Refrat THT Galuh.docx

19
LIMFOMA NON HODGKIN I. Definisi Limfoma adalah neoplasma ganas pada kelenjar getah bening/sistem limfatis dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena. Penyakit limfoma diklasifikasikan menjadi dua golonganya itu penyakit Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Limfoma Non Hodgkin lebih sering terjadi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin. 1 Limfoma Non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. 2,3 Limfoma non Hodgkin merupakan keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T, dan terkadang berasal dari sel NK (Natural Killer cell) yang berada dalam system limfe. 1 Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan,maupun prognosis. Pada Limfoma non hodgkin, sebuah limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki immunoglobulin yang sama pada permukaan 1

Transcript of Refrat THT Galuh.docx

LIMFOMA NON HODGKIN

I. Definisi

Limfoma adalah neoplasma ganas pada kelenjar getah bening/sistem limfatis dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena. Penyakit limfoma diklasifikasikan menjadi dua golonganya itu penyakit Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Limfoma Non Hodgkin lebih sering terjadi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin.1

Limfoma Non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.2,3 Limfoma non Hodgkin merupakan keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T, dan terkadang berasal dari sel NK (Natural Killer cell) yang berada dalam system limfe.1

Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan,maupun prognosis. Pada Limfoma non hodgkin, sebuah limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki immunoglobulin yang sama pada permukaan selnya. Limfoma non hodgkin ini masuk dalam kelainan limfoproliferatif.1

II. Epidemiologi

Limfoma merupakan peyakit keganasan yang sering ditemukan pada sepertiga anak yang menderita leukemia dan keganasan susunan saraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada anak berumur 7-10 tahun, dan sangat jarang dijumpai pada anak berumur di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2,5 : 1. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 544.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH..1,4

Saat ini, angka pasien LNH semakin meningkat atara 5-10 % per tahunnya, dengan angka 12-15 per 100.000 penduduk. Sedangkat di Indonesia sendiri, LNH bersama penyakit Hodgkin dan leukemia menduduki urutan ke enam tersering. Bahkan Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden Limfoma lebih tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling cepat setelah melanoma dan paru.Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan erat antara antata penyakit AIDS dan LNH memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH dengan infeksi.4

III. Etiologi

Etiologi pasti LNH tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus yang masih belum dapat dikenali. Namun, ada beberapa faktor risiko terjadinya LNH, anatara lain 1,3,4,5

Immunodefisiensi

2 % kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah severe combined immunodeficiency hypogamma globulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskot-Alderich syndrome, dan Ataxia-telengiectasia. Limfoma yang terjadi sringkali dihubungkan dengan Epstein-Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hyperplasia poloklonal B hingga limfoma monoclonal.

Agen infeksius

EBV DNA ditemukan pada 95 % limfoma Burkitt endemic. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan risiko terjadinya kelainan genetik.

Paparan lingkungan dan pekerjaan

Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan oleh karena adanya paparan herbisida dan pelarut organik.

Diet dan paparan lainnya

Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani,merokok, dan papaaran ultraviolet (sinar UV).

IV. Patogenesis

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel lifosit tua yang berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat rangsangan imunogen). Proses ini terjadi didalam kelenjar getah bening. Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain : ukurannya semakin besar, kromatin inti menjadi semkain halus, dan nukleolinya terlihat.1

Sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap mempertahankan sifat dasarnya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari imunoblas sangat jarang masuk ke aliran darah, namun memiliki tingkat mitosis yang tinggi.1

V. Klasifikasi

limfoma non-Hodgkin memiliki beberapa klasifikasi yaitu Rappaport, Lukes and Colins, Kiel, International Formulation dan WHO.6

Tabel 1 klasifikasi limfoma non-Hodgkin.

Tabel 2. Klasifikasi Limfoma menurut WHO

VI. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis limfoma non Hodgkin bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas dalam tubuh. Jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi. Kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda. Selain itu limfoma non Hodgkin stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi. Berikut adalah gejala dan tanda yang dapat dijumpai pada pasien limfoma non Hodgkin:7,8,9

1. Limfadenopati

Gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial menempati lebih dari 60% pasien, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian leher (60-80%), aksila (6-20%), inguinal (6-12%). Pembesaran kelenjar limfe sering asimetri, konsistensi padat dan kenyal, serta tidak nyeri.

2. Kelainan hati Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu intrahepatik.

3. Kelainan skeletal

Pada limfoma non Hodgkin sering ditemukan invasi ke sumsum tulang

4. Destruksi kulit

Kelainan kulit ada yang spesifik dan non spesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit limfoma malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plak, ulkus, papul, dan makula. Ada kalanya berupa eritroderma maligna. Yang non spesifik hanya transformasi dari dermatitis biasa, berupa pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita, dan lain-lain.

5. Kelainan sistem neural

Yang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik, peninggian tekanan intrakranial, kompresi spinal, dan paraplegia.

6. Gejala sistemik

a. Demam

Demam dapat berupa demam ireguler, atau demam rekuren periodik spesifik (Pel-Ebstein), penyebab demam mungkin terkait dengan masuknya sel tumor ke dalam sirkulasi.

b. Keringat malam

c. Penurunan berat badan

Dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa penyebab yang spesifik.

Untuk memastikan diagnosis, prosedur pemeriksaan lengkap harus dilakukan, mencakup: anamnese yang teliti, khususnya perhatikan ada atau tidaknya simptom B, pemeriksaan fisik lengkap, khususnya perhatikan area limfatik dan cincin Waldeyer faring, ukuran hati dan limpa serta ada tidaknya nyeri tekan tulang.10,11

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah pemeriksaan hematologi lengkap, urinalisa rutin, feses rutin, laju endap darah, elektrolit darah, fungsi hati dan ginjal, biokimia rutin mencakup gula darah, LDH serum, fosfatase alkali, asam urat, dan lainnya merupakan pemeriksaan rutin pra tindakan.10,11

Pemeriksaan radiologik yang diperlukan mencakup pemeriksaan foto toraks. Foto toraks terutama bertujuan melihat kelenjar limfe di daerah hilus paru, mediastinum, subkarina dan mamaria internal, sekaligus melihat ada atau tidaknya invasi ke paru. Bila terdapat nyeri tulang, dilakukan foto di bagian tulang yang nyeri.10,11

Pemeriksaan CT yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT scan toraks yang lebih peka dari pemeriksaan foto toraks biasa, yang dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pra terapi limfoma. Pemeriksaan USG, CT atau MRI abdomen termasuk salah satu yang diperlukan sebelum terapi, untuk menemukan lesi rongga abdomen. Sementara pemeriksaan MRI untuk sistem saraf pusat dan foto tulang tidak dianjurkan sebagi pemeriksaan rutin. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila timbul gejala.10,11

Kriteria klasifikasi stadium klinis masih menggunakan patokan yang ditentukan oleh Ann Arbor, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 10

Tabel 3. Klasifikasi Ann Arbor

Penulisan stadium juga dilengkapi dengan:10

A: tanpa simptom B

B: terdapat simptom B (demam 38C), keringat malam, atau dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa etiologi lain yang dapat menjelaskan)

E: satu organ ekstranodal di area dekat kelenjar limfe

X: terdapat massa besar (bulky disease)

V. Terapi

Metode terapi terpenting pada limfoma non Hodgkin adalah kemoterapi, terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu dalam terapi limfoma non Hodgkin. Terapi terhadap limfoma non Hodgkin berkaitan erat dengan subtipe patologiknya\Setiap pasien paska terapi 2-3 siklus dan setelah selesai terapi harus diperiksa menyeluruh, untuk menilai hasil terapi serta menentukan strategi terapi selanjutnya.12

1. Limfoma agresif (intermediate/ high grade) Rekomendasi terapi:

2. Limfoma indolen

a. Stadium I dan II: radioterapi 3500 4000 cGy

b. Stadium III dan IV:

- tanpa terapi

- indikasi terapi: adanya gejala sistemik, pertumbuhan tumor yang cepat, adanya komplikasi tumor (obstruksi, efusi)

- kemoterapi tunggal:

Chlorambucil 4-6 mg/m2/hari PO

Fludarabine 25 mg/m2/hari IV selama 5 hari setiap 4 minggu

Cladribine 0,14 mg/kgBB IV drip 2 jam/ hari selama 5 hari, setiap 4 minggu atau 0,1 mg/kgBB/hari infus kontinu selama 7 hari, setiap 4 minggu.

- kemoterapi kombinasi:

kemoterapi kombinasi dapat digunakan bila diperlukan respon terapi yang cepat.

- Antibodi monoklonal

Rituximab merupakan anti CD 20 dengan efek sitotoksik melalui aktivasi komplemen, antibody-dependent cytotoxic cells dan efek langsung terhadap signal intraseluler.

Indikasi: penderita low grade atau follicular CD 20 positif limfoma non Hodgkin yang relaps atau refrakter.

Dosis: 375 mg/m2 IV hari 1, 8, 15, dan 22

- Interferon

Indikasi: follicular lymphoma (respon 40-60%)

Dosis: 2 3 juta unit 3 kali seminggu

- Radioterapi

Indikasi: paliatif: bulky disease dan untuk mengatasi nyeri atau obstruksi limited stadium III (asimtomatik, < 5 lokasi yang terlibat, tanpa bulky disease)

3. Limfoma relaps

Penderita dengan status performance yang baik direkomendasikan untuk stem cell transplantation atau transplantasi alogenik. Pada sebagian besar penderita dapat dipertimbangkan regimen terapi relaps konvensional. Pada penderita dengan status performance kurang baik dapat diberikan monoterapi paliatif (mitoxantrone, etoposide, fludarabine) atau seperti limfoma derajat rendah.

Setelah selesai menjalani kemoterapi, maka pasien limfoman non Hodgkin kembali dievaluasi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemantauan keberhasilan kemoterapi pada limfoma non Hodgkin.13

Tabel 4. Kriteria respon limfoma

VII. Prognosis

Banyak pasien yang mencapai respon sempurna terhadap terapi, sebagian diantaranya adalah limfoma sel besar difus. Limfoma sel besar difus dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan dapat pula disembuhkan.2

LNH dibagi dalam 2 kelompok prognostik yaitu indolent limfoma dan agresif limfoma. LNH indolent memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko kekambuhan lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis divergen baik pada kelompok indolen maupun difus.1

Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu usia, serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstranodal.1

Angka kesembuhan akan menurun pada:14

- penderita berusia diatas 60 tahun

- peningkatan serum LDH > 1 kali normal

- performance status 2-4

- stage III atau IV

- keterlibatan ekstranodal > 1 lokasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksodiputro A, Irawan C. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. P.717-23

2. Santoso M, KrisifuC. Diagnosis dan Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin. Dexa Media. No. 4. Vol 17 . Oktober Desember 2004. Hal. 143-6

3. Davey P. Limfoma. At a Glance Medicine. Alih bahasa oleh Rahmalia A. Editos oleh Safitri A. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006. Hal. 318-9

4. Vinjamaram S. Lymphoma Non Hodgkin. 2010. http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [diakses 18 mei 2015].

5. Yuen AF, Jacobs C. Lhymphomas of the Head and Neck. Byron J et al. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2001. P. 121-32

6. Jaffel. Elaine.S :The 2008 WHO classification of lymphomas: implications for clinical practice and translational research. 2010 Mar 25; 115(12):2420-9. Epub 2010 Jan 20

7. Robert SH. Non-Hodgkins Lymphomas. In : Robert SH, Kenneth AA, Henry MR, eds. Hematology In Clinical Practice A Guide to Diagnosis and Management. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 263 282

8. Hoffbrand AV. Limfoma Maligna. Dalam: Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH, eds. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005. hal. 185 199

9. 17. Iman S. Limfoma Maligna. Dalam: Iman S, Rachmat S, Trinugroho HF, Pandji IF, Amaylia O, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik. Bandung: Q-Communication; 2003. hal. 132 156

10. Lin T, Guan Z. Limfoma Malignum. Dalam: Wan Desen, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2008. hal. 547 - 563.

11. Dabur Research Foundation. Non Hodgkins Lymphoma. In: Dabur Research Foundation. Handbook of Cancer Chemotherapy. 3rd ed. India: Dabur India Ltd; 2005. P. 176 - 189

12. Mitchell RS. Lymphomas. In: Louis MW. The Cancer Protocol Guide. Pennsylvania: 2002. p. 83 - 85

13. Bruce DC, Beate P, Malik EJ, Randy DG, Lena S. Revised Response Criteria for Malignant Lymphoma. Journals of Clinical Oncology February 2007;5 : 579 586

14. Panduan Nasional Penanganan Kanker Limfoma Non Hodgkin. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2015

1