[REFERAT] Vitamin K
-
Upload
ahmad-rahmat-ramadhan-tantu -
Category
Documents
-
view
8 -
download
4
description
Transcript of [REFERAT] Vitamin K
REFARAT OKTOBER 2015
“DEFISIENSI VITAMIN K”
Nama : Ahmad R. Ramadhan
No. Stambuk : N 111 14 055
Pembimbing : dr. Effendy Salim, Sp. A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
2
BAB I
PENDAHULIUAN
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan
antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M
yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.1
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang
ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti
Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.
Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang
jarang diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan
anemia hemolitik.1
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K
dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik
terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan
bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah
kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari
makanan. Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai
alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya
perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan
sterilitas saluran cerna.1,5
Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran
cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma
yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal. Akibat lebih lanjut
adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas
atau morbiditas yang menetap.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hemostasis
Proses hemostatis normal pada tubuh manusia melibatkan empat
komponen, yaitu pembuluh darah, trombosit, faktor pembekuan dan faktor
pengurai pembekuan (fibrinolisis). Perdarahan dapat terjadi sebagai hasil dari:2
a. Abnormalitas pembuluh darah,
b. Abnormalitas trombosit
c. Kelainan faktor pembekuan darah,
d. Percepatan fibrinolisis.
Neonatus adalah bayi berusia kurang dari satu bulan. Perdarahan pada
neonates termanifestasikan sebagai petekie, ekimosis, perdarahan di saluran cerna
(hematemesis,melena), perdarahan intrakranial, atau perdarahan di tali pusat.3
Penyakit perdarahan pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai penyakit
kongenital atau penyakit didapat. Penyakit yang didapat misalnya defisiensi
kongenital prothrombin, faktor V, faktor VII, faktor X, faktor XI, faktor XIII dan
fibrinogen atau von Willebrand. Defisiensi faktor X, XIII, dan fibrinogen sangat
jarang terjadi pada neonatus. Defisiensi faktor VIII (hemofilia A) dan faktor IX
(hemofilia B) dapat menyebabkan perdarahan padaneonatus cukup bulan apabila
telah mencapai derajat keparahan yang tinggi.1,3
Perdarahan akibat penyakit yang didapat biasanya lebih kompleks. Terdapat
banyak penyakit yang dapat menyebabkan perdarahan pada neonatus. Namun,
terdapat 3 penyebab perdarahan yang paling sering yaitu defisiensi vitamin K,
perdarahan akibat penyakit hati,dan disseminated intravascular coagulopathy.3
4
2.2 Mekanisme Hemostasis Normal
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu rangkaian
proses yang cepat. Proses-proses ini mencakup peran dari 4 komponen yakni
1) pembuluh darah, 2) plateler, 3) faktor pembekuan, dan 4) faktor fibrinolisis.
Proses tersebut secara garis besar dibagi menjadi empat tahap yakni 1)
vasokonstriksi, 2) pembentukan plug trombosit, 3) pembentukan bekuan darah,
dan 4) penguraian bekuan darah. Masing-masing tahap dijelaskan sebagai
berikut:2
a. Vasokonstriksi
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepas
serotonin dan tromboksan A2 (prostaglandin), yang menyebabkan otot polos
dinding pembuluh darah berkonstriksi. Hal ini pada awalnya akan mengurangi
darah yang hilang.
b. Plug trombosit
Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut
kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk plug trombosit.
Trombosit melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga
mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Jika kerusakan
pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu menghentikan
perdarahan. Jika kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat mengurangi
perdarahan, sampai proses pembekuan terbentuk.
c. Pembentukan bekuan darah
Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal
pembuluh darah itu sendiri. Tromboplastin (membran lipoprotein) yang
dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak mengaktivasi protrombin (protein
plasma) dengan bantuan ion kalsium membentuk trombin. Trombin mengubah
fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Benang-
benang fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin, yang menangkap
sel darah merah dan trombosit serta menutup aliran darah yang melalui
pembuluh yang rusak.
5
Mekanisme intrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam cara yang
lebih sederhana daripada cara yang dijelaskan di atas. Mekanisme ini
melibatkan 13 faktor pembekuan yang hanya ditemukan dalam plasma darah.
Setiap faktor protein (ditunjukkan dengan angka romawi) berada dalam
kondisi tidak aktif; jika salah satu diaktivasi, maka aktivitas enzimatiknya
akan mengkativasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan demikan akan
terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk
bekuan.2
Pengaktifan pembentukan bekuan berlangsung melalui dua jalur terpisah,
yang disebut jalur intinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik menjadi aktif apabila
protein plasma berikatan dengan subendotel yang terpajan akibat kerusakan
pembuluh darah. Trombosit dan protein yang disebut faktor von Willebrand
(vWf) berikatan dengan subendotel yang terpajan tersebut, dan trombosit
kemudian mengikat fibrinogen. Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh faktor
jaringan (TF atau faktor III) yang merupakan suatu protein yang terikat-
membran yang terpajan pada permukaan sel stelah trauma. Trauma juga
mengaktifkan perubahan faktor VII menjadi VIIa, dan faktor jaringan serta
faktor VIIa membentuk suatu kompleks yang memutuskan faktor X menjadi
faktor Xa. Jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu pada pengaktifan proteolitik
faktor X menjadi Xa. Faktor XII, XI, IX, VII, X, dan trombin adalah protease
serin. Akibatnya trombin memutuskan fibrinogen menjadi fibrin, dan
terbentuk bekuan “lunak” awal. Faktor XIIIa adalah suatu
transglutamanidase. Faktor VIII dan V adalah kofaktor yang masing-masing
membentuk kompleks dengan permukaan endotel dan faktor IXa dan Xa.
Reaksi yang diberi tanda “PL, Ca” berlangsung melalui kofaktor yang terikat
ke fosfolipid (PL) di permukaan sel dalam suatu kompleks koordinasi-Ca2+.6
Pembekuan darah terdiri dari suatu urutan atau jenjang reaksi zimogen
diubah menjadi protease dan kofaktor aktif melalui pemutusan satu atau lebih
ikatan peptida mereka. Jenjang pembekuan darah. Pengaktifan pembekuan
darah terjadi melalui jenjang proenzim yang secara berurutan mengaktifkan
satu sama lain melalui pemutusan proteolitik. Misalnya, faktor IXa, yang
6
merupakan suatu protease serin, mengaktifkan faktor IX, yang juga
merupakan suatu protease serin, dengan memutuskan faktor IX menjadi
faktor IXa.Pengaktifan yang cepat den percepatan yang sangat besar dari
kecepatan pembentukan bekuan terjadi karena, di setiap tahapan jenjang, 1
molekul enzim membentuk banyak molekul enzim aktif yang mengkatalisis
tahapan jenjang selanjutnya. Jenjang ini berakhir pada pemutusan protrombin
menjadi trombin, yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan faktor XIII
menjadi faktor XIIIa. Fibrin berkumpul untuk membentuk “bekuan lunak”,
yang kemudian mengalami ikatan silang oleh faktor XIIIa. Faktor XIIIa
adalah transglutaminidase yang menghasilkan ikatan peptida antara bagian
glutamil dari glutamin pada satu monomer fibrin dan residu lisin pada
monomer lainnya. Jalinan serat fibrin ini menangkap gumpalan trombosit dan
sel lain, membentuk trombus atau bekuan darah yang menyumbat kebocoran
jaringan vaskular.2
Dalam beberapa langkah kunci dalam jenjang pembekuan darah, protease
terikat kekompleks yang melekat ke permukaan trombosit yang telah
berkumpul di tempat cedera.Faktor VII, IX, X, dan protrombin memiliki
sebuah ranah dimana 1 atau lebih residuglutamat mengalami karboksilasi
menjadi ɤ -karboksilaglutamat. Ca2+ membentuk kompleks koordinasi
dengan fosfolipid membran trombosit yang bermuatan negatif dan ɤ-
karboksilat faktor pembekuan darah. Kofaktor protein misalnya faktor
jaringan, faktor VIII dan faktor V terbenam sebagian di membran dan
berfungsi sebagai “jaring” untuk menyusun kompleksenzim-kofaktor di
permukaan trombosit. Misalnya, faktor VIIIa di membran membentuk
kompleks dengan faktor IXa, yang melekat ke membran melalui khelasi
Ca2+.6
d. Penguraian bekuan darah
Segera setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat kerja
protein kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi untuk menarik
permukaan yang terpotong agar saling mendekat dan untuk menyediakan
7
kerangka kerja untuk perbaikan jaringan. Bersamaan dengan retraksi bekuan,
suatu cairan yang disebut serum keluar dari bekuan. Serum adalah plasma darah
tanpa fibrinogen dan tanpa faktor lain yang terlibat dalam mekanisme
pembekuan.6
Apabila bagian jaringan vaskular yang rusak telah diperbaiki, bekuan darah
tidak lagi dibutuhkan dan dilisiskan oleh plasmin, suatu protease serin yang
mampu memutuskan fibrin dalam bekuan darah. Plasmin dibentuk dari prekusor
inaktifnya, plasminogen, oleh aktivator plasminogen jaringan (TPA). Aktivator
plasminogen jaringan mengikat plasminogen dan fibrin, sehingga plasmin
dibebaskan secara langsung pada bekuan.2
Faktor VIII, diperlihatkan berwarna abu-abu, adalah suatu kofaktor protein,
atau protein modulator, dan bukan suatu enzim. Di dalam darah faktor VIII
bersirkulasi dalam bentuk berikatan dengan faktor von wllebrand (vWf). Sewaktu
trombin memutuskan dan mengaktifkan faktor VIII, faktor von Willebrand
terlepas dan berikatan dengan permukaan endotel yang robek tempat faktor ini
mengaktifkan agregasi trombosit. Faktor VIIIa membentuk suatu kompleks
dengan faktor IXa dan Ca2+ fosfolipid (PL, Ca), yang menempati tempat
pembentukan bekuan ke pembuluh yang cedera. Hemofilia A, atau hemofilia
klasik, adalah defisiensi faktor VIII.2
2.3 Perkembangan Hemostasis selama Masa Neonatus
Sistem hemostatis berkembang sejak lahir hingga dewasa sehingga
memberikan perbedaan antara hemostatis normal saat masih neonatus dengan
hemostatis normal saat dewasa. Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur
sehingga pada saat lahir kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar protein
koagulasi yang rendah ini secara bertahap akan meningkat dan mencapai kadar
yang sama dengan dewasa pada saat usia 6 bulan.3
Kekhasan hemostasis pada neonatus adalah: 3
a. Beberapa protein yang dibutuhkan untuk pembentukan fibrin dan fibrinolisis
jumlahnya lebih sedikit daripada anak-anak dan dewasa
8
b. Pada fase plasma dari pembekuan dan fibrinolisis neonatus kadar beberapa
faktor termasuk faktor pembekuan yang bergantung vitamin K (II, VII, IX,
X), faktor XII,XI dan fibrinogen juga kininogen berat molekul tinggi, protein
C, protein S dan antitrombin III (AT III) rendah.
c. Plasma neonatus resisten terhadap aktivator plasminogen eksogen
(streptokinase)
d. Dalam 24 jam pertama neonatus mengalami reduksi mekanisme fibrinolisis
karena kurangnya kadar proenzim plasminogen dan meningkatnya jumlah
inhibitor.
2.4 Peran vitamin K pada Pembekuan Darah
Vitamin K merupakan golongan vitamin yang larut lemak yang terdapat pada
banyak sayur dan buah. Vitamin K dapat disintesis oleh flora normal di dalam usus.
Vitamin K dibutuhkan utuk pembekuan darah normal. Vitamin ini berfungsi
sebagai kofaktor oksidasi-reduksi untuk enzim yang membentuk residu ɤ-karboksi
glutamat pada sejumlah protein pembekuan darah.1,5
Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X disintesa pertama kali di dalam sel
hati serta belum memerlukan vitamin K dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak
aktif. Vitamin K diperlukan untuk mengaktivasi faktor II, VII, IX dan X. Proses
konversi ini terjadi pada tahap postribosomal dimana radikal karboksil dengan
vitamin K sebagai katalis akan menempel pada residu asam glutamat dari prekursor
molekul untuk membentuk asam karboksiglutamat-g yang mampu mengikat Ca2+.
Obat terapeutik dalam golongan dikumanol, misalnya warfarin, merupakan analog
vitamin K yang menghambat pembekuan darah dengan menghambat protein
koagulasi ɤ-karboksilasi. 1,5
9
2.5 Defisiensi Vitamin K
2.5.1 Definisi
Perdarahan akibat kekurangan vitamin K adalah terjadinya perdarahan spontan
atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi
yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung
vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang
tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih
dalam batas normal. Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera
membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain
disingkirkan.1
2.5.2 Etiologi
Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K adalah: 1,5
a. Prematuritas
b. Asupan makanan yang tidak adekuat
c. Terlambatnya kolonisasi kuman
d. Komplikasi obstetrik dan perinatal
e. Kekurangan vitamin K pada ibu
Suatu keadaan khusus yang disebut dengan hemorrhagic disease of newborn
(HDN) adalah suatu keadaan akibat kekurangan vitamin K pada masa neonatus.
Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX dan X yang merupakan faktor
prokoagulan yang dependen vitamin K dalam derajat sedang pada semua neonatus
yang berumur 48-72 jam dan faktor-faktor tersebut akan kembali normal pada usia
7-10 hari. 5
Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik atau ekstra hepatik, terjadi
kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu yang diperlukan untuk
absorbsi vitamin K terutama K1 dan K2. Sindrom malabsorbsi dan gangguan
saluran cerna kronis dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat
berkurangnya absorbsi vitamin K. Obat yang bersifat antagonis terhadap vitamin K
seperti coumarin dapat menghambat kerja vitamin K secara kompetitif yaitu dengan
10
cara menghambat siklus vitamin K antara bentuk teroksidasi dan tereduksi sehingga
terjadi akumulasi vitamin K 2,3 epokside dan pelepasan g-karboksilasi yang hasil
akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan.1,5
Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi vitamin K
dengan cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri. Kekurangan vitamin K
dapat juga disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang efek kerjanya mengikat
garam empedu sehingga akan mengurangi absorbsi vitamin K. 1
2.5.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi perdarahan pada neonatus dapat berupa perdarahan di scalp,
hematoma sefal yang besar, perdarahan intrakranial, perdarahan dari tali pusat,
oozing pada bekas suntikan, dan perdarahan gastrointestinal. Perdarahan
intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%). Sebanyak 80-100% dari
perdarahan intrakranial merupakan perdarahan subdural dan subarachnoid. Pada
perdarahan intrakranial dapat ditemukan tekanan intrakranial yang meningkat tetapi
ada pula kasus yang tidak menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial. Pada
sebagian besar kasus (60%) didapatkan bayi menjadi mudah menangis, ubun-ubun
besar menonjol, pucat, dan kejang. Kejang dapat bersifat fokal atau umum. Gejala
lain yang mungkin ditemukan adalah edema papil, penurunan kesadaran, pupil
anisokor, serta kelainan neurologis fokal.1,5
Pada HDN terdapat tiga macam bentuk klinis, yakni bentuk dini, klasik, dan
lambat.1,5
a. Bentuk Dini
Perdarahan pada HDN bentuk dini terjadi sebelum bayi berusia 24
jam. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada ibu yang
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin
K, misalnya fenitoin atau tuberkulostatika seperti rifampisin dan isoniazid.
Perdarahan dini bervariasi mulai dari bentuk perdarahan sedang pada kulit
dan umbilikus sampai bentuk fatal seperti perdarahan intratorakal,
intraabdomen atau intrakranial.
11
b. Bentuk Klasik
HDN bentuk klasik biasanya memunculkan perdarahan setelah bayi
berusia lebih dari24 jam, biasanya diantara hari kedua dan ketujuh. Biasanya
terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal saat lahir atau yang
terlambat melakukan suplementasi makanan. Perdarahan dapat bersifat
lokal, seperti hematoma sefal, perdarahan saluran cerna, atau berbentuk
ekimosis menyeluruh. Perdarahan yang paling sering merupakan
perdarahan dari saluran cerna berupa melena atau hematemesis, kemudian
dari hidung, kulit kepala, atau tali pusat.
c. Bentuk Lambat
Bentuk lambat HDN terjadi setelah masa neonatus, sekitar usia 1-6
bulan. Bentuk lambat ini seringkali bermanifestasi sebagai perdarahan
susunan saraf pusat (30-50%) dan ekimosis yang dalam dan luas. Sedangkan
perdarahan dari saluran cerna lebih jarang. Bentuk perdarahan ini
merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit seperti fibrosis
kistik,atresia biliaris, defisiensi α-1-antitripsisn, hepatitis dan diare kronis.
VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat
(APCD)
Secondary PC
deficiency
Umur < 24 jam 1-7 hari (terbanyak 3-5
hari)
2 minggu-6 bulan
(terutama 2-8 minggu)
Segala usia
Penyebab &
Faktor
resiko
Obat yang
diminum
selama
kehamilan
- Pemberian
makanan terlambat
- Intake Vit K
inadekuat
- Kadar vit K
rendah pada ASI
- Tidak dapat
profilaksis vit K
- Intake Vit K
inadekuat
- Kadar vit K
rendah pada ASI
- Tidak dapat
profilaksis vit K
- obstruksi
bilier
-penyakit hati
-malabsorbsi
-intake kurang
(nutrisi
parenteral)
Frekuensi < 5% pada
kelompok
resiko tinggi
0,01-1%
(tergantung pola makan
bayi)
4-10 per 100.000
kelahiran (terutama di
Asia Tenggara)
Lokasi
perdarahan
Sefalhematom,
umbilikus,
intrakranial,
intraabdominal,
GIT,
intratorakal
GIT, umbilikus,
hidung, tempat
suntikan, bekas
sirkumsisi, intrakranial
Intrakranial (30-60%),
kulit, hidung, GIT,
tempat suntikan,
umbilikus, UGT,
intratorakal
12
Pencegahan -penghentian /
penggantian
obat penyebab
-Vit K profilaksis (oral
/ im)
- asupan vit K yang
adekuat
Vit K profilaksis (im)
- asupan vit K yang
adekuat
2.5.3 Diagnosis
Diagnosis HDN juga melalui tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan laboratorium. Anamnesis difokuskan terhadap awitan perdarahan, lokasi
perdarahan, pemberian ASI atau susu formula, riwayat ibu minum obat-obatan
antikoagulan atau antikonvulsan dan anamnesis untuk menyimpulkan
kemungkinan lain. 1
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan atas keadaan umum dan
lokasifisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa
hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, atau tali pusat. Penting
untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik
tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah, maka harus
dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan saat persalinan ataukah memang
perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya dengan melakukan uji Apt,
warna merah muda menunjukkan darah bayi, sedangkan warna kuning
kecoklatan menunjukkan darah ibu. 1
Diagnosis laboratoris dari HDN menunjukkan adanya waktu
pembekuan yang memanjang, penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X
tanpa trombositopenia atau kelainan faktor pembekuan lain. Prothrombin Time
(PT) dan partial thromboplastin time (PTT) memanjang bervariasi, sedangkan
TT normal. Masa perdarahan dan jumlah leukosit normal. Kebanyakan kasus
disertai anemia normokrom normositer. Perdarahan intrakranial dapat dilihat
jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT scan, atau MRI. Pemeriksaan ini
selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis. Respon
yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis.1
13
2.5.4 Penatalaksanaan
Pengelolaan HDN dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk
mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi baru
lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan.1,5
Pemberian vitamin K profilaksis dapat mencegah terjadinya HDN.
Dalam mencegah terjadinya HDN bentuk klasik, pemberian vitamin K
peroral sama efektifnya dengan vitamin K intramuskular. Namun, untuk
mencegah HDN bentuk lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif
IM.1,5
American Academy Pediatric (AAP) tahun 2003 merekomendasikan
bahwa vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir 0,5-1 mg
IM, dosis tunggal. Cara pemberian oral merupakan alternatif padakasus-
kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM atau jika bayi
dilahirkan oleh dukun. Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai,
mengingat:1,5
a. Absorbsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada
bayi dengan diare
b. Dibutuhkan kepatuhan orangtua untuk memberikan vitamin K1 oral
untuk beberapa kali pemberian
c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K 1 oral yang tidak adekuat
karena absorbsinya atau adanya regurgitasi
Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:1
a. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat dalam sayuran hijau
b. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal seperti
Bacteroides fragilis dan beberapa strain E. coli
c. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang
sekarang jarang diberikan kepada neonatus karena dilaporkan dapat
menyebabkan anemia hemolitik.
14
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat
vitamin K profilaksis 5 mg sehari selama trimester ketiga atau 24 jam
sebelum melahirkan diberikan vitamin K 10 mg IM. Kemudian kepada
bayinya diberikan vitamin K 1 mg IM dan diulang 24 jam kemudian.5
2.5.5 Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi-bayi yang dicurigai mengalami HDN berdasarkan hasil
konfirmasi laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin K.
Vitamin K pada pasien yang mengalami defisiensi tidak boleh diberikan
secara IM karena akan menyebabkan hematoma yang besar. Sebaiknya
diberikan suntikan secara subkutan karena absorbsinya cepat, dan efeknya
hanya sedikit lebih lambat daripada pemberian sistemik. Pemberian
intravena dapat juga diberikan tetapi harus sangat hati-hati. Komplikasi
pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaktik (dengan pemberian IV),
anemia hemolitik,hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada
lokasi suntikan.1,4,5
Selain pemberian vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan
perdarahan yang luas juga harus mendapat plasma. Plasma yang diberikan
adalah fresh frozen plasma dengan dosis 10-15 ml/kg. Respon yang cepat
terjadi dalam waktuu 4-6 jam, ditandai dengan terhentinya perdarahan dan
membaiknya mekanisme pembekuan. Pada bayi cukup bulan, jika faktor
kompleks protrombin tidak membaik dalam waktu 24 jam maka harus
dipikirkan diagnosis lain.1,5
2.5.6 Prognosis
HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau
membaik setelah mendapat vitamin K1 dalam waktu lebih kurang 24 jam.
HDN dengan manifestasi perdarahan intrakranial, intratorakal, dan
intraabdominal dapat mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan
manifestasi perdarahan intrakranial meninggal. 1,5
15
BAB III
KESIMPULAN
1. Perdarahan akibat kekurangan vitamin K adalah terjadinya perdarahan spontan
atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi
yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X)
2. Klasifikasi perdarahan akibat kekurang vitamin K antara lain adalah bentuk
perdarahan dini, klasik dan lambat.
3. Dignosis perdarahan akibat kekurangan vitamin K dapat dilakukan dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
4. Bayi-bayi yang dicurigai mengalami HDN berdasarkan hasil konfirmasi
laboratorium, harus segera mendapat pengobatan vitamin K. Selain pemberian
vitamin K, bayi yang mengalami HDN dengan perdarahan yang luas juga harus
mendapat plasma. Plasma yang diberikan adalah fresh frozen plasma dengan
dosis 10-15 ml/kg.
5. HDN ringan prognosisnya baik, biasanya sembuh sendiri atau membaik setelah
mendapat vitamin K1 dalam waktu lebih kurang 24 jam. HDN dengan
manifestasi perdarahan intrakranial, intratorakal, dan intraabdominal dapat
mengancam jiwa, 27% kasus HDN dengan manifestasi perdarahan intrakranial
meninggal.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara E. Gould, Ruthanna Dyer. Pathophysiology for The Health
Professions. Thromb Haemost 2010; 81 : 254-610.
2. Sudoyo Aru, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata, Setiati Siti. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. FKUI. Jakarta, 2006.
3. A. V. Hoffbrand, J. E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
EGC. Jakarta. 2005 : 250-251.
4. Behrman Richard, Kliegman Robert, Arvin Ann. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak
Jilid II. Edisi 15. EGC. Jakarta. 2000.
5. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of the Newborn.
Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI,
2005 : 182-96.
6. Guyton, Arthur C., John E. Hall. Guyton & Hall: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. 2007.