Referat Shivering Durante Op

39
1 BAB I PENDAHULUAN I. Fisiologi Termoregulasi Suhu Tubuh Normal Rentang suhu tubuh normal pada manusia berkisar antara 96,50 sampai 99,50F (360 sampai 380C) dengan rata-rata suhu oral 98,60F (370C), dengan suhu terendah 98,20 atau 36,80. Dalam masa 24 jam, terdapat fluktuasi suhu pada seorang individu antara 10 sampai 20, dengan suhu terendah pada waktu tidur. Terdapat perbedaan suhu antara usia muda dan usia tua. Infan mempunyai area permukaan tubuh yang relatif lebih luas terhadap volume dan cenderung mengluarkan panas llebih cepat. Pada usia tua, mekanisme untuk mempertahankan suhu tubuh tidak berfungsi seefisien masa muda, dan perubahan suhu lingkungan tidak dapat dikompensasi secepat atau seefektif masa muda. Hal ini penting diingat ketika menangani pasien usia sangat muda atau sangat tua.(3)

description

Shivering Durante Op

Transcript of Referat Shivering Durante Op

Page 1: Referat Shivering Durante Op

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Fisiologi Termoregulasi

Suhu Tubuh Normal

Rentang suhu tubuh normal pada manusia berkisar antara 96,50 sampai 99,50F (360

sampai 380C) dengan rata-rata suhu oral 98,60F (370C), dengan suhu terendah 98,20 atau

36,80. Dalam masa 24 jam, terdapat fluktuasi suhu pada seorang individu antara 10 sampai 20,

dengan suhu terendah pada waktu tidur. Terdapat perbedaan suhu antara usia muda dan usia

tua. Infan mempunyai area permukaan tubuh yang relatif lebih luas terhadap volume dan

cenderung mengluarkan panas llebih cepat. Pada usia tua, mekanisme untuk mempertahankan

suhu tubuh tidak berfungsi seefisien masa muda, dan perubahan suhu lingkungan tidak dapat

dikompensasi secepat atau seefektif masa muda. Hal ini penting diingat ketika menangani

pasien usia sangat muda atau sangat tua.(3)

Suhu tubuh terbagi atas suhu inti dan suhu kulit. Suhu jaringan tubuh organ dalam

disebut sebagai suhu inti yang sifatnya hampir selalu konstan, kalaupun terjdi perubahan

berkisar ± 10F (± 0.60C). Sedangkan suhu kulit sifatnya naik dan turun sesuai dengan suhu

lingkungan.(4)

Page 2: Referat Shivering Durante Op

2

Berdasarkan penelitian terhadap orang sehat usia antara 18 sampai 40 tahun diperoleh

bahwa rata-rata suhu mulut 36.80 ± 0.40C (98.20 ± 0.70F) dengan nilai terendah pada jam 6

pagi dan tertinggi pada jam 4 sampai 6 sore. Suhu mulut normal tertinggi 37.20C (98.90F)

pada jam 6 pagi dan 37.70C (99.90F) pada jam 4 sore. Sehingga berdasarkan penelitian ini

didapat jika suhu tubuh pada pagi hari >37.20C (98.90F) atau pada sore hari >37.70C (99.90F)

dikatakan demam. Suhu rektum 0.40C (0.70F) lebih tinggi daripada suhu mulut.(2)

Pada wanita yang menstruasi, suhu pagi hari akan lebih rendah 2 minggu sebelum

terjadi ovulasi yang kemudian akan naik sekitar 0.60C (10F) pada saat terjadi ovulasi hal ini

disebabkan peningkatan pelepasan progesteron dan terus bertahan sampai terjadinya

menstruasi. Suhu tubuh meningkat setelah fase postprandial. (2)

Keseimbangan Suhu Tubuh

Suhu tubuh akan berada dalam rentang yang normal jika terjadi keseimbangan antara

pembentukan panas dengan pengeluaran panas. Pembentukan panas berasal dari kerja otot,

asimilasi makanan dan proses-proses vital yang memberi kontribusi terhadap laju

metabolisme basal. Pengeluaran panas dari tubuh melalui radiasi, konduksi dan penguapan

air di saluran nafas dan kulit. Sebagian kecil panas juga dikeluarkan melalui urin dan feses. (1)

Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas,

timbul panas dalam tubuh dan suhu tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih

Page 3: Referat Shivering Durante Op

3

besar, panas tubuh dan suhu tubuh menurun. Produksi panas adalah produk tambahan

metabolisme yang utama. Panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke

kulit, kemudian panas tersebut hilang ke udara dan sekitarnya. (4)

Produksi panas

Pada respirasi sel, proses melepaskan energi dari makanan untuk membentuk ATP, juga

menghasilkan panas ketika satu energi dihasilkan.(3) Walaupun respirasi sel, berlangsung

konstan, banyak faktor yang mempengaruhi proses ini, yaitu :

1. Hormon tiroksin (dan T3) dihasilkan oleh kelenjar tiroid, meningkatkan laju

respirasi sel dan produksi panas. Sekresi tiroksin diregulasi oleh laju produksi energi tubuh,

laju metabolisme itu sendiri. Ketika laju metabolisme berkurang, kelenjar tiroid distimulasi

Page 4: Referat Shivering Durante Op

4

untuk menghasilkan lebih banyak tiroksin. Ketika tiroksin meningkatkan laju respirasi sel,

mekanisme umpan balik negative menghambat sekresi lebih lanjut sampai laju metabolisme

turun kembali. Tiroksin disekresi ketika kebutuhan respirasi sel meningkat dan mungkin

merupakan pengatur utama produksi energi harian.

2. Pada keadaan stress, epinerin dan norepinefrin disekresikan oleh medulla adrenal,

dan sistem saraf simpatis menjadi lebih aktif. Epinefrin meningkatkan laju respirasi sel,

khususnya di organ seperti jantung, otot rangka, dan hati. Stimulasi simpatis juga

meningkatkan aktivitas organ-organ ini. Peningkatan produksi ATP untuk memenuhi

kebutuhan ATP pada keadaan stress yang juga berarti lebih banyak panas yang dihasilkan.

3. Organ-organ yang aktif menghasilkan ATP merupakan sumber panas ketika

tubuh istirahat. Otot rangka, contohnya, biasanya pada kedaan kontraksi ringan disebut tonus

otot. Karena meskipun kontraksi ringan membutuhkan ATP, otot juga menghasilkan panas.

Menghasilkan sekitar 25% dari total panas tubuh pada saat istirahat dan lebih banyak pada

saat olahraga, ketika lebih banyak ATP yang dihasilkan. Hati merupakan organ yang secara

kontinu aktif, menghasilkan ATP untuk menghasilkan energi untuk fungsinya yang banyak.

Hasilnya, hati menghasilkan sebanyak 20% total panas tubuh pada saat isitrahat. Panas yang

dihasilkan oleh organ-organ ini disebarkan ke seluruh tubuh oleh darah. Ketika darah yang

mengalir lebih rendah melalui organ seperti otot dan hati, panas yang mereka hasilkan

ditransfer ke darah, menghangatkan darah. Darah yang hangat tersebut bersirkulasi ke area

tubuh yang lain, mendistribusikan panas.

4. Asupan makanan juga meningkatkan produksi panas, karena aktivitas metabolisme

saluran cerna meningkat. Panas yang dibentuk ketika saluran cerna menghasilkan ATP untuk

peristalsis dan untuk sintesa enzim pencernaan.

5. Perubahan suhu tubuh juga menimbulkan efek terhadap laju metabolisme dan

produksi panas. Hal ini secara klinis penting ketika seseorang demam, peningkatan suhu

tubuh yang abnormal. Suhu yang tinggi meningkatkatkan laju metabolisme, yang

meningkatkan produksi panas dan meningkatkan suhu tubuh lebih lanjut. Demam yang tinggi

memicu siklus yang tak berujung meningkatkan produksi panas. (3)

Page 5: Referat Shivering Durante Op

5

Untuk mempertahankan suhu tetap hangat, tubuh harus membentuk gerakan volunter

tambahan (gerakan anggota gerak) dan kontraksi otot involunter (menggigil). Bayi baru lahir

juga mempunyai jaringan yang dikenal lemak coklat (brown fat), yang mampu menghasilkan

panas tambahan tanpa menggigil. Dingin menstimulasi jalur reflex yang menghasilkan

pelepasan norepinefrin (reseptor ß3-adrenergik) dalam jaringan lemak, yang menstimulasi

terjadinya (1) lipolisis dan (2) ekspresi lipoprotein lipase (LPL) dan thermogenin. LPL

meningkatkan suplai asam lemak bebas. Thermogenin berada di dalam membran mitokondria

yang merupakan protein bebas yang berfungsi sebagai H+-uniporter. Sirkuit pendek gradient

H+ antar membran dalam mitokondria, melepaskan (produksi panas) produksi ATP melalui

rantai respirasi.(5)

Pembuangan panas

Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan panas dalam bentuk gelombang

panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Tubuh manusia menyebarkan

gelombang panas ke segala penjuru. Gelombang panas juga dipancarkan dari dinding dan

benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih besar dari suhu lingkungan, kuantitas panas

yang lebih besar dipancarkan keluar dari tubuh daripada yang dipancarkan ke tubuh.(4)

Kehilangan panas melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda

lain, seperti kursi atau tempat tidur hanya sebagian kecil. Sebaliknya, kehilangan panas

melalui konduksi ke udara cukup besar walaupun dalam keadaan normal. Sekali suhu udara

yang berlekatan dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit, tidak terjadi lagi kehilangan

panas dari tubuh ke udara. Oleh karena itu, konduksi panas dari tubuh ke udara mempunyai

keterbatasan kecuali udara yang dipanaskan bergerak dari kulit sehingga udara baru, yang

Page 6: Referat Shivering Durante Op

6

tidak panas terus menerus bersentuhan dengan kulit, fenomena ini disebut konveksi udara.

Pemindahan panas dari tubuh melalui konveksi udara secara umum disebut kehilangan panas

melalui konveksi. Sebenarnya, panas pertama-tama harus dikonduksi ke udara kemudian

dibawa melalui aliran konveksi.(4)

Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besar daripada udara, sehingga

setiap unit bagian air yang berdekatan ke kulit dapat mengabsorbsi jumlah kuantitas panas

yang lebih besar daripada udara. Kecepatan kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup

rendah jauh lebih besar daripada kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.

Saat air dan udara sangat dingin, kecepatan kehilangan panas ke udara menjadi hampir sama

besar dengan air, karena air dan udara pada dasarnya mampu membawa semua panas yang

dapat berdifusi melalui penyekat subkutan kulit. (4)

Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,5 kalori (kilokalori) hilang

untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila seseorang tidak

berkeringat, air masih berevaporasi secara tidak kelihatna dari kulit dan paru-paru dengan

kecepatan sekitar 450 sampai 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus

menerus dengan kecepatan 12 sampai 15 kalori per jam. Evaporasi air melalui kulit dan paru-

paru yang tidak kelihatan ini dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena

evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air terus menerus melalui kulit dan

permukaan sistem pernafasan. Akan tetapi kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat

diatur dengan pengaturan kecepatan berkeringat.(4)

Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas dapat hilang melalui radiasi

dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit, tubuh memperoleh

panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya cara tubuh

melepaskan panas adalah dengan evaporasi. Oleh sebab itu, setiap faktor yang mencegah

evaporasi yang adekuat ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan

menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Hal ini kadang terjadi pada manusia yang dilahirkan

dengan kelainan kelenjar keringat. Orang ini dapat tahan terhadap suhu dingin seperti halnya

orang normal, tetapi mereka hampir mati akibat serangan panas pada daerah tropis, karena

tanpa sistem pendinginan evaporatif, orang ini tidak dapat mencegah peningkatan suhu tubuh

ketika suhu udara lebih tinggi dari suhu tubuh. (4)

Pakaian mengurung udara di antara kulit dan rajutan pakaian, sehingga meningkatkan

ketebalan yang disebut daerah pribadi dari udara yang berdekatan dengan kulit dan juga

menurunkan aliran udara konveksi. Akibatnya, kecepatan kehilangan panas tubuh melalui

konduksi dan konveksi sangat ditekan. Sekitar setengah dari panas yang dipindahkan dari

Page 7: Referat Shivering Durante Op

7

kulit ke pakaian dipancarkan melalui radiasi ke pakaian dan bukan dipancarkan melalui

konduksi melewati ruang kecil.(4)

Efektivitas pakaian dalam mempertahankan suhu tubuh hampir hilang semuanya bila

pakaian menjadi basah karena konduktivitas air yang tinggi meningkatkan kecepatan

pemindahan panas sebesar 20 kali lipat lebih. Oleh karena itu, salah satu faktor terpenting

untuk melindungi tubuh terhadap udara dingin di kutub adalah dengan menjaga sangat hati-

hati agar pakaian tidak basah. Tentu saja, seseorang harus berhati-hati untuk tidak menjadi

kepanasan walaupun untuk sementara waktu, karena dengan berkeringat di dalam pakaian

akan membuat pakaian tersebut kurang efektif sebagai penyekat.(4)

Mekanisme Kerja Hipotalamus

Pengaturan suhu tubuh diatur oleh hipotalamus region anterior dan posterior yang

masing-masing berespon pada suhu tubuh meningkat dan berkurang. Suhu tubuh diatur

hampir seluruhnya oleh mekanisme umpan balik, dan hampir semua mekanisme in terjadi

melalui pusat pengaturan suhu yang teletak pada hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik

ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu

tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin.(4)

Area preoptik hipotalamus anterior mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif

terhadap panas yang jumlahnya kira-kira sepertiga neuron yang sensitif terhadap dingin.

Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengatur suhu tubuh.

Neuron-neuron yang sensitif terhadap panas ini meningkatkan kecepatan kerjanya sesuai

dengan peningkatan suhu, kecepatannya kadang meningkat 2 sampai 10 kali lipat pada

kenaikan suhu tubuh sebesar 100C . Neuron yang sensitif terhadap dingin, sebaliknya,

meningkatkan kecepatan kerjanya saat suhu tubuh turun.(4)

Apabila area preoptik dipanaskan, kulit di seluruh tubuh dengan segera mengeluarkan

banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit di seluruh tubuh

menjadi sangat berdilatasi. Jadi, hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan

tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali

normal. Disamping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu,

jelas bahwa area preoptik dari hipotalamus memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai

termostatik pusat kontrol suhu tubuh.(4)

Sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam

mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian lain dari tubuh juga mempunyai peranan

Page 8: Referat Shivering Durante Op

8

penting dalam pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit dan beberapa

jaringan khusus dalam tubuh. Reseptor dingin terdapat jauh lebih banyak daripada reseptor

panas, tepatnya, terdapat 10 kali lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu

bagian perifer terutama menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin daripada suhu hangat. (4)

Apabila seluruh kulit tubuh menggigil, terjadi pengaruh refleks yang segera

dibangkitkan untuk meningkatkan suhu tubuh melalui beberapa cara : (1) dengan

memberikan rangsangan kuat sehingga menyebabkan mengigil, dengan akibat meningkatnya

kecepatan pembentukan panas tubuh; (2) dengan menghambat proses berkeringat bila hal ini

harus terjadi, dan (3) dengan meningkatkan vasokonstriksi kulit untuk menghilangkan

pemindahan panas tubuh ke kulit. (4)

Walaupun banyak sinyal sensoris temperatur berasal dari reseptor perifer, sinyal ini

membantu pengaturan suhu tubuh terutama melalui hipotalamus. Area pada hipotalamus

yang dirangsang oleh sinyal sensoris ini adalah suatu area yang terletak bilateral dalam

hipotalamus posterior kira-kira setinggi korpus mamilaris. Sinyal sensoris temperatur dari

hipotalamus anterior-area preoptik juga dipindahkan ke dalam area hipotalamus posterior ini.

Di sini sinyal dari area preoptik dan sinyal dari perifer tubuh digabung untuk mengatur reaksi

pembentukan panas atau reaksi penyimpanan suhu tubuh. (4)

Page 9: Referat Shivering Durante Op

9

Sistem pengatur temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas

tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi :(4)

1. Vasodilatasi.

Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini

disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang

menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan

pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.

2. Berkeringat.

Peningkatan temperatur tubuh 10C menyebabkan keringat cukup banyak untuk

membuang 10 kali lebih besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas.

3. Penurunan pembentukan panas.

Mekanisme yang menyebabkan pembetukan panas berlebihan, seperti menggigil dan

termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.

Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan temperatur mengadakan prosedur yang sangat

berlawanan, yaitu:(4)

1. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh.

Page 10: Referat Shivering Durante Op

10

Hal ini disebabkan oleh rangsangan pusat simpatis hipotalamus posterior.

2. Piloereksi.

Piloereksi berarti berdiri pada akarmya. Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor

pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi, sehingga rambut berdiri tegak.

BAB II

PEMBAHASAN

Gangguan Keseimbangan Suhu Tubuh

Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh melebihi variasi suhu normal sehari-hari dan

disertai dengan kenaikan set point hipotalamus, misalnya dari 370C mejadi 390C. Perubahan

set point ini menggambarkan setting ulang thermostat ke level yang lebih tinggi untuk

meningkatkan suhu ambient dalam ruangan. Sekali setpoint hypothalamus meningkat, saraf-

saraf vasomotor diaktifkan dan terjadi vasokonstriksi. Penderita merasakan dingin pertama

kali pada tangan dan kaki. Menghambat darah ke perifer menuju organ dalam yang penting

menurunkan pengeluaran panas dari kulit, dan penderita merasa dingin. Menggigil, yang

meningkatkan produksi panas dari otot, bisa dimulai pada saat yang sama, tapi menggigil

tidak terjadi jika mekanisme pembentukan panas sudah cukup meningkatkan suhu darah.

Page 11: Referat Shivering Durante Op

11

Produksi panas pada di hati juga terjadi. Pada manusia, tingkah laku berupa memakai lebih

banyak pakaian atau tidur akan meningkatkan suhu tubuh. (2)

Proses konservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil dan

peningkatan aktivitas metabolisme) akan terus berlangsung sampai suhu darah yang berada di

neuron-neuron hipotalamus sama dengan thermostat yang berubah tersebut. Ketika set point

tercapai, hipotalamus akan mempertahankan suhu demam tersebut dengan mekanisme yang

sama ketika pada keadaan tidak demam. Ketika set point hypothalamus menurun (baik akibat

zat yang pirogen berkurang atau penggunaan antipiretik), proses pengeluaran panas melalui

vasodilatasi dan keringat akan dimulai. Hal ini akan terus berlangsung sampai suhu darah

mencapai set point hipotalamus yang turun tersebut. (2)

Demam >41.50C (>106.70F) disebut hiperpireksi. Keadaan ini terjadi pada pasien

dengan infeksi yang sangat parah dan biasanya terjadi pada penderita dengan perdarahan

sistem saraf pusat. Set point hypothalamu juga dapat meningkat akibat trauma lokal,

perdarahan, tumor, ataupun malfungsi hipotalamus intrinsik.(2)

Pirogen merupakan bahan-bahan yang menyebabkan demam. Pirogen eksogen berasal

dari luar pasien, umumnya produk mikroba, toksin mikroba, atau mikrogorganisme. Contoh

pirogen endogen adalaha endotoksin polisakarida yang dihasilkan bakteri gram negatif,

bakteri gram positif dan endoktoksin dari Staphylococcus aureus dan toksin stretococcus grup

A dan B. (2, 4)

Sitokin adalah protein ukuran kecil (10.000 sampai 20.000 Da) yang mengatur

imunitas, inflamasi, dan proses hematopoeisis. Contoh, stimulasi proliferasi limfosit selama

respon imun terhadap vaksinasi adalah hasil dari sitokin interleukin (IL) 2, IL-4 dan IL-6.

Sitokin lain, faktor stimulasi koloni granulosit, stimulasi granulocytopoeisis di dalam

sumsum tulang. Beberapa sitokin menyebabkan demam dan disebut sitokin pirogen. Yang

dikenal sebagai sitokin pirogen adalah IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), ciliary

neurotropic factor (CNF), dan interferon (IFN) α. (2)

Sitokin pirogen dilepas oleh sel dan memasuki sirkulasi sistemik, yang secara sistemik

akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan sintesa PGE2. PGE2 juga meningkat di

jaringan perifer yang akan menyebabkan mialgia nonspesifik dan arhtralgia. Peningkatan

PGE2 di otak yang akan memulai peningkatan setpoint hipotalamus untuk suhu inti. (2)

Hipertermi

Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh yang meningkat secara tidak terkontrol yang

meningkatkan pengeluaran panas tanpa terjadi perubahan pada set point hipotalamus

Page 12: Referat Shivering Durante Op

12

(normal). Paparan panas dari luar dan produksi panas endogen merupakan mekanisme

terjadinya hipertermi. Pembentukan panas yang berlebihan dapat dengan mudah

menimbulkan hipertermi mengalahkan kontrol fisiologis dan tingkah laku suhu tubuh.

Misalnya, bekerja atau olahraga pada lingkungan panas akan menyebabkan produksi panas

lebih cepat daripada mekanisme perifer dalam mengeluarkan panas. (4)

Ada beberapa keadaan dimana kenaikan suhu tubuh yang terjadi bukan demam tetapi

hipertermi. Seperti serangan panas (heat stroke), akibat pusat pengaturan suhu tubuh gagal

bekerja pada lingkungan yang panas. Terdiri atas exertional heat stroke biasanya terjadi pada

orang muda yang berolahraga pada suhu lingkungan dan atau kelembaban yang lebih tinggi

dari normal, yang lain non exertional heat stroke terjadi pada baik orang muda maupun tua

terutama pada gelombang panas. Drug induced hyperthermia yaitu hipertermi yang terjadi

kaibat penggunaan obat psikotropika seperti mono amine oxidase inhibitors (MAOIs),

tricyclic antidepressant, dan amfetamin ataupun kokain.(2)

Malignant hyperthermia terjadi pada individu dengan kelainan bawaan pada retikulum

sarkoplasma sel otot rangka yang menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler dalam

respon terhadap halothane dan anestesi inhalasi lain atau succinylcholine. Peningkatan suhu,

peningkatan metabolisme otot, rigiditas otot, rhabdomyolisis, dan instabilitas kardiovaskular

dapat segera terjadi. Kondisi ini sering fatal. Neuroleptic malignant syndorme (NMS) terjadi

akibat pemakaian obat bersifat neuroleptik (antipsikotik phenothiazine, haloperidol,

prochlorperazine, metoclopramide) atau obat dopamin dan dikarakteristikkan oleh rigiditas

otot, efek samping ekstrapiramidal, disregulasi otonom, dan hipertermi. Kelainan ini muncul

karena inhibisi pusat reseptor dopamin di hipotalamus, yang akan menyebabkan peningkatan

pembentukan panas dan penurunan pengeluaran paans. Serotonin syndrome muncul pada

pemakaian inhibitor serotonin selektif (SSRIs), MAOIs dan obat-obat serotonergik lain, juga

menimbulkan hipertemi. Thyrotoxicosis dan pheochromocytoma juga dapat menyebabkan

hipertermi. (2)

Sangat penting membedakan antara demam dan hipertermi karena hipertermi dapat

berakibat fatal dan ditandai dengan tidak respon terhadap antipiretik. Hipertermi sering

didiagnosa pada kejadian yang segera menimbulkan peningkatan suhu inti, seperti terpapar

panas atau pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi regulasi suhu tubuh. Secara

klinis juga dapat dijumpai pada hipertermi dengan serangan panas ataupun akibat obat-obatan

kulit terasa panas dan kering. Ditambah lagi, antipiretik tidak dapat menurunkan peningkatan

suhu tubuh pada hipertermia sedangkan pada demam dan bahkan hiperpireksi dosis aspirin

atau asetaminofen yang adekuat dapat menurunkan suhu tubuh.(6)

Page 13: Referat Shivering Durante Op

13

Hipotermi

Hipotermi terjadi ketika turunnya suhu tubuh inti tiba-tiba di bawah 350C (950F). Pada

suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis untuk memelihara panas gagal. Hipotermi primer

merupakan hasil dari paparan langsung individu yang sehat terhadap lingkungan dingin.

(2)Jika seseorang yang tidak segera ditangani, terpapar dengan air es selama 20 sampai 30

menit dapat meninggal karena jantung berhenti sama sekali atau fibrilasi jantung. Pada saat

itu, suhu tubuh internal jatuh sampai 77oF. Jika segera dihangatkan dengan pemberian panas

secara eksternal, hidup orang tersebut masih dapat diselamatkan.(4)

Ketika tubuh terpapar dengan suhu yang rendah, area permukaan dapat membeku,

keadaan ini disebut frostbite. Hal ini terjadi terutama pada lobus telinga dan jari-jari tangan

dan kaki. Jika bekuan cukup untuk menyebabkan kristal dalam sel, akan menyebabkan

terjadinya kerusakan permanen seperti kerusakan jaringan local.(4)

II. Mekanisme Hipotermi pada Operasi

Shivering

Menggigil paska anestesi regional dapat terjadi sekitar 40-60% . Ciri khas menggigil

berupa tremor ritmik dan merupakan respon termoregulator yang normal terhadap hipotermia

selama anestesi regional dan pembedahan. Gerakan mirip menggigil yang berasal dari non

termoregulator dan bersifat involunter juga bisa muncul pada periode pasca pembedahan.

Menggigil non termoregulator dapat berhubungan dengan pengendalian nyeri yang tidak

adekuat pada saat pulih sadar atau berhubungan dengan etiologi lain. Kontraksi otot tonik

pada waktu pulih sadar dari agen halogen dapat terlihat seperti mengigil demikian juga

gerakan klonik spontan yang menyerupai menggigil juga dapat terlihat.

Temperatur inti manusia normal dipertahankan antara 36,5‐37,5 0C pada suhu

lingkungan dan dipengaruhi respon fisiologis tubuh. Pada keadaan homeotermik, sistem

termoregulasi diatur untuk mempertahankan temperatur tubuh internal dalam batas fisiologis

dan metabolisme normal. Tindakan anestesi dapat menghilangkan mekanisme adaptasi dan

berpotensi mengganggu mekanisme fisiologis fungsi termoregulasi. Kombinasi antara

Page 14: Referat Shivering Durante Op

14

gangguan termoregulasi yang disebabkan oleh tindakan anestesi dan eksposur suhu

lingkungan yang rendah, akan mengakibatkan terjadinya hipotermia pada pasien yang

mengalami pembedahan.

Menggigil merupakan salah satu konsekuensi terjadinya hipotermia perioperatif yang

dapat berpotensi untuk terjadi sejumlah sekuele, yaitu peningkatan konsumsi oksigen dan

potensi produksi karbon dioksida, pelepasan katekolamin, peningkatan cardiac output,

takikardia, hipertensi, dan peningkatan tekanan intraokuler.

Definisi hipotermia adalah temperatur inti 10oC lebih rendah di bawah standar deviasi

rata‐rata temperatur inti manusia pada keadaaan istirahat dengan suhu lingkungan yang

normal (28‐35oC). Kerugian paska operasi yang disebabkan oleh gangguan fungsi

termoregulasi adalah infeksi pada luka operasi, perdarahan, dan gangguan fungsi jantung

yang juga berhubungan dengan terjadinya hipotermia perioperatif. Fungsi termoregulasi

diatur oleh sistem kontrol fisiologis yang terdiri dari termoreseptor sentral dan perifer yang

terintegrasi pada pengendali dan sistem respon eferen. Input termal aferen datang dari

reseptor panas dan dingin baik itu di sentral atau di perifer. Hipotalamus juga mengatur tonus

otot pembuluh darah kutaneus, menggigil, dan termogenesis tanpa menggigil yang terjadi bila

ada peningkatan produksi panas.

Secara historis, traktus spinotalamikus lateralis diketahui sebagai satu‐satunya jalur

termoaferen menuju pusat termoregulasi di hipotalamus. Seluruh jalur serabut saraf asendens

ini terpusat pada formatio retikularis dan neuron termosensitif berada pada daerah di luar

preoptik anterior hipotalamus, termasuk ventromedial hipotalamus midbrain, medula

oblongata, dan korda spinalis. Input multiple yang berasal dari berbagai termosensitif,

diintegrasikan pada beberapa tingkat di korda spinalis dan otak untuk koordinasi bentuk

respon pertahanan tubuh.

Sistem termoregulasi manusia dibagi dalam tiga komponen :

1. Termosensor dan jalur saraf aferen

2. Integrasi input termal

3. Jalur saraf efektor pada sistem saraf otonom.

Tindakan anestesi menyebabkan gangguan fungsi termoregulator yang ditandai dengan

peningkatan ambang respon terhadap panas dan penurunan ambang respon terhadap dingin.

Hampir semua obat‐obat anestesi mengganggu respon termoregulasi. Temperatur inti pada

anestesi umum akan mengalami penurunan antara 1,0‐1,5oC selama satu jam pertama anestesi

Page 15: Referat Shivering Durante Op

15

yang diukur pada membran timpani. Sedangkan pada anestesi spinal dan epidural

menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil pada tingkatan yang berbeda, akan tetapi

ukurannya kurang dari 0,6oC dibandingkan anestesi umum dimana pengukuran dilakukan di

atas ketinggian blok. Pemberian obat lokal anestesi untuk sentral neuraxis tidak langsung

berinteraksi dengan pusat kontrol yang ada di hipotalamus dan pemberian lokal anestesi

intravena pada dosis ekuivalen plasma level setelah anestesi regional tidak berpengaruh

terhadap termoregulasi. Mekanisme gangguan pada termoregulasi selama anestesi regional

tidak diketahui dengan jelas, tapi diduga perubahan sistem termoregulasi ini disebabkan

pengaruh blokade regional pada jalur informasi termal aferen.

Ambang termoregulator pada manusia normal (tidak teranestesi)

Ambang termoregulator pada manusia yang teranestesi.

Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai dan pada inti

hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1–

Page 16: Referat Shivering Durante Op

16

2oC, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartermen inti ke perifer

dimana spinal menyebabkan vasodilatasi. Pada anestesi spinal terjadi menggigil di atas

blokade dari lokal anestesi disebabkan karena ketidakmampuan kompensasi otot di bawah

ketinggian blokade untuk terjadinya menggigil. Sama seperti pada anestesi umum, hipotermia

terjadi pada jam pertama anestesi, atau setelah dilakukan tindakan anestesi spinal. Hal ini

terjadi karena proses redistribusi panas inti tubuh ke perifer oleh vasodilatasi yang

disebabkan blokade anestesi spinal.

Terjadinya hipotermia tidak hanya murni karena faktor blokade spinal itu sendiri tapi

juga karena faktor lain seperti :

1. Cairan infus atau cairan irigasi yang dingin

2. Temperatur ruangan operasi

3. Tindakan pembedahan.

Pasien akan mengalami penurunan temperatur tubuh oleh karena terjadi redistribusi

panas di bawah ketinggian blok ditambah pemberian cairan dengan suhu yang rendah akan

memberikan implikasi yang tidak baik pada pasien yang menjalani pembedahan terutama

pasien dengan usia tua karena kemampuan untuk mempertahankan temperatur tubuh pada

keadaan stress sudah menurun.

Pemberian obat lokal anestesi yang dingin seperti es, akan meningkatkan kejadian

menggigil dibandingkan bila obat dihangatkan sebelumnya pada suhu 30oC. Menggigil

selama anestesi regional anestesi dapat dicegah dengan mempertahankan suhu ruangan yang

optimal, pemberian selimut dan lampu penghangat atau dengan pemberian obat yang

efektifitasnya sama untuk mengatasi menggigil paska anestesi umum. Menggigil merupakan

mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila mekanisme kompensasi yang lain tidak

mampu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. Rangsangan dingin akan diterima

afektor diteruskan ke hipothalamus anterior dan memerintahkan bagian efektor untuk

merespon berupa kontraksi otot tonik dan klonik secara teratur dan bersifat involunter serta

dapat menghasilkan panas sampai dengan 600% diatas basal. Mekanisme ini akan dihambat

oleh tindakan anestesia dan pemaparan pada lingkungan yang dingin dan dapat meningkat

pada saat penghentian anestesia.

Monitoring Dasar

a) KARDIOVASKULER

Page 17: Referat Shivering Durante Op

17

Fungsi jantung dapat diperkirakan dari observasi nadi, bunyi jantung, pemeriksaan

EKG, tekanan darah dan produksi urin.

1. Nadi

Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan meraba arteri temporalis,

arteri radialis, arteri femoralis, arteri karotis. Anestesi yang terlalu dalam dapat

bermanifestasi dengan nadi yang bertambah lambat dan melemahkan denyut jantung.

Pemeriksan juga dapat dilakukan dengan monitor nadi yang bermanfaat pada kasus-

kasus anak dan bayi dimana pulsasi nadi lemah, observasi ritme ektopik selama

anestesi, indeks penurunan tekanan darah selama anestesi halotan, dan selama

pernafasan kontrol dimana monitoring nafas tidak dapat dikerjakan. Monitoring nadi

akan berfungsi baik bila pembuluh darah dalam keadaan vasodilatasi dan tidak efektif

pada keadaan vasokonstriksi.

2. Elektrokardiogram

EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan frekuensi ritme jantung

serta sistim konduksi jantung. Indikasi monitoring EKG selama anestesi:

Mendiagnosa adanya cardiac arrest.

Mencari adanya aritmia.

Diagnosis isckemik miokard.

Memberi gambaran perubahan elektrolit.

3. Tekanan Darah

Dua macam cara pemantauan tekanan darah yang kita kenal. Pemantauan darah :

Non Invasive(cuff pressure)

Invasive Blood Pressure(arterial pressure).

Dengan cara ini kita dapat mengukur tekanan darah secara langsung dan terus menerus.

Pengukuran tekanan darah merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan pada setiap

pasien selama anestesi. Teknik pengukuran darah Pemantauan darah Non Invasive(cuff

pressure) dengan menggunakan cuff atau manset, baik secara manual maupun

menggunakan mesin sebagaimana bedsidemonitor yang ada di unit pelayanan Intensif.

Ukuran manset harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien, karena ketidak

sesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil pengukuran.

Page 18: Referat Shivering Durante Op

18

Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah tekanan sistolik, tekanan

diastolic, dan tekanan ratarata arteri (Mean Arterial Pressure=MAP) Pengukuran

tekanan darah secara invasive dapat dilakukan dengan melakukan insersi kanule ke

dalam arteri yang dihubungkan dengan tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan

hidrostatik menjadi sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic,

maupun MAP pada layar monitor. Setiap perubahan dari ketiga parameter diatas,

kapanpun,dan berapapun maka akan selalu muncul dilayar monitor. Selama operasi,

peningkatan tekanan darah bisa disebabkan karena overload cairan atau anestesi yang

kurang dalam, sebaliknya tekanan darah dapat turun bila terjadi perdarahan atau

anestesi yang kurang dalam.

4. Produksi Urin

Dalam anestesi, urin dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan darah, volume darah, dan

faal ginjal. Jumlah urin normal kira-kira 0,5-1 ml/KgBB/jam. Bila urin ditampung

dengan kateter perlu dijaga sterilitas agar tidak terinfeksi.

5. Perdarahan selama pembedahan

Jumlah perdarahan harus dihitung dari botol penghisap. Perdarahan akut dapat diatasi

dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander, atau darah. Selain jumlah perdarahan,

perlu diawasi juga warna perdarahan merah tua atau merah muda

6. Central Venous Pressure (CVP)

Merupakan pengukuran langsung dari atrium kanan. Central venous pressure

mencerminkan preload ventrikel kanan dan kapasitas vena,sehingga dapat diketahui

volume pembuluh darah atau cairan dan efektifitas jantung sebagai pompa. CVP adalah

pengukuran tekanan di vena cava superior atau atrium kanan. Daerah pemasangan yaitu

Vena subclavia, Vena jugularis, Vena antecubital, atau Vena femoralis.

b) RESPIRASI

Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara sederhana sampai

monitor yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal

atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau supraclavicula.

Page 19: Referat Shivering Durante Op

19

Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk,

sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis. Pemantauan

terhadap “Oxygen Delivery” dan end tidal CO2. Oxygen Delivery, pada mesin anestesi

sebaiknya dilengkapi dengan suatu alat pemantau (oxygen analyzer) sehingga oksigen yang

diberikan ke pasien dapat dipantau dengan baik. Bila ada kebocoran pada sirkuit maka alarm

akan berbunyi, sedangkan untuk oksigen jaringan dapat dipantau dengan alat transkutaneus

PO2, pemantauan non invasif dan kontinyu. Pada bayi korelasi antara PO2 dan PCO2 cukup

baik. End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan paru

normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk memantau emboli

udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi arteri karotis. Stetoskop,

merupakan alat sederhana, murah, non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin

digunakan untuk memantau suara nafas dan bunyi jantung .

Obat anestesi dapat memprediksi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga mudah

dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Monitoring suhu jarang dilakukan,

kecuali pada bayi/anak-anak, pasien demam, dan tehnik anestesi dengan hipothermi buatan.

Pemantauan suhu tubuh terutama suhu pusat, dan usaha untuk mengurangi penurunan suhu

dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan bantal pemanas, menghangatkan

cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan melembabkan gas-gas anestetika.

c) CAIRAN

Pemantauan terhadap status cairan dan elektrolit selama operasi dapat dilakukan

dengan menghitung jumlah cairan atau darah yang hilang dan jumlah cairan atau darah yang

diberikan. Pengukuran ini harus benar-benar cermat terutama pada pasien bayi. Kebutuhan

cairan selama operasi meliputi kebutuhan standar ditambah dengan kebutuhan sesuai dengan

trauma dan stress akibat operasi.

Suara nafas tambahan, disebabkan karena hambatan sebagian jalan nafas.

1) Snoring :

Suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian

atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan

cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk

tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk

menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di

tenggorokan korban. Pindahkan benda tersebut Tindakan Cross-Finger

Page 20: Referat Shivering Durante Op

20

2) Gargling :

Suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh

cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti di atas), lalu lakukanlah finger-

sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk

“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan). Tindakan Finger Sweep

3) Crowing :

Suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada

trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw

thrust saja.

Ada 3 cara untuk membuka mulut:

1) Gerak jari menyilang, untuk mandibula yang agak lemas.

2) Gerak jari dibelakang gigi geligi untuk mandibula yang kaku.

3) Gerak angkat mandibula lidah, untuk mandibula yang sangat lemas.

a) Gerak jari menyilang.

Penolong pada verteks atau samping kepala penderita. Jari telunjuk pneolong di

masukkan ke dalam sudut mulut penderita dan tekankan jari tersebut pada gigi geligi atasnya,

kemudian tekanlah gigi geligi bawah dengan ibu jari yang menyilang jari telunjuk tadi

sehingga mulut secara paksa membuka.

b) Gerak jari di belakang gigi geligi.

Masukkan satu jari telunjuk di antara pipi dan gigi geligi penderita dan ganjalkan ujung

jari telunjuk tadi di belakang molar terakhir.

c) Gerak angkat mandibula lidah.

Ibu jari penolong dimasukkan ke dalam mulut dan farings penderita dan dengan ujung

ibu jari penolong dasar lidah diangkat. Jari-jari yang lain memegang mandibula tadi pada

dagu dan mengangkatnya ke depan. Gerakan – gerakan A, B dan C tadi selain untuk

membuka mulut secara paksa juga digunakan menghisap benda asing, memasukkan alat jalan

nafas dan laringoskop.

III. Tatalaksana

Page 21: Referat Shivering Durante Op

21

Mengigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi. Hipotermi terjadi

akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus yang dingin, cairan irigasi

yang dingin, bedah abomen yang luas dan lama. Mengigil selain akibat turunnya suhu dapat

juga disertai oleh naiknya suhu, dan biasanya akibat obat anestetik inhalasi.

Terapi petidin 10-20 mg i.v, atau medikamentosa lain sering dapat membantu

menghilangkan mengigil, selain itu perlu selimut hangat, infus hangat dengan infusion

warmer, lampu penghangat untuk menaikkan suhu tubuh.

Mekanisme Petidin untuk menanggulangi hipotermi

Hampir semua anestetis akan berusaha mengobati kejadian menggigil pada periode

durante dan pasca pembedahan. Mekanisme kerja dan lokasi kerja serta dosis optimal obat-

obat yang memiliki kemampuan menghilangkan menggigil masih belum jelas. Sebagian

besar diduga dengan cara menurunkan ambang menggigil. Banyak sediaan obat digunakan

untuk tujuan ini, walaupun masih dalam tahap uji klinis seperti clonidine, doxapram,

ketanserin, alfentanil, dexametason dosis rendah, magnesium sulfat, ketamin, tramadol dll.

Salah satu obat yang paling efektif adalah Pethidin.

Pethidin efektif sebagai terapi terhadap menggigil. Pethidin menurunkan ambang

rangsang menggigil dua kali dibandingkan dengan ambang vasokonstriksi. Mekanisme

pethidin sebagai antishivering mungkin bisa dijelaskan oleh kerja pethidin yang menginhibisi

re-uptake biogenic monoamine, antagonis reseptor NMDA(N-methyl daspartate) atau

stimulasi dari reseptor-α2.

Pethidin merupakan sintetis opioid agonist yang bekerja pada reseptor-μ dan reseptor-k

dan merupakan derivate dari phenylepiperidine. Sesuai rumus bangunnya, pethidin hampir

sama dengan atropine, dan memiliki kerja mild atropine. Petidin intratekal akan berikatan

dengan reseptor-μ dan reseptor-k di mana reseptor-reseptor ini akan menurunkan ambang

rangsang menggigil. Petidin intratekal juga akan menstimuli reseptor-α2 dimana jika reseptor

ini distimuli akan meningkatkan pelepasan norepinefrin. Petidin intratekal juga akan

mengantagonis reseptor NMDA (N-methyl d aspartate).

Mekanisme menggigil diatur oleh keseimbangan antara serotonin dan norepinefrin pada

hypothalamus, dimana peningkatan serotonin akan menyebabkan terjadinya menggigil dan

vasokonstriksi sedangkan norepinefrin akan menurunkan ambang suhu untuk terjadinya

menggigil. Pada prinsipnya pemberian petidin intratekal ini untuk meningkatkan jumlah

norepinefrin pada medulla spinalis dimana hal ini akan memodulasi ambang suhu yang

datang dari perifer menuju hypothalamus.

Page 22: Referat Shivering Durante Op

22

Penggunaan Medikamentosa Lain

Selain penggunaan Pethidine ada beberapa obat-obatan lain yang sering digunakan

untuk mengatasi atau mencegah menggigil pada saat operasi. Seperti Tramadol

hydrochloride, suatu obat agonis reseptor µ-opioid, memiliki efek modulasi pada jalur sentral

mono-aminergic yang berujung pada pembatasan jumlah noradrenalin/serotonin dan

meningkatkan sekresi hydroxytriptamine yang mengembalikan pengaturan regulasi suhu

tubuh. Obat ini sudah cukup dikenal penggunaan klinisnya dalam mengontrol menggigil.

Obat lainnya adalah Clonidine, obat alpha-2 agonist, menurunkan pelepasan noradrenaline

dari terminal axon – axon di hipotalamus untuk memberikan efek anti menggigilnya.

Butorphanol, obat golongan opioid yang mudah ditemukan, bekerja melalui modulasi agonis

reseptor k dan µ, namun masih sedikit catatan dalam penggunaannya untuk mengatasi

menggigil.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranav Bansal dan Gaurav Jain dari

departemen anestesiologi fakultas kedokteran Teerthanker Mahaveer di Moradabad, India,

didapatkan hasil bahwa Butorphanol menjadi yang paling efektif dalam mengatasi menggigil

pada saat operasi (83.3%). Diikuti oleh Tramadol (73.3%) dan Clonidine (53.3%). Dengan

tingkat kecepatan efek obat terhadap menggigil juga dengan urutan yang sama.

Selain itu ada beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi menggigil berikut

dengan dosisnya :

Ketanserin 10 mg IV

Physostigmine 0,04 mg/kgbb

Nefopam 0,15 mg/kgbb

Magnesium Sulfat 30 mg/kgbb

Dari hasil penelitian dari Medica Hospitalia (2012), didapatkan pemakaian :

Ondancetron 8 mg pasca anestesi umum dan spinal

Tramadol 1-2 mg/kgbb pasca anestesi umum

Dari hasil penelitian Neocritical Care Society (2010) didapatkan obat-obat dengan dosis rata-

rata yang dapat mencegah terjadinya mengigil pasca operasi sebagai berikut :

Page 23: Referat Shivering Durante Op

23

SKALA PULIH ANESTESIA

Nilai 2 1 0

Kesadaran Sadar, orientasi baik Dapat dibangunkan Tidak dapat

dibangunkan

Warna Merah muda

Tanpa O2, SaO2

>92%

Pucat atau kehitaman

Perlu O2 agar SaO2

>92%

Sianosis

Dengan O2, SaO2

<90%

Aktifitas 4 ekstremitas

bergerak

2 ekstremitas

bergerak

Tidak ada gerakan

ekstremitas

Respirasi Dapat nafas dalam

Batuk

Nafas dangkal

Sesak nafas

Apnea atau obstruksi

Kardiovaskuler Tekanan berubah

<20%

Berubah 20-30% Berubah 50%

Page 24: Referat Shivering Durante Op

24

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan, didapatkan bahwa shivering merupakan salah satu respon tubuh dalam

menangani keadaan hipotermi yang diakibatkan oleh tindakan anestesi dan paparan langsung suhu

lingkungan. Shivering dapat menyebabkan keadaan hipoksia perifer, peningkatan konsumsi oksigen,

peningkatan potensi produksi karbondioksida, peningkatan cardiac output, hipertensi, dan takikardia

jika tidak ditangani dengan tepat.

Untuk menangani keadaan ini, dapat digunakan beberapa metode. Pertama, medikamentosa

dapat dipilih Pethidin, Tramadol, Ondancetron, Clonidine, atau Butorphanol. Kedua, dari segi non

medikamentosa, dapat dilakukan penghangatan dengan blanket warmer postoperasi, pemakaian

selimut, infusion warmer, dan menyesuaikan suhu ruang operasi.

Page 25: Referat Shivering Durante Op

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong W. Review of medical physiology. 21st ed. California: Mc-Graw Hill

company; 2003.

2. Kasper D, Fauci A, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J. Harrison's principl

es of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill companies; 2012.

3. Guyton A. Textbook of medical physiology. Eleventh ed. Pennsylvania: Elsevier

saunders; 2006.

4. Despopoulos A, Silbernagl S. Color atlas of physiology. 5th ed. New York: Thieme;

2003.

5. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. Fifth ed. California: Thomson

Brooks/cole; 2004.

6. Medica Hospitalia. Perbandingan Efektivitas Ondansetron & Tramadol Intravena

dalam Mencegah Mengigil Pasca Anestesi Umum. Vol 1 (1) : 7-11. 2012, available

from URL : http://journal.rskariadi.co.id/index.php/mh/article/view/31/23

7. AANA Journal. Effects of Hypothermia and Shivering on Standard PACU Monitoring

of Patients.Vol 73 No 1. 2005, available from URL :

https://www.aana.com/newsandjournal/Documents/p47-53.pdf

Page 26: Referat Shivering Durante Op

26

8. Neurocritical Care Society. Preventions of Shivering During Therapeutic

Temperature Modulation : The Columbia Anti-Shivering Protocol. 2010. DOI

10.1007/s12028-010-9474-7.

9. Pradip KB, Lata B, Rajnish KJ, Ramesh CA. Post Anaesthesia Shivering: A Review.

Indian J. Anaesth. 2003. 47(2): 88-93.

10. Mufti, TM Department of Anaesthesiology, A.M College, Mil Hospital. Changes in

Body Temperature during Anaesthesia. 2011, available on URL :

11. Drolet P, MD et al University of Montreal. Post-Operative Shivering. Vol 3 Issue 6.

2004, available on URL :

12. Bansal P, Gaurav J. Control of Shivering with Clonidine, Butorphanol, and Tramadol

Under Spinal Anrsthesia : A Comparative Study. Local and Regional Anesthesia.

2011:4 29-34.