Referat THT 1
-
Upload
temperature456 -
Category
Documents
-
view
262 -
download
4
description
Transcript of Referat THT 1
BAB I
PENDAHULUAN
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat
disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor
jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral.1,2 Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas
bagian atas dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV-VI. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada
bagian bawah.1
Sumbatan laring dapat disebabkan oleh radang, benda asing, alergi (edema
angioneurotik), trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak ataupun tumor ganas
dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral. Laring merupakan tempat tersempit dari
saluran pernafasan dan sering mendapat gangguna sesak yang mempunyai tanda
khas adalah stridor bisa inspirasi atau ekspirasi. Untuk memastikan dari laring
adalah adanya gejala serak.1
Menurut National Safety Council, 55% kasus obstuksi laring terjadi pada
anak-anak usia di bawah empat tahun. Hal ini menyebabkan insidensi kematian
lebih tinggi, sedang pada bayi usia dibawah satu tahun sering terjadi gawat napas
yang merupakan penyebab utama kematian.2 Sekitar 15% pasien yang diintubasi
selama lebih dari 10 hari akan mengalami stenosis glotik. Sembilan puluh persen
stenosi glotik pada bayi dan anak disebabkan intubasi endotrakeal. Insidensi
stenosis subglotik setelah intubasi dilaporkan sebanyak 1-10% kasus. Sedangkan
untuk kasus obstruksi laring kongenital jarang terjadi.3
Kematian yang dapat terjadi sangat cepat akibat obstruksi laring
menyebabkan kasus tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Banyaknya
penyebab dari obstruksi laring sendiri perlu diketahui agar dapat menentukan jenis
tindakan yang dapat diberikan pada penderita. Tindakan segera perlu diberikan
1
pada kasus obstruksi laring terutama obstruksi total. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui gejala serta tatalaksana dari obstruksi laring. Demikian tujuan referat
ini dibuat untuk mengetahui gejala dan penatalaksanaan dari obstruksi laring.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGID LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas
dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas
segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas
atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal
kartilago krikoid.1
Gambar 1. Anatomi Laring sisi midsagital3
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh
tendo-tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago
epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan
kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid.1
3
Gambar 2. Anatomi Laring (http://academic.kellog.edu)
Rongga Laring
Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang
yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis,
batas belakang ialah, tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura
interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika ariepiglotika dan tuberkulum
kuneiformis.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut
rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik, dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika
4
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Daerah
subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut
konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi
edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.1
Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring ( http://www.gbmc.org)
Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta
fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.
Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
berasal dari paru dapat dikeluarkan.
5
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka
(abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-
bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke
dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara
serta menentukan tinggi rendahnya nada.1
DEFINISI OBSTRUKSI LARING
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat
disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor
jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus
rekuren bilateral.1,3
Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan
penyakit paru obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan
meningakatnya usaha ventilasi untuk mempertahankan batas normal ventilasi
alveolus sampai terjadi kelelahan. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam
beberapa menit atau jam setelah usaha ventilasi maksimal tidak dapat
mempertahankan ventilasi alveolus yang normal.1,2
6
ETIOLOGI OBSTRUKSI LARING
1. PENYAKIT INFEKSI PADA LARING
Croup
Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat,
menimbulkan stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada usia
berapapun, bahkan pada dewasa, croup terutama menyerang pada anak di bawah
usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan menjadi laringitis supraglotis (epiglotitis)
akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun keduanya dapat bersifat akut dan
berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali berakibat fatal dalam
beberapa jam (6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan perjalanan penyakit dari
langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa hari (2-3 hari) hingga
beberapa minggu.4
Etiologi
Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali bakteri. Sedangkan pada
langiritis subglotis akut etiologinya seringkali adalah virus.4
7
Gambar 4. Epiglotis normal Gambar 5. Epiglotitis
Manifestasi Klinis
Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah,
cemas, stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa perbedaan ringan.
Anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu
mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak disertai dengan batuk croupy,
namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Nyeri untuk menelan
menyebabkan anak cenderung mengiler. Disfagia pada epiglotitis dapat
merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan inflamasi
sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi telah menyebabkan
pembengkakan epiglotis yang nyata.
Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy
(menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada malam hari.
Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Stridor semakin meningkat disertai
retraksi supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium bila penyakit semakin
berat. Masa inspirasi memanjang dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul.
Anak tampak sangat membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas,
gelisah, menolak makan dan minum serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi
pada kasus yang berat.2,4
Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat
perjalanan penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat
memperlihatkan pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik memenuhi
saluran nafas. Sedangkan pada laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher
memperlihatkan penyempitan di infraglotik.
Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk menentukan
organisme penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan terapi awal, tetapi
berguna jika organisme tersebut resisten terhadap terapi awal itu. Pada laringitis
subglotis akut, kadar serum antibodi mungkin menolong dalam mendiagnosis
adanya infeksi virus, terutama bila terdapat kenaikkan titer.3
8
Penatalaksanaan
Anak-anak harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat
darurat atau radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah
dehidrasi dan pengeringan sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu diberikan,
sebaiknya dengan uap air berukuran partikel terkecil. Terapi antibiotik terhadap
Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil menunggu hasil biakan.
Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena secara klinis sulit untuk
membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit dapat sangat cepat. Steroid
dosis tinggi diberikan untuk mengurangi inflamasi. Pasien perlu diamati secara
cermat dan dipertimbangkan untuk trakeostomi atau intubasi. Pemantauan croup
termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan kecemasan,
penggunaan otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis, derajat retraksi, dan
kemunduran pasien secara menyeluruh. Jika pasien dapat tidur, bantuan jalan
napas tidak diperlukan. Sebaliknya, frekuensi pernapasan diatas 40 kali/menit,
denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan serta retraksi yang makin hebat
mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan walaupun telah diberikan
kelembaban, antibiotik, dan steroid. Jika anak kolaps, gunakan respirator ambu
bertekanan positif untuk memaksa oksigen melalui jalan napas yang edematosa.4
2. TRAUMA
Trauma Laring
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat
luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain
dapat merusak struktur laring juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak
seperti otot, saraf, pembuluh darah, dan lain-lain. Hal ini sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air, leher
membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau terpukul waktu
berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh diri dengan
9
menggantung diri (strangulasi) atau seseorang pengendara motor terjerat tali di
jalan (clothesline injury).
Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:
1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi
trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan
endoskopi, intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan
kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang
terhirup.
3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.
4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse)
misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara
keras.1
Patofisiologi
Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika
ariepiglotika dan plika ventrikularis karena jaringan submukosa di daerah ini
mudah membengkak. Selain itu, mukosa faring dan laring mudah robek akan
diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder
melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan
dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis
tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan penyempitan lumen laring
dan trakea. Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh
infeksi sekunder dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis,
dan akhirnya stenosis.1
10
Gejala Klinik
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam
pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat
atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya obstruksi jalan
napas. Gejala-gejala berikut menunjukkan adanya kelainan pda struktur laring: 1)
meningkatnya obstruksi jalan napas dengan adanya sesak napas (dispnoe), 2)
disfonia atau afonia, 3) batuk, 4) hemoptisis dan hematemesis, 5) nyeri pada leher,
6) disfagia dan odinofagia. Gejala awal mungkin disertai dengan tanda-tanda
klinis berikut: 1) deformitas leher, 2) emfisema subkutis, 3) nyeri tekan laring, 4)
krepitasi tulang.1,2
Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan
pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur
tulang-tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar
dan masuk ke jaringan subkutis leher Emfisema leher dapat meluas sampai ke
daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi
kulit.1
Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa jalan
napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas. Perdarahan ini
biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul.
Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut
bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat menelan.1,2
Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma
ringan gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu batuk, dan waktu
bicara. Di samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi belum terdapat sesak
napas. Pada trauma berat dapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta
laserasi mukosa laring. Gejala yang timbul adalah obstruksi jalan napas (stridor
dan dispnea), disfonia atau afonia, hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia
serta emfisema yang ditemukan di daerah leher, muka, dada, dan mediastinum.1
11
Diagnosis
Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar
perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan
pemeriksaan laringoskopi tak langsung, laringoskopi langsung dan bronkoskopi
untuk menentukan adanya edema, hematoma, mukosa dan tulang rawan yang
bergeser, dan paralisis pita suara. Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan
untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea. Diagnosis luka terbuka
di laring dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara pada
daerah luka karena adanya udara yang keluar dari trakea. Diagnosis luka tertutup
pada laring lebih sulit daripada luka terbuka. Sikap selanjutnya akan ditentukan
dari diagnosis, apakah perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan
konservatif dan observasi saja.1,2
Penatalaksanaan
Terapi awal pada trauma laring akut ialah mempertahankan aliran udara
adekuat, mungkin diperlukan tindakan trakeostomi dilanjutkan dengan penilaian
terhadap trauma, dan menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan
segera atau perlu ditunda tergantung pada keadaan klinisnya.
Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi
laring, misalnya oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan
luka terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan karena
perdarahan atau asfiksia. Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama
ditujukan pada perbaikan saluran napas dan mencegah aspirasi darah ke paru.
Tindakan yang segera harus dilakukan ialah trakeostomi menggunakan kanul
trakea yang memakai balon sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Tindakan
intubasi endotrakea tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan
struktur laring yang lebih parah. Eksplorasi dilakukan setelah trakeostomi untuk
mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur
laring dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek. Untuk mencegah
infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.1
12
Komplikasi
Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya kurang
tepat dan cepat. Komplikasi yang dapat timbul antara lain:
1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring
2. Paralisis nervus rekuren
3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan
stenosis laring dan trakea.1
Trauma Intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan edem laring
dan trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita
terdengar parau dan sulit menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat
obstruksi pernapasan.3
Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila obstruksi
napas terlalu hebat maka, dilakukan trakeostomi.3
3. TUMOR
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang lebih
5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa papiloma
laring, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan
neurofibroma. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak
frekuensinya. Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup
rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat bertambah hebat
sampai terjadi obstruksi total jalan napas.1,3
13
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah
subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara
makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-
kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak
menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh
lagi setelah diangkat sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-
ulang.1
Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis
infantil atau tumbuh pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi
karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada
penderita yang sebelumnya pernah mendapat radioterapi.
14
Gambar 6. Papiloma Laring
Gambar 7. Karsinoma sel skuamosa pada laring (http:// www.gastrointestinalatlascom )
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi
serta pemeriksaan patologi-anatomik.1
Terapi
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro sinar laser. Tindakan ekstirpasi
dapat diulangi terus-menerus karena tumor sering tumbuh berulang. Kadang-
kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi masih belum
memuaskan karena etiologi yang masih belum jelas. Tidak dianjurkan
memberikan radioterapi karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.1
Tumor ganas laring setelah didiagnosis dan stadium tumor ditegakkan,
maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3
cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostatika ataupun kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
umum pasien. Stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3
dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan
rekonstruksi. Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial
tergantung lokasi dan penjalaran tumor. Laringektomi totalis sering dilakukan
karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan
karena sulit untuk mentukan batas tumor. Selain itu, diseksi leher radikal juga
dilakukan bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Pemakaian sitostatika
belum memuaskan karena biasanya sebelum jadwal pemberian sitostatika selesai
keadaan umum pasien memburuk juga harga obat yang relatif mahal sehingga
tidak terjangkau oleh pasien.
Para ahli berpendapat bahwa tumor laring mempunyai prognosis paling
baik di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila dikelola dengan
tepat, cepat dan radikal. 1
15
Rehabilitasi Suara
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring
beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan
bernapas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu, diperlukan rehabilitasi
terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat
dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus, yakni rehabilitasi suara agar
pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat
dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang
ditempelkan di daerah sub mandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari
esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Ada 2 faktor utama yang
mempengaruhi suksesnya rehabilitasi suara ini, yakni faktor fisik dan faktor
psiko-sosial. 1
4. KORPUS ALIENUM
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang
berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui
hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing
endogen.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing
eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (dari tumbuh-
tumbuhan), tulang (dari kerangka binatang), dan zat anorganik seperti paku,
jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda
cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan
dengan pH 7,4.
16
Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah,
nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion, mekonium
dapat masuk ke dalam napas saluran bayi pada saat proses persalinan.1
Etiologi & faktor predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam
saluran napas antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi
sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur,
kesadaran menurun, alkoholisme), proses menelan yang belum sempurna pada
anak, ukuran dan bentuk serta sifat benda asing. Faktor kecorobohan (meletakan
benda asing dimulut, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain
pada anak), memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya
belum lengkap. 1
Diagnosis
Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan
anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul “choking” (rasa
tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi, dan
pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda
asing disaluran napas ditegakan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas
indikasi diagnostik dan terapi.
Anamnesis yang cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda asing
sering tidak segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui jenis
benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda asing itu.
Gejala dan tanda
Gejala obstruksi benda asing didalam saluran napas tergantung pada lokasi
benda asing, derajat obstruksi (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran
benda asing. Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami rasa
tercekik atau manisfestasi lainnya, rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk saat
makan, maka keadaan ini haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing.
17
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara
atau berada di subglotis. Gejala obstruksi laring tergantung pada besar, bentuk,
dan letak (posisi) benda asing. Obstruksi total di laring akan menimbulkan
keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam
waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala
antara lain disfonia sampai afonia, apne, dan sianosis.
Obstruksi tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau,
disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia,
mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subyektif dari benda asing (pasien akan
menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne
dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih
tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih
meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.
Pemeriksaan penunjang
Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan
radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing
yang bersifat radioopak dapat dibuat Röntgen foto segera setelah kejadian,
sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuat Röntgen foto
setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukan
gambaran radiologis yang berarti.
Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan
lunak leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting
pada aspirasi benda asing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di
belakang punggung, leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat
keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena benda asing dibronkus
utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.
Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secara keseluruhan, mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya
obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda
18
asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema
tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat
ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.
Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer
pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda
asing yang lama berada di bronkus
Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya
gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 1
Penatalaksanaan
Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan
segera, karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa menit. Pada anak
dengan obstruksi total pada laring, dapat ditolong dengan memegang anak dengan
posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah punggung/tengkuk dipukul,
sehingga diharapkan benda asing dapat dibatukkan ke luar.
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara
total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat
dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing
masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh
19
Gambar 8. Cara pengeluaran benda asing pada anak < 1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)
Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing pada anak >1 tahun (http://www.childrenwebmd.com)
oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol
itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.
Pada obstruksi benda asing parsial di laring, perasat Heimlich tidak dapat
digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk diberi pertolongan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, dilakukan
trakeostomi sebelum merujuk bila tidak ada alat. Pada waktu tindakan
trakeostomi, pasien tidur dengan posisi Trandelenburg, kepala lebih rendah dari
badan, supaya benda asing tidak turun ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk
ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas laringoskopi dan bronkoskopi untuk
mengeluarkan benda asing itu dengan cunam. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan anastesi (umum) dan analgesia (lokal).1
5. ALERGI
Edema Angioneurotik
Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi
laring yang biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring angioneurotik akut
dapat mengobstruksi saluran pernapasan setelah timbul respon imun humoral akut
terhadap berbagai antigen seperti sengatan lebah, suntikan antibiotika, dan
makanan. Gejala berupa suara parau yang progresif setelah kontak dengan,
mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 3,5
Pemeriksaan
Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan dengan mendeteksi C1
esterase di dalam darah.5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berupa suntikan epinefrin, oksigen, dan penyelidikan alergi
tindak lanjut. Krikotiroidotomi maupun trakeostomi diperlukan pada keadaan
gawat untuk menyelamatkan jiwa.3,5
20
6. PARALISIS NERVUS REKUREN BILATERAL
Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid,
terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah pertumbuhan
tumor tiroid malignan.
Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas yang
disebabkan celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi
pada inspirasi sehingga menetap pada posisi paramedian. Pita suara kadang
cenderung bertaut pada inspirasi sehingga penderita harus diselamatkan dengan
intubasi dan trakeostomi.3
7. KELAINAN KONGENITAL
Laringomalasia
Tidak ditemukan gangguan patologi dasar ataupun gangguan yang
bersifat progresif pada laringomalasia. Kondisi ini lebih merupakan
keadaan laring neonatus yang terlalu lunak dan kendur jika dibandingakan
normalnya. Saat bayi menarik nafas, laring yang lunak akan saling
menempel, mempersempit aditus dan timbul stridor. Proses menelan tidak
terganggu. Proses menangis mestinya normal. Pertambahan berat dan
perkembangan bayi biasanya normal. Stridor merupakan gejala utama dan
dapat berlangsung konstan atau hanya saat bayi tereksitasi. Bersama
stridor dapat timbul retraksi sternum dan dada. Biasanya bayi berusia
beberapa minggu saat mulainya laringomalasia. Prognosisnya cukup baik
karena kartilago akan menjadi kaku.4,6
21
Gambar 10. Laringomalasia
Bila sumbatan laring makin hebat sebaiknya dilakukan intubasi
trakea dan jangan dilakukan trakeastomi karena biasanya juga diikuti
trakeomalsia. Orang tua pasien dinasehatkan supaya lekas datang ke
dokter jika ada peradangan saluran nafas atas misalnya pilek.4,6
Gambar 11. Radiogram pada trakeomalacia
Stenosis subglotik
Pada daerah subglotik 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat
penyempitan (stenosis). Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis
subglotis ialah:6
1. Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus
dan fibrosis
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih
kecil
22
3. Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam
lumen krikoid.
Gambar 12. Stenosis subglotik
Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispnoe, retraksi di
suprasernal, epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang
lebih berat akan ditemukan sianosis dan apnoe sehingga mungkin terjadi
gagal nafas.6
MANIFESTASI KLINIS OBSTRUKSI LARING
Gejala dan tanda obstruksi laring adalah :
1. Suara serak (disfoni sampai afoni)
2. Sesak napas (dispnea)
3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
4. Retraksi pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Retraksi terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
23
Jackson membagi obstruksi laring yang progresif dalam 4 stadium dengan
tanda dan gejala:
Stadium 1. Retraksi tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada
waktu inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium 2. Retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,
ditambah dengan retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah
mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
Stadium 3. Retraksi selain di daerah suprasternal, yaitu epigastrium,
infraklavikula, dan sela-sela iga. Pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4. Retraksi-retraksi diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah,
tampak sangat ketakutan, dan sianosis. Jika keadaan ini
berlangsung terus, maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat
pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur,
akhirnya meninggal karena asfiksia.
DIAGNOSIS OBTSTRUKSI LARING
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung, dan pada
anak laringoskopi langsung.1
PENANGGULANGAN OBSTRUKSI LARING
Prinsip penanggulangan obstruksi laring ialah menghilangkan penyebab
obstruksi dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
ventilasi.
24
Dalam penanggulangan obstruksi laring pada prinsipnya diusahakan
supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian
antiinflamasi, antialergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten
dilakukan pada obstruksi laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan
operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dilakukan
dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau
melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan
krikotirotomi.
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan
obstruksi laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada
obstruksi laring stadium 4.
Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisis gas
darah (pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea
merupakan pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak
tersedia sebaiknya dilakukan trakeostomi.1
PERASAT HEIMLICH
Perasat Heimlich dilakukan dengan cara berikut bila pasien masih dapat
berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien, kepalan tangan penolong
diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan
diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru
pasien beberapa kali sehingga benda asing akan terlempar ke luar mulut.
25
Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu
pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid,
kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali
sehingga benda asing akan terdorong melalui mulut. Posisi muka pasien harus
lurus, leher jangan ditekuk ke samping agar jalan napas menjadi garis lurus.
Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung
atau hati dan fraktur iga. Oleh karena itu, pada anak sebaiknya cara menolongnya
tidak menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup menggunakan dua buah jari kiri
dan kanan.1
INTUBASI ENDOTRAKEA
Tujuan intubasi endotrakea adalah untuk mengatasi obstruksi saluran
napas bagian atas, membantu ventilasi, memudahkan mengisap sekret dari traktus
trakeo-bronkial, mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang
26
Gambar 14. Manuver Heimlich pada pasien tidak sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)
Gambar 13. Manuver Heimlich pada pasien sadar (http://healthguide.howstuffworks.com)
berasal dari lambung. Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat
untuk memperbaiki jalan napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau
transoral.1,2
Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon
(cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh Magill
pertama kali tahun 1964, dan sampai sekarang sering dipakai untuk intubasi.
Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan
umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa
endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat dipertahankan untuk beberapa
hari. Intubasi endotrakea tidak dipakai melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya
sebaiknya dilakukan trakeostomi.1
Teknik Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukan
tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur
terlentang, leher fleksi sedikit, dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel
bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan,
sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke
valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat.
Tangan kanan memegang pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus
melalui celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga
dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan
cunam Magill ujung pipa endotrakea dimasukan ke dalam celah antara kedua pita
suara sampai ke trakea.
Balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila
menggunakan spatel laringoskop yang lurus, maka pasien yang tidur terlentang
itu, pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir sehingga kepala mudah
diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal
27
ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang
dengan tangan kanan dan dimasukan melalui celah pita suara sampai di trakea
kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan plester.1
Komplikasi intubasi endotrakea
Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkan
ulserasi mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis, dan akhirnya
stenosis laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau
hiperaktif dengan refleks menelan yang aktif.4
TRAKEOSTOMI
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior
trakea untuk bernapas.
Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi trakeostomi letak
tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3 dan trakeostomi letak rendah, setinggi cincin
trakea 4-5. Trakeostomi berdasarkan letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi
istmus kelenjar tiroid, sebaiknya letak tinggi karena:
Letak trakea lebih superfisial
Dekat dengan bangunan pedoman, yaitu kartilago tiroid atau krikoid
Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan
Istmus atau timus pada anak tidak terganggu
Aman karena jauh dari pembuluh darah besar.
Trakeostomi berdasarkan waktu antara lain, yaitu trakeostomi darurat dan
segera dengan persiapan sarana yang kurang dan trakeostomi berencana
(persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).1
Indikasi Trakeostomi
1. Mengatasi obstruksi laring
28
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Stoma menyebabkan
seluruh udara yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru sehingga tidak
ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan
kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam
koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas bronkoskopi.1
Alat-alat trakeostomi
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit
dengan obat analgesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting
panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang
tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.2
29
Gambar 15. Kanul silikon (http://www.tracheostomy.com)
Gambar 16. Kanul metal (http://www.tracheostomy.com)
Gambar 17. Alat –alat trakeostomi
Teknik Trakeostomi
Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga
memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital.
Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median
dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis dan
antisepsis dan ditutup dengan kasa steril.
Obat anastetikum (novokain) disuntikkan di pertengahan krikoid dengan
fosa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher
mulai dibawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan
horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa
suprasternal atau kira-kira 2 jari dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan
terlalu sempit, dibuat kira-kira 5 cm.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya
dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai
tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tiulang rawan yang
berwarna putih. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke
lateral. Ismus tiroiddi klem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum
klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya dan disihkan ke lateral.
30
Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara
menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan
waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting
yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul
difiksasi dengan tali pada leher pasien dengan luka operasi ditutup dengan kasa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu
dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi
dengan semprit yang berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada
waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan udara yang terisap akan menimbulkan
gelembung udara. Untuk mengurangi refleks batuk dapat disuntikan novokain
sebanyak 1 cc ke dalam trakea.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit
jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya
emfisema kulit. Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila
31
Gambar 18. Teknik trakeostomi (http://www.catalog.nucleusinc.com)
kanul terlalu kecil, akan menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi
rangsangan pada mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.
Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan
ujung kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding
trakea. Panjang kanul harus sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar
dari lumen trakea dan masuk ke dalam jaringan subkutis sehingga timbul
emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia.
Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah timbul
jaringan granulasi. 1
Perawatan pasca trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting karena sekret dapat
menyumbat sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan
kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2
kali sehari lalu segera dimasukan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di
ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting. Bila kanul
harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus dibersihkan 2
32
Gambar 19. Memasang kanul (http://www.humanbodydisease.com
minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap basah untuk
menghindari terjadinya dermatitis.1
KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamatan pada keadaan gawat
napas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan
cepat walaupun persiapannya darurat.1
Indikasi Krikotirotomi
Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:
1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak
memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.
2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang
tidak terlatih medis.
3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring karena
tumor sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat
operasi definitif. 3
Teknik Krikotirotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto
oksipitalis. Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi difiksasi
dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid
diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid
terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan
anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah
sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid
33
terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah lalu masukkan kanul bila tersedia.
Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara.1
Komplikasi
Kerugian teknik ini banyak sehingga penggunaannya terbatas. Ruang
krikotiroid relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan pipa
trakeostomi dengan ukuran adekuat tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka
pada krikoid dapat diikuti dengan perikondritis dan stenosis laring. Arteri
krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang mungkin
menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan teknik ini.5
Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama. Makin
lama pipa terpasang pada membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi
perinkondritis karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-
jaringan di sekitar subglotik sehingga terbentuk jaringan granulasi dan akhirnya
stenosis laring sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48
jam.1,2
Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12 tahun,
demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laringitis.1
34
Gambar 20. Krikotirotomi (http://www.netterimages.com)
Perawatan Pasca Bedah
Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi segera
setelah alat tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan trakeostomi
melalui insisi terpisah yang lebih rendah segera setelah keadaan pasien stabil. Bila
mungkin dilakukan dalam 24 jam atau paling lama 48 jam setelah krikotirotomi.1,2
BAB III
35
KESIMPULAN
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam sebab
seperti: peradangan pada laring, tumor laring, kelainan kongenital laring, paresis
nervus rekuren laring bilateral, trauma, dan benda asing yang menyumbat laring.
Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di
laring akan menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4
menit akan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring
dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang
disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif benda
asing
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada
anak dilakukan laringoskopi langsung.
Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan
derajat obstruksi.Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian
obat-obatan, dapat pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif atau resusitasi
untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa
endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea) atau melalui hidung (intubasi
nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E.A, Iskandar, H.M. Telingan Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
2. Ballenger, John Jacob. Insufisiensi Pernapasan dan Trakeostomi. Dalam Buku
Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-13.
Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. Hal 441-63.
3. Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 1997. Hal 488-97.
4. Banovetz, John D. Penyakit Infeksi Pada Laring. Dalam BOIES Buku Ajar
Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383-85.
5. Cody, Thane R, dkk. Edema Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Jakarta:EGC. 1991. Hal 365.
6. Bye MR. 2006. Laringomalacia. diunduh dari http://www.emedicine.com /
ped/topic1280.htm. Diunduh tanggal 23 november 2010
37