Referat Trauma Telinga

download Referat Trauma Telinga

of 14

description

referat mengenai trauma pada telinga tengah dan luar yang telah dipersentasikan pada universitas kedokteran ternama

Transcript of Referat Trauma Telinga

BAB IPENDAHULUAN

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.Trauma telinga adalah kompleks, karena agen berbahaya yang berbeda dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Agen penyebab untuk trauma telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau telinga bagian dalam bisa terluka.Lesi dapat berkisar dari trauma tumpul sederhana terhadap pinna, tanpa kehilangan jaringan, melalui ruptur sederhana dari membran timpani hingga fraktur transversal petrosa dari rulang temporal dengan kehilangan total dari fungsi telinga bagian dalam dan nervus fasialis.1BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

ANATOMI TELINGATelinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.1

Gambar 1. Anatomi telinga.2Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.3,4Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif di dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.

Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid. 3,4Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih ba- wah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani. 3,4Telinga DalamTelinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus.3,4

FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong. 5Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.5BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

TELINGA LUAR

Trauma pada telinga luar umum terjadi pada semua kelompok usia. Aurikula yang tidak terlindungi berisiko untuk semua jenis trauma termasuk cedera termal dingin atau panas dan cedera tumpul atau tajam yang mengakibatkan ekimosis, hematoma, laserasi, atau fraktur.1Hematoma Aurikula

Hematoma aurikula biasanya terjadi setelah trauma tumpul dan umum terjadi di antara pegulat dan petinju. Mekanisme ini biasanya melibatkan gangguan traumatis dari pembuluh darah peikondrial. Akumulasi darah dalam ruang subperikondrial menghasilkan pemisahan perikondrium dari kartilago. Jika kartilago ini fraktur, darah merembes melalui garis fraktur dan meluas ke bidang subperikondrium pada kedua sisi. Hal ini menciptakan pembengkakan kebiruan, biasanya melibatkan seluruh aurikula, meskipun mungkin terbatas pada bagian atas. Jika lesi tidak ditangani sejak dini, darah akan berorganisasi menjadi massa fibrosa, yang menyebabkan nekrosis kartilago karena gangguan sirkulasi. Massa ini membentuk bekas luka yang bengkok, terutama setelah trauma berulang, menciptakan deformitas dikenal sebagai "cauliflower ear.6,7

Gambar 2. Cauliflower ear yang dihasilkan oleh hematoma aurikula.6Pengobatan didasarkan pada evakuasi hematoma dan aplikasi tekanan untuk mencegah akumulasi kembali darah. Aspirasi jarum sederhana adalah pengobatan yang tidak memadai dan sering menyebabkan fibrosis dan organisasi hematoma. Perawatan yang paling efektif untuk hematoma aurikula adalah insisi yang memadai dan drainase dengan through-and-through suture secured bolsters.6,7

Gambar 3. Otohematoma. A, Hematoma dari daun telinga. B, Hematoma diinsisi dan dievakuasi. C, gulungan dental anterior diikat dengan gulungan dental posterior pada permukaan telinga. D, tampilan pinggir, menunjukkan bagaimana bolster diamankan.6Insisi harus ditempatkan dalam scapha, menselaraskan heliks. Paparan yang cukup harus diperoleh untuk mengeluarkan seluruh hematoma dan untuk memeriksa rongga. Jika penundaan telah menghasilkan beberapa bekuan, kuret cincin tajam dapat digunakan untuk menghilangkan bekuan darah. Gulungan dental dipotong dengan ukuran yang tepat, diterapkan pada kedua sisi aurikula, dan diikat dengan jahitan nilon atau sutra through-and-through. Salep antibiotik diaplikasikan di atas sayatan. Gulungan dental dibiarkan ditempatnya selama 7 sampai 14 hari.6,7LaserasiLaserasi aurikula dengan atau tanpa kehilangan bagian dari aurikula umum diakibatkan oleh trauma tajam. Hasil yang sangat baik mungkin dapat dicapai jika prinsip-prinsip bedah diterapkan. Sebuah usaha harus dilakukan untuk memperbaiki, mempertahankan semua jaringan yang viabel yang tersisa. Ketika aurikula tidak benar-benar terputus, sebagian besar ia dapat disambung.6FrosbiteAurikula sangat rentan terhadap frosbite karena lokasinya terbuka dan kurangnya jaringan subkutan atau jaringan adiposa untuk melindungi pembuluh darah. Anestesi yang berkembang di daerah yang terkena dingin yang berat menghalangi pasien dari setiap peringatan ancaman bahaya. Awalnya terdapat vasokonstriksi, meninggalkan telinga, terutama ditepi heliks, pucat dan dingin ketika disentuh. Hiperemia dan edema terjadi setelahnya dan disebabkan oleh peningkatan bermakna dalam permeabilitas kapiler. Kristalisasi es dari cairan intraseluler terutama bertanggung jawab untuk kondisi ini, serta nekrosis seluler pada jaringan sekitarnya. Telinga menjadi bengkak, merah, dan tender, dan bula bisa terbentuk di bawah kulit, yang menyerupai luka bakar derajat pertama.7Frostbite telinga harus cepat dihangatkan. Katun steril basah dengan suhu 38 sampai 42C digunakan sampai telinga menjadi hangat. Telinga harus diperlakukan dengan lembut karena risiko kerusakan lebih lanjut pada jaringan yang sudah mengalami trauma dan melemah. Analgesik dan antibiotik profilaksis mungkin diperlukan. Jaringan nekrotik dibersihkan, yang inhibitor tromboksan topikal dari lidah buaya dipakai, dan obat-obatan antiprostaglandin seperti ibuprofen mungkin berguna.1,6,7Luka BakarLuka bakar secara tradisional diklasifikasikan dalam tiga derajat keparahan: eritema (derajat pertama), blistering (derajat kedua), dan destruksi ketebalan penuh (derajat ketiga). Luka bakar karena cairan panas atau terbakar sering dengan ketebalan penuh. Jika tidak diterapi, luka bakar dapat menyebabkan perikondritis. Penting untuk menghindari tekanan pada telinga, dan membersihkan dengan lembut dan menggunakan antibiotik topikal. Penggunaan antibiotik profilaksis antipseudomonas dianjurkan. Antibiotik dapat diinjeksikan subperikondrium di beberapa lokasi injeksi yang berbeda di seluruh permukaan anterior dan posterior aurikula. Penggunaan krim mafenide acetate (Sulfamylon) setelah membersihkan luka dianjurkan. Pada tahap akhir, debridement dan skin grafting mungkin diperlukan. Perikondritis dan kondritis harus ditangani dengan iontoforesis antibiotik, debridement dini, dan grafting.6MEMBRAN TIMPANI DAN TELINGA TENGAHTrauma pada membran timpani dan telinga tengah dapat disebabkan oleh (1) overpressure, (2) luka bakar termal atau kaustik, (3) luka tumpul atau penetrasi, dan (4) barotrauma. Overpressure adalah mekanisme trauma yang paling umum pada membran timpani. Penyebab utama dari overpressure yaitu cedera tamparan dan luka ledakan. Cedera tamparan sangat umum dan dapat dihasilkan oleh tamparan tangan atau air. Cedera tamparan biasanya menghasilkan robekan segitiga atau linear dari membran timpani7.

Gambar 4. Gambar yang mengilustrasikan perforasi membran timpani di bagian anteroinferior dari drumhead.6Sebagian besar perforasi tersebut menyebabkan gangguan pendengaran ringan, rasa penuh di telinga, dan tinnitus ringan. Cedera ledakan, meskipun kurang umum, berpotensi lebih serius. Cedera ledakan mungkin disebabkan oleh ledakan bom, ledakan bensin, dan penyebaran kantung udara dalam kecelakaan mobil. Cedera ledakan dari ledakan bom tidak hanya mengganggu membran timpani tetapi juga dapat menyebabkan fraktur tulang temporal, diskontinuitas osikular, atau gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi karena cedera koklea. Selain itu, cedera ledakan dapat menyebabkan fistula perilimfatik (PLF), dengan gangguan pendengaran progresif dan berfluktuasi, vertigo, dan disekuilibrium.8Dalam sebuah laporan oleh Hallmo, audiometri konduksi udara dan tulang dalam rentang frekuensi masing-masing 0.125 sampai 18 kHz dan 0,25 sampai 16 kHz, dilakukan pada 38 pasien dengan perforasi membran timpani unilateral traumatik, yang sebagian besar disebabkan oleh cedera overpressure. Peningkatan ambang konduksi tulang ditemukan pada 16 telinga. Peningkatan ambang konduksi tulang dan tinnitus berkurang seiring dengan waktu, tetapi pada 9 pasien ia permanen. Penutupan perforasi membran timpani menghasilkan perbaikan 7 sampai 20 dB dari ambang konduksi udara, sedikit kurang di atas dibandingkan pada frekuensi yang lebih rendah. Gangguan pendengaran konduktif akhir rata-rata 3 dB ditemukan sekitar 5 bulan setelah cedera, mungkin karena bekas luka pada lokasi bekas perforasi. 8Setelah cedera overpressure, darah, sekret purulen, dan debris harus secara hati-hati disedot dari kanal telinga, dan ukuran perforasi dan lokasi harus dicatat. Irigasi dan otoskopi pneumatik harus secara spesifik dihindari pada pasien ini. Kemampuan mendengar bisikan serta tes garpu tala harus didokumentasikan, danaudiogram harus diperoleh segera setelah kondisi pasien memungkinkan. Pemeriksaan neurotologik lengkap juga harus dilakukan pada pasien untuk mendokumentasikan status dari saraf kranial termasuk saraf fasialis dan saraf vestibular begitu juga dengan sistem saraf pusat. Jika perforasi membran timpani kering, ia harus diobservasi (yaitu, tetesan tidak diindikasikan). Jika terdapat drainase yang melalui perforasi membran timpani, klinisi harus menentukan dan memperhatikan apakah drainase sesuai dengan cairan cerebrospinal (CSF). Jika dicurigai adanya kebocoran CSF, CT scan tulang temporal segera harus diperoleh untuk menyingkirkan fraktur. Jika drainase tidak sesuai dengan CSF, antibiotik oral dan ciprofloxacin serta hidrokortison tetes telinga harus diresepkan. Riwayat vertigo atau mual dan muntah dan audiogram yang menunjukkan gangguan pendengaran konduktif lebih dari 30 dB menyarankan terganggunya rantai osikular. Gangguan pendengaran sensorineural yang bermakna juga menandakan kerusakan oval window atau kerusakan koklea.Cedera termal terhadap membran timpani termasuk cedera pengelasan dan cedera petir. Cedera pengelasan terjadi ketika arang besi panas memasuki kanal telinga dan melewati membran timpani. Sebagian besar cedera ini mengakibatkan inflamasi di telinga tengah dengan drainase. Panosian dan Dutcher melaporkan dua pasien dengan paralisis fasialis yang disebabkan oleh arang besi panas di telinga tengah. Salah satu pasien mereka juga menderita gangguan pendengaran sensorineural. Cedera pengelasan sering mengakibatkan perforasi yang tidak sembuh, baik sebagai akibat dari infeksi atau mungkin karena arang besi membakar atau mendevaskularisasi membran timpani saat melewatinya. Jika infeksi terjadi, pasien diobati dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortisonserta antibiotik oral. Jika perforasi kering, ia harus diobservasi selama jangka waktu 12 minggu untuk penyembuhan spontan. Jika drumhead tidak sembuh-sembuh, timpanoplasti harus dilakukan.Cedera petir dan listrik tidak jarang, dan cedera telinga yang paling sering adalah perforasi dari membran timpani. Gangguan vestibular yang paling umum adalah vertigo transien. Temuan klinis lainnya meliputi gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran konduktif, tinnitus, fraktur tulang temporal, avulsi dari prosesus mastoid, luka bakar dari kanal telinga, dan paralisis saraf fasialis. Jones dkk melaporkan satu pasien dengan PLF oval window bilateral setelah sambaran petir. Manajemen awal pasien yang tersambar petir terdiri dari langkah-langkah pendukung kehidupan. Setelah itu, pasien harus menjalani pemeriksaan audiovestibular menyeluruh. Perforasi membran timpani yang disebabkan oleh cedera petir sering tidak sembuh, mungkin sebagai akibat dari kauterisasi atau devaskularisasi dari membran timpani, seperti cedera pengelasan. Cedera ini diterapi seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk cedera pengelasan. Timpanoplasti harus ditunda pada pasien ini selama 12 minggu karena penyembuhan spontan dapat terjadi selama waktu tersebut.Cedera kaustik pada membran timpani dapat menyebabkan perforasi. Dengan kaustik alkali, membran timpani rusak dengan likuefaksi nekrosis, yaitu, kaustik alkali menembus membran timpani, yang menyebabkan oklusi pembuluh darah yang dapat meluas lebih jauh dari perforasi yang terlihat. Akibatnya, ukuran perforasi dapat tidak sepenuhnya ditentukan sampai semua inflamasi selesai. Selanjutnya, setelah cedera kaustik, telinga tengah dapat mengembangkan reaksi granulasi yang luas dengan skarifikasi, fiksasi osikular, dan infeksi kronis. Luka kaustik juga dapat menyebabkan penumpulan kanal karena permukaan baku yang mengelilingi kanal membentuk sikatriks, yang mengarah ke penyempitan kanal telinga dan hilangnya permukaan vibrasi membran timpani. Demikian pula, setelah cedera kaustik, miringitis kronis dapat terjadi di permukaan membran timpani, yang menciptakan raw weeping suurface dengan granulasi pada permukaan drumhead tersebut. Cedera kaustik pada awalnya diterapi dengan ciprofloxacin dan tetes telinga hidrokortison, antibiotik oral, dan analgesik. Penilaian audiologi dan evaluasi neurotologi lengkap diindikasikan dalam luka kaustik untuk menentukan sejauh mana cedera. Ketika telinga telah stabil, dan sebaiknya ketika drainase telah berkurang, telinga tengah dan membran timpani dapat direkonstruksi.Perforasi membran timpani secara historis memiliki tingkat kesembuhan yang mendekati 80%. Ulasan Kristensen pada lebih dari 500 teks mengenai masalah tersebut menemukan bahwa tingkat penyembuhan spontan tampaknya 78,7% pada 760 kasus yang dapat dievaluasi dari perforasi membran timpani traumatis dari segala sumber yang dilihat dalam waktu 14 hari setelah cedera. Ruptur yang diinduksi oleh panas atau korosi, benda asing, dan tekanan air kurang mungkin untuk sembuh, mungkin karena mereka lebih besar atau lebih mungkinterinfeksi. Rybak dan Johnson juga melaporkan bahwa cedera tamparan air kurang mungkin untuk sembuh sebagai akibat dari infeksi. 8Griffin melaporkan 227 perforasi traumatik yang diterapi di prakteknya pada tahun 1969-1977. Dia menyimpulkan bahwa perforasi yang lebih besar, cedera petir dan pengelasan, dan telinga yang terinfeksi kurang mungkin untuk sembuh. Hasil pendengaran yang baik ditemukan terlepas dari metode timpanoplasti, meskipun penyembuhan spontan menghasilkan hasil akhir yang terbaik. 8Apapun metode yang digunakan, kesuksesan timpanoplasti membutuhkan paparan yang memadai, debridement granulasi telinga tengah dan jaringan parut, de-epitelisasi dari perforasi, dan penempatan graft dengan hati-hati termasuk dukungan dari graft hingga penyembuhan terjadi. Trauma penetrasi pada telinga tengah dapat, tentu saja, menghasilkan perforasi membran timpani, tetapi tidak seperti overpressure dan cedera termal, kejadian gangguan osikular, saraf fasialis, dan cedera telinga tengah lainnya jauh lebih besar. Penyebab paling umum yaitu tembakan kecepatan rendah diikuti dengan cedera oleh benda asing seperti tongkat atau instrumen. Jenis cedera ini harus dicurigai pada pasien dengan perforasi membran timpani, darah di telinga tengah atau liang telinga, dan adanya vertigo atau pusing, gangguan pendengaran konduktif lebih besar dari 25 dB, gangguan pendengaran sensorineural, atau paralisis fasialis. Pada pasien ini, kanal telinga harus dengan lembut disedot dan dibersihkan di bawah penglihatan mikroskopis, dan membran timpani dan telinga tengah harus dengan hati-hati diperiksa. Pemeriksaan neurotologi menyeluruh, termasuk evaluasi saraf fasialis dan pemeriksaan terhadap nistagmus, stabilitas gait, tes fistula, tes Romberg, dan tes Dix- Hallpike, harus dilakukan. Pencitraan termasuk CT scan tulang temporal, magnetic resonance imaging (MRI), dan bahkan arteriografi dapat diindikasikan tergantung pada jenis cedera yang dicurigai. 8Fraktur Tulang Temporal

Fraktur dari tulang temporal disebabkan oleh cedera tumpul, dan tergantung pada gaya dan arah dari pukulan yang diterima, berbagai jenis fraktur dapat terjadi. Trauma tumpul dapat dihantarkan oleh suatu obyek yang menyerang kepala atau dengan kepala yang dibenturkan terhadap suatu obyek yang padat. Secara tradisional, fraktur tulang temporal diklasifikasikan sebagai longitudinal (ekstrakapsular) atau transversal (kapsular) sehubungan dengan aksis panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal. Keduanya merupakan fraktur basis kranii dan mengakibatkan ekimosis dari kulit postaurikula (tanda Battle). 8

Gambar 5. Gambar yang menunjukkan anatomi dari basis kranii. Di bagian kiri merupakan fraktur longitudinal atau ekstrakapsular. Di bagian kanan yaitu fraktur transversal atau kapsular. 8Fraktur longitudinal, sejauh ini, merupakan yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 70-90% dari fraktur tulang temporal, dan biasanya dihasilkan dari pukulan lateral langsung pada aspek temporal atau parietal dari kepala. Fraktur longitudinal dimulai dari kanal auditori eksternal dan memanjang melalui telinga tengah dan di sepanjang aksis panjang dari piramida petrosa. Secara karakteristik, terdapat perdarahan dari kanal telinga akibat laserasi dari kulitnya dan dari darah yang keluar melalui membran timpani yang mengalami perforasi. Paralisis fasialis terjadi pada 15%, dan gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada 35%7.

Fraktur transversal biasanya dihasilkan dari impaksi deselerasi pada area oksipital. Garis fraktur menyeberangi aksis panjang dari bagian petrosa dari tulang temporal dan biasanya memanjang melalui koklea dan kanal fallopi, yang menghasilkan gangguan pendengaran sensorineural dan paralisis fasialis pada kebanyakan kasus. Terdapat perdarahan ke dalam telinga tengah, tetapi membran timpani tetap intak dan menjadi biru kehitaman akibat hemotimpanum7.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ksilevsky VE, et al. Ear Trauma: Investigating the Common Concerns. The Canadian Journal of Diagnosis. 2003;111-1152. Gambar anatomi telinga. Diunduh dari : http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html . Pada tanggal 20 Juni 2014.3. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .20024. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit: EGC. Jakarta 2006.

5. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi ke-tujuh. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2012.

6. Menner AL. 2003. A Pocket Guide to the Ear. Thieme Stuttgart:New York. pp.47-487. Sharma K, et al. Auricular Trauma and Its Management. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 2006; 58(3):232-2338. Schwaber MK. Trauma to the Middle Ear, Inner Ear, and Temporal Bone. In: Snow JB, Ballenger JJ. 2003. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery . 16th edition. BC Decker Inc: Spain. Pp. 345-3551