Referat Transfusi Di Obstetri
-
Upload
adisti-zakyatunnisa -
Category
Documents
-
view
83 -
download
14
description
Transcript of Referat Transfusi Di Obstetri
REFERAT
TRANSFUSI DARAH
Disusunoleh:
Adisti Zakyatunnisa
030.10.006
Pembimbing:
dr. Ronald Latuasan, SpOG
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, NOVEMBER 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya referat dengan judul “Transfusi
Darah”.Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD Budhi Asih periode 19 Oktober 2015
– 26 Desember 2015.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Ronald Latuasan, SpOG selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada semua
pihak yang turut serta membantu penyusunan makalah ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses
kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, November 2015
Penulis
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi referat dengan judul
“TRANSFUSI DARAH”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Budhi Asih periode
19 Oktober 2015 – 26 Desember 2015.
Jakarta, November 2015
dr. Ronald Latuasan, SpOG
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................2
Definisi......................................................................................................................2
Macam-macam Bentuk Sediaan Darah dan Komponen Darah................................2
Manfaat Komponen Darah........................................................................................6
Golongan Darah........................................................................................................7
Skrining Golongan Darah.........................................................................................8
Pelayanan Darah Emergency....................................................................................8
Transfusi Masif.........................................................................................................9
Indikasi Transfusi Darah.........................................................................................10
Prosedur Transfusi Darah.......................................................................................12
Komplikasi Transfusi Darah...................................................................................13
Penggunaan Darah Autologous...............................................................................16
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi
memerlukan transfusi darah. Seksiocesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan
bedah yang sering dan berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah.
Kondisi lainnya adalah perdarahan postpartum, placenta previa, dan ruptur kehamilan
ektopik. Perdarahan di bidang obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang
tinggi di Indonesia. Para ahli kebidanan dan kandungan perlu mengetahui aspek-aspek
transfusi darah dan mengaplikasikannya dalam praktik klinis.1
Makalah ini akan mengupas tentang skrining golongan darah saat prenatal care,
indikasi transfusi darah, jenis komponen darah, efek samping/risiko transfusi darah, serta
pengadaan darah emergency.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tranfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari
seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Definisi lain adalah suatu proses pekerjaan
memindahkan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit.1
Macam-macam Bentuk Sediaan Darah dan Komponen Darah
I. Darah (whole blood), 1 unit darah (250-450) dengan antikoagulan sebanyak 15 ml/100
ml darah. Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap
juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume
darah sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml.
Dapat bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan
jumlah eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht
meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap. Dilihat dari masa
penyimpanannya maka whole blood dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Darah segar (fresh blood)
Darah yang disimpan kurang dari 6 jam, masih lengkap mengandung trombosit
dan faktor pembeku
2. Darah yang tersimpan (stored blood)
Darah yang sudah disimpan lebih dari 6 jam. Darah dapat disimpan sampai dengan
35 hari. Darah simpan kandungan trombosit dan sebagian faktor pembeku
(terutama faktor labil sudah menurun jumlahnya)
II. Komponen darah
1. Preparat sel darah merah
a. Packed red cell
Diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup atau septik
sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80% yang berarti
menghilangkan 125-150 ml plasma dari satu unitnya. Volume tergantung
kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 4°±2°C. Lama
simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
2
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed red
cells banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia
aplastik, leukemia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi
bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya
tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g%.
Packed red cells yang dikombinasi dengan cairan kristaloid dapat diberikan
sebagai pengganti darah lengkap pada hamper semua renjatan perdarahan. Ini
adalah pengobatan terpilih untuk perdarahan akut. Penggabungan packed red
cell dan fresh frozen plasma dalam rasio perbandingan 4:1 memberi hasil yang
memuaskan.
Dosis transfusi darah didasarkan atas anemis seseorang resipien, makin sedikit
jumlah darah yang diberikan per et mal di dalam suatu seri transfusi darah dan
makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari komplikasi gagal jantung. Dosis yang dipergunakan untuk
menaikkan Hb ialah dengan menggunakan rumus empiris:
Kebutuhan darah (ml) = 6 x BB (kg) x kenaikan Hb yang diinginkan.
Penurunan kadar Hb 1-2 hari pasca transfusi, maka harus dipikirkan adanya
auto immune hemolytic anemia. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji coombs
dari serum resipien terhadap eritrosit resipien sendiri atau terhadap eritrosit
donor. Keadaan demikian pemberian washed packed red cell merupakan
komponen pilihan disamping pemberian immuno supressive (prednison,
imuran) terhadap resipien.
b. Washed red cell / Leucocyte pletelet and plasma poor RBC. Washed red cell
diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline, sisa plasma
terbuang habis. Preparat ini berguna untuk mencegah reaksi febris. Dapat
diberikan untuk AIHA dan untuk mengurangi sensitisasi terhadap antigen
leukosit juga untuk penderita yang tak bisa diberi human plasma. Kelemahan
washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi selama proses serta
masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai dalam
pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.
c. Red cell suspension
Dibuat dengan cara mencampur packed red cell dengan cairan pelarut dalam
jumlah yang sama.
3
d. Darah merah pekat miskin leukosit
Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk meningkatkan
jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi. Manfaat
komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.
2. Konsentrat Trombosit (platelet concenterate)
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang
disebabkan oleh kekurangan trombosit. Preparat ini dipakai untuk mengatasi
keadaan trombositopenia berat, misalnya pada leukimia akut, anemia aplastik atau
ITP. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan
thrombocyte antibody pada penderita.
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositopenia. Indikasi pemberian komponen trombosit ialah setiap perdarahan
spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang dari
50.000/mm3. misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia,
anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena
pemberian sitostatika terhadap tumor ganas. Splenektomi pada hipersplenisme
penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian
suspensi trombosit prabedah. Komponen trombosit mempunyai masa simpan
sampai dengan 3 hari.
Macam Sediaan :
a. Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)
Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.
Penyimpanan 34°C sebaiknya 24 jam.
b. Platelet Concentrate (trombosit pekat)
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan
20°±2°C. Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post
transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria,
menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor.
Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada Platelet
Rich Plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan pletelet concentrate
dan kemudian memisahkannya dari plasma yang diatas yang berupa Platelet
Poor Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.
3. Konsentrat granulosit (granulocyte concentrate)
4
Kandungan utama berupa granulosit dengan volume 50-80 ml. Suhu simpan
20°±2°C. Lama simpan harus segera ditransfusikan dalam 24 jam. Transfusi
granulosit diberikan bila penderita nutropenia dengan panas tinggi telah gagal
diobati dengan antibiotik yang tepat lebih dari 48 jam.
Transfusi granulosit diberikan kepada para penderita leukemia, penyakit keganasan
lainnya serta anemia aplastik yang jumlah leukositnya 2000/mm3 atau kurang
dengan suhu 39°C atau lebih. Diapakai untuk leukopenia berat dengan netrofil < 0,5
x 109 / L
Donor dari keluarga terdekat akan memperkecil kemungkinan reaksi transfusi. Bila
tidak diperoleh donor yang cocok golongan ABO-nya maka dapat dipilih donor
golongan O. Komponen suspensi granulosit harus diberikan segera setelah
pembuatan dan diberikan secara intravena langsung atau dengan tetesan cepat. Efek
pemberian transfusi granulosit ini akan tampak dari penurunan suhu, bukan dari
hitung leukosit penderita. Penurunan suhu terjadi sekitar 1-3 hari pasca transfusi.
III. Komponen plasma
1. Five percent albumin solution / plasma protein fraction
Preparat ini dipakai untuk penggantian volume plasma pada luka bakar,
kedaruratan abdomen dan trauma jaringan yang luas
2. Fresh frozen plasma (plasma segar dibekukan)
Mengandung plasma dan faktor koagulasi labil (faktor V dan faktor VIII). Preparat
ini dibuat dari donor tunggal sehingga resiko sehingga resiko penlaran hepatitis
rendah. Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung
dibekukan pada suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan
perdarahan (hemostasis).
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan labil, dengan volume
150-220 ml. Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun.
Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan labil bila faktor pembekuan
pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan.
Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.
3. Cryoprecipitate (kriopresipitat)
Mengandung F.VIII (80-100 unit), faktor von Willebrand, F.XIII, fibronectin dan
fibrinogen. Digunakan untuk :
a. Hemofilia A
5
b. Penyakit von Willebrand
c. Sumber fibrinogen pada acute defibrination syndrome
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena kurangnya AHG di
dalam darah penderita hemofili A. AHG tidak bersifat genetic marker antigen
seperti granulosit, trombosit atau eitrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang
dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor
VIII. Karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi
sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Pembuatannya dengan cara plasma segar dibekukan pada suhu -60°C, kemudian
dicairkan pada suhu 4-6°C. Akibat proses pencairan terjadi endapan yang
merupakan cryoprecipitate kemudian dipisahkan segera dari supernatant plasma.
Setiap kantong kriopresipitat mengandung 100-150 U faktor VIII. Cara pemberian
ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan infus,
pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan
pada suhu kamar.
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan
dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi.
4. Lyophilized (freeze-dried) factor VIII concentrate
Dipakai untuk terapi hemofili A, preparat ini dibuat dari “pooled plasma” sehingga
ada resiko penularan hepatitis dan HIV (AIDS)
5. Lyophilized (freeze-dried) faktor IX-prothrombin complex concentrate.
Mengandung prothromin, F.IX, VII dan F.X. dipakai untuk mengatasi hemofili B
6. Fibrinogen (freeze-dried)
Dipakai untuk mengatasi DIC
7. Immunoglobulin (gamma globuline)
a. Immune gamma globulin
b. Hyperimmune gamma globulin
c. Rh immunoglobulin
Manfaat Komponen Darah
Komponen darah diberikan melalui transfusi dimaksudkan agar transfusi tepat guna,
pasien memperoleh hanya komponen darah yang diperlukan, mengurangi reaksi transfusi,
mengurangi volume transfusi, meningkatkan efisiensi penggunaan darah, serta
memungkinkan penyimpanan komponen darah pada suhu simpan optimal.
6
Golongan Darah
Terdapat lebih dari 400 antigen golongan darah, tetapi yang secara klinis mempunyai arti
penting adalah sistem ABO dan sistem Rh. Beberapa sistem golongan darah yang penting dapat
dilihat pada tabel
Sistem Frekuensi
antibodi
Penyebab reaksi
tranfusi hemolitik
Penyebab hemolytic
disease of newborn
ABO Sangat sering Ya (sering) Ya (biasanya ringan)
Rh Sering Ya (sering) Ya
Kell Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya
Duffy Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (Kadang-kadang)
Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Lutheran Jarang Ya (jarang) Tidak
Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak
P Kadang-kadang Ya (jarang) Ya (jarang)
MN Jarang Ya (jarang) Ya (jarang)
Di dalam tubuh seseorang terdapat antibodi alamiah atau antibodi yang timbul
akibat sensitisasi tranfusi atau kehamilan. Antibodi alamiah terdapat dalam tubuh meskipun
belum pernah tersensitisasi sebelumnya. Antibodi alamiah yang terpenting ialah anti-A dan
anti-B. Antibodi alamiah pada umumnya adalah IgM, bereaksi optimal pada suhu 4oC
karena tergolong cold antibody. Antibodi imun (immune antibodies) adalah antibodi yang
timbul setelah sensitisasasi akibat tranfusi atau transplasenta waktu kehamilan. Pada
umumnya terdiri atas IgG dan bereaksi optimal pada suhu 37oC (warmn antibody).
Antibodi imun yang terpenting adalah Rh antibody, anti-D.
Sistem ABO diatur oleh tiga gen, A, B dan O. Gen A dan B juga mengontrol
sintesis enzim spesifik untuk menambahkan satu residu karbohidrat pada ujungnya, yang
dikenal sebagai H substance. Harusnya terdapat 6 fenotipe , tetapi karena anti-O tidak ada
sehingga tidak dikenal secara serologik, maka hanya ada 4 fenotipe. Grup A dibagi menjadi
2 subgrup yaitu A1 dan A2. A2 bereaksi lebih lemah dibandingkan dengan A1, penderita
dengan A2B dapat dikelirukan secara serologik sehingga dianggap golongan B. Keempat
fenotipe golongan darah sistem ABO dapat dilihat pada tabel.
7
Fenotipe Genotipe Antigen Antibodi Frekuensi
O OO O Anti-A, anti-B 46 %
A AA atau AO A Anti-B 42 %
B BB atau BO B Anti-A 9 %
AB AB AB Tidak ada 3 %
Golongan darah Rh diatur oleh gen struktural yaitu RhD dan RhCE, yang mengkode
protein membran yang membawa antigen D, Cc dan Ee. Gen RhD bisa ada bisa tidak
sehingga secara fenotipe dikenal Rh D+ atau Rh D-. Antibodi terhadap sistem Rh sebagian
bersifat imun karena sensitisasi kehamilan atau tranfusi. Anti D bertanggung jawab pada
sebagian besar reaksi tranfusi. Oleh karena itu, pembagian seseorang menjadi Rh D positif
atau Rh D negatif sudah mencukupi untuk keperluan klinis.
Skrining Golongan Darah
Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat
kunjungan pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
serta skrining antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic
disease of the newborn (HDN). Keuntungan dari pemeriksaan ini antara lain dapat
mempersiapkan donor darah sesuai golongan darah dan jika wanita hamil tersebut
bergolongan darah Rh(D) negatif maka dapat diberikan anti(D) immune-globulin sesuai
indikasi.2,3,5 Pemberian anti(D) immune-globulin dosis 500mg/IM kepada semua ibu dengan
Rh(D) negatif dalam 72 jam setelah persalinan jika bayi Rh(D) positif, ini merupakan
upaya yang umumnya dilakukan untuk mencegah HDN.3 Hal ini dapat memberikan
perlindungan sampai 4mL sel darah merah bayi. Upaya tersebut penting mengingat
prevalensi populasi dengan Rh(D) negatif di Indonesia sangat rendah (kurang dari 1%).
Tetapi, berdasarkan survei di beberapa rumah sakit besar dan klinik bersalin di Yogyakarta,
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan skrining antibodi tidak dapat dilakukan
oleh setiap rumah sakit di Indonesia dan biayanya relatif mahal.
Pelayanan Darah Emergency
Perdarahan pada proses persalinan kadang tak dapat diprediksi dan masif. Saat
persalinan, aliran darah ke plasenta kurang lebih 700 mL per menit. Seluruh volume darah
pasien dapat habis/hilang dalam 5-10 menit.3 Kondisi tersebut menjadi alasan mengapa
8
perdarahan akut merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu jika tidak segera
ditangani dengan cepat dan tepat.
Untuk mendapatkan darah/komponen darah pada kasus perdarahan masif (kondisi
emergency), langkah pertama yang dilakukan adalah menginformasikan kebutuhan darah
bagi pasien melalui telepon ke Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD). Langkah kedua
adalah mengirimkan surat permintaan darah dan sampel darah pasien ke UPTD. Di UPTD
telah disediakan stok darah emergency dari setiap golongan ABO sehingga pasien
mendapat darah sesuai golongan sistem ABO-nya dan belum dilakukan uji silang serasi
(uncrossmatched). Pada kondisi tidak tersedia darah sesuai golongan ABO, dapat diberikan
packed red cell (PRC) golongan O (dalam waktu 5 menit). Karena prevalensi Rh(D) negatif
sangat rendah, untuk kasus emergency seperti tersebut di atas tidak perlu diberikan
golongan O Rh(D) negatif, tetapi dengan golongan O Rh(D) positif. Jika pasien telah
diketahui golongan darah sistem ABO dan Rh saat prenatal care, maka penentuan
golongan darah Rh yang akan diberikan tidak menjadi masalah lagi. Sebelum darah
dikeluarkan untuk pasien, petugas UPTD melakukan pemeriksaan konfirmasi golongan
darah pasien dan donor. Turnaround time untuk pemeriksaan konfirmasi golongan darah
adalah 15 menit. Uji silang serasi tetap dilanjutkan di UPTD dan jika hasilnya inkompatibel
maka akan diinformasikan kepada dokter yang merawat pasien. Petugas dari bagian
kebidanan yang mengantarkan surat permintaan darah dan sampel pasien menunggu proses
konfirmasi golongan darah pasien dan donor atau menunggu darah dikeluarkan. Langkah
ketiga, petugas dari bagian kebidanan langsung membawa darah ke ruang operasi/bangsal
dimana pasien membutuhkan darah. Untuk mencegah kemungkinan kesalahan transfusi,
perawat atau dokter mencocokkan kembali identitas pasien pada label kantong darah dan
pergelangan tangan pasien atau papan di tempat tidur pasien sebelum darah ditransfusikan.
Transfusi Masif
Transfusi masif didefinisikan sebagai transfusi darah lebih dari 10 unit produk sel
darah merah (PRC/WB) dalam 24 jam; sebanyak 50% volume darah total diganti dalam
waktu 2 jam atau kehilangan darah lebih dari 150 mL/menit.4
Transfusi masif di bidang obstetri mungkin dilakukan pada perdarahan postpartum
berat. Menurut WHO, definisi perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari
500 mL selama dan sesudah persalinan atau kehilangan sejumlah darah postpartum yang
menyebabkan instabilitas hemodinamik; perdarahan postpartum berat yaitu kehilangan
9
darah >1000 mL; perdarahan obstetri masif yaitu kehilangan 50% volume darah sirkulasi
<3jam atau kehilangan darah >150 mL/menit.3
Transfusi masif dengan darah (WB) simpan akan memperberat trombopati dan
koagulopati disebabkan karena trombositopenia dilusional, deplesi faktor koagulasi,
asidosis dan hipotermia. Oleh karena itu, setiap transfusi 5-10 unit darah simpan diberikan
1 unit darah segar, setiap 1 liter transfusi citrated blood diberikan 10 mL 10% calcium
gluconate IV untuk mencegah toksisitas sitrat, darah ditransfusikan dengan alat penghangat
darah, dan menggunakan set transfusi yang dilengkapi filter mikroagregat.8 Toksisitas sitrat
mungkin akan terlihat jika kecepatan transfusi melebihi 1 unit darah dalam 5 menit (1
mL/kgBB/menit). Tandanya antara lain adanya perubahan EKG (QT memanjang, QRS
melebar, gelombang T mendatar sampai henti jantung), hipotensi, dan nadi cepat. Jika
koreksi dengan kalsium gagal dapat diberikan magnesium IV. 4
Indikasi Tranfusi Darah
Tranfusi darah merupakan pedang bermata dua, yang jika diberikan dengan tepat akan
dapat menyelamatkan penderita, tetapi jika salah diberikan dapat menimbulkan efek samping
yang disebut reaksi tranfusi bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, indikasi
tranfusi darah harus diketahui dengan baik. Indikasi pemberian tranfusi sel darah merah dapat
dilihat pada tabel
Indikasi Tranfusion Guidelines
Anemia Simtomatik (pusing,
takikardi, takipneu, sianosis)
Indikasi jelas
Kehilangan darah > 15 % dari
volume darah
Mungkin ada indikasi tranfusi sel darah
merah, terutama jika diperkirakan
perdarahan berlanjut
Anemia hipoproliferatif kronik Mungkin memerlukan tranfusi periodik
Penyakit sel sabit Mungkin memerlukan tranfusi selama
krisis atau untuk mencegah krisis
a. Sel darah merah
Eritrosit tersedia dalam bentuk sel darah merah atau darah lengkap. Indikasi satu-
satunya untuk transfusi sel darah merah adalah untuk meningkatkan daya angkut
oksigen pada pasien-pasien anemia dan hipotensi ortostatik sekunder karena
kehilangan darah. Kemampuan daya angkut oksigem yang memadai dijumpai pada
10
kebanyakan perempuan dengan hemoglobin (Hb) 7 g/dl, hematocrit (Ht) 21% atau
kurang, tetapi bila isi intravascular menghasilkan perfusi yang cukup. Transfuse
dengan sel darah merah tetap dilakukan ketika tingkat Hb adalah 7-10 g/dl, pada
kondisi:2
Terjadi perdarahan terus-menerus
Terdapat tanda-tanda penurunan daya angkut oksigen (penyakit paru kronis atau
penyakit kardiovaskular) selama pembedahan
Menurunnya eritropoesis
Ketika transfusi autologous akan digunakan. Setiap unit sel darah merah yang
ditransfusi akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dl (dan meningkatkan
hematocrit 1 – 3 %) pada seorang perempuan dengan berat badan 70 kg.2
b. Indikasi untuk transfusi trombosit adalah :
Untuk mengontrol atau mencegah perdarahan yang berhubungan dengan
kekurangan jumlah atau fungsi trombosit.
Transfusi trombosit yang bersifat profilaksis bisa diberikan untuk perempuan
dengan trombosit kurang dari 20 x 109/l (20.000/mm3).
Transfusi juga diberikan untuk trombosit 10 x 109/l – 50 x 109/l (10.000 – 50.000
mm3) dengan kondisi; tindakan bedah berencana, terjadi perdarahan aktif, atau
untuk mengantisipasi transfusi masif.
c. Indikasi transfusi granulosit terbatas untuk kasus tertentu saja. Transfusi granulosit
harus dipertimbangkan hanya untuk alasan seperti :
Neutropenia persisten dan infeksi berat yang terdapat bukti jelas infeksi bakteri
atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan dengan antibiotik
yang tepat selama 48-72 jam.
Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten seperti pada penyakit
granulomatosa kronis dan sebagian kasus mielodisplasia.
Sepsis neonatus, terutama pada bayi prematur dengan sepsis dapat mengalami
manfaat transfusi granulosit, walaupun keefektifannya tidak terbukti.
d. Fresh Frozen Plasma3
Hanya diberikan ketika pasien sudah menunjukkan kekurangan factor pembekuan
atau ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak tersedia.
Untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan/pengentalan di (dalam) suatu
pendarahan pasien dengan berbagai defisit faktor pembekuan atau pengentalan
(penyakit hati, DIC, transfusi masive)
11
Warfarin yang berlebihan atau kekurangan vitamin K, proses perbaikan
coagulopathy yang diperlukan di dalam 12-24 jam
pasien dengan perdarahan atau pasien dengan resiko pendarahan tinggi
Penggantian defisiensi dalam Faktor V dan XI
e. Cryoprecipitate
Hypofibrinogenemia - Fibrinogen <>
- Transfusi raksasa (masive)
- defisiensi kongenital
- defisiensi yang didapat (misalnya DIC)
kekurangan Faktor XIII
Uremia, dengan perdarahan yang tak bereaksi dengan therapy non-transfusion
(misalnya, dialisis, desmopressin)
Dysfibrinogenemia (disfungsi fibrinogen)
Prosedur Tranfusi Darah
Tranfusi darah harus melalui prosedur yang ketat untuk mencegah efek samping
(reaksi tranfusi) yang dapat timbul. Prosedur itu adalah:9
1. Penentuan golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun resipien harus
mempunyai golongan darah yang sama
2. Pemeriksaan untuk donor terdiri atas
a. Penapisan (screening) terhadap antibodi dalam serum donor dengan tes
antiglobulin indirek (tes Coombs indirek)
b. Tes serologik untuk hepatitis (B&C), HIV, sifilis (VDRL) dan CMV
3. Pemeriksaan untuk resipien
a. Major side cross match
Serum resipien diinkunasi dengan RBC donor untuk mencari antibodi dalam
serum resipien
b. Minor side cross match
Mencari antibodi dalam serum donor. Tujuannya hampir sama dengan prosedur
2a
4. Pemeriksaan klerikal (identifikasi)
Memeriksa dengan teliti dan mencocokkan label darah resipien dan donor. Reaksi
tranfusi berat sebagian besar timbul akibat kesalahan identifikasi (klerikal)
5. Prosedur pemberian darah
12
a. Hangatkan darah perlahan-lahan
b. Catat nadi, tensi, suhu dan respitasi sebelum tranfusi
c. Pasang infus dengan infus set darah (memakai alat penyaring)
d. Pertama diberi larutan NaCl fisiologik
e. Pada 5 menit pertama pemberian darah beri tetesan pelan-pelan awasi adanya
urtikaria, bronkospasme, rasa tidak enak, menggigil. Selanjutnya awasi tensi,
nadi, suhu dan respirasi.
6. Kecepatan tranfusi
a. Untuk syok hipovolemik, beri tetesan cepat
b. Normovolemi, beri 500 ml/6 jam
c. Pada anemia kronik, penyakit jantung dan paru beri tetesan perlahan-lahan 500
ml/24 jam atau beri diuretika (furosemid) sebelum tranfusi
Komplikasi Tranfusi Darah
Komplikasi tranfusi dapat timbul akibat tranfusi darah disebut sebagai reaksi
tranfusi (tranfusion reactions). Reaksi tranfusi dapat berupa:8
1. Reaksi segera (immediate reactions)
a. Reaksi hemolitik akibat lisis eritrosit donor oleh antibodi dalam serum resipien
Reaksi hemolitik akut terjadi dalam waktu 24 jam dari tranfusi. Sebagian besar
reaksi hemolitik terjadi akibat kesalahan identifikasi (klerikal). Patogenesisnya
sebagai berikut:
- Terjadi hemolisis intravaskular masif akibat antibodi IgG/IgM dengan
aktivasi komplemen, misalnya antibodi ABO
- Terjadi hemolisis ekstravaskular akibat antibodi IgG terhadap faktor rhesus
Gejala timbul akibat terjadi hemolisis intravaskuler akut dan gagal ginjal akut,
yaitu:
1. Fase syok hemolitik (haemolytic shock phase)
- Timbul segera atau 1-2 jam setelah tranfusi
- Urtikaria, nyeri pinggang, flushing, sakit kepala, nyeri dada, sesak
napas, muntah, menggigil, febris, hipotensi sampai syok. Dapat terjadi
hemoglobinemia, bilirubinemia, ikterus dan DIC.
2. Fase oliguria
Timbul akibat acute tubular necrosis yang dapat menimbulkan GGA (gagal
ginjal akut)
13
3. Fase diuresis
Timbul setelah GGA
Pada reaksi hemolitik akibat tranfusi harus diambil tindakan tepat dan cepat
karena keadaan ini termasuk keadaan gawat darurat, seperti:
- Segera hentikan tranfusi. Kerusakan berbanding langsung dengan jumlah
darah yang masuk. Ganti infus set
- Berikan tindakan penanggulangan
- Ambil contoh darah dari penderita, periksa adanya hemoglobinemia.
- Satu serum dikirim kembai ke dinas tranfusi untuk pemeriksaan ulang
golongan darah dan pemeriksaan serologik. Satu serum lagi dikirim ke
laboratorium klinik untuk pemeriksaan bilirubin, hemoglobinemia dan
methemalbunemia.
- Serahkan kembali sisa darah ke dinas tranfusi untuk pemeriksaan kembali
golongan darah dan serologik
- Periksa adanya hemoglobinuria
- Setelah 8-10 jam, ambil contoh darah kedua untuk pemeriksaan kembali
bilirubin dan methalbuminemia.
Prinsip pengobatan reaksi tranfusi hemolotik adalah mempertahankan tekanan
darah dan perfusi ke ginjal. Tindakan tersebut berupa:
- Berikan infus plasma expander, dextran, plasma atau NaCl fisiologik.
Pertahankan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
- Forced diuresis
- Pemberian furosemid dan manitol
- Pemberian hidrokortison 100 mg iv dan antihistamin
- Jika terjadi anemia berat, berikan tranfusi darah yang cocok dengan
pengawasan ketat
- GGA diatasi, seperti biasa jika perlu dilakukan dialisis
b. Reaksi febril (febril reaction) karena antibodi terhadap leukosit atau trombosit
dan reaksi alergi anafilaktoid terhadap suatu antigen protein dalam plasma
Reaksi febris umumnya timbul karena antibodi dalam serum resipien terhadap
leukosit donor oleh karena itu untuk mencegah makanberikan leucocyte
depleted packed red cell. Reaksi febris dapat juga terjadi akibat reaksi terhadap
protein plasma oleh karena adanya sitokin akibat darah disimpan. Reaksi febris
memberikan gejala demam yang timbul segera setelah tranfusi berjalan, sering
14
disertai menggigil. Reaksi ini harus dibedakan dengan demam karena
bakteremia akibat pemberian darah yang terkontaminasi bakteri. Reaksi alergi
dapat terjadi dalam bentuk:
- Gatal-gatal
- Urtikaria
- Syok anafilaktik
Syok anafilaktik dijumpai pada resipien yang mengalami defisiensi IgA,
dalam serum timbul antibodi anti-IgA akibat sensitisasai tranfusi
sebelumnya. Pada tranfusi ulangan maka dapat terjadi reaksi antigen-
antibodi yang menimbulkan reaksi anafilaksis.
Terapi untuk reaksi febris adalah simtomatik, berupa kompres atau parasetamol.
Untuk itu, reaksi alergi diberikan hidrokortison atau antihistamin. Pada syok
anafilaktik segera harus diberikan adrenalin serta dilakukan tindakan untuk
mengatasi syok anafilaktik.
c. Reaksi sensitivitas paru dan bronkospasme karena antibodi terhadap leukosit
d. Endotoksinemia akibat tranfisu memakai darah yang terkontaminasi kuman
gram negatif
e. Edema paru karena volume overload
f. Reaksi keracunan sitras
g. Reaksi akibat tranfusi masif
2. Reaksi lambat (delayed reactions)10
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolisis terjadi setelah satu hari sampai beberapa minggu. Reaksi ini
timbul karena hemolisis ekstravaskular dengan penurunan kadar hemoglobin
dan peningkatan bilirubin indirek dalam serum. Reaksi timbul karena adanya
antibodi dalam bentuk IgG yang tidak terdeteksi pada pemberian pretranfusi.
Sering bersifat silent, atau timbul gejala berupa anemia dan ikterus ringan.
Lebih sering tidak memerlukan terapi cukup dilakukan observasi saja, kecuali
jika terjadi anemia atau ikterus berat.
b. Penularan infeksi hepatitis B dan C, cytomegalovirus (CMV), malaria dan sifilis
c. Graft versus host disease
Komplikasi transfusi juga terbagi menjadi lokal dan umum.
1. Komplikasi lokal yaitu :
a. Kegagalan memilih vena.
15
b. Fiksasi vena yang tidak baik.
c. Problem ditempat tusukan.
d. Vena pecah selama menusuk.
2. Komplikasi umum yaitu :
a. Reaksi-reaksi transfusi.
b. Penularan atau transmisi penyakit infeksi.
c. Sensitisasi imunologis
d. Transfusi haemochromatosis.
Penggunaan Darah Autologous2
Transfusi Autologous adalah pengumpulan dan penuangan kembali darah pasien
sendiri. Sejak kebanyakan prosedur pembedahan berencana tidak mengakibatkan
kehilangan darah dalam jumlah yang besar, tidak semua pasien perlu penangan transfusi
autologous. Tiga teknik transfusi autologous yang ada adalah:
1. pengambilan darah sebelum pembedahan
jika pasien memerlukan transfusi selama atau setelah pembedahan atau persalinan,
pengambilan darah sebelum pembedahan perlu dilakukan. Darah harus diambil
selambat-lambatnya dua minggu sebelum pembedahan atau persalinan, dan pasien
harus mempunyai sel darah merah yang cukup (Hb: 11 g/dl atau lebih atau Ht: 34 %
atau lebih). Jika sejumlah besar darah akan diperlukan dan ada waktu, sel-sel yang
dibekukan dapat digunakan. Beberapa penelitian sudah menunjukkan amannya
pengambilan darah autologous selama kehamilan. Bagaimanapun, sangat sedikit
persalinan yang memerlukan transfusi selama atau setelah persalinan, donasi rutin
tidak dianjurkan. Plasenta previa dalah salah satu kondisi dimana donasi autologous
mungkin saja sesuai. Kriteria minimum untuk pengambilan darah autologous adalah
Hb 11,0 g/dl dan Ht 34%.
Banyak pasien dapat mendonorkan dengan frekuensi setiap 3 hari, meskipun umumnya
lebih dari seminggu. Pasien harus diberi suatu dosis terapi preparat besi oral (ferous
sulfat, ferous glukonate, ferous fumarate) sebelum dan selama donasi. Resiko danasi
autologous adalah kecil; reaksi vasovagal terjadi pada 2 – 5 % dari semua donor.
Indikasi untuk transfusi autologous adalah sama dengan frekuensi sel darah merah.
2. penyelamatan darah pada saat pembedahan berlangsung
penyelamatan darah pada saat pembedahan berlangsung adalah pengumpulan dan
penuangan kembali secara steril darah yang keluar akibat pembedahan. Kontraindikasi
16
termasuk infeksi dan kontaminasi dengan sel ganas. Apakah prosedur ini aman untuk
penyelamatan pada saat pembedahan seperti pada perdarahan kehamilan ektopik
terganggu dan bedah sesar, belum ada jawaban yang pasti.
3. hemodilusi normovolemik akut
adalah mengambil darah dengan segera sebelum atau setelah indikasi anestesi. Cairan
kritalloid diberikan secara simultan untuk memelihara normovolemia. Pada akhir
pembedahan, sel darah merah pasien ditransfusikan kembali. Prosedur biasanya
dilaksanakan oleh dokter spesialis anestesi, banyaknya unit yang dipindahkan
ditentukan oleh antisipasi akan kehilangan darah dan berat badan pasien. Karena
selama pembedahan pasien mempunyai Ht yang lebih rendah, sel darah merah sedikit
hilang. Manfaat tambahan adalah termasuk ketersediaan darah lengkap yang segar dan
penurunan kekentalan darah yang mendorong ke arah perfusi jaringan dan oksigenasi
yang labih baik. Penelitian tambahan diperlukan untuk membuktikan keselamatan dan
keuntungan prosedur tersebut.
17
BAB III
KESIMPULAN
Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering dan
berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Perdarahan di bidang
obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia.
Komponen darah diberikan melalui transfusi dimaksudkan agar transfusi tepat guna,
pasien memperoleh hanya komponen darah yang diperlukan, mengurangi reaksi transfusi,
mengurangi volume transfusi, meningkatkan efisiensi penggunaan darah, serta
memungkinkan penyimpanan komponen darah pada suhu simpan optimal
Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan
pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining
antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the
newborn (HDN).
Untuk mendapatkan darah/komponen darah pada kasus perdarahan masif (kondisi
emergency), langkah pertama yang dilakukan adalah menginformasikan kebutuhan darah
bagi pasien melalui telepon ke Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD). Langkah kedua
adalah mengirimkan surat permintaan darah dan sampel darah pasien ke UPTD.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Santoso J. T., Lin D. W., and Miller D. S., 1995. Transfusion Medicine in Obstetric
and Gynecology, CME Review Articles, 50(6):470-481.
2. Chandra S. 2010. Transfusi Darah dan Infus Cairan. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta:
FKUI. 2010. P: 419-26.
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Editors. Williams Obstetrics. 23rd. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc., 2010.
4. Lockwood C. J and Magriples U., 2009. The Initial Prenatal Assessment and Routine
Prenatal Care. www.uptodate.com. Accesed on: November 6th 2015.
5. WHO, 2002. The Clinical Use of Blood, Geneva
6. Anonim, 2009. Blood Usage in Obstetric Hemorrhage,
www.lancastergeneralcollege.edu . Accesed on: November 6th 2015.
7. Anonim, 2008. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists, Blood Transfusion
in Obstetrics, Green-top Guideline 2008.
8. Anonim, 2010. Laporan Pengeluaran Darah UPTD RSUP DR. Sardjito Januari-April
2010.
9. Martel M. J., 2002. Hemorrhagic Shock, SOGC Clinical Practice Guideline.
10. Shroff M., Component Therapy in Massive Obstetric Haemorrhage,
www.obgyntoday.info . Accesed on: November 6th 2015.
19