Refrat Hepatitis C-Adfi

24
1. Pendahuluan Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C. Sebelum ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis. Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenali pada saat itu sehingga dikenal dengan hepatitis Non A dan Non B (Hepatitis NANB). Hepatitis NANB menyerupai hepatitis B yaitu didapatkan pasca transfusi darah. Sehingga pencarian terus dilakukan untuk mencari tahu jenis virus apakah ini. Choo dan kawn-kawan dengan cara amplifikasi dan identifikasi genetik berhasil mendapatkan penyebab virus hepatitis yang baru ini. Virus baru ini kemudian dikenal dengan virus hepatitis C.

description

kedokteran

Transcript of Refrat Hepatitis C-Adfi

Page 1: Refrat Hepatitis C-Adfi

1. Pendahuluan

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun

yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain

dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis

dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh

karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati

(hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama

peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya

nekrosis pada sel-sel hati. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis

akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E (VHE) sedangkan virus

hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B dan C.

Sebelum ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus

sebagai penyebab hepatitis. Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak

disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenali pada saat itu sehingga dikenal

dengan hepatitis Non A dan Non B (Hepatitis NANB).

Hepatitis NANB menyerupai hepatitis B yaitu didapatkan pasca transfusi darah.

Sehingga pencarian terus dilakukan untuk mencari tahu jenis virus apakah ini. Choo dan

kawn-kawan dengan cara amplifikasi dan identifikasi genetik berhasil mendapatkan

penyebab virus hepatitis yang baru ini. Virus baru ini kemudian dikenal dengan virus

hepatitis C.

Penemuan VHS didapatkan dengan melaukan idenktifikasi gen virus ini, hal yang

biasanya terbalik dalam mengidentifikasi mikroorganisme dimana identifikasi gen baru

dilakukan setelah mikroorganisme ditemukan secara fisis.

Infeksi HVC merupakan masalah yang besar karena pada sebagian besar kasus menjadi

hepatitis kronik yang dapat membawa pasien pada sirosis dan kanker hati. Dimana pada

negara maju hepatitis tipe ini menjadi salah satu indikasi untuk transplantasi hepar.

Page 2: Refrat Hepatitis C-Adfi

2. Anatomi dan Histologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia

terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,

yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan

atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas

organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan

dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan

v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen

anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan

terletak di antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;

merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari

omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah

proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan

duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari

Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan :

Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior

dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan

melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang

normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus

kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi

hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Page 3: Refrat Hepatitis C-Adfi

2.1 Hepar Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan

elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar

mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons

yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk

ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut

berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang

meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang

artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan

sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada

pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah

lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang

menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap

tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang

mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan

A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak

percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-

sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke

dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu

menuju kandung empedu.

Page 4: Refrat Hepatitis C-Adfi

3. Fisiologi Hepar

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh

sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :

a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling

berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus

menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati

kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen

menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber

utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa

monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa

tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan

membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan

dalam siklus krebs).

b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis

asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.

Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi,

hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi,

hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya

organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.

Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati,

juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.

Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

Page 5: Refrat Hepatitis C-Adfi

d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda

asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada

hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer

biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan

untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

f. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun,

obat over dosis.

g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui

proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun

livers mechanism.

h. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di

dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh

faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu

exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran

darah

Page 6: Refrat Hepatitis C-Adfi

4. Hepatitis C

4.1 Etiologi

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C, virus ini

merupakan jenis virus RNA dari keluarga Flaviviridae. Terdapat 6 genotip HCV dan lebih

dari 50 subtipe. Respons limfosit T yang menurun dan kecenderungan virus untuk bernutasi

nampaknya menyebabkan tingginya angka infeksi kronis.

Virus hepatitis C paling berbahaya dibandingkan dengan virus hepatitis lainnya, karena

80% penderita terinfeksi bisa menjadi infeksi yang menahun dan bisa berkelanjutan menjadi

hepatitis kronik kemudian sirosis hati, kanker hati dan kematian. Proses perjalanan ini

memerlukan waktu yang panjang hingga belasan atau puluhan tahun. Virus ini dapat

bermutasi dengan cepat, perubahan-perubahan protein kapsul yang membantu virus

menghindarkan sistim imun. Genotip genotip yang berbeda mempunyai perbedaan distribusi

geografi. Genotipe 1a dan 1b paling banyak di Amerika, kira-kira 75% dari kasus. Genotip 2,

3 dan 4 hanya 30% dari kasus. Di Jepang dan Cina tipe 2 lebih sering dijumpai , tipe 3 sering

dijumpai di Eropa dan Inggris, tipe 4 banyak ditemui di Timur Tengah dan Afrika. Tipe 5

banyak di Afrika dan sedikit di Amerika Utara, jenis tipe 6 banyak ditemukan di Hongkong

dan Macau. Genotipe 1a dan 1b merupakan jenis yang resisten terhadap pengobatan dan

manifestasi penyakit umumnya berat.(Sulaiman HA, Julitasari, 2004,hal 12).

Gambar virus hepatitis C (http://www.medicastore.com/hepatitisC/infeksihepatitis.htm)

Keberagaman genetik HCV memiliki implikasi diagnostik dan respon terapi sedikit. Pada genotip 1 bertanggung jawab hingga 60-65% semua infeksi virus hepatitis C di Indonesia. Genotip ini memiliki respon pengobatan lebih rendah dibandingkan genotip

Page 7: Refrat Hepatitis C-Adfi

lainnya. Karena keberagaman ini yang menyebabkan sulit untnk mengembangkan vaksin dan respon terapi.(PPHI, 2003, hal 8)

Kira-kira sepertiga kanker hati disebabkan oleh hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi kanker hati terus meningkat diseluruh dunia karena banyak orang terinfeksi virus hepatitis C tiap tahunnya. Saat hati menjadi rusak, maka hati tersebut akan memperbaiki sendiri dengan membentuk jaringan parut, jaringan parut ini disebut fibrosis. Semakin banyaknya jaringan parut menunjukan semakin parahnya penyakit, sehingga hati menjadi sirosis.

Mengingat pada penderita hepatitis C cenderung menjadi kronik dan mengarah ke kanker hati, serta belum ditemukannya vaksin maka penulis ingin mengupas seputar penyakit hepatitis C.

4.2 Epidemiologi Infeksi HVC

Infeksi HVC didapatkan diseluruh dunia. Dilaporkan lebih kurang 170 juta orang di

seluruh dunia terinfeksi virus ini. Prevalensi HVC ini berbeda-beda diseluruh dunia. Di

Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi HVC tetapi dari laporan pada lembaga

transfusi darah didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi HVC. Pada studi populasi

umum di Jakarta prevalensi HVC lebih kurang 4%.

Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan transfusi darah terutama yang

didapatkan sebelum dilakukannya penapisan donor darah untuk HVC oleh PMI. Infeksi HVC

juga didapatkan secara sporadik atau tidak diketahui asal infeksinya. Hal ini berhubungan

dengan ekonomi yang rendah, pendidikan kurang, perilaku seksual yang beresiko tinggi.

Infeksi dari ibu ke anak juga dilaporkan walaupun masih jarang. Biasanya dihubungkan

dengan HIV, karena jumlah HVC dikalangan ibu yang menderita HIV biasanya tinggi.

Dilaporkan pula terjadinya infeksi HVC pada tindakan-tindakan medis seperti endoskopi,

perawatan gigi, dialisis, maupun operasi. HVS dapat ditransmisi melalui luka tusukan jarum

namun diketahui resikonya relatif lebih kecil daripada HVB.

Umunya genotipe yang didapatkan di Indonesia adalah genotipe 1 (lebih kurang 60-

70%) diikuti oleh genotipe 2 dan 3. Dilaporkan adanya genotipe khas untuk Indonesia yaitu

genotipe 1c tetapi sebagian ahli menganggap gen ini sama saja dengan genotipe 1 lainnya

yang telah dilaporkan hanya saja laporan terdahulu menggunakan metode yang hanya melihat

sebagian kecil gen HVC saja.

Prevalensi tinggi didapatkan pada beberapa kelompok pasien seperti pengguna

narkotika suntik (>80%) dan pasien hemodialisa (70%). VHC didapatkan pada saliva dan

kontak-kontak lain dalam rumah tangga diketahui sangat tidak efisien untuk terjadinya

Page 8: Refrat Hepatitis C-Adfi

infeksi dan transmisi HVC sehingga amat jarang ditemukan adanya transmisi HVC melalui

hubungan dalam rumah tangga.

4.3 Patogenesis

Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati HVC masih sulit dilakukan karena

terbatasnya kultur sel untuk HVC. Kerusakan sel hati akhibat HVC atau partikel virus secara

langsung masih belum jelas. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme

imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya dicurigai dapat

menyebabkan reaksi pelepasan radikal oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini juga

diketahui mampu berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan

dnegan regulasi imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini menyebabkan kontroversi

apakah HVC bersifat sitotoksik atau tidak, terus berlangsung.

Reaksi cytotoxin T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi

menyeluruh HVC pada infeksi akut. Pada infeksi kronis, reaksi CTL yang relatif lemah masih

mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi dihati tetapi tidak bisa

menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati

terus berlanjut. Kemampuan CTL dihubungkan dengan aktifitas limfosit sel Th spesifik

HVC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2 berakhibat pada reaksi

toleransi dan melemahnya respon CTL.

Reaksi inflamasi melibatkan sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, TGF-β1 akan

menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebakan aktivasi sel-sel stelata

diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan’tenang’ kemudian

berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matrik

kolagen sehinnga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin

proinflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karna proses inflamasi terjadi terus

menerus sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati semakin sedikit.

Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.

Pada gambaran histopatologi pasien hepatitis C kronik dapat ditemukan proses

inflamasi kronik berupa nekrosis gerigit, maupun lobular, disertai fibrosis didaerah portal

yang lebih lanjut dapat masuk ke lobulus hati (fibrosis septal) dan kemudian menyebabkan

nekrosis dan fibrosis jembatan. Gambaran yang agak khas untuk infeksi HVC adalah agregat

limfosit dilobulus hati namun tidak didapatkan pada semua kasus inflamasi akibat HVC.

Gambaran histopathologi pada infeksi HVC kronik sangat berperan dalam menentukan

prognosis dan keberhasilan terapi. Secara histopatologi dapat dilakukan skoring untuk

Page 9: Refrat Hepatitis C-Adfi

inflamasi dan fibrosis dihati sehingga memudahkan untuk keputusan terapi., evaluasi pasien

maupun komunikasi antar ahli patologi.

4.4 Gejala Klinis

Sering kali orang yang menderita hepatitis C tidak menunjukkan gejala walaupun

infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Gejala-gejala di bawah ini mungkin samar,

misalnya lelah, perasaan tidak enak pada perut kanan atas, hilang selera makan, sakit perut,

mual, muntah ,pemeriksaan fisik seperti normal atau menunjukan pembesaran hepar sedikit.

Beberapa pasien didapatkan spidernevi, atau eritema Palmaris. (Bell B, 2009)

Hasil laboratorium yang menyolok adalah peninggian SGOT dan SGPT yang terjadi

pada kurun waktu 2 sampai 26 minggu setelah tertular. Masa inkubasinya diantara hepatitis

akut A dan hepatitis B, dengan puncaknya diantara 7 sampai 8 minggu setelah terkena

infeksi. (Sulaiman HA, Julitasari, 2004, hal 17)

Penderita infeksi HCV biasanya berjalan sublinik, hanya 10% penderita yang

dilaporkan mengalami kondisi akut dengan ikterus. Infeksi HCV jarang menimbulkan

hepatitis fulminan, namun infeksi HCV akut yang berat pernah dilaporkan pada penderita

resipien transplantasi hati, penderita dengan dasar penyakit hati menahun dan penderita

dengan koinfeksi HBV (Hernomo K, 2003, hal. 22)

Meskipun kondisi akutnya ringan sebagian besar akan berkembang menjadi penyakit

hati menahun. Infeksi HCV dinyatakan kronik kalau deteksi RNA HCV dalam darah menetap

sekurang-kurangnya 6 bulan. Secara klinik hepatitis C mirip dengan infeksi hepatitis B.

Gejala awal tidak spesifik dengan gejala gastrointestinal diikuti dengan ikterus dan kemudian

diikuti perbaikan pada kebanyakan kasus. ( PPHI, 2003, hal 21)

Infeksi kronik hepatitis C menunjukan dampak klinik yang jauh lebih berat dibanding

infeksi hepatitis B. Kedua infeksi virus ini dapat menimbulkan gangguan kualitas hidup,

meskipun masih dalam stadium presirotik dan sering mengakibatkan komplikasi ekstra

hepatik. (Hernomo K, 2003, hal 20) Pasien dengan hepatitis C kronik dengan manifestasi

gejala ekstrahepatik yang biasanya disebabkan respon imun seperti gejala rematoid,

keratoconjungtivitis sicca, lichen planus, glomerulonefritis, limfoma dan krioglobulinemia

esensial campuran. Krioglobulin telah dideteksi pada serum sekitar separuh pasien dengan

hepatitis C kronik (Mauss S, et al ,2009, p.45)

Page 10: Refrat Hepatitis C-Adfi

4.5 Diagnostik

Infeksi oleh HVC dapat diindentifikasi dengan memeriksa antibodi yang dibentuk

tubuhterhadap HVC bila virus ini menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama

setelah terjadinya infeksi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun pasien dapat

menghulangkan infeksi HVC pada infeksi akut, namun antibodi terhadap HVC masih terus

bertahan bertahun-tahun (18-20 tahun).

Deteksi antibodi dapat dilakukan dengan teknik enzym immuno assy (EIA). Antigen

yang digunakan untuk deteksi dengan cara ini ialah antigen C-100 dan beberapa antigen non

struktural (NS 3,4 dan 5) sehingga tes ini menggunakan poliantigen dari HVC. Antibodi

HVC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan sensitivitas mencapai 99% dan spesifisitas

lebih dari 90%. Teknik Polymerasi Chain Reaction (PCR) atau Transcription – Mediated

Amplification (TMA) sebagai test kualitatif untuk HCV RNA, sementara amplifikasi target

(PCR) dan teknik amplifikasi sinyal( Branched DNA) dapat dipakai untuk mengukur muatan

virus

Pendekatan paling baik untuk diagnosa hepatitis C adalah test HCV RNA yang

merupakan tes yang sensitive seperti Polimerase Chain Reaction (PCR) atau Transcription

Mediated Amplification (TMA). Dengan adanya HCV RNA diserum menandakan infeksi

aktif. Test untuk HCV RNA adalah membantu pasien pasien yang dengan test EIA dengan

hasil anti HCV nya tidak dapat dipercaya, misalnya pasien dengan gangguan imun yang mana

hasil anti HCV nya negative, sebab mereka tidak cukup memproduksi antibody. Pasien-

pasien dengan akut hepatitis C, test anti HCV negative karena antibody baru muncul setelah

satu bulan fase akut.(Bell B, 2009)

Test HCV RNA dibagi dua yaitu kuantitatif dan kualitatif. Test kualitatif menggunakan

PCR/ Polymerase Chain Reaction, test ini dapat mendeteksi HCV RNA yang dilakukan untuk

konfirmasi viremia dan untuk menilai respon terapi. Test kuantitatif dibagi dua yaitu: metode

dengan teknik Branched Chain DNA dan teknik Reverse Transcription PCR.Test kuantitatif

ini berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada test kuantitatif ini pula dapat

diketahui derajat viremia. (Sulaiman HA, Julitasari,2004, hal 20)

Sesuai dengan rekomendasi konsensus penatalaksanaan HCV di Indonesia :

1. Pemeriksaan HCV RNA yang positif, dapat memastikan diagnosis

2. Bila HCV – RNA tidak dapat diperiksa, maka ALT/SGPT > 2N, dengan anti HCV (+)

3. Pemeriksaan genotip tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

4. Pemeriksaan HCV RNA kuantitatif diperlukan pada anak dan dewasa untuk

penentuan pengobatan.

Page 11: Refrat Hepatitis C-Adfi

5. Pemeriksaan genotip diperlukan untuk menentukan lamanya terapi.

6. Pemeriksaan HCV RNA diperlukan sebelum terapi dan 6 bulan paska terapi.

7. Pemeriksaan HCV RNA 12 minggu sejak awal terapi dilakukan pada pasien genotip 1

dengan pegylated interferon untuk penilaian apakah terapi dilanjutkan atau

dihentikan. (PPHI, 2003, hal 13)

Test faal hati rutin untuk skrining HCV kronik memiliki keterbatasan, karena sekitar

50% penderita yang terinfeksi HCV mempunyai nilai transaminase normal. Meskipun test

faal hatinya normal , penderita ini ternyata menunjukkan kelainan histology penyakit hati

berupa nekroinflamasi dengan atau tanpa sirosis. Pemantauan dengan menggunakan kadar

transaminase sifatnya terbatas, karena kadarnya dapat berfluktuasi dari kadar normal sampai

ke abnormal dengan perjalanan waktu (Hernomo K, 2003, hal 23).

Biopsi hati biasanya dikerjakan sebelum dimulai pengobatan anti virus dan tetap

merupakan pemeriksaan paling akurat untuk mengetahui perkembangan penyakit hati. Biopsi

hati biasanya dikerjakan pada penderita dengan infeksi kronik HCV. Dengan transaminase

abnormal yang direncanakan pengobatan antiviral, pemeriksaan histologi juga dibutuhkan

bila ada dugaan diagnosis penyakit hati akibat alkohol. Biopsi hati menjadi sumber informasi

untuk penilaian fibrosis dan histologi. Biopsis hati memberikan informasi tentang kontribusi

besi, steatosis dan penyakit penyerta hati alkoholik terhadap perjalanan hepatitis C kronik

menuju sirosis. Informasi yang didapat pada biopsi hati memungkinkan pasien mengambil

keputusan tentang penundaan atau dimulainya pemberian terapi antivirus, karena mengingat

efek samping pengobatan. (PPHI, 2003, hal 14)

4.6 Penatalaksanaan

Pasien telah diketahui terkena infeksi HVC melalui biasanya tes antibodi HCV yang

positif. Indikasi terapi pada hepaitis C kronik apabila peningkatan nilai ALT lebih dari atas

batas normal (2x batas atas normal). Tetapi hal ini tidaklah mutlak karena berapa pun nilai

ALT bila sudah meningkat maka itu menandakan sudah terjadi fibrosis yang nyata bila

dilakukan biopsi. Nilai ALT yang didapat juga harus dikaji lagi, apakah nilainya meningkat

menetap atau fluktuasi. Jika nilai ALT yang flutuasi merupaka indikasi untuk melakukan

terapi, namun bila nilai ALT menetap maka perlu dilakukan biopsi hati agar lebih jelas

diketahui fibrosis yang telah terjadi.

Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati atau dengan fibrosis ringan, mungkin terapi

tidak perlu dilakukan karena biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun

Page 12: Refrat Hepatitis C-Adfi

mengidap hepatitis C. Nilai fibrosis tingkat menengah atau tinggi sudah merupakan indikasi

untuk terapi.

Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan

ribavirin. Umunya disepakati bila genotipe 1 dan 4 maka dibutuhkan pengobatan selama 48

minggu. Dan bila genotipe 2 dan 3 cukup diberikan 24 minggu. Untuk interveron

konvensional diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan

setiap kali pemberian. Peg-Interferon diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5 ug/KgBB/kali

(untuk peg-interferon 12KD) atau 180 ug (untuk Peg-interferon 40 KD). Pemberian

interferon diikuti dengan pemberian ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan <

50 kg 800 mg setiap hari, 50-70 kg 1000 mg setiap hari , dan >70 kg 1200 mg setiap hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Pada akhir terapi dengan interferon perlu dilakukan pemeriksaan RNA HVC secara

kualitatif untuk mengetahui apakah HVC resisten terhadap pengobatan dengan interferon.

Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan dihentikan dengan melakukan

pemeriksaan RNA HVC kualitatif. Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan

gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak nafsu makan, dan sejenisnya, depresi

dan gangguan emosi. Ribovlavin dapat menyebabkan penurunan Hb.

Keberhasilan terapi dengan interferon dan ribavlavin untuk eradikasi HVC lebih kurang

60 %. Pada hepatitis c akut, keberhasilan pengobatan interferon lebih baik dari pada pasien

hepatitis C kronis hingga mencapai 100% .

4.7 Pencegahan

Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah

hepatitis C tetapi ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis C dengan cara jarum

suntik harus steril. Melakukan kehidupan sex yang aman. Bila memiliki pasangan yang lebih

dari satu atau berhubungan dengan orang banyak harus memproteksi diri misalnya dengan

pemakaian kondom. Jangan pernah berbagi alat seperti jarum , alat cukur, sikat gigi dan

gunting kuku. Bila melakukan manicure, pedicure, tattoo ataupun tindik pastikan alat yang

dipakai steril. Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya [misalnya dokter, perawat,

perugas laboratorium] harus hati-hati agar tidak terpapar darah yang terkontaminasi, dengan

cara memakai sarung tangan, jika ada tetesan darah meskipun sedikit segera dibersihkan.

Jika mengalami luka karena jarum suntik maka harus melakukan test ELISA atau RNA HCV

setelah 4 sampai 6 bulan terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit hepatitis

C. Pernah sembuh dari salah satu penyakit hepatitis, tidak mencegah penularan penyakit

Page 13: Refrat Hepatitis C-Adfi

hepatitis lainnya. Dengan demikian dokter sangat merekomendasikan penderita hepatitis C

juga melakukan vaksinasi hepatitis A dan hepatitis B.

5. Penutup

Hepatitis C merupakan penyebab penyakit hati akut atau kronis yang paling berbahaya

dibandingkan dengan virus hepatitis lainnya. Mengingat bahwa virus hepatitis C ini dapat

menyebabkan kerusakan hati yang parah, sirosis dan kanker hati / hepatoma maka upaya

pencegahan merupakan hal yang sangat penting, melalui pendidikan untuk mengenal cara-

cara penularan yaitu menghindari pemakaian narkoba, penyuntikan yang aman, mencegah

perilaku seksual beresiko tinggi dan menghindari pemakaian alat-alat pribadi bersama.

Karena infeksi hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat

penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin. Penelitian menunjukkan pasien yang

diobati sebelum hatinya rusak secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap

pengobatan dibandingkan pada pasien yang menunda pengobatannya. Tujuan pengobatan

hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini mungkin untuk mencegah

perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.

Ada tiga macam obat yang digunakan dalam mengobati hepatitis C yaitu Interferon

Alfa, Pegylated Interferon Alfa, Ribavirin .pengobatan ini sudah diterima dalam

kemampuannya untuk melawan vir

Page 14: Refrat Hepatitis C-Adfi

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Power to beat HCV. http://www.medicastore.com. Diakses pada 25 Agustus 2014

Bals,M. 2006. Acut Hepatitis C Virus Infection. Romania.

Bell, B. 2009. Chronic Hepatitis C. http://www.digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/p.

diakses pada 25 Agustus 2014

Mauss. S. et al. 2009. Hepatology A Clinical Textbook. Germany.

Sacher,RA. Mc Pherson, RA. 2000. Widman’s Clinical Interpretation of laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company.

Sudoyo,A., Setiyohardi,B.,Idrus,A.dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Pustaka: Jakarta

Sulaiman,HA. Julitasari. 2004. Selayang Pandang Hepatitis C. Jakarta

Toni. 2008. Deteksi Hepatitis C. Artikel Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. (elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/.../ DETEKSI %20 HEPATITIS %20C.pdf) Diakses pada 25 Agustus 2014

REFERAD

Page 15: Refrat Hepatitis C-Adfi

BLOK 26 Tropical dan Travel Medicine

Hepatitis C Pada Dewasa

Oleh:

Hajrini Andwiarmi Adfirama

04111001047

F A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS SRIWIJAYA