Refrat DHF
-
Upload
arti-tyagita-kusumawardhani -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
Transcript of Refrat DHF
REFRAT
DEMAM BERDARAH DENGUE
Oleh :
Kristiana Margareta G99122064 / K5 2013
Pembimbing :
dr. Maria Lusia Susi H., Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
DEMAM BERDARAH DENGUE
Definisi
Demam dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
ditandai dengan nyeri kepala, nyeri pada otot-otot dan tulang, ditemukannya rash,
dan leukopeni. Sedangkan demam berdarah dengue atau yang dapat kita sebut
DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengan 4 tanda utama
yaitu panas tinggi yang sifatnya mendadak, adanya tanda perdarahan, kadang
disertai dengan hepatomegali, dan pada kasus yang gawat ditandai dengan
kegagalan sirkulasi. Beberapa penderita dapat menjadi syok hipovolemik yang
merupakan akibat dari keluarnya plasma. Hal ini disebut sindroma syok dengue
(SSD), dan dapat menjadi fatal.1
Pengertian lain dari DBD adalah suatu penyakit infeksi virus yang
menimbulkan demam akut (2-7 hari) disertai dengan manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.4
Selain itu, adapula yang mengatakan bahwa DBD ialah penyakit yang
terdapat pada anak dan pada dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji torniquet akan
positif dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan.5
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavivirus, famili flavivirida. Dikenal 4 serotipe virus
dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Keempat jenis serotipe
virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat. 2
Bila seseorang terinfeksi dengan salah satu serotipee, maka akan
menghasilkan sistem imun jangka panjang untuk melawan infksi ulangan pada
serotipe yang sama, namun bila terinfeksi dengan serotipe yang berbeda, maka
sifanya hanya temporer dan memberikan sedikit proteksi pada serotipe tersebut. 1
1
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigoitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang
berperan.2
Aedes aegypti adalah nyamuk yang paling efisien sebagai vektor dari
arbovirus, karena sifatnya yang antropofilik dan sering hidup dalam ruangan. Pada
saat nyamuk yang merupakan vektor dari virus telah terinfeksi, maka dapat terjadi
transmisi virus dari nyamuk ke manusia melalui tusukan ke kulit maupun melalui
makanan. Nyamuk betina yang telah terinfeksi juga dapat mentransmisi virus ke
generasi selanjutnya melalui transmisi transovarial, tetapi hal ini jarang terjadi.
Selain itu, nyamuk yang awalnya tidak terinfeksi oleh virus dapat menjadi
terinfeksi bila menghisap darah orang yang telah tertular virus.1
Epidemiologi
Diketahui bahwa DBD pertama kali ditemukan di filipina pada tahun
1953. Dan pada tahun 1956 ditemukan virus dengue pada isolasi darah penderita
DBD. Selama tiga dekade, DBD juga ditemukan di wilayah asia tenggara
termasuk Indonesia dan kepulauan pasifik. Sejak tahun 1960, jumlah penderita
DBD mengalami peningkatan, menyebar dari satu daerah ke daerah lain di daerah
endemik. Hal ini tergantung dari musim. Pada saat itu, dilaporkan 1.070.207 kasus
dan 42.808 kematian yang disebabkan oleh DBD, dan kebanyakan adalah anak-
anak. DBD termasuk dalam salah satu penyakit yang menyebabkan hospitalisasi
pada penderita dan kematian anak di negara-negara tropis di asia .1
Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana suhu panas dan praktek
penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan
permanen.6
Di banyak negara demam dengue dan DBD banyak terjadi pada anak-
anak. Selain itu, DBD juga dapat ditemukan pada perantau .1
Secara nasional, insiden DBD pernah dilaporkan selama tahun 1973
(10.189 kasus) dan tahun 1977 (8141 kasus), jumlah DBD yang mengalami
renjatan berkisar antara 25-65 %(hendarwanto). Kerentanan terhadap virus dengue
tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, atau ras.3
2
Sejak tahun 1993-1997 sebagian besar penderita DBD pada kelompok usia
5-14 tahun dan pada tahun 1996 dan 1997 telah bergeser pada usia > 15 tahun.2
Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi, rata-rata 10-25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna menjadi <2%.7
Patogenesis
Menurut sejarah perkembangan patogenesis DBD dalam kurun waktu 100
tahun ini, dapat dibagi dua kelompok besar teori patogenesis yaitu :
1. Teori virulensi virus
Teori ini mengatakan seseorang akan terkena virus dengue dan menjadi
sakit kalau jumlah dan virulensi virus cukup kuat 2
Keempat serotipe virus mempunyai potensi patogen yang sama dan
syok sindrom terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.5
2. Teori imunopatologi (The Secondary Heterologous Dengue Infection
Hypothesis)
Teori ini mengatakan DBD dapat terjadi apabila sesorang yang telah
terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi ulangan dengan
tipe virus dengue tipe yang berlainan. Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang
berlainan pada seseorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue rendah
maka respon antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit sistem imun dengan menghasilkan titer
antibodi IgG anti dengue. Selain itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya komplek antigen
antibodi (komplek virus-antibodi) yang selanjutnya akan :
a. Mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endothel dinding itu. Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan berakhir dengan kematian.
b. Dengan terdatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka akan
mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
3
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE sehingga berakibat
terjadinya trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu, trombosit
yang mengalami metamorfosis akan melepaskan faktor trombosit 3 yang
dapat mengaktivasi sistem koagulasi.
c. Aktivasi faktor Hageman (Faktor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi
sistem koagulasi sehingga berakibat terjadinya pembekuan intravaskuler
yang meluas. Dalam proses ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran
fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).8
Dua hal utama yang terjadi pada kasus DBD adalah peningkatan
permeabilitas vaskuler yang menyebabkan extravasasi plasma dari intravaskuler
ke ekstravaskuler dan terjadinya gangguan hemostasis yang ditandai dengan
perubahan vaskuler, trombositopeni dan koagulopati.1
Gambaran Histopatologi
Pada hepar, biasanya membesar, sering dengan perubahan lemak. Efusi
berbercak kuning, berair, dan kadang-kadang ditemukan perdarahan pada rongga
serosa. Secara mikroskopis ada edema perivaskuler pada jaringan lunak dan
diapedesis sel darah merah yang menyebar. Selain itu dapat pula terjadi
penghentian maturitas dari megakariosit dalam sumsum tulang, dan kenaikan
megakariosit dalam kapiler paru-paru, glomerulus, dan sinusoid hati dan limpa.
Virus dengue biasanya tidak ditemukan pada jaringan penderita yang meninggal.
Sedangkan isolasi pada hati dan jaringan limfatik jarang ditemukan.6
Manifestasi Klinik
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue juga
merupakan suatu self limiting infecting disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari.8
Gambaran klinis yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Panas
4
Panas biasanya langsung tinggi dan terus menerus dengan sebab
yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik
(mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali). Panas ini biasanya
berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok maka panas akan turun dan
penderita sembuh sendiri.8
Selain panas, kadang disertai dengan gejala prodroma seperti nyeri
kepala, anoreksia, nyeri pada otot, tulang, dan persendian, menggigil, dan
malaise. Pada umumnya ditemukan sindroma trias yaitu demam tinggi,
nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam. Disamping itu, perasaan
tidak nyaman di daerah epigastrium disertai kolik sering diteemukan.9
2. Tanda perdarahan
a. Perdarahan karena manipulasi
Uji tourniquet / rumple leede test yaitu dengan mempertahankan
manset tensimeter selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petekie
atau tidak di daerah volar lengan bawah .9
Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih
petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian
depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa cubiti). 2
b. Perdarahan spontan
- Petechie
- Perdarahan gusi
- Epistaksis
- Hematemesis dan melena
3. Pembesaran hepar
Untuk gambaran laboratoris biasanya kelainan hematologis yang paling
sering adalah kenaikan hematokrit 20 % atau lebih melebihi nilai
hematokrit penyembuhan, tombositopenia, leukositosis ringan,
perpanjangan waktu perdarahan dan penurunan kadar protrombin.
Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan
fibrin naik .6
5
Gambaran laboratorium
Trombositopenia dan hemokonsentrasi ditemukan pada penderita DBD.
Penurunan jumlah trombosit kurang dari 100.000 per mm3 biasanya ditemukan
pada hari ke 3 dan ke 8, baik sebelum maupun bersamaan dengan terjadinya
hemokonsentrasi. Peningkatan hematokrit 20% menunjukkan peningkatan
permeabilitas vaskuler dan terjadinya kehilangan plasma. 1
Pada DBD, jumlah leukosit dapat bervariasi mulai lekopenia sampai
terjadinya lekosistosis.1
6
Patogenesis DBD menurut The Secondary Heterologous Dengue Infection Hypothesis
Sumber : Hendarwanto, 2000
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada Kriteria menurut
WHO (1997), yaitu :
1. Kriteria Klinis
a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang
jelas (tipe demam bifasik)
b. Manifestasi perdarahan :
7
Secondary Heterologous Dengue Infection
Replikasi Virus Reaksi Antibodi Anamnestik
Komplek Virus Antibodi
Agregasi Platelet Aktivasi Sistem Koagulasi
Aktivasi komplemen
Aktivasi Faktor Hageman
Penghancuran trombosit oleh RES
Perdarahan Hebat
Penurunan Factor Pembekuan
Koagulopati Konsumtif
Pelepasan faktor 3
trombosit
Trombositopenia Permeabilitas Vaskuler Meningkat
Anafilatoksin(C3a dan C5a)
Perembesan Plasma
Shock
Kinin
Plasmin
- Uji Tourniquet (+)
- Petechie, echimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena.
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :
- Nadi cepat dan lemah
- Penurunan tekanan darah
- Akral dingin
- Kulit lembab
- Pasien tampak gelisah
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalescens yang dibandingkan
dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan/atau hipoalbuminemia dapat memperkuat
diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau terjadi perdarahan. Pada kasus
syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung
diagnosis DBD. 2
Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD
dalam derajat setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain
Derajat III : Terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
8
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah
yang tak terukur, kesadaran amat menurun.7
Komplikasi yang harus diwaspadai
1. Ensefalopati dengue
2. Kelainan ginjal
3. Edema paru
4. Gangguan pada SSP seperti konvulsi, spastik, penurunan kesadaran, dan
parese sementara.
5. DIC
6. Perdarahan intracranial, herniasi batang otak
7. Sepsis, pneumonia,
8. kerusakan hati .1,2
Penatalaksanan
Terdapat 5 hal yang harus dievaluasi yaitu keadaan umum, renjatan,
kebocoran cairan, perdarahan terutama perdarahan gastrointestinal dan
komplikasi.
Pada dasarnya terapi DBD bersifat suportif yang mengatasi kehilangan
cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat perdarahan.
Adapun penatalaksanan DBD menurut derajatnya lihat bagan.
Prognosis
Bila penderita tidak disertai dengan demam hemoragik atau sindroma syok
dengue prognosis baik.
9
TATA LAKSANA
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA
DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)
10
Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu
Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran menurunKejang, muntah darah, berak darah, berak hitam
Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan
Periksa uji tourniquet
Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab Hb/Ht naik dan trombosit turun
Uji tourniquet (-) Uji Tourniquet (+)
Jumlah trombosit < 100.000/ul
Jumlah trombosit > 100.000/ul
- Rawat jalan- Parasetamol- Kontrol tiap hari
sampai demam hilang
Nilai tanda klinis & jumlah trombosit, Ht bila masih demam hari sakit ke-3
Rawat Inap Rawat Jalan
Minum banyak,Parasetamol bila perlu Kontrol tiap hari sp demam turun. Bila demam menetap periksa Hb.Ht, AT.
segera bawa ke rumah sakit
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA
PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 2)
11
DBD Derajad I
Gejala klinis : demam 2-7 hari Uji tourniquet positif Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)
Pasien Masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. mkn tiap 5 menit. Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu > 38,5 derajad celcius beri parasetamolBila kejang beri obat antikonvulasif
Pasien tidak dapat minumPasien muntah terus menerus
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5% (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Ht naik dan atau trombositopeni
Infus ganti ringer laktat(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)
Perbaikan klinis dan laboratoris
Pulang
Kriteria memulangkan pasien : 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Secara klinis tampak perbaikan 4. Hematokrit stabil 5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml7. Tidak dijumpai distress pernafasan
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN
PENINGKATAN HEMATORIT
(Bagan 3)
Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
12
Perbaikan
DB Derajad I + perdarahan spontan Hemokonsentrasi & Trombositopeni Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7 ml/kgBB/jam
Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam
Tidak Ada Perbaikan
DBD Derajat II
Tidak gelisah Nadi kuat Tek Darah stabil Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam) Ht Turun (2x pemeriksaan)
Gelisah Distres pernafasan Frek. nadi naikHt tetap tinggi/naik Tek. Nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada
Tanda Vital memburuk
Ht meningkatTetesan dikurangi Tetesan dinaikkan 10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)Perbaikan5 ml/kgBB/jam
Evaluasi 15 menitPerbaikan
Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam apabila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup
Distress pernafasan, Ht naik, tek. Nadi ≤ 20mmHg
Ht turun
Koloid 20-30 ml/kgBB
Transfusi darah segar 10 ml/kgBB
Perbaikan
PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV
(Bagan 4)
13
DBD Derajad III & IV
Oksigenasi (berikan O2 2-4/menit) Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)
Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok tidak teratasi Syok teratasi
Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / Sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Kesadaran menurun Nadi lembut / tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula darah
DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi
Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketatTanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, Trombosit
Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam
Tambahan koloid/plasma Dekstran 40/FFP
10-20 (max 30) ml/kgBBKoreksi Asidosis
evaluasi 1 jam Syok teratasi
Syok belum teratasi Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Infus Stop tidak melebihi 48 jam
Ht turun + Transfusi fresh blood 10 ml/kg
Ht tetap tinggi/naik
Daftar Pustaka
1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition.WHO . Geneva
2. Staf Medis Fungsional Anak RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis
Kelompok Staf Medis Fungsional Anak. RSUD Dr. Moewardi. Surakarta
3. Hendarwanto, 2000. Dengue dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid
1, ed. 3., editor : HM Sjaifoellah Noer. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
4. Sri Rezeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap.
Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsim
Ilmu Penyakit Dalam, vol.2ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene
Braunwaald, Jean D Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L
Kasper. EGC. Jakarta
6. Departemen IKA RSCM, 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSCM (Draft Uji Coba). RSCM. Jakarta
7. Rampengan, TH, 1997. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik
Pada Anak. EGC. Jakarta.
8. Halstead, S, 2000. Arbovirus dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol. 2,
ed. 15., editor : Richard E Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. EGC.
Jakarta.
9. Rusepno Hasan, 2000. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta.
14