Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
-
Upload
ade-suerani -
Category
Education
-
view
2.674 -
download
0
description
Transcript of Rekomendasi DPRD Sultra atas LKPJ Gubernur TA 2010
REKOMENDASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ATAS LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR
SELAKU KEPALA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010
Sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 3 Tahun 2007, bahwa
rekomendasi DPRD atas LKPJ Kepala Daerah akhir tahun anggaran adalah
berupa catatan-catatan strategis yang berisikan SARAN, MASUKAN, dan/atau
KOREKSI terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas
pembantuan, dan tugas umum pemerintahan.
Adapun standar pemberian rekomendasi atas LKPJ Gubernur selaku
Kepala Daerah tahun 2010 adalah kesesuaian dan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan baik itu dari aspek waktu,
sistimatika dan ruang lingkup materi maupun aspek substansi materi.
Peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 3 Tahun 2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada DPRD, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Masyarakat, PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Perda No. 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara, Perda No. 7 Tahun 2008 tentang RPJMD Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2008 - 2013, Perda No. 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara, APBD TA 2010 beserta perubahannya dan
beberapa peraturan teknis lainnya yang relevan.
Selanjutnya, rekomendasi DPRD atas LKPJ Gubernur Selaku Kepala
Daerah atas Tahun Anggaran 2010 adalah sebagai berikut:
I. Aspek Waktu, Sistematika dan Ruang Lingkup Materi
Secara umum, DPRD memberikan apresiasi terhadap sistematika
dan ruang lingkup materi, karena LKPJ TA 2010 telah dikemas sedemikian
cukup baik, lebih baik dari LKPJ tahun-tahun sebelumnya.
1
Namun, izinkan kami menyampaikan beberapa hal yang menjadi SARAN,
MASUKAN dan/atau KOREKSI, yakni :
1. Penyampaian LKPJ yang sudah terlambat 2 (dua) bulan yakni pada 16
Mei 2011, yang semestinya menurut ketentuan dalam Pasal 17 ayat
(1) PP No. 3 Tahun 2007, LKPJ Akhir Tahun Anggaran disampaikan
kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
2. Materi urusan wajib dan urusan pilihan semestinya di urut sesuai
sistematika sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat
(3) PP No. 3 Tahun 2007.
3. Materi urusan wajib bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum,
Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian, semestinya dipaparkan per Bagian/bidang, selanjutnya
diuraikan per SKPD dan per program. Misalnya : Bidang Otonomi
Daerah dilaksanakan Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Biro
Umum, Biro Hukum, Biro Ekonomi, selanjutnya dirincikan program-
programnya menyesuaikan bidang tersebut; Bidang Pemerintahan
Umum dilaksanakan oleh Biro Pemerintahan, dstnya, selanjutnya
diuraikan program-program yang sesuai dengan bidang tersebut.
Demikian selanjutnya, bidang-bidang lainnya menyesuaikan dirincikan
SKPD dan program-programnya sesuai bidang tersebut..
II. Aspek Substansi Materi
A. Penyelenggaraan Urusan Desentralisasi
Penyelenggaraan desentralisasi yang diamanatkan dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain desentralisasi dibidang
politik yang diwujudkan dalam bentuk penyerahan kewenangan kepada
Daerah untuk memilih pemimpinnya sendiri, juga mensyaratkan
pembagian urusan pemerintahan termasuk pengelolaan sumber daya
nasional secara adil dan proporsional antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota khususnya
urusan pemerintahan concurrent yakni urusan pemerintahan selain politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional
serta agama, yang terdiri dari 26 (dua puluh enam) urusan wajib dan 8
(delapan) urusan pilihan.
Dengan demikian, setiap urusan pemerintahan concurent terdapat
bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, Pemerintahan
2
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pembagian
urusan concurrent ditentukan berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian
hubungan antar tingkatan pemerintahan sebagaimana menjadi kehendak
Pasal 11 UU No. 32 Tahun 2004. Dan ini merupakan pelaksanaan
pembagian dan hubungan kewenangan antara Pemerintah, pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang saling
terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
Selanjutnya dalam Pasal 12 UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan
bahwa penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah disertai dengan
penyerahan sumber pendanaan, sarana dan prasarana serta personil
sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Dan semua sumber
pendanaan yang melekat pada setiap urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah, menjadi sumber keuangan daerah (APBD)
sejalan dengan prinsip money follow function yang mengandung makna,
pendanaan mengikuti fungsi sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab
masing-masing tingkatan pemerintahan.
Demikian halnya dengan pembentukan UU No. 33 Tahun 2004
dimaksudkan selain untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan
sumber pendanaan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan
antar pemerintahan daerah juga untuk mendukung pendanaan atas
penyerehan urusan pemerintahan kepada daerah sebagaimana tersirat
dalam Pasal 6, Pasal 10 dan Pasal 39 undang-undang tersebut.
Namun, patut disayangkan, apa yang menjadi kehendak ketentuan
kedua undang-undang otonomi daerah tersebut diatas tidak diikuti dengan
komitmen dan konsistensi pemerintah utamanya Kementerian/Lembaga
yang menangani urusan pemerintahan concurrent.
Dan kenyataan ini tercermin dengan adanya beberapa kebijakan
Pemerintah antara lain :
1. Kehadiran Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, yang
diantaranya mengabaikan kehendak Pasal 11 UU No. 32/2004 dan hal
ini tercermin dengan dominannya kewenangan Pemerintah terhadap
bagian-bagian urusan pemerintahan yang memiliki nilai strategis
utamanya urusan pemerintahan dibidang Perhubungan, Pertambangan
dan Energi, Kehutanan, Pertanahan, Kelautan dan Perikanan.
3
2. Masih adanya sumber pendanaan yang berasal dari APBN, yang
melekat di Kementrian/Lembaga untuk pendanaan program kegiatan
yang nyata-nyata merupakaan urusan pemerintahan yang telah
didesentralisasikan (diserahkan kepada daerah), namun dikemas
dengan berbagai istilah atau label seperti, dana dekonsentrasi, dana
pembantuan, dana penyesuaian, dana penguatan infrastruktur, dana
BOS, dana Stimulus, dana jamkesmas, dana PNPM Mandiri, dan
berbagai istilah lainnya yang jumlahnya sangat signifikan.
Dana-dana tersebut, semestinya dialokasikan melalui komponen dana
perimbangan yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga tercantum
dalam APBD masing-masing tingkatan pemerintahan daerah.
Kecuali itu, melalui DAK tersebut menjadi instrumen bagi pemerintah
dan DPR RI untuk menjaga keseimbangan fiskal dan mengurangi
kesenjangan sumber pendanaan antara pemerintahan daerah.
Rapat Paripurna Yang Berbahagia...
Sangat ironis jika di era otonomi daerah yang sudah memasuki
usianya yang lebih dari satu dekade ini masih saja ada sumber pendanaan
untuk membiayai program kegiatan yang nyata-nyata merupakan urusan
pemerintahan daerah tidak sepengatahuan/melibatkan DPRD sebagai salah
satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dilain pihak , peraturan
perundang-undangan mengharuskan peran aktif DPRD bahkan
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanan, dan pengawasannya.
Kondisi inilah yang menjadi kendala sekaligus hambatan bagi kita
sebagai penyelenggara pemerintahan daerah dalam rangka
penyelenggaraan urusan desentralisasi dan otonomi daerah yang
esensinya adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiiiri berdasarkan aspirasi masyarakat secara demokratis dan
bertanggung jawab.
Dengan demikian, DPRD menganggap tidak relevan dan keliru jika
permasalahan pengelolaan/peningkatan pendapatan daerah sebagaimana
dilaporkan dalam LKPJ (Hal. 55, 56, 57) yakni : 1) kurangnya dukungan
Pemerintah Kabupaten/kota terhadap pengelolaan Pendapatan Asli
Daerah; 2) Kurang harmonisnya dan kurang terjalinnya persamaan
presepsi dan tindakan antara pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota; 3) Masih tumpang tindihnya Peraturan Darerah
4
Kabupaten/Kota dan Peraturan Daerah Provinsi menyangkut pendapatan
daerah; 4) Pengurusan bagi hasil dari Pemerintah pusat dilakukan secara
masing masing Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota dan
5) Terdapat perubahan struktur organisasi (Dinas Pendapatan Daerah dan
aset daerah) namun tidak didukung dengan anggaran.
Untuk itu, sebagai KOREKSI DPRD, bahwa permasalahan pokok yang
kita hadapi bersama terkait pengelolaan pendapatan daerah/penguatan
Keungan Daerah adalah :
1. Pembagian Urusan Pemerintahan yang diatur Dalam PP. 38 Tahun
2007, tidak sesuai dengan hakekat Pasal 11 UU. N0.32 Tahun 2004,
yang mana bagian-bagian urusan pemerintahan yeng memliki nilai
strategis yang dapat memberikan konstribusi bagi penguatan keuangan
daerah (Pajak dan Non tax) ditetapkan sebagai kewenangan
Pemerintah.
2. Urusan Pemerintahan yang telah didesentralisasikan sebagaimana
ditetapkan dalam PP No. 38/2007 belum disertai dengan penyerahan
sumber pendanaan dari Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 12 UU No. 32/2004 Jo. Pasal 10 dan Pasal 39 UU No. 33/2004
Selanjutnya, SARAN dan MASUKAN DPRD atas kedua masalah diatas
adalah:
1. Agar Pemerintah Daerah membangun kebersamaan dengan Pemerintah
daerah lainnya untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak hak
daerah yang dimanatkan dalam ketentuan kedua undang-undang
otonomi daerah dimaksud.
2. Forum kebersamaan yang selama ini telah terjalin seperti asosiasi
gubernur, asosiasi DPRD, forum kerja sama regional Sulawesi dan
forum-forum lainnya sedianya mengangkat topik ini sebagai
permasalahan bersama dan kami dari DPRD bersedia memberikan
masukan lebih teknis, jika diperlukan.
Kecuali itu, harus pula diakui jika permasalahan yang dihadapi
berkenaan dengan pengelolaan pendapatan daerah diantaranya:
a. Belum disesuaikannya perda-perda yang berkaitan dengan retribusi
khususnya retribusi pemakaian kekayaan daerah yang tarifnya tidak
sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Untuk itu diSARANkan agar segera
5
mempersiapkan dan mengajukan rancangan perda dimaksud sebagai
pengganti/revisinya.
b. Masih adanya obyek-obyak pajak daerah yang belum dipungut secara
maksimal khususnya pajak kendaraan bermotor dan bea balik nomor
kendaraan bermotor terhadap kendaraaan bermotor yang berasal dari
luar daerah (Non DT) yang nyata-nyata barganti kepemilikannya atau
domisilinya yang banyak beroperasi didaerah ini. Untuk itu,
diSARANKAN agar pemerintah daerah melakukan koordinasi dengan
pihak Kepolisian selaku pelaksana pendaftaran kendaraaan bermotor
untuk menertibkan kendaraan bermotor dimaksud, sesuai dengan
ketentuan Pasal 182 PP No. 43/1993 tentang Kendaraan Dan
Pengemudi.
Selain itu perlu kita pahami pula bahwa asas otonomi yang kita
gunakan dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi, sebagaimana
tersirat dalam pasal 22 ayat (3) UU No. 32/2004 tidak bersifat
absolut/mutlak sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah,
Oleh karena itu setiap kebijakan daerah (PERDA) dan/atau Kebijakan
Pemerintah Daerah (Peraturan/Keputusan Gubernur) dalam rangka
penyelenggaraan desentralisasi/urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah, harus berpedoman pada norma,
standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang dditetapkan Pemerintah
sebagaimana tersirat dalam Pasal 136 dan 146 UU No. 32/2004 Jo. Pasal 9
PP No. 38/ 2007.
Untuk itu, SARAN dan MASUKAN DPRD atas hal ini, agar SKPD-SKPD
yang menyelenggarakan urusan desentralisas, sedianya menyiapkan
rumusan kebijakan teknis sesuai dengan bidang/urusan yang menjadi
tugasnya sebagaimana hal ini ditegaskan dalam PP No. 41 tahun 2007
yang mengatakan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, Badan, Dinas,
dan Lembaga Teknis Daerah mempunyai fungsi merumuskan kebijakan
teknis sesuai dengan bidang yang menjadi tanggungjawabnya, yang
nantinya mewarnai kebijakan daerah dan/ atau kebijakan pemerintah
daerah sebegai piranti lunak pendukung (Dasar hukum) bagi SKPD yang
bersangkutan dalam malaksanakan tugasnya.
Apa yang telah diulas diawal tidak lain adalah agar kita sebagai
unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah ini memiliki
6
kesepahaman dalam memaknai penyelenggaran desentralisasi dan azas
otonomi termasuk permasalahan dan solusi yang menyertainya.
Selanjutnya, terhadap urusan desentralisasi yang menjadi
kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah
dilaporkan dalam LKPJ kami tanggapi dengan pengklasifikasian. Pertama,
Program-program Yang Menjadi Pilar Bahteramas; Kedua, Program Yang
Realisasinya Kurang Maksimal, Namun Dianggap Tidak Memiliki
Permasalahan Signifikan; dan Ketiga, Urusan Desentralisasi Yang
Penanganannya Belum Maksimal.
1. PROGRAM-PROGRAM YANG MENJADI PILAR BAHTERAMAS
1) Biaya Operasional Pendidikan (BOP)
Kebijakan program pendidikan gratis melalui BOP diperuntukan untuk
membiayai 9 (sembilan) item kegiatan untuk jenjang pendidikan SD,
SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat.
Disisi lain, pemerintah pusat mencanangkan pendidikan gratis melalui
program BOS yang diperuntukan untuk membiayai 14 (empat belas)
item kegiatan untuk jenjang pendidikan SD dan SMP/Sederajat.
Ke-9 item kegiatan pembiayaan BOP diantaranya merupakan bagian
dari ke-14 item kegiatan pembiayaan BOS.
Masing-masing jenjang pemerintahan mengklaim pendidikan gratis,
namun realisasi BOP maupun BOS sama sekali tidak menggratiskan
para pelajar/siswa di jenjang pendidikan manapun.
DPRD akui, ada keringanan pembiayaan pendidikan ataupun sekolah
bagi pelajar/siswa, namun hal itu sama sekali tidak mengurangi
berbagai pungutan dan berbagai jenis pembiayaan oleh guru ataupun
pihak sekolah.
2) Pengobatan Gratis Rawat Inap Kelas III
Kebijakan program pengobatan gratis rawat inap kelas III
diperuntukan untuk warga miskin/kurang mampu.
Disisi lain, pemerintah pusat juga memiliki program serupa yakni
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) berupa pengobatan
gratis rawat inap kelas III yang diperuntukan untuk 76 Juta
masyarakat miskin se Indonesia.
7
3) Bantuan Keuangan (Block Grant) 100 juta per
desa/kelurahan/kecamatan
Sasaran dan tujuan program ini hampir serupa dengan program
pemerintah pusat yakni Program Pembangunan Infrastruktur
Pedesaan, PNPM Mandiri, dan lain sebagainya.
Implementasi program ini sampai dengan tahun ketiga (tahun 2010)
belum terealisasi 100 juta per desa/kelurahan/kecamatan.
Terhadap ketiga pilar Bahteramas, DPRD berpendapat :
1) Tiga kali LKPJ Gubernur, DPRD belum pernah memperoleh informasi
secara jelas dan komprehensif terkait kuantitas dan kualitas ketiga
pilar bahteramas tersebut.
Berapa pelajar/siswa termasuk guru-guru dan sekolah yang sudah
dibantu dengan program BOP?
Berapa jiwa/pasien masyarakat Sultra yang sudah dibantu dengan
program pengobatan gratis rawat inap kelas III?
Berapa desa/kelurahan/kecamatan yang sudah dibantu dengan
program block grant?
Data kuantitaif ini kami perlukan, guna kesinambungan program
melalui pengalokasiannya APBD. Informasi kualitatif juga kami
perlukan guna untuk mengukur indikator capaian ketiga program
dimaksud.
2) Ketiga pilar bahteramas secara kasat mata tumpang tindih dengan
program pemerintah pusat, baik sasaran maupun tujuan yang hendak
dicapai, sehingga target atau cita-cita pembangunan daerah ataupun
pembangunan nasional yakni mensejahterakan masyarakat melalui
pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur terkesan
berjalan lambat atau tidak menunjukan perbaikan/perubahan yang
signifikan.
Untuk itu, SARAN dan MASUKAN DPRD adalah :
1) Agar SKPD-SKPD yang menangani program-program Bahteramas
berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap pembagian urusan khususnya di bidang
pendidikan dan bidang kesehatan. Karena terkhusus kedua bidang
urusan ini, sasaran dan tujuannya menjadi kabur karena tumpang
tindihnya peruntukan pembiayaan.
8
Hal ini dimaksudkan agar jelas dan kongkrit, sehingga disetiap tingkat
pemerintahan dapat diketahui capaian-capaian yang terukur yang
bukan saja secara kuantitatif tetapi juga kualitatif. Pencapaian terukur
ini juga dapat menjadi indikator keberhasilan pemerintahan daerah
yang bukan saja kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur periode
2008-2013 tetapi juga peran DPRD periode 2009-20014 terhadap
pengelolaan urusan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita
bersama terhadap rakyat.
Koordinasi dengan pemerintah pusat sedianya dapat disampaikan apa
yang menjadi hak pemerintahan daerah yaitu disetiap urusan yang
telah diserahkan (didesentralisasikan) melekat atasnya pendanaan,
sehingga pendanaan yang menjadi urusan/kewenangan
pemerintahan daerah dapat dialokasikan dalam bentuk Dana
Perimbangan sebagaimana amanat Pasal 12 UU No. 32 tahun 2004
dan Pasal 5 UU No. 33 Tahun 2004
2) Agar SKPD-SKPD yang mengelola dana BOS, dana Jamkesmas, dan
dana-dana dari pusat dalam bentuk apapun itu namanya, disetiap
pembahasan RAPBD menyertakan RKA Kementerian/Lembaga yang
memberikan/mengalokasikan dana tersebut, guna sinkronisasi
program pemerintah daerah dengan program pemerintah pusat dan
untuk menghindari penganggaran ganda.
2. PROGRAM YANG REALISASINYA KURANG MAKSIMAL, NAMUN DIANGGAP TIDAK ADA PERMASALAHAN YANG SIGNIFIKAN
DPRD menginventarisir ada 15 (lima belas) program di 6 (enam)
bidang urusan wajib yang realisasinya kurang maksimal, namun oleh
SKPD yang melaksanakan program-program tersebut dianggap tidak
ada permasalahan yang signifikan. Program-program dimaksud adalah :
1) Urusan Bidang Pendidikan oleh Dinas Pendidikan
a. Realiasi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan hanya
86,94 persen dari anggaran 5,4 milyar rupiah lebih atau ada dana
sekitar 600 juta rupiah lebih yang tidak terserap.
b. Realisasi Program Pendidikan Menengah hanya 65,78 persen dari
anggaran 3,1 milyar rupiah lebih, atau ada dana sekitar 1 milyar
lebih yang tidak terserap
9
c. Realisasi Program pendidikan luar biasa/PK dan PLK yang hanya
66,64 persen dari total dana 455 juta rupiah lebih atau ada dana
sekitar 100 juta rupiah lebih yang tidak terserap.
2) Urusan Bidang Kesehatan oleh Rumah Sakit Umum Daerah :
a. Realisasi Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah
Sakit Mata yang hanya 36,57 persen dari total anggaran 19 milyar
lebih, atau ada dana sekitar 12 milyar kurang yang tidak terserap.
b. Realisasi Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata
yang hanya 67,33 persen dari total anggaran 1,3 milyar atau ada
sekitar 400 juta dana yang tidak terserap.
c. Realisasi Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
hanya 73,35 persen dari total dana 1,1 milyar lebih, atau ada
sekitar 300 juta dana yang tidak terserap.
3) Urusan Bidang Pekerjaan Umum oleh Dinas Pekerjaan Umum
a. Realisasi program Pembangunan Jalan dan Jembatan yang hanya
64,51 persen dari total dana 176 Milyar lebih atau ada dana
sekitar 63 Milyar yang tidak terserap.
b. Realisasi Program Pembangunan Turap/Talud/Bronjong nol persen
alias nihil dari total dana yang dialokasikan 23 juta lebih.
c. Realisasi Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
hanya 47,80 persen dari total anggaran yang dialokasikan sebesar
19 milyar lebih atau ada sekitar 10 milyar dana yang tidak
terserap.
d. Realisasi Program Pengendalian Banjir yang hanya 64,02 persen
dari total dana 16 Milyar lebih atau ada dana sekitar 6 Milyar yang
tidak terserap.
e. Realisasi Program Rehab/Pnk. Kantor dan Gedung-Gedung Utama
Pemda Sulawesi Tenggara yang hanya 54,39 persen dari dana
yang dialokasikan sebesar 28 Milyar lebih atau ada dana sekitar 13
Milyar yang tidak terserap.
4) Urusan Bidang Perumahan oleh Dinas Pekerjaan Umum
Realisasi Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan
Perumahan dan Pemukiman yang hanya 56,69 persen dari dana 8,4
milyar lebih atau ada dana sekitar 3,7 milyar rupiah lebih yang tidak
terserap.
10
5) Urusan Bidang Penataan Ruang oleh :
a. Dinas Pekerjaan Umum, yaitu Realisasi Program Perencanaan Tata
Ruang yang hanya 68 persen dari anggaran 619 juta rupiah, atau
ada sekitar 180 juta dana yang tidak terserap.
b. Bappeda, yaitu Realisasi Program Perencanaan Tata Ruang
sekitar 84,84 persen dari total anggaran 3,7 milyar rupiah atau
ada sekitar 600 juta dana yang tidak terserap.
6) Urusan Bidang Perumahan oleh Dinas Pekerjaan Umum
Realisasi Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan
Perumahan dan Pemukiman yang hanya 56,69 persen dari dana 8,4
milyar lebih atau ada dana sekitar 3,7 milyar rupiah lebih yang tidak
terserap.
Atas hal ini, KOREKSI DPRD adalah bahwa SKPD yang
melaksanakan program-program diatas, dan menganggap tidak ada
permasalahan yang signifikan telah keliru. Realisasi yang kurang
maksimal dalam impelemntasinya berarti menemui kendala atau
hambatan, sehingga apa yang menjadi target berupa sejumlah alokasi
dana dan bahkan tujuan program, tidak maksimal tercapai.
Realisasi program yang tidak maksimal bukan saja kurang
memanfaatkan dana yang sudah dialokasikan yang berarti menghambat
jalannya percepatan pembangunan, tetapi juga kami anggap
perencanaan program yang tidak matang, sekaligus pengabaian
terhadap kesepakatan yang telah kita tuangkan dalam APBD TA 2010.
Semestinya SKPD-SKPD yang melaksanakan program-program
yang realisasinya kurang maksimal tersebut, melaporkan lebih
komprehensif permasalahan dan tawaran solusi agar hal ini dapat
ditindaklanjuti dalam pembahasan RAPBD atau diforum-forum rapat
dewan lainnya, bukan menganggap tidak ada permasalahan yang
signifikan sebagaimana dilaporkan dalam LKPJ.
Selanjutnya, sebagai SARAN dan MASUKAN, agar pada
penyampaian LKPJ tahun anggaran berikutnya, program-program yang
realisasinya kurang maksimal sedianya dijelaskan secara kongkrit
permasalahan dan solusinya.
11
3. URUSAN DESENTRALISASI YANG PENANGANANNYA BELUM MAKSIMAL
Ada tiga urusan desentralisasi yang menurut kami menjadi
unsur penting dan strategis dalam rangka menunjang keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik, sehingga
perlu mendapat perhatian serius untuk dikelola sebaik mungkin yaitu
pengelolaan kepegawaian daerah, pengelolaan keuangan daerah,
pengelolaan barang darah. Ketiga hal tersebut, kami anggap dalam
perjalanannya sepanjang tahun 2010 belum menunjukan perubahan-
perubahan yang signifikan dalam arti perbaikan untuk kebaikan
pemerinthan daerah. Untuk itu, izinkan kami memberikan pendapat
sekaligus rekomendasi sebagai berikut:
a. Pengelolaan Pegawai Daerah
Salah satu komitmen pemerintah daerah yang telah disepakati DPRD
sebagaimana tertuang dalam RPJMD, yang juga merupakan salah
satu prioritas yang dituangkan dalam KUA PPAS pada setiap tahun
(2008, 2009, dan 2010) adalah reformasi birokrasi.
Esensi reformasi birokrasi dimaksud adalah penataan kembali,
memperbaiki dan membenahi seluruh komponen kelembagaan dan
manajemen kepegawaian demi mewujudkan birokrasi yang
professional dan berintegritas dalam rangka efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik.
Komitmen reformasi birokrasi tersebut, sejalan pula dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden
Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pembentukan Badan Kepegawaian
daerah seperti halnya :
1) Pasal 1 nomor urut 3 yang menyebutkan bahwa manajemen
pegawai negeri sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan, penempatan, promosi dan pemberhentian.
2) Pasal 3 dan Pasal 4 yang mengatakan bahwa BKD mempunyai
tugas pokok membantu gubernur dalam melaksanakan
manajemen PNSD yang mempunyai fungsi antara lain penyiapan
penyusunan peraturan perundang-undangan daerah di bidang
kepegawaian sesuai dengan standar, norma dan prosedur yang
12
ditetapkan pemerintah dan penyiapan pelaksanaan pengangkatan,
kenaikan pangkat dan pemberhentian PNSD sesuai dengan norma,
standar, dan prosedur yang ditetapkan peraturan perundang-
undangan, dll.
Namun, harus diakui apa yang menjadi komitmen reformasi
birokrasi dan ketentuan manajemen kepegawaian yang
dkehendaki Kepres tersebut diatas, tidak diikuti dengan komitmen
pemerintah daerah dan ini tercermin dengan adanya beberapa
kebijakan seperti :
• Formasi dari pengadaan pegawai negeri sipil pada setiap tahun
yang belum sepenuhnya mengimplementasikan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam PP No. 97 tahun 2000 tentang
Formasi PNS dan PP No. 98 tahun 2000 tentang Pengadaan
PNS seperti halnya Pasal 3 ayat (2) yang mengisyaratkan
formasi PNSD disusun oleh masing-masing SKPD setiap tahun
anggaran selanjutnya ditetapkan dengan peraturan gubernur,
dan formasi dimaksud disusun berdasarkan analisa kebutuhan
masing-masing SKPD.
• Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNSD dari
dan dalam jabatan belum sepenuhnya mempedomani norma,
standar dan prosedur yang diisyaratkan dalam ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam PP No. 100 tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 13 Tahun 2002 serta
turunannya antara lain Keputusan Kepala BKN No. 43 Tahun
2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS.
Sebutlah standar kompetensi yang dipersyaratkan untuk
dipenuhi seoang PNS dalam jabatan struktural yaitu kompetensi
dasar yaitu kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap pejabat
struktural (DUK, Pendidikan Formal, dan Diklat
Penjenjangan/Kepemimpinan) juga kompetensi bidang yaitu
kompetensi yang diperlukan setiap pejabat struktural sesuai
dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,
yang parameternya adalah pengalaman kerja dalam menangani
bidang pekerjaannya dan diklat fungsional/kedinasan. Sebab
mustahil seorang PNS memiliki kecakapan dan kemampuan
teknis di bidangnya tanpa dipersiapkan.
13
Terhadap hal-hal yang tidak dilaksanakan maksimal diatas, DPRD
MENYARANKAN agar SKPD sebagaimana amanat Kepres No. 159
Tahun 2000 yang bertugas terhadap manajemen kepegawaian
daerah yakni Badan Kepegawaian Daerah, untuk :
1) dengan sungguh-sungguh memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait formasi pegawai negeri sipil antara
lain sebagaimana diatur dalam PP No. 97 Tahun 2000 termasuk
Keputusan Kepala BKN No. 26 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Formasi Pegawai Negeri Sipil, yang mengisyaratkan
agar formasi pegawai negeri sipil disusun oleh masing-masing
SKPD sesuai dengan analisis kebutuhannya selanjutnya
ditetapkan dengan peraturan gubernur. Formasi kebutuhan
pegawai negeri sipil tersebut juga merupakan dokumen
pendukung dalam pengajuan RAPBD dalam rangka perencanaan
pengalokasian belanja pegawai.
2) dengan sungguh-sungguh memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait pengadaan pegawai negeri sipil
antara lain sebagaimana diatur PP No. 98 Tahun 20002 termasuk
Keputusan Kepala BKN No. 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, yang
mengisyaratkan agar pegawai yang diadakan betul-betul memiliki
kecakapan, keahlian dan keterampilan guna efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3) dengan sungguh-sungguh memperhatikan ketentuan terkait
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri
sipil daerah dari dan dalam jabatan struktural antara lain sebagai
diatur dalam PP No. 100 tahun 2000 dan PP No. 13 Tahun 2002
termasuk difungsikannya BAPERJAKAT.
4) segera menyusun Standar Kompetensi Jabatan Struktural
sebagaimana diisyaratkan dalam Keputusan Kepala BKD No. 43
tahun 2001 dan Keputusan Kepala BKN No. 46 Tahun 2003
tentang pedoman pengusunan standar kompetensi jabatan
struktural PNS untuk ditetapkan dengan peraturan gubernur.
14
b. Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari peran tim anggaran
pemerintah daerah dalam menyiapkan RAPBD dengan menelaah
kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA PPAS, prakiraan maju
yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen
perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis
standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan
minimal.
Tidak sedikit kami menemukan dalam LKPJ bagian program/kegiatan
yang tidak semestinya menjadi beban APBD dan tidak sesuai dengan
tupoksi, antara lain :
1) Program/kegiatan yang kami anggap bukan merupakan urusan
desentralisasi sehingga tidak seharusnya menjadi beban APBD
seperti halnya, sosialisasi pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan yang melekat pada Biro Administrasi Pembangunan,
monitoring dan evaluasi dekonsentrasi dan tugas pembantuan
pada Biro Administrasi Pemerintahan, evaluasi perda-perda
kabupaten/kota di Biro Hukum, evaluasi perda APBD di Biro
Keuangan. Program/kegiatan tersebut semestinya menjadi beban
APBN sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 7 Tahun 2008.
2) Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan
dengan salah satu kegiatannya penegakan peraturan perundang-
undangan daerah, yang outputnya adalah tersosialisasinya perda
dan pergub oleh Kantor Satpol PP. Kami anggap kegiatan ini tidak
sesuai tupoksi dan tidak rasional karena semestinya menjadi
tupoksi dan sudah dilaksanakan Biro Hukum. Disarankan agar
Kantor Satpol PP lebih berkonsentrasi pada program penegakan
peraturan daerah sebagaimana kehendak Pasal 148 UU No. 32
Tahun 2004 dibanding program-program terkait keamanan,
ketertiban dan ketentraman masyarakat yang sebagian kami lihat
di LKPJ tumpang tindih dengan program di Badan Kesbang.
Dan lain-lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu
Untuk itu, SARAN dan MASUKAN, agar TAPD dalam membahas RKA-
SKPD dengan sungguh-sungguh melakukan kajian/telaah
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 ayat (3) PP No. 58 Tahun
2005
15
c. Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dari aspek kelembagaan terjadi tumpang tindih antar SKPD yaitu
Dinas Pendapatan dan Asset Daerah, Biro Umum Sekretariat Daerah
dan Dinas Pemuda dan Olahraga, dalam pengelolaan aset daerah,
khususnya barang daerah yang fungsinya bukan untuk menunjang
tugas pokok dan fungsi SKPD seperti Eks MTQ, Lapangan Lakidende,
Lapangan Golf, Kolam Renang KONI, dll.
Selain itu, harus pula diakui, pengelolaan barang milik daerah belum
sepenuhnya mempedomani ketentuan-ketentuan yang telah kita
sepakti dalam Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah, mulai dalam hal perencanaan kebutuhan barang,
pengadaan barang, penerimaan dan penyaluran, penggunaan,
penatausahaan, pemanfaatan serta pengamanan, penilaian,
penghapusan sampai dengan pemindatanganan barang daerah,
Untuk itu, SARAN dan MASUKAN DPRD:
1) Segera dilakukan penataan kelembagaan yang dituangkan dalam
rancangan peraturan daerah.
2) Dalam pengelolaan barang milik daerah agar pemerintah daerah
secara sungguh-sungguh mengimplementasikan ketentuan-
ketentuan Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah termasuk tindak lanjutnya dengan beberapa
peraturan gubernur seperti halnya peraturan gubernur tentang
standar sarana dan prasara pemerintah daerah dalam rangka
perencanaan barang daerah. Dan hal ini juga menjadi dokumen
pendukung dalam pembahasan RAPBD dalam rangka
pengalokasian belanja barang.
B. Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
DPRD memberikan apresiasi atas informasi penyelenggaraan tugas
pembantuan yang disajikan dalam LKPJ yang sudah cukup jelas. Apresiasi
juga diberikan kepada SKPD-SKPD yang telah menangani bidang-bidang
yang diselenggarakan melalui program dan kegiatan Tugas Pembantuan
yang diterima, karena realisasinya sudah cukup baik (diatas rata-rata).
16
Namun sebagai catatan berupa SARAN dan MASUKAN DPRD, agar
RKA-KL yang telah ditetapkan dalam bentuk satuan anggaran per satuan
kerja dalam rangka penyelenggaraan tugas pembantuan yang diterima
diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 51 ayat (7) PP No. 7 Tahun 2008.
Pemberitahuan ini oleh peraturan perundang-undangan dimaksudkan
untuk mensinkronisasikan kegiatan pemerintah yang didanai melalui APBN
dengan kegiatan yang menjadi urusan daerah yang akan didanai APBD.
Selanjutnya menjadi KOREKSI DPRD, tidak dilaporkannya dasar
hukum tugas pembantuan yang diterima berupa peraturan
menteri/pimpinan lembaga sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 39 ayat
(5) PP No. 7 Tahun 2008 yang berbunyi “ lingkup urusan pemerintahan
yang akan ditugaskan ditetapkan dalam peraturan menteri/pimpinan
lembaga”. Demikian pula tidak dilaporkannya peraturan gubernur
mengenai tim koordinasi sebagaimana amanat Pasal 42 PP No. 7 Tahun
2008.
Untuk itu, SARAN DPRD agar hal ini tidak berulang lagi, dan
kedepannya informasi penyelenggaraan tugas pembantuan lebih
sempurna lagi.
C. Tugas Umum Pemerintahan
Terhadap tugas umum pemerintahan, materi yang tersaji dalam
LKPJ kami anggap sudah cukup baik, Namun, ada beberapa hal yang
menjadi SARAN dan MASUKAN DPRD, yaitu :
Pertama, terkat koordinasi dengan instansi vertikal, agar pemerintah
daerah meningkatkan hubungan koordinasi dimaksud khususnya dengan
kepolisian dalam menangani konflik horizontal ditengah masyarakat kita,
ataupun penanganan aksi unjuk rasa dengan mengedepankan
pendekatan-pendekatan persuasif.
Kedua, terkait pembinaan batas wilayah, khususnya penanganan batas
wilayah antara Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Tengah,
agar solusi yang sudah dijabarkan dalam LKPJ ditindaklanjuti
sebagaimana mestinya.
Ketiga, terkait pencegahan dan penanggulangan bencana, agar kiranya
pemerintah daerah juga berkonsentrasi terhadap upaya-upaya
pencegahan bencana khususnya bencana alam, antara lain dengan
pelestarian lingkungan melalui reboisasi, ataupun pemberian AMDAL
17
sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria bagi industry
pertambangan atau usaha-usaha yang berhubungan dengan lingkungan
hidup.
Mengakhiri penyampaian rekomendasi ini, perkenankan kami
menyampaikan satu hal yang mungkin keluar dari substansi materi
rekomendasi, namun kami anggap perlu untuk disampaikan karena
merupakan aspirasi masyarakat yang harus ditindaklanjuti gubernur. Kita
ketahui bersama, pengelolaan pertambangan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah kabupaten/kota saat ini, telah menimbulkan keresahan
di masyarakat kita, karena bukan saja berdampak pada penurunan nilai
ekologis, tetapi juga tidak berdampak signifikan pada kontribusi keuangan
daerah baik untuk daerah penghasil maupun bagi hasil untuk provinsi. Untuk
itu, DPRD mendorong gubernur untuk mengambil langkah-langkah strategis
dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintarh pusat di daerah yang mana
hal ini diatur dalam Pasal PP No. 19 Tahun 2010, untuk mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang berkaitan dengan perizinan pengelolaan pertambangan
di daerah yang kita cintai bersama ini.
Demikian rekomendasi DPRD sebagai aktualisasi dari fungsi check and
balances dari mitra, yang diharapkan mendapat perhatian dan respon positif
dari pemerintah daerah dalam perbaikan penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Akhirnya, terima kasih atas
perhantiannya dan mohon maaf atas kekurangannya.
Billahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Kendari, 9 Mei 2011
PANITIA KHUSUS PERUMUS REKOMENDASI DPRD ATAS LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR
SELAKU KEPALA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA,
1. L. M. Rusman Emba, ST Ketua
2. Drs. Sabaruddin Labamba, M.Si Wakil Ketua
3. Abdul Hasid Pedansa Sekretaris
4. Muddin Musa, SH Anggota
18
5. Drs. La Nika, M.Si Anggota
6. La Ode Muh. Marshudi Anggota
7. Firdaus Tahrir, SE., MM Anggota
8. Ir. Mardamin, M.Pd Anggota
9. Suwandi Andi, S.Sos Anggota
10. Nasrawaty Djufri, B.Sc Anggota
11. Ir. Rachmawati Badallah Anggota
12. Ir. Slamet Riadi Anggota
13. H. Syamsul Ibrahin, SE., M.Si Anggota
14. Drs. H. La ode Ndoloma, MM Anggota
15. H. Saharuddin B., SH Anggota
16. H. Soekarno, SH Anggota
17. Yaudu Salam Ajo, S.Pi Anggota
18. Drs. H. Abu Bakar Lagu Anggota
19. Ir. H. Achmad Sunarko Anggota
20. H. Abdul Rasyid Syawal, S.Pd Anggota
21. Drs. H. Ryha Madi Anggota