REKAYASA SUNGAI
Transcript of REKAYASA SUNGAI
LAPORAN TUGAS
REKAYASA SUNGAI
Tahapan Analisa Hidrologi Dalam Rekayasa Sungai
OLEH :
FAURIZA PATIRAJAWANE
115060401111011
KELAS : A
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Tahapan analisa hidrologi yang digunakan sebagai awal dalam perencanaan rekayasa
sungai adalah sebagai berikut :
1. Estimasi data hujan
Data yang hilang atau kesenjangan (gap) data suatu pos penakar hujan,
pada saat tertentu, dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos
penakar di sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan Ratio
Normal. Syarat untuk menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan
pos penakar yang datanya hilang harus diketahui, disamping dibantu dengan data
tinggi hujan rata-rata tahunan dan data pada pos-pos penakar di sekitarnya.
Misalnya pos X adalah pos penakar yang datanya hilang, mempunyai
tinggi hujan rata-rata tahunan yang diperoleh dari nilai rata-rata dalam banyak
tahun (kecuali dalam tahun datanya hilang), sebesar Anx sedangkan pada pos-pos
penakar di sekitarnya A,B, dan C mempunyai tinggi hujan rata-rata tahunan
masing-masing Ana , Anb , Anc. Jika tinggi hujan di pos-pos penakar A, B, dan C
pada saat data di pos penakar hilang diketahui sebesar da , db , dan dc maka tinggi
hujan di pos penakar X pada saat hilang dapat ditaksir dengan rumus berikut ini :
dc =
13 (da
AnxAna
+dbAnxAnb
+dcAnxAnc )
Dimana :
dc = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun c
da = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun a
Anx = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun x
Ana = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar a
db = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun b
Anx = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun x
Anb = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar b
dc = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun c
Anx = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun x
Anc = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar c
Jika jumlah penakar hujan untuk menentukan data x yang hilang adalah
sebanyak n, maka dapat dipakai rumus :
Dimana :
Dx = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun x
n = jumlah stasiun di sekitar x untuk mencari data di x
di = data tinggi hujan harian maksimumdi stasiun i
Anx = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun x
Ani = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar x
2. Uji konsistensi data
Ketelitian hasil perhitungan dalam ramalan Hidrologi sangat diperlukan,
yang tergantung dari konsistensi data itu sendiri. Dalam suatu rangkaian data
pengamatan hujan, dapat timbul ketidakkonsistenan, yang dapat mengakibatkan
penyimpangan dalam perhitungan.
Ketidakkonsistenan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Perubahan letak stasiun
b. Perubahan system pendataan
c. Perubahan iklim
d. Perubahan dalam lingkungan sekitar
Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan
lingkungan di sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya, penakar hujan
terlindung oleh pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan
penakaran dan pencatatan, pemindahan letak penakar dan sebagainya,
memungkinkan terjadi penyimpangan terhadap trend semula. Hal ini dapat
diselidiki dengan menggunakan lengkung massa ganda seperti terlihat pada
Gambar 1.
Apabila data hujan tersebut tidak konsisten, maka dapat dilakukan koreksi
dengan menggunakan rumus :
Dx=1n∑i=1
n
d i
Anx
Ani
C = Fk x C’
Fk = tan α tan αc
Keterangan:
C : Data hujan yang diperbaiki
C’ : Data hujan hasil pengamatan
Tgα : Kemiringan sebelum ada perubahan
Tg αc : Kemiringan setelah ada perubahan
αC
α 450
Gambar 1. Lengkung Massa Ganda
Keterangan : Jika data hujan konsisten, maka grafik berupa garis lurus dengan
sudut = tg 450
1. Mencari curah hujan maksimum dan rata-rata daerah
a. Metode rata-rata hitung (Aritmatic Mean)
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata
hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di
dalam area tersebut. Untuk menentukan curah hujan baru dengan metode rata-
rata hitung (aritmatic mean) dipergunakan persamaan :
Dimana :
B
A
C
C’
Curah hujan tahunan rata-rataBeberapa pos penakar yang berdekatan (mm)
Cur
ah huja
n tahunan rata-rataA
kunulatif (mm
)
d=d1+d2+d3+.. . .+dn
n
d = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
n = banyaknya stasiun
b. Metode Thiessen
Metode ini digunakan apabila dalam suatu wilayah stasiun pengamatan
curah hujannya tidak tersebar merata. Curah hujan rata-rata dihitung dengan
mempertimbangkan pengaruh tiap-tiap stasiun pengamatan.
Berdasarkan metode thiessen, penggambaran dilakukan dengan cara
meletakkan titik-titik stasiun pada peta. Selanjutnya menghubungkan titik tiap
stasiun sehingga membentuk jaringan segitiga-segitiga. Pada setiap segitiga
dibentuk garis-garis bagi tegak lurus sehingga membentuk poligon-poligon di
sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan batas luas
efektif yang diasumsikan untuk stasiun tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan
seperti terlihat pada Gambar 3. contoh penggambaran metode thissen.
Luas masing-masing poligon dapat ditentukan dengan planimetri dan
dinyatakan sebagai persentase dari luas total. Hasil metode thiessen biasanya
lebih teliti daripada hasil-hasil yang diperoleh dari perata-perata aritmatik
sederhana.
Gambar 2. Contoh Penggambaran Metode Thiessen
Tinggi curah hujan daerah metode thiessen dihitung rumus sebagai berikut:
Dimana:
P = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
P=PA . A A+PB . AB+PC . AC+. .. .+Pn . An
t
PA+PB+PC+Pn = tinggi curah hujan pada pos penakar A,B,C,....,n (mm)
AA+ AB+ AC+ An = luas daerah pada pos penakar A,B,C,....,n (km2)
t = Banyak tahun
c. Metode Isohyet
Metode ini dipandang paling baik, tapi bersifat subyektif dan tergantung
pada keahlian, pengalaman, serta pengetahuan pemakai terhadap sifat curah
hujan di daerah setempat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara isohyet lebih teliti, tetapi
cara perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis-garis isohyet yang
baru perlu ditentukan untuk setiap curah hujan. Metode isohyet terutama
berguna untuk mempelajari pengaruh curah hujan terhadap aliran sungai
terutama di daerah dengan tipe curah hujan orografik.
Gambar 4. Contoh Penggambaran Metode Isohyet
Dalam metode isohyet, luas bagian diantara isohyet-isohyet yang
berdekatan diukur, dan harga rata-ratanya dihitung sebagai harga rata-rata
timbang dari nilai kontur seperti berikut ini:
=
d=
d0+d1
2. A1+
d1+d2
2. A2+. . ..+
dn−1+dn
2. An
A1+A2+. . ..+ An
∑n = i
n di−1+d1
2. Ai
∑n = i
n
Ai
Dimana :
A = luas area (km2)
d = tinggi curah hujan rata – rata area (mm)
d0, d1, d2,….dn = tinggi curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, 3, …., n(mm)
A1, A2, A3,….An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang
bersangkutan (km2)
2. Menghitung curah hujan rancangan dengan cara distribusi frekuensi
a. Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan teori nilai ekstrim untuk menunjukkan bahwa
dalam deret nilai – nilai ekstrim X1, X2, X3, …. Xn, dengan sample – sample
yang sama besar, dan X merupakan variable berdistribusi eksponensial, maka
probabilitas kumulatifnya P, pada sembarang nilai diantara n buah nilai Xn akan
lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr) mendekati
P( X )=e−e−a( X−b )
Faktor frekuensi K untuk nilai – nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan
rumus berikut ini :
Dengan :
Yt = reduced variate
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sample n
Sn = reduced standar deviation yang tergantung pada besarnya sample n
b. Distribusi Log Pearson III
Garis besar cara tersebut adalah sebagai berikut :
Tr ( X )= 11−P( X )
Yt=−ln [−lnTr ( X )−1
Tr ( X ) ]
K=Yt−YnSn
Ubah data banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ….Xn menjadi log
X1, log X2, log X3, … log Xn
Hitung nilai Standar deviasinya dengan rumus berikut ini
Sd = √∑i=1
n
|( log x− log x )|3
(n−1)
Hitung koefisien kemencengannya dengan rumus:
Cs =
n .∑ ( log x−log x )3
(n−1 ).(n−2) . Sd 3
Hitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan
rumus:
Log Q = log Q+K . Sd
Cari antilog dar log Q untuk mendapatkan debit banjir rancangan
3. Melakukan uji kesesuaian distribusi
a. Uji (Chi Square)
Uji Chi Square digunakan untuk uji kesesuaian distribusi secara vertikal
dari data. Uji ini didasarkan pada perbedaan nilai ordinat teoritis atau frekuensi
harapan dengan ordinat empiris. yang dinyatakan dengan rumus :
Dengan :
X2 = harga Chi – Square
Ej = Frekuensi teoritis kelas j
Oj = Frekuensi pengamatan kelas j
Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung menggunakan rumus :
X 2=∑ (Oj−Ej )2
Ej
K = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Distribusi frekuensi diterima jika nilai Xhitung < Xtabel, dan distribusi
dianggap sesuai bila x2hit < x2
kritis
b. Uji Horisontal (Smirnov – Kolmogorof)
Uji Smirnov – Kolmogorof digunakan untuk menguji kesesuaian dari
Distribusi secara horisontal dari data. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan probabilitas tiap data antara sebaran empiris dan sebaran
teoritis.
Distribusi dianggap sesuai bila:
Dmax < Dkritis
Dengan: Dmax = simpangan maksimum dari data
Dkritis = simpangan yang diperoleh dari tabel dengan selang keyakinan ()
tertentu
Rumus yang digunakan:
Pe =
nm + 1
G =
X rancangan - RrerataSD
Tr =
1
1 - e-e-Yt
Pr =
1Tr
Pt = 1 – Pr
D = | Pe – Pt |
4. Menggambar lengkung debit
a. Definisi Lengkung Aliran Debit
Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve), adalah kurva yang
menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang
sungai tertentu.
K = 1 + 3.322 log n
b. Penggambaran Lengkung Debit
Model Sederhana (Garis Lurus)
∑i=1
n
Qi=n . a+b∑i=1
n
H i
∑i=1
n
H i .Qi=a∑i=1
n
H i+b∑i=1
n
Hi2
∑i=1
n
H i .Qi=∑i = 1
n
H ii (∑i = 1
n
Q1 −∑i =1
n
H I)n
+ ∑i = 1
n
H12
Gambar 3. Contoh Lengkung Debit Model Garis Lurus
Model Eksponensial
∑i=1
n
Qi=n . a+b∑i=1
n
H i
∑i=1
n
H i .Qi=a∑i=1
n
H i+b∑i=1
n
Hi2
∑i=1
n
H i .Qi=∑i = 1
n
H ii (∑i = 1
n
Q1 −∑i =1
n
H I)n
+ ∑i = 1
n
H12
Model Berpangkat
Q = a + bh
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.000
50
100
150
200
250 Lengkung Debit
H (m)
Q (m
3/dt
)
Q = a x hb
Q = a + bh + ch2
Persamaan-persamaan untuk menentukan nilai a, b, dan c :
∑i=1
n
Qi=n . a+b∑i=1
n
H i+∑i=1
n
Hi2
∑i=1
n
H i .Qi=a∑i=1
n
H i+b∑i=1
n
Hi2+∑
i=1
n
Hi3
∑i=1
n
H 2i . Qi=a∑
i=1
n
Hi2+b∑
i=1
n
Hi3+∑
i=1
n
Hi4
Model Logaritmatik
∑i=1
n
Qi=n .a+b∑i=1
n
H i
∑i=1
n
H i .Qi=a∑i=1
n
H i+b∑i=1
n
Hi2
∑i=1
n
H i .Qi=∑i = 1
n
H ii (∑i = 1
n
Q1 −∑i =1
n
H I)n
+ ∑i = 1
n
H12
Model Polinomial
Persamaan untuk mencari nilai a0, a1, dan a2
[n∑ xi ∑xi2
¿] [∑ xi∑ xi2∑ xi
3¿ ]¿
¿¿¿
=
5. Membuat Hidrograf Banjir Rancangan
Hidrograf merupakan penyajian grafis salah satu besaran aliran sebagai fungsi
waktu.
Tiga sifat pokok yang menandai bentuk hidrograf :
• Waktu naik (Tp)
Log Q = Log a + b Log H
Q = a0 + a1 h + a2 h2
[∑ yi ¿ ] [∑ xiyi ¿ ]¿¿
¿¿
¿¿
[a0 ¿ ] [a 1 ¿ ]¿¿
¿¿
Waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit
puncak
• Debit puncak (Qp)
Debit maksimum yang terjadi dalam kasus tertentu
• Waktu dasar (Tb)
Waktu yang diukur dari saat hidrograf naik sampai saat debit kembali pada suatu
besaran yang ditetapkan
Gambar 4. Hidrograf Debit
a. HIDROGRAF SATUAN SINTETIS NAKAYASU (HSS NAKAYASU)
Parameter yang diperlukan :
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (Time to Peak
Magnitude)
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (Time Lag)
3. Tenggang waktu hidrograf (Time Base of Hydrograph)
4. Luas daerah pengaliran (Catchment Area)
5. Panjang alur sungai utama terpanjang (Length of The Longest Channel)
6. Koefisien pengaliran (Run off Coeficient)
Rumus Penunjang
Tp = Tg + 0,8 tr
T0,3 = tg
Tg = tenggang waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(Time Lag) à jam
Cara menentukan tg :
Jika L ³ 15 km, maka, Tg = 0,40 + 0,058 L
L < 15 km, maka Tg = 0,21 L0,7
Dengan : α = parameter hidrograf
Tr = 0,5 x tg samapi 1x tg
Rumus HSS Nakayasu
Qp =
Dengan :
Qp = Debit puncak banjir (m3/dtk)
Ro = Hujan satuan (mm)
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak (jam).
Gambar 5. HSS Nakayasu
b. HIDROGRAF SATUAN SINTETIS (HSS) SNYDER
Parameter
Parameter yang diperlukan dalam analisis HSS Snyder antara lain :
1. Luas DAS (A)
2. Panjang sungai utama (L)
3. Jarak antar titik berat DAS dengan outlet (Lc)
Rumus HSS Snyder
tp = Ct ⋅(L⋅Lc) n
dengan :
L = Panjang aliran utama (km)
Lc = Panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km)
tp = waktu mulai titik berat hujansampai debit puncak (jam)
n = koefisien proporsional terhadap Ct à0,03
Ct = Koefisien bergantung pada karakteristik DAS à1,10 – 1,40
c⋅A⋅Ro3,6 (0,3Tp+T0,3 )
Gambar 6. HSS Snyder
Qp =
Qp = dalam (m3/dt gkm2)
Cp = koefisien bergantung pada karakteristik DAS
» 0,58 – 0,69
m = Koefisien yang berpengaruh terhadap koefisien pengaliran (Cp)
275∗Cpm
tp