refrat tetanus.doc

13
REFRAT TETANUS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah Pembimbing: dr. Bakri, Sp.B Disusun Oleh : 1. Nova Rachmaniah S, Ked 2. Layli Nur Arniati S, Ked 3. Rosinta Dhanis S,Ked 4. Chaviz ilham S, Ked 5. Jeny Pesonawati S, ked 6. Nina Fitriana S, ked 7. Nurul Atika S, ked 1

Transcript of refrat tetanus.doc

Page 1: refrat tetanus.doc

REFRAT TETANUS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah

Pembimbing:

dr. Bakri, Sp.B

Disusun Oleh :

1. Nova Rachmaniah S, Ked

2. Layli Nur Arniati S, Ked

3. Rosinta Dhanis S,Ked

4. Chaviz ilham S, Ked

5. Jeny Pesonawati S, ked

6. Nina Fitriana S, ked

7. Nurul Atika S, ked

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

1

Page 2: refrat tetanus.doc

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tetanus atau lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang

susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospaasmin yang

dihasilkan oleh Clostrodium tetani . Penyakit ini timbul jika kuman tetanus

masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi telinga,

bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan

berkembang biak menghasilkan ekstoksin antara lain tetanospasmin yang

secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris

(Ritarwan, 2004).

Di Negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan

angka kematian dari penyakit tetanus masih tinggi oleh karena itu tetanus

masih merupakan masalah kesehatan. Akhir-akhir ini dengan adanya

penyebarluasan program imunisasi di seuruh dunia, maka angka kesakitan

dan angka kematian telah menurun.

Dari latarbelakang diatas penulis tertarik untuk mengulas lebih

lanjut refrat yang berjudul “Pendekatan Terhadap Pasien Tetanus” untuk

menjelaskan definisi, etiologi, gejala dan tanda klinis, penegakan

diagnosis serta penatalaksanaan yang tepat sehingga mendapatkan

prognosis yang baik bagi pasien.

Page 3: refrat tetanus.doc

3

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Tetanus adalah : kelainan klinis neurologis, berupa

peningkatan tonusdan spasme otot, akibat toksin tetanospasmin yg

diproduksi Clostridium tetani. Tetani : kelainan neurologis akibat

hipokalsemia C. tetani : bakteri anaerob gram positif, tersebar luas di

alam bebas, khususnya : tanah, sisa/bangkai makluk hidup, feses

binatang/manusia. Spora awet bertahun-tahun, tahan pendidihan selama 20

menit Tetanospasmin : toksin yg diproduksi bentuk vegetatif C. tetani,

dgn rantai berat terikat pd reseptor saraf àmasuk dalam sel; rantai ringan

memblok pelepasan neurotransmiter

B. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh Clostrodium tetani yang bersifat anaerob

murni. Spora C. tetani dapat bertahan sampai bertahun – tahun bila tidak

kena sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap

antiseptic, pemanasan 1000 C, dan bahkan pada otoklaf 120 0 C selama 15

– 20 menit. Dari berbagai studi yang berbeda, spora ini tidak jarang

ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing.

Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya.

C. Mekanisme

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram

positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu

setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami

cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit

penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh

kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat

Page 4: refrat tetanus.doc

4

masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing

atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau

luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari

kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada

pembedahan.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi

sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh

bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut

akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf

termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah

dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi

kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid

paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles

(otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena

biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian

biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian

sangatlah tinggi.

D. Manisfestasi Klinis

Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus(kaku

rahang, sukar membuka mulut lebar-lebar), rhesus sardonicus (wajah

tampak menyeringai). Kemudian diikuti kaku kuduk, kaku otot perut, gaya

berjalan khas seperti robot, sukar menelan, dan laringospasme. Pada

keadaan yang lebih berat terjadi ephistotonus (posisi chepalic tarsal),

dimana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila di

telangkapkan hanya bagian kepala dan tarsal kaki saja yang menyentuh

dasar tempatcberbaring.

Dapat terjadi spasme diagfragms dan otot- otot pernafasan lainnya.

Pada saat kejang penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal

hingga subfebris. Sekujur tubuh berkeringat.

Page 5: refrat tetanus.doc

5

Kenaikan temperature badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat

disertai panas yang tinggi sehingga harus hati – hati terhadap komplikasi

atau toksin menyebar luas dan menggangu pusat pengatur suhu. Pada

kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi,

hipertensi yang labil, berkeringat banyak,panas yang tinggi dan aritmia

jantung.

Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas :

1.) Tetanus ringsn: trismus lebih dari 3cm, tidak disertai kejang

umum walaupun dirangsang

2.) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3cm dan disertai kejang

umum bila dirangsang.

3.) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang

umum yang spontan.

- Karakteristik Penyakit

Kejang-kejang bertambah berat selama tiga hari pertama,

menetap selama 5 – 7 hari. Setelah 10 hari, frekuensi kejang

mulai berkurang setelah 2 minggu kejang menghilang. Dan

kaku otot hilang hilang paling cepat mulai minggu ke 4.

Stadium Tetanus

dibagi menjadi stadium klinis pada anak dan stadium klinis

pada orang

Stadium Klinis pada Anak. Terdiri dari :

Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trismus (3cm), belum

ada kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan .

Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3cm), kejang

rangsangan, dan belum ada kejang spontan.

Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1cm), kejang

rangsang, dan kejang spontan.

Page 6: refrat tetanus.doc

6

Stadium Klinis pada Orang Dewasa. Terdiri dari

Stadium 1 : trismus

Stadium 2 : opisthotonus

Stadium 3 : Kejang rangsang

Stadium 4 : Kejang spontan

E. Diagnosis

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

TRISMUS : kekakuan m.maseter shg sukar membuka mulut (karpermouth pd neonatus)

RISUS SARDONICUS : kekakuan otot mimik à dahi mengkerut, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah.

OPISTOTONUS : kekakuan otot punggung, leher, badan, dan trunk muscle

PERUT PAPAN : kekakuan otot dinding perut.

KEJANG BERULANG

GANGGUAN NAFAS: kekakuan otot laring à anoksia à kematian.

GANGGUAN AUTONOM

F. Terapi

Tatalaksana Umum terdiri dari :

1. Pemberian antitoksinn tetanus

2. Penatalaksanaan luka

3. Pemberian antibiotika

4. Penanggulangan kejang

5. Perawatan penunjang

Page 7: refrat tetanus.doc

7

Pemberian Antitoksin Tetanus. Pemberian serum dalam dosis

terapetik untuk ATS bagi orang dewasa adalah sebesar 10.000-

20.000 IU IM dan untuk anak-anak sebesar 10.000 IU IM, untuk

hypertext bagi orang dewasa adalah sebesar 3000IU – 6000 IU IM

dan bagi anak – anak sebesar 3000 IU IM.

Pemberian antitoksin dosis terapetik selama selama 2 – 5 hari

berturut- turut/.

Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debrident luka yang dicurigai

harus segera dikerjakan 1 jam setelah terapi sera (pemberian

antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan perhydrol.

Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Bila

perlu di sekitar luka dengan disuntikan ATS.

Pemberian Antibiotik. Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis

yang diberikan untuk orang dewasa adalah sebesar 1, 2 juta

IU/8jam kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.

Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan

tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah

sebesar 1,2 juta IU/jam IM, selama 5 hari, sedangkan untuk anak

– anak adalah sebesar 50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3

hari bebas panas.

Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan

tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah

4 x 500 mg/hari, sedangkan untuk anak – anak adalah 40mg/kg

BB/hari, dibagi dalam 4 dosis.

Pengobatan dengan antibiotika ditujukkan untuk bentuk

vegetative Clostrodium tetani, jadi sebagai pengobatan radikal,

Page 8: refrat tetanus.doc

8

yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih ada dalam

tubuh, sehingga tidak ada lagi sumber eksotoksin.

ATS atau HTIG ditujukkan untuk mencegah eksotoksin berikatan

dengan susunan saraf pusat (eksotoksin yang berikatan dengan

susunan saraf pusat akan menyebabkan kejang, dan sekali melekat

maka ATS/HTIG tak dapat menetralkannya lagi. ATS/HTIG

hanya mengikat eksotoksin yang berada di darah. Untuk

mencegahnya terbentuknya Clostrodium tetani harus

dilumpuhkan, dengan antibiotic.

Penanggulangan Kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara

dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip

isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan pemberian anti kejang

yang memadai maka kejang dapat dicegah.

Page 9: refrat tetanus.doc

9

DAFTAR PUSTAKA

Arditayasa, Wayan. 208. Clostrodium tetani. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Bagian Mikrobiologi.

Asa, K. D; Bertorini, T.E Pinals, R. S. Case Report Myosistitis Ossificans Circumscripta, a Complication of Tetanus . Am. J. Med. Sciences 1986.

Atrakchi, S.A and Wilson, D. H. Epidemiology. Br. Med.J. 1977

De Jong, Wim, R. Sjamsuhidayat; 2004. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.

Iswara, Yoga; 2009. Difteri, Pertusis, Tetanus. Wordpress.com.

Ritarwan, Kiking ; 2004. Tetanus. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara Bagian Neurologi.