Referat Tht Final

25
Referat Polip Hidung Disusun oleh: Stevanus Jonathan (07120100070) Jessica Stephanie Soedarso (07120100019) Pembimbing: dr. Christian Harry , SpTHT Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Rumah Sakit Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Periode 1 Desember 2014 – 3 Januari 2015

description

qwertyuiop

Transcript of Referat Tht Final

Page 1: Referat Tht Final

Referat

Polip Hidung

Disusun oleh: Stevanus Jonathan (07120100070)

Jessica Stephanie Soedarso (07120100019)

Pembimbing:dr. Christian Harry , SpTHT

Kepaniteraan Klinik Ilmu THTRumah Sakit Marinir Cilandak

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 1 Desember 2014 – 3 Januari 2015

Page 2: Referat Tht Final

Daftar pustakaBAB I................................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN............................................................................................................................ 3

BAB II................................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN................................................................................................................................5

II.1 Definisi..................................................................................................................................5

II.2 Anatomi................................................................................................................................5

II.3 Etiologi................................................................................................................................. 8

II.4 Patofisiologi........................................................................................................................8

II.5 Manifestasi klinik..........................................................................................................12

II.6 Stadium Polip nasi........................................................................................................13

II.7 Diagnosa............................................................................................................................13

II.7.1 Anamnesa................................................................................................................ 13

II.7.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................................14

II.7.3 Naso-endoskopi....................................................................................................14

II.7.4 Pemeriksaan radiologi.......................................................................................14

II.8 Faktor-faktor yang bisa memicu munculnya polip nasi..............................14

II.8.1 Alergi dan asma.....................................................................................................14

II.8.2 Usia dan jenis kelamin.......................................................................................15

II.8.3 Genetik.......................................................................................................................15

II.8.4 Intoleransi aspirin................................................................................................15

II.9 Tatalaksana......................................................................................................................15

BAB IV............................................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

Page 3: Referat Tht Final

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau

atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf

pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai

rambut-rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang

berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.

Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di

bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang

makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan

penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan

polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara

pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat

ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala

klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.

Prevalensi Polip nasi dalam suatu populasi diperkirakan sebesar 1-4% , akan

tetapi bukti-bukti pendukung mungkin masih sangat kurang untuk memperkirakan

jumlah polip nasi karena banyak sekali diagnosis yang mengarah ke polip nasi. Bukti-

bukti lama menunjukkan bahwa prevalensi berkisar antara 0.2 sampai 2.2 % dan studi

otopsi melaporkan insiden bilateral Polip nasi antara 1.5 sampai 2%.2Di Indonesia

studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan

prevalensi 0,2%-4,3% (Fransina 2008). Di RSUP H. Adam Malik Medan selama

Januari 2003 sampai Desember 2003 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 32 orang

terdiri dari 20 pria dan 12 wanita selama Maret 2004 sampai Februari 2005

didapatkan kasus polip nasal sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9

wanita (35%) ,dan selama September 2009 sampai Oktober 2010 didapatkan kasus

polip nasal sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%).

Etiologi Polip nasi masih merupakan misteri dan sedang diteliti korelasinya

dengan imunitas. Berbagai faktor yang muncul bersamaan dengan polip nasi seperti

3 | P a g e

Page 4: Referat Tht Final

rhinitis alergi , alergi atopi , dan asthma banyak sekali diajukan untuk menjadi faktor

pemicu polip nasi. Akan tetapi data-data untuk hal ini masih merupakan investigasi.2

4 | P a g e

Page 5: Referat Tht Final

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung yang

berasal dari kompleks ostiomeatus. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau

keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip

edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau

kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan

dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke

arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.3

II.2 Anatomi

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis

pars allaris. Kerja otot-otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan

menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar),

antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada

bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan

kartilago alaris minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus

bagian inferior menjadi fleksibel.

5 | P a g e

Page 6: Referat Tht Final

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.

Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris

interna, cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang

membentang dari nares sampai koana. Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus

frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas

kavum nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring.

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan

sebagian os vomer .

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,

bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap.

Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra

dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh

kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum

yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa

(kolumela).

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,

konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang

etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan

di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang

6 | P a g e

Page 7: Referat Tht Final

berhubungan dengan sinus sfenoid. Kadang-kadang konka nasalis suprema dan

meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang

merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.Etmoidale anterior yang merupakan

cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa

yang berjalan bersama – sama arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion

pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N.

Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat

pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak

berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada

bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang

terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa

berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke

arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan

dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam

rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret

terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat –

obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu dan

7 | P a g e

Page 8: Referat Tht Final

tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk

oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah

mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.1

II.3 Etiologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi

alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum

diketahui dengan pasti tetapi ada dugaan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus

paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari

pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian

menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya gravitasi. Polip banyak

mengandung cairan dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai

ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan

jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari

sistik fibrosis.

II.4 Patofisiologi

Patofisiologi dari polip nasi belum banyak diketahui , belum ada penelitian

yang membuahkan hasil untuk mengetahui bagaimana cara terbentuknya polip. Akan

tetapi dipercaya bahwa faktor imunitas dan alergi merupakan beberapa pencetus

terbentuknya polip nasi. Polip nasi yang akan sering kita temui di klinik mungkin ada

3 yaitu polip yang besar yang berasal dari dinding medial sinus maksila ke dalam

hidung, koana , dan bahkan sampai ke tenggorokan , polip jenis ini kita sebut

antrokoana polip biasanya unilateral. Jenis yang kedua adalah multipel bilateral polip

nasal , bisa terbentuk dimana saja. Grup terakhir adalah nasal polyposis disease yang

biasa disertai dengan sinusitis kronis , dan biasanya disertai edema dari semua

sinonasal mukosa .4

Teori Fibroma oleh billroth. Billroth dalam studinya mendapatkan sejumlah

besar kelenjar tubular di jaringan polip nasi. Billroth menyimpulkan bahwa kelenjar

ini tidak normal ditemukan dalam jumlah yang banyak di mukosa hidung, lalu

menyimpulkan bahwa polip hidung adalah adenoma yang mulai membesar dari

mukosa hidung menekan epitel dan kelenjar di hidung. Akan tetapi teori ini dibantah

oleh Hopmann karena jaringan glandular ditemukan di jaringan polip merupakan

jaringan kelenjar mukosa yang normal ditemukan di hidung dan menyimpulkan

8 | P a g e

Page 9: Referat Tht Final

bahwa polip hidung sebagai fibroma yang lunak . Kedua teori ini tidak diterima saat

ini.

Teori Necrotizing ethmoiditis oleh Woakes. Teori ini mengemukakan bahwa

ethmoiditis menyebabkan periostitis dan ostitis pada tulang etmoid dan menyebabkan

nekrosis dari tulang etmoid. Teori ini mengemukakan bahwa kerusakan tulang

memicu reaksi mukosa yang menyebabkan edema dan pembentukan polip. Teori ini

sudah salah sejak awal karena tidak ada bukti-bukti mengenai nekrosis tulang pada

polip hidung selama ini.

Teori kista glandular, teori ini merupakan teori yang berdasarkan

kemungkinan adanya kehadiran kelenjar kista dan mukosa yang mengisi jaringan

polip pada hidung. Kemungkinan besar penyebab dari formasi kelenjar glandular

adalah karena edema submukosa yang menyebabkan obstruksi saluran drainase

kelenjar mukosa yang memang ada di hidung. Kista mukosa ini membesar keluar

mendorong mukosa hidung dan menyebabkan terbentuknya polip. Taylor dalam

studinya membuktikan bahwa kista kelenjar mukosa biasanya terbentuk setelah polip

terbentuk sehingga dia percaya bahwa kista kelenjar glandular mungkin menjadi

penyebab polip hidung dan bukan sebaliknya.

Teori eksudat mukosa oleh Hayek. Hayek percaya bahwa polip hidung

terbentuk karena akumulasi cairan eksudate yang terlokalisir di dalam mukosa.

Akumulasi ini menyebabkan mukosa untuk bulging atau menonjol yang

menyebabkan pembentukan polip. Mukosa hidung dan kelenjar tubualveolar juga

terdorong keluar . Kelenjar-kelenjar ini ditemukan di bagian distal dari polip. Dalam

inflamasi kronik yang melibatkan mukosa hidung memblok saluran ekskretori nasal

tubulo alveolar menyebabkan kelenjar tersebut berdilatasi untuk menampung cairan

yang tidak bisa keluar tersebut. Pembuluh darah sekitar kelenjar juga ikut tertarik ,

dan proses ini juga menyebabkan edema karena cairan transudat yang keluar. Teori

ini tidak valid karena dilatasi mukosa hanya muncul setelah formasi dari polip hidung.

Teori blokade oleh Jenkins. Teori ini diadasari dari perkembangan dari polip

hidung itu sendiri dan hampir selalu didahului dari inflamasi akut ataupun kronis dari

mukosa hidung. Inflamasi ini mungkin bisa merupakan hasil dari infeksi atau alergi.

Berdasarkan histologi dari jaringan polip hidung , jaringan ini merupakan akumulasi

dari cairan intracellular yang berkumpul di jaringan lokal. Jika blokade ini terus

menerus maka akan terbentuk polip hidung. Jika blokade terjadi pada tempat yang

9 | P a g e

Page 10: Referat Tht Final

luas maka akan terjadi polip yang banyak . Akan tetapi teori ini tidak bisa

menjelaskan kenapa polip hidung hanya muncul di beberapa tempat di rongga hidung.

Teori Periplebitis/ Perilimfangitis oleh Eggston dan Wolff. Teori ini

berdasarkan kemungkinan penyebab polip hidung adalah infeksi yang berulang

mukosa hidung yang memblok transport cairan interselular. Hal ini selalu berkaitan

dengan edema lamina propria . Teori ini berdasarkan demonstrasi dari perubahan

kronik vaskularisasi dari mukosa hidung dalam responnya karena inflamasi. Secara

histologi perubahan ini lebih ke arah difus oleh karena itu tidak biasa digunakan untuk

menjelaskan patogenesis dari polip hidung yang bisa terlokalisir pada daerah-daerah

tertentu di rongga hidung.

Teori hiperplasia glandular oleh Krajina. Menurut Krajina , inflamasi kronik

oleh mukosa hidung menyebabkan hiperplasia mukosa hidung terlokalisir. Jaringan

hiperplastik ini kemudian menyebabkan bulging atau penonjolan mukosa hidung dan

lagi jaringan ini akan menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang

menyebabkan edema di regio tengah meatus medius . Ini meningkatkan edema

mukosa hidung . Studi menunjukkan bahwa mukosa hidung adalah sama seperti

mukosa yang ada di polip dan mukosa hidung.

Teori ruptur epitel, ini merupakan teori yang sekarang sedang diterima. Pada

teori ini, stadium awal dari polip hidung adalah adanya ruptur epitel yang

kemungkinan disebabkan oleh inflamasi dan edema. Lalu diikuti dengan lamina

propria yang prolaps dari ruptur tersebut. Jaringan epitel tersebut berusaha menutupi

defek dari ruptur tersebut dengan membentuk jaringan polip . Jika defek ini terjadi

terus menerus karena epitel kurang cepat menutup maka prolaps lamina propria akan

terus tumbuh dan menyebakan terbentuknya batang polip. Setelah epitelisasi dari

polip terjadi maka karakter dari tubular yang panjang terbentuk.

Teori-teori terbaru lebih kea rah penelitian mengenai genetika dan

immunologi , seperti IL1A , Leukotriene C4 , CYSLTR1, dll.

Beberapa studi menunjukkan bahwa polip nasi mempunyai asosiasi dengan

HLA (Human Leukocyte Antigen). Diduga mutasi oleh gen yang mengkode

Interleukin 1 (IL1) alpha (IL1A) berhubungan dengan polip nasi, ditemukan fakta

mengejutkan bahwa populasi orang Korea jarang sekali ditemukan ekspresi genetik

tersebut sehingga jarang sekali terjadi polip nasi pada orang Korea. 4

Leukotriene C4 sinthesis atau gluthathione S-transferase II (dikode oleh gen

LTC4S ) adalah suatu enzim yang mengkonversi leukotriene A4 dan glutathione untuk

10 | P a g e

Page 11: Referat Tht Final

membuat leukotriene C4 . Enzim inilah merupakan katalisator pertama untuk sintesis

cysteinyl leukotrienes, bahan poten yang merupakan turunan dari eicosanoid

arachidonic acid. Eicosanoid diduga berhubungan dengan mekanisme inflamasi di

polip nasi. Biasanya orang-orang dengan leukotriene C4 yang tinggi terdapat pada

pasien dengan polip nasi yang juga memiliki aspirin intholerant asthma , gen LTC4S

juga sangat sering dihubungkan dengan asma. 8

Sel-sel inflamasi polip nasi mengandung CYSLTR1 yang tinggi . Cysteinyl

leukotriene reseptor 1 (dikode oleh gen CYSLTR1) adalah anggota dari G- Protein

coupled receptor. Penelitian farmasi menunjukkan bahwa cysteinyl leukotrienes

teraktivasi selama proses pengkodean oleh gen ini dan CYSLTR2 yang menghasilkan

kontraksi dan poliferasi otot polos, edema, migrasi eosinofil, dan kerusakan di

mukosa paru.7,4

Prostaglandin juga diduga berhubungan dengan Polip nasi. Prostaglandin D2

reseptor ( dikode oleh gen PTGDR ) adalah sebuah G protein –coupled receptor yang

berfungsi sebagai prostanoid DP reseptor. Aktivitas oleh reseptor ini dimediasi

terutama oleh Gs Protein yang menstimulasi adenyl cyclase , dan menyebabkan

peningkatan intraselular cyclic adenosine monophosphate dan kadar Ca2+ . Percobaan

pada tikus menunjukkan bahwa prostanoid mempunyai efek pro-inflamatori dan anti-

inflamatori. Bahkan juga menjadi mediator untuk akut inflamasi dan menjadi

regulator ekspresi gen pada jaringan mesenkim dan sel epitel di tempat yang

mengalami radang , biasanya sering dilihat pada immune dan reaksi alergi. Penurunan

ingkat prostaglandin E dan upregulation oleh prostaglandin E2 dan E4 reseptor juga

dilihat pada pasien polip nasi.6,4

Terakhir merupakan sintesis nitric oxide inducible yang merupakan enzim

yang dikode pada manusia dan diekspresikan di liver dan dapat dibentuk dengan

kombinasi liposakarida dan spesifik cytokines. Nitric oxide adalah molekul yang

disintesis oleh NOS2 dan merupakan radikal bebas yang reaktif dan berfungsi dalam

mediator biologis seperti neurotransmission dan antimikroba dan antitumor. NOS2

yang tinggi berasosiasi dengan polip nasi .9

11 | P a g e

Page 12: Referat Tht Final

II.5 Manifestasi klinik

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di

hidung. Sumbatan ini tidak hilang-timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.

Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila

polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi

sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan

iritasi di hidung. Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari

konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan

konka polipoid ialah :

Polip :

- Bertangkai

- Mudah digerakkan

- Konsistensi lunak

- Tidak nyeri bila ditekan

- Tidak mudah berdarah

- Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil.

12 | P a g e

Page 13: Referat Tht Final

II.6 Stadium Polip nasi

Laryngologist membagi polyposis dalam 4 derajat (Johansen ,1993)10

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997):

Stadium 1 : polip terbatas di meatus medius

Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi

belum memenuhi rongga hidung.

Stadium 3 : polip yang masif

II.7 Diagnosa

II.7.1 Anamnesa

Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung terasa tersumbat dari yang

ringan sampai yang berat, rinore mulai dari yang jernih sampai purulen, disertai

hiposmia atau anosmia. Mungkin juga da bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung

disertai sakit kepala didaerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder maka mungkin

didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah

bernafas melalui mulut, suara sengau, gangguan tidur, halitosis, dan penurunan

kualitas hidup.

13 | P a g e

Page 14: Referat Tht Final

II.7.2 Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga

hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi

anterior terlihat sebagai masa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius

dan mudah digerakkan.

II.7.3 Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus

polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada

pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila.

II.7.4 Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,

tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi komputer (CT

scan) sangat bermafaat untuk melihat jelas dengan jelas keadaan di hidung paranasal

apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks

ostiomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati

dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada

perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

II.8 Faktor-faktor yang bisa memicu munculnya polip nasi

II.8.1 Alergi dan asma

Polip nasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses inflamasi

akibat alergi atau infeksi . Prevalensi polip nasi di pasien dengan asthma dan alergi

sekitar 1.5 sampai 1.7 % . Penelitian menunjukkan hubungan kuat antara asthma dan

polip nasi dan dilaporkan bahwa asthma non alergi lebih sering dibandingkan dengan

insiden polip nasi dengan alergi asthma. Patophysiologi antara asthma dan polip nasi

mungkin mirip dengan proses inflamasi kronik di saluran pernafasan atas dan bawah.

Tingkat eosinofil yang tinggi ditemukan di pasien dengan pasien polip nasi.5

14 | P a g e

Page 15: Referat Tht Final

II.8.2 Usia dan jenis kelamin

Dilaporkan bahwa insiden polip nasi bertambah seiringnya bertambah usia.

Polip nasi biasanya ditemukan di pasien berusia 50 tahun atau lebih dibandingkan usia

40 tahun. Penemuan polip nasi di anak-anak usia 16 tahun ke bawah sangatlah jarang

sekitar 0.1 % . Jika pada anak-anak ditemukan polip nasi perlu dipikirkan adanya

kelainan congenital seperti cystic fibrosis.5

Berdasarkan jenis kelamin , ditemukan bahwa laki-laki lebih sering

mendapatkan polip nasi dibandingkan wanita pada usia yang sama . Perbandingan

angka kejadian antara laki-laki dan perempuan usia 40-50 tahun ditemukan bahwa

laki-laki 2.9 kali lebih beresiko dibandingkan wanita dan pada usia 80-89 angka

kejadiannya mencapai 6 kali.5

II.8.3 Genetik

Genetik diperkirakan menjadi salah satu alasan etiologi Polip nasi . Studi

menunjukkan bahwa 14% pasien dengan Polip nasi memiliki keluarga dengan riwayat

polip nasi. Banyak sekali gen yang sedang diteliti yang mungkin menjadi faktor

pemicu polip nasi.5

II.8.4 Intoleransi aspirin

Polip nasi seringkali terjadi di pasien dengan insensitive terhadap aspirin atau

NSAID.Akan tetapi patophysiologinya masih belum banyak diketahui.5

II.9 Tatalaksana

Tatalaksana Polip nasi terdiri dari 2 yaitu :

-Medikamentosa

-Operasi

Telah diketahui bahwa polip nasal bisa mengecil dengan pemberian obat

semprot hidung yang berisi steroid. Steroid dalam dosis tinggi bisa diberikan akan

tetapi kita harus berhati-hati dampak sistemiknya karena tetap di absorbsi tubuh. Polip

berespon baik pada 80% pasien dengan diberikan steroid hidung . Steroid tablet juga

bisa diberikan dan dapat melegakan gejala sementara akan tetapi efeknya bersifat

sementara dan biasanya digunakan sebagian karena kekhawatiran kita akan efek

samping dari obat tersebut. Pada 20% pasien jika obat steroid tidak berhasil maka

operasi diperlukan atau adanya gangguan dari fungsi .

15 | P a g e

Page 16: Referat Tht Final

Pengobatan Polip polip nasi biasanya dimulai dengan bethamethason jika kecil

ukurannya. Akan tetapi jika polip sudah besar bisa diberikan Prednisolone 0.5 mg/kg

tiap pagi untuk 5 – 10 hari ditambah betamethasone nasal drop 2 kali per lubang

hidung untuk 5 hari lalu dilanjutkan dengan 2 kali sehari sampai obat habis.

Pengobatan lain seperti antibiotik golongan macrolides , penelitian di jepang

menganjurkan penggunaan macrolide dapat menurunkan angka kejadaian polip nasi

jika digunakan lebih dari beberapa minggu atau bulan, kemungkinan besar dari anti-

inflamasi yang dimiliki

Pengobatan azelastine , aspirin desensitization mungkin bisa dipertimbangkan

karena bukti-bukti masih belum kuat.

Pengobatan dengan operasi mungkin bisa membuang jaringan yang

menyumbat akan tetapi tidak mengkontrol gejala seperti rhinitis . Indera penciuman

yang buruk mungkin bisa dikembalikan dengan operasi akan tetapi studi

menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat lebih superior dibandingkan dengan

operasi jika dilihat dari efek untuk saluran nafas bagian bawah.

16 | P a g e

Page 17: Referat Tht Final

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan

Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta

2000

2. Larsen K, Tos M (2002) The estimated incidence of symp- tomatic nasal

polyps. Acta Otolaryngol 122(2):179–182

3. D Benito, M Isidoro, V Garcia, et al. Genetic association Study in Nasal

Polyposis. J Investig Allergol Clin Immunol, Vol 22(5): 331-340. Esmon

Publicidad. 2012.

4. Wang X, Dong Z, Zhu DD, Guan B. Expression profi le of immune-associated

genes in nasal polyps. Ann Oto Rhinol Laryn. 2006;115(6):450-6.

5. Aaron N. Pearlman , Rakesh K.Chandra , et al . Epidemiology of Nasal Polyps

. Springer –Verlag ,Berlin Heidelberg . 2010.

6. Baenkler HW, Schäfer D, Hosemann W. Eicosanoids from biopsy of normal

and polypous nasal mucosa. Rhinology. 1996;34(3):166-70.

7. Adamjee J, Suh YJ, Park SH, Choi JH, Penrose JF, Lam BK, Austen KF,

Cazaly AM, Wilson SJ, Sampson AP. Expression of 5-lipoxygenase and

cyclooxygenase pathway enzymes in nasal polyps of patients with aspirin-

intolerant asthma. J Pathol. 2006;209(3):392-9.

8. Tantisira KG, Drazen JM. Genetics and pharmacogenetics of the leukotriene

pathway. J Allergy Clin Immunol. 2009 Sep;124(3):422-7.

9. Isidoro-García M, Dávila I, Moreno E, Lorente F, GonzálezSarmiento R.

Analysis of the leukotriene C4 synthase A444C promoter polymorphism in a

Spanish population. J Allergy Clin Immunol. 2005;115(1):206-7.

10. Johansen LV , Illum P ,Kristensen S , Winther L ,Petersen SV ,Synnerstad B .

The effect budesonide (Rhinocort) in the treatment of small and medium size

nasal polyps . Clin Otolaryngol . 2003 ;11 3 – 9 .

17 | P a g e