M. Andi Firdaus.FSH.pdf
Transcript of M. Andi Firdaus.FSH.pdf
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL
PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
M. Andi FirdausNIM. 109048000064
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi ini berjudul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAPPENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DIINDONESIA telah diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Syariah danHukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta padatanggal 5 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 5 Mei 2014
Mengesahkan
Dekan
Dr. JM. Muslimin, M.A.NIP. 196808121999031014
PANITIA UJIAN:
Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.
NIP. 195510151979031002
Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum.
NIP. 196509081995031001
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.
NIP. 195510151979031002
Penguji 1 : H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H.
Penguji 2 : Nahrowi, S.H., M.H.
NIP.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memperoleh gelar Strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil plagiat karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 April 2014
M. Andi Firdaus
v
ABSTRAK
M. ANDI FIRDAUS, NIM: 109048000064, Perlindungan Hukum terhadapPenanaman Modal Pada Bidang Usaha Perkebunan di Indonesia, Strata satu(S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariahdan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1435H / 2014 M. x + 91 Halaman.
Penelitian ini dilakukan karena banyaknya permasalahan yang menghambatterciptanya penanaman modal di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalahsebagai berikut, (1) Untuk mengetahui substansi hukum penanam modal asingmaupun dalam negeri. (2) Untuk mengetahui perlindungan hukum penanamanmodal asing maupun dalam negeri. (3) Untuk mengetahui faktor-faktor yangmenghambat terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri di bidangusaha perkebunan di Indonesia.
Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kepustakaan bersifatyuridis normatif. Yuridis normatif artinya penelitian yang dilakukan mengacupada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dannorma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkutkebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Kesimpulan dari analisis yang dilakukan adalah bahwa kurangnya kepastianhukum bagi penanaman modal adalah sumber dari kekhawatiran penanamanmodal selama ini. Adapun selain itu, korupsi pada lingkungan pengadilan danpemerintahan, aparatur penagak hukum yang tidak berkualitas, demonstrasiyang anarkis, dan belum terciptanya clean business system yang bebas dariperilaku KKN juga merupakan sumber lain dari kekhawatiran penanamanmodal di Indonesia.
Kata Kunci: perlindungan hukum penanaman modal.
Pembimbing Dr. Djawahir Hejazziey S.H., M.A., M.H.
Sumber rujukan dari tahun 1969 Sampai 2014.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL
PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA. Sholawat dan
salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita kepada jalan yang lurus dan diridhai oleh Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa terdapat masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Namun demikian penulis tetap berusaha
menyelesaikannya dengan kesungguhan dan kerja keras. Selanjutnya, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. H. JM. Muslimin M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H., selaku ketua prodi Ilmu
Hukum dan telah bersedia menjadi pembimbing penulisan skripsi ini
dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan masukan
positif penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini selesai dan sesuai
dengan arahan penelitian.
4. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., selaku sekretaris prodi Ilmu Hukum
yang senantiasa memberikan perhatian kepada skripsi saya ini.
vii
5. Abdurrauf L.c., M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan masukannya selama beberapa tahun kepada
penulis. Semoga apa yang telah bapak arahkan kepada penulis dapat
bermanfaat dan dibalas oleh Allah SWT.
6. Segenap Dosen beserta Staf Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
baik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, serta
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada penulis sehingga
meninggalkan kesan bahagia selama masa studi di lingkungan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada ayahanda Almaruhum
Muhammad Mundzir dan Ibunda Hartati Soeparno yang telah
memberikan doa untuk penulis menyelesaikan skripsi ini, nafkah dan
kasih sayang selama ini, serta pengorbanan kepentingannya untuk
mendahulukan studi penulis.
8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara-saudara kandung
penulis, Sany Asy’ari S.Kom, dan Lukman Arifin S.E., beserta pakde,
bude, om, tante, dan saudara-saudara sepupu dari keluarga besar
Muhammad Said dan keluarga besar Soeparno yang telah memberikan
dorongan berbentuk motifasi, inspirasi, maupun finansial untuk penulis
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kawan-kawan Ilmu Hukum angkatan 2009 yang telah saling bantu-
membantu selama proses perkuliahan sehingga tugas-tugas dan
penulisan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mustinya.
10. Civitas akademika universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta yang terlibat aktif di Fathullah Gulen Chair, Organisasi
Indonesia-Turki Pasiad, dan Dershane yang telah saling menasehati,
viii
mendidik, dan mengawasi. Semoga Allah terus menjaga keimanan kita
serta terus melakukan hizmet dimanapun lingkungan kita.
11. Teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum yang mengenal dan
berteman baik dengan penulis, semoga teman-teman semua sukses dan
sejahtera di masa yang akan datang.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah
memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas semua kebaikan.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan segenap civitas akademika dan masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 1 April 2014
M. Andi Frdaus
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………………………..……………ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………….……………………….iii
ABSTRAK…………………………………………………………………iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………...v
DAFTAR ISI……………………………………………………………..viii
BAB I PENDAHULUAN…..………………………………………….1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………..6
D. Tinjauan (Review) Terdahulu dan Buku yang Diterbitkan…7
E. Kerangka Konseptual………………………………….……8
F. Metode Penelitian…………………………………………13
G. Sistematika Penelitian…………………………………..…16
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………19
A. Pengertian Perlindungan Hukum………………………….19
B. Bentuk Perlindungan Hukum……………………………...27
C. Hak dan Kewajiban Penanam Modal……………………...30
BAB III PENANAMAN MODAL DI INDONESIA……………..……39
A. Definisi Penanaman Modal………………………………..39
x
B. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal………………..44
C. Manfaat penanaman Modal………………………………..51
D. Definisi Hukum Penanaman Modal…………………….…55
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN
MODAL PADA BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI
INDONESIA…………………………………………...…….58
A. Substansi Hukum Penanaman Modal di Indonesia………58
B. Perlindungan Hukum bagi Penanaman Modal di
Indonesia………………………………………………….65
C. Faktor yang Menghambat Penanaman Modal pada Bidang
Usaha Perkebunan di Indonesia……………………….…70
D. Analisis Penulis………………………………………..…79
BAB V PENUTUP……………………………………………………..84
A. Kesimpulan……………………………………………….84
B. Saran…………………………………………………...…86
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara ekonomi berkembang. Untuk membangun
perekonomian, diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Kegiatan
investasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua dasar hukum atau bisa disebut
instrumen hukum ini diharapkan agar investor, baik investor asing maupun
investor dalam negeri, dapat menanamkan modalnya dengan mudah di
Indonesia.
Perekonomian suatu negara tergantung pada banyaknya para penanam
modal pada negara tersebut. Semakin banyak para penanam modal atau
pengusaha pada suatu negara, maka semakin kuat pertumbuhan perekonomian
negara tersebut. Yang kita semua telah ketahui bahwa perekonomian Indonesia
mengalami pasang surut arus modal. Menurut hasil penelitian atau riset yang
dilakukan oleh berita harian sindo menyatakan bahwa, suatu negara akan
makmur jika warga negaranya minimal memiliki 2% pengusaha atau investor,
sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,24% pengusaha atau investor dari total
warga negaranya. Indonesia kalah sangat jauh jika dibandingkan dengan
2
Amerika yang memiliki 11% dari warganegaranya yang menjadi pengusaha
atau investor.1
Kendala yang terjadi dalam penanaman modal di Indonesia sejak
reformasi adalah jumlah investasi baik domestik maupun asing mengalami
penurunan yang sangat drastis. Hal ini dapat terlihat pada data BKPM, bahwa
pada periode Januari hingga Oktober 2004, jumlah investasi asing sebanyak
8,85 miliar dollar AS, dengan jumlah proyek sebanyak 969 proyek, sedangkan
sebelum reformasi yaitu pada tahun 1995, jumlah investasi asing yang
ditanamkan di Indonesia sebanyak 39.891 miliar dollar AS, dengan jumlah
proyek sebanyak 783 proyek.
Pada masa Orde Baru, jumlah investasi di Indonesia berjalan
meningkat. Hal ini disebabkan pulihnya stabilitas politik, ekonomi, keamanan
dan pertahanan, sosial dan kemasyarakatan dalam keadaan membaik dan
terkendali sehingga para investor domestik mendapat perlindungan dan jaminan
keamanan dalam berusaha di Indonesia. Namun tidak untuk jumlah investor
asing yang di menginvestasikan modalnya di Indonesia, sebaliknya malah
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan sering terjadi konflik di dalam
masyarakat, sehingga mengakibatkan investor asing menghindar berinvestasi di
Indonesia.
1 News, Sindo, “Wirausaha RI masih jauh tertinggal”, artikel diakses pada 14November 2012 dari http://www.sindonews.com/read/2012/04/13/450/610831/wirausaha-ri-masih-jauh-tertinggal.
3
Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakan
investasi di Indonesia, yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal
meliputi kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang
sesuai, kesulitan mendapatkan bahan baku, kesulitan dana, kesulitan
pemasaran, dan adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham di
perusahaan tertentu. Sedangkan kendala eksternal meliputi faktor lingkungan
bisnis yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif yang diberikan
pemerintah, ketidak pastiaan hukum, ketidak amanan dan instabilitas politik.
Sumber dari kekhawatiran investor terletak pada kurangnya kepastian
hukum bagi investor, terutama investor asing. Kurangnya perlindungan hukum
sudah tidak lagi pada tahapan nasionalisasi oleh pemerintah, melainkan pada
paling tidak ada enam hal. Pertama, banyak kontrak jangka panjang sebagai
perlindungan investasi antara pihak asing dengan pihak Indonesia dibatalkan
oleh pengadilan. Kedua, aparatur penegak hukum dianggap kurang mampu
meredam demonstrasi para buruh yang mengarah pada anarkisme. Ketiga,
investor asing menjadi bulan-bulanan oleh para pejabat pemerintah baik di
pusat maupun di daerah untuk hal-hal yang terkait dengan uang sehingga tidak
ada ketenangan investor asing berinvestasi di Indonesia.
Keempat, perlindungan hukum tidak memadai karena kerap terjadi
konflik horizontal antar-departemen di pusat dan konflik vertikal antara pusat
dengan daerah terkait dengan kebijakan dan peraturan investasi. Kelima,
4
berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaaan intelektual
tidak berfungsi sebagaimana diharapkan oleh para investor asing. Akibatnya,
keuntungan yang diharapkan tidak kunjung terwujud dengan maraknya
pembajakan. Keenam, peraturan perundang-undangan penanaman modal tidak
dapat melindungi investor karena implementasinya tidak seindah seperti yang
tertulis. Akibatnya, para pengamat ekonomi berpendapat tidak nyaman
berinvestasi di Indonesia oleh investor asing.
Penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata
maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain. Penanaman modal
asing dikonstruksikan sebagai pemindahan modal asing dari negara yang satu
ke negara yang lain, tujuannya ialah mendapatkan keuntungan. Unsur
penanaman modal asing yaitu: dilakukan secara langsung, menurut undang-
undang, dan digunakan untuk menjalankan usaha di Indonesia.
Perusahaan swasta nasional merupakan perusahaan yang seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing merupakan perusahaan
yang seluruh modalnya berasal dari asing atau merupakan kerjasama antara
modal asing dengan modal domestik. Pemilikan modal domestik minimal 5%,
sedangkan orang asing maksimal 95%.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai perlindungan hukum bagi penanam modal
5
dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL PADA BIDANG USAHA
PERKEBUNAN DI INDONESIA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian ini hanya pada
perlindungan dan kepastian hukum penanaman modal asing maupun dalam
negeri terutama pada bidang usaha perkebunan di Indonesia. Pembahasan
skripsi ini akan menitik beratkan pada bagaimana penjelasan hukum
penanaman modal yang menjadi pacuan perlindungan penanaman modal, baik
penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri yang
menanamkan modal pada bidang usaha perkebunan di Indonesia. Hukum
investasi yang dibahas pada umumnya adalah hukum investasi yang berkaitan
dengan investasi asing maupun investasi dalam negeri.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, maka beberapa masalah pokok
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana substansi hukum tentang penanaman modal?
b. Bagaimana perlindungan hukum penanaman modal baik asing maupun
dalam negeri?
6
c. Faktor apa saja yang menghambat terhadap penanaman modal asing dan
dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui substansi hukum penanam modal asing maupun
dalam negeri.
b. Untuk mengetahui perlindungan hukum penanaman modal asing
maupun dalam negeri.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat terhadap penanaman
modal asing dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat dari
penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah
dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk
tulisan.
7
2) Menerakan teori-teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan
dan menghubungkannya dengan praktik di lapangan.
3) Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang hukum
pada umumnya maupun di bidang hukum bisnis pada khususnya
yaitu dengan mempelajari litelatur yang ada di kombinasikan
dengan perkembangan yang terjadi di lapangan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan sebuah
masukan bagi perkembangan hukum tentang perlindungan hukum
penanaman modal di Indonesia dan untuk mengetahui penerapan asas-asas
yang dilakukan dalam menangani kasus divestasi di Indonesia.
D. Tinjauan (Review) Terdahulu dan Buku yang Diterbitkan
Dalam pembuatan skripsi ini penulis menjumpai berbagai penelitian
yang juga membahas bidang penanaman modal terutama menyangkut
penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, di antaranya
sebagai berikut.
1. Jurnal yang ditulis oleh Ratna Juliawati yang berjudul Pengaruh
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Realisasi
Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Kesempatan Kerja
Kabupaten/Kota di Kalimantan. Jurnal tersebut mempunyai kesamaan
8
dengan penulis yaitu pada pembahasan penanaman modal asing dan
penanaman modal dalam negeri, namun yang membedakan dengan
penulis adalah bahwa penulis lebih menekankan perlindungan hukum
pada penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri.
2. Skripsi yang ditulis oleh Dikki Ryandi S mahasiswa program studi Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun
2010, yang berjudul Ketidakpastian Hukum Penanaman Modal di
Bidang Usaha Pertambangan. Dari judul yang disebutkan dapat dilihat
bahwa skripsi tersebut judulnya lebih spesifik kepada bidang usaha
pertambangan danketidakpastian hukum, sedangkan penulis lebih
spesifik kepada perlindungan hukum terhadap penanaman modal asing
dan dalam negeri di bidang usaha perkebunan di Indonesia.
3. Buku yang ditulis oleh H. Salim HS., S.H., M.S. yang berjudul Hukum
Divestasi di Indonesia. Buku tersebut memiliki isi mengenai istilah,
pengertian, teori mengenai divestasi, kajian normatif terhadap divestasi
pemerintah, dll yang digunakan sebagai bahan untuk mengisi bab dan
subbab yang ada pada skripsi ini.
E. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini akan digunakan beberapa istilah yang akan sering
digunakan, antara lain:
9
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri.
3. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri.
4. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum
asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing.
5. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang
berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.
6. Tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
10
7. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan
maksud bekerja di wilayah Indonesia.
8. Arbitrase adalah cara menyelesaikan suatu sengketa perdata di luar
pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
9. Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal termohon.
10. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lembaga
arbitrase, untuk memberi keputusan mengenai sengketa tertentu yang
diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
11. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh
suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum
Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap suatu putusan arbitrase Internasional.
12. Perlindungan hukum adalah suatu pemberian jaminan atau kepastian
bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan
kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman.
Pembangunan nasioal khususnya di bidang ekonomi masih sangat
membutuhkan peran dari orang asing atau bantuan dari luar negeri maupun
11
peran dari penanam modal dalam negeri, yang kemudian mereka menanamkan
modalnya ataupun menginvestasikan uangnya bersama-sama dengan tunduk
kepada hukum yang berlaku di Indonesia.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal, penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan modal dalam negeri.
Dengan demikian, menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, pemerintah menetapkan kebijakan
dasar penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional
yang kondusif bagi penanaman modal untuk menguatkan daya saing
perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal.
Menurut Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal, penanaman modal yang dilakukan tersebut juga bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional
2. Menciptakan lapangan kerja
3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
12
5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
6. Mendorong perkembangan ekonomi kerakyatan
7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri
8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Untuk penanaman modal asing tersebut diperlukan pengaturan
pemerintah dalam memberikan arah terhadap penanaman modal asing yang
dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional.
Kebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia, ditetapkan berdasarkan
pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberikan kontribusi
untuk memperkuat dan memperkukuh struktur perekonomian nasional. Dengan
adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal asing tidak lain
dimaksudkan untuk lebih memberikan peluang kepada penanam modal asing
yang lebih luas dalam melaksanakan kegiatan penanaman modalnya di
Indonesia melalui dukungan iklim penanaman modal asing yang kondusif.2
Hukum penanaman modal di Indonesia itu sendiri sudah diatur pada
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal yang di dalamnya telah ditentukan 10 asas dalam penanaman modal.
Kesepuluh asas itu antara lain:
2Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007),h. 37-38.
13
1. kepastian hukum
2. keterbukaan
3. akuntabilitas
4. perlakuan yang sama dan tidak membeda-bedakan asal negara
5. kebersamaan
6. efisiensi berkeadilan
7. berkelanjutan
8. berwawasan lingkungan
9. kemandirian
10. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia
harus mengukuti prosedur-prosedur dan syarat-syarat yang sudah ditentukan,
dalam hal ini yang berurusan dengan penanaman modal secara terpadu adalah
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Untuk melaksanakan bidang
usahanya, investor juga memerlukan tenaga kerja dari masyarakat yang ada di
negara tempat tujuan investor menanamkan modalnya maupun tenaga kerja
asing yang keseluruhannya terkait dengan ketenagakerjaan di Indonesia.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Yuridis normatif artinya
14
penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada
peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat
atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.3
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-
undangan (statute approach), pendekatan analisis (analytical approach), dan
pendekatan historis (historical approach). Pendekatan perundang-undangan
dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang penormaan justru kondusif bagi
terselenggaranya perlindungan penanam modal di Indonesia. Pendekatan analisis
berguna mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan
dalam aturan perundang-undangan. Pendekatan historis dilakukan untuk
mengetahui sejarah perjalanan perlindungan penanaman modal di Indonesia.
3. Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
3 Soerdjono, Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan didalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.
15
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat kepada
masyarakat berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan perlindungan penanam modal asing maupun penanam modal
dalam negeri di Indonesia. Bahan hukum primer meliputi peraturan
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan
hakim.4
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
kejelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku yang
berkaitan dengan penanaman modal, surat kabar, majalah, serta artikel.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder, berupa kamus bahasa Indonesia, kamus ekonomi, ensiklopedi,
bibliografi, website resmi dalam internet, dan wawancara.
4. Pengumpulan Data
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum
tersier yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan
masalah dan diklasifikasikan menurut sumber hierarkinya.
4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. cet. VI, (Jakarta : Kencana, 2010), h.141.
16
5. Analisis Data
Karena pendekatan data utama penelitian ini adalah normatif, maka
akan dilakukan dengan analisis isi (content analisis). Teknik analisis ini diawali
dengan mengkompilasi berbagai dokumen termasuk peraturan perundang-
undangan ataupun referensi-referensi hukum yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap penanaman modal pada bidang usaha
perkebunan di Indonesia. Kemudian hasil dari riset tersebut, selanjutnya dikaji
isi (content), baik terkait kata-kata (word), makna (meaning), simbol, ide, tema-
tema, dan berbagai pesan lainnya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis tersebut
adalah: Pertama, semua bahan hukum yang diperoleh melalui normatif
disistematiskan dan diklasifikasikan menurut masing-masing objek
bahasannya; Kedua, setelah disistematiskan dan diklasifikasikan kemudian
dilakukan eksplikasi, yakni diuraikan dan dijelaskan sesuai objek yang diteliti
berdasarkan teori; Ketiga, bahan yang telah dilakukan evaluasi, dinilai dengan
menggunakan ukuran ketentuan hukum yang berlaku.
6. Teknik Penulisan
Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis
dalam skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah
17
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.”
G. Sistematika Penelitian
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”
dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri
atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun
perinciannya sebagai berikut:
BAB I : Merupakan pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah,
dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu,
Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Merupakan bab mengenai landasan teori. Bab ini membahas
mengenai pengertian perlindungan hukum, bentuk perlindungan
hukum, dan hak dan kewajiban penanaman modal.
BAB III : Merupakan bab yang berisi tentang penanaman modal di
Indonesia, diantaranya yaitu definisi penanaman modal, sejarah
perkembangan penanaman modal, manfaat penanaman modal,
dan definisi hukum penanaman modal.
18
BAB IV : Merupakan bab analisis Perlindungan Hukum bagi Penanam
Modal. Dalam bab ini hasil dari penelitian yang kemudian
digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan dianalisis
menurut hukum oleh penulis. Adapun bab ini menjawab
permasalahan tentang substansi hukum penanaman modal di
Indonesia, perlindungan hukum bagi penanaman modal di Indonesia,
faktor yang menghambat penanaman modal di bidang usaha
perkebunan di Indonesia, dan analisis penulis.
BAB V : Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan
bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik
beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis
menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Perlindungan Hukum
Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa bertentangan
antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum harus bisa mengintegrasikannya
sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin.
Istilah “hukum” dalam bahasa Inggris dapat disebut sebagai law atau
legal. Dalam subbab ini akan dibahas pengertian hukum ditinjau dari sisi
terminologi kebahasaan yang merujuk pada pengertian dalam beberapa kamus
serta pengertian hukum yang merujuk pada beberapa pendapat ataupun teori
yang disampaikan oleh pakar. Pembahasan mengenai hukum disini tidak
bermaksud untuk membuat suatu batasan yang pasti mengenai arti hukum
karena menurut Immanuel Kant pengertian atau arti hukum adalah hal yang
masih sulit dicari karena luasnya ruang lingkup dan berbagai macam bidang
yang dijadikan sumber ditemukannya hukum.
Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut KBBI
adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah
20
tentang peristiwa alam tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan
oleh hakim dalam pengadilan, atau vonis.
Pendapat mengenai pengertian untuk memahami arti hukum yang
dinyatakan oleh R. Soeroso, S.H. bahwa hukum adalah himpunan peraturan
yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang
melanggarnya.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai
harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaedah dan
asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus
pula mencakup lembaga atau institusi dalam proses yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto S.H.
hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib.
21
Menurut Soedjono Dirdjosisworo bahwa pengertian hukum dapat dilihat
dari delapan arti1, yaitu hukum dalam arti penguasa, hukum dalam arti para
petugas, hukum dalam arti sikap tindakan, hukum dalam arti sistem kaidah,
hukum dalam arti jalinan nilai, hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti
ilmu hukum, hukum dalam arti disiplin hukum. Beberapa arti hukum dari
berbagai macam sudut pandang yang dikemukakan oleh Soedjono
Dirdjosisworo menggambarkan bahwa hukum tidak semata-mata peraturan
perundang-undangan tertulis dan aparat penegak hukum seperti yang selama ini
dipahami oleh masyarakat umum yang tidak tahu tentang hukum. Tetapi hukum
juga meliputi hal-hal yang sebenarnya sudah hidup dalam pergaulan
masyarakat.
Dalam hal memahami hukum ada konsep konstruksi hukum. terdapat
tiga jenis atau tiga macam konstruksi hukum yaitu, pertama, konstruksi hukum
dengan cara memperlawankan. Maksudnya adalah menafsirkan hukum antara
aturan-aturan dalam peraturan perundang-undangan dengan kasus atau masalah
yang dihadapi. Kedua, konstruksi hukum yang mempersempit adalah
membatasi proses penafsiran hukum yang ada di peraturan perundang-
undangan dengan keadaan yang sebenarnya. Ketiga, konstruksi hukum yang
memperluas yaitu konstruksi yang menafsirkan hukum dengan cara
1 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. RajagrafindoPersada, 2008), h. 25-43.
22
memperluas makna yang dihadapi sehingga suatu masalah dapat dijerat dalam
suatu peraturan perundang-undangan.
Menurut Hans Kelsen, hukum adalah ilmu pengetahuan normatif dan
bukan ilmu alam2. Lebih lanjut Hans Kelsen menjelaskan bahwa hukum
merupakan teknik sosial untuk mengatur perilaku masyarakat.3
Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris disebut
dengan protection. Istilah perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan
istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi,
sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of
protecting.4
Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal
yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau
barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang
diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian,
perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warga
negaranya agar hak-haknya sebagai seorang warganegara tidak dilanggar, dan
2 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta:Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006), h. 12.
3 Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Jakarta: Nusamedia, 2009), h. 343.4 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St. paul: West, 2009), h.
1343.
23
bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang
berlaku.5
Pengertian perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan
sebagainya) memperlindungi. Dalam KBBI yang dimaksud dengan
perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan melindungi. Sedangkan hukum
adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau yang data berlaku bagi
semua orang dalam masyarakat (negara).
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran
dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu
keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.6
Adapun pendapat yang dikutip dari bebearpa ahli mengenai
perlindungan hukum sebagai berikut:
1. Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
5 “Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei 2004.6 Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI,
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam PelanggaranHak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 TentangPenghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
24
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut.7
2. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa
yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban
dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia.8
3. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama
manusia.9
4. Menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaitu merupakan segala
upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat
memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang
bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.10
7 Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003),h. 121.
8 Setiono, “Rule of Law”, (Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, UniversitasSebelas Maret, 2004), h.3.
9 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,(Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), h. 14.
10 Hetty Hasanah, “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumenatas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”, artikel diakses pada 3 Februari 2014 darihttp://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.
25
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,
perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau
masyarakat kepada warganegara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban,
dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, perlindungan hukum adalah segala upaya
yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan
oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
pengadilan. Sedangkan perlindungan hukum yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No.2 Tahun 2002 tentang Tatacara Perlindungan Terhadap Korban
dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, perlindungan
hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik
maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum
apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.
2. Jaminan kepastian hukum.
26
3. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.
4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
Esensi perlindungan hukum terhadap penanam modal adalah suatu
perlindungan yang memberikan jaminan bagi seorang penanam modal , bahwa
ia akan dapat menanamkan modalnya dengan situasi yang fair terhadap para
pihak yang terkait dengan hukum, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya,
terutama dalam hal mendapatkan akses informasi mengenai situasi pasar,
situasi politik dan masyarakat, asset yang dikelola oleh penanam modal,
peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya.
Dalam Islam hak memperoleh perlindungan terdapat dalam Al-Quran
(Q.S. Al-Balad/90: 12-17)11
( 12-17:90 / )
Artinya:
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu
melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari
kelaparan. Kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang
11 Dari Deklarasi Kairo atau Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN JakartaPress, 2000), h. 217
27
miskin yang sangat fakir. Dan dia tidak pula termasuk orang-orang yang
beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang” (Q.S. Al-Balad/90: 12-17).
Menurut Q.S. Al-Balad/90: 12-17 bahwa jalan yang berat ditempuh bagi
seorang muslim yang berkaitan dengan perlindungan hukum terdapat dalam
akhir ayat 17 yaitu saling berpesan untuk bersabar dan berkasih sayang. Kasih
sayang yang dimaksud ialah saling memberikan perlindungan hukum antara
pemerintah dengan penanam modal asing maupun domestik.
Kemudian, dalam ayat lain yaitu Al-Quran (Q.S. At-Taubah/9: 6)12
Allah berfirman bahwa:
6:9(
Artinya:
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (Q.S. At-
Taubah/9: 6).
12 Ibid.
28
Menurut Q.S. At-Taubah/9: 6 bahwa kewajiban seorang muslim untuk
memberikan perlindungan kepada setiap manusia. Seorang muslim harus
memberikan perlindungan hukum terhadap sesama muslim, sebangsa, dengan
orang non-muslim dan warga negara asing.
Adapun hadits yang menyebutkan mengenai perlindungan hukum dan
pemberian hak keamanan yaitu:
وذمة المسلمین واحدة یسعى بھا أدناھم
Artinya:
Perlindungan kaum muslimin terhadap orang kafir adalah sama
walaupun jaminan itu diberikan oleh kaum muslimin yang paling rendah (HR.
Muslim Nomor 2344).
Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak perlindungan kepada non
Muslim boleh diberikan oleh seorang Muslim. Apabila syarat-syarat pemberian
perlindungan telah terpenuhi, maka perlindungan yang diberikan oleh seorang
Muslim memiliki kekuatan yang sama dengan perlindungan yang diberikan
penguasa muslim. Atas dasar ini, maka pemberian perlindungan seorang
Muslim secara pribadi atau penguasa Muslim kepada orang non muslim adalah
sah. Sehingga seluruh kaum Muslimin dari penduduk suatu negara tertuntut
untuk menaatinya.
29
B. Bentuk Perlindungan Hukum
Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu
bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).13 Bentuk
perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi
penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-
lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini
sejalan dengan pengertian hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo yang
menyatakan bahwa hukum memiliki pengertian beragam dalam masyarakat dan
salah satunya yang paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya
institusi-institusi penegak hukum.
Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan.
Menurut Soedirman Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan hukum adalah
mencapai keadilan. Maka dari itu, adanya perlindungan hukum merupakan
salah satu medium untuk menegakkan keadilan salah satunya penegakan
keadilan di bidang ekonomi khususnya penanaman modal.
Penegakan hukum dalam bentuk perlindungan hukum dalam kegiatan
ekonomi khususnya penanaman modal tidak bisa dilepaskan dari aspek hukum
13 Rafael La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of FinancialEconomics”, no. 58, (Oktober 1999): h. 9.
30
perusahaan14 khususnya mengenai perseroan terbatas karena perlindungan
hukum dalam penanaman modal melibatkan beberapa pihak pelaku usaha
turutama pihak penanam modal, direktur, komisaris, pemberi izin dan
pemegang kekuasaan, serta pihak-pihak penunjang terjadinya kegiatan
penanaman modal seperti notaris yang mana para pihak tersebut didominasi
oleh subjek hukum berupa badan hukum berbentuk perseroan terbatas.
Subjek hukum dalam hukum perdata terdapat dua subjek hukum, yaitu
subjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan hukum. subjek
hukum orang pribadi atau natuurlijkepersoon adalah orang atau manusia yang
telah dianggap cakap menurut hukum. orang sebagai subjek hukum merupakan
pendukung atau pembawa hak sejak dia dilahirkan hidup hingga dia mati.15
Walaupun ada pengecualian bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan
ibunya dianggap telah menjadi sebagai subjek hukum sepanjang
kepentingannya mendukung untuk itu.
Selanjutnya, subjek hukum dalam hukum perdata adalah badan hukum
atau rechtspersoon. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi atau
14 Hukum perusahaan merupakan lapangan hukum yang berada dalam sistem hukumperdata. Dalam hukum perdata terdapat enam bidang hukum yaitu hukum perorangan, hukumkeluarga, hukum waris, hukum harta kekayaan yang didalamnya meliputi hukum kebendaandan hukum perikatan. Hukum perusahaan adalah hukum perikatan yang muncul dari lapanganperusahaan. Kedudukan hukum perusahaan terletak pada lapangan Hukum Dagang(pengkhususan hukum perdata), Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Ekonomi. Lihar RTSutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), h. 5-8.
15 H.R. Sardjono dan Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai Perbandingan Hukumperdata, h. 143.
31
dapat pula merupakan kumpulan dari badan hukum. Menurut Satjipto Rahardjo,
hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya secara
terukur. Kepentingan merupakan sasaran dari hak karena hak mengandung
unsur perlindungan dan pengakuan.16
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau legal
protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat
demi mencapai keadilan.17 Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan
sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi.18
C. Hak dan Kewajiban Perlindungan Hukum
Hak adalah sesuatu yang harus kita dapatkan sedangkan kewajiban
adalah sesuatu yang harus kita kerjakan. Lahirnya suatu kontrak menimbulkan
suatu hubungan hukum perikatan yang mengakibatkan timbulnya hak dan
kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hukum
dari suatu kontrak. Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah
pelaksanaan dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa
suatu kontrak tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
16 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. VI (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h.54.
17 Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal(Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 FakultasSyariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 19.
18 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, “Penerapan Teori Hukum pada PenelitianTesis dan Disertasi”, cet. 1, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), h. 261.
32
dinyatakan dalam kontrak tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut
sifat kontrak diharuskan atau diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-
undang. Tentang hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam
isi perjanjian yang disepakati kedua belah pihak.19
Hak dan kewajiban penanam modal asing telah ditentukan dalam pasal
10, pasal 12, pasal 14, pasal 19, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Kewajiban perusahaan penanam
modal asing antara lain:
1. Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara
Indonesia, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 11.
2. Melakukan kerja sama antara penanam modal asing dengan penanam
modal Indonesia.
3. Mengurus dan mengendalikan perusahaannya sesuai dengan asas-asas
ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan negara.
4. Memberikan kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif
setelah jangka waktu tertentu dan menurut pertimbangan yang
ditetapkan pemerintah.
5. Wajib menyelenggarakan dan atau menyediakan fasilitas latihan dan
pendidikan di dalam dan atau di luar negeri secara teratur dan terarah
19 “Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak “Franchise”, artikeldiakses pada 3 Maret 2013 darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35732/6/Chapter%20III-V.pdf
33
bagi warga negara Indonesia. Tujuannya adalah agar berangsur-angsur
tenaga kerja warga negara asing dapat digantikan oleh tenaga kerja
warga negara Indonesia.
Sedangkan hak penanam modal asing adalah:
1. pemakaian atas tanah seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hak pakai.
2. Hak untuk mendatangkan atau menggunakan tenaga pimpinan dan
tenaga kerja ahli warga negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum
dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia.
3. Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang
berlaku untuk:
a. Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak dan
kewajiban pembayaran lain di Indonesia.
b. Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja asing yang
dipekerjakan di Indonesia.
c. Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut.
d. Penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap.
e. Kompensasi dalam hal nasionalisasi.
Selain itu, hak dan kewajiban penanam modal khususnya penanaman
modal asing telah ditentukan dalam pasal 8, pasal 10, pasal 14, pasal 15, dan
34
pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Hak penanam modal asing meliputi:
1. Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan.
2. Melakukan transfer dan repatriasi (pengiriman) dalam valuta asing.
3. Menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan
keahlian tertentu.
4. Mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan.
5. Mendapat informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang
dijalankannya.
6. Hak pelayanan.
7. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan.
Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal telah ditentukan
dalam pasal 14, 15, dan 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab itu meliputi:
1. Setiap penanaman modal berhak mendapatkan:
a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan.
b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang
dijalankannya.
c. Hak pelayanan.
35
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Setiap penanam modal berkewajiban:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi penanaman Modal.
d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan
usaha penanaman modal.
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian
jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau
menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah
praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara.
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
36
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kesejahteraan pekerja.
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan artinya
bahwa penanam modal tidak hanya mematuhi peraturan perundang-undangan di
bidang penanaman modal, tetapi juga di bidang lainnya seperti bidang
lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertanahan, dan lain-lain. Apabila
penanam modal melanggar peraturan perundang-undangan maka dapat
dikenakan sanksi berupa sanksi pidana, administratif, denda, dan perdata.
Peran kepolisian sebagai penegak hukum dituntut untuk mampu
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap setiap bentuk tindak pidana,
termasuk upaya pembuktian secara ilmiah dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi guna melindungi hak-hak penanaman modal.
Aktualisasi dari peran sebagai penegak hukum ini adalah:
1. Menguasai dan mahir dalam hukum acara pidana maupun perdata
sehingga mampu menghadapi setiap permasalahan hukum dengan tepat
dan dapat mengatasi kasus-kasus pelanggaran hak pada tingkat pra
peradilan.
2. Menguasai teknik dan taktik penyelidikan serta penyidikan sehingga
mampu membuat terang dan terungkapnya setiap tindak pidana yang
terjadi.
37
3. Mempunyai semangat dan tekad yang kuat untuk menjadi “Crime
Hunter”dengan motto “Walaupun langit esok akan runtuh namun
hukum harus tetap ditegakkan.”
4. Mampu memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
membantu mengungkapkan pembuktian secara ilmiah dalam kasus-
kasus yang terjadi.
5. Mampu melakukan koordinasi dengan segenap instansi terkait dalam
usahanya menegakan hukum menurut sistem peradilan pidana
khususnya dan serta mengkoordinasikan dan mengawasi penyidik
pegawai negeri sipil dalam rangka perlindungan hak-hak penanaman
modal.
Budaya Paternalistik masih hidup dan melekat pada sebagian besar
masyarakat khususnya di kalangan masyarakat pedesaaan. hal-hal yang
diucapkan oleh pimpinan formal maupun informal walaupun terkadang
pernyataan itu tidak sesuai dengan hak penanam modal namun karena
diucapkan oleh pimpinan kharismatik lalu dianggap sebagai suatu kebenaran
atau walaupun dalam hati kecilnya menolak namun tidak berani
mengungkapkan kesalahan dari ucapannya tersebut. sehingga mengurangi hak
38
dari penanam modal yang dapat juga dinamakan kesadaran Hukum Yang
Rendah.20
Dalam bekerjanya sistem peradilan pidana garis koordinasi dan
interkoneksi antar lembaga penegak hukurn untuk melaksanakan tahapan acara
pidana menunjukkan diferensiasi fungsional dari masing-masing lembaga. Pada
titik ini terdapat kerentanan terjadinya ego sektoral dari masing-masing
lembaga. Terdapat kecenderungan dalam praktik selama ini Pemasyarakatan
kurang memiliki kekuatan tawar yang kuat terhadap tiga institusi penegak
hukum yaitu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.21
20 Syamsiar Julia, “Pelanggaran HAM dan Peran POLRI dalam Penegakan Hukum diIndonesia”, Jurnal Akademik Universitas Sumatera Utara.
21 Hamdi Hasibuan, “Peranan Lembaga Kemasyarakatan dalam Penegakan Hukum danPerlindungan Hak Asasi Tahanan dan Narapidana (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan KelasII A Anak Medan)”, Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2009.
39
BAB III
PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
A. Definisi Penanaman Modal
Istilah penanaman modal berasal dari bahasa latin, yaitu investire yang
artinya memakai, sedangkan dalam bahasa inggris disebut dengan investment.
Dalam definisi penanaman modal dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan
untuk penaikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal,
dan barang modal itu akan dihasilkan produk baru.
Wikipedia Indonesia mengartikan investor atau penanam modal adalah
orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang
melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis
investasi yang dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Terkadang istilah penanam modal ini juga digunakan untuk menyebutkan
seseorang yang melakukan pembelian properti, mata uang asing, komoditi,
derivatif, saham perusahaan, atau asset-aset lainnya dengan suatu tujuan untuk
memperoleh keuntungan dan bukan merupakan profesinya serta hanya untuk
jangka waktu tertentu.
Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep teoritis
tentang penanaman modal. Fitzgeral mengartikan penanaman modal adalah
aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang
40
dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan
barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang.
Kamaruddin Ahmad mengartikan penanaman modal adalah penempatan uang
atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan
tertentu atas uang atau dana tersebut.
Penanaman modal menurut Sunariyah adalah penanaman modal untuk
satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.
Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian, dan produksi,
dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang
akan datang. Contohnya adalah membangun infrastruktur atau pabrik.
Menurut Ferdie Darmawan, penanaman modal merupakan salah satu
pilihan untuk mencapai kebebasan finansial dan tidak dibatasi oleh kesibukan,
waktu, maupun usia. Sedangkan menurut Losina Purnastuti, penanaman modal
merupakan komponen pengeluaran terbesar kedua setelah konsumsi.
Pembelanjaan investasi dipengaruhi oleh motif profit. Sapto Raharjo
mendefinisikan penanaman modal merupakan penggunaan dana atau modal
untuk pembelian instrumen pasar modal, seperti saham, obligasi, reksadana,
instrumen pasar uang, properti, dan lain-lain.
41
Pakar lain yang berasal dari luar negeri, pada tahun 1993, yaitu Sharpe,
mendefinisikan penanaman modal merupakan mengorbankan aset yang dimiliki
sekarang guna mendapatkan aset pada masa mendatang yang tentu saja dengan
jumlah yang lebih besar. Lalu Jones, pada tahun 2004 mendefinisikan
penanaman modal adalah komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau
lebih aset selama beberapa periode pada masa mendatang. Menurut Reilly and
Brown penanaman modal adalah komitmen mengikatkan aset saat ini untuk
beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang
mampu mengkompensasi pengorbanan investor yang serupa: keterikatan aset
pada waktu tertentu, tingkat inflasi, dan ketidaktentuan penghasilan pada masa
mendatang.
Muhammad Syakir Sula mendefinisikan penanaman modal adalah
menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada
sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan
meningkatkan nilainya di masa mendatang. Lalu, menurut Joko Salim,
penanaman modal adalah mengelola kelebihan dana untuk mendapatkan
keuntungan dan yang lebih besar lagi, syarat utama untuk melakukan investasi
adalah terlebih dahulu memiliki kelebihan dana.1
1 Muhammad Syakir, “Definisi Investasi”, artikel diakses pada 14 November 2012 darihttp://carapedia.com/pengertian_definisi_investasi_info2073.html.
42
Dalam Ensiklopedia Indonesia, penanaman modal diartikan sebagai
penanaman uang atau modal untuk proses produksi dengan membeli gedung-
gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelengaraan uang kas, serta
perkembangannya. Dengan demikian, cadangan modal barang diperbesar
sejauh tidak ada modal barang yang harus diganti.
Para ekonom mengemukakan pengertian yang berbeda-beda tentang
investasi. Yogianto mengemukakan bahwa investasi adalah penundaan
konsumsi saat ini untuk digunakan produksi yang efisien selama periode
tertentu. Tandelilin mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah
dana atau sumber daya lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan
memperoleh keuntungan di masa mendatang.
Dalam sistem ekonomi konvensional, seseorang melakukan investasi
dengan motif yang berbeda-beda, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas, menabung agar mendapatkan pengembalian yang lebih besar,
merencanakan pensiun, berspekulasi, dan lain-lain. Sumantoro menyebutkan
tiga hal utama yang mendorong seseorang melakukan investasi, yaitu
mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang, menghindari
kemerosotan harta akibat inflasi, dan untuk memanfaatkan kemudahan ekonomi
yang diberikan pemerintah.
43
Ada hal lain yang turut berperan dalam berinvestasi syariah. Investasi
syariah tidak selalu membicarkan persoalan duniawi sebagaimana yang
dikemukakan oleh para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat
menentukan berhasil atau tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu
ketentuan dan kehendak Allah. Sebagaimana terdapat pada Al-Qur’an (Q.S.
Lukman/31: 34):
34:31(
Artinya:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
Hari Kiamat. dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti)
apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Islam memadukan antara dimensi dunia dan dimensi akhirat. Setelah
kehidupan dunia yang fana, ada kehidupan akhirat yang abadi. Setiap muslim
harus berupaya meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kehidupan dunia
hanyalah sarana dan masa yang harus dilewati untuk mencapai kehidupan yang
kekal di akhirat.
44
Islam memandang semua perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk aktivitas ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan
hasil (return). Investasi yang melanggar syariah akan mendapatkan balasan
yang setimpal, begitu pula investasi yang sesuai dengan syariah. Return
investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan.
Hasil yang akan didapatkan manusia dari investasinya di dunia bisa berlipat-
lipat ganda.
B. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal
Pembicaraan tentang sejarah perkembangan penanaman modal tidak
lepas dari pembicaraan tentang gelombang atau periodisasi penanaman modal,
yaitu periode kolonialisme kuno, dan pasca-kemerdekaan.
Periode kolonialisme kuno dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18.
Melalui kebijaksanaan pemerintah Hindia-Belanda yang memperkenankan
masuknya modal asing dari Eropa untuk menanamkan modalnya dalam bidang
perkebunan.2 Kemudian adanya pengambilalihan kewajiban badan usaha VOC
oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799 sehingga memungkinkan pemerintah
Belanda mulai terjun langsung dalam pencarian dan perdagangan rempah-
rempah seperti: kopi, pala, cengkeh, dan tebu serta memungkinkan pula
2 Jochen Roppke, Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan PerilakuKegiatan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1986), H. 157.
45
dilakukannya penanaman modal lainnya di daerah-daerah jajahan seperti
Hindia-Belanda.
Di samping itu, pemerintah Belanda juga mulai membuka tanah-tanah
pertanian di Indonesia dengan mengeluarkan aturan pertanahan yang dikenal
dengan “Agrarische Wet” pada tahun 1870. Dengan adanya peraturana ini,
maka penanaman modal asing yang khususnya datang dari swasta Eropa dan
mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Belanda diizikna untuk
melakukan usahanya di Indonesia, namun masih terbatas pada daerah-daerah
pertanian tertentu yang tidak diusahakan oleh pemerintah Belanda untuk usaha
perkebunan dengan pengawasan yang sangat ketat oleh pemerintah daerah
jajahan. Sedangkan bidang usaha lain seperti pertambangan, perdagangan, dan
sebagainya tetap dikuasai dan dijalankan oleh pemerintah Belanda.
Berbagai perkembangan terjadi dengan variasi yang berbeda lewat
masuknya penanaman modal asing swasta Eropa ke Hindia-Belanda
diantaranya terjadi kenaikan produksi hasil bumi, adanya kewenangan
bertindak bagi buruh untuk mendapatkan penghasilan meskipun kecil karena
bekarja sebagai buruh upahan di perkebunan swasta asing. Hal itu berbanding
terbalik dengan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda
46
dimana kondisi kerja buruh sangat memprihatinkan. Para buruh dipandang
sebagai hewan kerja yang malas, lamban, dan pembohong.3
Pesatnya penanaman modal asing yang dilakukan oleh swasta Eropa di
Hindia-Belanda menunjukan bahwa perekonomian Hindia-Belanda sudah mulai
diperkenalkan dengan modal asing, oleh Boeke dalam buku Economics and
Economic policy of Dual Societies disebut sebagai ekonomi yang bersifat
dualistis.
Pada periode pasca kemerdekaan secara yuridis Indonesia telah memulai
babak baru dalam mengelola secara mandiri perekonomian negara guna
melaksanakan pembangunan nasional, meskipun penanaman modal tetap
mengalami kemandekan karena penjajahan Belanda dan lebih parah lagi pada
masa penjajahan Jepang. Bahkan selama 17 tahun berikutnya Indonesia hanya
menjadi negara pengimpor barang modal dan teknologi, tidak satupun dalam
bentuk penanaman modal asing secara langsung. Sampai dengan tahun 1949
setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, keadaan
penanaman modal terutama asing yang masuk ke Indonesia masih tetap
mengalami kemandekan dan hanya penanaman modal asing warisan pemerintah
Belanda saja yang sudah mulai kembali beroperasi.
Pada tahun 1953 pemerintah menyusun suatu rencana Undang-Undang
Penanaman Modal Asing (PMA) yang dirancang untuk berbagai persyaratan
3 Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik, (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 56.
47
minimum sambil mendorong penanaman modal asing pada beberapa bidang
usaha tertentu. Oleh Pauw4 dikemukakan bahwa undang-undang tersebut tidak
banyak memberikan kemudahan, membatasi para penanam modal asing untuk
bergerak pada beberapa bidang usaha tertentu diantaranya jasa pelayanan
umum dan pertambangan, namun menguntungkan penanam modal dalam
negeri pada beberapa bidang usaha yang biasanya dijalankan oleh orang
Indonesia.
Belum cukup dua tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut,
prospek masuknya penanaman modal asing dengan dibentuknya undang-
undang tersebut menjadi sirna setelah pemerintah melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda pada Desember tahun 1957. Sudah dapat
diduga setelah tahun 1957 industri mengami stagnan seperti halnya seluruh
sektor perekonomian nasional.
Tanggal 5 Juli 1959 Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali
kepada UUD 1945 setelah terjadinya krisis politik dunia, mengakhiri sistem
demokrasi parlemen, mencabut UUDS 1950, menciptakan demokrasi
terpimpin, dan ekonomi terpimpin. Banyak proyek-proyek baru yang dilahirkan
seperti pembangunan pabrik baja di Cilegon Jawa Barat, pabrik superfosfat di
Cilacap Jawa Tengah, dan pekerjaan awal PLTA dan pabrik peleburan
alumunium di Asahan Sumatera Utara.
4 Ibid.
48
Menjelang akhir tahun 1965 proyek-proyek ini tidak satupun dapat
diselesaikan sehingga kemerosotan ekonomi semakin parah, laju inflasi
mencapai 20-30 % perbulan. Pernyataan Hamengku Buwono IX selaku menteri
perekonomian pada saat itu mengatakan bahwa pada tahun 1965 harga-harga
pada umumnya naik lebih dari 500 %, bahkan haga beras melonjak dengan
lebih dari 900 %.5
Pada tahun 1966 tepatnya tanggal 11 Maret 1966 peralihan kekuasaan
terjadi dari rezim Orde Lama kepada Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang
mewarisi keadaan politik dan ekonomi yang sudah hampir ambruk dari
pemerintahan sebelumnya. Upaya yang paling awal dilaksanakan pada masa
orde baru adalah dengan menggunakan cara pendekatan pragmatis sebagai
konsep utama dalam melakukan perbaikan ekonomi yakni dengan mengatur
kembali jadwal pelunasan utang luar negeri yang jumlahnya sudah melebihi
$2.400 juta. Kemudian menciptakan mekanisme untuk menanggulangi inflasi,
merehabilitasi infrastruktur, mendorong pertumbuhan perbaikan sarana dan
prasarana ekonomi, dan memperbaiki hubungan dengan luar negeri. Oleh
Muhammad Sadli6 disebut sebagai pendekatan yang sepenuhnya onpelitik atau
sebagai suatu versi teknoratis.
5Ibid, h. 51.6 Ibid.
49
Model pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianut oleh pemerintah
Orde Baru dengan dukungan elit angkatan darat menekankan pada
pembentukan modal yang harus melebihi pertumbuhan penduduk dengan jalan
mengadakan pinjaman atau utang luar negeri ataupun mendorong penanaman
modal asing. Yahya A. Muhaimin7 menguraikan bahwa dengan menggunakan
satu versi yang dinamis dari model tersebut, maka pertumbuhan ekonomi akan
dipercepat jika pertumbuhan modal dipercepat melalui berbagai jenis program
tabungan dan investasi atau penanaman modal asing langsung dalam lingkup
negara ataupun swasta melebihi hasil produksi dan pertumbuhan penduduk.
Model itu juga menekankan pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk
dengan jalan menekan angka kelahiran.
Muhammad Sadli8 salah seorang penasihat ekonomi pemerintahan Orde
Baru menegaskan bahwa keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas
pertumbuhan selanjutnya dari perekonomian nasional. Tuduhan yang sering
sekali terdengar dalam perekonomian bekas kolonial bahwa perusahaan-
perusahaan penanaman modal asing menghambat pertumbuhan perusahaan-
perusahaan pribumi akan dapat dihindarkan. Beliau juga mengemukakan bahwa
7 Ibid., hal. 19.8 Muhammad Sadli, “Indonesian Economic Development”, Board Record ed. vol., 6
November 1969 (Jakarta: Board Record, 1969), hal. 40.
50
proses pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menuju kepada
industrialisasi, dimana industrialisasi merupakan hasil pembangunan.9
Pada masa orde baru juga ditandai dengan diundangkannya Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Pada
masa ini menghasilkan arus investasi meningkat, terbukti bahwa pada tahun
1996 FDI mengalami pertumbuhan positif dan mencapai puncaknya sebesar
US$ 6,2 miliar.
Pada masa Orde Reformasi tahun 1998-2004 arus penanaman modal di
Indonesia mengalami penurunan. Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan
negatif investasi terutama asing. Kemudian pada tahun 1999 menorehkan
catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus
berlanjut hingga tahun 2003. Defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar –US$ 1,5
miliar.
Berdasarkan data BKPM, laporan persetujuan investasi menunjukan
data yang besar. Akan tetapi, hanya sedikit dari persetujuan itu yang terealisasi.
Data BKPM menunjukan pada tahun 2001 persetujuan investasi asing mencapai
1334 proyek, namun yang direalisasikan hanya 376 proyek dengan nilai
investasi sebesar US$ 2,79 miliar. Sedangkan realisasi investasi dalam negeri
9 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004),h. 30-31.
51
hanya sebanyak 145 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 7,54 triliun. Pada
tahun 2002, persetujuan investasi asing menurun menjadi 1151 proyek,
sedangkan proyek yang terealisasi naik menjadi 425 proyek dengan nilai
investasi sebesar US$ 9,25 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar
188 proyek dan realisasi sebesar 105 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp
11,04 triliun. Pada tahun 2003, persetujuan investasi asing hanya mencapai 773
proyek, sedangkan realisasinya hanya mencapai 338 proyek dengan nilai
investasi sebesar US$ 2,03 miliar. Persetujuan investasi dalam negeri sebesar
143 proyek dan realisasi 76 proyek senilai Rp 5,64 triliun.
Faktor penyebab utama rendahnya investasi yang masuk ke Indonesia
adalah adanya anggapan dari para penanam modal bahwa Indonesia merupakan
negara yang belum aman dalam menanamkan investasinya karena belum
stabilnya seluruh ruang lingkup kehidupan bangsa Indonesia.
C. Manfaat Penanaman Modal
Keberadaan penanaman modal ternyata memberikan dampak positif di
dalam pembangunan. Adi Harsono mengemukakan dampak dari adanya
penanaman modal asing atau perusahaan asing dan penanaman modal dalam
negeri atau perusahaan dalam negeri di berbagai negara berdasarkan bukti-bukti
dari keberadaan investasi asing sebagai berikut:
1. Masalah Gaji
52
Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji
rata-rata nasional. Di Amerika misalnya, perusahaan asing membayar gaji 4%
lebih tinggi pada tahun 1989 dan 6% lebih tinggi pada tahun 1996
dibandingkan perusahaan-perusahaan domestik.
2. Lapangan Pekerjaan
Perusahaan menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan
dengan perusahaan domestik sejenis. Di Amerika misalnya, jumlah lapangan
pekerjaan yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% pertahun dari 1989
sampai 1996, sedangkan perusahaan domestik Amerika hanya menciptakan
0,8%. Di Inggris dan Prancis, lapangan pekerjaan yang diciptakan oleh
perusahaan asing naik 1,7% pertahun, sebaliknya lapangan pekerjaan yang
diciptakan perusahaan domestik menyusut 2,7%. Hanya di Jerman dan di
Belanda yang perusahaan asing tidak banyak berbeda menciptakan lapangan
pekerjaan dengan perusahaan domestik karena majunya perusahaan domestik di
negara tersebut.
3. Corporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya terutama di bidang
pendidikan. Jumlah pelatihan dan penelitian yang dikeluarkan oleh perusahaan
asing di Amerika mencapai 12% dari total pengeluaran CSR, di prancis 19%
dan di Inggris 40% dari total pengeluaran CSR mereka.
53
4. Ekspor
Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan
perusahaan domestik. Tahun 1996 di Irlandia, perusahaan asing mengekspor
89% dari produksinya dibandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan
domestik. Di Belanda perusahaan asing mengekspor 64% lebih banyak di
bandingkan dengan perusahaan domestik yang mengekspor 37% dari hasil
usahanya. Di prancis yaitu 35,2% yang diekspor oleh perusahaan asing dan
33,6% yang diekspor oleh perusahaan domestik. Dan di Jepang yaitu 13,1%
oleh perusahaan asing, sedangkan 10,6% oleh perusahaan domestik.
Negara-negara miskin OECD menerima berkah lebih besar dari adanya
investasi asing. Contohnya negara Turki, gaji pekerja perusahaan asing adalah
124% di atas rata-rata domestik nasional. Jumlah pekerja juga meningkat
11,5% pertahun dibandingkan dengan perusahaan domestik yang menciptakan
0,6% pertahun.
Selain itu, Adi Harsono juga mengungkapkan tentang dampak positif
investasi asing terutama di bidang industri migas yang menggunakan sistem
Production Sharing Contract (PSC) adalah sebagai berikut:
1. Produksi minyak dan gas bumi dari lapangan yang dikelola langsung
oleh perusahaan asing atau perusahaan yang berbentuk joint venture
54
terus meningkat, sedangkan produksi minyak perusahaan nasional
Pertamina justru menurun.
2. Jumlah pegawai perusahaan asing dan perusahaan jasa penunjang
perusahaan asing terus meningkat.
3. Gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing juga lebih baik
dibandingkan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan domestik.
4. Perusahaan asing mulai meningkatkan investasi di bidang pendidikan,
pelatihan, dan penelitian.
5. Secara tidak langsung, perusahaan asing juga membawa pengetahuan,
managemen, dan etika bisnis yang lebih profesional.
John W. Head juga mengemukakan bahwa keuntungan penanaman
modal asing adalah menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk
negara tujuan investasi hingga mereka dapat saling berbagi dan mendapatkan
peluang membuat perusahaan dan industri kecil yang menunjang kegiatan
perusahaan dan industri besar atau lainnya.
Dampak positif penanaman modal asing juga dikemukakan oleh
William A. Fennel dan Josseph W. Tyler serta Eric M. Burt, yaitu perusahaan
asing membantu upaya-upaya pembangunan perekonomian negara-negara
penerima modal, dan penanaman modal asing tidak melahirkan utang baru.
Selain itu juga, penanaman modal asing mendatangkan keahlian, manajerial,
ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan koneksi pasar yang baru.
55
D. Definisi Hukum Penanaman Modal
Istilah hukum penanaman modal berasal dari bahasa inggris, yaitu
investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan
pengertian hukum penaman modal. Untuk mengetahui pengertian hukum
penanaman modal, kita harus mencari dari berbagai pandangan para ahli dan
kamus hukum.
Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., mengemukakan pengertian hukum
penanaman modal adalah norma-norma hukum mengenai kemungkinan-
kemungkinan dapat dilakukannnya penanaman modal, syarat-syarat penanaman
modal, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar penanaman modal
dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
T. Mulya Lubis mengemukakan bahwa hukum penanaman modal tidak
hanya terdapat dalam undang-undang, tetapi dalam hukum dan aturan lain yang
diberlakukan berikutnya yang terkait dengan masalah-masalah penanaman
modal asing.
Menurut Salim H.S, dan Budi Sutrisno hukum penanaman modal adalah
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur antara penanam modal dengan
penerima modal, bidang-bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal,
serta mengatur tentang proses dan syarat-syarat dalam melakukan penanaman
56
modal di suatu negara.10 Kaidah hukum penanaman modal digolongkan
menjadi dua macam, yaitu kaidah hukum penanaman modal tertulis dan tidak
tertulis. Kaidah hukum penanaman modal tertulis merupakan kaidah hukum
yang mengatur tentang penanaman modal, dimana kaidah hukum tersebut
terdapat di dalam undang-undang, traktat, yurisprudensi, dan doktrin.
Sementara itu, hukum penanaman modal tidak tertulis merupakan kaidah-
kaidah hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pada
umumnya masyarakat yang melakukan penanaman modal didasarkan pada
kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis.
Unsur-unsur hukum penanaman modal yaitu adanya kaidah hukum
penanaman modal yang tertulis ataupun tidak tertulis, adanya subjek hukum
dimana subjek dalam hukum penanaman modal adalah penanam modal dan
negara sebagai penerima modal, adanya bidang usaha penanaman modal,
adanya prosedur dan syarat-syarat untuk melakukan penanaman modal, dan
adanya negara tujuan penanaman modal.
Hal yang diatur dalam hukum penanaman modal adalah hubungan
antara penanam modal dengan penerima modal. Status penanam modal dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu penanam modal asing dan penanam
modal dalam negeri. Bidang usaha merupakan bidang kegiatan yang
10 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 10.
57
diperkenankan atau dibolehkan untuk berinvestasi. Prosedur dan syarat-syarat
merupakan tata cara yang harus dipenuhi oleh penanam modal dalam
menanamkan investasinya. Negara merupakan negara yang menjadi tempat
penanaman modal itu dilakukan.
58
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENANAMAN MODAL
DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN DI INDONESIA
A. Substansi Hukum Penanaman Modal di Indonesia
Perkembangan hukum penanaman modal di Indonesia dimulai sejak
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tahun 1952,
Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal pertama kali diajukan di masa
kabinet Alisastroamidjojo. Tetapi tidak sempat diajukan ke hadapan parlemen
karena kabinet ini jatuh terlebih dahulu. Untuk pertama kalinya undang-undang
yang mengatur mengenai penanaman modal terutama asing adalah Undang-
Undang Nomor 78 Tahun 1958 yang kemudian mengalami perubahan ke
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1960. Adapun penyebabnya karena dalam
pelaksanaannya undang-undang ini banyak mendapat hambatan.
Pada tahun 1965 undang-undang yang mengatur mengenai penanaman
modal asing dicabut karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing
hanya menjadikan rakyat menderita dan hanya menguntungkan pihak asing.
Penderitaan rakyat terjadi karena adanya anggapan bahwa sumber kekayaan
alam Indonesia hanya untuk memperkaya penanam modal asing tanpa memberi
kesejahteraan bagi rakyat secara berarti. Perubahan undang-undang terus
berlanjut hingga akhirnya pada tanggal 26 April 2007 Presiden Republik
59
Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Dengan disahkannya undang-undang ini maka akan
memberi kepastian hukum dan harapan bagi penanaman modal asing maupun
domestik di Indonesia.
Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma atau
stufentheorie dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki, dimana suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar atau
Grundnorm.1 Pembentukan norma hukum yang berada lebih rendah mengacu
kepada norma hukum yang lebih tinggi, begitu sebaliknya, norma hukum yang
lebih tinggi dipakai sebagai dasar pembentukan norma-norma yang lainnya.
Pembentukan norma hukum seperti ini akan ditemukan hubungan yang sinkron
antara norma hukum yang lebih tinggi terhadap norma hukum yang lebih
rendah.
Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu
negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas:
1. Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)
1 Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasarPembentukannya, cet.XI, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 25.
60
2. Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Pokok Negara)
3. Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang Formil)
4. Kelompok IV : Verordnung dan Autonome Satzung (Aturan Pelaksana
dan Aturan Autonom).2
Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa jenis dan
hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Materi yang dapat diatur di dalam masing-masing hirarki norma hukum
diatas berbeda antara yang satu dengan lainnya. Materi atau muatannya secara
tegas tidak pernah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Para ahli berpendapat materi muatan undang-undang
dalam arti formele wet atau formell gesetz tidak dapat ditentukan lingkup
materinya, mengingat undang-undang merupakan wujud kedaulatan raja atau
2 Ibid. h. 27.
61
kedaulatan rakyat, sedangkan kedaulatan bersifat mutlak, keluar tidak
tergantung pada siapapun, dan kedalam tertinggi diatas segalanya. Dengan
demikian, menurut para ahli semua materi dapat menjadi materi muatan
undang-undang kecuali bila undang-undang tidak berkehendak mengaturnya
atau menetapkannya.3
Adapun ketentuan mengenai materi muatan undang-undang diatur
dalam pasal 5 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa
materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang:
1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
a. Hak-hak asasi manusia.
b. Hak dan kewajiban aparatur negara.
c. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara.
d. Wilayah negara dan pembagian daerah.
e. Kewarganegaraan dan kependudukan.
f. Keuangan negara.
2. diperintahkan oleh undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.
3 Ibid. h. 124.
62
Dalam Peraturan Daerah ditentukan materi muatan yang dapat diatur
dinyatakan dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa materi muatan Peraturan
Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah dan
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan di bidang investasi selama kurun waktu
terakhir ini, belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini
disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan penanam
modal. Ketidakpastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari
masalah-masalah yang menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Iklim
investasi yang kondusif tentunya akan sangat mempengaruhi iklim investasi di
Indonesia.
Sinkronisasi peraturan perundang-undangan menurut jenis dan hirarki
peraturan perundang-undangan sangat dibutuhkan. Dengan adanya hubungan
yang sejalan antara norma hukum yang satu dengan norma hukum yang lain
dalam hal mengatur aturan hukum yang sama dan tetap dalam hirarki peraturan
perundang-undangan, maka akan didapat bangunan hukum yang kokoh dan
kepastian hukum.
63
Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
Djisman Simanjuntak mengatakan peraturan-peraturan daerah yang bermasalah
dapat mempengaruhi daya saing ekonomi Indonesia. Djisman menyebutkan
dalam situasi ekonomi yang semakin terbuka saat ini memerlukan kepastian
hukum di bidang penanaman modal, termasuk regulasi di tingkat daerah.4 Saat
ini peringkat daya saing Indonesia masih berada diurutan bawah dibandingkan
dengan negara lain di kawasan Asia. Dengan adanya peraturan-peraturan daerah
yang tidak mendukung penanaman modal atau peraturan-peraturan daerah yang
bertentang dangan peraturan perundang-undangan di atasnya menjadikan tidak
adanya kepastian hukum untuk berusaha di Indonesia. Djasman menyebutkan
lambatnya proses pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah juga dapat
menimbulkan ketidakpastian hukum.5
Bambang Sujagad menyatakan bahwa investasi asing akan sulit masuk
ke Indonesia tanpa adanya pengaturan yang jelas antara pusat dan daerah. Hal
ini sejalan dengan ungkapan Hari Sabarno, menurutnya dalam setahun
inplementasi otonomi daerah banyak terjadi konflik antara provinsi dengan
kabupaten/kota dan antar kabupaten/kota karena adanya perbedaan penafsiran
dalam pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan secara wajib kepada
kabupaten/kota untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
4 “Perda Perburuk Iklim Investasi”, Kompas, 14 Juli 2010, h.1.5 Ibid.
64
penanaman modal. Oleh karena itu, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) mengusulkan agar prosedur penanaman modal dalam
pelayanan satu atap.
Menurut Mantan Deputi Menteri Negara Investasi Bidang
Pengembangan Usaha Nasional, Andung Nitimihardja mengatakan bahwa
untuk menarik investor asing menanamkan modalnya ke Indonesia relatif masih
sulit, karena mereka masih mengkhawatirkan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Mereka mengkhawatirkan
pelaksanaan undang-undang ini akan mempengaruhi kelangsungan usaha
mereka, apabila pada saat ini terlanjur menanamkan modalnya di daerah.
Mereka juga khawatir melihat otonomi daerah telah menyebabkan terjadinya
KKN dalam bentuk lain di daerah-daerah. Hal ini ditandai dengan adanya
beberapa pemilihan pemerintah daerah yang dilaksanakan sering kali tidak bisa
berjalan dengan semestinya, sehingga menimbulkan instabilitas.6
Penanaman modal yang mendapatkan surat persetujuan penanaman
modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPN) masih harus
mengurus izin prinsip di daerah, akibatnya terjadi pengulangan pengurusan
perizinan. Peraturan-peraturan daerah yang bermasalah kebanyakan berisikan
izin gangguan. Sebenarnya, aturan ini sudah ada sejak zaman Belanda. Pada
6 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),h. 57-59.
65
zaman itu izin gangguan diberlakukan untuk melindungi bisnis perusahaan
Belanda. Sedangkan pada saat ini, izin gangguan digunakan untuk menjaga
masyarakat dari gangguan akibat pelaksanaan penanaman modal.7
B. Perlindungan Hukum Bagi Penanaman Modal di Indonesia
Presiden Direktur Grant Thornton Indonesia (GTI) James S. Kallman
menyatakan bahwa insentif yang paling efektif untuk menarik kegiatan
investasi asing adalah pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan
memberikan jaminan keamanan. Diperlukan ketegasan pemerintah dalam
menerapkan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum
dan keamanan. Banyak investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, karena Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif
dibandingkan dengan negara-negara tujuan investasi yang lain. Menurutnya,
investor asing tidak akan melihat insentif pajak seperti tax holiday sebagai daya
tarik utama, melainkan apakah ada jaminan keamanan maupun penegakan
hukum pada negara tujuan investasi.
Faktor accountability dengan melakukan reformasi secara konstitusional
seta memperbaiki sistem peradilan dan hukum merupakan salah satu syarat
yang sangat penting dalam menarik investasi. Dorodjatum Kuntjoro Jakti
mengungkapkan masih kecilnya investasi yang masuk ke Indonesia akibat
7 “Direkomendasikan 1.000 perda Dibatalkan”, Kompas, 17 Juli 2010,h.1.
66
masih adanya kendala yang menyangkut dalam sistem perpajakan, kepabeanan,
prosedural birokrasi, administrasi daerah, dan soal perburuhan.
Daniel S. Lev menyatakan bahwa negara hukum merupakan sine qua
non, karena tanpa adanya proses hukum yang efektif, tidak mungkin diharapkan
perbaikan ekonomi, politik, kehidupan, sosial, dan keadilan. Sejak pertengahan
tahun 1998, tidak ada pembaruan kelembagaan hukum karena elite politik tidak
mampu menjalankannya. Ketidakmampuannya berakar pada kepentingan, kalau
proses hukum makin kuat, pimpinan politik menikmati keleluasaan bertindak
menurut kemauannya sendiri tanpa dikurangi tindakannya oleh pengadilan,
kejaksaan, polisi, pers, atau organisasi dan masyarakat. Akibatnya para jaksa,
hakim, dan polisi, kehilangan orientasinya pada hukum dan tidak mengelak
untuk melakukan korupsi.8
Dua undang-undang terdahulu yang mempunyai pengaruh besar
terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal adalah undang-undang yang meratifikasi WTO dan Undang-Undang
tentang pemerintah Daerah terakhir yang diubah ke Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004. Pengaruh kedua undang-undang tersebut sangat dirasakan dalam
Materi Pengaturan Penanaman Modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal ini.
8 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, h. 55-57.
67
Bahwa telah terjadi perubahan prinsip dasar serta istilah dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi negara kita, setelah pemerintah
menerbitkan undang-undang yang meratifikasi WTO itu. Demikian juga dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Di dalam undang-undang yang meratifikasi WTO kita dapat merasakan
pengaruhnya, yaitu bahwa Warga Negara Asing dapat menanamkan modalnya
di Indonesia tanpa dibedakan dengan Warga Negara Indonesia sendiri dalam
hal hak dan kewajibannya. Hanya dalam jenis usaha akan ada pembatasan-
pembatasan.9
Dalam pasal 30 angka 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal menyatakan dalam urusan pemerintahan di bidang
penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah:
1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi.
2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi
pada skala nasional.
3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung
antar wilayah atau ruang lingkup antar provinsi.
4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan
dan keamanan nasional.
9 Ibid, h. 96-97.
68
5. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan
modal asing, yang berasal dari pemerintahan negara lain, yang
didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah
negara lain; dan
6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah
menurut undang-undang.
Adapun urusan pemerintah daerah terkait dengan penanaman modal
diatur dalam pasal 30 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang menyatakan bahwa pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya
kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan
pemerintahan.
Pengadilan diartikan tidak hanya badan untuk mengadili, melainkan
suatu pengertian yang abstrak yaitu memberi keadilan. Keberadaan pengadilan
sebagai salah satu fungsi menyelenggarakan proses peradilan dalam menerima,
memeriksa, dan mengadili sengketa masyarakat ternodai dengan adanya
praktek jual-beli putusan. Hakikatnya keadilan adalah penilaian terhadap suatu
perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang
menurut pandangan subjektif melebihi norma-norma lain.10 Unsur subjektif
10 Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu pengantar”, cet.III,(Yogyakarta: Liberty, 2002), h. 71-72.
69
memegang peran yang dominan terhadap pandangan berbagai pihak pada
keadilan itu sendiri.
Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu Justitia
Distributiva dan Justitia Commutativa. Justitia Distributiva menuntut bahwa
setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Justitia
Commutativa memberi kepada setiap orang hak yang sama banyaknya. Yang
adil adalah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang
kedudukan dan sebagainya.11
Perilaku korupsi di lingkungan pengadilan telah menjadi momok yang
menakutkan bagi para pihak. Hampir di setiap lini di lingkungan pengadilan,
tidak hanya praktek jual beli, tetapi juga terjadi praktek pemerasan. Pada
perkara perdata, praktek pemerasan mulai terjadi saat permohonan gugatan
disampaikan kepada panitera pengadilan. Pemerasan terus berlangsung hingga
putusan hakim dibacakan.
Pada sisi lain dalam laporan tersebut, para pengusaha asing menyatakan
buruknya kondisi pengadilan di Indonesia. Sebagai contoh, perusahaan
Singapura mengeluh karena menurut mereka pengadilan terlalu dini mengambil
keputusan, sebelum keterangan dari para tergugat didengar. Nasib yang sama
juga dihadapi perusahaan-perusahaan asuransi asal Kanada, Manulife, Philip
11 Ibid. h. 73.
70
Hampden Smith. Kasus yang sama juga menimpa International Finance
Corporation (IFC) sebuah anak perusahaan Bank Dunia. Meski perkaranya
sudah sampai ke Mahkamah Agung, upaya IFC menyelesaikan sengketa lewat
pengadilan kandas.12
C. Faktor yang Menghambat Penanaman Modal di Bidang Usaha
Perkebunan di Indonesia
Aparatur penegak hukum mempunyai peran yang sangat besar dalam
menarik investor atau menciptakan iklim yang kondusif untuk berinvestasi.
Aparatur hukum meliputi badan judikatif, legislatif, dan eksekutif.
Kualitas aparatur penegak hukum yang sering kali menyebabkan
kerugian negara dan menyebabkan apriori dari para investor, dapat dilihat dari
budaya atau pola-pola illegal dalam mengimpor suatu produk. Banyak barang-
barang seperti mobil mewah, senjata, tekstil, elektronik dalam jumlah besar bisa
lolos ke pabeanan, padahal tidak dilindungi dengan dokumen yang sah.
Penyelundupan mobil mewah bahkan menggunakan modus baru dengan teknik
mutilasi atau memotong mobil menjadi beberapa bagian.
Pada saat ini, budaya hukum atau legal culture di Indonesia belum
mampu terbangun dengan baik. Rendahnya kualitas budaya hukum tersebut
sangat dipengaruhi tingkat pemahaman masyarakat terhadap hukum yang
12 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika,2010), h. 61-62.
71
sangat beragam. Salah satu fator yang mempengaruhi budaya hukum adalah
perilaku para pengusaha atau penanam modal. Berdasarkan hasil survei
Transparency International, lembaga anti korupsi, menemukan fakta bahwa
pengusaha mancanegara terbiasa menyuap para pejabat negara berkembang.
Demontrasi anarkis yang dilakukan masyarakat untuk menyatakan
tuntutan akan hak-haknya di muka umum adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi penanaman modal di Indonesia. Akibat yang ditimbulkan dari
demontrasi anarkis antara lain: rusaknya fasilitas umum dan milik swasta,
transportasi terganggu, dan infrastruktur rusak. Rusaknya fasilitas umum milik
perusahaan swasta mengakibatkan hilangnya asset perusahaan sebagian atau
seluruhnya sehingga mengakibatkan kurugian di pihak penanam modal.
Kemacatan terjadi karena jalan umum yang dipakai untuk melakukan
demonstrasi berakibat pada biaya pengiriman barang yang menjadi lebih mahal
sehingga merugikan penanam modal. Kerusakan infrastruktur milik pemerintah
sehingga menjadikan timbulnya biaya ekonomi yang tinggi.
Korupsi juga menjadi budaya hukum pada tingkat pemerintahan.
Korupsi dilakukan aparatur pemerintah secara sistematis, terencana, dan
bersama-sama. Korupsi sitematis dilakukan di dalam sistem yang telah disusun
secara organisasi seperti organisasi birokrasi bekerja tidak efisien, banyak
perizinan yang harus mendapatkan persetujuan dari berbagai instansi.
72
Korupsi terencana dilakukan aparatur pemerintah di dalam rencana yang
telah disiapkan dengan pasti. Penanam modal telah dijanjikan sesuatu oleh
aparatur birokrasi dan untuk mendapatkan janji, penanam modal diharuskan
menyerahkan uang sebagai uang suap. Tanpa adanya uang suap dari penanam
modal, maka proses perizinan dalam rangka pelayanan penanaman modal akan
terbengkalai atau izin tidak akan segera diterbitkan.
Nilai investasi di sektor pertanian terus berkembang. Selama tahun 2007
hingga tahun, total investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri
(PMDN) di sektor pertanian primer mencapai Rp 24,62 triliun. Adapun
penanaman modal asing (PMA) sebesar 2,39 miliar dollar AS. Hal itu
diungkapkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini, Selasa (26/6/2012) di
Jakarta, saat memberikan sambutan dalam Forum Investasi Pertanian 2012.
Acara ini dihadiri 70 calon investor dan 8 provinsi. Menurut Banun,
realisasi investasi sektor pertanian masih bertumpu pada pertanian primer,
seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Dari total
investasi PMDN kumulatif 2007 – 2011 sebesar Rp 24,62 triliun, kontribusi
investasi sektor pertanian sebesar 11,97 persen dari investasi PMDN dan 4,2
persen untuk PMA.
73
Kenaikan nilai investasi sangat signifikan. Tahun 2007 nilai investasi
PMDN hanya Rp 3,67 triliun, tahun 2011 mencapai Rp 8,23 triliun. Pada
triwulan I/2012 investasi PMDN tembus di angka Rp 2,31 triliun, adapun PMA
529,8 juta dollar AS. Kontribusi investasi sektor pertanian untuk PMDN dan
PMA masih dirasa kurang signifikan mencerminkan Indonesia sebagai negara
agraria dan maritim.
Pemerintah dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah kendati
realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman
Modal Asing (PMDA) per Januari-Desember mencapai Rp313,2 triliun. “Masih
ada pekerjaan rumah kita yang sangat berkaitan dengan iklim investasi seperti
infrastruktur, pungli, dan birokrasi,” tutur Ketua Umum Himpunan Pengusaha
Muda Indonesia (Hipmi) Raja Okto melalui pesan singkatnya kepada Okezone,
Selasa (22/1/2013). Oleh karena itu, pemerintah disarankan untuk
meningkatkan insentif dan promosi investasi.
“Keuntungan buat Indonesia sangat jelas, secara otomatis para investor
asing itu telah membuka lapangan pekerjaan baru,” jelasnya. Menurutnya,
lembaga rating asing pun meningkatkan ratingnya terhadap Indonesia di tahun
lalu sehingga hal ini memicu asing untuk berinvestasi di Indonesia. “Ini karena
iklim investasi negara lain belum memberikan kenyaman bagi investor asing
seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS),” jelasnya.
74
Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang
dilaporkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman
modal pada triwulan IV (Oktober-Desember) 2012 sebesar Rp83,3 triliun, atau
meningkat 18,7 persen dari pencapaian periode yang sama pada 2011 yang
hanya sebesar Rp70,2 triliun. Sementara realisasi investasi PMDN dan PMA
periode Januari sampai Desember 2012 mencapai Rp313,2 triliun atau
meningkat 110,5 persen dari target 2012 sebesar Rp283,5 triliun.
Pemerintah memberikan kesempatan bagi investor asing untuk investasi
di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sebagai pelaksanaan komitmen
Indonesia dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015.
Pemerintah pun menerbitkan aturan baru daftar negatif investasi (DNI). Dalam
peraturan itu tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang
ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 April 2014.
Ada pembagian tiga kelompok bidang usaha yaitu bidang usaha terbuka
dengan persyaratan yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Kecil
Menengah dan Koperasi, bidang usaha dipersyaratkan dengan kemitraan, dan
bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal, lokasi tertentu
dan perizinan khusus serta bidang usaha terbuka.
Berikut daftar usaha bidang pertanian yang terbuka dengan persyaratan,
yaitu batasan kepemilikan modal asing sebagaimana tertuang dalam lampiran 2
Perpres No. 39/2014:
75
1. Bidang usaha padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan
tanaman pangan lainnya (ubi katu dan ubi jalar) dinyatakan sebagai
modal dalam negeri 100% dengan perizinan khusus.
2. Usaha budidaya tanaman pangan pokok dengan luas lebih dari 25 Ha
untuk jenis tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau
dan tanaman pangan lainnya (ubi kau dan ubi jalar) modal asing
diperkenankan maksimal 49%, dengan rekomendasi dari Menteri
Pertanan.
3. Usaha industri perbenihan perkenunan dengan luas 25Ha atau lebih
untuk jenis tanaman Jarak Pagar, pemanis lainnya, Tebu, Tembakau,
Bahan Baku Tekstil, Jamu Mete, Kelapa Sawit, tanaman untuk bahan
minuman (teh, kako, kopi), Lada, Cengkeh, Minyak Atsiri, Tanaman
Obat/Bahan Farmasi, Tanaman Rempah, dan Tanaman Karet atau
penghasil lainnya, penanaman modal asing diizinkan sampai maksimal
95% dengan rekomendasi Menteri Pertanian.
4. Bidang usaha perkebunan tanpa unit pengolahan dengan luas 25Ha atau
lebih, penanaman modal asing diizinkan sampai maksimal 95% dengan
rekomendasi Menteri Pertanian untuk perkebunan Jarak Pagar, Pemanis
lainnya, Tebu, Tembakau, Bahan Baku Tekstil dan Tanaman Kapas,
Perkebunan Jambu Mete, Kelapa, Kelapa Sawit, Perkebunan untuk
bahan makanan (Teh, Kopi, dan Kakao), Lada, Cengkeh, Minyak Atsiri,
Perkebunan Rempah, dan Perkebunan Karet/Penghasil Getah lainnya.
76
5. Usaha perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih yang terintegrasi
dengan unit pengolahan, yaitu: perkebunan jambu mete dan industri biji
mete kering; perkebunan lada dan industri biji lada putih kering dan biji
lada hitam kering; perkebunan Jarak dan industri minyak Jarak Pagar;
perkebunan tebu, industri Gula Pasir, Pucuk Tebu, dan Bagas;
perkebunan Tembakau dan Industri Daun Tembakau Kering;
perkebunan Kapas dan Industri Serat Kapas; perkebunan Kelapa dan
Industri Minyak Kelapa; dsb, asing dapat menanamkan modal sampai
maksimal 95% atas rekomendasi Menteri Pertanian.
6. Modal asing juga bisa masuk sampai maksimal 95% atas rekomendasi
Menteri Pertanian untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan,
yaitu: Industri Minyak Mentah dari Nabati dan Hewani; Industri Kopra,
Serat, Arang Tempurung, Debu, Nata de Coco; Industri Minyak Kelapa;
Industri Minyak Kelapa Sawit; Industri Gula Pasir, Pucuk Tebu, dan
Bagas; Industri Teh Hitam/Teh Hijau; Industri Tembakau Kering;
Industri Jambu mete menjadi biji mete kering; dan Industri Bunga
Cengkeh Kereng.
7. Untuk perbenihan hortikulruta, yaitu: Perbenihan Tanaman Buah
Semusim, Perbenihan Anggur; Perbenihan Buah Tropis, Perbenihan
Jeruk; Perbenihan Apel dan Buah Batu; Perbenihan Tanaman Sayuran
Semusim; Perbenihan Tanaman Sayuran Tahunan; Perbenihan Jamur;
77
dan Perbenihan Tanaman Florikultura, modal asing dibatasi maksimal
sampai 30%.
8. Batasan modal asing maksimal 30% juga berlaku untuk Budidaya
Hortikultura jenis Buah Semusim; Anggur; Jeruk; Buah Tropis; Apel
dan Buah Batu; Buah Beri; Sayuran Daun (kubis, sawi, bawang daun,
seledri); Sayuran Umbi (bawang merah, bawang putih, kentang, wortel);
Sayuran Buah (tomat, mentimun); Cabe, paprika; Jamur; Tanaman Hias;
dan Tanaman Hias Non Bunga.
9. Pemerintah juga memperboleh penanaman modal asing sampai
maksimal 30% untuk usaha paska panen buah dan sayuran;
pengusahaan wisata argo hortikultura; dan usaha jasa hortikultura
lainnya (usaha paskapanen, perangkaian bunga, dan konsultas
pengembangan hortikultura, termasuk landscaping dan jasa kursus
hortikultura).
Adapun untuk bidang usaha Penelitian dan Pengembangan Ilmu Teknologi
dan Rekayasa Sumber Daya Genetik Pertanian dan Produk GMO (Rekayasa
Genetika), pemerintah membuka kesempatan asing menanamkan modalnya
ingga 49% dengan rekomendasi Menteri Pertanian. Sedangkan untuk
pembibitan dan budidaya babi dan pembibian dan budidaya ayam buras serta
persilangannya, pemerintah hanya memberikan kesempatan penanaman modal
dalam negeri 100%, dengan syarat tidak bertentangan Peraturan Daerah
setempat.
78
Persoalan lahan dinilai masih akan menjadi penghambat bagi masuknya
investasi di sektor pertanian nasional pada 2014. Deputi Kepala Bidang
Promosi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM)
Himawan Hariyoga di Jakarta, Rabu (27/11) mengatakan, hambatan itu
membuat perkembangan investasi di sektor primer bakal melambat dibanding
tahun sebelumnya. "Untuk sektor primer ini, investasi di bidang pangan dan
perkebunan memang masih dominan, sedangkan di perikanan dan peternakan
masih kecil," katanya.
Senada dengan itu Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani,
juga mempersoalkan masalah lahan sebagai salah satu penghambat
perkembangan bidang pertanian. "Itu sebabnyanya sektor pertanian hanya
tumbuh 4 persen, sedangkan sektor-sektor lainnya bisa tumbuh di atas 5
persen," katanya.
Dia mengakui, terkait masalah lahan bagi pengembangan agribisnis,
sebenarnya pemerintah pusat sudah berupaya menyiapkannya, termasuk
peraturannya. "Namun hal itu belum didukung oleh peraturan daerah (perda)
yang mesti disiapkan oleh pemerintah daerah," ujar Aviliani. Menurut dia,
masalah lain yang juga menghambat perkembangan sektor pertanian adalah tak
adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang semacam Repelita dan
GBHN pada zaman Presiden Soeharto dulu. "Sekarang ini, tiap 5 tahun,
Bappenas harus menunggu visi dan misi dari presiden baru untuk menyusun
79
rencana pembangunan. Tentu hal ini menghambat perkembangan di sektor
pertanian," katanya.
D. Analisis penulis
Akibat hukum dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal mempunyai pengaruh lugas terhadap kinerja
penanaman Modal di Indonesia, terutama dengan dicabutnya Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri.
Ketentuan peralihan dalam pasal 37 jo. Pasal 39 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan reformasi tatanan
hukum yang berlaku selama hampir 40 tahun dalam bidang penanaman modal
di Indonesia. Reformasi ini harus diartikan positif karena memang dalam
mengubah pola pikir atau cara pandang terhadap bagaimana kita harus
melaksanakan misi pembangunan nasional sekarang ini berbeda landasannya
dengan masa lalu. Yaitu landasan yang sangat terpengaruh kuat oleh globalisasi
dan internal changes yang tidak dapat kita hindari.
Dalam hal adanya peraturan-peraturan daerah yang bermasalah, Menteri
Dalam Negeri mempunyai tugas dan kewenangan untuk merekomendasikan
kepada Presiden untuk mencabut peraturan-peraturan daerah yang bermasalah.
Peran Presiden sebagai kapala pemerintahan dapat menertibkan keberadaan
80
peraturan-peraturan daerah yang bermasalah. Pemerintah dalam arti formal
mengandung kekuasaan mengatur atau Verordnungsgewalt dan kekuasaan
memutus atau Entscheidungsgewalt. Dan pemerintah dalam arti material berisi
unsur memerintah dan unsur menghubungkan sepenuhnya antar lembaga
pemerintahan atau das Element der Regierung und das der Vollziehung. 13
Selain itu juga terdapat peran Mahkamah Agung untuk melakukan uji materiil
terhadap Peraturan Daerah.
Amiruddin juga mengatakan belum terciptanya iklim investasi yang
kondusif di daerah terjadi akibat penyimpangan fungsi dari peraturan daerah.
Hingga kini pembuatan peraturan daerah semata-mata didasari pada
peningkatan pendapatan asli daerah, bukan pengendalian regulasi yang
mendukung iklim investasi di daerah yang bersangkutan. Kebijakan
meningkatkan pendapatan melalui peraturan daerah hanya memberikan
pemasukan jangka pendek. Belum banyak kepala daerah yang menyadari
bahwa dengan meminimalisir pungutan-pungutan akan mengundang penanam
modal. Kedatangan penanam modal berdampak luas terhadap peningkatan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.14
Dengan adanya pembagian kewenangan urusan pemerintahan terkait
dengan penyelenggaraan penanaman modal antara pemerintah dengan
13 Ibid.14 Ibid.
81
pemerintah daerah maka penanaman modal dapat memahami dengan pasti
prosedur perizinan terkait izin penanaman modal.
Buruknya peradilan di Indonesia membuat citra peradilan tidak
mendapatkan kepercayaan dan berada pada titik terendah di mata masyarakat
Indonesia dan di mata penanaman modal. Salah satu godaan kuat orang berani
melakukannya adalah korupsi tidak sendirian. Korupsi yang dilakukan beramai-
ramai, tertib, dalam lingkungan yang saling mengenal, dan dengan pembagian
jatah masing-masing. Kawanan koruptor merasa negara tidak mungkin
memproses hukum bagi banyak personel suatu instansi secara bersamaan,
dengan resiko pelayanan publik terganggu.15
Sebagai pertahanan terakhir dalam mencari keadilan, aparatur
pengadilan harusnya menjaga diri untuk tidak melakukan tindakan korupsi dan
menjaga integritas moral. Maka upaya pengembalian kepercayaan masyarakat
terhadap pengadilan akan tumbuh. Kepercayaan masyarakatpun terhadap
aparatur pengadilan tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi dapat tumbuh bila
diupayakan dengan maksimal. Pengawasan yang melekat dari atasan terhadap
bawahan terus dilakukan dan selalu dievaluasi, maka akan tumbuh kesadaran
yang baik dari aparatur untuk tidak melakukan korupsi.
15 Yongki Karman, “Korupsi Manusia Indonesia”, Kompas, 10 April2010, h. 6.
82
Dalam hal korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, para aparatur
birokrasi melakukan korupsi dengan adanya perintah dari atasan atau pejabat
negara. Pejabat negara secara langsung memerintahkan untuk melakukan
korupsi. Hasil korupsi yang didapat kemudian dibagi-bagikan kepada pegawai
aparatur negara.
Aristoteles menyebutnya sebagai mob rule yang artinya ialah apa yang
dilakukan setiap orang dan semakin banyak, itulah yang menjadi standar atau
ukuran sekaligus aturan. Seburuk apapun perilaku itu, jika semua orang
melakukannya, berarti dapat diterima sebagai kebenaran dalam ukuran
komunitas.16 Pada dasarnya ukuran moral terhadap tindakan korupsi tidak
diterima oleh masing-masing pribadi. Namun karena korupsi dilakukan secara
terang-terangan dan dilakukan bersama, ukuran moral itu bergesar menjadi
adanya pembenaran mengenai tindakan korupsi dan menjadi budaya hukum
korupsi.
Para investor akan memperhatikan budaya hukum masyarakat dan
pelaku bisnis dalam menghadapi setiap permasalahan yang berkaitan dengan
hukum. Budaya hukum adalah persepsi atau pandangan masyarakat terhadap
sistem hukum. para investor sangat membutuhkan adanya kepastian hukum
yang diwujudkan melalui kepatuhan terhadap kontrak atau kerja sama yang
16 Tulus Sudarto, “Minoritas Antikorupsi”, Kompas, 17 April 2010, h.7.
83
telah dan adanya kepastian tentang mekanisme penyelesaian jika terjadi
sengketa.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, juga mempersoalkan
masalah lahan sebagai salah satu penghambat perkembangan bidang pertanian.
"Itu sebabnyanya sektor pertanian hanya tumbuh 4 persen, sedangkan sektor-
sektor lainnya bisa tumbuh di atas 5 persen," katanya. Dia mengakui, terkait
masalah lahan bagi pengembangan agribisnis, sebenarnya pemerintah pusat
sudah berupaya menyiapkannya, termasuk peraturannya. "Namun hal itu belum
didukung oleh peraturan daerah (perda) yang mesti disiapkan oleh pemerintah
daerah," ujar Aviliani.
Indonesia sebetulnya tidak perlu merasa khawatir akan dijauhi investor
asing. Investasi yang sudah ada tidak akan lari jika sistem usaha yang bersih
atau clean business system diterapkan. Menurut Mantan Ketua MPR RI Amien
Rais, mengatakan bahwa kalau Indonesia jauh dari KKN, maka investor akan
datang berduyun-duyun ke Indonesia.17
17 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi (Jakarta: Sinar Grafika,2010), h. 60-61.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan di bidang investasi selama kurun waktu
terakhir ini, belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini
disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan penanam
modal seperti kasus peraturan daerah yang tidak singkron dengan peraturan-
peraturan diatasnya. Selain itu, Keberadaan pengadilan sebagai salah satu
fungsi menyelenggarakan proses peradilan dalam menerima, memeriksa,
dan mengadili sengketa masyarakat ternodai dengan adanya praktek jual-
beli putusan. Perilaku korupsi di lingkungan pengadilan ini telah menjadi
momok yang menakutkan bagi para pihak salah satunya adalah penanam
modal. Hampir di setiap lini di lingkungan pengadilan, tidak hanya terdapat
praktek jual beli, tetapi juga terjadi praktek pemerasan. Korupsi juga
menjadi budaya hukum pada tingkat pemerintahan. Korupsi dilakukan
aparatur pemerintah secara sistematis, terencana, dan bersama-sama
sehingga korupsi merupakan suatu budaya yang harus dihentikan untuk
memberikan perlindungan dan kepastian penanaman modal di Indonesia.
85
2. Telah terjadi perubahan prinsip dasar serta istilah dalam pelaksanaan
pembangunan ekonomi, setelah pemerintah menerbitkan undang-undang
yang meratifikasi WTO. Demikian juga dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga mempunyai
pengaruh besar terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Pengadilan juga diartikan tidak hanya badan
untuk mengadili, melainkan suatu pengertian yang abstrak yaitu memberi
keadilan dan perlindungan bagi setiap pihak. Unsur subjektif memegang
peran yang dominan terhadap pandangan berbagai pihak pada keadilan itu
sendiri.
3. Faktor terpenting yang mempengaruhi terciptanya kepastian dan
perlindungan hukum bagi penanaman modal di Indonesia adalah terciptanya
aparatur penegakan hukum yang berkualitas. Selain itu, budaya demontrasi
anarkis yang dilakukan masyarakat untuk menyatakan tuntutan akan hak-
haknya di muka umum adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
penanaman modal. Pada saat ini juga, budaya hukum atau legal culture
yang diberikan oleh para pengusaha di Indonesia belum mampu terbangun
dengan baik. Budaya hukum suap-menyuap antara pengusaha kepada
pemerintah sudah biasa terjadi pada negara-negara berkembang. Pada
tingkat pemerintahan, korupsi dilakukan aparatur pemerintah secara
sistematis, terencana, dan bersama-sama. Dalam hal mempersiapkan lahan
tanah, pemerintah pusat sudah berupaya menyiapkan, termasuk
86
peraturannya. "Namun hal itu belum didukung oleh peraturan daerah
(perda) yang mesti disiapkan oleh pemerintah daerah. Masalah lain yang
juga menghambat perkembangan sektor pertanian adalah tak adanya lagi
rencana pembangunan jangka panjang.
B. Saran
1. Pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan
keamanan terutama ketegasan pemerintah dalam menerapkan peraturan dan
kebijakan. Investasi asing akan sulit masuk ke Indonesia tanpa adanya
pengaturan yang jelas antara pusat dan daerah. Dengan adanya pembagian
kewenangan urusan pemerintahan terkait dengan penyelenggaraan
penanaman modal antara pemerintah dengan pemerintah daerah maka
penanaman modal dapat memahami dengan pasti prosedur perizinan terkait
izin penanaman modal. Indonesia sebetulnya tidak perlu merasa khawatir
akan dijauhi investor jika sistem usaha yang bersih atau clean business
system telah diterapkan.
2. Dalam hal adanya peraturan-peraturan daerah yang bermasalah, menteri
Dalam Negeri mempunyai tugas dan kewenangan untuk merekomendasikan
kepada Presiden untuk mencabut peraturan-peraturan daerah yang
bermasalah. Selain itu juga terdapat peran Mahkamah Agung untuk
melakukan uji materiil terhadap Peraturan Daerah.
3. Aparatur pengadilan harusnya menjaga diri untuk tidak melakukan tindakan
korupsi dan menjaga integritas moral. Demonstrasi anarki seharusnya tidak
87
perlu dilakukan, karena akan merugikan semua pihak baik penanam modal,
pemerintah, maupun masyarakat. Pengawasan yang melekat dari atasan
terhadap bawahan terus dilakukan dan selalu dievaluasi, maka akan tumbuh
kesadaran yang baik dari aparatur birokrasi untuk tidak melakukan korupsi.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing.Jakarta: Pustaka Jaya. 1994.
Anwar, H. Jusuf. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi. PT.Alumni. 2005.
Asshiddiqie, Jimly dan Safa’at, M. Ali. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006.
Aug, Robbert. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. PT Mediasoft Indonesia,1997.
Diniyati, Hilda Hilmiah. “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam PasarModal (Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa EfekIndonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
“Direkomendasikan 1.000 perda Dibatalkan”. Kompas. 17 Juli 2010.
Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. RajagrafindoPersada, 2008.
Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Pembentukannya,cet.XI. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Fuady, Munir. Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra AdityaBakti. 2002.
Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary, ninth edition. St. paul: West, 2009.
Hadhikusuma, Lihar RT Sutantya R. dan Sumantoro. Pengertian Pokok HukumPerusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan yang berlaku di Indonesia.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996.
Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. 2007.
Hartono, Sunaryati. Beberapa Masalah Transnasional Dalam PenanamanModal Asing di Indonesia. Bandung: Binacipta, 1972.
89
Hasanah, Hetty. “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian PembiayaanKonsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”. artikeldiakses pada 3 Februari 2014 darihttp://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.
Hasbullah, Frieda Husni dan Sardjono, H.R. Bunga Rampai PerbandinganHukum perdata.
Hasibuan, Hamdi. “Peranan Lembaga Kemasyarakatan dalam Penegakan Hukumdan Perlindungan Hak Asasi Tahanan dan Narapidana (Studi padaLembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Medan).” Skripsi S1 FakultasHukum, Universitas Sumatera Utara, 2009.
Huala, Adolf. Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum PerdaganganInternasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana.2007.
Julia, Syamsiar. “Pelanggaran HAM dan Peran POLRI dalam Penegakan Hukum diIndonesia.” Jurnal Akademik Universitas Sumatera Utara.
Kansil, C.S.T dan Kansil S.T. Christine. Pokok-Pokok Pengetahuan HukumDagang Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Karman, Yongki. “Korupsi Manusia Indonesia”. Kompas. 10 April 2010.
Kelsen, Hans. Dasar-Dasar Hukum Normatif. Jakarta: Nusamedia, 2009.
Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di PasarModal Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009.
Mertokusumo, Sudikno. “Mengenal Hukum Suatu pengantar”, cet.III.Yogyakarta: Liberty, 2002.
Muchsin. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia.Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret,2003.
Muhaimin, Yahya A. Bisnis dan Politik. Jakarta: LP3ES, 1990.
90
Nafik HR, Muhammad. Bursa Efek & Investasi Syariah. Jakarta: Serambi,2009.
“Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”. Republika. 24 Mei 2004.
“Perda Hanya Untuk pendapatan”. Kompas. 16 Juli 2010.
“Perda Perburuk Iklim Investasi”. Kompas. 14 Juli 2010.
Porta, Rafael La. “Investor Protection and Cororate Governance; Journal ofFinancial Economics”, no. 58, Oktober 1999: h. 9.
Rahardjo, Satjipro. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas,2003.
Rahardjo,Satjipto. Ilmu Hukum. cet. VI. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2006.
Rahayu. 2009. Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. PeraturanPemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara PerlindunganKorban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia YangBerat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 TentangPenghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Roppke, Jochen. Kebebasan yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi danPerilaku Kegiatan Usaha di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1986.
Sadli, Muhammad. Indonesian Economic Development. Board Record ed. vol.6 November 1969. Jakarta: Board Record, 1969.
Salim dan Septiana Nurbaini, Erlies. “Penerapan Teori Hukum pada PenelitianTesis dan Disertasi”. cet. 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013
Salim. dan Sutrisno, Budi. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: RajawaliPersada, 2007.
Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi. Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2007.
Setiono. “Rule of Law”. Surakarta: Disertasi S2 Fakultas Hukum, UniversitasSebelas Maret, 2004.
Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 2008.
91
Sudarto, Tulus. “Minoritas Antikorupsi”. Kompas. 17 April 2010.
Syahatah, Husein. Fayyadh, Athiyyah. Bursa Efek: Tuntutan Islam dalamTransaksi di Pasar Modal. Jakarta: Pustaka Progressif, 2004.
Syakir, Muhammad. “Definisi Investasi”. artikel diakses darihttp://carapedia.com/pengertian_definisi_investasi_info2073.html.
Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. PendidikanKewarganegaraan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani. Jakarta:IAIN Jakarta Press, 2000.
“Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak Franchise”, artikeldiakses pada 3 Maret 2013 darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35732/6/Chapter%20III-V.pdf.
Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.