REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA...
Transcript of REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA...
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA
MANUSIA MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI
APARATUR SIPIL NEGARA DI KELURAHAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN
2014-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Andi Alifesa Askari
NIM. 1113112000021
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA
MANUSIA MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI
APARATUR SIPIL NEGARA DI KELURAHAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN
2014-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Di Bawah Bimbingan:
Dr. Agus Nugraha
NIP. 196808012000031001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA
MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA
DI KELURAHAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN
2014-2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
prasyarat memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari kara orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Oktober 2019
Andi Alifesa Askari
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Andi Alifesa Askari
NIM : 1113112000021
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA
MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA
DI KELURAHAN PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN
2014-2017
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 22 Oktober 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si. Dr. Agus Nugraha, M.A.
NIP. 197010132005011003 NIP. 196808012000031001
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI
PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA KELURAHAN
PESANGGRAHAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2014-2017
Oleh
Andi Alifesa Askari
1113112000021
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
01 November 2019 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelas Sarjana Sosial (S.sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si.
NIP. 197010132005011003 NIP. 197704242007102003
Penguji I, Penguji II,
Dr. Haniah Hanafie, M.Si Dra. Hj. Gefarina Djohan, M.A
NIP.196105242000032002 NIP.196310241999032001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 01 November
2019
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 197010132005011003
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang reformasi birokrasi bidang sumber daya
manysia di Kelurahan Pesanggrahan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi reformasi birokrasi
bidang SDM yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan
Pesanggrahan serta permasalahan dan hambatan dalam proses reformasi birokrasi
bidang SDM. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dan dilakukan di Kelurahan Pesanggrahan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Dalam penelitian ini digunakan 2 teori, yaitu teori birokrasi dan reformasi
birokrasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa reformasi birokrasi yang
dilakukan oleh Kelurahan Pesanggrahan terbagi menjadi beberapa aspek yaitu
Pendidikan dan Pelatihan bagi aparatur kelurahan, peningkatan kualitas hidup
aparatur kelurahan, dan pembangunan infrastruktur untuk memperbaiki kualitas
pelayanan publik.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
ditemukan bahwa proses reformasi birokrasi bidang SDM yang dilakukan oleh
Kelurahan Pesanggrahan sudah berjalan dengan cukup baik, hal tersebut
dibuktikan dengan perbaikan kompetensi yang dilakukan oleh aparatur kelurahan
dengan mengikuti Diklat Pimpinan IV dan perbaikan kualitas hidup SDM aparatur
yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bagi aparatur Kelurahan
Pesanggrahan, tidak hanya itu dibangunya infrastruktur Pelayanan Terpadu Satu
Pintu juga mempercepat proses pelayanan perizinan ataupun non izin yang
diberikan kepada masyarakat.
Kata Kunci: Reformasi Birokrasi, Birokrasi, SDM
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terpanjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi berjudul Reformasi Birokrasi
bidang Sumber Daya Manusia Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Studi Kasus:
Peningkatan Kompetensi Aparatur Sipil Negara Kelurahan Pesanggrahan Tahun
2014-2017 dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan kepada
umatnya menuju jalan kebenaran.
Atas rasa syukur ini penulis selayaknya berterimakasih kepada berbagai
pihak yang selama penulisan skripsi ini telah memberikan dukungan yang berarti
baik meteri maupun moral. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus
kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.
Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Ali Munhanif, MA. Para Wakil Dekan, serta
segenap jajaran dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya
pada program studi Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai ilmu selama
masa studi penulis.
3. Ketua Program Studi Ilmu Politik Dr. Iding Rosyidin, M.Si dan Sekretaris
Program Studi Ilmu Politik Ibu Suryani, M.Si.
vii
4. Dr. Agus Nugraha, M.A. selaku pembimbing penulis yang telah berkenan
menyediakan waktu untuk membantu, memberikan masukan dan saran
berharga selama penulisan skripsi.
5. Orang tua penulis, Ibu Dra. Lies Gustini tercinta serta adik penulis Andi
Almer Fachri. Berkat dukungan dan do’a mereka penulis menerima semangat
serta motivasi untuk terus belajar dan berkarya.
6. Para Pejabat dan staf Kelurahan Pesanggrahan khususnya Lurah pesanggrahan
Saryati, S.Sos dan Sekertaris kelurahan Bapak Fuad yang telah menyambut
hangat kehadiran penulis serta mengizinkan penulis untuk melakukan
observasi dan wawancara di lingkungan Kelurahan Pesanggrahan
7. Para Sahabat Penulis, Rakha Pramadika, Renata Al-Rasyid, Adrian Wisnu,
Alifcinko, Levin Soedarmawan, dan Sh.b. Serta teman-teman dan sahabat
terbaik penulis di lingkungan kampus khususnya Ilmu Politik angkatan 2013
yang telah menghadirkan kebahagiaan selama masa studi.
8. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat FISIP, yang telah menjadi
rumah dan tempat belajar yang Indah selama penulis melakukan studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dengan yang terbaik
dan menjadikannya sebagai bagian dari amal ibadah.
Jakarta, 17 September 2019
Andi Alifesa Askari
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJUAN SKRIPSI ....................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Pertanyaan Masalah .................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
E. Metode Penelitian ....................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL
A. Hubungan Politik dan Birokrasi .................................................. 14
B. Konsep Birokrasi ........................................................................ 20
C. Reformasi Birokrasi .................................................................... 32
D. Peraturan Presiden tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 36
E. Kerangka Berfikir ....................................................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN PESANGGRAHAN
A. Profil Kelurahan Pesanggrahan ................................................... 42
B. Jumlah Penduduk Kelurahan Pesanggrahan ............................... 47
C. Sumber Daya ASN Kelurahan Pesanggrahan ............................. 47
BAB IV REFORMASI BIDANG SDM DI KELURAHAN
PESANGGRAHAN
A. Kompetensi dan Hakikat Birokrasi ............................................. 50
B. Peningkatan Kompetensi ASN Kelurahan Pesanggrahan ........... 58
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan
Kompetensi dan Kinerja ASN Kelurahan Pesanggrahan ............ 63
D. Pembangunan Sarana pelayanan Publik ..................................... 66
E. Hambatan dalam Peningkatan Kompetensi ASN Pesanggrahan 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 74
B. Saran ........................................................................................... 75
Daftar Pustaka
ix
DAFTAR TABEL
Tabel III.3.1 Penduduk Kelurahan Pesanggrahan ........................... 52
Tabel III.3.2 Klasifikasi Jenis Kelamin ASN Kelurahan ................ 53
Tabel III.3.3 Tingkat Pendidikan dan Jabatan ASN Kelurahan ...... 53
Tabel IV.4.1 Daftar status keikutsertaan Diklat Pim IV .................. 65
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.A.3.1 Lambang Provinsi DKI Jakarta ................................. 48
Gambar III.A.3.2 Peta Provinsi DKI Jakarta ......................................... 49
Gambar III.A.3.3 Lokasi Kelurahan Pesanggrahan ............................... 49
Gambar III.A.3.4 Struktur Organisasi Kelurahan Pesanggrahan .......... 50
Gambar III.A.3.5 Kantor Kelurahan Pesanggrahan ............................... 51
Gambar IV.C.4.1 PTSP Kelurahan Pesanggrahan ................................. 69
Gambar IV.C.4.2 Ruang bermain anak Kelurahan Pesanggrahan ......... 72
Gambar IV.C.4.3 Ruang bermain anak Kelurahan Pesanggrahan ......... 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia memiliki banyak permasalahan
yang sejak dulu sampai saat ini belum dapat diselesaikan. Salah satunya isu
birokrasi yang tidak baik di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Birokrasi
dikalangan masyarakat sering dihubungkan dengan ketidakpuasan, rumit, dan
bertele-tele, gambaran ini menjelaskan bagaimana masyarakat merasa kecewa
terhadap pelayanan birokrasi Pemerintah DKI Jakarta. Untuk menangani hal ini
beberapa kebijakan dilakukan oleh Gubernur Jakarta, Salah satunya Reformasi
Birokrasi. Reformasi birokrasi dianggap oleh para pemimpin Jakarta sebagai
sebuah solusi pembenahan terhadap birokrasi.
Paradigma penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana yang telah
diatur dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
menegaskan bahwa titik berat penyelenggaraan desentralisasi diletakkan pada
pemerintah kabupaten dan kota. Hal ini sesuai dengan batasan pengertian tentang
desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintah yang bersifat
desentralistik memerlukan adanya peningkatan kompetensi Aparatur
pemerintahan daerah serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
2
pemerintah daerah.1 Untuk itu perlu adanya perubahan di dalam birokrasi
Pemerintah DKI Jakarta sebagai faktor penting dalam sistem pemerintahan
daerah, birokrasi harus memiliki wibawa namun juga dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Salah satu konsekuensi dengan adanya paradigma yang dibawa oleh
Undang-Undang tersebut adalah perlunya Restrukturisasi Birokrasi Pemerintah
Daerah.2 Dominannya posisi dan peran birokrasi pemerintah dalam kehidupan
suatu masyarakat bangsa menuntut agar birokrasi tersebut mampu mengemban
misi, menyelenggarakan fungsi dan menjalankan semua aktivitas yang menjadi
tanggung jawabnya dengan tingkat efisiensi, efektifitas yang setinggi mungkin
dibarengi dengan orientasi pelayanan, bukan orientasi kekuasaan, dan
menampilkan perilaku yang fungsional.3
Dengan demikian birokasi dianggap instrumen yang paling penting dalam
pemerintahan. Sebelum membahas mengenai Reformasi Birokrasi, perlu kita
pahami apa itu birokrasi, Arti birokrasi secara garis besar adalah sebuah
organisasi besar yang didalamnya terdiri dari sekelompok pejabat yang bekerja
sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Birokrasi merupakan faktor utama
yang berperan dalam menciptakan pemerintahan yang baik (Good Government).
Sedangkan Reformasi diartikan sebagai sebuah gerakan untuk mengubah suatu
tatanan yang dianggap sudah tidak sesuai dengan zaman dikarenakan tidak bersih,
1Ayu Desiana, “Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah menuju Good Governance”,
Jurnal JMP Vol 1 No 1, (Juni 2014), h. 10. 2Mouzar Agustamar, “Restrukturisasi Birokrasi dan Pengembangan Good Governance”,
Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi Vol 1 No 1, (juli 2014), h. 4. 3Masyhudi, “Kinerja Birokrasi Pemerintah dalam Pelayanan Kepada Publik”, Jurnal
Aplikasi Ilmu-ilmu Agama Vol 6 No 1 (juni 2005), h. 48.
3
tidak demokratis, dan lain-lain, sehingga secara garis besar Reformasi Birokrasi
dapat diartikan sebagai upaya mendasar untuk melakukan perubahan ke arah yang
lebih baik dan memiliki dampak terhadap struktur dan sistem dalam birokrasi itu
sendiri.
Pemerintah dengan wacana Reformasi Birokrasi yang telah lama
digulirkan sebetulnya memiliki sasaran mendasar berupa pola pikir sumber daya
manusia (SDM) aparatur dan sistem yang berjalan yang dapat mengendalikan
organisasi, tata laksana, SDM aparatur, pegawasan, dan pelayanan publik.4 Di
Jakarta sendiri Pemerintah DKI Jakarta telah mencanangkan Reformasi Birokrasi
sejak tahun 2008, dan kembali muncul ketika pemerintahan Gubernur Joko
Widodo. Setelah Joko Widodo terpilih sebagai Presiden Indonesia pada 2014
estafet kepemimpinan diambil oleh wakilnya yaitu Basuki Tjahaja Purnama.
Dimasa pemerintahannya Basuki alias Ahok dikenal dengan pribadi yang tegas
bahkan cenderung kasar dalam menghadapi isu-isu birokrasi yang menurutnya
tidak memiliki kinerja yang baik.
Pemerintahan Gubernur Ahok dihadapkan pada masalah surplus Aparatur
sipil Negara dengan beban kerja yang semakin sedikit bahkan tidak jelas, banyak
pegawai yang tidak produktif terkait dengan kinerja serta aspek kedisiplinan yang
tidak optimal karena hanya terbatas pada disiplin administratif dan kurang
berkolaborasi dengan produktifitas serta banyaknya pelanggaran seperti mark up
proyek Pemerintah, korupsi dan sebagainya menjadi penyebab perlunya
peningkatan kompetensi untuk ASN Pemerintah DKI. Pada masa
4Aldenila Berlianti Akny, “Mewujudkan Good Governance melalui Reformasi Birokrasi
di bidang SDM Aparatur untuk Peningkatan Kesejahteraan Pegawai”, Jurnal Jejaring
Administrasi Publik Vol 6 No 1, (Januari-Juni 2014), h. 416.
4
kpemimpinannya, yang dilansir dalam BeritaSatu.com, Ahok dan wakilnya Djarot
Saiful Hidayat berupaya menjadikan Aparatur sipil Negara DKI Jakarta sebagai
pelayan masyarakat yang aksesibel, profesional, dan dapat diandalkan. Untuk itu
dilakukan peningkatan terhadap tunjangan dan standar kompetensi untuk
mengevaluasi kinerja ASN, pada rentang 2014-2017 Ahok-Djarot juga mendesain
sistem kepegawaian yang berpihak pada kompetensi, dan bukan nepotisme atau
senioritas sehingga upaya merealisasikan program Pemerintah dan melayani
masyarakat dapat terlaksana dengan baik.5
Penguatan terhadap peningkatan kualitas SDM Aparatur sipil Negara
didukung dengan disahkan nya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pada tahun
2014 oleh DPR. Pada saat itu Ahok yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur
DKI Jakarta mengusulkan tiga hal yaitu, penurunan eselon pejabat struktural
seperti kepala dinas dan pencopotan jabatan sebagai ASN, perekrutan kepala
dinas dari kalangan profesional, dan usia pensiun ASN sampai 58-60 tahun.
Peraturan dalam Undang-Undang tersebut memberikan pengaruh besar
terhadap profesionalitas kinerja Aparatur Sipil Negara. Perekrutan hingga
pemberhentian ASN diatur secara jelas dan memberikan pola dinamisasi yang
lebih efektif dan efisien, dan bahkan untuk memberikan Reward dan Punishment
secara proporsional dan aplikatif. Penguatan terhadap ASN dengan Undang-
Undang Nomor 5 tahun 2014 yang didukung oleh Undang-Undang Nomor 25
tahun 2009 tentang pelayanan publik kemudian dijadikan sandaran utama dalam
5Dikutip dari http://www.beritasatu.com/megapolitan/411360-ini-reformasi-birokrasi-
yang-telah-dilakukan-ahokdjarot.html diakses pada 11 Oktober 2017
5
meningkatkan kinerja pelayanan publik.6 Hal ini juga yang dijadikan oleh
Gubernur Ahok sebagai kekuatan untuk mereformasi birokrasi Pemerintah DKI
Jakarta dengan salah satunya peningkatan kompetensi SDM Aparatur Pemerintah.
Peningkatan kompetensi yang dilakukan di Kelurahan Pesanggrahan yang
merupakan bagian dari Pemerintah DKI Jakarta diharapkan dapat menempatkan
para pejabat eselon ditempat yang sesuai dengan kompetensinya, sehingga
bidang yang dikerjakan dapat terlaksana dengan tepat, cepat, dan dapat dirasakan
hasilnya.
Pemerintah DKI pasca ditetapkan nya Undang-Undang ASN tahun 2014
secara masif melakukan rotasi ataupun mutasi terhadap pejabat Pemerintah, salah
satunya dengan seleksi terbuka untuk menempati posisi jabatan Eselon IV setara
Lurah dan Camat, Eselon III setara Kepala Suku Dinas, dan juga Eselon II setara
Kepala Badan atau Kepala Dinas. Dengan seleksi terbuka yang dilakukan
tersebut kemudian dapat diikuti oleh siapa saja yang memiliki kompetensi sesuai
dengan yang dibutuhkan.
Pada tahun 2016 misalnya, seperti yang dilansir dari
mediaindonesia.com, Pemerintah DKI Jakarta melakukan perombakan dengan
melantik, menurunkan, atau memindahkan jabatan terhadap 513 ASN yang terdiri
atas 12 pejabat Eselon II, 95 pejabat Eselon III, dan 406 pejabat Eselon IV.7 Di
tahun yang sama terdapat tiga Kepala Dinas Pemerintah DKI Jakarta yang juga
diganti oleh Ahok. Perombakan yang terjadi di Pemerintah DKI Jakarta
6Hayat, “Peneguhan Reformasi Birokrasi melalui Penilaian Kinerja Pelayanan Publik”,
Jurnal Ilmu Sosial Ilmu Politik Volume 20 No 2, (November 2016), h. 176. 7Dikutip dari http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/51613/rombak-
pejabat-ahok-ingin-terapkan-reformasi-birokrasi/2016-06-17 diakses 12 Oktober 2017
6
merupakan upaya Pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang ASN No 5
tahun 2014.
Keberhasilan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kelurahan
keseluruhan tentunya dipengaruhi pula oleh kualitas Sumber Daya Manusia dalam
organisasi dalam hal ini SDM Kelurahan Pesanggrahan, mempunyai arti yang
sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, maka kompetensi menjadi aspek
yang menentukan keberhasilan ASN dalam melakukan kinerja pelayanan terhadap
masyarakat.
Salah satu ukuran suatu pekerjaan dilakukan secara efektif adalah dengan
mengukur kompetensi ASN itu sendiri, dengan mengetahui kompetensi yang
dimiliki ASN maka perencanaan SDM Aparatur Kelurahan Pesanggrahan akan
lebih baik hasilnya.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan fokus penelitian tentang peningkatan kompetensi ASN Kelurahan
Pesanggrahan dengan pertimbangan bahwa pentingnya ASN menduduki suatu
jabatan tertentu dengan kompetensi yang tepat dan sesuai dengan arah pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi kelurahan.
Kemudian observasi awal penulis menemukan bahwa terjadi kesenjangan
kompetensi anatara pejabat eselon IV dengan staf di Kelurahan Pesanggrahan,
salah satunya disebabkan oleh pendidikan dan pelatihan kepemimpinan IV hanya
dapat diikuti oleh pejabat eselon IV dan tidak bisa diikuti oleh staf kelurahan, hal
tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan skill, knowledge, dan motives
antara pejabat eselon IV dan staf di Kelurahan Pesanggrahan
7
B. Pertanyaan Masalah
1. Bagaimana bentuk pelaksanaan reformasi birokrasi bidang SDM pada
peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara di Kelurahan
Pesanggrahan
2. Apa hambatan-hambatan yang mempengaruhi peningkatan kompetensi
ASN di Kelurahan Pesanggrahan
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Pelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk Reformasi Birokrasi
bidang SDM di Kelurahan Pesanggrahan terutama dalam hal kompetensi
Aparatur didalamnya, yang ditelaah dalam bidang pembangunan politik
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan dalam upaya reformasi birokrasi
yang dilakukan di Kelurahan Pesanggrahan tahun 2014-2017
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Untuk memperkaya khazanah Politik, Peneliti berharap agar proposal
penelitian ini dapat berguna bagi studi Ilmu Politik khususnya dalam mata
kuliah Pembangunan Politik dengan fokus Reformasi Birokrasi bidang SDM
dalam pembangunan politik di Kelurahan Pesanggrahan. Dibahas secara
komprehensif dengan menggunakan teori Politik.
2. Manfaat Praktis
8
Penelitian ini pada dasarnya memiliki dua keuntungan, bagi peneliti dan
pembaca. Bagi Peneliti, penelitian ini bertujuan untuk menambah ilmu yang
dimiliki oleh Peneliti, dan juga dapat mengetahui serta mempelajari
bagaimana Reformasi Birokrasi bidang SDM di Kelurahan Pesanggrahan
Jakarta Selatan tahun 2014-2017. Dan bagi para pembaca, penelitian ini
diharapkan dapat menjawab bagaimana dampak Reformasi Birokrasi terhadap
layanan publik.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, ada beberapa literature yang penulis jadikan referensi
sebagai acuan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga
menggunakan beberapa literature terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan
dalam penelitian Reformasi Birokrasi bidang Sumber Daya Manusia Aparatur
sipil Negara Studi Peningkatan Kompetensi ASN di Kelurahan Pesanggrahan
Jakarta Selatan Tahun 2014-2017 yaitu;
Skripsi yang berjudul Reformasi Birokrasi di Era Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono 2009-2014 yang ditulis oleh Novita Sari, Mahasiswi Ilmu
Administrasi Negara, Universitas Lampung tahun 2016. Fokus penelitian dalam
skripsi ini adalah analisa terhadap cara yang digunakan Pemrintahan Susilo
Bambang Yudhoyono dalam mereformasi birokrasi dalam upaya pemberantasan
korupsi. Ada perbedaan tentang penelitian skripsi ini dengan skripsi penulis yaitu
penulis lebih memfokuskan Reformasi Birokrasi di bidang SDM yang dilakukan
oleh Pemerintah DKI Jakarta tahun 2014-2017 terhadap Kelurahan Pesanggrahan
9
dalam bentuk peningkatan kompetensi ASN dan dampaknya terhadap kinerja
pelayanan publik.
Jurnal dengan judul Implementasi Reformasi Birokrasi terhadap Kinerja
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Surabaya I yang ditulis oleh
Lailatul Rizka dalam Jurnal Ilmu dan Riset Akutansi, Volume 3, Nomor 4, Juli
2014. Fokus dalam jurnal ini adalah analisa tentang kinerja Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara Suranaya I dengan menggunakan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2012 sebagai acuan, menilai kinerja Aparatur Sipil Negara di
KPPN Surabaya I. Ada perbedaan tentang Jurnal ini dengan Skripsi penulis yaitu,
dalam Jurnal ini dijelaskan bahwa reformasi birokrasi dilakukan untuk
meningkatkan pelayanan publik, skripsi penulis menjelaskan bagaimana reformasi
birokrasi dengan peningkatan kompetensi ASN efektif meningkatkan tingkat
pelayanan terhadap pelayanan publik.
Jurnal dengan judul Reformasi Birokrasi yang ditulis oleh Rumzi Samin
dalam Jurnal Fisip Umrah, Volume 2, Nomor 2, Maret 2011. Fokus dalam jurnal
ini adalah analisa secara general tentang Reformasi Birokrasi yang ada di
Indonesia dengan tujuan terciptanya pemerintahan yang baik atau Good
Governance. Ada perbedaan tentang jurnal ini dengan skripsi penulis yaitu, dalam
jurnal ini menjelaskan asas-asas birokrasi dan tujuan dari reformasi birokrasi
secara umum. Skripsi penulis memfokuskan analisa terhadap reformasi birokrasi
yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam kurun tahun 2014-2017
10
terhadap Kelurahan Pesanggrahan dengan cara peningkatan kompetensi ASN
dengan tujuan peningkatan pelayanan publik.
Jurnal dengan judul Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah menuju
Good Governance yang ditulis oleh Ayu Desiana dalam jurnal JMP, Volume 1,
Nomor 1, Juni 2014. Fokus dalam jurnal ini adalah analisa tentang upaya-upaya
yang dilakukan untuk mereformasi birokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah untuk menuju Good Governance. Ada perbedaan tentang
jurnal ini dengan skripsi penulis, dalam jurnal ini memfokuskan pada prinsip-
prinsip Good Governance sehingga reformasi birokrasi dibutuhkan untuk
mencapai prinsip-prinsip tersebut. Skripsi penulis memfokuskan pada reformasi
birokrasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dalam kurun tahun 2014-2017
terhadap Kelurahan Pesanggrahan dengan cara peningkatan kompetensi ASN
dengan tujuan peningkatan pelayanan publik.
Jurnal dengan judul Kinerja Birokrasi Pemerintah dalam Pelayanan
Kepada Publik yang ditulis oleh Masyhudi dalam jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu
Agama, Volume 6, Nomor 1, Juni 2005. Fokus dalam jurnal ini adalah kajian
mengenai prinsip-prinsip dari birokrasi pemerintah dan suprastruktur dari tubuh
birokrasi dan tujuan mulia birokrasi pemerintah dalam menciptakan prinsip-
prinsip Good Governance. Ada perbedaan tentang jurnal ini dengan skripsi
penulis, dalam jurnal ini fokus analisanya adalah prinsip-prinsip dari birokrasi
dan tujuannya menciptakan Good Governance. Skripsi penulis memfokuskan
pada reformasi birokrasi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dalam kurun
11
tahun 2014-2017 terhadap Kelurahan Pesanggrahan dengan cara peningkatan
kompetensi ASN dengan tujuan peningkatan pelayanan publik.
E. Metode Penelitian
1. Tipe atau jenis penelitian
Metode yang digunakan peneliti adalah metode penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif analisis. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya dan bertujuan untuk mengungkapkan gejala secara
kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan
diri peneliti sebagai instrument kunci.8 Data dalam penelitian kualitatif adalah
data deskriptif yang berbentuk kata-kata, gambar-gambar, atau rekaman. Data
ini tentunya akan diuraikan secara deskriptif analisis.
2. Teknik pengumpulan data
Ada beberapa Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini, yaitu;
a. Wawancara
Sumber data yang diperoleh oleh penulis dalam penelitian ini
melalui wawancara. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung
antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk
tanya-jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik
8Nusa Putra, Metode kualitatif pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2013), h. 15.
12
responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara
verbal.9
b. Studi Literatur
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literature yang sudah
penulis siapkan yang relevan dengan judul yang akan penulis teliti.
Dimana penulis akan mengambil data yang berasal dari buku-buku,
jurnal tentang reformasi birokrasi, skripsi tentang reformasi birokrasi
di pemerintahan, jurnal tentang pembangunan politik dan reformasi
birokrasi, skripsi tentang pembangunan politik dan reformasi birokrasi,
artikel-artikel yang berkaitan dengan reformasi birokrasi di Pemerintah
DKI Jakarta tahun 2014-2017, pembangunan politik.
3. Teknik Analisis Data
Data-data yang diperoleh melalui studi literature akan dianalisis oleh
penulis dengan Teknik deskriptif analisis.
F. Sistematika Penulisan
Penulis membuat sistematika penulisan skripsi ini yang terdiri dari lima
bab, yaitu;
BAB I: Penulis menjelaskan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
9Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, h. 17.
13
BAB II: Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan penulis
sebagai acuan dalam pembuatan skripsi, yaitu Teori Reformasi Birokrasi dan
Teori birokrasi. Bab ini merupakan landasan konseptual dalam skripsi ini
BAB III: Dalam bab ini penulis akan memfokuskan pada profil
Pemerintah DKI Jakarta dan Kelurahan Pesanggrahan serta visi dan misi yang
dimiliki, serta kebijakan mengenai reformasi bidang sdm yang sudah dilakukan.
BAB IV: Penulis akan menganalisis hasil penelitian yang sudah
dilakukan. Analisis yang dilakukan yaitu Reformasi Birokrasi bidang SDM
dengan cara peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara yang dilakukan oleh
Kelurahan Pesanggrahan dan keefektifan peningkatan kompetensi ASN dalam
meningkatkan pelayanan publik.
BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini. Dalam bab ini
membahas tentang kesimpulan dan saran penelitian oleh penulis
14
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL
A. Hubungan Politik dan Birokrasi
Politik dan birokrasi pada realitanya tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lain. Politik dan birokrasi saling mengisi antara satu sama lain,
birokrasi identik dengan keteraturan, sistematis, dan kaku namun disamping itu
birokrasi merupakan garda terdepan dalam urusan pelayanan terhadap rakyat.
Birokrasi akan selalu ada didalam pemerintahan suatu negara baik di tingkat
nasional, provinsi, dan seterusnya.10
Birokrasi menekankan pada efisiensi dan kecepatan dalam mencapai
tujuan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, tujuan sebenarnya dari adanya birokrasi
adalah agar pekerjaan terselsaikan secara cepat dan terorganisir. Namun, birokrasi
di Indonesia sering diidentikan dengan kinerja yang rumit, tidak jelas, lama dalam
proses pelayanan, penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.11
Kemudian, politik pada dasarnya berkaitan dengan kekuasaan. Politik
merupakan alat untuk memaksakan kehendak suatu pihak kepada pihak lain
dengan cara-cara tertentu. Individu yang berpolitik memiliki orientasi untuk
memperoleh kekuasaan, dengan asumsi jika invidu tersebut dapat memperoleh
kekuasaan, kekuasaan tersebut akan digunakan sebagai alat untuk menanamkan
10
Ikhwani Ratna, “Reformasi Birokrasi Terhadap Penataan Pola Hubungan Jabatan
Politik Dan Karir Dalam Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau”, Jurnal Sosial
Budaya Vol.9 No. 1, (Januari-Juli 2012), h. 18. 11
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 36.
15
pengaruhnya terhadap orang lain. Misalnya suatu individu dicalonkan oleh partai
tertentu untuk menjadi anggota legislative. Setelah terpilih, individu tersebut akan
memasukan kepentingan-kepentingan dari partai yang mengusungnya, kemudian
kepentingan pribadi, kemudian kepentingan konstituen nya dalam setiap
kebijakan yang dirumuskan.
Menurut Miriam Budiardjo, politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari
seluruh masyarakat atau public goals dan bukan tujuan pribadi atau private goals.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa politik yang dijalankan oleh suatu negara
harus dilaksanakan dengan tujuan mensejahterakan rakyat dan bukan hanya
menguntungkan salah satu pihak. Singkatnya, politik adalah instrument untuk
mewujudkan tujuan-tujuan seluruh masyarakat. Konsep-konsep pokok yang
terkait dengan politik adalah:12
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pembagian kebijakan (decision making)
4. Kebijakan (policy)
5. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) kekuasaan.
Sedangkan birokrasi dapat didefinisikan sebagai kantor pemerintah atau
organisasi pemerintah,. Birokrasi juga dapat dikatakan organisasi yang dibentuk
untuk mencapai satu tujuan tertentu, terorganisir secara hirearki dengan perintah
12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 36.
16
yang tegas, pembagian kerja yang jelas, memiliki peraturan umum, karyawan
dipilih berdasarkan kompetensi. Birokrasi seperti yang sebelumnya penulis
katakan, merupakan garda terdepan dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat.13
Dalam praktiknya, birokrasi seharusnya mengutamakan kepentingan
umum, akan tetapi faktanya birokrasi di Indonesia seringkali hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu. Terbukti dengan banyaknya kasus yang
terjadi didalam tubuh birokrasi di Indonesia, seperti fenomena penerimaan suap
atau pungutan liar yang dilakukan oleh para birokrat di Indonesia.
Sistem birokrasi yang ada menempatkan birokrasi sebagai penguasa,
bukan sebagai pelayan masyarakat. Hal ini juga tidak terlepas dari para pejabat
yang berkuasa berlindung dalam kekuatan politik. Terlepas dari asumsi bahwa
politik dan birokrasi memiliki sinergi positif yang tidak dapat dibantah, di
Indonesia seringkali sinergi ini memiliki arti tersendiri, yaitu bayangan politik
secara negatif ditubuh birokrasi itu sendiri.
Birokrasi sebagai pemegang tugas utama dalam pelayanan terhadap
masyarakat sering dihadapkan dengan situasi yang dilematis, dimana birokrasi
sering dijadikan sebagai alat politik untuk memperoleh ataupun mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan. Realitanya birokrasi memang sulit terlepas dari
bayang-bayang politik, hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa banyak dari birokrat
berasal dari politisi yang juga menduduki jabatan dalam partai politik. Untuk
13
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, h. 33.
17
mengembalikan fungsi dan peran birokrasi yang sebenarnya yaitu sebagai
administrator publik maka diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Banyak pandangan tentang hubungan antara politik dan birokrasi ketika
keduanya berjalan bersama. Pandangan yang pertama bahwa birokrasi terkesan
menjadi penghambat berlangsungnya pemenuhan tujuan-tujuan politik, sedangkan
pandangan selanjutnya yaitu bahwa politiklah yang menjadi kambing hitam dari
segala permasalahan yang terjadi pada birokrasi. Politik cenderung merubah
birokrasi dari kodrat aslinya.14
Dalam pemikiran klasik, seperti terungkap dalam pemikiran Woodrow
Wilson yang tertuang dalam The Study of Administration, politik dan birokrasi
yang merupakan institusi yang mewakili dunia administrasi merupakan dua hal
yang berbeda, terpisah, dan dominatif, bagi Wilson, politik adalah urusan
formulasi kebijakan yang menjadi hak para politisi yang dipilih melalui pemilihan
umum. Sementara administrasi dengan birokrasinya merupakan persoalan
bagaimana mengimplementasikan kebijakan yang dibuat para politisi secara
efektif dan efisien.15
Sejarah mencatat bahwa pemikiran ini sangat mempengaruhi
perkembangan pemikiran generasi ilmuan administrasi publik pasca Wilson.
Sebut saja Leonard D. White, pada tahun 1926 White dengan tegas
mengungkapkan bahwa administrasi terkait dengan masalah bagaimana mengatur
14
Ikhwani Ratna, “Reformasi Birokrasi Terhadap Penataan Pola Hubungan Jabatan
Politik Dan Karir Dalam Birokrasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau”, Jurnal Sosial
Budaya Vol.9 No. 1, (Januari-Juli 2012), h. 18. 15
Alamsyah, “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal”, Jurnal
Politik dan Birokrasi Vol.2, (2003), h. 56.
18
orang-orang dan barang-barang material untuk mencapai tujuan tertentu.
Kemudian Frank J Goodnow mengatakan bahwa kendati sama-sama melekat pada
institusi pemerintahan, tetapi politik dan administrasi merupakan dua fungsi yang
berbeda. Politik adalah fungsi yang berkaitan dengan masalah expression the state
will dan administrasi adalah fungsi yang berkenaan soal the execution of these
policies.16
Pada kenyataanya, pemikiran yang diungkapkan oleh wilsonian seperti
yang disebut diatas tidak mampu mencegah terlibatnya birokrasi dalam proses
politik, asusmsi wilsonian bahwa birokrasi hanya menjadi eksekutor dan
implementor dengan kapabilitas yang mumpuni untuk menjalankan kebijakan
tanpa memiliki kepentingan politik tertentu, tidak terjadi sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh pemikir wilsonian.17
Birokrasi nyatanya bukan sekumpulan orang yang berkutat pada sebuah
sistem dan prosedur tertentu, namun birokrasi juga memiliki perbedaan
pandangan, kepentingan, nilai ataupun motivasi yang menciptakan sebuah
masalah di dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Masalah yang pada masa kini
utamanya, menimbulkan “kegaduhan” dalam proses pelayanan birokrasi kepada
masyarakat. Birokrasi cenderung terorganisir dalam proses politiknya, birokrasi
sering digambarkan sebagai institusi pemenuhan janji politik penguasa.
Maksudnya, birokrasi diisi oleh segelintir orang yang berasal dari partai politik
16
Alamsyah, “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal” , h. 57. 17
Alamsyah, “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal”, h. 58.
19
tertentu yang memenangi sebuah kontestasi politik seperti pemilihan umum
kepala daerah atau pemilihan presiden.
Birokrasi yang terorganisir menjadi birokrasi yang penuh dengan
pemakluman, yang awalnya berfungsi sebagai pelayan rakyat, kini menjadi
pelayan golongan. Pada dasarnya Birokrasi melaksanakan atau merupakan
pelaksana dari kebijakan publik, sedangkan politik sebagai aktor yang membuat
kebijakan tersebut. Sehingga, apabila pembuat kebijakan lebih mementingkan
kepentingan golongan tertentu maka alur birokrasi akan mengikutinya .
Dalam proses menjalankan suatu kebijakan, birokrasi negara tidak akan
lepas dari lingkungan politiknya, berjalan atau tidak berjalannya kebijakan akan
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan politik dari birokrasi itu sendiri.
Pengaruh pengaruh tersebut dapat berlangsung dari lingkup internal, eksternal,
resmi, ataupun non resmi. Guy Peters dalam pandangannya tentang dimensi
pengaruh politik suatu negara terhadap jalannya administrasi publik yang
dijalankan birokrasi-birokrasi negara, membaginya menjadi dua dimensi. Dimensi
yang disampaikannya berdasarkan pada sejumlah aktivitas politik yang dilakukan
seorang administrator publik, yaitu dimensi internal-eksternal, dan yang kedua
adalah formal-informal.18
Dimensi pertama, internal-eksternal, khususnya internal, menjelaskan
tentang kegiatan-kegiatan politik di dalam suatu birokrasi yang berupaya mencari
sejumlah masukan dari kelompok kepentingan, partisan, eksekutif politik, dan
18
Alamsyah, “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal”, h. 67
20
sejumlah besar sumber-sumber lain guna membuat suatu kebijakan. Pada sisi
eksternal, adalah kegiatan-kegiatan politik birokrasi yang berupaya mencapai
pemeliharaan dan perkembangan organisasi. Dimensi kedua, formal-informal,
yaitu mengenai sifat resmi dari suatu politik administrasi.19
Para administrator publik berinteraksi dengan pejabat-pejabat resmi
pemerintahan (DPR, eksekutif, perwakilan-perwakilan daerah), selain itu para
administrator publik juga bersentuhan dengan para actor politik tidak resmi seperti
tokoh-tokoh masyarakat, para pengacara, kelompok penekan, dan sejenisnya. Sifat
formal ataupun informal sulit untuk dibedakan, sebab terkadang terdapat lobi-lobi
tidak resmi antara birokrat publik dengan para anggota DPR, misalnya dalam
menjalankan suatu proyek pembangunan.
B. Teori Birokrasi
1. Definisi dan hakikat Birokrasi
a. Definisi Birokrasi
Pada awalnya, seorang biroktat (bureaucrat) adalah seorang
penulis (scribe) yang muncul pertama kali sebagai seorang professional
pada awal muncul kota Sumeria, dalam perkembangannya, berkembang ke
kekaisaran besar seperti Persia. Birokrasi berkembang ke ranah
pemerintah dan mengembangkan fungsinya. Birokrasi secara etimologi
berasal dari dua kata yaitu “bureau” yang berarti meja dan “kratia” yang
berati pemerintah. Pada awalnya penggunaan kata ini bertujuan untuk
19
Alamsyah, “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal”, h. 70
21
merujuk pada sebuah sistematika kegiatan kerja yang diatur atau
diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi.20
Seperti yang sebelumnya penulis katakan, konsep birokrasi sudah
ada sejak zaman kuno, digunakan sejak abad 18 di Eropa Barat, yang tidak
hanya menunjuk pada meja tulis, tetapi dtunjukkan kepada seorang
pegawai (office), yaitu satu tempat kerja, dimana pegawai bekerja. Term
birokrasi dikenal luas sebelum revolusi Prancis tahun 1789. Aslinya di
Prancis, bureau adalah baize, yang berarti penutup meja atau cover desk,
dalam Bahasa yunani dikenal dengan suffix kratia atau kratos yang berarti
kekuasaan (power) atau aturan (rule).21
Birokrasi merupakan konsep yang berasal dari ilmu politik yang
menunjuk pada cara pelaksanaan administrasi dan penguatan aturan-aturan
hokum yang diorganisir secara sosial. Ada empat konsep sentral dari
pengertian birokrasi.22
1. Divisi yang didefinisikan dengan baik mengenai pekerjaan
administrasi diantara person dan pegawai.
2. Suatu sistem personal dengan pola yang tetap yang berkaitan
dengan rekrutmen dan penjenjangan karier yang stabil.
20
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 33. 21
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 34. 22
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik.
22
3. Sebuah hierarki antara pegawai, otoritas, dan status
didistribusikan secara beda antarpelaku
4. Jaringan formal dan informal yang menghubungkan actor
organisasi dengan satu yang lain melalui alur informasi dan
pola koperasi.
Menurut Farel Heady, birokrasi adalah struktur tertentu yang
memiliki karakteristik tertentu yaitu hierarki, diferensiasi, dan kualifikasi
atau kompetensi. Hierarki berkaitan dengan struktur jabatan yang
berdampak pada perbedaan tugas dan wewenang diantara anggota
organisasi. Diferensiasi kemudian dimaksudkan sebaga perbedaan tugas
anggota organisasi dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kualifikasi
atau kompetensi adalah seorang birokrat harus memiliki kualifikasi atau
kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.23
Selanjutnya, Hegel dalam pandangannya mengartikan birokrasi
sebagai intitusi yang menduduki posisi organik yang netral di dalam
struktur sosial yang memiliki fungsi penghubung antara Negara yang
memanifestasikan kepentingan umum, dan masyarakat sipil yang mewakili
kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel melihat bahwa birokrasi
memiliki peran yang strategis dalam menyatukan persepsi antara
pemerintah dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.24
23
M. Harun Alrasyid, “Reformasi Birokrasi”, Jurnal Madani Edisi I, (Mei 2007), h. 4. 24
M. Harun Alrasyid, “Reformasi Birokrasi”, Jurnal Madani Edisi I, h. 4.
23
Kemudian, Berbeda dengan pendapat ahli lainnya, Karl Marx
secara tegas mengatakan bahwa birokrasi adalah sebuah organisasi yang
memiliki sifat parasit dan eksploitatif, birokrasi adalah alat bagi penguasa
untuk mengeksploitasi kelas yang dikuasai, birokrasi menurutnya memiliki
fungsi sebagai alat untuk mempertahankan status quo yang merupakan
kepentingan kaum kapital, birokrasi dibentuk dengan tujuan pemenuhan
kesejahteraan kaum penguasa.25
b. Hakikat Birokrasi
Birokrat tidak identik dengan birokrasi. Birokrat adalah anggota
satu birokrasi yang terdiri atas administrasi organisasi dan dari berbagai
bentuk, walaupun istilah birokrat mengandung arti sebagai seseorang
dalam satu institusi pemerintah atau perusahaan. Pekerjaan birokrat
merupakan pekerjaan meja (desk job) meski biroktat modern ditemukan di
lapangan. Max Weber mendefinisikan seorang birokrat sebagai berikut:26
1. Secara personal bebas dan ditunjuk untuk posisi tertentu.
2. Dia mempraktikan otoritas yang didelegasikan kepadanya dalam
kaitannya dengan aturan-aturan, dan loyalitasnya yang ditentukan
atas nama kepercayaan untuk tugas pekerjaannya.
3. Penunjukan atau pengangkatan dan penempatan pekerjaan
berdasarkan kualifikasi teknisnya
4. Pekerjaan administratifnya merupakan full time.
25
M. Harun Alrasyid, “Reformasi Birokrasi”, h. 5. 26
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 35.
24
5. Pekerjaannya dihargai dengan gaji yang regular dan prospek
pencapaian karir satu waktu tertentu.
6. Dia harus melatih pendapatnya dan keahliannya, tetapi tugasnya
adalah menempatkan semua ini pada pelayanan kepada otoritas
yang lebih tinggi.
7. Kontrol birokrasi adalah penggunaan aturan, regulasi, dan otoritas
formal untuk menuntun perilaku.
Birokrasi sejak awal merupakan lembaga yang ditempatkan diatas
masyarakat. Birokrasi selalu melayani kepentingan birokrasi, karena
sifatnya struktur dalam organisasi, terutama dalam sistem birokrasi
pemerintahan. Birokrasi menurut setiawan, adalah keseluruhan organisasi
pemerintah yang menjalankan tugas-tugas Negara dalam berbagai unit
organisasi pemerintahan di bawah kementrian dan lembaga non-
kementrian, baik di tingkat pusat maupun di daerah, seperti di tingkat
propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, bahkan pada tingkat
desa/kelurahan.27
Sehingga birokrasi dapat diartikan sebagai lembaga yang
melaksanakan pemerintahan, birokrasi memiliki sifat delegasi wewenang,
pembagian kerja, mekanisme administrasi, dan termasuk juga pelaksanaan
tugas dan pengawasannya. Birokrasi dapat dikatakan pula sebagai suatu
tatanan yang memiliki otoritas dalam mengatur dan melaksanakan tugas
27
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 36.
25
pemerintahan. Ciri dari birokrasi adalah adanya kelompok penguasa dan
metode pemerintahan.28
S. Ramachander menjelaskan bahwa apa yang menjadi pusat
perhatian dari Max Weber ialah persoalan mengenai apakah yang
membuat orang-orang mematuhi perintah dan mau melakukan apa yang
diperintahkan kepadanya, hal tersebut menjadi penting jika dalam suatu
tatanan masyarakat terjadi proses perubahan sosial yang terjadi secara
kolektif. Melihat fenomena tersebut Weber memisahkan antara kekuasaan
(power) dan kewenangan (authority), dia menjelaskan bahwa kekuasaan
merupakan kemampuan untuk memobilisasi sekelompok orang dengan
kekuatan, sedangkan wewenang diartikan sebagai perintah yang oleh
sekelompok orang dipatuhi berdasarkan kemauan nya sendiri. Sehingga
dengan membedakan dua hala tersebut, dapat menjelaskan apa faktor yang
menyebabkan sekelompok orang dapat mematuhi perintah yang diberikan
kepada nya.29
Weber menjelaskan tiga tipe otoritas yang berbeda, ketiga otoritas
tersebut yaitu pertama ialah otoritas karismatik, yaitu suatu kepatuhan
yang dibenarkan karena orang yang memberikan tatanan memiliki
beberapa kesucian atau semua karakteristik yang dikenal, dapat diartikan
bahwa seorang pemimpin yang memiliki karisma semenjak lahir atau
28
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik. 29
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 37.
26
pembawaan yang melekat pada dirinya sebagai sebuah kelebihan yang
tidak bisa diturunkan kepada orang lain adalah alat untuk menggerakan
orang orang yang dipimpinnya.
Tipe otoritas yang kedua adalah otoritas tradisional. Dalam otoritas
yang sedemikian ini, semua perintah mungkin dipatuhi karena adanya rasa
hormat terhadap pola-pola tatanan lama yang telah mapan. Dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, tipe otoritas ini mungkin tidaklah asing,
kita dapat melihat tipe otoritas ini saat prosesi pernikahan yang mengikuti
adat istiadat yang sudah berlaku sejak lama.
Selanjutnya, tipe otoritas yang ketiga adalah tipe otoritas legal,
dimana manusia mungkin percaya bahwa seseorang yang memberikan
tatanan adalah berbuat sesuai dengan tugas-tugasnya sebagaimana yang di
dalam suatu kitab undang-undang dan peraturan. Tipe otoritas ketiga ini
memiliki ciri rasional yang dibuktikan dengan semakin besarnya staf
birokratis.30
Lebih lanjut Max Weber mengemukakan menegnai legitimasi,
Weber menjelaskan bahwa legitimasi adalah dasar dari mayoritas sistem
otoritas. Kemudian menurutnya terdapat lima legitimasi yang berkaitan
erat dengan otoritas, berikut adalah lima legitimasi tersebut:31
30
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik.
31
Ali Abdul Wakhid, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam Reformasi
Birokrasi di Indonesia”, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13, (Juli-Desember 2011), h. 130.
27
1. Peraturan yang sah, maka dapat menuntut kepatuhan dari para
anggota organisasi
2. Hukum merupakan suatu sistem aturan abstrak yang ditetapkan
pada kasus tertentu, sedangkan administrasi mengurus
kepentingan organisasi dengan batasan hukum yang jelas
3. Manusia yang menjalankan otoritas, juga memiliki tatanan
impersonal
4. Hanya anggota yang taat yang benar-benar mematuhi hukum
5. Kepatuhan seharusnya tidak kepada tatanan impersonal yang
menjaminnya untuk menduduki jabatan
2. Tipe Ideal Birokrasi Max Weber
Dalam pandangannya, Weber melihat bahwa birokrasi merupakan
bentuk organisasi yang paling baik sebagai alat penerapan kewenangan yang
legal, jika wewenang legal membutuhkan suatu pemerintahan berdasarkan
hukum dan bukan berdasarkan preferensi manusia, maka birokrasi bisa
dianggap sebagai suatu organisasi posisi/jabatan, dan bukan organisasi
manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa birokrasi merupakan organisasi
hierarkis yang didalamnya terdapat jabatan dan pembagian tugas kerja yang
jelas.
Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang
menjelaskan bahwa suatu birokrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti,
dimana semua fungsi dijalankan dengan cara-cara yang rasional. Ada empat
28
tipe birokrasi ideal yang diungkapkan oleh Weber, berikut ini adalah keempat
tipe tersebut:32
a. A hirarchial structure involving delegation of authority from the top the
bottom of an organization
b. A series of officials positions officer, each having prescribed duties and
responsibilities
c. Formal rules, regulation and standards governing operations of the
organization and behavior of its members
d. Tehnically qualified personal employed on a career basis, with
promotion based on qualification and performance
Menurut Weber tipe ideal birokrasi rasional dapat diimplementasikan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu pertama, individu pejabat
merupakan individu yang bebas akan tetapi dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, pejabat tidak diperbolehkan menggunakan jabatannya untuk
pmenuhan keperluan pribadi atau keluarganya. Kedua, jabatan-jabatan
tersebut disusun secara hierarki dari atas ke bawah dan kesamping, dengan
konsekuensi terdapat perbedaan jabatan, ada atasan dan bawahan, ada pula
yang memiliki wewenang lebih besar dan ada pula yang memiliki wewenang
lebih kecil. Ketiga, tugas dan fungsi masing-masing jabatan yang terbentuk
pada hierarki tesebut memiliki tupoksi kerja yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya.
32
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 38.
29
Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus
dijalankan. Dimana kontrak tersebut menjadi acuan dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya. Kelima setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi
profesionalitasnya, seleksi dilakukan dengan ujian yang kompetitif. Keenam,
setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiunn sesuai
dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya, setiap pejabat bisa
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan
keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam kondisi tertentu.
Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan
promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang
objektif. Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak diperbolehkan
menjalankan jabatan dan sumber daya instansinya untuk kepentingan
personal. Kesembilan, setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan
pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.33
Selanjutnya, Weber mengilustrasikan birokrasi sebagai suatu institusi
yang tidak berdiri sendiri, tetapi selalu terkait dengan legitimasi dan otoritas,
seperti yang sebelumnya sudah penulis jelaskan. Dengan konsep “ideal type
of organization”, ia menuliskan birokrasi sebagai badan administrasi pejabat
33
Ali Abdul Wakhid, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam Reformasi
Birokrasi di Indonesia”, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13, (Juli-Desember 2011), h. 128.
30
yang diangkat. Weber menjelaskan beberapa ciri dari birokrasi, ciri-ciri
tersebut diantara lain adalah sebagai berikut:34
a. Adanya pembagian kerja, hubungan kewenangan dan tanggung jawab
yang didefinisikan secara jelas
b. Kantor diorganisasikan secara hierarki atau adanya rangkaian komando
c. Pejabat manajerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan
dengan pendidikan dan ujian
d. Peraturan dan pengaturan mengarah pada pelaksanaan pekerjaan
e. Hubungan antara manajer dengan karyawan berbentuk impersonal
f. Pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat
Dengan melihat karakteristik birokrasi yang telah disebutkan diatas,
birokrasi dapat berfungsi secara efektif dan efisien dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Model birokrasi Weber tersebut mengasumsikan bahwa
birokrasi menjalankan fungsi administratif dari kebijakan publik yang
dihasilkan oleh proses politik yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan,
bukan birokrat karier.
Dengan dipisahkannya antara administrasi dengan proses politik
tersebut, diharapkan terciptanya birokrasi yang netral dalam proses politik,
sehingga seorang birokrat dapat secara penuh mengabdi kepada rakyat dan
bukan menjadi abdi untuk kelompok politik tertentu.
34
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 38.
31
Menurut Weber tipe yang diungkapkannya tidak melihat objektivitas
dari esensi birokrasi, dan juga tidak menghasilkan suatu penjelasan yang benar
dari konsep birokrasi secara keseluruhan, tipe ideal yang digambarkan oleh
Weber merupakan konstruksi yang diharapkan dapat menjawab masalah pada
suatu kondisi tertentu. Tipe ideal tersebut berfungsi untuk membandingkan
birokrasi antara organisasi satu dengan lainnya.35
Bentuk ideal birokrasi menurut Weber dalam realitanya tidak mudah
untuk diimplementasikan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh beberapa
factor, yaitu:36
a. Manusia birokrasi tidak selalu ada (exist) hanya untuk organisasi
b. Birokrasi sendiri tidak peka terhadap perubahan sosial
c. Birokrasi dirancang untuk semua orang sehingga menjadi lebih sulit
d. Dalam kehidupan sehari-hari manusia birokrasi berbeda dalam
kecerdasan, kekuatan, pengabdian, dan sebagainya, sehingga mereka
dalam kinerja dan fungsinya tidak dapat ditukar atau diganti antara satu
dengan yang lainnya
Karakter birokrasi semacam ini disebut sebagai organizational slack
yakni organisasi birokrasi yang bersifat patrimonial, maksudnya birokrasi
yang dibentuk oleh sejarah dan realita perpolitikan yang berjalan dalam
langgam otoritarian, sangat aktif dalam mengambil peran inisiatif dan
35
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 39. 36
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara, (Jakarta:
Belantika, 2004), h. 64.
32
dianggap sangat mengerti dalam penyusunan kebijakan publik dengan
orientasi vertikal melalui jaringan korporatis yang menggantung keatas.37
C. Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi adalah konsep utama bagi pembenahan kondisi
penyelenggaraan pemerintah yang tidak baik. Melalui reformasi birokrasi
dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggara pemerintahan yang tidak
efektif dan efisien. Dengan reformasi birokrasi, penyelenggaraan pemerintah
diharapkan dapat berjalan sesuai dengan hakekatnya dan dapat menjadikan
birokrasi sebagai abdi masyarakat yang seutuhnya, tanpa pengaruh proses politik
atau aktor politik yang menjadikan birokrasi sebagai alat kekuasaan seperti apa
yang telah menjadi paradigma kebanyakan masyarakat.38
Kata reformasi diarahkan pada terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan
clean government, reformasi yang dimaksud diarahkan pada perubahan
masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian
kearah yang lebih baik. Khan memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha
perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur,
tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Sehingga dapat dikatakan bahwa reformasi bukan hanya sebuah proses
dan prosedur, akan tetapi reformasi yang dimaksud terkait dengan perubahan pada
tingkat struktur dan tingkah laku. Arah yang akan dicapai reformasi antara lain
37
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara. 38
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h. 83.
33
adalah pelayanan masyarakat yang efisien dan efektif, oleh karena itu reformasi
mengikat terhadap struktur yang ada didalam birokrasi tersebut untuk melakukan
perubahan secara komprehensif dan dinamis menuju birokrasi yang ideal dan
lebih baik.39
Selanjutnya, birokrasi seperti yang sudah penulis paparkan sebelumnya,
birokrasi merupakan sebuah lembaga yang diberikan mandat untuk menjalankan
sebuah pemerintahan, bekerja sesuai dengan aturan dan memiliki nilai kerja yang
jelas demi terciptanya pelayanan publik yang baik. Birokrasi diisi oleh pejabat
karir yang harus memiliki sifat netral, setia, kompeten, dan terutama memiliki
kesetiaan dan ketaatan pada Negara, pemerintah, dan masyarakat.
Birokrasi yang dicirikan sebagai sebuah lembaga pelayanan publik
seringkali berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, perubahan sosial dan
politik juga dapat mempengaruhi kinerja birokrasi pemerintah. Seperti contoh
birokrasi yang patrimonial dan korporatis, terbentuk dari sejarah dan realita
politik yang bekerja dalam langgam otoritarian, birokrasi bekerja sesuai dengan
kepentingan penguasa ketimbang memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap
masyarakat.40
Kemudian, mengingat bahwa birokrasi merupakan alat utama dalam
menjalankan pemerintahan dan tentunya alat untuk mencapai pelayanan terbaik
bagi masyarakat. Maka reformasi birokrasi perlu dilakukan terhadap birokrasi
39
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 84. 40
Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara, (Jakarta:
Belantika, 2004), h. 67.
34
yang bermasalah. Sehingga birokrasi pemerintah dapat berjalan sesuai dengan apa
yang sudah dijelaskan oleh Weber tentang tipe ideal birokrasi.
Reformasi birokrasi dapat dipicu oleh beberapa faktor, menurut Miftah
Thoha, ada empat faktor yang mendorong terjadinya reformasi birokrasi
pemerintah yaitu:41
1. Adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan dan pembaharuan
2. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional
3. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global
4. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen
pemerintahan
Reformasi birokrasi dalam pembangunan sistem administrasi memerlukan
strategi dan program yang terarah dalam proses perubahannya, sehimgga birokrasi
dapat mencapai fungsi terbaiknya baik dalam memberikan pelayanan terhadap
masyarakat, perubahan tersebut perlu meliputi:42
1. Aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku
birokrasi, yang mengarah pada pencapaian tujuan Negara dan bangsa
2. Struktur kelembagaan negara dan masyarakat pada setiap satuan
wilayah
3. Proses manajemen dalam keseluruhan fungsinya, baik dinamika
kegiatan maupun entitas publik dan private
41
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, (Jakarta: Kencana,
2008), h. 106. 42
Rumzi Samin, “Reformasi Birokrasi”, Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2 No. 2, ( 2011), h.
180
35
4. Sumber daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak dan
kewajiban serta tanggung jawab tertentu
Dalam konteks praktik pemerintah di DKI Jakarta, isu reformasi birokrasi
ini menjadi sangat relevan khususnya dalam mempercepat krisis multidimensi
yang belum selesai, sistem birokrasi di ibukota yang menjadi pilar pelayanan
publilk menghadapi masalah yang sangat fundamental. Sistem administrasi
pemerintah seringkali memiliki struktur, norma, nilai, dan regulasi yang
cenderung berorientasi pada pemenuhan kepentingan penguasa daripada
pemenuhan hak dasar masyarakat yaitu pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik tergolong rendah, tata kelola pengadaan barang
dan jasa pemerintah banyak menimbulkan kerugian. Belum lagi kasus yang lebih
memalukan seperti pungutan liar (pungli) dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah DKI Jakarta. Seringkali aparatur Negara dianggap sebagai orang yang
tidak tahu apa yang sebenarnya hal yang perlu dia lakukan, lebih banyak
mementingkan urusan pribadi ketimbang kepentingan umum yang memang
menjadi kewajiban dari birokrasi pemerintah.
Dalam aspek politik, isu reformasi birokrasi penting untuk diteliti
dikarenakan birokrasi pemerintah Indonesia baik pusat dan di daerah memberikan
sumbangsih besar atas terpuruknya bangsa Indonesia dalam kurun waktu yang
36
cukup lama, birokrasi yang dibangun sebelum era reformasi telah membangun
budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.43
D. Peraturan Presiden Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi pada dasarnya dapat dilakukan jika pemerintah baik
pusat maupun daerah memiliki komitmen yang kuat dalam menciptakan birokrasi
yang baik. Menciptakan kualitas dan lingkungan birokrasi yang baik memiliki
premis “jika birokrasi baik, maka pelayanan publik baik. Jika pelayanan publik
baik maka masyarakat puas, masyarakat puas maka pemerintah dianggap
berhasil”.
Kemudian, wujud dari komitmen tersebut yaitu berupa peraturan atau
undang-undang yang mengikat, sehingga reformasi birokrasi benar-benar perlu
untuk dijalankan. Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
lahir sebuah peraturan berbentuk Grand Design yang ditujukan sebagai pedoman
dalam melakukan reformasi birokrasi pemerintahan baik di tingkat pusat ataupun
daerah, yaitu Peraturan presiden No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Dalam penjelasannya, tujuan dari dibuatnya peraturan tersebut merupakan
upaya dalam mempercepat tata kelola pemerintah yang baik dengan cara
reformasi birokrasi. Refromasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan
besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Selain itu,
43
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 85.
37
reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa
Indonesia dan menyongsong tantangan abad ke-21. Dengan harapan yaitu:44
1. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan
kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan
2. Menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy
3. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat
4. Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan semua segi tugas
organisasi
5. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam
menghadapi globalisasi dan dinamikaperubahan lingkungan strategis
Menurut PP No.81 tahun 2010, reformasi birokrasi berkaitan dengan
ribuan proses tumpang tindih antarfungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan
pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Selain itu, reformasi
birokrasi pun perlu menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga
terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap,
konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir diluar kebiasaan atau rutinitas yang
ada, perubahan paradigma, dan dengan upaya luar biasa.
Oleh karena itu, reformasi birokrasi nasional perlu merevisi dan
membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek
manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi
pemerintah dengan paradigma dan peran baru. Upaya tersebut membutuhkan
44
Perpres No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
38
suatu grand design atau road map reformasi birokrasi yang mengikuti dinamika
perubahan penyelenggaraan pemerintahan sehingga menjadisuatu living
document.
Grand design yang dibentuk pada masa pemerintahan presiden SBY
merupakann rangkaian induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi
birokrasi nasional untuk kurun waktu 2010-2025. Sedangkan yang dimaksud
dengan road map reformasi birokrasi adalah bentuk operasionalisasi grand design
reformasi birokrasi yang disusun dan dilakukan setiap lima tahun sekali dan
merupakan rencana rinci reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan
selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas.
Grand design yang dibentuk pada masa pemerintahan presiden SBY
merupakan bentuk penyempurnaan dari Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008
tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dan Permenpan Nomor:
PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan reformasi
Birokrasi di Lingkungan Kementrian/Lembaga/ pemerintah daerah.
E. Kerangka Berfikir
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan kerangka berfikir
bahwa birokrasi di Kelurahan Pesanggrahan perlu untuk mencapai hakikat
birokrasi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Weber, menurutnya bahwa
39
seorang birokrat harus dipilih atau diangkat sesuai dengan kompetensi atau
kualifikasi teknisnya.45
Lalu masih menurut Weber, seorang birokrat juga harus melatih
pendapatnya dan keahliannya, kemudian mendedikasikan keseluruhan dari
keahliannya kepada otoritas yang lebih tinggi yaitu masyarakat. Kemudian
birokrat yang demikian perlu untuk mendapatkan gaji dan tunjangan yang sesuai
agar birokrat dapat bekerja dengan baik dan menghindari penyakit birokrasi
seperti melakukan tindakan korupsi.
Selain itu penulis juga merujuk pada perkataan Weber mengenai hambatan
untuk mencapai birokrasi yang baik, yaitu seorang birokrat dalam keseharian dan
tingkat jabatannya memiliki perbedaan dalam tingkat kecerdasan sehingga dalam
menjalankan fungsinya, para birokrat tidak dapat ditukar antara satu dengan yang
lainnya. Hal ini juga dapat dilihat dengan observasi awal penulis bahwa terjadi
kesenjangan antara pejabat eselon IV dan staf di Kelurahan Pesanggrahan,
sehingga tidak dapat membantu fungsi antara sesama birokrat.
Dalam tujuannya mencapai birokrasi yang sesuai dengan hakikatnya,
kebutuhan akan pembaharuan dan perbaikan SDM aparatur sangat diperlukan
terutama dalam upaya peningkatan kompetensi SDM. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Miftah Thoha, bahwa salah satu faktor dari terjadinya reformasi
birokrasi adalah Adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan dan
45
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 35.
40
pembaharuan. Begitu pula dengan kebutuhan untuk memperbaharui dan merubah
kompetensi aparatur di Kelurahan Pesanggrahan.46
Kemudian dalam menentukan apa yang dimaksud dengan kompetensi
SDM aparatur, penulis merujuk pada pendapat Suwatni, bahwa Secara umum
kompetensi adalah sebuah kombinasi anatara keterampilan (skill), atribut personal
serta pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job
behavior) yang dapat diamati, diukur, dan dievaluasi. Kompetensi terdiri atas lima
karakteristik yaitu: 47
1. Knowledge, informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.
Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena turut
menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan tugas yang diberikan
2. Skills, kemampuan untuk melakukan atau melaksanakan tugas tertentu
baik secara fisik maupun mental.
3. Self Concept, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan
nilai ini dapat diukur melalui tes
4. Traits, watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu.
5. Motives, sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga
ia melakukan tindakan.
Merujuk pada pertanyaan tersebut, penulis ingin mengetahui apakah
aparatur Kelurahan Pesanggrahan memiliki karakteristik kompetensi yang
46
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, h. 106 47
Suwatni dan Doni Juni, Manajemen SDM, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 174.
41
khususnya terkait dengan knowledge dan skill. Karena seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, bahwa kualifikasi dari seorang birokrat akan
mempengaruhi hasil dari kinerjanya terhadap pelayanan publik.
42
Gambar 3.1
Lambang Provinsi DKI Jakarta
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Kelurahan Pesanggrahan
Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia, terletak di pulau Jawa,
Jakarta menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian Indonesia.
Dengan predikatnya sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi kota megapolitan
yang padat dan memiliki tingkat pertumbuhan manusia yang tinggi, arus mobilitas
yang tinggi berasal dari Jakarta ataupun masyarakat yang berasal dari daerah di
sekitar Ibukota.
Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5 wilayah administratif, yaitu kota
administratif Jakarta Pusat dengan luas wilayah 48,1 km, kota administratif
Jakarta Utara dengan luas wilayah 146,7 km, kota administratif Jakarta Barat
dengan luas wilayah 129,5 km, kota administratif Jakarta Selatan dengan luas
wilayah 141,3 km, kota administratif Jakarta Timur dengan luas wilayah 188,0
Sumber: Jakarta.go.id
43
km, dan yang terakhir adalah kabupaten administratif kepulauan Seribu dengan
luas wilayah 8,7 km.48
Sehingga jika ditotal keseluruhan wilayah, maka provinsi DKI Jakarta
memiliki luas wilayah sebesar 662,33 km. Seperti daerah otonom lain, DKI
Jakarta memiliki kecamatan dan kelurahan, dari kelima wilayah adiministratif
diatas jumlah kecamatan dan kelurahan dapat diuraikan sebagai berikut, Jakarta
Pusat memiliki 8 Kecamatan dan 44 Kelurahan, Jakarta Utara memiliki 6
Kecamatan dan 31 Kelurahan, Jakarta barat memiliki 8 Kecamatan dan 56
Kelurahan, Jakarta Selatan memiliki 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan, Jakarta
Timur memiliki 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan, dan Kepulauan Seribu memiliki
2 Kecamatan dan 6 Kelurahan.49
48
BPS DKI Jakarta, Jakarta Dalam Angka Tahun 2017, diunduh 15 Agustus 2018 49
BPS DKI Jakarta, Jakarta Dalam Angka Tahun 2017, diunduh 15 Agustus 2018
sumber: bpbd.jakarta.go.id
Gambar 3.2
Peta Provinsi DKI Jakarta
44
Kemudian, Kelurahan Pesanggrahan yang merupakan objek penelitian dari
penulis berada dalam wilayah kota administrasi Jakarta Selatan, Kelurahan
Pesanggrahan merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pesanggrahan, dan
berada dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kelurahan
Pesanggrahan berlokasi di jalan pesanggrahan raya nomor 1, Jakarta Selatan.
Kelurahan Pesanggrahan memiliki populasi sebanyak 33.536 Jiwa.50
Kelurahan Pesanggrahan berbatasan langsung dengan empat Kelurahan
yang berada dalam satu wilayah Kecamatan, keempatnya adalah Kelurahan
Bintaro, Kelurahan Ulujami, Kelurahan Petukangan Utara, dan Kelurahan
Petukangan Selatan. Kelurahan Pesanggrahan saat ini dipimpin oleh Lurah Hj.
Saryati S.Sos. dan memiliki ASN sebanyak 14 orang, Pekerja Prasarana Sarana
50
http://selatan.jakarta.go.id/page-lurah, diakses 26 Agustus 2018
Gambar 3.3
Lokasi Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: http://selatan.jakarta.go.id/pesanggrahan/
45
Umum (PPSU) 69 orang.51
Dalam kinerjanya melayani masyarakat, Kelurahan
Pesanggrahan memiliki motto kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas.
Kelurahan Pesanggrahan memiliki visi dan misi sebagai berikut:52
1. Visi
Solusi inrestasi dan perizinan di Jakarta
2. Misi
51
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, tanggal 21 Agustus 2019 52
http://selatan.jakarta.go.id/pesanggrahan/, diakses 26 Agustus 2018
Gambar 3.4
Struktur Organisasi Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: http://selatan.jakarta.go.id/pesanggrahan/
46
a. Meningkatkan nilai inrestasi melalui promosi, penyempurnaan
peraturan dan pengendalian pelaksanaan penanaman modal dengan
memanfaatkan sistem teknologi informasi
b. Meningkatkan kualitas perizinan
c. pengadaan masyarakat dengan berbasis quick response
d. Melakukan peningkatan kapasitas aparatur
e. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai dan handal
Dalam meningkatkan pelayanan publik, Kelurahan Pesanggrahan memiliki
beberapa fasilitas yaitu ruang laktasi, perpustakaan, dan ruang bermain anak.
Kelurahan Pesanggrahan juga berada didalam satu area yang sama dengan kantor
kecamatan pesanggrahan, pos pemadam kebakaran, dan rumah sakit umum daerah
pesanggrahan.
Gambar 3.5
Kantor Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
47
B. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada staf
Kelurahan Pesanggrahan dapat dilihat bahwa Kelurahan Pesanggrahan memiliki
jumlah penduduk sebagai berikut.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kelurahan
Pesanggrahan berjumlah 33.536 jiwa. Menurut sumber yang sama, terdapat dua
warga negara asing yang tinggal di wilayah Kelurahan Pesanggrahan, keduanya
berasal dari negara Australia dan merupakan pegawai disalah satu perusahaan
swasta.
C. Sumber Daya ASN Kelurahan Pesanggrahan
Kelurahan Pesanggrahan memiliki 14 ASN yang terdiri dari pejabat eselon
IV A, eselon IV B, dan staf kelurahan, selain itu Kelurahan Pesanggrahan juga
memiliki satu petugas non ASN, berikut ini adalah jumlah aparatur Kelurahan
Pesanggrahan berdasarkan jenis kelamin:
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
Laki-Laki 16.823
Perempuan 16.711
Jumlah Total 33.536
Tabel 3.1
Penduduk Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: Wawancara dengan Siti Fatimah, Staf
Kelurahan Pesanggrahan
48
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa aparatur Kelurahan Pesanggrahan
terdiri dari 6 perempuan dan 8 laki-laki, dan terdapat satu orang Laki-Laki yang
merupakan petugas non-ASN atau Pengadaan Tenaga Penyedia Jasa Lainnya
Orang Perorangan (PJLP), kemudian dari penjelasan tersebut, aparatur Kelurahan
Pesanggrahan dapat diklasifikasikan jabatan dan pendidikannya seperti yang ada
pada tabel dibawah ini
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Aparatur Kelurahan Pesanggrahan
memiliki tingkat pendidikan yang berbeda, terutama tingkat pendidikan antara staf
kelurahan dengan pejabat eselon IV A ataupun IV B, peneliti pada bab
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki 8 Orang
Perempuan 6 Orang
Jabatan
Pendidikan
SMP SMA Strata 1
Eselon IV A - - 1
Eselon IV B - - 4
Staf 1 5 3
Tabel 3.2
Jenis Kelamin ASN Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: Wawancara dengan Siti Fatimah, Staf
Kelurahan Pesanggrahan
Tabel 3.3
Tingkat Pendidikan dan Jabatan
Sumber: Wawancara dengan Siti Fatimah, Staf
Kelurahan Pesanggrahan
49
selanjutnya akan menjelaskan bagaimana kompetensi ASN Kelurahan
Pesanggrahan mengalami kesenjangan diantaranya karena tingkat jabatan yang
tidak dapat mengikuti pendidikan dan latihan.
50
BAB IV
REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM KELURAHAN
PESANGGRAHAN
A. Kompetensi dan Hakikat Birokrasi
Kompetensi sumber daya manusia aparatur didalam birokrasi sangat
berpengaruh pada kualitas pelayanan publik, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, pada hakikatnya seorang birokrat yang menduduki jabatan tertentu
harus memiliki kompetensi teknis yang sesuai dengan bidang kerjanya.53
Pengembangan kompetensi ASN kelurahan sangat diperlukan dalam
upaya meningkatkan kualitas kinerja, selain itu ketersediaan sumber daya manusia
didalam sebuah organisasi harus memiliki volume yang sesuai dengan beban kerja
organisasi tersebut. Jika aparatur kelurahan terbatas maka kinerjanya tidak akan
optimal.
Peningkatan kompetensi ASN merupakan pelaksanaan dari reformasi
birokrasi yang memiliki tujuan untuk memastikan kualitas aparatur memenuhi
kualifikasi dan memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh organisasi, hal ini
diharapakan selaras dengan optimalnya kinerja aparatur terhadap instansi dimana
dia bekerja. Selain itu peningkatan kompetensi aparatur kelurahan juga merupakan
sebuah keharusan dalam menghadapi perubahan secara nasional maupun global.
53
I Nyoman Sumaryadi, Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik, h. 35.
51
Dalam konteks Kelurahan Pesanggrahan, kompetensi ASN harus
mengikuti standar yang ditentukan oleh Pemerintah DKI Jakarta yang dituangkan
dalam Pergub Nomor 287 Tahun 2016. Kompetensi menurut Pergub Nomor 287
Tahun 2016, kompetensi adalah kemampuan kerja setiap sumber daya manusia
yang mencakupaspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang mutlak
diperlukan dalam melaksanakan tugasnya.54
Kemudian merujuk pada peraturan yang sama, kompetensi seluruh ASN
Pemerintah DKI Jakarta harus meliputi lima kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi fungsional, berkaitan dengan pelayanan fungsional
dimana berdasar pada keahlian dan keterampilan tertentu
2. Kompetensi teknis, kompetensi ini diukur dari spesialisasi pendidikan,
pelatihan teknis fungsional dan pengalaman kerja teknis
3. Kompetensi manajerial, kompetensi yang diukur berkaitan dengan
tingkat pendidikan, pelatihan struktural dan pengalaman
kepemimpinan
4. Kompetensi sosial kultural, kompetensi ini diukur dari pengalam kerja
yang berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku,
dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan
5. Kompetensi pemerintahan, diukur melalui tingkat pendidikan,
pelatihan teknis pemerintahan dan pengalaman tata kelola
pemerintahan
54
Peraturan Gubernur Nomor 287 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 11.
52
Menurut Malayu Hasibuan, dasar dari pengembangan aparatur adalah
upaya peningkatan aparatur baik secara teknis, teoritis, konseptual, dan moral
aparatur sesuai dengan bidang kerja masing-masing, tujuan dari pengembangan
aparatur adalah meningkatkan produktivitas kerja yang diberikan.55
Kemudian
menurut Pergub Nomor 287 Pasal 1 Ayat 12, pengembangan kompetensi aparatur
adalah upaya untuk meningkatkan SDM melalui pendidikan dan latihan, seminar,
kursus, dan penataran.56
Merujuk pada pernyataan diatas, maka perlu bagi ASN dalam hal ini ASN
Kelurahan Pesanggrahan untuk memiliki kompetensi yang sesuai dan berkualitas
dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai administrator di wilayah
Kelurahan Pesanggrahan. Dengan demikian kompetensi yang baik dapat
mengembalikan birokrat sesuai dengan hakikatnya.
Selain Kompetensi, Weber juga mengungkapkan bahwa kompetensi yang
dimiliki oleh seorang birokrat perlu untuk dilatih dan didedikasikan bagi
masyarakat, mengacu pada pernyataan tersebut maka penulis berpendapat bahwa
hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika Kelurahan Pesanggrahan
memiliki standar kerja.
Kelurahan Pesanggrahan yang merupakan bagian dari wilayah
administrasi Pemerintah DKI Jakarta, memiliki pedoman kerja yang dituangkan
dalam Peraturan Gubernur Nomor 286 Tahun 2016. Dalam Pergub Nomor 286
55
Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2007), h. 69. 56
Peraturan Gubernur Nomor 287 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 12
53
Tahun 2016 dikatakan bahwa kelurahan mempunyai tugas membantu walikota
yang diberikan mandat kerja oleh gubernur, dan kelurahan harus
mengkoordinasikan pelaksaan tugas pemerintahan daerah di wilayah kelurahan.
Dalam Pergub ini juga dijelaskan bagaimana aparatur kelurahan perlu
menjalankan fungsi tugas yang dimandatkan.
Tugas kelurahan tersebut tertuang dalam pasal 56 ayat 2 yaitu sebagai
berikut:
1. Penyusunan bahan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran
kota administrasi
2. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran kota
administrasi
3. Pelaksanaan kegiatan kelurahan
4. Pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana umum
5. Pemberdayaan masyarakat kelurahan
6. Pelayanan masyarakat
7. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
8. Pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup dan kebersihan,
kesehatan lingkungan, dan komunitas
9. Pengawasan rumah kost dan kontrakan
10. Perawatan taman interaktif
11. Pembinaan rukun warga dan rukun tetangga
12. Pelaksanaan koordinasi dengan lembaga musyawarah kelurahan
13. Pengembangan dan pembinaan kesehatan masyarakat
54
14. Penyediaan penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan prasarana dan
sarana kerja
15. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang kelurahan
16. Pengelolaan kearsipan, data dan informasi kelurahan
17. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
Dalam melaksanakan tugas tersebut Kelurahan Pesanggrahan sesuai dengan
Peraturan Gubernur Nomor 286 Tahun 2016, kelurahan diduduki oleh beberapa
pejabat eselon IV yang diantaranya adalah lurah, sekertaris lurah, seksi
pemerintahan, ketentraman dan ketertiban, seksi kesejahteraan rakyat, dan seksi
perekonomian, pembangunan dan lingkungan hidup.
“Kelurahan Pesanggrahan mengikuti standar kerja yang ada dipergub, kita
kerja sesuai dengan itu, semuanya mengikuti instruksi pimpinan, Cuma
kalau dibagian PTSP ya masih kurang orang, makanya ada tenaga
penunjang, dari kecamatan juga ada satu orang, dari PJLP satu orang
juga”57
Berdasarkan hasil penelitian pada birokrasi Kelurahan Pesanggrahan,
diperoleh informasi bahwa jumlah ASN di Kelurahan Pesanggrahan belum
mencukupi untuk memenuhi beban kerja yang ada, masih terdapat satu posisi di
pelayanan terpadu satu pintu kelurahan yang diisi oleh tenaga dari pengadaan
tenaga penyedia jasa lainnya orang perorangan atau PJLP, PJlP adalah istilah baru
yang digunakan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga penunjang di kelurahan.
Dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi bidang SDM untuk
menciptakan kualitas pelayanan publik yang baik maka diperlukan konsep
57
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
55
pengembangan sumber daya aparatur dalam hal ini ASN Kelurahan
Pesanggrahan. Pengembangan tersebut dapat diartikan sebagai usaha dalam
mempersiapkan aparatur sehingga dapat bekerja sesuai dengan peran yang
diberikan oleh kelurahan.
Keadaan birokrasi yang masih dalam upaya reformasi sering digambarkan
negatif misalnya birokrasi yang tidak rapih dengan prosedur yang panjang dan
bertele-tele. Hal inilah yang menyebabkan birokrasi tidak efisien dalam
melakukan tugas yang telah diberikan untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga
untuk menghindari hal tersebut diperlukan komitmen dalam pengembangan SDM
aparatur Kelurahan Pesanggrahan.
Berdasarkan pengamatan peniliti, ditemukan bahwa birokrasi Kelurahan
Pesanggrahan memiliki komitmen yang cukup kuat dalam upaya nya
mengembangkan SDM aparatur kelurahan. Hal ini dapat dilihat dengan cukup
sigapnya pelayanan terhadap masyarakat, pelayanan yang baik pada meja
pelayanan terpadu satu pintu. (PTSP) kelurahan. Hanya saja memang seringkali
pelayanan individu per individu masih dirasakan lambat dikarenakan jumlah
aparatur masih kurang dari beban kerja yang ada.
Dalam konsep reformasi birokrasi yang dituangkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2010 terdapat empat pilar dalam pelaksaan reformasi
birokrasi SDM apartur yakni:58
1. Terwujudnya pemerintahan yang efektif dan efisien
58
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
56
2. Terciptanya SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif
3. Pemerintahan yang terbuka dan melayani
4. Aparatur pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel
Keempat pilar ini merupakan sasaran reformasi birokrasi yang juga
digunakan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam upaya pengembangan SDM
aparatur, yang dalam hal ini pengembangan SDM aparatur Kelurahan
Pesanggrahan, dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 286 Tahun 2016,
Standar kerja aparatur kelurahan diatur agar keempat pilar tersebut dapat
terpenuhi dan aparatur kelurahan dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap
masyarakat.
Kemudian, selain meningkatkan kompetensi dari ASN peneliti menemukan
bahwa peningkatan kompetensi aparatur dapat benar-benar berimplikasi terhadap
kinerja pelayanan publik jika dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup dari
aparatur itu sendiri. Dalam menciptakan aparatur yang bersih dari KKN maka
diperlukan adanya peningkatan kesejahteraan aparatur.
Peningkatan kesejahteraan ASN dalam reformasi birokrasi dapat dilakukan
dengan memperbaiki struktur penggajian, pemberian tunjangan, penyempurnaan
sistem pensiun serta peningkatan jaminan kesehatan untuk aparatur dan
pensiunan. Pendekatan dengan cara meningkatkan kesejahteraan aparatur
sangatlah penting bagi upaya pengembangan SDM aparatur.
Menurut Weber ketika birokrat telah memiliki kompetensi dan kualifikasi
yang dibutuhkan oleh suatu organisasi maka perlu untuk mendapatkan gaji dan
57
tunjangan yang sesuai agar birokrat dapat bekerja dengan baik dan menghindari
penyakit birokrasi seperti melakukan tindakan korupsi.
Hal ini pula yang disampaikan oleh sekertaris Kelurahan Pesanggrahan saat
diwawancarai mengenai kompetensi ASN kelurahan, berikut ini adalah kutipan
dari pernyataan sekertaris kelurahan
“kompetensi pejabat eselon IV disini sudah sesuai dengan bidang kerja nya,
tapi yang cukup penting itu kualitas hidup pegawainya, nah kualitas
hidupnya sudah baik, sistem penggajian sudah baik dari pusat, jadi kita lebih
semangat kerjanya juga. Sekarang orang-orang yang pasukan orange itu saja
sejak 2014 gaji nya meningkat, dan mendapat tunjangan kesehatan,
keluarganya juga dapat, jadi kualitas hidupnya membaik”59
Bersamaan dengan meningkatnya kesejahteraan aparatur, hal tersebut perlu
diikuti dengan penegakan hukum yang keras. Sistem Reward and Punishment
harus berjalan bersamaan dan penegakannya harus tegas. Sehingga kinerja
aparatur dapat berjalan sesuai dengan empat pilar reformasi birokrasi yang
tertuang dalam Peraturan presiden Nomor 81 Tahun 2010.
Berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, maka Kelurahan Pesanggrahan berkomitmen untuk melakukan
perbaikan dalam sektor pelayanan diantaranya:60
1. Prosedur pelayanan yang sesuai dengan standar kerja Pemerintah DKI
Jakarta, mempercepat proses pelayanan masyarakat dengan
mengoptimalkan pelayanan terpadu satu pintu sehingga mempermudah
segala perizinan
59
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019 60
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
58
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dengan adanya sertifikasi dari
Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan (DIKLAT PIM) ataupun
sertifikasi manajemen keuangan daerah
3. Penindakan secara tegas terhadap praktik pungutan liar dalam bentuk
pemberhentian kerja.
B. Peningkatan Kompetensi ASN Kelurahan Pesanggrahan (Skill &
Knowledge)
Salah satu indikator dalam memperbaiki kualitas birokrasi kelurahan
adalah dengan meningkatkan kompetensi ASN kelurahan tersebut. Kualifikasi
seorang aparatur mempengaruhi kinerja yang diberikan kepada bidang yang
dikerjakan, jika kualifikasi aparatur tidak memenuhi bidang kerjanya maka akan
menghasilkan hasil yang tidak optimal, maka dari itu Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta memberlakukan sistem Diklat PIM dan Diklat Kebendaharaan bagi
seluruh kelurahan yang masuk didalam wilayah administrasinya.
Dalam meneliti kompetensi yang dimiliki oleh aparatur Kelurahan
Pesanggrahan penulis merujuk pada pernyataan Suwatni bahwa kompetensi SDM
dapat dilihat dari beberapa hal, namun penulis menggunakan dua poin dari
pendapat Suwatni yaitu knowledge dan Skill.
Knowledge dalam hal ini diartikan sebagai informasi yang dimiliki oleh
aparatur Kelurahan Pesanggrahan untuk bidang tertentu. Menurut Suwatni
59
pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks karena turut menentukan
berhasil atau tidaknya pelaksanaan tugas yang diberikan.61
Kemudian Skill dalam hal ini diartikan sebagai kemampuan aparatur
Kelurahan Pesanggrahan untuk melakukan atau melaksanakan tugas tertentu baik
secara fisik maupun mental.62
Kemampuan yang dimaksud oleh Suwatni tersebut
penulis arahkan kepada kemampuan aparatur Kelurahan Pesanggrahan dalam
menghadapi perubahan zaman dimana saat ini pemerintahan sudah mulai
mengarah kepada e-government sehingga dibutuhkan skill yang dapat menunjang
hal tersebut.
Kemudian peningkatan kompetensi yang dilakukan diharapkan dapat
memenuhi beban kerja yang tercantum didalam Pergub Nomor 286 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja memberikan acuan yang jelas kepada kelurahan
dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam melayani masyarakat.
Pengembangan kompetensi ASN di Pemerintah DKI Jakarta menekankan
pada pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, tidak terkecuali untuk Kelurahan
Pesanggrahan, para pejabat eselon IV A dan B diharuskan untuk mengikuti Diklat
PIM tersebut. Kebijakan ini dianggap sebagai cara yang dapat meningkatkan
kompetensi aparatur sehingga dapat memberikan kinerja yang optimal.63
Tujuan diadakannya pendidikan dan pelatihan kepemimpinan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
61
Suwatni dan Doni Juni, Manajemen SDM, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 174. 62
Suwatni dan Doni Juni, Manajemen SDM, h. 174. 63
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
60
Jabatan ASN adalah bertujuan untuk meningkatkan kompetensi (pengetahuan,
keahlian, keterampilan, dan sikap) untuk dapat melaksanakan tugas jabatan
professional.64
Menurut H. Simamora, ada dua kegiatan yang saling
berkesinambungan, yaitu pertama kegiatan pelatihan kepemimpinan dan kedua
adalah pelatihan tersebut bertujuan untuk mengembangkan kompetensi yang
dimiliki aparatur agar kompetensi tersebut dapat dioptimalkan dalam kinerjanya.65
Dalam pandangannya mengenai Diklat ASN Miftah Thoha
mengemukakan bahwa pertimbangan sebuah instansi dalam memberikan
pendidikan dan latihan adalah berdasar pada kebutuhan instansi tersebut, melihat
pada pengembangan karir dari aparatur itu sendiri, kepentingan promosi, dan
tersedianya anggaran untuk aparatur mengikuti pelatihan dan pendidikan.66
“Semua pejabat eselon IV di Kelurahan Pesanggrahan sudah mengikuti
Diklat PIM IV, kita mendapatkan pelatihan utamanya kan saat ini digital
itu sangat massif perkembangannya, jadi kita dilatih pengetahuan digital,
bagaimana megaplikasikan e-government, kan gak lucu ya kalau
masyarakat lebih pintar digitalnya dibanding kita sebagai abdi nya,”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan
aparatur di Kelurahan Pesanggrahan adalah untuk menguasai penggunaan
teknologi digital dalam hal ini yang berkaitan dengan e-government. Kebijakan e-
letter misalnya, saat ini kelurahan akan mendapatkan surat tugas dari Gubernur
atau Walikota dengan bentuk digital dan memiliki tanda tangan yang berbentuk
barcode. Begitupula dengan surat perizinan yang diurus masyarakat di Kelurahan
64
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 65
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan
STIE YPKN, 1997), h. 342. 66
Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2005), h. 66
61
Pesanggrahan, saat ini sudah berupa e-letter dan dapat diakses di layanan PTSP
Kelurahan Pesanggrahan.
Selain pelatihan digital, merujuk pada situs resmi Lembaga Administrasi
Negara, kurikulum yang dimasukan dalam Diklat PIM IV adalah penguasaan diri,
diagnosa perubahan, inovasi, tim efektif, dan proyek perubahan. Kompetensi yang
menjadi prioritas adalah kepemimpinan operasional, dimana para pejabat eselon
IV dapat dengan baik melakukan kegiatan operasional yang menjadi bidang
kerjanya.67
Pada penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa Kelurahan Pesanggrahan
memiliki aparatur yang memiliki tupoksi kerja masing-masing berikut ini adalah
tabel dari struktur organisasi di Kelurahan Pesanggrahan beserta dengan data
keikutsertaan Diklat PIM IV bagi masing masing pejabat kelurahan.
67
https://sipka.lan.go.id/public/files diakses pada 11 Juli 2019
62
Dari data diatas dapat dilihat bahwa seluruh pejabat eselon IV di
Kelurahan Pesanggrahan telah mengikuti Diklat PIM IV. pendidikan dan
pelatihan dalam instansi dalam hal ini Kelurahan Pesanggrahan, merupakan
tanggung jawab dari pemimpin Kelurahan Pesanggrahan dalam hal ini Pemerintah
DKI Jakarta, menurut sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, sejak tahun 2012
penyampaian-penyampaian kebijakan umum dan prosedur yang dikeluarkan oleh
Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan pelatihan sudah cukup baik dari segi
administratif maupun penyediaan sumber daya dalam program pelatihan.
“saya sebagai bagian dari Pemerintah Jakarta merasakan betul perubahan
sejak 2012, kesabaran pemerintah untuk memperbaiki birokrasi terasa
Nama Jabatan
Status
keikutsertaan
DIKLAT PIM IV
Hj. Saryati S.Sos Lurah Sudah Mengikuti
Fuad Sekertaris Kelurahan Sudah Mengikuti
Marlina
Kasi Pemerintahan,
ketentraman dan
ketertiban
Sudah Mengikuti
Budiyono
Kasi Pemberdayaan
ekonomi dan
kesejahteraan rakyat
Sudah Mengikuti
Sugianto
Kasi Sarana, Prasarana
dan Kebersihan
Lingkungan
Sudah Mengikuti
Tabel 4.1
Daftar status keikutsertaan DIKLAT PIM IV Pejabat Eselon IV
Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: Wawancara dengan Sekretaris Kelurahan Pesanggrahan
63
betul ndi. prosedur nya lebih mudah, penjelasan mengenai pelatihan juga
mudah. Kita jadi lebih sigap juga kan kalau ada masalah. Karena dari
pusatnya sudah mudah”68
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa komitmen yang baik
oleh Pemerintah DKI Jakarta sejak tahun 2012 dalam memperbaiki Birokrasi
dapat dirasakan hingga tingkat kelurahan, dalam hal ini Kelurahan Pesanggrahan.
Pelatihan dan bimbingan demi terciptanya kompetensi aparatur yang baik dan
efektif sudah seharusnya menuntut kesabaran dari pimpinan.
Melakukan pelatihan dan pendidikan yang baik bagi aparatur dapat
diuraikan dalam beberapa poin yaitu:69
a. Penjelasan etika kerja yang baik
b. Menjelaskan alasan pengambilan suatu tidakan yang diambil
c. Teliti dalam melakukan pengamatan/observasi masalah
d. Memberikan alternatif atau solusi bagi masalah yang hadir
e. Kemudian menindaklanjuti solusi bagi masalah tersebut
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kompetensi dan
Kinerja ASN Kelurahan Pesanggrahan
Pengembangan kompetensi aparatur Kelurahan Pesanggrahan tidak terjadi
tanpa alasan, seperti yang sudah peniliti jelaskan sebelumnya, Kompetensi ASN
akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkan oleh aparatur itu sendiri, khususnya
implikasi terhadap pelayanan publik. Dalam penelitian ini peneliti menemukan
68
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019 69
Fathurrochman, “Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Curup Melalui Metode Pendidikan dan Pelatihan”, Jurnal pengembangan
Kompetensi Aparatur Sipil Negara, h. 127
64
dua faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan terhadap ASN di Kelurahan
Pesanggrahan, pertama adalah faktor pendukung dan yang kedua adalah faktor
penghambat.
Faktor pendukung yang pertama adalah kepemimpinan, kepemimpinan
seorang pejabat politik dalam mengambil kebijakan sangat mempengaruhi hasil
kerja dari pejabat karir. Merujuk pada hasil wawancara dengan sekertaris
kelurahan, terdapat perbedaan cara pemimpin dalam konteks yang positif pada
periode 2014-2017 yang berlanjut hingga saat ini.
“perubahan-perubahan kebijakan yang dilakukan pada periode 2014-2017
itu berjalan sampai sekrang, Cuma kan gubernurnya udah beda, tapi yang
saya rasakan tidak ada perubahan yang menurun dari kebijakan pimpinan,
Cuma ya beda orang saja itu aja bedanya, sama-sama tegas, kalau kita ada
salah langsung ditindak dan bisa sampai pemberhentian kalau fatal sekali
salahnya”
Dari pernyataan diatas juga dapat diartikan bahwa faktor kepemimpinan
sangat berimplikasi pada bergeraknya aparatur dalam mengembangkan
kompetensin dan mengerjakan tugasnya, kepemimpinan dapat mempengaruhi
baik buruknya kinerja dari aparatur kelurahan, dengan adanya dorongan yang
tegas dari pimpinan maka kinerja aparatur akan menjadi lebih efektif dan efisien.
Faktor pendukung kedua adalah motivasi kerja, motivasi kerja dalam hal
ini motivasi yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya. Dalam kontek
Kelurahan Pesanggrahan, pemimpinnya adalah seorang lurah yang diberikan
mandat oleh gubernur untuk menjalankan tugas diwilayahnya, motivasi lurah
dalam mewujudkan fungsi dan tugas kelurahan akan mempengaruhi kemampuan
aparatur kelurahan dalam mengembangkan dirinya untuk menjadi lebih baik.
65
Motivasi tersebut juga dapat berasal dari pendidikan dan latihan yang
sebelumnya telah dijelaskan, pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh aparatur
kelurahan memberikan pengembangan terhadap kemampuan individu dari
aparatur dan berdampak pada peningkatan produktivitas kerja.
Faktor pendukung yang ketiga adalah komitmen dari ASN Kelurahan
Pesanggrahan, komitmen melengkapi kedua faktor pendukung yang sebelumnya
dijelaskan, tanpa komitmen yang kuat dalam mengembangkan kemampuan diri
dan mengemban tugas fungsi kelurahan, maka upaya dalam meningkatkan kinerja
tehadap pelayanan masyarakat akan sia-sia.
Selanjutnya faktor penghambat, faktor penhambat dalam pengembangan
kinerja Kelurahan Pesanggrahan, pertama adalah ketepatan waktu, menurut
penuturan warga pesanggrahan yang mengurus e-ktp di Kelurahan Pesanggrahan,
masih terjadi keterlambatan waktu pelayanan dikarenakan petugas belum hadir di
loket PTSP.
“Kalau lebih gampang sih iya, mau mengurus izin cepet juga, Cuma ya itu
kalau kita kan suka datang pagi ya, Cuma kadang-kadang orang
kelurahannya belum ada atau belum siap, tapi setelah itu ya ngurus izinnya
mudah, kalau dulu kan susah, sekarang ada yang PTSP itu membantu
sekali buat kita kalau mau urus izin-izin”.70
Berdasarkan dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa
ketepatan waktu dalam pelayanan masyarakat sangat mempengaruhi tingkat
kepuasaan pelayanan. ketepatan waktu petugas perlu ditingkatkan agar
70
Wawancara dengan Burhanuddin, warga kelurahan pesanggrahan, 19 Agustus 2019
66
keseluruhan upaya dalam membenahi kompetensi dan kinerja aparatur dapat
berjalan dengan baik.
D. Pembangunan Sarana Pelayanan Publik
Kelurahan Pesanggrahan dalam upayanya melanjutkan peningkatan
kompetensi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta juga melakukan perbaikan
pelayanan publik dengan salah satunya yaitu adanya Pengadaan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. PTSP yang dibuka untuk warga merupakan kelanjutan dari
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013.
Kelurahan Pesanggrahan dalam upayanya melanjutkan peningkatan
kompetensi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta juga melakukan perbaikan
pelayanan publik dengan salah satunya yaitu adanya Pengadaan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. PTSP yang dibuka untuk warga merupakan kelanjutan dari
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013.
Gambar 4.1
Pusat Pelayanan Terpadu Kelurahan Pesanggrahan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
67
Dibentuknya PTSP oleh Pemerintah DKI Jakarta mulanya diinisiasi oleh
Joko Widodo yang pada saat itu masih menjabat sebagai gubernur, Joko Widodo
pada saat itu menginginkan sebuah sistem yang dapat mengerjakan urusan
pelayanan baik izin dan non perizinan yang tidak berbelit dan cepat tanggap.
Inisiasi Gubernur Jokowi dilanjutkan oleh penerusnya yaitu Gubernur
Basuki Thaja Purnama (Ahok) dalam bentuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(BPTSP) yang dijelaskan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013, pada
dasarnya pelayanan ini bertugas melayani perizinan dan non perizinan dengan
sistem satu pintu.71
Dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 dijelaskan bahwa
Pelayanan terpadu satu pintu berfungsi sebagai penyelenggara baik perizinan
ataupun non perizinan dimana proses pelayanan tersebut dilakukan dari awal
pemberian dokumen hingga diterbitkannya dokumen tersebut dilakukan dalam
sistem satu pintu.72
Pelaksanaan BPTSP juga dilakukan pada tingkat kota, kecamatan, dan
kelurahan, sehingga implikasi pemberlakuan peraturan tersebut juga ada pada
Kelurahan Pesanggrahan yang merupakan bagian dari Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta.
Melansir laman republika.co.id yang berjudul “PTSP di DKI Jakarta Luar
Biasa”, mengungkapkan bahwa Pelayan di PTSP Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta adalah salah satu yang terbaik di Indonesia, melihat dari hasil survey yang
71
http://pelayanan.jakarta.go.id/#tentang-ptsp, diakses 12 Maret 2019 72
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat 9
68
diungkapkan oleh Direktorat jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri,
tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan PTSP di wilayah Provinsi DKI
Jakarta mencapai 82,3 persen.73
Menurut Plt Gubernur Sumarsono yang menjabat untuk melaksanakan
tugas harian Gubernur yang pada saat itu melakukan kampanye PILKADA 2017,
jumlah perizinan pada kurun waktu 2015 sampai dengan 2016 mengalami
peningkatan. Seperti kutipan wawancara yang dilakukan oleh Republika.co.id
dibawah ini.
“Jumlah Perizinan ada peningkatan pada 2015, tahun pertama itu perizinan
saja sekitar 4.138.021. pada 2016 ada peningkatan jumlah perizinan
diterbitkan 4.327.404. Jadi ada peningkatan sekitar 200 ribu lebih. Artinya
bahwa masyarakat semakin sadar karena sosialisasi yang dilakukan oleh
petugas PTSP tepat dan masyarakat semakin terangsang karena diberikan
kemudahan”74
Senada dengan pernyataan Plt Gubernur pada saat itu, sekertaris Kelurahan
Pesanggrahan mengatakan terjadi peningkatan jumlah perizinan yang dilakukan
oleh warga Kelurahan Pesanggrahan sejak tahun 2015, peningkatan tersebut
berkaitan dengan kemudahan yang diberikan kepada masyarakat untuk melakukan
segala berizinan melalu satu pintu yang dapat mengakses seluruh perizininan
administrasi kelurahan.
“sejak 2015 mulai tuh semua warga semangat kalau mau izin-izin, baik
izin nikah, surat kematian, atau izin pembangunan di tanah dibawah 100
meter persegi, bisa dilakukan dikeluran dengan mudah,makanya antusias
warga juga membaik”75
73
republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/01/07, diakses 12 Maret 2019 74
Wawancara Republika.co.id dengan Sumarsono, Plt Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017,
diakses 12 Maret 2019 75
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
69
Kemudian pada tahun 2017 BPTSP berubah nama menjadi Dinas
Pelayanan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), perubahan
nama tersebut adalah bentuk dari evaluasi kerja yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta agar tidak terjadi tumpang tindih kerja dan penghapusan
peraturan yang dianggap tidak perlu.
Perubahan nama tersebut tidak berpengaruh terhadap kinerja yang
diberikan termasuk PTSP yang berada diKelurahan Pesanggrahan, perubahan
nama tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan Provinsi DKI Jakarta
yang ramah investor dan menjadi pusat pelayanan yang unggul dan terpercaya
bagi investor yang ingin membuat perizinan.76
Kemudian selain menyediakan PTSP yang diamanatkan oleh Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2013, Kelurahan Pesanggrahan juga membuat inovasi
dengan membangun fasilitas yang di khususkan untuk ibu menyusui atau yang
dikenal dengan ruang laktasi.
76
Ika Dewi Safitri, “Kualitas Pelayanan One Day Service di Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kecamatan Pesanggrahan Kota Administrasi Jakarta Selatan”, Skripsi Ilmu Sosial (2016) h.
9
Gambar 4.2
Ruang Laktasi
Sumber: Dokumentasi Peneliti
70
Ruang laktasi untuk ibu menyusui ini adalah inovasi yang diberikan oleh
Kelurahan Pesanggrahan sebagai bentuk pelayanan masyarakat, ruang laktasi
yang diKelurahan Pesanggrahan sudah diketahui hingga tingkat Kemenpan RB,
dan diberikan sertifikat kelayakan.
“ruang laktasi dan penitipan anak ini adalah inovasi dari Kelurahan
Pesanggrahan, dibuka juga untuk umum jika ada ibu menyusui yang
datang boleh menggunakan ruangan itu, anak anak juga boleh bermain
ditempat penittipan anaknya. Ada juga perpustakaan itu pengadaan
bukunya juga ada sumbangan dari warga, biar orang-orang bisa membaca
dan mendapat pengetahuan”77
Selain ruang laktasi, Kelurahan Pesanggrahan juga memiliki fasilitas
taman bermain anak, dan perpustakaan untuk masyarakat Kelurahan
Pesanggrahan dan juga dibuka untuk umum. Hadirnya fasilitas tersebut juga
merupakan hasil dari kontribusi masyarakat agar Kelurahan Pesanggrahan
menjadi tempat yang ramah bagi seluruh warganya.
77
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
Gambar 4.3
Kursi Prioritas dan Sarana Bermain Anak
Sumber: Dokumentasi Peneliti
71
E. Hambatan dalam Peningkatan Kompetensi ASN Kelurahan
Pesanggrahan
Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa hambatan yang
mempengaruhi upaya peningkatan kompetensi di Kelurahan Pesanggrahan.
Pengembangan kompetensi ASN di Kelurahan Pesanggrahan dihadapkan pada
masalah gap kompetensi yang jauh, antara pejabat eselon IV dan staf kelurahan.
Menurut deputi bidang Diklat Aparatur, Muhammad Idris, aparatur
memiliki kesenjangan terkait tingkat pendidikan dan kemampuan dalam
menjalankan tugasnya
“Gap inilah yang mempengaruhiatau menimbulkan berbagai macam isu
seperti moratorium dan rasionalisasi pegawai’78
Senada dengan Idris, sekertaris Kelurahan Pesanggrahan mengatakan
bahwa gap antara pejabat eselon IV dan staf memang cukup jauh, dimana Diklat
yang dilakukan oleh pejabat eselon IV Kelurahan Pesanggrahan, tidak diikuti oleh
aparatur kelurahan yang bukan pejabat eselon IV.
“Diklat yang dilakukan itu kan Diklat PIM IV, khusus untuk pejabat
Eselon IV, jadi aparatur yang selain itu tidak ikut, seperti staf kasi, staf
PTSP, memang belum ada Diklatnya, Cuma kalau bendahara itu ada
namanya Diklat Kebendaharaan”79
Seperti yang sebelumnya dijelaskan, bahwa penekanan upaya
meningkatkan kompetensi ASN di Kelurahan Pesanggrahan dititik beratkan pada
Diklat PIM IV yang diikuti oleh pejabat eselon IV Kelurahan Pesanggrahan,
sehingga terdapat 10 aparatur Kelurahan Pesanggrahan yang tidak mengikuti
78
Lan.go.id/id/berita-lan/kompetensi-asn-masih-hadapi-sejumlah-permasalahan, diakses
12 Maret 2019 79
Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
72
Diklat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gap kompetensi antara
pejabat eselon IV dan non pejabat eselon IV diKelurahan Pesanggrahan.
Hambatan kedua adalah masih kurangnya penguasaan teknologi informasi
oleh aparatur Kelurahan Pesanggrahan. Diklat yang menekankan pada
penggunaan teknologi juga hanya diikuti oleh pejabat eselon IV, Teknologi
informasi adalah piranti terpenting bagi para aparatur dalam berkiprah di era
global saat ini. Sehingga mutlak bagi para aparatur untuk menguasai TI apalagi
melihat sistem pemerintahan yang mulai total menuju pada e-government.
Menurut sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, latihan penggunaan
teknologi informasi belum maksimal untuk seluruh ASN di Kelurahan
Pesanggrahan, untuk pejabat eselon IV mendapatkan pelatihan TI pada saat
mengikuti Diklat PIM IV namun tidak untuk aparatur non eselon IV, beberapa
diantaranya mengikuti kursus pelatihan TI secara perorangan dan bukan
diselenggarakan oleh BPSDM.
“iya memang kalau disini yang tidak ikut pelatihan beberapa ada yang ikut
kursus penggunaan TI, pakai biaya pribadi”80
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa aparatur Kelurahan
Pesanggrahan non eselon IV sebetulnya memiliki komitmen dan niat untuk
meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti kursus pelatihan TI, hanya saja
perlu bagi badan pengembangan SDM dalam hal ini BPSDM DKI Jakarta, juga
memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh aparatur kelurahan yang bukan
pejabat eselon IV.
80Wawancara dengan Fuad, Sekertaris Kelurahan Pesanggrahan, 21 Agustus 2019
73
Kemudian, hambatan yang selanjutnya adalah kurangnya kesadaran
aparatur mengenai ketepatan waktu, reformasi birokrasi selain diarahkan pada
pembenahan birokrasi yang bertele-tele dan tidak efisien, juga diarahkan pada
upaya perbaikan terhadap pelayanan publik, dimana ketepatan waktu pelayanan
sangat berpengaruh pada kepuasan masyarakat.
Menurut warga Kelurahan Pesanggrahan, masih sering terjadi
keterlambatan oleh aparatur kelurahan dalam melayani masyarakat.
“masih sering terlambat, Cuma kalau sudah ada ya cepat pelyanan, hanya
kan saya kadang kadang butuhnya pagi-pagi soalnya saya memang ada
usaha jual beli tanah sama kontrakan jadi kalau izin-izin gitu kadang saya
urus pagi, itu aja sih kendalanya kadang-kadang masih suka terlambat”81
Dalam wawancara diatas dapat dilihat bahwa hambatan yang sering terjadi
adalah masalah ketepatan waktu aparatur kelurahan, hal tersebut sangat
disayangkan jika melihat perbaikan yang telah dilakukan oleh Kelurahan
Pesanggrahan dalam segi infrastruktur maupun kemampuan aparatur dalam
mengerjakan bidang kerjanya.
81
Wawancara dengan Renata Al- Rayid, Warga Kelurahan Pesanggrahan, 11 Agustus
2019
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai reormasi birokrasi bidang SDM di
Kelurahan Pesanggrahan dapat disimpulkan bahwa reformasi birokrasi di
Kelurahan Pesanggrahan diarahkan pada tiga aspek penting yaitu pendidikan dan
pelatihan bagi aparatur kelurahan, peningkatan kualitas hidup aparatur, dan
pembangunan infrastruktur pelayanan publik.
Pada aspek pendidikan dan pelatihan diarahkan kepada pejabat eselon IV
Kelurahan Pesanggrahan dengan tujuan untuk membentuk kompetensi ASN yang
sesuai dengan bidang kerjanya dan dapat menghasilkan kinerja yang baik, hanya
saja kekurangan pada aspek ini adalah pendidikan dan pelatihan yang dimaksud
tidak diikuti oleh aparatur kelurahan non eselon IV, sehingga masih terjadi
ketimpangan kompetensi diantara pejabat eselon IV kelurahan dengan staf
Kelurahan Pesanggrahan.
Kemudian, dalam penelitian ini juga penulis menemukan bahwa
peningkatan kompetensi ASN perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup
ASN itu sendiri, kompetensi ASN memang akan mempengaruhi hasil dari kinerja
yang diberikan kepada publik, akan tetapi jika kualitas hidup ASN tidak baik,
maka akan mengarah pada birokrasi yang lemah dan dapat memicu birokrasi yang
KKN.
75
Setelah Peningkatan kompetensi ASN dan Peningkatan kualitas hidup ASN
Kelurahan Pesanggrahan yang juga merupakan bagian dari Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta melakukan pembenahan infrastruktur khususnya yang berkaitan
dengan pelayanan publik. Diadakannya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di
Kelurahan Pesanggrahan dirasakan oleh masyarakat merupakan peningkatan
kualitas mutu pelayanan.
Reformasi birokrasi bidang SDM di Kelurahan Pesanggrahan memang
sudah cukup baik, namun masih ada hambatan yang peneliti temukan saat
melakukan observasi, yaitu masalah kesenjangan kompetensi antara pejabat
eselon IV dengan staf kelurahan, kemudian urusan ketepatan waktu oleh aparatur
kelurahan ketika melayani masyarakat di meja PTSP, serta masih kurangnya
tenaga kelurahan dalam mengerjakan kuantitas tugasnya khususnya dibagian
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
B. Saran
1. Reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta khususnya
di Kelurahan Pesanggrahan harus berkelanjutan, konsistensi dalam
melakukan perbaikan terhadap kompetensi ASN di Kelurahan
Pesanggrahan harus dilakukan.
2. Kelurahan Pesanggrahan diharapkan juga menyediakan fasilitas bagi
staf kelurahan untuk mengembangkan kompetensinya.
3. Sistem pengawasan terhadap ketepatan waktu ASN lebih diketatkan
sehingga tidak terjadi keterlambatan waktu pelayanan
76
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Putra, Nusa. 2013. Metode kualitatif pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Setiyono, Budi. 2004. Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi.
Bandung: PT. Nuansa Cendikia
Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan STIE YPKN
Sumaryadi, I Nyoman. 2016. Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata
Kelola Pemerintahan yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia
Suwatni dan Doni Juni. 2013. Manajemen SDM. Bandung: Alfabeta
Tamin, Feisal. 2004. Reformasi Birokrasi Analisis Pendayagunaan Aparatur
Negara. Jakarta: Belantika
Thoha, Miftah. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi
Thoha, Miftah. 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media
77
JURNAL
Agustamar, Mouzar. 2014.“Restrukturisasi Birokrasi dan Pengembangan Good
Governance”. Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi Vol 1 No 1
Akny, Aldenila Berlianti. 2014. “Mewujudkan Good Governance melalui
Reformasi Birokrasi di bidang SDM Aparatur untuk Peningkatan
Kesejahteraan Pegawai”. Jurnal Jejaring Administrasi Publik Vol 6 No 1
Alamsyah. 2003. “Reposisi Peran Birokrasi Publik dalam Proses Politik Lokal”.
Jurnal Politik dan Birokrasi Vol.2
Alrasyid, M. Harun. 2007. “Reformasi Birokrasi”. Jurnal Madani Edisi I
BPS DKI Jakarta. Jakarta Dalam Angka Tahun 2017
Desiana, Ayu. 2014. “Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah menuju Good
Governance”. Jurnal JMP Vol 1 No 1
Fathurrochman. “Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Curup Melalui Metode Pendidikan dan
Pelatihan”. Jurnal pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara
Hayat. 2016 .“Peneguhan Reformasi Birokrasi melalui Penilaian Kinerja
Pelayanan Publik”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 20 No 2
Mariana, Dede. 2006. “Reformasi Birokrasi Pemerintah Pasca Orde Baru”.
Jurnal Sosiohumaniora Volume 8 No 3
Masyhudi. 2005. “Kinerja Birokrasi Pemerintah dalam Pelayanan Kepada
Publik”. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama Vol 6 No 1
78
Ratna, Ikhwani. 2012. “Reformasi Birokrasi Terhadap Penataan Pola Hubungan
Jabatan Politik Dan Karir Dalam Birokrasi di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Riau”. Jurnal Sosial Budaya Vol.9 No. 1
Safitri, Ika Dewi. 2016. “Kualitas Pelayanan One Day Service di Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kecamatan Pesanggrahan Kota Administrasi Jakarta
Selatan”. Skripsi Ilmu Sosial
Samin, Rumzi. 2011. “Reformasi Birokrasi”. Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2 No. 2
Wakhid, Ali Abdul. 2011. “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam
Reformasi Birokrasi di Indonesia”. Jurnal TAPIs Vol.7 No.13
INTERNET
http://selatan.jakarta.go.id/page-lurah diakses 26 Agustus 2018
https://sipka.lan.go.id/public/files diakses 11 Juli 2019
http://pelayanan.jakarta.go.id/#tentang-ptsp diakses 12 Maret 2019
http://www.beritasatu.com/megapolitan/411360-ini-reformasi-birokrasi-yang-
telah-dilakukan-ahokdjarot.html diakses 11 Oktober 2017
http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/51613/rombak-pejabat-
ahok-ingin-terapkan-reformasi-birokrasi/2016-06-17 diakses 12 Oktober
2017
https://www.menpan.go.id/site/reformasi-birokrasi/makna-dan-tujuan diakses 12
Oktober 2017
Lan.go.id/id/berita-lan/kompetensi-asn-masih-hadapi-sejumlah-permasalahan
diakses 12 Maret 2019
republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/01/07 diakses 12 Maret
2019
79
PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat 9
Peraturan Gubernur Nomor 287 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat 11
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
Peraturan Presiden No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025