Referat - Reumatoid Arthritis Ini

download Referat - Reumatoid Arthritis Ini

of 31

description

Referat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis IniReferat - Reumatoid Arthritis Ini

Transcript of Referat - Reumatoid Arthritis Ini

REFERAT ARTRITIS REUMATOID

REFERAT ARTRITIS REUMATOID2015

REFERAT

ARTRITIS REUMATOID

Disusun oleh:Merisa Noviliany Rachmad07120100023

Pembimbing:dr. Gigih Imanta, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PEYAKIT DALAMRUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MARINIR CILANDAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPANPERIODE 01 JUNI 08 AGUSTUS 2015

DAFTAR ISIB A B I3LATAR BELAKANG3BAB II4TINJAUAN PUSTAKA42.1 Definisi42.2 Epidemiologi42.3 Etiologi52.4 Klasifikasi62.5 Patofisiologi82.6 Manifestasi Klinis102.7 Pemeriksaan Penunjang142.8 Diagnosis182.9 Tatalaksana193.0 Indikasi Rujuk293.1 Prognosis29B A B III30K E S I M P U L A N30DAFTAR PUSTAKA31

BAB ILATAR BELAKANGArtritis Reumatoid (AR) adalah salah satu penyakit reumatik akibat proses autoimun yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya karena sering menyebabkan kecacatan dan bahkan kematian dini sehingga akan menimbulkan dampak yang cukup serius. Artritis Reumatoid (AR) ditandai oleh sinovitis erosive yang simetris dan beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit AR ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik, dan progresif. 1, 2Penyakit ini bisa mengenai kedua jenis kelamin walaupun lebih sering pada wanita, terutama usia produktif. Prevalensi penyakit ini bervariasi pada berbagai populasi di dunia, data di Indonesia dari beberapa pusat pendidikan menunjukkan peningkatan jumlah pasien yang di diagnosis sebagai AR. Di Indonesia dari hasil survey epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah didapatkan prevalensi AR 0,3% di bawah 40 tahun, sedangkan di Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun di dapatkan prevalensi AR 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000, terdapat kasus baru AR 4, 1% dari seluruh jumlah pasien baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002.2Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, AR bisa semakin dini dideteksi sehingga hasil akhir pengelolaan akan jauh lebih baik dimana pasien bisa terhindar dari kerusakan sendi, kecacatan, dan banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar.3Namun, diagnosis dini AR sering menghadapi kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat. Diagnosis AR saat ini mengacu pada kriteria diagnosis menurut ACR / EULAR tahun 2010. Klasifikasi kriteria yang baru ini memberikan suatu pendekatan baru dengan penekanan pada pengenalan pasien yang baru menderita AR sehingga dapat memberi manfaat nyata dari pemberian DMARD atau mengikuti suatu uji klinik obat-obat yang dapat menghambat manifestasi penyakit seperti yang menjadi kriteria ACR 1987.4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiArtritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit kronik, biasanya ditandai dengan inflamasi di lapisan sendi atau disebut juga sinovium.Ia bisa menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, nyeri kronik, kehilangan fungsi dan kecacatan. 1

2.2 EpidemiologiPada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relative konstan yaotu berkisar antara 0,5 1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan Filipina prevalensinya < 0,4% baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten.2Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari Juni 2007 didapatkan ssebanyak 1.346 orang (15,1%). Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.2, 5

2.3 Etiologi52.3.1 Faktor GenetikEtiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapa interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerath 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor nuclear factor kappa B (NF-KB). Gen ini berperan penting dalah terapi AR karena aktivasi enzim seperti methyltransferase untuk metabolism methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR >30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%. 2.3.2 Hormon seksPrevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitope HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit, adanya perubahan profil hormon. Placental corticotropin-releasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat.

2.3.3 Faktor InfeksiBeberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Organisme ini diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T seingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit. Agen infeksi yang diduga sebagai Penyebab AR

Agen InfeksiMekanisme patogenik

MycoplasmaInfeksi synovial langsung, superantigen

Parvovirus B19Infeksi synovial langsung

RetrovirusInfeksi synovial langsung

Enteric BacteriaKemiripan molekul

Mycobacteeria Kemiripan molekul

Epstein-Barr VirusKemiripan molekul

Bacterial cell wallsAktivasi makrofag

2.3.4 Protein heat shock (HSP)HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterium tuberculosis mempunyai 65% untaian yang homolog. Antibodi dan sel T mengenali epitope HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry).

2.4 Klasifikasi2Kriteria tahun 1987 dengan sensitivitas 77-95% dan spesifisitas 85-98%. Tapi kriteria ini mulai dipertanyakan kesahihannya dalam mendiagnosisnya AR dini sehingga dipandang perlu untuk menyusun kriteria baru yang tingkat kesahihannya lebih baik. Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut American College of Rheumatology /European League Against Rheumatism 2010, yaitu: Tabel: Kriteria Klasifikasi AR ACR/EULAR 2010

Kriteria ini ditunjukkan untuk klasifikasi pasien yang baru. Disamping itu, pasien dengan gambaran erosi sendi yang khas AR dengan riwayat penyakit yang cocok untuk kriteria sebelumnya diklasifikasikan sebagai AR. Pasien yang lama termasuk yang penyakit tidak aktif (dengan / tanpa pengobatan) yang berdasarkan data-data sebelumnya didiagnosis AR hendaknya tetap diklasifikasikan sebagai AR. Pada pasien dengan skor