiatan surveilans rutin

rodensia Pes di Provinsi Jabar, Jateng DIY dengan 1.214 spesimen yang diperiksa, ada 12

spesimen positif. Pada tahun 2011 Provinsi DI Yogyakarta melakukan survei Pes pada

rodensia yang melibatkan kecamatan Cangkringan, Pakem, Ngaglik, Ngemplak. Jumlah tikus

yang ditangkap sebanyak 1.167 ekor dan yang diperiksa sebanyak 1.101 ekor.

Page 21: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

21

Pelaksanaan Survei rodensia pada tahun 2014 dilakukan di Pasuruan Jatim dengan hasil

penangkapan 626 ekor tikus (626 spesimen), 680 ekor pinjal (81 pool pinjal). Sehubungan

dengan tidak tersedianya reagen Fraction 1 untuk pemeriksaan tersebut karena keterbatasan

anggaran sehingga tidak ada hasil laboratoriumnya.

Direncanakan tahun 2016 untuk pembuatan Jukis Assesment Pes di empat provinsi (Jatim,

Jateng, DIY, Jabar) selanjutnya akan dilakukan Assesment Pes di tahun 2017 di empat provinsi

tersebut.

Penilaian eksternal juga telah dilakukan oleh WHO bersama CDC Fort Collins pada tanggal 7-

14 Januari 2019, dengan hasil bahwa saat ini Indonesia merupakan daerah Pes dengan risiko

yang sangat rendah dan terlokalisir, namun tidak mengurangi kesiapsiagaan terhadap

kemungkinan terjadinya KLB Pes melalui Sistim Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).

Antraks merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan oleh

Bacillus anthracis. Mengingat penyakit ini berpotensi menimbulkan wabah maka penyakit ini

menjadi salah satu program pengendalian penyakit yang menjadi perhatian Kementerian

Kesehatan di Subdit Zoonosis.

Daerah endemis antraks pada hewan terdapat di Jambi, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Dalam 5 tahun

terakhir (2009 – 2014) kasus antraks pada manusia ditemukan di Provinsi Jawa Tengah,

Sulawesi Selatan, dan NTT. Adapun penularan pada manusia paling banyak disebabkan kontak

dengan hewan mati akibat antraks yang mengakibatkan antraks tipe kulit yang dikenal dengan

lesi Eschar. Kematian akibat antraks pada manusia biasanya disebabkan oleh penularan

melalui saluran pencernaan yang menimbulkan akut abdomen, hematemesis dan melena.

Kasus antraks di Indonesia Tahun 2015 – 2019 sebanyak 171 kasus antraks, maka rata-rata

kasus antraks selama 5 (lima) tahun terakhir sebanyak 35 kasus antraks.

Kasus antraks di Tahun 2016 sebanyak 52 Kasus, Tahun 2017 sebanyak 63 kasus dan Tahun

2019 sebanyak 44 kasus ini lebih tinggi dari rata-rata kasus antraks selama 5 (lima) tahun

terakhir. Hal ini disebabkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Gorontalo –

Gorontalo, Kabupaten Pacitan - Jawa Timur dan Kabupaten Kulon Progo - DI Yogyakarta di

Tahun 2016 dan Kabupaten Gunung Kidul – DI Yogyakarta di Tahun 2019 serta peningkatan

kasus di Kabupaten Gorontalo - Gorontalo pada Tahun 2017.

Kegiatan yang dilakukan oleh Kemenkes dalam rangka pengendalian Antraks adalah

penyusunan pedoman dan media penyuluhan, pelatihan, sosialisasi dan kegiatan surveilans

rutin. Kegiatan dalam rangka kewaspadaan dini terutama dilakukan menjelang Idul Fitri dan

Page 22: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

22

Idul Adha. Adanya kasus antraks baik pada hewan maupun pada manusia maka akan segera

ditindaklanjuti upaya penanggulangan bersama dengan lintas sektor terkait. Kegiatan yang

dilakukan adalah investigasi terpadu, tatalaksana kasus, penyuluhan, dan karantina wilayah.

Flu Burung merupakan penyakit yang mulai merebak di Indonesia sejak Juni 2005 sampai saat

ini. Dalam upaya pengendalian Flu Burung diperlukan kerjasama lintas sektor yang baik

antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan kementerian terkait lainnya,

dimana saat ini sudah terjalin dengan baik. Penularan Flu Burung sampai saat ini masih

berasal dari unggas ke manusia.

Sampai Juli 2020, kasus FB pada manusia ditemukan tersebar secara sporadik di 15 provinsi

(Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI

Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Bengkulu dan NTB).

Tiga provinsi yang memiliki kasus terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Sejak Juni 2005 – Juli 2020 dilaporkan kasus konfirmasi sebanyak 200 dengan kematian 168

(Case Fatality Rate sebesar 84 %). Namun dalam 4 tahun terakhir ini (2017 – 2020) kasus FB

pada manusia terlihat menurun. Kasus konfirmasi terakhir dilaporkan September 2017 di

Kabupaten Klungkung – Bali sebanyak 1 kasus konfirmasi.

Kegiatan yang dilakukan sebagai upaya pengendalian flu burung antara lain: surveilans

terintegrasi dalam bentuk Tim Gerak Cepat (TGC) antara Kementerian Kesehatan dan

Kementerian Pertanian; penguatan koordinasi lintas program dan lintas sektor secara

terintegrasi; sosialisasi pengendalian Flu Burungm diagnosa dini dan tatalaksana kasus lu

Burung pada dokter puskesmas dan praktek swasta; pembuatan buku pedoman, leaflet,

poster, banner sebagai media KIE; Model Harmonisasi Surveilans Epidemiologi dan Virologi

Influenza (H5N1 dan influenza lainnya) berbasis sentinel di Jakarta Timur; pertemuan para

ahli Flu Burung untuk membahas perkembangan epidemiologi dan virologi FB pada manusia

dan Avian Influenza (AI) pada hewan.

Dalam rangka pengendalian penyakit Flu Burung ini, Kementerian Kesehatan tetap harus

terjalin bekerjasama yang baik dengan Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga

terkait lainnya, salah satunya dengan pihak Kemendagri dalam menggali terus upaya

pemberdayaan masyarakat

Leptospirosis adalah juga salah satu penyakit yang menjadi bagian tugas di Subdit

Pengendalian Zoonosis. Leptospira merupakan zoonosis yang diduga paling luas

penyebarannya di dunia. Sumber infeksi pada manusia biasanya akibat kontak secara

langsung atau tidak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi, adapun sumber penular

Page 23: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

23

utama adalah tikus. Leptospirosis merupakan penyakit yang terlihat ringan namun bila

terlambat penanganannya dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini biasanya akan

meningkat pada musim banjir, namun di daerah persawahan penyakit ini juga dapat

ditemukan.

Pada tahun 2015 - 2019 kasus Leptospirosis ditemukan di 9 (sembilan) propinsi: Banten, DKI

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan

Utara dan Maluku dengan jumlah kasus leptospirosis yang dilaporkan sebanyak 3.989 kasus

dengan 531 kematian (CFR 13,83%).

Tahun 2019 sebanyak 920 kasus dengan 122 orang meninggal yang dilaporkan berasal dari

Propinsi 1) Banten 52 kasus, 19 orang meninggal, 2) DKI Jakarta 37 kasus, 0 orang meninggal,

3) Jawa Barat 32 kasus, 1 orang meninggal, 4) Jawa Tengah 458 Kasus, 67 orang Meninggal, 5)

D.I. Yogyakarta 183 kasus, 8 orang meninggal, 6) Jawa Timur 147 Kasus, 23 orang meninggal,

7) Maluku 2 kasus, 1 orang meninggal, 8) Sulawesi Selatan 1 kasus, 0 orang meninggal, 9)

Kalimantan Utara 8 kasus, 3 orang meninggal.

Gambar I. 18. Situasi Leptospirosis Di Indonesia Tahun 2019

Berdasarkan survey Leptospirosis pada rodent dari tahun 2018 diketahui bahwa terdapat 29

provinsi yang memberikan hasil positif Leptospirosis pada rodent, namun yang melaporkan

kasus pada manusia baru 12 provinsi, diantaranya yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan

Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Page 24: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

24

Untuk menjaring kasus lebih banyak, kami telah mengembangkan Surveilans Sentinel

Leptospirosis sejak Tahun 2017 di Kabupaten Tangerang dan Serang Provinsi Banten serta

Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan serta Provinsi DKI

Jakarta. Kemudian dilanjutkan di Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur.

Tahun 2021 akan diperluas pembenntukan Surveilans Sentinel Leptospirosis di Kabupaten

Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah.

4. Status Filariasis dan Kecacingan di Indonesia

Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh

cacing filaria dan ditularkan melalui nyamuk. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga

spesies cacing filaria yaitu: Wucheria Bancrofti, Brugia Malayi dan Brugia Timori. Vektor

penular di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus

Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor penular

penyakit kaki gajah.

Penyakit ini merupakan salah satu penyakit Neglected Tropical Diseases (NTDs) yang masih

menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Program eliminasi penyakit ini

memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan

menurunkan angka kecacatan dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit tersebut.

Di dunia terdapat sekitar 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki Gajah di

lebih dari 72 negara, 60% kasus berada di Asia Tenggara. Indonesia termasuk salah satu

negara dengan jumlah penduduk terbanyak yang berisiko tinggi tertular penyakit kaki Gajah.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta dalam Kesepakatan Global yang

ditetapkan oleh WHO untuk mengeliminasi Filariasis. Upaya untuk memberantas Filariasis

sebagai bagian dari eliminasi Filariasis global di Indonesia dilakukan melalui Dua pilar

kegiatan yaitu:

1. Memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat Pencegahan Massal

(POPM) Filariasis di daerah endemis sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut.

2. Mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis mandiri.

Berdasarkan hasil pemetaan daerah endemis di Indonesia diperoleh sebanyak 236

kabupaten/kota merupakan daerah endemis Filariasis sedangkan daerah non endemis

sebanyak 278 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota se-Indonesia. Hal ini

menunjukkan bahwa hampir sebagian dari penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis

sehingga berisiko tertular Filariasis.

Page 25: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

25

Upaya percepatan eliminasi Filariasis ini dimulai dengan Pencanangan Bulan Eliminasi Kaki

Gajah (BELKAGA) pada tanggal 1 Oktober 2015 oleh Menteri Kesehatan RI di Cibinong

Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, dilanjutkan pencanangan BELKAGA kedua tahun 2016

di Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah, BELKAGA ketiga di Kabupaten Gunung Mas

Provinsi Kalimantan Tengah, BELKAGA keempat di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat

dan BELKAGA kelima di Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur. BELKAGA adalah

bulan dimana setiap penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat

pencegahan Filariasis. Dengan Pencanangan BELKAGA diharapkan seluruh kabupaten/kota

endemis Filariasis melaksanakan POPM Filariasis.

Gambar I.20. Situasi Filariasis di Indonesia sd Bulan Juli 2020

Pada tahun 2019 dari 236 kabupaten/kota endemis Filariasis sebanyak 118 kabupaten/kota

melaksanakan POPM Filariasis, dan sebanyak 118 kabupaten/kota berada pada tahap

evaluasi penilaian Pre TAS, TAS 1, TAS 2, TAS 3 dan surveilans pasca POPM. Percepatan

pencapaian eliminasi Filariasis masih menjadi tantangan saat ini, mengingat masih terdapat

beberapa Kabupaten/Kota yang tidak berhasil mencapai cakupan pengobatan efektif serta

ada yang gagal dalam evaluasi penilaian penularan Filariasis, sehingga memperpanjang

putaran pengobatan Filariasis. Dalam rangka percepatan eliminasi filariasis, maka mulai

tahun 2020 akan dilakukan pengobatan regimen IDA (Ivermectin, DEC, dan Albendazole) di

beberapa Kabupaten/Kota yang memenuhi kriteria, yaitu Kabupaten Sumba Barat Daya, Kota

Pekalongan dan Kabupaten Mamuju.

: POPM (Pemberian Obat Pencegahan Massal) : Pre-TAS (Transmission Assessment Survey) : TAS1 (Transmission Assessment Survey 1) : Tahap Surveilans Periode Stop POPM : Eliminasi (Lulus TAS 3)

Page 26: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

26

Kecacatan seumur hidup yang disebabkan oleh Filariasis juga menimbulkan stigma sosial

bagi penderita dan keluarganya. Di Indonesia berdasarkan hasil survei dan laporan daerah,

hingga tahun 2019 terdapat 10.758 penderita kasus klinis kronis yang tersebar di 34 provinsi

dengan penderita kasus kronis terbanyak yaitu Prov Papua, Nusa Tenggara Timur dan Papua

Barat. Angka ini terlihat menurun dari data tahun sebelumnya dikarenakan beberapa kasus

meninggal dan adanya perubahan konfirmasi diagnosis kasus klinis kronis yang dilaporkan

sebelumnya.

Upaya penemuan dan pelacakan kasus kronis Filariasis harus aktif dilakukan oleh tenaga

kesehatan terlatih sehingga penderita dapat ditangani dan ditatalaksana dengan baik.

Gambar I.21. Persebaran Kasus Kronis Filariasis di Indonesia sd Tahun 2019

Schistosomiasis (bilharziasis) atau penyakit demam keong adalah penyakit menular menahun

yang disebabkan oleh cacing schistosoma (serkaria), cacing ini hidup dalam pembuluh darah

vena manusia dan binatang mamalia di daerah tropik dan sub tropik. Cacing Schistosoma yang

terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah adalah Cacing Schistosoma japonicum. Cacing dewasa

hidup di dalam vena mesenterica superior serta cabang-cabangnya. Di Indonesia hanya

ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah dan hanya di dua kabupaten, yaitu di dataran tinggi

Lindu (Kabupaten Sigi), Napu dan Bada (Kabupaten Poso). Terdapat 28 desa endemis

Schistosomiasis di Kabupaten Sigi dan Poso dengan rincian sebanyak 5 desa endemis di

Kabupaten Sigi (Desa Anca, Tomado, Olu, Puroo, dan Langko) serta sebanyak 23 desa endemis

di Kab. Poso (Desa Banyusari, Sedoa, Kaduwoa, Alitupu, Tamadue, Mekarsari, Maholo,

583

183

187

157

287

166 102

64

33 116

81

23

735 402

3 262 2 10 1540

245

52

20

319

11

20

193

82 50

5

55

39

27

1089

3615

Page 27: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

27

Winowanga, Dodolo, Torire, Watutau, Wuasa, Wanga, Siliwanga, Betue, Kalemango,

Watumaeta, Kageroa, Tomehipi, Lengkeka, Tuare, Koloni, Leleo).

Pada Tahun 2017 telah di luncurkan Peta Jalan (Roadmap) Eliminasi Schistosomiasis tahun

2018 - 2025 oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan dan lintas Kementerian terkait yang

berisikan strategi, tahapan pelaksanaan, penetapan sasaran dan target capaian, pemetaan

program dan kegiatan lintas sektor, serta mekanisme pemantauan evaluasi untuk mengukur

capaian. Selanjutnya, roadmap ini diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan arah

perencanaan program, kegiatan, dan anggaran dan evaluasi tahunan dari seluruh pemangku

kepentingan terkait di tingkat pusat dan di tingkat daerah dalam menghasilkan sinergi upaya

pengentasan Schistosomiasis di Indonesia yang didanai dari berbagai sumber pembiayaan

baik APBN, APBD, dana transfer daerah (DAK) maupun dana desa. Serta pada tahun 2018 telah

diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No 19 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan

Eradikasi Demam Keong.

Kementerian Kesehatan melaksanakan upaya Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)

Schistosomiasis pada penduduk diatas usia 5 tahun dengan obat Praziquantel sebanyak satu

kali setiap tahun. Serta penguatan pemberdayaan masyarakat bersama dengan Pemerintah

Daerah dalam upaya intervensi pengendalian schistosomiasis pada lingkungan sebagai salah

satu upaya dalam memutus rantai penularan. Selain hal tersebut juga dilaksanakan kegiatan

surveilans pada manusia didesa endemis.

Gambar I.22. Grafik Jumlah Cakupan POPM Schistosomiasis tahun 2014-2019

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Diobati 192 6,720 5,319 2,206 19,553 19,222

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

Jum

lah

Pen

du

du

k

(Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah)

Page 28: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

28

Gambar I.23. Grafik Prevalensi Schistosomiasis Pada Manusia di Kab. Sigi dan Poso

Tahun 2019

Berdasarkan Laporan hasil pemeriksaan feses manusia yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat bahwa prevalensi schistosomiasis pada manuasia

mengalami fluktuasi baik di kabupaten Sigi maupun di Kabupaten Poso sepanjang tahun 2014-

2019. Pada Tahun 2019 prevalensi schitosomiasis pada manusia di Kabupaten Sigi dan

Kabupaten Poso terlihat menurun dibandingkan tahun 2018, yaitu menjadi 0,11% dan 0,05%.

Berdasarkan Permenkes No. 19/2018 tentang Penyelenggaraan Eradikasi Demam Keong dan

Roadmap Eradikasi Demam Keong, target dalam pengendalian Schistosomiasis di Indonesia

adalah tercapainya eliminasi tahun 2020 dengan angka prevalensi pada pada manusia 0%,

pada keong 0% dan pada hewan perantara juga 0%.

Kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia

termasuk Indonesia. Secara global diperkirakan 230 juta anak umur 0 – 4 tahun terinfeksi

dengan cacing. Di Indonesia, sampai 2013 survei pada anak Sekolah Dasar menunjukkan

angka 0-85,9% (survei di 175 kabupaten/kota) dengan rata-rata prevalensi 28,12%.

Kecacingan menggambarkan masalah kesehatan masyarakat khususnya di daerah tropis

dimana kondisi sanitasi masih belum memadai. Ada tiga jenis cacing yang umumnya

menginfeksi anak-anak, khususnya usia prasekolah dan memberikan dampak yaitu: Ascaris

lumbricoides (cacing gelang), Ancylostoma duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris

trichiura (cacing cambuk). Cacingan secara umum mengakibatkan kerugian langsung oleh

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Kab. Sigi 1.61 0.7 0.93 0.36 0.48 0.05

Kab. Poso 0.82 1.39 0.55 0.84 0.35 0.11

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

PER

SEN

TASE

(%

)

(Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah)

Page 29: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

29

karena adanya gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan serta

metabolismenya. Secara kumulatif, infeksi cacing atau cacingan dapat menimbulkan kerugian

gizi berupa kekurangan kalori dan protein serta kehilangan darah. Hal ini akan mengakibatkan

hambatan perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan

ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan NO 15 tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan,

salah satu program pengendalian Kecacingan di Indonesia adalah melalui Pemberian Obat

Pencegahan Massal (POPM) dengan Albendazol dengan sasaran yaitu anak usia 1-12 tahun,

yang terdiri dari anak sekolah dasar/MI dan anak balita mengingat dampak yang ditimbulkan

akibat cacingan pada pada anak usia dini akan menimbulkan kekurangan gizi yang menetap

(persisten malnourish) yang kemudian hari akan menimbulkan dampak pendek menurut

umur (stunting). Untuk itu program pengendalian kecacingan perlu di integrasikan dengan

berbagai program yang memiliki sasaran yang sama, antara lain Program Pengendalian

Filariasis, Program UKS untuk anak – anak SD/MI, sedang untuk lebih menjangkau anak balita

maka integrasi dengan Program Pemberian Vitamin A di Posyandu. Kegiatan Pengendalian

cacingan harus diikuti dengan kegiatan penyuluhan tentang hidup bersih dan memperbaiki

sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Untuk Target cakupan POPM cacingan adalah minimal

75% dari sasaran.

Pada daerah endemis filariasis, kegiatan pemberian obat cacing dilaksanakan berintegrasi

dengan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis dimana pada kegiatan POPM

Filariasis diberikan kombinasi obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) menurut kelompok

umur dan Albendazole 400 mg. Pemberian kombinasi obat ini terbukti cukup efektif

meningkatkan efek DEC dalam mematikan cacing filaria dewasa dan mikrofilaria sekaligus

dapat mematikan cacing di dalam usus. Sedangkan pada kabupaten/kota non endemis

filariasis dan kabupaten/kota yang telah menyelesaikan POPM Filariasis selama 5 tahun,

dilakukan pemberian obat cacing terintegrasi dengan UKS dan Bulan Vitamin A.

Page 30: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

30

Gambar I.24 Grafik Cakupan POPM Cacingan Per Provinsi Tahun 2019

Gambar I.25. Grafik Jumlah Cakupan POPM Cacingan Tahun 2014-2019

5. Status Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di Indonesia

Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit, merupakan tulang punggung

keberhasilan eradikasi, eliminasi dan reduksi penyakit tular vektor dan zoontik, seperti

100%100%99%99%99%99%98%98%98%98%98%97%97%97%96%96%96%95%94%93%92%92%92%91%91%90%89%88%86%

82%

73%

55%

41%

94%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Ban

gka

Be

litu

ng

Pap

ua

Bar

at

Bal

i

Yogy

akar

ta

Kal

iman

tan

Se

lata

n

Jaw

a Ti

mu

r

Sum

ater

a U

tara

Jaw

a Te

nga

h

Kep

ula

uan

Ria

u

Sum

ater

a B

arat

Sula

wes

i Sel

atan

Ban

ten

Kal

iman

tan

Tim

ur

Sum

ater

a Se

lata

n

Lam

pu

ng

NTT

NTB

Jaw

a B

arat

Jam

bi

Sula

wes

i Uta

ra

Kal

iman

tan

Uta

ra

Ben

gku

lu

Sula

wes

i Bar

at

Kal

iman

tan

Ten

gah

Ria

u

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Ace

h

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Sula

wes

i Ten

gah

Kal

iman

tan

Bar

at

DK

I

Go

ron

talo

Pap

ua

Ind

on

esia

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Anak Pra Sekolah 1,468,417 6,395,136 9,372,348 12,246,318 12,766,138 13,370,369

Anak Sekolah 4,020,086 12,270,701 15,562,569 20,612,030 23,209,517 32,713,560

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

35,000,000

Jum

lah

An

ak

(Sumber : Subdit Filariasis dan Kecacingan)

Page 31: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

31

Malaria, DBD, Chikungunya, Japanese encephalitis (JE), Filariasis, Schistosomiasis, Pes,

leptospirosis dan lain-lain.

Kabupaten/kota yang melaksanakan pengendalian vektor terpadu pada tahun 2019 sebanyak

456 kabupaten/kota atau sebesar 88,72 % dari seluruh kabupaten/kota. Target Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2019 terhadap indikator Persentase Kabupaten/Kota

yang melakukan pengendalian vektor terpadu (PVT) sebesar 80% dengan capaian sebesar

88,72% (456 kabupaten/kota) atau persentase realisasi capaian sebesar 110,9% dari target

yang ditetapkan.

Gambar I.26 Perbandingan Target dan Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang Melakukan Pengendalian Vektor Terpadu dari Tahun 2015-2019

Pada Gambar di atas menunjukkan bahwa selama lima tahun (2015-2019) terjadi peningkatan

jumlah kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu, dengan realisasi setiap

tahunnya melebihi dari target yang ditentukan (kecuali tahun 2016 target dan realisasi sama).

Target kabupaten/ kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu selama lima tahun

berturut-turut (2015-2019) adalah 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%). Adapun realisasi

kabupaten/ kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu selama lima tahun berturut-

turut (2015-2019) adalah 42,2%, 50%, 60,7%, 71,8% dan 88,72%. Gambar di atas juga

menunjukkan bahwa antara target dan pencapaian realisasi kinerja pengendalian vektor

terpadu selalam lima tahun (2015-2019) selalu di atas 100% (kecuali tahun 2016 sebesar

100%).

40

% 50

% 60

% 70

% 80

%

42

,20

%

50

% 60

,7%

71

,8% 8

8,7

2%

2015 2016 2017 2018 2019

Target Capaian

Page 32: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

32

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pengendalian vektor dan binatang pembawa

penyakit sudah sesuai dengan harapan dan menunjukkan keberhasilan dari tahun ke tahun.

Gambar I.27 Provinsi dengan Persentase Kabupaten/Kota yang Melaksanakan Pengendalian Vektor Terpadu, Tahun 2019

Gambar diatas menunjukkan tahun 2019 secara Nasional (Indonesia) telah mencapai target

yaitu Kab/ Kota melaksanakan pengendalian vektor terpadu di atas 80% (sebesar 88,72%).

Beberapa Provinsi yang Kab/ Kota nya telah 100% melaksanakan pengendalian vektor

terpadu adalah Provinsi Riau, Jambi, Babel, Kepri, DKI Jakarta, Banten, Bali, NTB, Kalsel,

Kaltim, Sulut, Sulsel, Gorontalo dan Sulbar. Ada dua Provinsi di bawah target 80% yaitu

Provinsi NTT dan Sulteng.

Keberhasilan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit diiringi dengan

meningkatkan jumlah kabupaten/ kota yang eliminasi malaria, eliminasi filaria dan reduksi

demam berdarah di Indonesia. Selama lima tahun(2015-2019) upaya strategis yang telah

dilakukan antara lain :

a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

b. pelaksanaan kebijakan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

Page 33: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

33

c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang vektor dan

binatang pembawa penyakit.

d. fasilitasi pengelolaan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

e. pelaksanaan kegiatan teknis berskala nasional di bidang vektor dan binatang pembawa

penyakit.

f. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang vektor dan binatang pembawa

penyakit.

g. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang vektor dan binatang pembawa

penyakit.

C. Sumber Daya Manusia

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya didukung dengan sumber daya manusia yang

berjumlah 90 pegawai ASN meliputi jabatan struktural dan fungsional yang terdistribusi di

masing-masing sub direktorat sebagai berikut:

Gambar I.28. Distribusi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi pegawai berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut; pegawai dengan jenis

kelamin perempuan adalah 58.62% atau sebanyak 52 orang dan jenis kelamin laki-laki adalah

sebanyak 38.

Page 34: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

34

Gambar I.29. Distribusi Pegawai Berdasarkan Golongan Distribusi pegawai berdasarkan golongan adalah sebesar 4.44% adalah golongan II,

golongan III menempati porsi terbanyak (63.33%) dan golongan IV sebanyak

32.22%.

Gambar I.30. Distribusi Pegawai Berdasarkan Pendidikan

Page 35: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

35

Berdasarkan grafik jumlah pegawai terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak

45.98%, selanjutnya pendidikan S1 sebanyak 37,93%, SLTA 6,90%, Diploma III 5,75%, Doktor

sebanyak 2,30% dan SLTP sebanyak 1.15%.

D. Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun

2015 Nomor 1508), Pasal 328, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular

Vektor dan Zoonotik mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian

penyakit tular vektor dan zoonotik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 328 Direktorat Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,

zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa

penyakit;

b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,

zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa

penyakit

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan dan

pengendalian malaria, zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan

binatang pembawa penyakit;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan

pengendalian malaria, zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan

binatang pembawa penyakit;

e. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian malaria,

zoonosis, filariasis dan kecacingan, dan arbovirosis, serta vektor dan binatang pembawa

penyakit; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Page 36: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

36

E. Potensi dan Permasalahan

Berbagai masalah dan tantangan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan

zoonotik telah berkembang semakin kompleks dan munculnya tantangan baru baik skala nasional,

maupun global. Terlihat dengan adanya transisi epidemiologi, transisi demografi dan lingkungan,

perubahan sosial budaya masyarakat, perubahan keadaan politik, ekonomi, keamanan, disparitas

status kesehatan, kondisi kesehatan lingkungan, perubahan gaya hidup masyarakat serta

keterbatasan, kesenjangan dan distribusi sumber daya manusia kesehatan.

1. Pencegahan dan Pengendalian Malaria

a. Capaian target penyelidikan epidemiologi (PE) tahun 2019 di daerah endemis rendah dan

eliminasi masing rendah yaitu 71,7% yang seharusnya semua daerah endemis rendah dan

eliminasi semua kasus positif harus dilakukan PE. Hal ini disebabkan belum semua kasus

di daerah eliminasi dan endemis rendah dilakukan PE. Potensi menyelesaikan masalah

yang telah dlakukan program adalah pelatihan PE sampai tingkat Fasyankes, sosialiasai

dan koordinasi dengan daerah, anggaran PE baik bersumber APBN (Dekon, DAK Non fisik/

BOK), dana bersumber hibah dan lain lain. Untuk daerah endemis rendah PE merupakan

salah satu kegiatan wajib dalam penilaian eliminasi malaria. Tahun 2020 capaian PE per 9

Desember 2020 hanya sekitar 68% juga berkaitan dengan adanya pandemic sehingga

keterbatasan dari sumber daya manusia, anggaran serta untuk memastikan kembali turun

ke lapangan juga berpengaruh.

b. Capaian Positivity Rate secara nasional tahun 2019 sebesar 10.05%. Capaian tersebut

masih lebih tinggi dari target nasional yaitu 5%. Hal tersebut disebabkan karena

kurangnya system pencatan dan pelaporan dari daerah serta penemuan dan deteksi dini

kasus yang masih rendah. Potensi penyelesaian masalh tersebut dengan mengembangkan

system pencatatan dan pelaporan serta penigkatan penemuan kasus baik oleh tenaga

kesehatan maupun oleh kader sesuai dengan PMK nomor 41 tahun 2018. Selain itu

program juga berintegrasi dengan layanan kesehatan masyarakat dalam program mtbs

dimana seluruh balita sakit di daerah endemis tinggi harus diperiksa malaria.

c. Capaian Distribusi kelambu massal sekitar 64%. Hal tersebut sangat berkaitan dengan

pelaksanaan distribusi kelapangan yang terbatas dan kebijakan masing-masing daerah

dengan adanya pandemic tahun 2020.

d. Cakupan Penggunaan Kelambu masih rendah harusnya cakupan 85%, hal ini disebabkan

masih rendahnya system pengasawan dan monitoring daerah maupun system pencataan

Page 37: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

37

dan pelaporannya. Program telah membuat system aplikasi berbasis monitoring

penggunaan kelambu masal (ONA)

e. Pemetaan Reseptifitas capaian baru 16%. Hal ini disebabkan belum semua daerah dapat

melakukan pemetaan reseptifitas. Potensi penyelesaian masalah dengan melaksanakan

pelatihan pemetaan GIS dan mengganggarkan kegiatan reseptifitas di dekon maupun dak

non fisik/BOK.

f. Ketepatan dan kelengkapan pelaporan yang belum optimal. Saat ini program telah

mengembangkan system informasi malaria V2 berbasis web dan sudah dilakukan

pelatihan sampai tingkat fasyankes.

2. Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

Kasus infeksi Dengue / DBD dan penyakit arbovirosis lainnya masih terus terjadi dan

berpotensi tetap KLB. Beberapa faktor yang menjadi permasalahan dalam pencegahan dan

pengendalian infeksi dengue/DBD adalah:

a. PSN 3M Plus melalui Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) sebagai upaya

pencegahan DBD (dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk lainnya) belum membudaya

secara merata sehingga masih perlu digali penyebab belum maksimalnya G1R1J dengan

mengetahui aspek sosio antropologi masyarakat setempat untuk menentukan intervensi

selanjutnya.

b. Belum maksimalnya dukungan dan partisipasi lintas sector terkait dalam pecegahan dan

pengendalian infeksi dengue / DBD, antara lain terkait dengan strategi mengantisipasi

perubahan iklim dan cuaca yang juga mempengaruhi kejadian kasus infeksi Dengue/DBD

dan penyakit arbovirosis lainnya, serta dalam hal pelibatan peserta didik dan anggota

masyarakat dalam PSN3M Plus secara berkualitas, serentak, menyeluruh dan

berkesinambungan.

c. Di masa pandemi COVID-19 ini perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya Kasus infeksi

ganda, antara COVID-19 dan infeksi dengue atau penyakit arbovirosis lainnya serta

diperlukannya penyesuaian dan inovasi dalam pelaksanaan strategi P2 infeksi Dengue/

DBD serta arbovirosis lainnya di masa pandemi dan Adaptasi Kebiasaan Baru COVID-19.

3. Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

Angka kesakitan dan angka kematian karena zoonosis sampai saat ini masih cukup tinggi dan

penyebarannya cukup luas di beberapa daerah di Indonesia. Keadaan ini ditunjang dengan

Page 38: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

38

makin tingginya mobilitas manusia dan hewan sebagai sumber penularan zoonosis dan

disertai dengan sulitnya pengawasan lalu lintas hewan antar wilayah. Selain itu juga saat ini

terlihat semakin dekatnya hubungan manusia dengan lingkungan/satwa liar sebagai salah

satu faktor risiko atau sumber penularan zoonosis akibat pembukaan hutan, pemukiman yang

mendekati hutan termasuk kedekatan manusia dengan hewan karena hobby, ekonomi dan

lain-lain. Oleh karena itu perlu adanya upaya akselerasi dalam pencegahan dan pengendalian

pada penyebab penularan di sektor hulu (sumbernya). Selain itu juga Sosio-budaya dan tradisi

masyarakat harus mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan zoonosis.

Dengan situasi dan kondisi diatas sebagai tantangan dalam penanggulangan zoonosis maka

upaya penanggulangan zoonosis tidak dapat dilakukan per sektoral, tetapi harus dilakukan

secara terpadu multi sektor dengan pendekatan “One Health”, sehingga diharapkan

keberhasilan penanggulangan zoonosis dapat dicapai.

g. Pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan

Kondisi geografis beberapa wilayah di Indonesia yang sulit terjangkau. Kegiatan POPM

Filariasis dilaksanakan untuk seluruh penduduk di kabupaten/kota endemis Filariasis,

dimana beberapa daerah tersebut merupakan daerah terpencil dan kepulauan yang sulit

aksesnya, sehingga pelaksanaan POPM Filariasis di daerah tersebut sulit menjangkau seluruh

sasaran, terutama di desa-desa terpencil. Adanya Kejadian Ikutan pasca POPM yang terjadi di

masyarakat dapat menurunkan angka partisipasi minum obat pada waktu POPM Filariasis.

Kurangnya partisipasi masyarakat menyebabkan cakupan minimal minum obat

kabupaten/kota endemis filariasis.

h. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

Dalam perjalanan atau proses upaya untuk mencapai keberhasilan program dan capaian

target kinerja pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit masih tetap mepunyai

beberapa tantangan, antara lain:

a. Indonesia sangat luas dengan iklim yang mendukung perkembangan vektor.

b. Informasi vektor belum menjadi kekuatan utama untuk digunakan sebagai dasar

pengendalian Vektor

c. Surveilans vektor belum dilaksanakan secara menyeluruh, baik lintassektor maupun

lintas Program sebagai langkah awal/ dasar dalam Sistim kewaspadaan dini (SKD)

Page 39: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

39

dalam pencegahan terjadinya penyakit tular vektor/KLB serta menentukan strategi

upaya pengenadalian vektor yang efektif dan tepat sasaran

d. Pengendalian vektor terpadu (PVT) atau Integrated Vector Management (IVM) belum

dilaksanakan secara menyeluruh, baik lintas sektor maupun lintas program.

e. Pengendalian vektor secara kimiawi masih menjadi pilihan utama disebagian daerah.

f. Adanya kebijakan perubahan anggaran

g. Belum ada/terbatasnya tenaga khusus dalam pengendalian vektor di Dinkes Prop dan

Dinkes Kab/Kota (Entomolog).

h. Tidak meratanya kemampuan teknis/kurangnya jumlah tenaga teknis di P2PTVZ

i. Jejaring dan koordinasi dalam surveilans dan pengendalian vektor masih perlu

ditingkatkan

Tantangan program pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit yang

teridentifikasi diatas bukan menjadi penghalang untuk terus berupaya mencapai tujuan untuk

mencegah dan mengendalikan penyakit tular vektor. Program secara berkesinambungan telah

mengupayakan berbagai kegiatan diantaranya peningkatan kapasitas teknis tenaga entokes di

daerah maupun UPT, rapat koordnasi serta advokasi ke LS/LP terkait, Penyusunan regulasi,

bimbingan teknis, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mendorong seluruh daerah

melakukan surveilans vektor dan pengendalian vektor secara terpadu, tepat sasaran dan

tentunya berdasarkhan data/bukti (evidence based).

Page 40: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

40

BAB II

TUJUAN DAN SASARAN

Dalam rangka mencapai terwujudnya Visi Presiden yakni: “Terwujudnya Indonesia Maju

yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong Royong”, maka telah

ditetapkan 9 (sembilan) Misi Presiden 2020-2024, yakni: Peningkatan Kualitas Manusia

Indonesia, Penguatan Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri dan Berdaya Saing,

Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan, Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan,

Kemajuan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa, Penegakan Sistem Hukum yang

Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya, Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan

Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga, Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan

Terpercaya dan Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.

Guna mendukung peningkatan kualitas manusia Indonesia, termasuk penguatan struktur

ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing, Kementerian Kesehatan telah menjabarkan

Misi Presiden Tahun 2020-2024, melalui Menurunkan angka kematian ibu dan bayi, Menurunkan

angka stunting pada balita, Memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional dan

Meningkatkan kemandirian dan penggunaan produk farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik sebagai unit

pelaksana teknis dibawah Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian penyakit

mendukung pelaksanaan penjabaran visi misi presiden yang telah ditetapkan oleh Kementerian

Kesehatan.

A. Tujuan

Guna mencapai tujuan Kementerian Kesehatan khususnya Ditjen Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit dalam peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan

pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik memiliki tujuan yaitu terselenggaranya pencegahan dan

pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik melalui:

1. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Malaria.

2. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis.

3. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis.

4. Pelaksanaan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan.

5. Pelaksanaan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

Page 41: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

41

6. Pelaksanaan Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada kegiatan

pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor zoonotik.

B. SASARAN

Dalam mencapai tujuan ditetapkan sasaran, yaitu meningkatnya pencegahan dan

pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik pada akhir tahun 2024 yang ditandai dengan:

Tujuan

•Terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik

Sasaran

•Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik

Indikator Sasaran

•Meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang mencapai API<1/1.000 penduduk sebanyak 500 kabupaten/kota.

•Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1% sebanyak 236 kabupaten/kota.

•Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥ 20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC) sebanyak 184 kabupaten/kota.

•Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD < 49 per 100.000 penduduk sebesar 90%.

•Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans vektor sebanyak 200 kabupaten/kota.

•Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi sebanyak 28 desa.

Page 42: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

42

BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI DAN KERANGAKA REGULASI

A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Arah kebijakan dan strategi kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Tular Vektor dan Zoonotik mendukung kebijakan dan strategi Ditjen P2P dan Kementerian

Kesehatan sehingga ditetapkan arah kebijakan dan strategi Direktorat Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik sebagai berikut:

1. Pencegahan dan Pengendalian Malaria

Gambar 1. Timeline Eliminasi Malaria di Indonesia

1. Tujuan Umum, Tujuan Khusus dan Strategi Penanggulangan Malaria, 2020 -2024

TUJUAN

Tujuan:

Tercapainya 75% wilayah Indonesia bebas penularan malaria dan tidak ada lagi

kabupaten endemis tinggi pada akhir tahun 2024.

Tujuan khusus:

1. Berkurangnya jumlah Kabupaten/Kota dengan API> 1 ‰ dari 61 pada tahun 2018

menjadi 13 pada akhir tahun 2024.

2. Meningkatnya jumlah Kabupaten/Kota Bebas Malaria dari 285 Kabupaten/Kota pada

tahun 2018 menjadi 405 Kabupaten/Kota pada akhir tahun 2024.

3. Dipertahankannya status bebas malaria pada Kabupaten/Kota yang telah menerima

sertifikat Bebas Malaria.

Page 43: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

43

2. Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

Upaya pencegahan dan pengendalian DBD

1. SURVEILANS KASUS DAN VEKTOR

2. MANAJEMEN KASUS

3. PENGENDALIAN VEKTOR

KEBIJAKAN KESEHATAN

1. PENGUATAN KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN LAYANAN PRIMER 2.

MENINGKATKAN PROMOTIF DAN PROGRAM PENCEGAHAN

PERAN SEKTOR LAINNYA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PELAYANAN KESEHATAN

Intervensi kunci: 1. Peningkatan penemuan

kasus malaria 2. Penguatan sistem data

dan manajemen data malaria

3. Penguatan penyelidikan epidemiologi kasus dan fokus malaria

4. Sistem Kewaspadaaan Dini dan Penanggulangan KLB-Bencana

5. Surveillans efikasi obat 6. Penguatan surveilans

migrasi 7. Penanggulangan malaria

pada populasi khusus 8. Penguatan surveilans P.

knowlesi 9. Penguatan surveilans

vektor

Intervensi kunci: 1. Peningkatan komitmen dan

kepeminpinan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk percepatan dalam penanggulangan dan eliminasi malaria serta pencegahan penularan kembali

2. Penguatan dukungan lintas program dan lintas sektor termasuk swasta)

3. Komunikasi Perubahan Perilaku

Intervensi kunci: 1. Penguatan manajemen

program yang terintegrasi di dalam sistem kesehatan

2. Penguatan manajemen sertifikasi eliminasi malaria.

3. Peningkatan koordinasi lintas batas wilayah antar negara, provinsi dan kabupaten

4. Riset operasional untuk mendukung kebijakan program dan pelaksanaan kegiatan.

Intervensi kunci: 1. Diagnosis: Peningkatan akses pemeriksaan laboratorium malaria di semua fasilitas kesehatan (pemerintah dan swasta) 2. Diagnosis: Peningkatan jaminan kualitas pemeriksaan mikroskopis dan RDT 3. Pengobatan: Peningkatan akses pengobatan malaria sesuai standar di semua fasilitas layanan kesehatan dan komunitas oleh tenaga terlatih. 4. Integrasi pelayanan malaria dengan Kesehatan Ibu dan Anak 5. Pengendalian vektor: Perlindungan menyeluruh (universal protection) dengan LLIN di daerah penularan malaria 6. Pengendalian vektor: Perlindungan dengan IRS di daerah terpilih 7. Pengendalian vektor berbasis masyarakat termasuk integrated vector management.

1. Memastikan akses universal masyarakat terhadap upaya pencegahan, diagnosis dan

pengobatan malaria.

3. Mendorong terciptanya kebijakan yang mendukung upaya

pencapaian eliminasi malaria melalui komunikasi perubahan

perilaku dan keterlibatan masyarakat yang mandiri

2. Mentransformasi surveilans malaria

menjadi inti intervensi eliminasi malaria.

STRATEGI

4. Penguatan sistem kesehatan yang mampu

mencapai eliminasi malaria

INTERVENSI

KUNCI

Page 44: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

44

Upaya Pencegahan dan Pengendalian DBD terdiri dari 3 pilar pendekatan, yaitu:

1. Surveilans Kasus dan Vektornya

2. Manajemen Kasus dan

3. Pengendalian Vektornya.

Tiga pilar tersebut diperkuat dengan keterlibatan sektor lain dalam bentuk Kelompok

kerja Operasional (Pokjanal). Penguatan Pelayanan Kesehatan sangat diperlukan dan

tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pemberdayaan

masyarakat melalui Gerak 1 Rumah 1 Jumantik.

Strategi terpenting dalam penanggulangan DBD adalah pemberdayaan masyarakat yang

diarahkan pada Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M Plus, yaitu Menguras

bak penampungan air, Menutup wadah air, dan Mendaur ulang (barang-barang yang tak

digunakan lagi agar tidak menjadi tempat genangan air), Plus mencegah gigitan dengan

penggunaan repellent, memberantas jentik nyamuk dengan larvasida. Upaya ini diperkuat

dengan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik, yaitu gerakan untuk mewujudkan di setiap

rumah, selalu ada satu orang anggota keluarga yang berperan sebagai Juru Pemantau Jentik

(Jumantik). Jumantik bertugas memeriksa dan memastikan bahwa tidak ada jentik nyamuk

di rumah tersebut setiap hari.

3. Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

Strategi untuk pencapaian tujuan Penanggulangan Zoonosis di Indonesia dengan menerapkan

konsep One Health

Page 45: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

45

Strategi yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan program pencegahan dan

pengendalian zoonosis (P2 Zoonosis) adalah:

a. Peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini dan kewaspadaan KLB zoonosis,

serta melaksanakan surveilans sentinel untuk Leptospirosis di fasyankes di beberapa

daerah

b. Peningkatan peran serta masyarakat melalui penyediaan media cetak dan elektronik,

seminar daring, serta kegiatan Germas

c. Advokasi kepada penentu kebijakan lintas sektor terkait di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota.

e. Penguatan koordinasi pelaksanaan P2 Zoonosis baik secara lintas program maupun

lintas sektor terkait dengan pendekatan One Health.

f. Peningkatan kapasitas sumber daya untuk mendukung detect, prevent, dan respond di

masing-masing Kementerian/Lembaga dalam penanggulangan Zoonosis serta

peningkatan peran individu, keluarga, dan masyarakat, termasuk kalangan swasta dan

dunia usaha.

g. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan mendistribusikan untuk pengelola program

di setiap tingkat administrasi.

h. Dalam situasi pandemi Covid-19 menyusun protokol Layanan Kasus Gigitan Hewan

Penular Rabies dan kasus Leptospirosis di era adaptasi kebiasaan baru, layanan

dilakukan sesuai pedoman dan dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan

baik dalam tatalaksana kasus maupun saat penyelidikan epidemiologi.

h. Melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi serta assessment Rabies Center

i. Menyediakan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) untuk manusia

dan Rapid Diagnostic Test (RDT) Leptospirosis.

j. Menyusun Rodmap penanggulangan rabies yang telah disusun bersama lintas sektor

terkait, untuk mencapai komitmen global dimana pada tahun 2030 kematian rabies

menjadi nol.

k. Membantu daerah dalam upaya penanggulangan KLB zoonosis dan penyelidikan

epidemiologi.

4. Pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan

a. Memutuskan rantai penularan Filariasis dengan Pemberian Obat Pencegahan secara

Massal (POPM) Filariasis di Kabupaten/Kota Endemis Filariasis

Page 46: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

46

b. Mencegah dan membatasi kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klinis Filariasis

c. Pengendalian vektor secara terpadu

d. Memperkuat surveilans, jejaring laboratorium dan mengembangkan penelitian

e. Menyediakan obat untuk mendukung POPM Filariasis dan Cacingan

f. Melakukan kerja sama dan jejaring kerja dengan lembaga internasional;

g. Melakukan advokasi dan kerjasama antar lembaga/kementerian

h. Melakukan kegiatan POPM filariasis yang juga mencakup pemberian obat cacing pada

anak sekolah dan pra sekolah.

i. Integrasi dengan kegiatan UKS di SD/MI untuk sasaran anak usia pra sekolah dan usia

sekolah dasar.

j. Integrasi dengan pemberian vitamin A untuk sasaran anak balita.

k. Meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia.

5. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

Sebagaimana Permenkes Nomor 374 Tahun 2010 tentang Pengendalin Vektor, Pengendalian

Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa

metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan

efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

Menurut Permenkes Nomor 50 Tahun 2017, upaya pengendalian vektor terpadu dapat

dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

• Biofisika, misalnya melepaskan predator dan pemasangan perangkap

• Biokimiawi, misalnya melepaskan predator dan menggunakan pestisida

• Bioenviro, misalnya melepaskan predator dan melakukan rekayasa lingkungan

• Fisikakimiawi, misalnya pemasangan perangkap dan menggunakan kelambu

berpestisida

Page 47: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

47

• Biofisikakimiawi, misalnya melepaskan predator, pemasangan perangkap, dan

menggunakan kelambu berpestisida

• Bioenvirofisikakimiawi, misalnya melepaskan predator, melakukan rekayasa

lingkungan, pemasangan perangkap, dan menggunakan pestisida

• dan lain-lain.

Dalam rangka peningkatan pengendalian vektor terpadu berbagai upaya yang dapat

dilakukan, antara lain:

a. Bimbingan teknik pengendalian vektor terpadu di wilayah provinsi dan kabupaten/ kota

serta UPT Kemenkes (BTKLPP dan KKP).

b. Monitoring dan evaluasi pengendalian vektor terpadu di wilayah provinsi dan

kabupaten/ kota serta UPT Kemenkes (BTKLPP dan KKP).

c. Distribusi NSPK pengendalian vektor terpadu di wilayah provinsi dan kabupaten/ kota

serta UPT Kemenkes (BTKLPP dan KKP).

d. Distribusi bahan dan peralatan pengendalian vektor terpadu di wilayah provinsi dan

kabupaten/ kota serta UPT Kemenkes (BTKLPP dan KKP).

e. Peningkatan kapasitas entomolog kesehatan dalam pengendalian vektor terpadu di

wilayah provinsi dan kabupaten/ kota serta UPT Kemenkes (BTKLPP dan KKP).

f. Sosialisasi dan Penggerakan Masyarakat, LP-LS dalam pengendalian vektor terpadu di

wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.

1) Bimtek PVT

2) Monev PVT

3) DistribusiNSPK PVT

4) Distribusibahan dan

peralatan PVT

5) PeningkatanKapasitas Nakes

dalam PVT

6) Sosialisasidan

PenggerakanMasyarakat, LP-

LS dalam PVT

Page 48: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

48

Upaya pengembangan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah

surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit yang real time dan terintegrasi melalui

program elektronik (aplikasi website dan android). Sebagaimana Amanah PP nomor 66 tahun

2014 dan Permenkes nomor 50 tahun 2017, bahwa setiap kondisi lingkungan harus menjaga

kepadatan vektor dan binatang pembawa penyakit yang aman sehingga tidak menularkan

penyakit. Adapun untuk mengetahui kepadatan vektor dan binatang pembawa penyakit

diperlukan surveilans yang akan digunakan sebagai dasar pengendaliannya.

Di era revolusi industri 4.0 saat ini teknologi digitalisasi sangat berkembang pesat. Teknologi

digitalisasi dapat digunakan oleh semua bidang ilmu termasuk bidang survilans vektor dan

binatang pembawa penyakit. Saat ini Kementerian Kesehatan (melalui Direktorat P2PTVZ)

telah menyiapkan Surveilans Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit (SILANTOR) berbasis

website dan android yang real time dan terintegrasi, mulai dari Puskesmas, Dinkes Kab/Kota,

Dinkes Provinsi dan Nasional (Kementerian Kesehatan).

Dengan adanya sistem surveilans ini akan dapat diketahui dengan cepat aman atau tidaknya

kondisi vektor di suatu wilayah, jika hasil surveilans didapatkan kondisi vektor tidak aman

(melebihi nilai baku mutu) maka harus segera dilaksanakan upaya-upaya pengendaliannya,

karena kondisi tersebut mempunyai potensi untuk terjadinya penularan penyakit.

Selama lima tahun ke depan (2020-2024) indikator pengendalian vektor dan binatang

pembawa penyakit adalah Jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang

melaksanakan Surveilans Vektor. Defenisi operasional idikator tersebut adalah Jumlah Kab/

Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau

nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali yang diinput melalui aplikasi Silantor.

Rumus/ formula indikator tersebut adalah kumulatif jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25%

Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles

secara rutin setiap bulan sekali berdasarkan data yang ada di aplikasi Silantor. Taget

indikator selama 5 tahun (2020-2024) berturut-turut yaitu 40 Kab/ Kota, 80 Kab/ Kota, 120

Kab/ Kota, 160 Kab/ Kota, 200 Kab/ Kota. Adapun realisasi dari target 40 Kab/Kota tahun

2020 adalah sebesar 61 Kab/Kota (capaian = 152,5%). Ini adalah capaian yang luar biasa

ditengah situasi pademi Covid-19, capaian kinerja sebesar 152,5%.

Dalam upya pencapaian indikator Jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang

melaksanakan Surveilans Vektor, upaya yang akan dilakukan antara lain:

a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

b. pelaksanaan kebijakan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

Page 49: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

49

c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang vektor dan

binatang pembawa penyakit.

d. fasilitasi pengelolaan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

e. pelaksanaan kegiatan teknis berskala nasional di bidang vektor dan binatang pembawa

penyakit.

f. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang vektor dan binatang pembawa

penyakit.

g. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang vektor dan binatang pembawa penyakit.

B. KERANGKA REGULASI

Dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana pelayanan. Sebagai

pelaksana pemerintah berkewajiban menyediakan pelayanan yang bermutu. Dalam menjalankan

peran pemerintah ini tentunya membutuhkan dukungan regulasi yang menjadi landasan dan

dasar hukum sehingga tidak salah arah dan mempunyai aspek perlindungan yang kuat.

Perubahan dan penyusunan regulasi disesuaikan dengan tantangan global, regional dan

nasional. Kerangka regulasi diarahkan untuk: 1) penyediaan regulasi dari turunan Undang-

Undang yang terkait dengan kesehatan; 2) meningkatkan pemerataan sumber daya manusia

kesehatan; 3) pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan; 4) peningkatan pemberdayaan

masyarakat dan pembangunan berwawasasn kesehatan; 5) penguatan kemandirian obat dan

alkes; 6) penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional yang lebih bermutu; 7) penguatan peran

pemerintah di era desentralisasi; dan 8) peningkatan pembiayaan kesehatan.

Disamping peraturan perundang-undangan yang disusun oleh pusat juga diperlukan

peraturan dalam bentuk Standar Operating Procedur (SOP) yang dibuat oleh satuan Kerja.

Dukungan regulasi yang baik akan menjamin standar dan mutu dalam pelayanan.

Saat ini sudah tersedia regulasi, anatara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional Tahun 2005- 2025.

4. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Page 50: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

50

6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah.

7. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan lingkungan

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas

Kinerja Isntansi Pemerintah.

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2019 Tentang Organisasi

Kementerian Negara.

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

11. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 214 / PMK.02/20 17 Tentang

Pengukuran Dan Evaluasi Kinerja Anggaran Atas Pelaksanaan Rencana Kerja Dan Anggaran

Kementerian Negara/ Lembaga

12. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2020-2024

13. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1035/Menkes/SK/V/2011 tentang Kelompok Kerja

Nasional Eliminasi Filariasis.

14. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 94 tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis.

15. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.02/Menkes/95/2015 tentang Komite Ahli

Pengobatan Filariasis

16. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 15 tahun 2017 tentang Penanggulangan cacingan.

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar

Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang

Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.

18. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 19 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Eradikasi

demam keong.

19. Keputusan Menteri Kesehatan No 556 tahun 2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tatalaksana Malaria

20. PMK NO 41 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Deteksi Dini dan Pemberian Obat Anti Malaria

(OAM) oleh Kader pada Situasi Khusus

21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pedoman Jejaring Dan

Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria

Page 51: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

51

22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/Menkes/SK/VI/2009 tentang Eliminasi Malaria;

23. Keputusan Menteri Kesehatan 042/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman penyelenggaraan

Sistem kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit

Malaria;

24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 049/Menkes/SK/I/2007 Tahun 2007 tentang

Pedoman Penemuan Penderita Malaria; dan

25. Keputusan menteri Kesehatan Nomor 275/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman

Surveilans Malaria,

Page 52: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

52

BAB IV

TARGET KINERJA KEGIATAN DAN KERANGKA PENDANAAN

Memperhatikan Rencana Aksi Program Direktorat Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit tahun 2020-2024, Tujuan, Arah Kebijakan, Strategi dan Sasaran Strategis sebagaimana

diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka ditetapkan target kinerja dan kerangka pendanaan

kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik 2020-

2024.

A. Target Kinerja

Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur secara berkala

dan dievaluasi pada akhir tahun 2024. Sasaran kinerja dihitung secara kumulatif selama lima

tahun dan berakhir pada tahun 2024.

Tabel. IV.1

Target Kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan

Zoonotik 2020-2024

NO INDIKATOR KINERJA TARGET

2020 2021 2022 2023 2024

I Meningkatnya Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonotik

1 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1.000 penduduk

466 475 484 495 500

2 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

136 190 207 220 236

3 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC)

55 73 110 147 184

4

Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD ≤ 49 per 100.000 penduduk

70 75 80 85 90

5 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans vektor

40 80 120 160 200

6 Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi

11 15 19 24 28

II Meningkatnya tata kelola Manajemen

7 Nilai Kinerja Anggaran 80 83 85 88 90

8 Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran 90 93 94 96 98

9 Kinerja Implementasi WBK satker 70 72 75 77 80

10 Persentase Peningkatan kapasitas ASN 80% , sebanyak 20 JPL

45 80 85 90 95

Page 53: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

53

1. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1.000 penduduk

Annual Paracites Incidence (API) adalah jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk

pada satu tahun. API ini digunakan untuk menentukan trend morbiditas malaria dan

menentukan endemisitas suatu daerah (masih terjadi penularan malaria). API juga merupakan

salah satu syarat suatu daerah masuk dalam fase eliminasi yaitu jika API kurang dari 1 per 1000

penduduk.

a. Definisi Operasional Indikator

Jumlah Kumulatif Kabupaten/Kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

1) Rumus perhitungan API :

Jumlah kasus positif malaria

------------------------------------- x 1000 penduduk

Jumlah Penduduk

2) Rumus Perhitungan Indikator :

Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang mencapai API < 1

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja Jumlah Kabupaten/Kota dengan API< 1

per 1.000 Penduduk sebagai berikut:

No

Kriteria

Penjelasan

1 Spesific Dalam pertemuan WHA ke 60 di Geneva tahun 2007 tentang eliminasi malaria bagi tiap negara dan komitmen regional (Asia Pasific malaria Elimination Network/APMEN) tahun 2014 tentang eliminasi di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2030. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 293 tahun 2009 tentang eliminasi malaria ditetapkan pentahapan menuju eliminasi. Untuk mencapai eliminasi salah satunya daerah Kabupaten/Kota harus menurunkan tingkat endemisitas malaria sampai dengan API < 1 per seribu penduduk

2 Measurable Indikator Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1/1.000 penduduk dihitung dari jumlah kumulatif kab/kota yang mencapai API < 1/1.000 penduduk pada akhir tahun penghitungan

3 Achievable Beberapa kabupaten/kota telah mampu menurunkan API < 1/1.000 penduduk, sehingga dapat diperhitungkan tercapainya target tahunan Kabupaten/kota yang dapat mencapai API<1/1.000 penduduk

4 Relevance Indikator ini relevan dengan target jangka panjang program malaria yaitu eliminasi malaria nasional tahun 2030. Untuk mencapat status eliminasi dan masuk ke tahap pemeliharaan,

Page 54: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

54

Kabupaten/Kota harus menurunkan angka kesakitan malaria hingga API<1/1.000 penduduk

5 Timebound Perhitungan setiap tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan eliminasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan

2. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

a. Definisi Operasional Indikator

Jumlah Kab/kota endemis yang telah melaksanakan POPM filariasis selama minimal 5

tahun dan berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Kumulatif jumlah Kab/kota endemis yang telah melaksanakan POPM filariasis selama

minimal 5 tahun dan berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

c. Analisa SMART sebagai berikut:

Specific

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta dalam Kesepakatan Global yang ditetapkan oleh WHO untuk mengeliminasi Filariasis. Pemberian obat pencegahan massal (POPM) Filariasis adalah kegiatan utama dari program eliminasi Filariasis nasional untuk mencapai goal eliminasi Filariasis dengan tujuan memutuskan rantai penularan filariasis. Kombinasi DEC dan Albendazole diberikan kepada semua sasaran di Kabupaten/Kota endemis satu kali setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut. Dampak dari pemberian obat adalah penurunan transmisi aktif Filariasis ke tingkatan aman, yaitu <1% angka mikrofilaria pada penduduk yang tinggal di kabupaten/kota endemis Filariasis

Measurable

Indikator Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1 dihitung dari akumulasi Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1% adalah jumlah kab/kota endemis filariasis yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut-turut, kemudian 6 bulan setelahnya pada pemeriksaan darah jari berhasil menurunkan angka mikrofilaria (mf rate) menjadi < 1%.

achieveable

seluruh kabupaten/kota endemis telah memulai tahapan POPM Filariasis sehingga dapat diperhitungkan target tahunan jumlah kab/kota berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1% yang dapat dicapai

Relevance

sesuai dengan hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa cakupan minum obat yang efektif yaitu minimal 65% jumlah total pendudk dapat menurunkan angka mikrofilaria pada batas aman yaitu <1%

Page 55: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

55

Timebound perhitungan setiap tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan

3. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC)

a. Definisi Operasional Indikator

Capaian Kinerja pemerintah daerah kab/kota yang memiliki minimal 20% puskesmas

yang berfungsi sebagai rabies center dalam kurun waktu satu tahun Rumus perhitungan

pencapaian indikator.

b. Rumus perhitungan:

Kumulatif jumlah kab/kota yang memiliki minimal 20% puskesmas yang berfungsi sebagai rabies center

c. Analisa SMART

Specific Rabies terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia dan sampai bulan Juli 2020, daerah tertular rabies adalah 26 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia

Measurable Kumulatif jumlah kab/kota yang memiliki minimal 20% puskesmas yang berfungsi sebagai rabies center

achieveable Jumlah beberapa kabupaten/kota yang suddah memiliki ≥20% puskesmas yang melayani atau berfungsi sebagai Rabies Center

Relevance Rabies Center diharapkan menjadi rujukan dalam pencegahan dan pengendalian dan penangannan kasus Rabies

Timebound perhitungan setiap tahun dilakukan untuk sebagai pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan

4. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD ≤ 49 per 100.000 penduduk

a. Definisi Operasional Indikator

Capaian Kinerja Pemerintah Daerah Kab/Kota dalam menurunkan angka insidens rate ≤ 49/100.000 penduduk dalam kurun waktu satu tahun

b. Rumus / cara perhitungan pencapaian indikator

Presentase Kab/Kota dengan Insidens Rate (IR) DBD ≤ 49/100.000 penduduk x 100 %Jumlah Kab/ Kota pada kurun satu tahun yang sama.

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja Persentase kabupaten/kota dengan IR

DBD < 49 per 100.000 penduduk sebagai berikut:

Specific

Dalam Target Global untuk pengendalian DBD adalah penurunan angka kasus sebanyak 25 % pada tahun 2020 dari baseline data tahun 2010. Sehingga setiap provinsi selama 5 tahun diharapkan dapat mencapai IR < 49/100.000 penduduk

Page 56: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

56

Measurable Indikator jumlah persentase kab/kota dengan IR < 49/100.000 penduduk dihitung dari jumlah kumulatif kab/kota yang mencapai IR < 49/100.000 penduduk

achieveable beberapa kabupaten/kota telah mampu menurunkan angka IR sampai dengan < 49/100.000 penduduk sehingga dapat diperhitungkan target tahunan kab/kota yang dapat mencapai IR < 49/100.000 penduduk

Relevance IR < 49/100.000 penduduk diharapkan dapat menekan terjadinya KLB DBD

Timebound perhitungan setiap tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan

5. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans

vektor

a. Definisi Operasional Indikator

Jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans

nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali yang

diinput melalui aplikasi Silantor

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Kumulatif jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali berdasarkan data yang ada di- aplikasi Silantor

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja

Specific

Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit, merupakan tulang punggung keberhasilan eradikasi, eliminasi dan reduksi penyakit tular vektor dan zoontik, seperti Malaria, DBD, Chikungunya, Japanese encephalitis (JE), Filariasis, Schistosomiasis, Pes, leptospirosis dan lain-lain. Kabupaten/kota yang melaksanakan pengendalian vektor terpadu pada tahun 2019 sebanyak 456 kabupaten/kota atau sebesar 88,72 % dari seluruh kabupaten/kota.

Measurable

Kumulatif jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali berdasarkan data yang ada di- aplikasi Silantor

achieveable Kab/ Kota yang telah memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali dan dilakukan input data di- aplikasi Silantor

Relevance

pencapaian indicator target tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2014, Permenkes nomor 50 tahun 2017, Permenkes nomor 64 tahun 2015 dan Permenkes nomor 45 tahun 2014, Surveilans vektor dan binatang pembawa penayakit merupakan

Page 57: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

57

bagian penting yang harus dikerjakan dalam rangka kewaspadaan dini terhadap peningkatan populasi vektor dan adanya potensi penularan penyakit.

Timebound perhitungan setiap bulan, triwulan dan tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.

6. Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi

a. Definisi Operasional Indikator

Jumlah desa endemis schistosomiasis yang berhasil menurunkan prevalensi pada

manusia menjadi 0%

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Kumulatif jumlah desa endemis schistosomiasis yang berhasil menurunkan prevalensi pada manusia menjadi 0%

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja desa endemis schistosomiasis yang

mencapai eliminasi sebagai berikut:

Specific

Data WHO menunjukkan pada tahun 2015, jumlah populasi yang memerlukan pengobatan preventif terhadap schistosomiasis akibat infeksi Schistosoma mansoni, S. hematobium, S. japonicum dan tiga spesies Schistosoma lain adalah sebanyak 218,7 juta orang yang tersebar di 52 negara. Di Indonesia penyakit Schistosomiasis Japonicum hanya terdapat di Lembah Bada, Napu, dan Lindu di Provinsi Sulawesi Tengah. Penyakit ini mendera 28 desa yang tersebar di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, dan seusai Roadmap Eliminasi Filariasis diharapkan tahun 2020 sudah eliminasi

Measurable

Indikator program Schistosomiasis adalah Jumlah desa endemis Schistosomiasis yang mencapai eliminasi. Jumlah Desa Endemis Schistosomiasis yang Mencapai Eliminasi adalah Jumlah desa dengan hasil survei prevalensi schistosomiasis 0% pada manusia.

achieveable Seluruh desa endemis Schistosomiasis tahun 2018 – 2019 memasuki Fase akselerasi sehingga tahun 2020 sudah dapat diperhitungkan tahapan eliminasinya

Relevance Berdasarkan Roadmap Eliminasi Schistosomiasi, fase eliminasi dimulai dari fase akselerasi, fase pemilaraan dan Fase deklarasi eliminasi. Eliminasi dicapai jika prevalensi pada manusia mencapai 0%

Timebound Perhitungan setiap tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap target yang telah ditetapkan

7. Nilai kinerja anggaran

a. Definisi Operasional Indikator

Capaian keluaran kegiatan diukur dari realisasi Volume Keluaran (RVK) dan realisasi

volume keluaran kegiatan (RIKK) dengan menggunakan formula rata geometric

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Page 58: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

58

Realisasi volume kegiatan / target volume kegiatan x realisasi indikator kegiatan /

target indikator kegiatan

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja:

Specific

Setiap rupiah APBN harus dikelola secara efisien & efektif untuk meningkatkan Value for Money APBN bagi pembangunan Indonesi. Evaluasi Kinerja Anggaran sebagai tool untuk membuktikan (prove) apakah dokumen anggaran telah dilaksanakan sesuai rencana, dan sebagai umpan balik (feed-back) untuk perbaikan (improve) penganggaran pada periode berikut-berikutnya

Measurable Diukur dari realisasi Volume Keluaran (RVK) dan realisasi volume keluaran kegiatan (RIKK) dengan menggunakan formula rata geometrik

achieveable Capaian dapat dilihat pada dashboard monev anggaran Direktorat Jenderal Anggaran

Relevance

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan AnggaranKementerian/Lembaga (RKA-K/L) Peraturan Direktur Jenderal Anggaran nomor PER-1/AG/2018 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Anggaran

Timebound Perhitungan setiap bulan, triwulan dan tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap target yang telah ditetapkan

8. Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran

a. Definisi Operasional Indikator

Kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/ Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas pelaksanaan anggaran, efisiensi pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Perhitungan IKPA ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja:

Specific

IKPA merupakan alat monev kinerja pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN sesuai dengan PMK Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga (K/L). IKPA yang saat ini telah terintegrasi pada Aplikasi OM-SPAN dan digunakan oleh satker K/L diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja dari sisi teknis administratif pelaksanaan anggaran

Measurable Pengukuran menggunakan 13 indikator IKPA

Page 59: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

59

achieveable merupakan hasil perhitungan dari transaksi pelaksanaan anggaran dengan KPPN dan Kanwil DJP

Relevance

Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) menjadi ukuran evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran yang memuat 13 indikator dan mencerminkan aspek kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan anggaran, kepatuhan pada regulasi, serta efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan

Timebound Perhitungan setiap bulan, triwulan dan tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap target yang telah ditetapkan

9. Kinerja implementasi WBK satker

a. Definisi Operasional Indikator

Perolehan nilai implementasi menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada Satuan

Kerja melalui penilaian mandiri (self Assesment) yang dilakukan oleh Satuan Kerja

dengan menggunakan Lembar Kerja Evaluasi (LKE) Zona Integritas menuju

WBK/WBBM yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang berlaku dan kemudian dilakukan

evaluasi oleh Unit Pembina Sekretariat Direktorat Jenderal P2P.

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Nilai implementasi WBK Satker dihitung dari akumulasi Nilai Total Pengungkit dan

Nilai Total Hasil.

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja:

Specific

Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada Satker yang memenuhi sebagian besar program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Measurable Nilai implementasi WBK Satker dihitung dari akumulasi Nilai Total

Pengungkit dan Nilai Total Hasil

achieveable

Perolehan nilai implementasi menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada Satuan Kerja melalui penilaian mandiri (self Assesment) yang dilakukan oleh Satuan Kerja dengan menggunakan Lembar Kerja Evaluasi (LKE) Zona Integritas menuju WBK/WBBM yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang berlaku dan kemudian dilakukan evaluasi oleh Unit Pembina Sekretariat Direktorat Jenderal P2P

Relevance Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 tahun 2014

Timebound Perhitungan tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap target yang telah ditetapkan

Page 60: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

60

10. Persentase Peningkatan kapasitas ASN sebanyak 20 JPL

a. Definisi Operasional Indikator

Pengembangan kompetensi bagi ASN yang dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam

pelajaran dalam 1 (satu) tahun dan dapat dilakukan pada tingkat instansi dan nasional

b. Rumus perhitungan pencapaian indikator

Jumlah ASN yang ditingkatkan kapasitas sebanyak 20 JPL dibagi jumlah seluruh ASN

dikali 100%

c. Analisa SMART dalam penetapan target kinerja:

Specific

Sesuai PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, PNS memiliki hak dan kesempatan untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun

Measurable Jumlah ASN yang ditingkatkan kapasitas sebanyak 20 JPL dibagi jumlah

seluruh ASN dikali 100%

achieveable Dilakukan pendataan terhadap seluruh pegawai di lingkungan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

Relevance Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan PerLAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS

Timebound Perhitungan tahun dilakukan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap target yang telah ditetapkan

Page 61: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

61

B. Kegiatan dan Kerangka Pendanaan

Sebagai upaya mencapai target indicator tersebut, kegiatan yang dilakukan dan

pendanaan bersumber dari APBN baik yang bersumber dari Rupiah Murni Pinjaman dan/atau

Hibah Luar Negeri (PHLN)adalah:

1. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API<1/1.000 penduduk sebanyak 500

kabupaten/kota di 34 Propinsi

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 466 Kab/Kota

1. Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

2. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

3. NSPK pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

4. Layanan Investigasi SKD/KLB Malaria

5. Media komunikasi, informasi, edukasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

6. Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria

7. pendidikan dan pelatihan SDM Malaria

8. Bimbingan teknis pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

9. Assesment dan Pra Asesment Eliminasi Malaria

10. Pengadaan alat dan bahan pencegahan pengendalian malar

1. APBN : 9.266.125.000,-

2. Hibah : 79.690.519.000,-

Page 62: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

62

11. Surveilans dan deteksi dini penyakit malaria Tingkat Provinsi

12. IRS/Indoor Residual Spraying (Penyemprotan insektisida pada dinding rumah)

13. Survei Darah Massal Malaria

14. Intensifikasi percepatan eliminasi malaria Papua dan Papua barat

2 2021 475 1. Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

2. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

3. NSPK pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

4. Layanan Investigasi SKD/KLB Malaria

5. Media komunikasi, informasi, edukasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

6. Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria

7. pendidikan dan pelatihan SDM Malaria

8. Bimbingan teknis pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

9. Assesment dan Pra Asesment Eliminasi Malaria

10. Pengadaan alat dan bahan pencegahan pengendalian malar

1. APBN: Rp 58,048,233,000

Hibah :

Page 63: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

63

11. Surveilans dan deteksi dini penyakit malaria Tingkat Provinsi

12. IRS/Indoor Residual Spraying (Penyemprotan insektisida pada dinding rumah)

13. Survei Darah Massal Malaria

14. Intensifikasi percepatan eliminasi malaria Papua dan Papua barat

3 2022 484 1. Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

2. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

3. NSPK pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

4. Layanan Investigasi SKD/KLB Malaria

5. Media komunikasi, informasi, edukasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

6. Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria

7. pendidikan dan pelatihan SDM Malaria

8. Bimbingan teknis pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

9. Assesment dan Pra Asesment Eliminasi Malaria

10. Pengadaan alat dan bahan pencegahan pengendalian malar

1. APBN : Rp 69,657,879,600

Hibah :

Page 64: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

64

11. Surveilans dan deteksi dini penyakit malaria Tingkat Provinsi

12. IRS/Indoor Residual Spraying (Penyemprotan insektisida pada dinding rumah)

13. Survei Darah Massal Malaria

14. Intensifikasi percepatan eliminasi malaria Papua dan Papua barat

4 2023 495 1. Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

2. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

3. NSPK pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

4. Layanan Investigasi SKD/KLB Malaria

5. Media komunikasi, informasi, edukasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

6. Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria

7. pendidikan dan pelatihan SDM Malaria

8. Bimbingan teknis pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

9. Assesment dan Pra Asesment Eliminasi Malaria

10. Pengadaan alat dan bahan pencegahan pengendalian malar

1. APBN : Rp 81.267.526.000,-

Hibah :

Page 65: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

65

11. Surveilans dan deteksi dini penyakit malaria Tingkat Provinsi

12. IRS/Indoor Residual Spraying (Penyemprotan insektisida pada dinding rumah)

13. Survei Darah Massal Malaria

Intensifikasi percepatan eliminasi malaria Papua dan Papua barat

5 2024 500 1. Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

2. Sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

3. NSPK pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

4. Layanan Investigasi SKD/KLB Malaria

5. Media komunikasi, informasi, edukasi pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

6. Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria

7. pendidikan dan pelatihan SDM Malaria

8. Bimbingan teknis pencegahan dan pengendalian penyakit malaria

9. Assesment dan Pra Asesment Eliminasi Malaria

10. Pengadaan alat dan bahan pencegahan pengendalian malar

APBN : Rp 104.486.819.600,-

Page 66: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

66

11. Surveilans dan deteksi dini penyakit malaria Tingkat Provinsi

12. Survei Darah Massal Malaria

13. Intensifikasi percepatan eliminasi malaria Papua dan Papua barat

2. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 Propinsi

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 55 1. Pendampingan Survey Penilaian Pasca POPM Filariasis

2. Koordinasi LP/LS dalam rangka penguatan program pencegahan dan pengendalian

3. Assessment Persiapan Eliminasi filariasis dan schistosomiasis

4. NSPK Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan

5. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan

7. Survei Tinja Penilaian Prevalensi Cacingan Pasca POPM

2.703.921.000

562.617.000

2 2021 73 1. Pendampingan Survey Penilaian Pasca POPM Filariasis 2.Koordinasi LP/LS dalam rangka penguatan program pencegahan dan pengendalian

123.100.000.000

Page 67: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

67

3.Assessment Persiapan Eliminasi filariasis dan schistosomiasis 4.NSPK Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 5.Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 6.Pelaksanaan Pengadaan Media KIE pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 7.Survei Tinja Penilaian Prevalensi Cacingan Pasca POPM

3 2022 110 1.Pendampingan Survey Penilaian Pasca POPM Filariasis 2.Koordinasi LP/LS dalam rangka penguatan program pencegahan dan pengendalian 3.Assessment Persiapan Eliminasi filariasis dan schistosomiasis 4.NSPK Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 5.Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 6.Pelaksanaan Pengadaan Media KIE pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 7.Survei Tinja Penilaian Prevalensi Cacingan Pasca POPM

126.300.000.000

4 2023 147 1.Pendampingan Survey Penilaian Pasca POPM Filariasis 2.Koordinasi LP/LS dalam rangka penguatan program pencegahan dan pengendalian 3.Assessment Persiapan Eliminasi filariasis dan schistosomiasis 4.NSPK Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan

130.100.000.000

Page 68: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

68

5.Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 6.Pelaksanaan Pengadaan Media KIE pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 7.Survei Tinja Penilaian Prevalensi Cacingan Pasca POPM

5 2024 184 1.Pendampingan Survey Penilaian Pasca POPM Filariasis 2.Koordinasi LP/LS dalam rangka penguatan program pencegahan dan pengendalian 3.Assessment Persiapan Eliminasi filariasis dan schistosomiasis 4.NSPK Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 5.Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Penanggulangan Filariasis dan Kecacingan 6.Pelaksanaan Pengadaan Media KIE pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan Kecacingan 7.Survei Tinja Penilaian Prevalensi Cacingan Pasca POPM

131.000.000.000

3. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥ 20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC)

sebanyak 184 kabupaten/kota di 34 propinsi

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 136 1. Advokasi dan Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2. Koordinasi LS/LP Pencegahan dan Pengendalian

3. Assesment Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2.678.586.000

Page 69: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

69

5. Monitoring Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan KLB Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Zoonosis

7. Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

8. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2 2021 190 1. Advokasi dan Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2. Koordinasi LS/LP Pencegahan dan Pengendalian

3. Assesment Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

5. Monitoring Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan KLB Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Zoonosis

7. Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

8. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

66.581.000.000

3 2022 207 1. Advokasi dan Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2. Koordinasi LS/LP Pencegahan dan Pengendalian

3. Assesment Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

5. Monitoring Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan KLB Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Zoonosis

7. Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

73.239.000.000

Page 70: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

70

8. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4 2023 220 1. Advokasi dan Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2. Koordinasi LS/LP Pencegahan dan Pengendalian

3. Assesment Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

5. Monitoring Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan KLB Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Zoonosis

7. Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

8. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

80.563.000.000

5 2024 236 1. Advokasi dan Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

2. Koordinasi LS/LP Pencegahan dan Pengendalian

3. Assesment Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

5. Monitoring Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan KLB Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis

6. Pelaksanaan Pengadaan Media KIE Zoonosis

7. Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

8. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis

88.619.000.000

4. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD < 49 per 100.000 penduduk sebesar

90% di 34 propinsi

Page 71: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

71

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 70 1. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis Pusat a. Surveilans pencegahan

dan pengendalian arbovirosis Pendampingan Investigasi Peningkatan Kasus dan SKD/KLB DBD/Penyakit Arbovirosis Lainnya

b. Pelaksanaan Penurunan IR DBD

i. Gerakan Masyarakat dalam rangka Advokasi dan Sosialisasi arbovirosis terpadu

ii. Koordinasi Teknis LS/LP Arbovirosis

iii. Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian DBD dalam Tatanan dan Adaptasi Kebiasaan Baru di Masa COVID – 19

iv. Preparation Meeting Development of National Strategy for Dengue Control 2021-2025

v. Cosensus Meeting for the Development of National Strategic Plan HLN (KPPN.140-Khusus Pinjaman dan Hibah / Reg. 25XDMRHA)

c. Penyusunan/Finalisasi NSPK pencegahan dan pengendalian arbovirosis 1) Fasilitasi Terkait NSPK

Arbovirosis di Indonesia

d. Pelaksanaan pengadaan alat/bahan pencegahan dan pengendalian arbovirosis 1) Pelaksanaan Pengadaan Alat/Bahan

6.320.014.000 313,720,000 313,720,000 653,514,000 59,786,000 318,920,000 217,090,000 12,338,000 14,720,000 89,110,000 89,110,000 5,073,920,000 5,073,920,000 189,750,000 189,750,000 471.470.000 216.179 Paket (28.763.749.588)

527 Unit (14.880.046.040)

Page 72: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

72

Pencegahan dan Pengendalian

e. Pelaksanaan Pengadaan Media Promosi dan KIE Arbovirosis

i. Pelaksanaan Pengadaan Media Promosi dan KIE Arbovirosis

2.Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis Dekon

3.DAK Fisik Penugasan (Paket RDT Combo DBD dan BTI DBD) di 175 Kab/kota di 30 Provinsi

DAK Fisik Reguler (Mesin Fogging) di 75 Kab/Kota di 25 Provinsi

2 2021 75 Arbovirosis 1. RO:Koordinasi

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit arbovirosis. Komponen a. Pemberdayaan

masyarakat dalam rangka Advokasi dan Sosialisasi Arbovirosis Terpadu

b. Koordinasi Teknis LS/LP Arbovirosis

c. Peringatan ASEAN DENGUE DAY

d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan surveilans Arbovirosis

2. RO : Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis Komponen a. Sosialisasi Juknis

Penilaian Implementasi PSN 3 M Plus melalui G1R1J

b. Sosialisasi Juknis Pencegahan dan

30,822,831,000 629,020,000 285.420.000 291.610.000 7.590.000 44.400.000 27,880,000 5.680.000 22,200,000 505,981,000 187,741,000 174,360,000

Page 73: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

73

Pengendalian Arbovirosis

3. RO : NSPK pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis a. Penyusunan Juknis

penilaian implementasi PSN 3 M plus melalui G1R1J

b. Penyusunan Kurikulum Modul TOT dan Pelatihan Teknis bagi pemegang program arbovirosis

c. Revisi Juknis Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

4. RO : Investigasi Kejadan Luar Biasa penyakit arbovirosis a. Pendampingan Investigasi SKD/KLB DBD, JE, ZICA dan Chikungunya dan Penyakit Arbovirosis lainnya

5. RO : Surveilans Sentinel Arbovirosis a. Penguatan Surveilans

S3A b. Pendampingan

Pelaksanaan Surveilans Sentinel Arbovirosis

6. RO: Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis a. Pengadaaan Media

Promosi Arbovirosis b. Pengadaaan Media

KIE Arbovirosis c. Pengadaan pembuatan

dan Penayangan ILM 7. RO : Pengadaan Alat dan

Bahan Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

143,880,000 258,000,000 258,000,000 272,520,000 216,120,000 56,400,000 8,024,200,000 206,000,000 600,000,000 7,218,200,000 20,373,100,000 20,373,100,000 500,000,000 500,000,000 232,130,000 18,980,000 213,150,000 1.490.000.000

Page 74: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

74

a. Pengadaan Alat dan Bahan Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

8. RO : Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Penyakit pencegahan dan pengendalian penyakit Arbovirosis a. Sistim Informasi

Arbovirosis (SIARVI) 9. RO : Pendidilkan pelatihan

pencegahan pengendalian penyakit arbovirosis a. Workshop Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis bagi pengelola Program

b. Workshop Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian vektor dan deteksi dini Arbovirosis

10. RO : Bimbingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis (Dekon)

11. DAK Fisik Reguler BMHP RDT Combo DBD di 135 Kab/kota di 32 Provinsi

DAK Fisik Reguler BMHP BTI DBD di 139 Kab/Kota di 32 Provinsi

15.010 box (27.691.777.655) 251.191 Botol (18.912.901.808)

3 2022 80 1. RO:Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit arbovirosis.

2. RO : Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

3. RO : NSPK pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

Page 75: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

75

4. RO : Investigasi Kejadan Luar Biasa penyakit arbovirosis

5. RO : Surveilans Sentinel Arbovirosis

6. RO: Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

7. RO : Pengadaan Alat dan Bahan Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

8. RO : Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Penyakit pencegahan dan pengendalian penyakit Arbovirosis

9. RO : Pendidilkan pelatihan pencegahan pengendalian penyakit arbovirosis

10. RO : Bimbingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

11. DAK Fisik Reguler BMHP RDT Combo DBD

DAK Fisik Reguler BMHP BTI DBD

4 2023 85 1. RO:Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit arbovirosis.

2. RO : Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

3. RO : NSPK pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

4. RO : Investigasi Kejadan Luar Biasa penyakit arbovirosis

5. RO : Surveilans Sentinel Arbovirosis

Page 76: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

76

6. RO: Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

7. RO : Pengadaan Alat dan Bahan Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

8. RO : Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Penyakit pencegahan dan pengendalian penyakit Arbovirosis

9. RO : Pendidilkan pelatihan pencegahan pengendalian penyakit arbovirosis

10. RO : Bimbingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

11. DAK Fisik Reguler BMHP RDT Combo DBD

DAK Fisik Reguler BMHP BTI DBD

5 2024 90 1. RO:Koordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit arbovirosis.

2. RO : Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

3. RO : NSPK pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

4. RO : Investigasi Kejadan Luar Biasa penyakit arbovirosis

5. RO : Surveilans Sentinel Arbovirosis

6. RO: Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

Page 77: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

77

7. RO : Pengadaan Alat dan Bahan Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis

8. RO : Pengembangan /pemeliharaan Sistim Informasi Penyakit pencegahan dan pengendalian penyakit Arbovirosis

9. RO : Pendidilkan pelatihan pencegahan pengendalian penyakit arbovirosis

10. RO : Bimbingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

11. DAK Fisik Reguler BMHP RDT Combo DBD

DAK Fisik Reguler BMHP BTI DBD

5. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans

vektor sebanyak 200 kabupaten/kota di 34 propinsi

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 40 1. Pendampingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Vektor Filariasis, Malaria, Vektor Lainnya dan BPP

2. Surveilans Vektor dan BPP terpadu menuju reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit tular vektor dan zoonotik

3. Surveilans Situasi Khusus/KLB/Paska KLB Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

4. Review Efektifitas/Resistensi

4.010.541.000

Page 78: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

78

Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor dan BPP

5. Pembinaan dan Koordinasi Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan

6. Koordinasi LP/LS Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

7. Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

8. Sosialisasi NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

9. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga pengendalian vektor di daerah/UPT

10. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Surveilans dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

11. Intervensi Pengendalian Vektor dan BPP PON Pusat

452.310.000

2 2021 80 1. Pendampingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Vektor Filariasis, Malaria, Vektor Lainnya dan BPP

2. Surveilans Vektor dan BPP terpadu menuju reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit tular vektor dan zoonotik

3. Surveilans Situasi Khusus/KLB/Paska KLB Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

60.100.000.000

Page 79: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

79

4. Review Efektifitas/Resistensi Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor dan BPP

5. Pembinaan dan Koordinasi Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan

6. Koordinasi LP/LS Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

7. Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

8. Sosialisasi NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

9. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga pengendalian vektor di daerah/UPT

10. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Surveilans dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

11. Intervensi Pengendalian Vektor dan BPP PON Pusat

3 2022 120 1. Pendampingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Vektor Filariasis, Malaria, Vektor Lainnya dan BPP

2. Surveilans Vektor dan BPP terpadu menuju reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit tular vektor dan zoonotik

3. Surveilans Situasi Khusus/KLB/Paska KLB

61.150.000.000

Page 80: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

80

Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

4. Review Efektifitas/Resistensi Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor dan BPP

5. Pembinaan dan Koordinasi Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan

6. Koordinasi LP/LS Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

7. Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

8. Sosialisasi NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

9. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga pengendalian vektor di daerah/UPT

10. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Surveilans dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

11. Intervensi Pengendalian Vektor dan BPP PON Pusat

4 2023 160 1. Pendampingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Vektor Filariasis, Malaria, Vektor Lainnya dan BPP

2. Surveilans Vektor dan BPP terpadu menuju reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit tular vektor dan zoonotik

62.150.000.000

Page 81: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

81

3. Surveilans Situasi Khusus/KLB/Paska KLB Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

4. Review Efektifitas/Resistensi Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor dan BPP

5. Pembinaan dan Koordinasi Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan

6. Koordinasi LP/LS Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

7. Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

8. Sosialisasi NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

9. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga pengendalian vektor di daerah/UPT

10. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Surveilans dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

11. Intervensi Pengendalian Vektor dan BPP PON Pusat

5 2024 200 1. Pendampingan Teknis Pencegahan dan Pengendalian Vektor Filariasis, Malaria, Vektor Lainnya dan BPP

2. Surveilans Vektor dan BPP terpadu menuju reduksi, eliminasi, dan eradikasi

63.150.000.000

Page 82: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

82

penyakit tular vektor dan zoonotik

3. Surveilans Situasi Khusus/KLB/Paska KLB Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

4. Review Efektifitas/Resistensi Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor dan BPP

5. Pembinaan dan Koordinasi Jabatan Fungsional Entomolog Kesehatan

6. Koordinasi LP/LS Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

7. Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

8. Sosialisasi NSPK Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

9. Fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga pengendalian vektor di daerah/UPT

10. Pelaksanaan Pengadaan Alat dan Bahan Surveilans dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

11. Intervensi Pengendalian Vektor dan BPP PON Pusat

Page 83: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

83

6. Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi sebanyak 28 desa di

Kabupaten Poso dan Sigi

No Tahun Target Kegiatan Alokasi Dana

1 2020 11 Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga dalam Rangka Eliminasi Schistosomiasis

100.000.000

2 2021 15 Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga dalam Rangka Eliminasi Schistosomiasis

4.430.000.000

3 2022 19 Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga dalam Rangka Eliminasi Schistosomiasis

4.600.000.000

4 2023 24 Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga dalam Rangka Eliminasi Schistosomiasis

4.700.000.000

5 2024 28 Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga dalam Rangka Eliminasi Schistosomiasis

4.800.000.000

Page 84: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

84

BAB V

PEMANTAUAN PENILAIAN PELAPORAN

A. PEMANTAUAN

Pemantauan dimaksudkan untuk mensinkronkan kembali keseluruhan proses kegiatan agar

sesuai dengan rencana yang ditetapkan dengan perbaikan segera agar dapat dicegah

kemungkinan adanya penyimpangan ataupun ketidaksesuaian yang berpotensi mengurangi

bahkan menimbulkan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Pemantauan diarahkan guna

mengidentifikasijangkauan pelayanan, kualitas pengelolaan, permasalahan yang terjadi serta

dampak yang ditimbulkannya. Selain hal tersebut pemantauan juga dilakukan dalam rangka

memastikan target indikator yang ditetapkan berjalan sesuai dengan rencana dan melakukan

upaya dini jika ditemukan kendala dalam pelaksanaan kegiatan.

Sedangkan indikator yang digunakan dalam melakukan pemantauan adalah kegiatan dan

penugasan di setiap staf, subbag, seksi dan subdit secara berjenjang yang dilakukan melalui

kegiatan di lapangan dan atau pertemuan.

B. PENILAIAN

Penilaian rencana aksi kegiatan bertujuan untuk menilai keberhasilan penyelenggaraan aspek

dukungan terhadap program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

di Indonesia.

Penilaian dimaksudkan untuk memberikan bobot atau nilai terhadap hasil yang dicapai dalam

keseluruhan pentahapan kegiatan, untuk proses pengambilan keputusan apakah suatu program

atau kegiatan diteruskan, dikurangi, dikembangkan atau diperkuat. Penilaian diarahkan guna

mengkaji efektifiktas dan efisensi pengelolaan program.

Penilaian kinerja kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan

Zoonotikdilaksanakan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam pencapaian

sasaran.

C. PELAPORAN

Pelaporan sebagai bentuk informasi dan bentuk penyajian fakta tentang suatu keadaan atau suatu

kegiatan. Fakta yang disajikan merupakan bahan atau keterangan untuk informasi yang

dibutuhkan, berdasarkan keadaan sebenarnya atas suatu kegiatan atau pekerjaan. Kegiatan ini

pelaporan dilakukan dalam bentuk laporanan bulanan sampai dengan laporan tahunan.

Page 85: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

85

BAB VI

P E N U T U P

Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular

Vektor dan Zoonotik Tahun 2020-2024 ini disusun untuk menjadi acuan dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian upaya Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor

dan Zoonotik dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Sehingga Direktorat Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik mempunyai target kinerja yang telah disusun

dan akan dievaluasi pada pertengahan periode (2022) dan akhir periode 5 tahun (2024) sesuai

ketentuan yang berlaku.

Penyusunan dokumen ini melibatkan semua komponen di Direktorat Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Oleh karena itu kepada semua pihak yang telah

berkontribusi disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Harapan kami melalui penyusunan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Direktorat Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, upaya dukungan manajemen memberikan

kontribusi yang bermakna dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit khususnya dan

umumnya pembangunan kesehatan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan

akibat penyakit serta pencapaian sasaran program berdasarkan komitmen nasional dan

internasional.

Apabila di kemudian hari diperlukan adanya perubahan pada dokumen ini, maka akan

dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya.

Page 86: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

86

PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN

NO SASARAN

KEGIATAN NO

INDIKATOR KINERJA

PENANGGUNG JAWAB

1 2 3 4 5 6 1 Meningkatnya

pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik

1 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1.000 penduduk

Kepala Sub Direktorat Malaria

Kasie Pencegahan Malaria Kasie Pengendalian Malaria

2 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

Kepala Subdit Filariasis dan Kecacingan

Kasie Filariasis

3 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC)

Kepala Sub Direktorat Zoonosis

Kasie Pencegahan Zoonosis Kasie Pengendalian Zoonosis

4 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD ≤ 49 per 100.000 penduduk

Kepala Sub Direktorat Arbovirosis

Kasie Pencegahan Arbovirosis Kasie Pengendalian Arbovirosis

5 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans vektor

Kepala Sub Direktorat PengendalianVektor dan Binatang Pembawa Penyakit

Kasie Vektor Kasie Binatang Pembawa Penyakit

6 Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi

Kepala Subdit Filariasis dan Kecacingan

Kasie Kecacingan

2 Meningkatnya tata kelola manajemen

1 Nilai Kinerja Anggaran

Kepala Sub Direktorat Malaria Kepala subdit Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Kepala Sub

Kepala Sub Bag Tata Usaha

2 Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran

Page 87: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

87

3 Kinerja implementasi WBK satker

Direktorat Zoonosis Kepala Sub Direktorat Arbovirosis Kepala Subdit Filariasis dan Kecacingan

4 Persentase Peningkatan kapasitas ASN sebanyak 20 JPL

Page 88: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

88

MATRIKS RENCANA AKSI KEGIATAN

TAHUN 2020 – 2024

NO INDIKATOR DEFINISI

OPERASIONAL (DO)

CARA PERHITUNG

AN

TARGET

2020 2021 2022 202

3 202

4 1 Jumlah

kabupaten/kota yang mencapai API < 1/1.000 penduduk

Jumlah Kabupaten/ kota dengan angka insidens malaria < 1 per 1000 penduduk

Jumlah Kumulatif kab/ Kota dengan API<1 per 1000 penduduk. Perhitungan API = Jumlah kasus dibagi Jumlah Penduduk dikali 1000

466 475 484 495 500

2 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

Jumlah Kab/kota endemis yang telah melaksanakan POPM filariasis selama minimal 5 tahun dan berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

Kumulatif jumlah Kab/kota endemis yang telah melaksanakan POPM filariasis selama minimal 5 tahun dan berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1%

136 190 207 220 236

3 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ≥20% puskesmas rujukan Rabies Center (RC)

Capaian Kinerja pemerintah daerah kab/kota yang memiliki minimal 20% puskesmas yang berfungsi sebagai rabies center dalam kurun waktu satu tahun

kumulatif jumlah kab/kota yang memiliki minimal 20% puskesmas yang berfungsi sebagai rabies center

55 73 110 147 184

4 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai IR DBD ≤ 49 per

kabupaten/kota yang mempunyai insidens rate (IR) DBD kurang dari atau sama dengan 49 per 100.000

jumlah kab/kota yang mempunyai IR DBD < 49 per 100.000

70 75 80 85 90

Page 89: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

89

100.000 penduduk

penduduk dalam kurun waktu satu tahun

dalam kurun waktu 1 tahun dibagi jumlah kab/kota di Indonesia dikalikan 100 %

5 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang melaksanakan surveilans vektor

Jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali yang diinput melalui aplikasi Silantor

Kumulatif jumlah Kab/ Kota yang memiliki 25% Puskesmas yang melaksanakan surveilans nyamuk Aedes dan/ atau nyamuk Anopheles secara rutin setiap bulan sekali berdasarkan data yang ada di- aplikasi Silantor

40 80 120 160 200

6 Jumlah desa endemis schistosomiasis yang mencapai eliminasi

Jumlah desa endemis schistosomiasis yang berhasil menurunkan prevalensi pada manusia menjadi 0%

Kumulatif jumlah desa endemi schistosomiasis yang berhasil menurunkan prevalensi pada manusia menjadi 0%

11 15 19 24 28

7 Nilai kinerja anggaran

Capaian keluaran kegiatan diukur dari realisasi Volume Keluaran (RVK) dan realisasi volume keluaran kegiatan (RIKK) dengan menggunakan formula rata geometrik

Realisasi volume kegiatan / target volume kegiatan x realisasi indikator kegiatan / target indikator kegiatan

80 83 85 88 90

Page 90: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

90

8 Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggara

Kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/ Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas pelaksanaan anggaran, efisiensi pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi

Perhitungan IKPA ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Satker memperoleh nilai IKPA dari aplikasi e monev DJA

90 92 94 96 98

9 Kinerja implementasi WBK satker

Perolehan nilai implementasi menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada Satuan Kerja melalui penilaian mandiri (self Assesment) yang dilakukan oleh Satuan Kerja dengan menggunakan Lembar Kerja Evaluasi (LKE) Zona Integritas menuju WBK/WBBM yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang berlaku dan kemudian dilakukan evaluasi oleh Unit Pembina Sekretariat Direktorat Jenderal P2P.

Nilai implementasi WBK Satker dihitung dari akumulasi Nilai Total Pengungkit dan Nilai Total Hasil

70 73 75 77 80

10 Persentase Peningkatan kapasitas ASN sebanyak 20 JPL

Pengembangan kompetensi bagi ASN yang dilakukan paling sedikit 20 (dua

Jumlah ASN yang ditingkatkan kapasitas sebanyak 20

45 80 85 90 95

Page 91: RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) 2020 -2024...Rencana Strategik Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 bahwa tingkat Eselon I menjabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP) dan Eselon II atau

91

puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun dan dapat dilakukan pada tingkat instansi dan nasional

JPL dibagi jumlah seluruh ASN dikali 100%