Refrat Sle

16
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah Penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat. Sejarah SLE dimulai pada tahun 1871 di Wina, Austria, Ferdinand von Hebra yang pertama kali dapat melukiskan gambaran klinisnya dengan agak lengkap. Sel LE pertama kali ditemukan pada 1948. Kemudian tahun 1953 Mischer dkk menemukan bahwa pembentukan sel LE memerlukan faktor LE, suatu gamaglobulin yang merupakan antibodi antinuklear. Penemuan ini membuat SLE dikenal sebagai penyakit autoimun. Pada tahun 1984 di AS, prevalensi SLE sebesar 1/2000 penduduk, lebih banyak wanita daripada pria dengan perbandingan 10:1. Penyakit ini biasanya menyerang pada umur dekade dua sampai 3 kehidupan dan lebih banyak mengenai penduduk kulit hitam daripada 1

description

refrat SLE

Transcript of Refrat Sle

Page 1: Refrat Sle

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah Penyakit autoimun

yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi

dari yang ringan sampai berat. Sejarah SLE dimulai pada tahun 1871 di

Wina, Austria, Ferdinand von Hebra yang pertama kali dapat melukiskan

gambaran klinisnya dengan agak lengkap. Sel LE pertama kali ditemukan

pada 1948. Kemudian tahun 1953 Mischer dkk menemukan bahwa

pembentukan sel LE memerlukan faktor LE, suatu gamaglobulin yang

merupakan antibodi antinuklear. Penemuan ini membuat SLE dikenal

sebagai penyakit autoimun.

Pada tahun 1984 di AS, prevalensi SLE sebesar 1/2000 penduduk,

lebih banyak wanita daripada pria dengan perbandingan 10:1. Penyakit ini

biasanya menyerang pada umur dekade dua sampai 3 kehidupan dan lebih

banyak mengenai penduduk kulit hitam daripada penduduk kulit putih.

Laporan tentang prevalensi SLE di Indonesia belum banyak. Penelitian di

Semarang dan Yogyakarta selama 4 tahun pada tahun 1983-1987

menemukan 12 penderita SLE.

B. TUJUAN PENULISAN

Pembuatan tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memperdalam

pemahaman mengenai penyakit Sistemik Lupus Eritematosus serta

mengetahui penatalaksanaan yang tepat sesuai indikasi.

1

Page 2: Refrat Sle

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi yang

menyerang jaringan pengikat kolagen pada berbagai sistem organ tubuh,

disertai adanya autoantibodi patogen dan kompleks imun dengan

penyebabnya yang belum diketahui.

B. ETIOLOGI

Hingga saat ini etiologi penyakit SLE ini masih belum dapat

diketahui secara pasti. Namun, faktor-faktor tertentu memiliki beberapa

kaitan dengan terjadinya SLE, diantaranya adalah imunologik, hormonal,

infeksi dan obat-obatan.

C. PATOGENESIS

Faktor genetik dan infeksi virus memegang peranan penting pada

proses terjadinya SLE. Perbedaan genetik menyebabkan perbedaan

keonstelasi sistem HLA (human leukocite agent). Jenis-jenis HLA tertentu

lebih rentan mengalami infeksi virus.

Faktor lain yang berperan pada patogenesis SLE adalah imunitas

seluler. Gangguan fungsi sel T mungkin terjadi secara kongenital, didapat

ataupun karena infeksi virus kronik. Gangguan fungsi sel T tersebut

merupakan predisposisi terhadap infeksi virus lain dan pembentukan

autoantibodi.

2

Page 3: Refrat Sle

Virus yang masuk ke dalam sel berintegrasi dengan genosomal yang

menimbulkan rangsangan terhadap tubuh untuk membentuk autoantibodi

terhadap komponen-komponen inti sel. Antibodi ini secara bersama-sama

disebut dengan antinuclear antibody (ANA). Dengan antigen spesifik,

ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi dan akan

mengendap pada beberapa organ serta mengakibatkan fiksasi komplemen

yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi inflamasi.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala sistemik meliputi demam subfebris, kelemahan, lesu, anoreksia,

nausea, dan kehilangan berat badan. Tampilan awal biasanya juga

mengikut sertakan satu atau lebih dari sistem organ.

1. Atralgia (53-95%) adalah keluhan utama dari banyak pasien.

Seringnya, keluhan nyeri lebih berat dibandingkan temuan pada

fisiknya.

2. Juga dilaporkan butterfly rash pada pipi dan hidung dengan

fotosensitif terhadap sinar matahari (sering pada kulit putih). Juga

sering meliputi dagu dan telinga.

3. Sering dikeluhkan ulkus dengan atau tanpa nyeri di hidung dan mulut.

4. Gejala pada CNS bisa dari yang ringan (disfungsi kognitif) sampai

riwayat kejang (12-59%). Bagian apa saja dari otak, mening, spinal

cord, serta saraf kranial dan saraf tepi bisa terkena. Kejadian di CNF

biasanya bisa SLE sudah ada di sistem organ yang lain. Sakit kepala

yang sulit sembuh serta sulit untuk mengingat dan mengambil

3

Page 4: Refrat Sle

keputusan adalah tampilan tersering dari gangguan saraf pada pasien

SLE.

5. Gejala psikiatrik (steroid dosis tinggi juga bisa menimbulkan psikosis

5-37%). Bila psikosis memburuk setelah steroid dihentikan, paling

sering adalah akibat dari proses penyakit ini.

6. Nyeri pleura (31-57%), dyspnoe, batuk, demam, dan nyeri dada

adalah keluhan jantung dan paru yang penting.

7. Pasien bisa datang dengan nyeri perut diare, dan muntah.

Pengecualian untuk perforasi usus dan vaskulitis

Selama sakit, sebagian besar pasien dengan SLE menunjukkan gejala

pada paru-paru, pembuluh darah, pleura dan atau diafragma. Radang

pleura, batuk, dan atau dispnu sering menjadi petunjuk pertama adanya

manifestasi di paru atau adanya SLE itu sendiri. Pada beberapa kasus, tes

fungsi paru yang abnormal, termasuk diffusing capacity for carbon

monoxide (DLCO) dan atau foto thorax yang abnormal bisa terlihat pada

pasien yang asimtomatis. Abnormalitas paru tidak ada hubungannya

dengan derajat imunitas.

Pasien dengan SLE dan manifestasi di paru harus selalu diawasi

adanya infeksi, khususnya infeksi bakteri dan virus. Termasuk juga

tuberkulosis, karena banyak dari penderita yang immunocompromise.

Hampir 90% pasien dengan SLE mengalami nyeri dada saat bernafas.

Ini bisa disebabkan dari muskuloskeletal atau radang pleura.

Sebagian besar dari nyeri dada pada SLE berasal dari otot, jaringan

ikat, atau sendi costochondral (costochondritis atau sindrom Tietze). Nyari

4

Page 5: Refrat Sle

dada ditandai dengan rasa sakit saat bernafas dalam, yang diperburuk oleh

gerakan dan perubahan posisi (khususnya saat tidur), dan bisa dipicu

dengan meraba daerah yang nyeri.

Peradangan pada paru dan pleura bisa menyebabkan pleuritis, efusi

pleura, lupus pneumoni, chronic diffuse interstitial lung disease, hipertensi

pulmonal, emboli paru, dan perdarahan paru. Takipnoe, batuk dan demam

adalah manifestasi tersering dari lupus pneumoni, kadang-kadang dapat

disertai dengan hemoptisis. Infiltrat pada paru dapat terlihat pada foto

thorax.

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis SLE harus dipikirkan pada seorang penderita terutama

wanita dalam masa reproduksi yang mempunyai gejala multisistem,

disertai terdapatnya berbagai macam autoantibodi terutama antibodi

terhadap komponen sel ini.

Pada tahun 1982 American Reumatism Association (ARA)

menetapkan kriteria diagnosis baru untuk SLE. Diagnosis SLE dapat

diketahui bila terdapat minimal 4 tanda dari 11 kriteri baru pada waktu

pengamatan yang bersamaan.

a. Ruam Malar rash (rash pada pipi)

b. Diskoid lupus

c. Fotosensitif (paparan matahari menyebabkan rash)

d. Ulkus di mulut, termasuk ulkus nasofaring

5

Page 6: Refrat Sle

e. Arthritis: nonerosif arthritis pada dua atau lebih sendi perifer, dengan

perlunakan, pembengkakan atau effuse

f. Kelainan ginjal: proteinuria lebih dari 0,5 gr perhari

g. Kelainan saraf: kejang atau psikosis

h. Serositis: pleuritis atau perikarditis

i. Kelainan hematologik: anemia hemolitik atau leukopeni, lympopenia,

atau trombositopenia

j. Tes anti nuclear antibody positif

k. Kelainan immunolgik: anti-Sm positif, anti-ds DNA, anti-fosfolipid

antibody dan atau false positif dari tes serologis untuk syphilis.

Tes anti-nuclear antibody dan antiextractable nuclear antigen (anti-

ENA) adalah bentuk dari tes serologis untuk lupus. Antiphospolipid timbul

lebih sering pada SLE dan bisa menjadi predisposisi untuk trombosis.

Ekoardiogram bisa dilakukan untuk mengevaluasi efusi yang

menyebabkan nyeri pericardial atau adanya patologi lainnya pada

pembuluh darah dan untuk memastikan adanya tanda hipertensi pulmonal.

F. PENATALAKSANAAN

1. Non farmakologis

Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan

dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan

mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun di tubuh.

Banyak pasien dengan gejala yang ringan tidak membutuhkan

pengobatan atau hanya obatobatan anti inflamasi yang intermitten.

Pasien dengan sakit yang lebih serius yang meliputi kerusakan organ

6

Page 7: Refrat Sle

dalam membutuhkan kortikosteroid dosis tinggi yang dikombinasikan

dengan obat-obatan lain yang menekan sistem imunitas. Pasien

dengan SLE lebih membutuhkan istirahat selama penyakitnya aktif.

Penelitian melaporkan bahwa kualitas tidur yang buruk adalah faktor

yang signifikan dalam menyebabkan kelelahan pada pasien dengan

SLE. Laporan ini memperkuat pentingnya bagi pasien dan dokter

untuk meningkatkan kualitas tidur.

Menghindari sinar matahari atau menutupinya dengan

pakaian yang melindungi dari sinar matahari bisa efektif mencegah

masalah yang disebabkan fotosensitif. Penurunan berat badan juga

disarankan pada pasien yang obesitas dan kelebihan berat badan untuk

mengurangi beberapa efek dari penyakit ini, khususnya ketika ada

masalah dengan persendian.

2. Farmakologis

Penyakit yang ringan atau remitten bisa dibiarkan tanpa

pengobatan. Bila diperlukan, NSAID dan anti malaria bisa digunakan.

NSAID membantu mengurangi peradangan dan nyeri pada otot, sendi,

dan jaringan lainnya. Contoh NSAID adalah aspirin, ibuprofen,

naproxen, dan sulindac. Karena respon individual tiap pasien

bervariasi penting untuk mencoba NSAID yang berbeda untuk

menemukan yang paling efektif dengan efek samping paling kecil.

Efek samping yang paling sering adalah tidak enak perut, nyeri

abdomen, ulkus, dan bisa perdarahan ulkus. NSAID biasanya

diberikan bersamaan dengan makanan untuk mengurangi efek

7

Page 8: Refrat Sle

samping. Kadang-kadang, obat yang mencegah ulser bisa diberikan

bersamaan, seperti misoprostol.

Kortikosteroid lebih baik dari NSAID dalam mengatasi

peradangan dan mengembalikan fungsi ketika penyakitnya aktif.

Kortikosteroid lebih berguna terutama bila organ dalam juga terkena.

Kortikosteroid bisa diberikan peroral, injeksi langsung ke persendian

atau jaringan lainnya atau diberikan intra vena. Kortokosteroid

memiliki efek samping yang serius bila diberikan dalam dosis tinggi

selama periode yang lama, dan harus dimonitor aktifitas dari

penyakitnya untuk menurunkan dosisnya bila memungkinkan. Efek

samping dari kortikosteroid adalah penurunan berat badan, penipisan

tulang dan kulit, infeksi, diabetes, wajah membengkak, katarak, dan

kematian (nekrosis) dari persendian yang besar.

Hydroxychloroquine adalah obat anti malaria yang

ditemukan efektif untuk pasien SLE dengan kelemahan, penyakit kulit

dan sendi. Efek samping termasuk diare, tidak enak perut, dan

perubahan pigmen mata. Perubahan pigmen mata jarang, tetapi

diperlukan, monitor oleh ahli mata selama pemberian obat ini. Peneliti

menemukan bahwa obat ini mengurangi frekwensi bekuan darah yang

abnormal pada pasien dengan SLE. Jadi, obat ini tidak hanya

mengurangi kemungkinan serangan dari SLE, tetapi juga berguna

untuk “menipiskan” darah untuk mencegah pembekuan darah

abnormal yang luas.

8

Page 9: Refrat Sle

G. PROGNOSIS

Pada tahun 1950an, sebagian besar pasien yang didiagnosis SLE

hidup kurang dari lima tahun. Perkembangan dalam diagnosis dan

pengobatan meningkatkan angka harapan hidup lebih dari 90% pasien

bertahan hidup lebih dari sepuluh tahun dan banyak yang relatif tanpa

gejala. Penyebab kematian yang paling sering adalah infeksi akibat

imunosupresan sebagai hasil dari pengobatan dari penyakit ini. Prognosis

normalnya lebih buruk pada pria dan anak-anak dibandingkan pada wanita.

Untungnya, bila gejala timbul setelah umur 60 tahun, penyakitnya menjadi

lebih jinak.

9

Page 10: Refrat Sle

BAB III KESIMPULAN

Sistemic Lupus Erytemathosus adalah penyakit auto imun, dengan

manifestasi bisa terjadi pada banyak organ. Tidak ada obat yang bisa mengobati

penyakit ini. Pengobatan ditujukan hanya untuk mengurangi gejala dan mencegah

kekambuhan. Penyebab kematian tersering dari SLE ini adalah infeksi, yang

justru adalah efek terapi immunosupresan yang digunakan untuk mengatasi SLE

ini.

10

Page 11: Refrat Sle

DAFTAR PUSTAKA 

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC

2000;5:2144-2151

Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695

Sudoyo AW. 2007. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat

Sutjahjo, Ari et al. 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam FK Universitas Airlangga Surabaya : Airlangga University

Press.

11