REFRAT EPILEPSI IBNU
-
Upload
muhamad-ibnu-sina -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of REFRAT EPILEPSI IBNU
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
1/9
EPILEPSI DAN TERAPI ANTIEPILEPSI
Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang
berulang (lebih dari satu episode).International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi
epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya
satu riwayat bangkitan epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan
sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak (1).
Etiologi Epilepsi
Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut meliputi penyakit serebrovaskuler
(stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan neurodegeneratif, tumor, trauma kepala,
gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat) (2). Beberapa faktor lainnya adalah
gangguan tidur, stimulasi sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya kejang.
Perubahan hormon, sepeti menstruasi, puberitas, atau kehamilan dapat meningkatkan
frekuensi terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang
seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau bupropion),
dan kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan resiko kejang (3).
Klasifikasi Epilepsi
Klasifikasi internasional kejang epilepsi dapat dilihat pada tabel I. Kejang diklasifikasikan
menjadi dua kategori umum yaitu : (a) kejang parsial (kejang parsial dapat disebabkan
oleh suatu lesi pada beberapa bagian korteks, seperti tumor, malformasi
perkembangan atau stroke) dan (b) kejang umum (kejang umum sering disebabkan
oleh genetik) (4).
Tabel I. Klasifikasi internasional kejang epilepsi (5-6) :
1. Kejang parsial (awal terjadi kejang secara lokal)
a. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
(1) Disertai gejala motor
(2) Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori
(3) Disertai gejala kejiwaan
b. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
2/9
(1) Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan
kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis.
(2) Diawali gangguan kesadaran, diikuti gangguan
kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis.
c. Umum sekunder (pada awalnya kejang parsial dan
berubah menjadi kejang tonik-klonik)
2. Kejang umum
a. Absen
b. Myoklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik
g. Spasme infantil
3. Kejang yang tidak dapat diklasifikasikan
4. Status epileptikus
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan
neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan
inhibitori (7). Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid
(GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas
neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat,
aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida,
sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu,dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid(GABA). Serangan kejang juga diakibatkan
oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang
berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron (8).
Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal
Na+. Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca
2+, sehingga ion-ion Na
+dan
Ca2+
banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada
membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam
penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat
peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus
menerus dan memicu aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengancara memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
3/9
Methylosoxazole- 4-propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil D-aspartat).
Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ion-ion Na+
dan Ca2+
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial aksi. Namun felbamat
(antagonis NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA) bekerja dengan berikatan dengan
reseptor glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja
kedua obat ini adalah menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-selsyaraf yang teraktivasi (9). Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini
yang menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.
Gajala Klinis (10)
(1) Gajala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada setiap
pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama.
(2) Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial.
(3) Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.
(4) Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang singkat.
(5) Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi kehilangan
kesadaran.
Penegakan Diagnosis (10)
1. EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam diagnosis berbagai macam jenisepilepsi.
2. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosisepilepsi.
3. MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat (khususnya dalammenggambarkan lobus temporal), tetapi CTscan tidak membantu, kecuali dalam
evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.
Antiepilepsi
Penggolongan obat antiepilepsi
(1) Hidantoin
Fenitoin
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan
pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf (11). Fenitoin memiliki range
terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam
darah (12). Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+)
(13) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+
kedalam membran sel berkurang(11). dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron
(4). Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap
6 jam (10). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi padaSSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
4/9
berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus. Salah satu efek samping kronis
yang mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran pada gusi). Menjaga
kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival hyperplasia (14).
(2) Barbiturat
Fenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik (11).
Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang
penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya
menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi penggunaannya sebagai
obat utama (15). Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk
menurunkan konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan
mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA (16) (aktivasi reseptor barbiturat
akan meningkatkan durasi pembukaan reseptor GABAA (7) dan meningkatkankonduktan post-sinap klorida). Selain itu, fenobarbital juga menekan glutamate excitability
dan meningkatkan postsynaptic GABAergic inhibition (16). Dosis awal penggunaan
fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari (14). Efek
samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping
lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan
fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat
menyebabkan kemerahan kulit, dan Stevens-Johnson syndrome (10).
(3) Deoksibarbiturat
Primidon
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik (4). Primidon
mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori (11). Efek anti kejang primidon
hampir sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah
menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital danfeniletilmalonamid(PEMA) (4). PEMA dapat
meningkatkan aktifitas fenobarbotal (11). Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari (7). Efek
samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan,
perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi (11).
(4) Iminostilben
(a) Karbamazepin
Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik (4). Karbamazepin
digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik (11).
Karbamazepin menghambat kanal Na+
(7), yang mengakibatkan influk (pemasukan)
ion Na+
kedalam membran sel berkurang (11) dan menghambat terjadinya potensial
aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron (4). Dosis pada anak dengan usia
kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kalisehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
5/9
dan dewasa 400 mg 2 kali sehari (8). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah,
mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) danHyponatremia. Resiko terjadinya
efek samping tersebut akanmeningkat seiring dengan peningkatan usia (10).
(b) Okskarbazepin
Okskarbazepin merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin merupakan prodrug
yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu suatu turunan 10-
monohidroksi dan dieliminasi melalui ekskresi ginjal (4). Okskarbazepin digunakan untuk
pengobatan kejang parsial (10). Mekanisme aksi okskarbazepin mirip dengan mekanisme
kerja karbamazepin (4). Dosis penggunaan okskarbazepin pada anak usia 4-16 tahun 8-
10mg/kg 2 kali sehari sedangkan pada dewasa, 300 mg 2 kali sehari (11). Efek samping
penggunaan okskarbazepin adalah pusing, mual, muntah, sakit kepala, diare, konstipasi,
dispepsia, ketidak seimbangan tubuh, dan kecemasan. Okskarbazepin memiliki efek samping
lebih ringan dibanding dengan fenitoin, asam valproat, dan karbamazepin (10).
Okskarbazepin dapat menginduksi enzim CYP450 (4).
(5) Suksimid
Etosuksimid
Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal kalsium merupakan target
dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+
tipe T.
Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+
tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan
mengurangi sentakan pada kejang absens (4). Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun
250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis
pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari (11). Efek samping
penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid
yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak
dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan (10).
(6) Asam valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABA
dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproatjuga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran
serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari
(11). Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,
muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin
ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam
valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari
penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.Hyperammonemia (gangguan metabolisme
yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi
tidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10).
Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
6/9
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
7/9
(c) Levetirasetam
Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan derifatpyrrolidone ((S)-ethyl-2-oxo-
pyrrolidine acetamide) (31). Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang parsial, kejang
absens, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik (10). Mekanisme levetirasetam dalam
mengobati epilepsi belum diketahui. Namun pada suatu studi penelitian disimpulkanlevetirasetam dapat menghambat kanal Ca
2+tipe N (11) dan mengikat protein sinaptik yang
menyebabkan penurunan eksitatori (atau meningkatkan inhibitori). Proses pengikatan
levetiracetam dengan protein sinaptik belum diketahui. Dosis levetirasetam 500-1000 mg 2
kali sehari (7). Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi, gangguan perilaku, dan efek
pada SSP. Gangguan perilaku seperti agitasi, dan depresi juga dilaporkan akibat penggunaan
levetirasetam (10).
(d) Topiramat
Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang mioklonik,
dan kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium(Na
+), meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate, dan
menghambat karbonat anhidrase yang lemah (11). Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari (7).
Efek samping utama yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit
berkonsentrasi, sulit mengingat, pusing, kelelahan,paresthesias (rasa tidak enak atau
abnormal). Topiramat dapat menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan
penurunan berat badan (10).
(e) Tiagabin
Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak 16 tahun. Tiagabin
meningkatkan aktivitas GABA (11), antagonis neuron atau menghambat reuptake GABA (7).
Dosis tiagabin 4 mg 1-2 kali sehari (11). Efek samping yang sering terjadi adalah pusing,
asthenia (kekurangan atau kehilangan energi), kecemasan, tremor, diare dan depresi (17).
Penggunaan tiagabin bersamaan dengan makanan dapat mengurangi efek samping SSP (10).
(f) Felbamat
Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya digunakan
bila terapi sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang mempunyai resiko anemia
aplastik (11). Mekanisme aksi felbamat menghambat kerja NMDA dan meningkatkan respon
GABA (4). Dosis felbamat untuk anak usia lebih dari 14 tahun dan dewasa 1200 mg 3-4 kalisehari (11). Efek samping yang sering dilaporkan terkait dengan penggunaan felbamat adalah
anorexia, mual, muntah, gangguan tidur, sakit kepala dan penurunan berat badan.Anorexia
dan penurunan berat badan umumnya terjadi pada anak-anak dan pasien dengan konsumsi
kalori yang rendah. Resiko terjadinya anemia aplastik akan meningkat pada wanita yang
mempunyai riwayat penyakit cytopenia (10).
(g) Zonisamid
Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid (4) yang digunakan sebagai terapi tambahan
kejang parsial pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa (11). Mekanisme aksi zonisamid
adalah dengan menghambat kanal kalsium (Ca2+) tipe T. Dosis zonisamid 100 mg 2 kali
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
8/9
sehari (7). Efek samping yang umum terjadi adalah mengantuk, pusing, anorexia, sakit
kepala, mual, dan agitasi. Di United Stated 26% pasien mengalami gejala batu ginjal (10).
Tabel II. Pilihan obat untuk gangguan kejang spesifik (10)
Tipe seizure Terapi pilihanpertama
Obat alternatif
Seizure parsial Karbamazepin
Fenitoin
Lamotrigin
Asam valproat
okskarbanzepin
Gabapentin
Topiramat
Levetiracetam
Zonisamid
Tiagabin
Primidon
Fenobarbital
Felbamat
kejang
umum
absens Asam valproat
Etosuksimid
Lamotrigin
Levetiracetam
Mioklonik Asam valproat
Klonazepam
Lamotrigin,
topiramat,
felbamat,
zonisamid,
levetiracetam
Tonik-klonik Fenitoin
Karbamazepin
Asam valproat
Lamotrigin,
topiramat,
primidon,
fenobarbital,
okskarbanzepin,
Levetiracetam
Daftar pustaka
1. Browne TR., Holmes GL., 2000,Epilepsy: Definitions and Background. In:Handbook of Epilepsy, 2nd edition, Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, P.,1-18.
-
7/31/2019 REFRAT EPILEPSI IBNU
9/9
2. Fisher RS., Boas WE., Blume W., Elger C., Genton P., Lee P., et al., 2005, Epilepticseizures and epilepsy: definition proposed by the International League Against
Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE), Epilepsia; 46 (4):
470-2.
3. Annegers JF., 2001, The Epidemiology of Epilepsy. In: Wylie E, ed. The Treatment ofEpilepsy, 3d ed, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 131138.
4. Goodman and Gilman, 2007,Dasar Farmakologi Terapi, vol. 1, EGC, Jakarta, 506-531.
5. Commission on Classification and Terminology of the International League AgainstEpilepsy, 1981, Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic
Classification of Epileptic Seizures,Epilepsia, 22: 489501.
6. Commission on Classification and Terminology of the International League AgainstEpilepsy, 1982, Proposal for Revised Classification of Epilepsies and Epileptic
Syndromes,Epilepsia, 30: 389399.
7. Irani, Vidia, M., 2009, Gambaran Efektivitas Antiepilepsi Pada Pasien Epilepsi YangMenjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 41-70.8. Nordli, D.R., Pedley, De Vivo, 2006,Buku Ajar Pediatri Rudolph volume 3, EGC,
Jakarta, 1023, 1034, 2135-2138.
9. Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia Press,Yogyakarta, 85.
10.Gidal, B.E., and Garnett, W.R., 2005,Epilepsy, in Pharmacotherapy: APhathophisiology Approach, Dipiro, J.T., et al (eds) McGraw Hill, New York, 1023-
1048.
11.Lacy, Charles F., 2009, Drug Information Handbook, American PharmacistsAssociation.
12.Dillon and Sander, 2003, Clinical Pharmacy and Therapeutics, Third edition,Churchill livingstone, New York, 465-468, 472-477.
13.Rainer Surges, Kirill E., Volynski and Matthew C., Walker, 2008, Is LevetiracetamDifferent from Other Antiepileptic Drugs? Levetiracetam and its Cellular Mechanism
of Action in Epilepsy Revisited Rainer Surges, Therapeutic Advances in Neurological
Disorders, 1(1) 13-24.
14.Weiner WJ., 1999, The Intial Treatment of Parkinsons Disease Should Begin WithLevodopa,Mov Disord, 14: 716724.
15.McNemara, J.O., 2008,Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, vol 1, diterjemahkanoleh alih bahasa sekolah farmasi ITB, EGC, Jakarta, 1517, 522, 524.
16.Harsono, 2007,Epilepsi, edisi kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 7-8, 65-66, 144.17.Mijasaki JM., Martin W., Suchowersky O., et al., 2002, Practice parameter: Initiationof treatment for Parkinsons disease: An evidence based review,Neurology, 58; 11
17