REHABILITASI MEDIS.docx

14
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke. Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Kondisi ini belum memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang merawatnya. Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat penting. Upaya pencegahan antara lain berupa kontrol terhadap faktor risiko stroke (Tabel 1) dan perilaku hidup yang sehat (primary prevention). Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke.

Transcript of REHABILITASI MEDIS.docx

BAB 1PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGStroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia.Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke. Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun.Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Kondisi ini belum memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang merawatnya. Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat penting. Upaya pencegahan antara lain berupa kontrol terhadap faktor risiko stroke (Tabel 1) dan perilaku hidup yang sehat (primary prevention). Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke.berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada kematian.Tabel 1. Faktor Risiko StrokeTidak dapat Dapat dimodifikasi Potensial : Usia, jenis kelamin, ras.Yang dapat dimodifikasi: Hipertensi , Diabetes mellitus , Hiperkolesterolemia ,Hereditas Atrial ,Merokok, stenosis karotis

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DEFINISIDefinisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang tergangguB. KLASIFIKASI STROKEPatologi stroke dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu hemoragik dan iskemia. Gejala klinis stroke bervariasi tergantung pada bagian otak yang sirkulasinya terganggu. Secara umum stroke memberikan gambaran klinis dengan pola yang khas, dengan variasi secara individual tergantung pada ukuran pembuluh darah, pola aliran atau luasnya disrupsi aliran darah ke otak.Stroke hemoragik memiliki sejumlah penyebab. Ada 4 tipe yang paling umum, yaitu perdarahan hipertensif intrakranial, ruptur aneurisma sakular, perdarahan dari AVM (arteriovenous malformation) dan perdarahan spontan di daerah lobus.C. GANGGUAN FUNGSI AKIBAT STROKEDalam rehaebilitasi medis, istilah fungsi merujuk pada kemampuan/ketrampilan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari, aktivitas hiburan atau hobi, pekerjaan, interaksi sosial dan perilaku lain yang dibutuhkan. Aktivitas sehari-hari seseorang tentu sangat luas, individu yang satu berbeda dengan individu lain. Aktivitas sehari-hari yang perlu dinilai adalah kemampuan dasar dalam melakukan aktivitas perawatan diri sendiri yaitu makan-minum, mandi, berpakaian, berhias, menggunakan toilet, kontrol buang air kecil dan besar, berpindah tempat (transfer), mobilitas-jalan, didefinisikan sebagai kerusakan atau proses abnormal yang terjadi di dalam organ atau sistem organ tubuh. Contoh patologi: stroke non-hemoragik yang di-sebabkan oleh trombosis, hipertensi, diabetes mellitus, dan sebagainya.

1. Impairment (gangguan organ atau fungsi organ)Impairments merupakan akibat langsung dari patologi,didefinisikan sebagai hilang atau terganggunya struktur atau fungsi anatomis, fisiologis, atau psikologis tubuh. Contoh impairment adalah hemiparesis, afasia, disartria, disfagia, depresi dan lain sebagainya.2. Disability (ketidakmampuan)Disability didefinisikan sebagai keterbatasan atau hilangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas yang umum dapat dilakukan oleh orang lain yang normal karena impairment yang dideritanya. Contoh disabil-ity: adalah ketidak mampuan berjalan (akibat hemipare-sis), ketidakmampuan berkomunikasi (akibat afasia,disatria) atau ketidakmampuan melakukan perawatan diri sendiri seperti berpakaian (akibat hemiparesis, gangguan kognitif, gangguan sensoris dan lain-lain)3. Handicap (keterbatasan dalam peran)Handicap atau kecacatan merupakan suatu konsekuensi sosial dari penyakit, didefinisikan sebagai terganggu atau terbatasnya kemampuan aktualisasi diri dan untuk berperan secara sosial, budaya, ekonomi dalam keluarga dan lingkungan bagi individual tertentu akibat impair-ment dan disability yang dideritanya. Contoh handi-cap adalah ketidakmampuan berperan sebagai ayah bermain dengan anaknya (karena hemiparesis yang menyebabkannya sulit bergerak atau berjalan), tidak dapat bekerja (karena kesulitan berjalan ke tempat kerja, melakukan pekerjaan sebelumnya) dan lain sebagainyaPada tahun 2001 WHO mempublikasikan revisi dari ICIDH menjadi ICF (International Classification of Func-tioning) dimana istilah disability dan handicap diganti menjadi activity and participation. 5-7 Revisi ini secara prinsip tidak terlalu banyak berbeda dengan ICIDH, hanya di-definisikan lebih positif, yaitu disability (ketidakmampuan) diganti menjadi activity (kemampuan fungsional penderita), sedangkan handicap (kecacatan) diganti menjadi partici-pation (peran-serta penderita dalam kehidupan sesuai dengan ketidak-mampuan, aktivitas, kondisi kesehatan dan faktor kontekstual lainnya ). Rehabilitasi medis tidak hanya berfokus pada apa yang pasien tidak mampu lakukan namun juga pada apa yang pasien masih mampu lakukan.D. PROSES PEMULIHAN SETELAH STROKEProses pemulihan setelah stroke dibedakan atas pemulihan neurologis (fungsi saraf otak) dan pemulihan fungsional (kemampuan melakukan aktivitas fungsional). Pemulihan neurologis terjadi awal setelah stroke. Mekanisme yang mendasari adalah pulihnya fungsi sel otak pada area penumbra yang berada di sekitar area infark yang se-sungguhnya, pulihnya diaschisis dan atau terbukanya kembali sirkuit saraf yang sebelumnya tertutup atau tidak digunakan lagi. Kemampuan fungsional pulih sejalan dengan pemulihan neurologis yang terjadi. Setelah lesi otak menetap, pemulihan fungsional masih dapat terus terjadi sampai batas-batas tertentu terutama dalam 3-6 bulan pertama setelah stroke. Hal itulah yang menjadi fokus utama rehabilitasi medis, yaitu untuk mengembalikan kemandirian pasien mencapai kemampuan fungsional yang optimal. Proses pemulihan fungsional terjadi berdasarkan pada proses reorganisasi atau plastisitas otak melalui:1. Proses SubstitusiProses ini sangat tergantung pada stimuli eksternal yang diberikan melalui terapi latihan menggunakan berbagai metode terapi. Pencapaian hasilnya sangat tergantung pada intaknya jaringan kognitif, visual dan proprioseptif, yang membantu terbentuknya proses belajar dan plastisitas otak.2. Proses KompensasiProses ini membantu menyeimbangkan keinginan aktivitas fungsional pasien dan kemampuan fungsi pasien yang masih ada. Hasil dicapai melalui latihan berulang-ulang untuk suatu fungsi tertentu, pemberian alat bantu dan atau ortosis, perubahan perilaku, atau perubahan lingkunganD. INTERVENSI REHABILITASI MEDIS PADA STROKESecara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenisintervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca strokeE. REHABILITASI STROKE FASE AKUTPada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. 9 Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas lebih lanjut dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan spesialistik di rumah sakit F. REHABILITASI STROKE FASE SUBAKUTPada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal.Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang pal-ing sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.G. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/ beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada kebutuhan akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi-ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan tenaga secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya secara aktif. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-sertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan tenaga yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada. Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memung-kinkan pemulihan fungsional yang paling optimal3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mentalI. REHABILITASI STROKE FASE KRONISProgram latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak berbeda dengan fase sebelumnya. Hanya dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerak/aktivitas sudah terbentuk, membuat pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. Hasil latihan masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk memperlancar sirkuit yang telah terbentuk sebelumnya, membuat gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga semakin efisien. Latihan endurans dan penguatan otot secara bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal. Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran rehabilitasi dapat mencapai berbagai tingkat seperti (a) Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit, (b) Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai kondisi, (c) Mandiri penuh namun tidak bekerja, (d) Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain atau (e) Aktivitas sehari-hari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.

BAB IIIKESIMPULANDampak gejala sisa akibat stroke sangat bervariasi dan kompleks. Rehabilitasi stroke memerlukan keterlibatan tenaga profesional dalam bentuk tim yang membahas secara berkesinambungan perkembangan hasil dan secara dinamis menetapkan intervensi yang tepat dan sesuai. Namun tidak semua pasien mudah mendapatkan pelayanan rehabilitasi spesialistik. Walaupun demikian banyak hal yang masih dapat dilakukan untuk membantu pasien dan keluarganya. Mencegah komplikasi sekunder dan mengembalikan kemandirian pasien dapat sekaligus meringankan beban psikososial dan ekonomi keluarga. Profesi dokter di pelayanan kesehatan primer yang menjadi ujung tombak di masyarakat memiliki peran yang sangat penting