REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan...

27
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 357 Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI PERCEPATAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERDESAAN Dewa Ketut Sadra Swastika PENDAHULUAN Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, urbanisasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dari perdesaan ke wilayah perkotaan, atau dari kota- kota kecil ke kota besar. Urbanisasi juga dapat diartikan sebagai proses pertambahan atau meningkatnya penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan dapat disebabkan oleh pertumbuhan alamiah (lahir dan mati) penduduk kota, atau bisa juga disebabkan oleh berpindahnya secara menetap penduduk dari perdesaan ke perkotaan. (Dewi, 2012; Iephant46, 2012; Yunindyawati, 2012; Nishom, 2012). Faktor pendorong utama yang menyebabkan banyaknya penduduk perdesaan bermigrasi ke perkotaan adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan di perdesaan. Sedangkan faktor penarik utama yang menyebabkan orang-orang desa datang ke kota adalah masifnya pembangunan di perkotaan, sehingga perekonomian dan peredaran uang di kota tumbuh pesat dan menciptakan banyak lapangan kerja. Kondisi ini membuat banyak orang desa yang tertarik untuk datang ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pepatah yang mengatakan dimana ada gula disana semut akan datang. Urbanisasi dalam paradigma ini menimbulkan banyak permasalahan di perkotaan, terutama bila penduduk perdesaan yang pindah ke perkotaan tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak di perkotaan. Fenomena ini identik dengan memindahkan kemiskinan dari perdesaan ke perkotaan. Tidak jarang di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan kota-kota lainnya tumbuh kampung-kampung kumuh, gelandangan dan pengemis di jalanan, bahkan kriminalitas. Oleh karena itu, paradigma urbanisasi seperti ini menimbulkan stigma yang berkonotasi negatif. Untuk mengubah stigma negatif menjadi fenomena yang positif, maka paradigma urbanisasi dapat diubah, yaitu diartikan sebagai proses peng-kota-an atau peng-urban-an. Dalam paradigma ini konsep urbanisasi berarti mengubah wajah perdesaan menjadi perkotaan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan mereorientasi pembangunan ekonomi dari perkotaan ke perdesaan. Di perdesaan harus diciptakan sistem insentif yang menarik bagi investor untuk berinvestasi di bidang industri berbasis pertanian dan sektor jasa, disertai dengan pembangunan infrasturktur pendukungnya. Kehadiran usaha industri dan jasa akan menciptakan lapangan kerja baru di perdesaan. Dengan demikian, gula itu akan tercipta di perdesaan, sehingga

Transcript of REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan...

Page 1: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 357

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI PERCEPATAN PENGENTASAN

KEMISKINAN DI PERDESAAN

Dewa Ketut Sadra Swastika

PENDAHULUAN

Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, urbanisasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dari perdesaan ke wilayah perkotaan, atau dari kota-kota kecil ke kota besar. Urbanisasi juga dapat diartikan sebagai proses pertambahan atau meningkatnya penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan dapat disebabkan oleh pertumbuhan alamiah (lahir dan mati) penduduk kota, atau bisa juga disebabkan oleh berpindahnya secara menetap penduduk dari perdesaan ke perkotaan. (Dewi, 2012; Iephant46, 2012; Yunindyawati, 2012; Nishom, 2012). Faktor pendorong utama yang menyebabkan banyaknya penduduk perdesaan bermigrasi ke perkotaan adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan di perdesaan. Sedangkan faktor penarik utama yang menyebabkan orang-orang desa datang ke kota adalah masifnya pembangunan di perkotaan, sehingga perekonomian dan peredaran uang di kota tumbuh pesat dan menciptakan banyak lapangan kerja. Kondisi ini membuat banyak orang desa yang tertarik untuk datang ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pepatah yang mengatakan dimana ada gula disana semut akan datang.

Urbanisasi dalam paradigma ini menimbulkan banyak permasalahan di perkotaan, terutama bila penduduk perdesaan yang pindah ke perkotaan tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak di perkotaan. Fenomena ini identik dengan memindahkan kemiskinan dari perdesaan ke perkotaan. Tidak jarang di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan kota-kota lainnya tumbuh kampung-kampung kumuh, gelandangan dan pengemis di jalanan, bahkan kriminalitas. Oleh karena itu, paradigma urbanisasi seperti ini menimbulkan stigma yang berkonotasi negatif.

Untuk mengubah stigma negatif menjadi fenomena yang positif, maka paradigma urbanisasi dapat diubah, yaitu diartikan sebagai proses peng-kota-an atau peng-urban-an. Dalam paradigma ini konsep urbanisasi berarti mengubah wajah perdesaan menjadi perkotaan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan mereorientasi pembangunan ekonomi dari perkotaan ke perdesaan. Di perdesaan harus diciptakan sistem insentif yang menarik bagi investor untuk berinvestasi di bidang industri berbasis pertanian dan sektor jasa, disertai dengan pembangunan infrasturktur pendukungnya. Kehadiran usaha industri dan jasa akan menciptakan lapangan kerja baru di perdesaan. Dengan demikian, gula itu akan tercipta di perdesaan, sehingga

Page 2: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian358

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

penduduk perdesaan tidak perlu berduyun-duyun pindah ke perkotaan untuk mencari nafkah.

Tulisan ini secara umum bertujuan untuk memberi pemahaman yang lebih konkrit dari konsep urbanisasi yang umumnya diterjemahkan sebagai perpindahan secara permanen penduduk dari perdesaan ke perkotaan, menjadi konsep urbanisasi dalam arti pengkotaan, yaitu mengubah suasana rural menjadi suasana urban di perdesaan. Perdesaan harus dibangun secara terpadu, mulai dari pembangunan industri berbasis pertanian hingga infrastruktur sosial ekonomi seperti halnya di perkotaan. Dengan demikian, desa akan menjadi tempat tinggal yang menjanjikan bagi masyarakatnya, sehingga tidak perlu pindah ke kota mencari nafkah. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah penelusuran dan telaah pustaka melalui desk studi.

REFORMASI PARADIGMA URBANISASI

Paradigma Urbanisasi Tradisional

Secara tradisional “urbanisasi” diartikan sebagai perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan untuk menetap secara permanen. Pada umumnya penduduk yang pindah dari perdesaan ke perkotaan atau dari kota-kota kecil ke kota besar bertujuan mencari pekerjaan untuk meningkatkan taraf hidup, atau mengadu nasib di kota. Faktor utama penyebab maraknya perpindahan penduduk dari desa ke kota adalah sempitnya lapangan kerja di perdesaan dan masifnya pembangunan di perkotaan.

Muhi (2011) mengungkapkan bahwa keterbelakangan pembangunan di perdesaan menyebabkan penduduk desa bermigrasi ke kota, sehingga banyak pemerintah kota menghadapi masalah ledakan penduduk, pengangguran, gelandangan, kriminalitas, dan sebagainya. Fenomena ini membuat jumlah penduduk di kota meningkat tajam. Sebagai contoh, jumlah penduduk kota yang tahun 1985 sebanyak 40,2 juta jiwa atau 27 persen dari seluruh penduduk Indonesia, telah meningkat menjadi 76 juta jiwa atau 36% pada tahun 2000 dan menjadi 106,2 juta jiwa atau 48,3 persen pada tahun 2005. Pada bulan maret 2013, data BPS menunjukkan bahwa penduduk kota sudah menjadi 123,12 juta jiwa atau hampir 50 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Ke depan, tanpa terobosan dalam pembangunan perdesaan, urbanisasi dalam arti perpindahan penduduk dari desa ke kota sulit dibendung, sehingga jumlah penduduk perkotaan diperkirakan akan tumbuh pesat melampaui jumlah penduduk perdesaan.

Berbagai faktor merupakan penyebab derasnya arus penduduk yang pindah dari perdesaan ke perkotaan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok faktor pendorong (pushing factors) dan kelompok faktor penarik (pulling factors). Yang termasuk ke dalam kelompok faktor pendorong ialah faktor-faktor yang bersumber dari perdesaan, antara lain : (1) lahan garapan yang makin

Page 3: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 359

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

sempit; (2) sempitnya lapangan kerja di desa sehingga meningkatkan pengangguran; (3) kurangnya fasilitas infrastruktur seperti fasilitas sosial, pendidikan, kesehatan, olah raga, rekreasi, listrik, sarana komunikasi, dan lain-lain; (4) tekanan adat istiadat; (5) sulitnya memasarkan produk pertanian; (6) rendahnya pendapatan masyarakat, sehingga kemiskinan di desa makin meluas; (7) cita-cita yang kuat dari masyarakat desa untuk menjadi orang kaya. Ketujuh faktor yang bersumber dari desa tersebut mendorong masyarakat perdesaan, terutama generasi muda yang relatif lebih berpendidikan, untuk pindah ke kota dengan harapan memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi. Faktor penarik adalah daya tarik yang bersumber dari perkotaan, yaitu antara lain: (1) relatif luasnya lapangan pekerjaan, terutama di sektor industri, konstruksi, dan jasa; (2) lebih lengkapnya fasilitas terutama pendidikan, kesehatan, olahraga, rekreasi, dan sebagainya; (3) longgarnya aturan adat dan tidak mengikat, sehingga kebebasan pribadi makin terjamin; (4) tingkat upah yang lebih tinggi; (Nishom, 2012). Muhi, (2011) menambahkan faktor penarik lainnya yaitu selain sebagai pusat pemerintahan, kota juga sebagai pusat perekonomian. Dikatakan sebagai pusat perekonomian, karena kota adalah sebagai: pusat perdagangan, pusat industri manufaktur, pusat industri jasa dan hiburan, serta sebagai pusat perkembangan peradaban modern.

Selain itu, Setiawan (2012) mengungkapkan bahwa faktor yang mendorong masyarakat desa dengan sumber daya yang terbatas pergi ke kota adalah keinginan untuk hidup layak dan disegani oleh orang lain. Pandangan ini mengasumsikan bahwa kehidupan yang layak membuat seseorang disegani oleh orang lain, terutama oleh masyarakat desa. Orang yang kaya akan mempunyai martabat dan harga diri yang tinggi di mata masyarakat perdesaan. Pandangan ini mendorong seseorang untuk pergi ke kota, meskipun tidak memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Kondisi ini tidak jarang menyebabkan penduduk desa yang pindah ke kota menjadi pengangguran baru di perkotaan, bahkan cenderung memindahkan kemiskinan dari perdesaan ke perkotaan.

Dampak Urbanisasi Tradisional

Urbanisasi dengan paradigma tradisional selain berkonotasi negatif, juga dinilai mempunyai aspek positif. Nishom (2012) mengungkapkan sisi positif dari urbanisasi tradisional antra lain: (1) memodernisasi masyarakat asal perdesaan; (2) meningkatkan pengetahuan masyarakat asal perdesaan; (3) menciptakan akulturasi budaya dan kerjasama antara masyarakat asal perdesaan dengan masyarakat asal perkotaan; (4) mengimbangi komposisi penduduk asal perkotaan dengan penduduk asal perdesaan. Namun sangat sedikit kalangan yang berpandangan positif tentang urbanisasi tradisional ini. Lebih banyak ilmuwan atau pengamat sosial yang melihat sisi negatif dari urbanisasi tradisional, terutama jika proses urbanisasi tersebut kurang terkendali. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sisi negatif lebih banyak muncul ke permukaan daripada sisi positif.

Page 4: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian360

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Nishom (2012) selain mengungkapkan sisi positif dari urbanisasi tradisional, juga mengungkapkan sisi negatifnya. Menurutnya, urbanisasi berdasarkan paradigma tradisional menimbulkan berbagai permasalahan baru di perkotaan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya. Akumulasi penduduk yang pindah ke perkotaan jika tidak disertai dengan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai akan menciptakan pengangguran baru, perkampungan kumuh di pinggiran kota, bahkan kantong-kantong kemiskinan baru di perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan yang signifikan jika tidak didukung dan diimbangi dengan jumlah dan kualitas lapangan kerja, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan sebagainya, akan menimbulkan masalah yang memerlukan pemecahan segera.

Menurut Yunindyawati (2012), bahwa relatif kuatnya pembangunan ekonomi di perkotaan memperbesar daya tarik bagi masyarakat perdesaan untuk datang ke perkotaan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa urbanisasi tradisional di negara-negara berkembang menimbulkan permasalahan, terutama karena terbatasnya lapangan kerja, terbatasnya berbagai fasilitas seperti pemukiman, fasilitas kesehatan, sanitasi, pencemaran udara, dan masalah sampah. Fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah tidak mampu mengakomodasi kebutuhan dan keinginan penduduk yang makin padat. Data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk kota lebih cepat daripada penduduk desa. Jika pada tahun 1990 penduduk kota hanya sekitar 31 persen dari jumlah penduduk, maka pada tahun 2003 penduduk kota sudah menjadi 42 persen. Pada tahun 2013, jumlah penduduk kota sudah seimbang dengan jumlah penduduk desa, yaitu masing-masing 49,85 persen dan 50,19 persen, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan jumlah penduduk desa dan kota di Indonesia, 2003-2013.

Tahun Penduduk Desa Penduduk Kota Total

penduduk Desa dan

Kota Jumlah (jt org)

Persentase (%)

Jumlah (jt org)

Persentase (%)

2003 123,97 57,85 90,35 42,15 214,32 2004 123,22 56,80 93,73 43,20 216,96 2005 113,61 51,69 106,16 48,31 219,78 2006 113,76 51,40 107,57 48,60 221,33 2007 115,91 51,69 108,31 48,31 224,21 2008 117,22 51,68 109,61 48,32 226,84 2009 118,85 51,68 111,10 48,32 229,95 2010 120,35 51,69 112,46 48,31 232,81 2011 121,08 50,21 120,09 49,79 241,17 2012 122,67 50,19 121,75 49,81 244,42 Maret 2013 123,88 50,15 123,12 49,85 247,01 Rataan 2003-13 119,50 52,28 109,48 47,72 228,98 Growth 2003-13 -0,01 -1,42 3,14 1,69 1,43

Sumber BPS, 2014. Diolah

Page 5: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 361

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Seperti terlihat pada Tabel 1, bahwa selama dekade terakhir jumlah penduduk desa hampir stagnan, yaitu tumbuh rata-rata -0,01 persen per tahun. Dari sisi proporsi, persentase penduduk desa turun rata-rata 1,42 persen per tahun. Di sisi lain, jumlah penduduk kota meningkat rata-rata 3.14 persen per tahun selama periode yang sama. Kuat dugaan bahwa peningkatan jumlah dan proporsi penduduk kota yang cepat sebagian besar disebabkan oleh migrasi penduduk dari perdesaan ke perkotaan. Ada kecenderungan masyarakat yang agraris di perdesaan berangsur meninggalkan pekerjaan sebagai petani dan pindah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan, baik di sektor formal maupun non-formal. Selain itu, generasi muda yang relatif lebih berpendidikan, tidak tertarik untuk bekerja sebagai petani, karena sektor pertanian dipandang tidak memberi harapan masa depan yang lebih baik, sehingga identik dengan kemiskinan. Banyak orang tua yang mendorong anaknya untuk ke kota, baik untuk menuntut ilmu maupun mencari pekerjaan. Akibatnya, sektor pertanian di perdesaan dikerjakan oleh petani yang relatif sudah tua, dan cenderung makin berkurang jumlahnya, baik karena sudah beralih pekerjaan, sudah terlalu tua, maupun karena sebagian sudah meninggal. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2013 petani yang berumur kurang dari 35 tahun hanya 12,87 persen. Sementara itu, petani yang berumur 35-54 tahun dan di atas 54 tahun berturut-turut 54,37 dan 32,76 persen (BPS. 2014a).

Hasil Sensus Pertanian tahun 2013 oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTP) selama 10 tahun terakhir berkurang dari 31,23 juta pada tahun 2003 menjadi 26,13 juta RTP pada tahun 2013, atau berkurang sebanyak 5,10 juta RTP atau 16,32 persen (BPS. 2014a). Jika petani yang keluar dari sektor pertanian tersebut beralih profesi menjadi pekerja pabrik dalam industri dan jasa berbasis pertanian di perdesaan, maka fenomena ini merupakan proses menuju perbaikan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Namun kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Alih profesi terjadi tidak di perdesaan melainkan di perkotaan. Sebagian petani berlahan sempit merasakan bahwa pertanian tidak lagi memberikan perbaikan taraf hidup, sehingga terdorong untuk menjual lahannya dan pindah ke kota mencari pekerjaan baru. Selain itu, disinyalir bahwa banyak orang tua di perdesaan yang “melarang” anaknya menjadi petani, karena sudah tertanam dalam fikiran mereka bahwa bertani adalah pekerjaan yang tidak menjanjikan. Kaum muda yang relatif lebih berpendidikan juga kurang berminat untuk menjadi petani. Mereka lebih suka bekerja serabutan di kota daripada menjadi petani (Kompas, 2013; Suara Rakyat, 2013). Fenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, sehingga jumlah penduduk kota akan tumbuh lebih cepat daripada penduduk desa.

Ke depan, jika tidak ada terobosan yang signifikan untuk menciptakan lapangan kerja di perdesaan, maka akumulasi penduduk di perkotaan akan makin besar. Badan Pusat Statistik memproyeksikan bahwa ke depan penduduk perkotaan akan jauh lebih besar daripada penduduk perdesaan, sebagai akibat dari derasnya arus urbanisasi tradisional (BPS, 2014b). Proyeksi persentase penduduk kota oleh BPS adalah seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 6: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian362

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Tabel 2. Proyeksi persentase penduduk kota, 2010-2035 (%)

Wilayah/Pulau 2010 2015 2020 2025 2030 2035

Sumatera 41,04 43,09 45,30 47,62 50,06 52,59

Jawa 65,40 68,43 71,53 74,62 77,80 80,97

Bali+ Ns Tenggara 40,40 44,17 47,97 51,73 55,53 59,50

Kalimantan 42,25 45,20 48,43 51,93 55,65 59,58

Sulawesi 31,75 35,12 38,70 42,42 46,23 50,20

Maluku + Papua 30,03 31,63 33,38 35,28 37,38 39,65

INDONESIA 49,80 53,30 56,70 60,00 63,40 66,60

Sumber BPS 2014, Diolah Pada tahun 2015, penduduk perkotaan diproyeksikan melampaui jumlah

penduduk perdesaan. Dengan demikian, pendapat yang menyatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia berada di perdesaan, sejak tahun 2015 dan seterusnya tidak akan berlaku lagi. Bahkan pada tahun 2035 penduduk perkotaan diproyeksikan akan mencapai hampir 67 persen dari total penduduk Indonesia. Tingginya proporsi penduduk perkotaan sebagian merupakan akumulasi dari perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan. Pesatnya pembangunan ekonomi di perkotaan mempunyai daya tarik yang besar bagi masyarakat perdesaan untuk datang ke perkotaan. Makin padatnya penduduk perkotaan menuntut ketersediaan fasilitas sosial dan ekonomi yang lebih besar. Jika pemerintah tidak mampu menyediakan fasilitas dan lapangan kerja yang memadai, maka pertambahan penduduk perkotaan akan menimbulkan permasalahan. Terlebih lagi dengan makin terbatasnya dana pembangunan menyebabkan makin terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan fasilitas sosial dan ekonomi bagi penduduk di perkotaan. Makin terbatasnya lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja non-terampil, menyebabkan banyak pendatang di perkotaan yang menjadi pengangguran, sehingga sangat potensial mengganggu ketertiban umum dan meningkatkan kriminalitas. Fenomena ini hanya bisa diantisipasi dengan mereformasi urbanisasi dari paradigma tradisional menjadi paradigma baru, yaitu meng-urban-kan perdesaan.

Reformasi Paradigma Urbanisasi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata urbanisasi mempunyai dua arti penting. Arti pertama adalah berdasarkan paradigma tradisional, yaitu perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, atau dari kota-kota kecil ke kota besar, seperti telah diungkapkan di atas. Pengertian yang kedua adalah urbanisasi yang diartikan sebagai proses perubahan sifat atau karakteristik suatu tempat dari karakteristik perdesaan menjadi karakteristik perkotaan. Berdasarkan paradigma yang kedua ini bahwa urbanisasi dapat diartikan sebagai proses peng-urban-an atau peng-kota-an suatu tempat. Dengan kata lain, urbanisasi juga dapat diartikan sebagai proses perubahan dari suasana kehidupan perdesaan menjadi suasana kehidupan perkotaan dengan segala fasilitasnya.

Page 7: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 363

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Menurut Dewi (2012), bahwa pengertian urbanisasi secara tradisional, yaitu perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, adalah pengertian yang “terlalu sempit”. Sesuai dengan maknanya, urbanisasi dapat direformasi sebagai proses perubahan kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan, atau bisa juga diartikan sebagai perubahan pekerjaan dari bertani menjadi usaha non-pertanian yang umumnya dilakukan oleh masyarakat urban. Urbanisasi juga dapat diartikan sebagai perubahan pola perilaku manusia dari perilaku perdesaan menjadi perilaku perkotaan. Hal ini dimungkinkan dengan tersedianya fasilitas umum perkotaan di wilayah perdesaan. De Bruijne (1987) yang dikutip oleh Dewi (2012) mengartikan urbanisasi sebagai meluasnya nilai-nilai dan norma-norma perkotaan ke kawasan perdesaan. Hal ini berarti menumbuhkan nilai-nilai kehidupan perkotaan ke wilayah perdesaan. Menurut paradigma ini, urbanisasi bukanlah suatu stigma yang mempunyai konotasi negatif, melainkan mengubah karakteristik perdesaan menjadi perkotaan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan membangun perekonomian dan fasilitas perkotaan di perdesaan.

Membangun perdesaan agar seimbang dengan pembangunan di perkotaan memerlukan tekad dan komitment politik yang kuat dari penyelenggara negara. Selama ini pembangunan intensif yang bias ke perkotaan ternyata telah menimbulkan berbagai permasalahan kesejahteraan antar perkotaan dan perdesaan yang tidak berimbang. Bahkan terjadi interaksi antara desa-kota yang secara empiris sering menunjukkan hubungan yang tidak mutualistis. Febriyanti (2012) mengungkapkan bahwa berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ternyata tidak memberikan efek penetesan (trickle down effect) ke desa-desa sekitarnya, melainkan justru menimbulkan efek pengurasan sumber daya (backwash effect) di wilayah perdesaan. Menurutnya ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya backwash effect tersebut. Pertama, terbukanya akses ke daerah pedesaan melalui infrastruktur jalan yang seringkali mendorong kaum elit kota, pejabat pemerintah pusat, dan perusahaan-perusahaan besar dari kota datang ke desa untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada. Kedua, kawasan pedesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang kualitas SDM-nya kurang berkembang. Makin lemahnya kawasan perdesaan juga didorong oleh kebijakan nasional yang sangat bersifat urban oriented. Ke depan, kebijakan pembangunan ekonomi harus sudah “direorientasi” dari perkotaan ke perdesaan, agar desa bisa menjadi tempat mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dengan kata lain, desa harus di-urbanisasi dalam arti di-kota-kan dengan membangun infrastruktur pendukung seperti halnya di perkotaan.

Saat ini industri yang berbasis pertanian di hulu (agro-inputs) dan hilir (pengolahan hasil pertanian) terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Kondisi ini mempunyai berbagai konsekuensi antara lain: (1) lapangan kerja tercipta di wilayah perkotaan; (2) jarak antara pabrik agro inputs ke pengguna menjadi lebih panjang, sehingga meningkatkan biaya distribusi serta makin sulitnya petani memperoleh sarana produksi; (3) jauhnya jarak antara pabrik pengolahan hasil dengan petani berakibat meningkatnya biaya pengadaan bahan baku bagi pabrik dan menyulitkan petani menjual produk primernya. Dengan kata lain, butir (2) dan (3) menimbulkan inefisiensi dalam industri pertanian (agro-industry).

Page 8: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian364

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Dengan reformasi paradigma urbanisasi menjadi “peng-urban-an perdesaan”, maka perekonomian sekaligus lapangan kerja akan tumbuh di perdesaan, sehingga penduduk tidak perlu pindah ke kota mencari pekerjaan. Hadirnya sektor industri hulu pertanian memudahkan petani memperoleh sarana produksi, sedangkan industri hilir merupakan pasar bagi produk primer pertanian, sehingga memudahkan petani menjul produknya. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri hulu berbasis pertanian, mendekatkan produksinya dengan pengguna, yaitu petani. Bagi industri hilir, keberadaannya di perdesaan mendekatkan industri tersebut dengan sumber bahan baku yaitu produk primer pertanian. Dengan kata lain, industri hulu dan hilir berbasis pertanian di perdesaan selain menciptakan lapangan kerja juga meningkatkan efisiensi usaha, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk pertanian. Namun industri pertanian di perdesaan memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai.

Indonesia bisa mengambil pelajaran dari keberhasilan beberapa negara “meng-urbanisasi” dalam arti membangun perdesaan menjadi tempat pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan. China mengawali pembangunan dengan membangun desa, khususnya sektor pertanian, dan memacu pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Dengan konsentrasi penduduk miskin di pedesaan, maka pembangunan perdesaan, khususnya pertanin, menjadi solusi yang tepat untuk menciptakan lapangan kerja secara masif. China menjadi salah satu negara dengan tingkat ekonomi tertinggi di Asia, karena strategi China adalah menguatkan rakyat di perdesaan untuk bekerja di bidang manufaktur dan pertanian. China maju karena manufaktur dan sektor pertaniannya kuat. Sebab, pertanian dan manufaktur tidak memerlukan sumber daya manusia (SDM) dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tinggi (Astuti, 2014). Menurut Welly (2014) bahwa Presiden China Xi Jinping menginstruksikan aparat desa di negara itu untuk menciptakan "pekerjaan" bagi masyarakatnya dan menghapus korupsi dari sistem, saat ia menekankan pentingnya peran pembangunan pedesaan dalam memperkokoh ekonomi negaranya. Pemerintah China selalu mendorong investasi di perdesaan dengan berperan aktif memberi bantuan kepada perusahaan negara dan swasta untuk mencari peluang bisnis. Hasil perjuangan China membangun perdesaan sangat mengagumkan. Ketika tahun 1949 Republik Rakyat China (RRC) berdiri, kondisi ekonominya mirip dengan negara-negara Afrika. Namun setelah 30 tahun mereformasi pertanian, China sudah berhasil menurunkan angka kemiskinan di perdesaan secara signifikan dan saat ini menjadi salah satu negara maju di Asia. Data World Bank menunjukkan bahwa pada tahun 1996 angka kemiskinan di perdesaan China sebesar 7,9 persen. Pada tahun 2005 angka kemiskinan perdesaan tersebut telah menurun menjadi hanya 2,5 persen. Data World Bank menunjukkan bahwa selama dekade terakhir, pendapatan per kapita China telah meningkat dari US$ 2.328 pada tahun 2000 menjadi US$ 8.400 pada tahun 2011, atau meningkat rata-rata 12,37 persen per tahun.

Pelajaran berharga lainnya adalah bagaimana Korea Selatan membangun perdesaan. Korea Selatan merupakan salah satu negara maju saat ini. Namun jika menilik ke belakang negara ini awalnya lebih buruk dari Indonesia, karena sumber daya alam mereka telah dieksploitasi habis oleh Jepang yang menjajah selama 35 tahun. Kondisi tersebut masih diperburuk oleh perang saudara dengan Korea Utara.

Page 9: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 365

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Setelah perang (1950-1953), Korea Selatan merupakan negara miskin dengan produk domestik bruto (PDB) kedua terendah di dunia. Beberapa ahli menyebutkan bahwa ciri kemiskinan Korea Selatan bisa dilihat dari atap rumah penduduk yang masih terbuat dari jerami atau rumbia dan dinding rumah yang terbuat dari tanah. Kemerdekaan negara Korea Selatan hanya selisih dua hari lebih cepat dari kemerdekaan Indonesia yakni 15 Agustus 1945. Namun sekarang, mereka sudah jauh meninggalkan Indonesia dari segi pembangunan dan perekonomian. Sangat menarik untuk mengetahui apa yang membuat Korea Selatan menjelma menjadi negara maju.

Pada tahun 1961 Jenderal Park Chung Hee mulai memerintah Korea Selatan. Ia dikenal sebagai seorang presiden yang tegas. Melihat kondisi masyarakat yang berada dalam kemiskinan, maka Presiden Park Chung Hee menyusun sebuah strategi yang efektif untuk meningkatkan taraf hidup penduduk Korea Selatan. Maka pada tanggal 22 April 1970 diperkenalkan suatu gerakan yang disebut Saemaul Undong. Saemaul Undong merupakan suatu “gerakan perubahan” dan “reformasi perdesaan” untuk menuju kehidupan yang lebih baik (Budiman, 2014; Jamal, 2009; Suryatman, 2010).

Program Saemaul Undong direncanakan dan dilaksanakan oleh penduduk desa sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Bentuk program Saemaul Undong tersebut antara lain: perbaikan atap rumah, pelebaran jalan, pembangunan jembatan, pelebaran jalan pertanian, pembangunan balai pertemuan desa, pembangunan instalasi air bersih, perbaikan saluran air (drainase) dan peningkatan pendapatan penduduk melalui penanaman tanaman yang cepat memberikan keuntungan.

Jiwa (spirit) dari Saemaul Undong adalah: (a) ketekunan, (b) swadaya, (c) kerjasama. Masyarakat Korea Selatan merupakan masyarakat yang “tekun dan gigih”. Spirit ini menjadi roh program Saemaul Undong, karena dengan jiwa yang tekun mereka mampu mengatasi segala masalah yang mereka hadapi untuk dapat keluar dari kemiskinan. Spirit “swadaya” dari masyarakat Korea Selatan dicirikan oleh jiwa suka-rela menyumbangkan harta benda dan tenaga mereka demi suksesnya program Saemaul Undong. Jika masyarakat mendapat bantuan dana dari pemerintah dan dana tersebut tidak mencukupi untuk pembangunan di desa, maka penduduk dengan suka-rela menyumbangkan hartanya (meskipun dengan cara menyicil) untuk keberlangsungan program Saemaul Undong. Demikian juga masyarakat rela mengorbankan sebagian tanahnya untuk dipakai menjadi jalan sebagai akibat pelebaran jalan desa. Mereka selalu berfikir positif bahwa dengan adanya jalan yang lebar, ekonomi desa mereka pasti tumbuh pesat dan nilai sisa tanahnya akan naik. Spirit “kerjasama” menjadi dasar penduduk untuk bahu membahu dan bekerja sama untuk menuntaskan program Saemaul Undong. Sebab mereka sadar keberhasilan yang akan diperoleh adalah untuk kepentingan mereka mencapai kehidupan yang lebih baik.

Pada tahun 1970 pemerintah Korea Selatan memperoleh bantuan dari Bank Dunia untuk membiayai program Saemaul Undong, yang kemudian oleh Presiden Park Chung Hee digunakan untuk membeli 11,17 juta sak semen. Semen tersebut dibagikan secara merata kepada 33.267 desa, sehingga setiap desa memperoleh 335 sak. Pada

Page 10: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian366

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

tahap awal Saemaul Undong lebih diarahkan kepada pembangunan infrastruktur berupa perbaikan jalan dan jembatan serta penggantian atap rumah penduduk yang semula terbuat dari jerami dengan genting atau seng. Pada tahun-tahun berikutnya program Saemaul Undong makin beragam, tergantung pada kebutuhan penduduk desa. Keberadaan pemimpin Saemaul (Saemaul Leader) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program Saemaul Undong. Pemimpin Saemaul merupakan orang yang ditunjuk dan diberikan pendidikan dan latihan oleh pemerintah Korea Selatan untuk memastikan keberhasilan Saemaul Undong. Presiden Park Chung Hee merupakan salah satu penentu keberhasilan program Saemaul Undong, karena dia pemimpin yang sangat teguh pendirian dan tegas. Presiden mewajibkan Kepala Saemaul membuat laporan perkembangan program Saemaul Undong yang langsung diterima di meja presiden. Beliau tidak segan untuk memberikan “teguran” apabila program tidak berjalan sebagaimana mestinya, namun disisi lain juga memberikan “penghargaan” kepada Desa yang berhasil melaksanakan program Saemaul Undong dengan “menambah bantuan dana” untuk kegiatan tahun berikutnya (Budiman, 2014; Suryatman, 2010).

Setelah dilaksanakannya program Saemaul Undong perekonomian Korea Selatan meningkat dari tahun ke tahun, meskipun ketika kepemimpinan Presiden Park Chung Hee berakhir karena terbunuh pada tahun 1979. Jiwa dan semangat Saemaul Undong telah menyebar ke seluruh lini pembangunan, tidak hanya pembangunan fisik, namun juga pembangunan mental dan spiritual yang menjadi energi yang tak pernah surut untuk tetap berkarya demi kemajuan bangsa. Malalui pembangunan perdesaan, sekarang Korea Selatan menjadi salah satu negara maju, sejajar dengan negara-negara Eropah Barat. Berdasarkan data World Bank, bahwa pendapatan per kapita Korea Selatan pada tahun 2011 mencapai US$ 29.834 atau sekitar 6,4 kali lebih tinggi dari pada Indonesia. Pendapatan per kapita Korea Selatan saat ini masih tumbuh rata-rata 5,14 persen per tahun.

Pengalaman Malaysia membangun perdesaan yang dipelopori oleh Tun Abdul Razak juga bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia. Sejak Malaysia merdeka dari penjajahan Inggris pada tahun 1957, pembangunan pedesaan selalu menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Banyak strategi dan program diluncurkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan mulai dari pembangunan sektor pertanian, industrialisasi perdesaan, skema pemukiman kembali (resettlement), penyediaan sarana dan prasarana umum untuk pembangunan manusia di perdesaan. Pembangunan perdesaan di Malaysia dipandang identik dengan strategi pembangunan negara (Ngah, 2010).

Menurut Ngah (2010), pengembangan lahan baru dan program pembangunan daerah menjadi instrumen penting untuk pengentasan kemiskinan di pedesaan dan ketidak-seimbangan regional. Dalam rangka pengentasan kemiskinan, selama periode 1960-1990 malaysia memiliki Regional Development Authority (RDA) yang diberi mandat untuk: (1) memperbaiki ketidak-seimbangan ekonomi antar daerah; (2) memanfaatkan kekuatan sumber daya/wakaf negara yang kurang berkembang untuk pembangunan ekonomi nasional; (3) memperkuat pembangunan pertanian dan

Page 11: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 367

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

industri di daerah-daerah tertinggal, (4) mengarahkan perkembangan baru dan pertumbuhan daerah yang kurang berkembang dan, (5) urbanisasi (pengkotaan) daerah pertanian dengan pengembangan infrastruktur perkotaan di daerah perdesaan. Dalam tiga dekade, RDA berhasil mengubah lebih dari 40 desa menjadi kota-kota baru dengan segala fasilitas pendukungnya.

Dalam tahun 1990-an terjadi perubahan paradigma pembangunan, dimana peran sektor “swasta” sebagai leader pertumbuhan lebih diutamakan. Pemerintah secara bertahap membubarkan RDA, dan menggantinya dengan Pendekatan Baru untuk Desa dan Pembanguan Perdesaan (New Approach to Village and Rural Development=NAVRD). Pelaksanaan NAVRD memanfaatkan fasilitas dan mesin-mesin milik pemerintah yang ada. Program ini mengandalkan realokasi sumber daya keuangan yang ada dari organisasi pemerintah untuk pembangunan pedesaan. Tiga program utama dari NAVRD adalah:

1. Konsolidasi sukarela lahan milik pribadi menjadi pengusahaan bersama dalam bentuk perkebunan. Pemilik lahan yang berpartisipasi, menerima saham atas lahan yang mereka telah kontribusikan. Perkebunan baru itu dikelola sebagai koperasi oleh manajer profesional dengan tujuan maksimalisasi keuntungan.

2. Pembangunan industri berbasis pertanian dan non-pertanian dalam wilayah proyek untuk menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan tambahan, serta mempercepat proses transformasi pedesaan.

3. Pemukiman desa yang tersebar menjadi desa terpusat dengan fasilitas modern seperti sekolah, klinik, pipa air, listrik dan rekreasi.

Selain NAVRD, pada periode 1991-2000 juga diperkenalkan Kebijakan Pembangunan Baru, dengan filosopi pertumbuhan dan pemerataan. Filosopi ini menekankan pada pengentasan kemiskinan, partisipasi Bumiputra di sektor ekonomi modern, dan peran swasta dalam tujuan pemberdayaan sumber daya manusia. Strategi “pengembangan lahan baru” terus diberi penekanan, termasuk program penanaman kembali, konsolidasi lahan, program rehabilitasi dan Proyek Pembangunan Pertanian Terpadu. Sektor swasta memainkan peran yang lebih menonjol dalam pengembangan lahan baru untuk pertanian termasuk usaha patungan dengan lembaga negara (Ngah, 2010).

Dalam periode 2001-2010, Malaysia meluncurkan kebijakan yang disebut Kebijakan Visi Nasional. Tujuan utama kebijakan ini adalah memperkuat persatuan nasional. Strategi umum yang ditempuh secara seimbang dan berkelanjutan adalah promosi pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pengentasan kemiskinan, mempersempit ketimpangan sosial, ekonomi dan regional, menanamkan nilai-nilai sosial dan spiritual yang positif, serta kepedulian terhadap lingkungan.

Kerangka bagi pembangunan pertanian selama periode ini adalah maksimalisasi pendapatan melalui pendekatan holistik yaitu: (1) pemanfaatan optimal sumber daya, (2) meningkatkan ketahanan pangan, (3) meningkatkan produktivitas dan daya saing, (4) memperkuat hubungan dengan sektor industri berbasis pertanian,

Page 12: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian368

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

(5) mengeksplorasi dan mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan baru, serta (6) konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Proses pembangunan secara terus-menerus yang bertujuan untuk memecahkan masalah di daerah pedesaan selama beberapa dekade di Malaysia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan dari sekitar 37,1 persen pada tahun 1976 menjadi sekitar 5,7 persen pada tahun 2004 dan 3,8 persen pada tahun 2009. Pada periode yang sama, di wilayah pedesaan rumah tangga miskin juga menurun tajam dari 45,7 persen pada tahun 1976 menjadi hanya 11,90 persen pada tahun 2004 dan 8,40 persen padsa tahun 2009 (Ngah, 2010; USDA, 2014). Dari sisi pendapatan rumah tangga, juga terjadi peningkatan yang signifikan. Secara keseluruhan, pendapatan rumah tangga meningkat dari RM 264 per bulan pada tahun 1970 menjadi RM 3.011 per bulan pada tahun 2002. Untuk pedesaan, pendapatan rumah tangga meningkat dari RM 200 per bulan pada tahun 1970 menjadi RM 1.729 per bulan pada tahun 2002, atau meningkat rata-rata 6,97 persen per tahun. Menurut data World Bank, bahwa pada tahun 2011, pendapatan per kapita Malaysia sudah mencapai US$. 16.051 per tahun dan masuk ranking ke 59 dari 180 negara. Pendapatan per kapita Malaysia pada tahun 2011 hampir empat kali lebih besar dibandingkan dengan Indonesia yang menempati urutan ke 118 dari 180 negara.

Pelajaran berharga yang bisa diambil dari pengalaman keberhasilan China, Korea Selatan dan Malaysia dalam membangun perdesaan adalah komitmen negara dan pemimpin negara yang sangat kuat dalam membangun perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi. Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar di perdesaan. Jika pembangunan ekonomi “direorientasi” dari perkotaan ke perdesaan, maka perdesaan akan tumbuh menjadi tempat tinggal dan sumber mata pencaharian yang menarik bagi masyarakat desa, sehingga tidak perlu berbondong-bondong pindah ke perkotaan untuk mencari nafkah.

TINGKAT DAN FAKTOR DETERMINAN KEMISKINAN

Tingkat Kemiskinan

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah semula berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 54,2 juta orang pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta orang pada tahun 1996. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 telah menyebabkan peningkatan secara drastis jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi 49,5 juta orang pada tahun 1998. Pada periode pemulihan, jumlah penduduk miskin secara bertahap menurun menjadi 38,74 juta orang pada tahun 2000 dan 35,10 juta orang pada tahun 2005. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat lagi menjadi 39,05 juta orang sebagai akibat dari kenaikan harga BBM yang memicu kenaikan harga-harga bahan pokok. Selanjutnya, pemulihan ekonomi menyebabkan angka kemiskinan turun lagi menjadi 31,02 juta orang pada tahun 2010 dan 28,07 juta orang pada bulan Maret 2013. Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang hidup di bawah

Page 13: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 369

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

garis kemiskinan menurun rata-rata 1,76 persen per tahun selama periode 1976-2013. Ironisnya, jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat rata-rata 0,09 persen per tahun selama periode yang sama, meskipun pembangunan ekonomi bias ke wilayah perkotaan. Hal ini mencerminkan bahwa telah terjadi perpindahan penduduk miskin dari desa ke kota. Data BPS menunjukkan bahwa selama periode 1976-2013, rata-rata dua per tiga penduduk miskin berdomisili di perdesaan, dengan mata pencaharian utama sebagai petani. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi sudah saatnya direorientasi dari perkotaan ke perdesaan. Perdesaan harus dibangun secara terpadu, mulai dari sektor pertanian dan sektor industri berbasis pertanian, disertai pembangunan infrastruktur pendukungnya (Swastika, 2010). Secara lebih rinci, jumlah dan proporsi penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan Indonesia disajikan pada Tabel 3.

Selain jumlah penduduk miskin yang lebih banyak di perdesaan, ternyata tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan juga lebih tinggi di perdesaan. Indeks kedalaman dan keperahan kemiskinan di perdesaan selama periode 2007-2012 masing-masing 70 dan 73 persen lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa senjang antara pengeluaran penduduk miskin di perdesaan dengan garis kemiskinan perdesaan jauh lebih lebar daripada hal yang sama di daerah perkotaan. Demikian juga halnya dengan tingkat keparahan kemiskinan yang menggambarkan ketimpangan distribusi pengeluaran diantara penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi daripada masyarakat miskin perkotaan. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan di perdesaan tidak cukup hanya menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi juga bagaimana memperkecil senjang antara pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Demikian juga upaya pemerataan pembangunan untuk memperkecil ketimpangan pengeluaran sebagai refleksi pendapatan diantara penduduk miskin di perdesaan. Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan selama periode 2007-2012 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Jumlah dan proporsi penduduk miskin di Indonesia, 1976-2013.

Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota Desa Kota+ Desa Kota Desa Kota+

Desa 1976 4.522 2.849 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10 1996 38.246 27.413 7,20 15,30 22,50 9,70 12,30 11,30 1998 96.959 72.780 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20 2000 91.632 73.648 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14 2005 165.565 117.365 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 174.290 130.584 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2010 232.989 192.354 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 2011 258.305 218.288 11,00 18,96 29,96 9,16 15,66 12,43 2012 272.395 234.834 10,58 18,29 28,86 8,69 14,91 11,81 Mar-13 289.042 253.273 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 Pertumbuhan (%/th) 11,89 12,89 0,09 -2,44 -1,76 4,05 -2,76 -3,35

Sumber: BPS, 2014. Diolah

Page 14: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian370

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Tabel 4. Indeks kedalaman (P1) dan indeks keparahan (P2) kemiskinan di Indonesia, 2007-2012

Tahun P1 (%) P2 (%)

Kota Desa Kota Desa

2007 2,15 3,78 0,57 1,09

2008 2,07 3,42 0,56 0,95

2009 1,91 3,05 0,52 0,82

2010 1,57 2,80 0,40 0,75

2011 1,40 2,36 0,36 0,59

2012 1,39 2,39 0,36 0,60

Rataan 1,75 2,97 0,46 0,80

Sumber: BPS, 2014. Diolah

Faktor Determinan Kemiskinan

Suatu rumah tangga dikatakan miskin jika rumah tangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, untuk bisa hidup dan bekerja secara normal seperti anggota masyarakat lainnya. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kemiskinan di perdesaan antara lain: (1) makin sempitnya penguasaan lahan pertanian akibat alih fungsi dan fragmentasi lahan, (2) rendahnya produktivitas akibat degradasi kesuburan lahan, (3) tekanan jumlah penduduk, (4) kebijakan pembangunan yang belum sepenuhnya berpihak kepada petani (Swastika, 2010).

Konversi lahan yang tidak dapat dibendung dan fragmentasi lahan karena sistem pewarisan menjadikan luas usahatani makin sempit. Akibatnya, petani yang sudah gurem menjadi makin gurem, bahkan banyak diantaranya yang hanya menjadi buruh tani. Menurut Yudohusodo, (2004) bahwa penyempitan lahan pertanian merupakan penyebab utama miskinnya petani. Suatu studi tahun 2006 menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi sebesar Rp 9,40 juta/ha/tahun. Namun, dengan luas garapan yang hanya 0,3 ha, maka pendapatan petani padi hanya Rp 2.82 juta/KK/tahun atau rata-rata Rp 58.750/kapita/bulan (Sudaryanto et al. 2006). Tingkat pendapat tersebut masih jauh dari garis kemiskinan perdesaan tahun 2006 sebesar Rp 131.256/kapita/bulan (BPS, 2008). Hasil studi Siregar (2008) menunjukkan angka yang konsisten. Dengan luas garapan petani di Jawa rata-rata 0,37 ha, pendapatan dari usahatani padi sebesar Rp 185.000/KK/bulan atau Rp. 59.000/kapita/bulan (Siregar 2008 dalam Semiono, 2008). Dapat dibayangkan, apa yang bisa diperbuat dengan pendapatan per kapita Rp 59.000 per bulan. Sementara itu, garis kemiskinan perdesaan tahun 2008 sebesar Rp 161.831/kapita/bulan. Pada kondisi tersebut, wajar jika petani tergugah untuk menjual lahan yang makin sempit tersebut, jika ada pilihan menjual dengan harga lahan yang menggiurkan. Selain itu, dorongan untuk memenuhi

Page 15: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 371

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

kebutuhan yang makin tinggi membuat petani terpaksa menjual lahannya dan beralih menjadi buruh serabutan di kota (Bustanul Arifin 2008 dalam Semiono, 2008).

Sistem pewarisan menyebabkan lahan harus dibagi-bagi dengan anak-anak petani, sehingga luas lahan usaha makin menyempit. Kecenderungan makin sempitnya lahan usahatani telah menjelma menjadi ”proses pemiskinan” petani, sesuatu yang masih mungkin dicegah dengan kebijakan strategis.

Perusakan daerah aliran sungai di bagian hulu yang tidak mengindahkan kaidah konservasi lahan dan air, berdampak pada makin terbatasnya sumber daya air, dan tercemarnya lingkungan di bagian ilir. Kondisi ini menyebabkan makin terdegradasinya daya dukung lahan di bagian ilir. Akibatnya, produktivitas lahan makin rendah, sehingga memperburuk kesejahteraan keluarga tani.

Pertumbuhan penduduk masih relatif tinggi, disebabkan oleh program keluarga berencana tidak lagi mendapat perhatian, baik promosi oleh pemerintah maupun pelaksanaannya oleh masyarakat. Dalam situasi sulitnya memperoleh lapangan kerja di luar usahatani, ledakan penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menciptakan kemiskinan baru. Tekanan ekonomi yang makin tinggi yang tidak diimbangi oleh peningkatan daya beli telah menyebabkan rumahtangga tani makin miskin.

Semua faktor di atas masih diperburuk oleh makin jauhnya sumber-sumber permodalan bagi petani di perdesaan. BRI Unit Desa yang di zaman Orde Baru menyediakan kredit lunak usaha kecil, kini tidak ada lagi. Meskipun pemerintah meluncurkan program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), namun implementasimya di lapangan tidaklah mudah. Untuk mengakses kredit tersebut, selain prosedur yang masih rumit bagi petani, juga petani harus menyediakan agunan berupa sertifikat tanah (Sayaka et al. 2011). Prosedur dan persyaratan agunan menyebabkan petani kurang akses terhadap kredit formal. Bank-Bank swasta dan BUMN enggan memberi kredit usahatani, karena petani umumnya dinilai belum memenuhi persyaratan bankable dan kredit usahatani berskala kecil-kecil, sehingga dinilai tidak efisien atau berbiaya tinggi. Akibatnya, petani memanfaatkan kredit non-formal dari pelepas uang yang mengenakan bunga tinggi.

REORIENTASI PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL

Disparitas Pembangunan Desa-Kota

Permasalahan pembangunan nasional yang sampai saat ini masih memerlukan reorientasi adalah ketimpangan antara pembangunan di perkotaan dengan di perdesaan. Daryanto (2003) dan Susan (2010) menyebutnya sebagai “urban primacy”, dimana terjadi pemusatan penduduk di perkotaan, karena masifnya pembangunan ekonomi di perkotaan. Tidak adanya sinergi keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan menyebabkan perdesaan masih ditandai oleh karakteristik yang masih

Page 16: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian372

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

tertinggal dan makin meluasnya prevalensi kemiskinan. Ketimpangan pembangunan ekonomi antara perkotaan dengan perdesaan juga disebut sebagai “disparitas” pembangunan kota dan desa (Susan, 2010). Pembangunan ekonomi yang bias ke arah perkotaan (urban oriented) mendorong banyaknya sumber daya manusia, terutama generasi muda yang semula bermukim di perdesaan, berpindah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan yang layak. Kondisi ini merupakan cerminan dari belum optimalnya perkembangan pembangunan ekonomi di perdesaan. Hal ini juga berarti bahwa otonomi daerah belum mampu menggerakkan pembangunan ekonomi berbasis pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat di perdesaan.

Menurut Pranoto et al. (2006) bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama ini masih menunjukkan perkembangan yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini menimbulkan berbagai masalah ketimpangan kesejahteraan antar perkotaan dengan perdesaan. Selain itu, kegagalan pembangunan di daerah pedesaan telah menyebabkan efek backwash, dan dominasi pasar modal dan kesejahteraan sebagian besar dimiliki oleh penduduk kota. Kondisi masyarakat pedesaan tetap miskin dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengembangan agropolitan merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan kesejahteraan petani di perdesaan. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada aspek kelembagaan bahwa faktor kunci yang mendukung suksesnya pengembangan agropolitan adalah sumber daya manusia yang terampil, kemitraan bisnis dan pemasaran, dan kinerja lembaga yang menyediakan inputs. Namun terdapat kendala yang dihadapi yaitu kepemilikan lahan sempit dan konversi lahan pertanian produktif, lembaga penyuluhan yang belum efektif, rendahnya kualitas SDM, perubahan perilaku bisnis yang tidak mudah, dan rendahnya dukungan lembaga modal. Untuk mengatasi kendala tersebut, menurut Budiantoro (2013) program Land Reform merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan pertanian di tengah sempitnya pemilikanan lahan oleh petani di perdesaan. Program ini meliputi redistribusi hak-hak kepemilikan lahan dan pembebasan penggunaan lahan yang terlalu luas oleh para tuan tanah, kemudian membagikannya kepada para petani kecil yang lahannya terlalu sempit.

Khudori (2012) mengungkapkan bahwa pembangunan ekonomi dalam format industrialisasi di Indonesia telah meningkatkan ketimpangan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan antara perkotaan dengan perdesaan. Dengan kata lain, kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia selama ini bias ke arah kepentingan perkotaan, sehingga menciptakan kesenjangan kesejahteraan antara desa dengan kota, keterbelakangan desa, dan marginalisasi pertanian di perdesaan. Oleh karena itu, ke depan diperlukan komitment yang kuat untuk mereorientasi pembangunan ekonomi dari perkotaan ke perdesaan dengan basis industri pertanian (agro-industry).

Ketimpangan antara pembangunan di perkotaan dengan pembangunan di perdesaan tercermin dari perbedaan yang signifikan antara indeks pembangunan manusia (IPM) antara daerah-daerah kabupaten (sebagai representasi perdesaan) dengan daerah kota (sebagai representasi perkotaan). Berdasarkan rataan IPM dari 40 kabupaten dan 19 kota dari enam provinsi contoh di Kawasan Barat Indonesia serta 29

Page 17: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 373

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

kabupaten dan 15 kota di delapan provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang diambil secara acak, diperoleh gambaran seperti disajikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat bahwa terdapat perbedaan IPM yang nyata antara kabupaten dengan kota, baik di Kawasan Barat Indonesia (KBI) maupun di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Demikian juga antara KBI dengan KTI terdapat perbedaan, baik untuk kabupaten maupun kota. Jika kabupaten digunakan sebagai representasi perdesaan dan kota sebagai representasi perkotaan, maka jelas terlihat bahwa pembangunan ekonomi lebih terkonsentrasi di perkotaan, yang dicerminan oleh tingginya IPM di perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan.

Dari sisi wilayah, juga terlihat perbedaan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia. Indeks pembangunan manusia (IPM) di Wilayah Barat Indonesia relatif lebih tinggi daripada di Wilayah Timur Indonesia. Hal ini mencerminkan ketimpangan pembangunan antara wilayah Barat dengan wilayah Timur Indonesia, dimana pembangunan ekonomi lebih terkonsentrasi di wilayah Barat. Selain Tabel 5, Gambar 1 juga memperlihatkan ketimpangan antara wilayah Barat dengan wilayah Timur. Selama periode 2002-2012, IPM tertinggi dicapai di wilayah Sumatera dan Jawa+Bali, sedangkan wilayah Maluku+Papua dan Nusa Tenggara menempati posisi paling bawah.

Menurut Kanbur dan Venables (2005) yang dikutip oleh Susan (2010), bahwa gejala-gejala dari penyakit ketimpangan wilayah antara lain adalah: (1) masih rendahnya kualitas pendidikan di perdesaan, (2) buruknya fasilitas infrastruktur, (3) rendahnya aktivitas perbankan, (4) kebijakan pembangunan berbasis eksploitasi sumber daya alam, (5) tidak tersedianya lapangan kerja yang berbasis karakter sosial ekonomi lokal. Kelima gejala ketimpangan wilayah tersebut berdampak pada rendahnya pendapatan per kapita masyarakat perdesaan, sehingga meningkatkan angka kemiskinan. Sebaliknya, aktivitas pembangunan ekonomi di wilayah perkotaan mengalami percepatan yang luar biasa, sehingga menarik masyarakat di perdesaan untuk datang ke perkotaan.

Tabel 5. Rataan indeks pembangunan manusia di Kawasan Barat dan Timur Indonesia, 2006-2012

Tahun Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia

Kabupaten Kota Kabupaten Kota

2006 68,43 74,08 64,01 71,65

2009 70,12 75,33 65,63 73,71

2012 72,20 77,01 67,31 75,21

Rataan 70,25 75,47 65,65 73,52

Pertumb (%/th) 0,90 0,85 0,84 0,81 Sumber: BPS. 2013. Diolah.

Page 18: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian374

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Gambar 1. Perkembangan IPM di berbagai wilayah Indonesia, 2002-2012

Penyelarasan Pembangunan Desa-Kota

Berbagai faktor bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antara perdesaan dengan perkotaan. Faktor utama adalah rendahnya kualitas kepemimpinan daerah dalam mendorong pembangunan. Otonomi daerah yang diterapkan sejak tahun 2000 cenderung ditandai oleh munculnya raja-raja kecil yang giat membangun kekuasaan dinasti lokal, tanpa berusaha untuk membangun pemerintahan daerah yang adil dan demokratis. Kepemimpinan daerah juga ditandai oleh praktek korupsi yang masih tinggi. Laporan KPK tahun 2009 yang disitir oleh Susan (2010) menyebutkan bahwa tidak kurang dari 19 bupati/wali kota dan 5 gubernur telah menjadi terdakwa praktek korupsi. Bahkan Indonesian Coruption Watch menyebutkan bahwa 60,6 persen praktek korupsi terjadi di tingkat daerah. Kebijakan pembangunan daerah masih bersifat pragmatis, terutama berupa eksploitasi sumber daya alam demi memacu pendapatan asli daerah (PAD), tanpa diimbangi oleh aktivitas produktif lainnya yang berbasis kreativitas ekonomi daerah. Pembangunan sektor pertanian yang merupakan ciri aktivitas ekonomi perdesaan belum tersentuh oleh kebijakan-kebijakan daerah yang kreatif dan produktif. Selain masalah kepemimpinan daerah dan pemerintahan daerah yang buruk, ketimpangan desa dan kota juga disebabkan oleh persepsi publik di daerah terhadap kesempatan kerja di kota. Susan (2010) menyebutnya sebagai “kota utopia” dari masyarakat desa yang memandang bahwa kota merupakan tempat mewujudkan semua mimpi tantang kebahagiaan yang bisa diraih. Tantangannya ialah bagaimana membalik persepsi “kota utopia” menjadi “desa utopia” yaitu menjadikan desa sebagai tempat terealisasinya mimpi hidup sejahtera.

Page 19: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 375

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Kebijakan strategis yang diperlukan untuk membalik persepsi di atas adalah dengan penyelarasan pembangunan agar tercipta keseimbangan antara desa dengan kota. Salah satu strateginya adalah pembangunan perdesaan secara terpadu yang berbasis pertanian. Perdesaan harus dibangun secara terpadu dengan membangun sistem industri pertanian dari hulu hingga hilir, yang ditopang oleh semua sistem infrastruktur pendukungnya. Pakpahan (2011) menekankan bahwa pembangunan nasional, khususnya pembangunan pertanian tidak bisa dilakukan secara tambal sulam atau bersifat ad hoc. Masa depan pembangunan pertanian tergantung pada investasi yang selain memadai jumlah dan jenisnya, juga tepat penempatannya. Swastika (2010) mengungkapkan bahwa pembangunan perdesaan secara terpadu harus didorong melalui berbagai kebijakan, antara lain dengan reorientasi pembangunan industri berbasis pertanian dari perkotaan ke perdesaan. Hal ini disertai dengan pemberian insentif bagi investor yang berinvestasi di perdesaan dan membersihkan dunia usaha dari birokrasi biaya tinggi. Selain itu, pembangunan perdesaan harus secara simultan membangun dan merehabilitasi infrastruktur (jaringan irigasi, jalan usahatani, jalan umum, jembatan, listrik dan sarana komunikasi) di perdesaan. Kehadiran industri berbasis pertanian di desa akan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat perdesaan, sehingga tidak perlu berduyun-duyun datang ke kota. Demikian juga kehadiran industri pengolahan produk pertanian merupakan pasar bagi produk pertanian primer, sehingga terjadi penambahan nilai produk di perdesaan dan memudahkan petani dalam memasarkan hasil pertaniannya. Dengan demikian, diharapkan terjadi reformasi paradigma dari urbanisasi tradisional menjadi konsep urbanisasi dalam arti “pengkotaan” desa atau mengubah suasana perdesaan (rural) menjadi suasana perkotaan (urban) dengan segala fasilitas infrastruktur pendukungnya.

STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN PERDESAAN

Reorientasi Pembangunan Ekonomi

Selama ini pembangunan pusat-pusat perbelanjan, fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi, tempat rekreasi dan sebagainya lebih terpusat di perkotaan. Sementara itu, jalan raya, jembatan, jalan usahatani, sarana irigasi, dan sebagainya di perdesaan banyak yang rusak. Tidak jarang ditayangkan di media elektronik dan dimuat di media cetak bahwa siswa di perdesaan harus meniti jembatan yang hampir rubuh atau menyeberangi sungai dengan membuka pakaiannya untuk pergi ke sekolah, karena putusnya jembatan penghubung. Pabrik pupuk dan Industri pengolahan hasil pertanian terkonsentrasi di jalan raya yang mempunyai akses yang baik ke perkotaan. Penempatan pabrik pupuk di dekat perkotaan akan memerlukan tambahan biaya distribusi ke pengguna utama yaitu petani di perdesaan. Demikian juga industri pengolahan hasil pertanian yang terkonsentrasi di perkotaan menyulitkan petani menjual produk primernya ke industri pengolahan. Bagi perusahaan industri, lokasi yang jauh dari perdesaan menyebabkan mereka membutuhkan biaya yang

Page 20: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian376

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

tinggi untuk melakukan pembelian bahan baku industri berupa produk primer pertanian. Dengan kata lain, penempatan industri pupuk dan industri pengolahan hasil pertanian di perkotaan menimbulkan inefisiensi usaha, dan menjauhkan akses petani terhadap industri hulu dan hilir pertanian.

Untuk mewujudkan urbanisasi dalam arti peng-urban-an desa, maka sudah saatnya industri hulu dan hilir berbasis pertanian direorientasi dari perkotaan ke perdesaan. Reorientasi ini tidak mudah, namun secara bertahap bisa dilakukan dengan menciptakan sistem insentif bagi investor yang akan membuka usaha agro-industri di perdesaan, baik industri hulu (pabrik pupuk organik dan an-organik, pabrik pestisida dan industri benih) maupun industri hilir pengolahan hasil pertanian. Insentif tersebut bisa berupa kemudahan izin usaha, kemudahan penyewaan lahan, keringanan pajak, atau insentif lainnya. Selain itu juga diperlukan penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelanggaran yang menyebabkan birokrasi biaya tinggi dalam membangun investasi di perdesaan. Pengalaman keberhasilan China dalam mendatangkan investor asing untuk mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di perdesaan bisa menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia dalam mereorientasi industri berbasis pertanian dari perkotaan ke perdesaan. Selama tidak ada terobosan yang berarti dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di perdesaan, selama itu tidak akan tercipta lapangan kerja baru sebagai sumber pendapatan masyarakat di perdesaan. Selama itu pula arus urbanisasi dalam arti tradisional akan terus berlangsung, sehingga kota-kota besar akan selalu menjadi beban penampungan penduduk miskin.

Pembangunan Perdesaan Terpadu

Menurut Mawardi (2010) bahwa para pendiri bangsa dengan bijak menempatkan Desa sebagai unsur pemerintah terdepan. Struktur pemerintahan demikian memiliki semangat untuk menjadikan Desa sebagai pilar utama pembangunan bangsa. Logikanya bila sekitar 80.000 desa di negeri ini maju, mandiri, sejahtrera dan demokratis maka akan terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang besar dan terhormat dalam percaturan bangsa–bangsa di dunia. Namun kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Pola pembangunan sentralistik yang dikembangkan di masa lalu telah menempatkan desa menjadi “pelengkap penderita“ yang tidak berdaya. Desa hanya menjadi obyek pembangunan, bukan sebagai subyek. Segalanya ditentukan dari atas secara top down. Setelah berjalan beberapa dekade, mulai disadari bahwa pola sentralistik hanya menghasilkan kesenjangan sosial yang tajam antara pusat, daerah dan desa. Dalam era reformasi, pola sentralisasi dirombak total dan diganti dengan pola desentralisasi. Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen, kemudian lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang semangatnya lebih berpihak pada desentralisasi dan demokratisasi.

Page 21: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 377

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Dalam implementasinya, pembangunan perdesaan selain masih bernuansa top down juga bersifat sektoral. Tidak ada integrasi yang sinergis antara satu program dari suatu kementerian dengan program dari kementerian lain dan program dari pemerintah daerah, baik dalam perencanaan maupun dalam implementasinya. Permasalahan yang mendasar ialah bahwa perencanaan pembangunan daerah oleh masing-masing kementerian belum didasari oleh identifikasi masalah yang ada di lapangan serta kurang melibatkan masyarakat daerah, sehingga formulasi strategi dan program menjadi tidak tepat dan sarat dengan kepentingan sesaat dari lembaga yang menyusun program.

Mengandalkan sepenuhnya perencanaan pembangunan perdesaan dari masyarakat desa secara bottom-up juga belum memungkinkan ditengah kondisi sumber daya manusia perdesaan yang belum memadai. Oleh karena itu, strategi yang bisa ditempuh adalah kombinasi antara pendekatan top-down dengan bottom-up, dimana pemerintah pusat (Kementerian terkait) melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat desa, baik melalui pengamatan dan pendalaman langsung maupun menggali masukan dari pemerintah daerah dan tokoh masyarakat desa tentang permasalahan perdesaan yang memerlukan pemecahan. Pemahaman perdesaan secara partisipatif (PRA) bisa menjadi salah satu instrumen dalam mengidentifikasi permasalahan. Demikian juga hal serupa dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hasil pemahaman permasalahan ini menjadi dasar dalam menyusun program dan strategi pembangunan perdesaan.

Agar semua program pembangunan terintegrasi secara sinergis, maka harus ada satu lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinir semua sektor dalam merumuskan permasalahan serta menyusun alternatif solusi dalam bentuk perencanaan pembangunan perdesaan terpadu, baik jangka pendek, menengah, maupun pembangunan jangka panjang untuk berbagai sektor. Alternatif lembaganya adalah Komisi Pembangunan Perdesaan Terpadu (KPPT) atau sejenisnya seperti halnya Regional Development Authority atau RDA di Malaysia, yang di tingkat provinsi diketuai oleh Gubernur dan di tingkat kabupaten/kota diketuai oleh Bupati/Walikota. Anggota komisi sekaligus tim pelaksana terdiri dari Bappeda dan Dinas-Dinas terkait di tingkat kabupaten/kota. Pihak swasta menjadi mitra kerja Komisi, baik dalam melakukan investasi di bidang agro-industry maupun sebagai kontraktor dalam kegiatan pembangunan infrastruktur di perdesaan.

Pada dasarnya, sesuai dengan pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, bahwa tujuan utama pembangunan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas manusia serta pengentasan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana prasarana desa, pengembangan ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pendekatan pembangunan tersebut mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan. Oleh karena itu, setiap langkah kebijakan pembangunan selayaknya melibatkan masyarakat desa sebagai bagian dari pelaku pembangunan mulai dari identifikasi masalah hingga pelaksanaan pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan.

Page 22: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian378

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Semua program kementerian untuk pembangunan perdesaan harus berkoordinasi dengan KPPT, untuk menghindari adanya tumpang tindih program pada desa dan masyarakat yang sama. Alternatif lain ialah implementasi program masing-masing kementerian dipercayakan kepada Dinas-Dinas terkait yang merupakan anggota Komisi. Konsekuensinya ialah bahwa anggaran untuk program tersebut juga harus dialokasikan melalui Dinas-Dinas yang akan melaksanakan program. Demikian juga anggaran pembangunan perdesaan yang ada di Provinsi, bisa dialokasikan ke KPPT tingkat kabupaten/kota.

Tim pelaksana harus secara berkala melaporkan hasil implementasi program pembangunan tiap sektor kepada ketua komisi (Bupati/Walikota). Selain itu, sebagai salah satu bentuk koordinasi, masing-masing Bupati/Walikota melaporkan hasil pelaksanaan program di tiap kabupaten/kota kepada Gubernur untuk dirangkum dan dievaluasi di tingkat provinsi. Demikian juga laporan untuk tiap sektor disampaikan kepada Kementerian, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban tim pelaksana kepada penyandang dana. Alternatif alur perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan terpadu adalah seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Alternatif alur pembangunan perdesaan terpadu

Komisi Pembangunan

Perdesaan Terpadu (Kebijakan Satu Pintu

di Tkt Kabupaten/Kota)

Permasalahan Perdesaan

Di tiap Kabupaten/Kota

Program Pembangunan

Pemda Provinsi/ Kabupaten/Kota

Implementasi Pembangunan

Perdesaan Terpadu Tingkat Kabupaten/Kota

1. Tersedia sarana listrik, air bersih, infrastruktur transportasi, informasi, dan telekomunikasi serta kelembagaan pendukung agribisnis�

2. Tersedia industri berbasis pertanian (�������� ��) 3. Tercipta lapangan kerja di bidang �������� �� hulu dan hilir 4. Perdesaan tumbuh secara mandiri, dinamis dan sejahtera, sehingga

menjadi tempat tinggal yang menarik bagi masyarakatnya 5. Penurunan jumlah, kedalaman, dan keparahan kemiskinan

OUTPUTS DI PERDESAAN

INPUTS

PROSES I

PROSES II

INVESTASI

Swasta

Program

Kementerian A

Program Kementerian B Program Kementerian C

Page 23: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 379

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Dengan membentuk Komisi Pembangunan Perdesaan Terpadu, maka program pembangunan dari berbagai sektor diharapkan lebih terarah, lebih sinkron, dan terintegrasi, sehingga terhindar dari pembangunan yang bersifat parsial dan sektoral yang telah terbukti tidak mampu memecahkan permasalahan yang ada di perdesaan, terutama pengentasan kemiskinan. Ketidakmampuan program pembangunan mengentaskan kemiskinan di perdesaan telah memicu arus urbanisasi tradisional, yaitu perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotan untuk mencari nafkah.

Tiap kementerian yang menaruh perhatian terhadap pembangunan perdesaan bisa melakukan program pembangunan dengan cara berkoordinasi atau mempercayakan pelaksanaan programnya kepada Komisi Pembangunan Perdesaan Terpadu atau mengarahkan pihak swasta untuk melakukan investasi industri berbasis pertanian di perdesaan. Sebagai contoh: Kementerian Pekerjaan Umum yang bertanggungjawab dalam pembangunan infrastruktur harus membuat master plan untuk inventarisasi dan rehabilitasi jaringan irigasi, jalan usahatani, jalan/jembatan desa dan kecamatan yang rusak, serta pembangunan sarana serupa yang belum ada tetapi sangat dibutuhkan masyarakat dalam usahatani dan membuka akses terhadap pasar inputs dan pasar produk pertanian. Kementerian Pertanian memperkenalkan dan mempromosikan inovasi teknologi maju (budidaya dan pascapanen) yang dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor pertanian. Kementerian Keuangan harus mendorong perbankan untuk menyediakan kredit lunak dengan prosedur administrasi yang sederhana kepada petani. Kementerian perindustrian mendorong swasta untuk melakukan investasi industri hulu dan hilir pertanian di perdesaan. Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral meningkatkan intensitas dan kualitas program listrik dan energi lain masuk desa. Kementerian Informasi memperluas jaringan internet dan sarana telekomunikasi seluler di perdesaan. Demikian juga kementerian lain yang mempunyai mandat membangun negara melalui pembangunan perdesaan. Hampir semua program pembangunan yang disebutkan di atas sebenarnya sudah ada, tetapi masih bersifat parsial, belum terintegrasi secara baik sehingga tidak ada sinergi. Akibatnya, hasil pembangunan belum terlihat. Masyarakat perdesaan masih tetap miskin dan arus urbanisasi tradisional tidak dapat dihindari.

Dengan konsep kebijakan satu pintu, semua program dikoordinasikan dan diimplementasikan oleh Komisi. Dengan demikian, diharapkan semua program bersinergi, tidak tumpang tindih dan bersifat holistik, sehingga memberi hasil yang diharapkan, yaitu pertanian maju yang ditopang oleh industri berbasis pertanian dan infrastruktur pendukungnya. Kehadiran industri hulu dan hilir berbasis pertanian di perdesaan, selain menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat desa juga memudahkan petani memperoleh sarana produksi dan memasarkan produk primernya ke industri pengolahan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani. Dengan demikian, perdesaan diharapkan tumbuh secara mandiri, dinamis dan sejahtera, sehingga menjadi tempat tinggal yang menarik bagi masyarakat desa dan tidak perlu pindah ke kota mencari pekerjaan.

Page 24: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian380

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Tantangan yang dihadapi dalam membangun perdesaan secara terpadu seperti alternatif yang dirumuskan di atas antara lain ialah: (1) semangat membangun desa dari berbagai elemen bangsa, mulai dari aparat pemerintah pelaksana pembangunan sampai masyarakat masih lemah, sehingga laju pembangunan berjalan lamban; (2) masih ada birokrasi biaya tinggi, baik untuk pelaksanaan pembangunan dari program pemerintah maupun investasi oleh swasta; (3) kurangnya insentif bagi swasta untuk melakukan investasi di perdesaan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, kebijakan strategis yang diperlukan antara lain adalah: (1) memberi insentif kepada swasta untuk berinvestasi pada bidang agro-industry di perdesaan, berupa kemudahan izin usaha, kemudahan penyewaan lahan, dan keringanan pajak usaha; (2) menghapus birokrasi biaya tinggi, agar dana pembangunan benar-benar tercurah untuk kegiatan pembangunan, dan swasta bisa melakukan usaha secara rasional; (3) menegakkan hukum secara tegas dan konsisten terhadap semua pelanggaran yang menghambat jalannya pembangunan perdesaan, termasuk yang menghambat investasi swasta.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pembangunan ekonomi yang bias di wilayah perkotaan telah menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi antara perdesaan dengan perkotaan. Salah satu bentuk ketimpangan ialah terbatasnya lapangan kerja di perdesaan, sementara kegiatan pembangunan ekonomi menciptakan banyak lapangan kerja di perkotaan. Terbatasnya lapangan kerja disertai dengan sempitnya penguasaan lahan telah menyebabkan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan lebih terkonsentrasi di perdesaan. Untuk meningkatkan taraf hidup, maka urbanisasi tradisional, yaitu berpindahnya penduduk miskin dari perdesaan ke perkotaan untuk mencari nafkah tidak dapat dihindari. Terdapat kecenderungan perpindahan penduduk miskin dari perdesaan ke perkotaan, sehingga jumlah penduduk miskin di perkotaan terus meningkat. Urbanisasi ini menimbulkan berbagai permasalahan bagi pemerintah di perkotaan.

Untuk mengatasi masalah ketimpangan yang menyebabkan urbanisasi tradisional, maka harus ada keseimbangan pembangunan antara perdesaan dengan perkotaan. Perdesaan harus diurbanisasi dalam paradigma lain, yaitui di-kota-kan, atau dijadikan desa maju dengan fasilitas infrastruktur perkotaan. Perdesaan harus dibangun secara terpadu, mulai dari rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur pertanian, reorientasi industri berbasis pertanian dari perkotaan ke perdesaan, sampai pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat desa. Dengan demikian, diharapkan perdesaan bisa tumbuh secara mandiri, dinamis dan sejahtera, sehingga menjadi tempat tinggal yang menarik bagi masyarakat desa dan tidak perlu pindah ke kota mencari pekerjaan.

Page 25: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 381

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y.T. 2014. Mengatasi Kemiskinan, Perlu Belajar dari China? http://www.nefosnews.com/post/pemilu-2014/mengatasi-kemiskinan-perlu-belajar-pada-china. Diunduh: 12 Juni 2014.

BPS. 2014a. Laporan Bulanan Data Sosisal Ekonomi. Edisi 48. Mei 2014. Jakarta.

BPS. 2014b. Proyeksi Persentase Penduduk Daerah Perkotaan Menurut Provinsi, 2010-2035. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar= 1&id_subyek=12&notab=14 Diunduh: 20 Mei 2014.

Budiantoro, R.A. 2013. Transformasi Pertanian dan Pembangunan Daerah Perdesaan. http://abe-21.blogspot.com/2013/12/transformasi-pertanian-dan-pembangunan.html Diunduh: 13 Agustus 2014.

Budiman, B. 2014. Gerakan Pembangunan Pedesaan di Korea Selatan (Saemaul Undong). http://desakodasari.wordpress.com/2014/02/15/mengenal-Saemaul-undong-gerakan-pembangunan-pedesaan-di-korea-selatan/ Diunduh: 19 Mei 2014.

Daryanto, A. 2003. Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di Indonesia. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/23403 Diunduh: 20 Mei 2014.

Dewi, Z. L. 2012. Urbanisasi dan Permasalahannya. http://zuyyinalaksita. wordpress.com/2012/06/24/urbanisasi-dan-permasalahannya/ Diunduh: 11 Mei 2014.

Febriyanti, A.D. 2012. Konsep Agropolitan Sebagai Upaya Pengembangan Kawasan Pedesaan: Studi Kasus Kabupaten Pemalang. http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/30/konsep-agropolitan-sebagai-upaya-pengembangan-kawasan-pedesaan-studi-kasus-kabupaten-pemalang-450636.html Diunduh: 30 April 2014.

Jamal, E. 2009. Membangun Momentum Baru Pembangunan Pedesaan Di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 28(1):7-14.

Kompas. 2013. Lima Juta Petani “Lenyap”. Guremisasi Terus Meningkat dari Tahun ke Tahun. Kompas, 3 September 2013.

Khudori. 2012. Kegagalan Transformasi Struktural Ekonomi. http://economy.okezone.com/read/2012/01/25/279/562979/kegagalan-transformasi-struktural-ekonomi Diunduh: 13 Agustus 2014.

Iephant46. 2012. Urbanisasi-pengertian. http://iephant46.wordpress.com/2012/11/10/ urbanisasi/Diunduh: 21 Mei 2014.

Page 26: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian382

Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi Percepatan Pengentasan Kemiskinan Di Perdesaan

Mawardie. 2010. Model Pembangunan Desa Terpadu. http://tegallinggah.wordpress.com/desa/model-pembangunan-desa-terpadu/ Diunduh: 3 Agust 2014.

Muhi, A.H. 2011. Fenomena Pembangunan Desa. Bahan Kuliah. Institut Pemerintahan Dalam Negeri. http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2012/ 06/FENOMENA-PEMBANGUNAN-DESA.pdf Diunduh: 20 Mei 2014.

Ngah, I. 2010. Rural Developmenht in Malaysia. Monograph No 4. ISBN : 978-967-99997-4-7. Centre for Innovation Planning and Development. Universiti Teknologi Malaysia

Nishom, M. 2012. Pengertian Urbanisasi. http://www.isomwebs.net/2012/04/ pengertian-urbanisasi/ Diunduh: 21 Mei 2014.

Pakpahan, A. 2011. 66 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Membalik Arus Sejarah Pembangunan Nasional. http://www.tempo.co/read/kolom/2011/08/12/ 431/66-Tahun-Kemerdekaan-Indonesia---upp-Membalik-Arus-Sejarah-Pembangunan-Nasional- Diunduh: 21 Mei 2014.

Pranoto, S., M.S. Ma’arif, S.H. Sutjahjo, dan H. Siregar. 2006. Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan Melalui Model Pengembangan Agropolitan. Jurnal Manajemen dan Agribisnis. Vol.3 (1).: 1-10.

Sayaka, B., D.K.S. Swastika, H. Supriadi, R.S. Rivai, Supriyati, dan A. Askin. 2011. Peningkatan Akses Petani Terhadap Permodalan di Daerah Lahan Marginal. Laporan Akhir Hasil Penelitian. PSEKP.

Semiono, R. 2008. Terjadi Pemiskinan Petani. Suara Pembaharuan, 28 Maret 2008. http://202.169.46.231/News/2008/03/28/Utama/ut01.htm. Diunduh:30 Desember 2008.

Setiawan, A. 2012. Konsep Urbanisasi. http://azise.blogspot.com/2012/11/konsep-urbanisasi.html Diunduh: 21 Mei 2014.

Suara rakyat. 2013. Lima Juta Petani “Lenyap”. Suara Rakyat. 11 September 2013.

Sudaryanto, T., D.K.S. Swastika, B. Sayaka, and S. Bahri. 2006. Financial And Economic Profitability of Rice Farming Across Production Environments in Indonesia. Proceeding of International Rice Congress on Science, Technology, and Trade for Peace and Prosperity, at National Academy of Agricultural Sciences, New Delhi, India. Oct 2006. Published by International Rice Research Institute (IRRI), Los Bañs, The Philippines.

Suryatman, H. 2010. Membedah Permbangunan Desa Ala Korea Selatan (Saemaul Undong movement). Bappeda Kab. Sumedang.

Susan, N. 2010. Masalah Disparitas Pembangunan Desa-Kota. http://unisosdem.org/ artcle_detail. php?aid=12028&coid=2&caid=30&gid=2 Diunduh: 21 Mei 2014.

Page 27: REFORMASI PARADIGMA URBANISASI: STRATEGI · PDF fileFenomena ini akan mempercepat perpindahan penduduk dari . Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian Reformasi

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 383

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Swastika, D.K.S. 2005. Historical Profile of Poverty Alleviation in Indonesia. Short Article. CGPRT-Flash. Vol.3. No.6 June 2005. ISSN.1693-4636. UN-ESCAP. Bogor

Swastika, D.K.S and Y. Supriatna. 2008. The Characteristics of Poverty and Its Alleviation in Indonesia. Forum Agro Ekonomi (FAE). Vol. 26. No.2, Dec. 2008. PSEKP. Badan litbang Pertanian. Bogor.

Swastika, D.K.S, G.S. Hardono, Y. Supriatna, and T. Bastuti. 2008. Poverty in The Era of Decentralization in Indonesia. In Rusastra et al. (Eds). Food Security and Poverty in The Era of Decentralization in Indonesia. CAPSA Working Paper No. 102. ISBN. 978-979-9317-72-1. (pp.73-130). UNESCAP-CAPSA. Bogor. Indonesia.

Wawan dan Junaidi. 2011. Pengertian Urbanisasi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/ 2011/12/pengertian-urbanisasi.html Diunduh: 19 Mei 2014.

Welly. 2014. Peran Pembangunan pedesaan dalam aturan PKC. http://chindonews.blogspot.com/2014/03/peran-pembangunan-pedesaan-dalam-aturan.html. Downloaded: 12 Juni 2014.

Yudohusodo, S. 2004. Pembaharuan UU Agraria Paling Ampuh Tingkatkan Kesejahteran Petani. Tempo Interaktif Selasa, 24 Agustus 2004. http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2004/08/24/brk,20040824-29,id.html. Downlosded 19 Juni 2009.

Yunindyawati. 2012. Penyebaran Penduduk: Migrasi, Transmigrasi, Urbanisasi. http://sosiokita-sosio.blogspot.com/2012/02/penyebaran-penduduk-migrasi.html Diunduh: 21 Mei 2014.