askep reumatoid artritis

29
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR) oleh : DWI HARTOYO 201121012 A. KONSEP DASAR I. DEFINISI ARTRITIS REUMATOID adalah merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poli artritis yang progresif, akan tetapi penyakit itu juga melibatkan seluruh organ tubuh. (ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga jilid I hal. 62 – 70. RASYAH, H. M. ADNAN). ARTRITIS REUMATOID adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran sinowal dari sendi diartrol dial. (AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada eksaserbasi berulang, kartilago artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa. (RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, volume 2. EGC Tahun 1994. BARBARA ENGRAM. HAL 300)

description

werrrr

Transcript of askep reumatoid artritis

Page 1: askep reumatoid artritis

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR)

oleh :

DWI HARTOYO201121012

A. KONSEP DASAR

I. DEFINISI

ARTRITIS REUMATOID adalah merupakan suatu penyakit inflamasi

sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poli

artritis yang progresif, akan tetapi penyakit itu juga melibatkan seluruh

organ tubuh.

(ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga jilid I hal. 62 – 70.

RASYAH, H. M. ADNAN).

ARTRITIS REUMATOID adalah penyakit jaringan penyambung

sistemik dan kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran

sinowal dari sendi diartrol dial.

(AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada eksaserbasi

berulang, kartilago artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh

jaringan fibrosa.

(RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH,

volume 2. EGC Tahun 1994. BARBARA ENGRAM. HAL 300)

ARTRITIS REUMATOID adalah gangguan kronik yang menyerang

berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok

penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas

dan tidak diketahui sebab-sebabnya (Patofisiologi, Edisi 4 Buku II

EGC. 1994. SILVIA A. PRICE, LORRING, W. WILSON. Hal. 1225).

II. ETIOLOGI

Page 2: askep reumatoid artritis

Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor

genetik, hormonal, infeksi dan head shock protein telah diketahui

berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.

Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan, telah lama diduga

berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari

terdapatnya hubungan antara produk kompleks tustokompatibilitas

utama kelas II, khususnya HLA – DR4 dengan AR seropositif. Karena

adanya temuan terhadap antigen tustokompatibilitas spesifik (HLA)

pada anggota keluarga.

Kecendurungan wanita untuk menderita AR dan serig dijumpai pada

wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor

keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh

pada penyakit ini.

Karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak menghasilkan

perbaikan sebagaimana yang diharapkan.

Infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi

sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya omset penyakit ini

terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran

inflamasi yang mencolok. Agen infeksius yang diduga merupakan

penyabab AR antara lain adalah bakteri mikoplasma atau virus.

Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran

sedang (60 sampai 90 Kda) yang dibentuk oleh sel selruuh spesiec

sebagai respon terhadap stress.

III. PATOFISIOLOGI

Page 3: askep reumatoid artritis

Inflamasi Mula-Mula Mengenai Sendi-Sendi Sinovial Seperti Edema,

Kongesti Vaskular, Eksudat Febrin Dan Infiltrasi Selular. Peradangan

Yang Berkelanjutan, Sinovial Menjadi Menebal, Terutama Pada Sendi

Artikular Kartilago Dari Sendi. Pada Persendian Ini Granulasi

Membentuk Pannus, Atau Penutup Yang Menutupi Kartilago. Pannus

Masuk Ke Tulang Sub Chondria. Jaringan Granulasi Menguat Karena

Radang Menimbulkan Gangguan Pada Nutrisi Kartilago Artikuer.

Kartilago Menjadi Nekrosis. Tingkat Erosi Dari Kartilago Menentukan

Tingkat Ketidakmampuan Sendi. Bila Kerusakan Kartilago Sangat Luas

Maka Terjadi Adhesi Diantara Permukaan Sendi, Karena Jaringan

Fibrosa Atau Tulang Bersatu (Ankilosis). Kerusakan Kartilago Dan

Tulang Menyebabkan Tendon Dan Ligamen Jadi Lemah Dan Bisa

Menimbulkan Subluksasi Atau Dislokasi Dari Persendian. Invasi Dari

Tulang Sub Chondrial Bisa Menyebkan Osteoporosis Setempat.

Lamanya Arthritis Rhematoid Berbeda Dari Tiap Orang. Ditandai

Dengan Masa Adanya Serangan Dan Tidak Adanya Serangan.

Sementara Ada Orang Yang Sembuh Dari Serangan Pertama Dan

Selanjutnya Tidak Terserang Lagi. Yang Lain. Terutama Yang

Mempunyai Faktor Rhematoid (Seropositif Gangguan Rhematoid)

Gangguan Akan Menjadi Kronis Yang Progresif.

IV. KLASIFIKASI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS

REUMATOID

Pada tahun 1987 ARA (Amaerican Rheumatism Association)

telah mempublikasikan susunan kriteria klasifikasi Reumatoid Artritis

dalam format tradisional yang baru.

Diagnosis tidak hanya bersandar pada suatu karakteristik, tetapi

berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekolmpok tanda dan gejala.

Karakteristik diagnostik adalah sebagai berikut :

1. Kekakuan pagi hari (Sekurangnya satu jam)

2. Artritis pada tiga atau lebih sendi

Page 4: askep reumatoid artritis

3. Artriitis sendi-sendi jari-jari tangan

4. Artritis yang simetris.

5. Nodula Reumatoid

6. Faktor Reumatoid dalam serum.

7. Perubahan-perubahan radiologik (Erosi atau dekalsifikasi

tulang).

Definisi Karakteristik tersebut sebagai berikut :

1. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,

sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.

2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi

(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi

secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter.

Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memnuhi kriteria

yaitu PIP, MCP, pergelangan, siku, pergelangan kaki dan MTP

kiri dan kanan.

3. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian

tangan seperti yangtertera diatas.

4. Keterlibatan sendi yang sama. Seperti yang tertera pada kriteria

2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, atau MTP

bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris).

5. Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan

ekstensor atau daerah juksta-artikular yang diobservasi oleh

seorang dokter.

6. Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang

diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari

5 % kelompok kontrol yang diperiksa.

7. Perubahangambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis

reumatoid pada pemeriksaan sinar x tangan posteroanterior atau

pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau

dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang

Page 5: askep reumatoid artritis

berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteo artritis saja

tidak memnuhi persaratan.

V. MANIFESTASI KLINIS

Adanya beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada

penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul

sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki

gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi

ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs

distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam : dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada osteo artritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beebrapa menit dan selalu kurang dari satu

jam.

4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi

tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan

perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi

sendi metakarpotalangel, deformitas boutannlere dan leher angsa

adalah beberapa detormitas tangan yang sering dijumpai pada

penderita.

6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada

sekitar 1/3 orang dewasa. Lokasi yang paling sering dari detormitas itu

adalah bursa olekranon (Sendi siku) atau disepanjang permukaan

ekstensor dari lengan.

Page 6: askep reumatoid artritis

7. Manifestasi ekstra–artikular, artritis reumatoid juga dapat menyerang

organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru

(pleuritis), mata dan pembulu darah dapat rusak.

VI. DIAGNOSTIK TEST

Pemeriksaan laboratorium terdapat :

a. Auto antibodi

Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap

perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160 biasanya

dikaitkandengan nodula reumatoid. Penyakit yang berat, vaskulitis

dan prognosis yang buruk.

b. LED (Laju Endap Darah)

Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis

reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm / jam atau lebih tinggi).

Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk

memantau aktivitas penyakit.

c. Protein C – reaktif biasanya positif.

d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

e. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang

kronik.

f. Trombosit meningkat.

g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

Pemeriksaan sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan

pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan

osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang menjadi

formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.

Scan radio nuklida : identifikasi peradangan sinovium.

Pemeriksaan artroskopi langsung : Visualisasi dari area yang

menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada sendi.

Page 7: askep reumatoid artritis

Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan

volume yang lebih besar dari normal = buram, berkabut,

munculnya warna kuning.

Pemeriksaan Biopsi membran sinovial : menunjukkan

perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

Arthrography : akan memberikan visualisasi radiografi setelah

udara dan media kontras dimasukkan ke sendi, hal ini berguna

untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang

rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan

sinar x saja.

Myelography : Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan

jaringan chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf. Tes ini

mencakup pemeriksaan huroskopi ruangan subarachnoid

setelah dilakukan injection dan media kontra.

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dariprogram pengobatan adalah sebagai berikut :

1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.

2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari

penderita.

3. Untuk mencegah dan / atau memperbaiki detormitas yang terjadi

pada sendi.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang

untuk mencapai tujuan-tujuan ini : Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan

temoterapi, gizi dan obat-obatan.

Langkah-Langkah

1. Pendidikan yang cukuop tentang penyakit kepada penderita,

keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.

Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi,

penyebab dan prognosis ini, semua komponen program

penatalaksanaan termasuk rejimen obat yang komplek.

Page 8: askep reumatoid artritis

2. Istirahat adalah penting karena artritis reumatoid biasanya disertai

rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul

setiap hari. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila

beristirahat, hal ini berarti bahwa penderita dapat mudah terbangun

dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.

Metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus diajarkan,

misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan

analgesik.

3. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan

fungsi sendi, sendi yang sakit sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan

untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum

memulai latihan. Kompres panas sendi-sendi yang sakit dan bengkak

mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang

bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan

dirumah. latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja

kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi

atau terapi kerja.

4. Alat-alat pembantu danadaptif mungkin diperlukan untuk melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari.

5. Penderita difritis reumatoid tidak memerlukan diit khusus. Data

sejumlah cara pemberian diit dengan variasi yang bermacam-macam,

tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya . Sejumlah obat yang

dipakai untuk megobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak

enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.

Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya

adalah penting. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan

pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki.

6. Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program

penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai utnuk mengurangi

nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah

perjalanan penyakit. Cara-cara pengobatan seperti kompres panas

Page 9: askep reumatoid artritis

atau latihan fisik dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri.

Pemberian obat yang utama pada artritis reumatoid adalah dengan

obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS). Kelompok obat ini

mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi

mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase

prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah

asam lemaksistemik endogen, yaitu asam arakidonal menjadi

prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen,

Tujuan pengobatan dengan obat-obatan yang bekerjaa lambat ini

adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan

atau memperlambat kemajuan penyakit.

Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid :

1. Peradangan diredakan dengan mengambatpembentukan prostaglandin.

2. Inhibisi kemotaksis dan fagositosis lekosit dan monosit, stabilisasi

enzim-enzim lisosomal.

3. Pencegahan perubahan pada membran kapiler.

4. Penekanan imunitas ditimbulkan dengan mengurangi proses antigen

dari sel-sel refikulo endotelial atau monosit makrofag, serta perubahan

fungsi limfosit.

VIII. KOMPLIKASI

1. Sindrom sjogrens

2. Neuropati

3. Anemia, leukopenia

(Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan

Dokumentasi Keperawatan / Edisi 2. Jakarta : EGC)

Page 10: askep reumatoid artritis

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

a. Identitas

Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.

b. Keluhan Utama

Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri

tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak

sekitar sendi.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

P : Provokatif (Sebab Masalah)

Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang

disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.

Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)

Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri yang

dirasakan :

Ringan : 0 – 3

Sedang : 3 – 7

Berat : 7 – 10

Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn kesehariannya.

R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )

Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi

nyeri yang dirasakan ?

S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)

Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk

mengatasi nyeri ?

T : Time (Waktu)

Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?

(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam

jangka waktu sementara)

Page 11: askep reumatoid artritis

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi

lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan

faktor genetika / keturunan ?

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita penyakit

“AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat

penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan

makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup, dll ?

f. Pengkajian Psikososial – Spiritual

a. Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap penyakitnya ?

b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan

dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.

c. Spiritual : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut

keyakinan dan agama yang pasien anut ?

II. PEMENUHAN KEBUTUHAN

a. Pola Makan

Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah

Biasanya nafsu makan menurun

Kesulitan untuk mengunyah

Terjadi penurunan berat badan.

b. Pola Minum

Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun

dirumah.

Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.

Terjadi kekeringan pada membran mukosa

c. Eliminasi Alvi (BAB)

Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.

d. Eliminasi Urine (BAK)

Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.

Page 12: askep reumatoid artritis

e. Istirahat Tidur

Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan pasien

sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya

hidup atau pekerjaan.

f. Aktifitas

Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada klien

dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang

gerak, atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang

dapat berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.

g. Kebutuhan Kebersihan Diri

Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan mengalami

kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

pada orang lain.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)

TD :

S :

N :

Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti ini tingkat

kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6

Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama periode

eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.

PENGKAJIAN PERSISTEM

a. Sistem Integumen

Kulit nampak mengkilat,

Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)

Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke

ekstremitas).

b. Sistem Muskuloskeletal

Inspeksi :

Page 13: askep reumatoid artritis

- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina servikal, spina torakal,

lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut,

ekstermitas bawah dan panggul

- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.

Palpasi :

- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai kemerahan / bengkak.

Dengan skala nyeri :

Ringan : 0 – 3

Sedang : 3 – 7

Berat : 7 – 10

- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.

c. Sistem penglihatan

Inspeksi : Kelainan mata yang sering dijumpai pada “AR” adalah

kerato konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom

sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan oleh

pasien pada episode episkleritis yang ringan.

Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara histologis menyerupai

nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi

koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai akibat

terjadi kebutaan.

d. Sistem Pernafasan

Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri

tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi

hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.

e. Sistem Kardiovaskuler

Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada

gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula

dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang

merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup

jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi,

g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.

Page 14: askep reumatoid artritis

f. Sistem Persyarafan

Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan

miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan,

/neuropati iskemik akibat nasulilitis.

g. Sistem Pencernaan

Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang

spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus

peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti

inflamasi dari gejala “AR”.

h. Sistem Reproduksi

Tidak adanya penyakit kelamin.

i. Sistem Perkemian

Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis

rheumatoid.

2. Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi

terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan

mobilitas, perubahan penampilan tubuh.

INTERVENSI DAN RASIONAL

Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh Artritis

Rheumatoid.

Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang

Kriteria Hasil :

Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol

Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai

kemampuan.

Intervensi :

Page 15: askep reumatoid artritis

1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat

faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.

R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan

keefektifan program.

2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur

sesuai kebutuhan.

R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah

pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress

pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur menurunkan

tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.

3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau

duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.

R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan

(sampai perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi

nyeri / cedera sendi.

4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak

titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari

gerakan yang menyentak.

R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan sendi.

Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit pada

sendi.

5. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu

tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit

beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.

R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menunrunkan rasa

sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas

dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.

Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi

terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam ligkungan fisik.

Page 16: askep reumatoid artritis

Kriteria Hasil :

Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan

kontraktur.

Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan /

atau kompensasi bagian tubuh.

Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan

aktivitas.

Intervensi :

1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.

R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi

dari proses inflamasi.

2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas

untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam

hari yang tidak terganggu.

R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase

penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan

kekuatan.

3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri,

jalan.

R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.

4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset,

menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet,

penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.

R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.

5. Berikan matras busa / Pengubah tekanan

R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk

mengurangi risiko imobilitas / terjadi dekubitus.

Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan

mobilitas, perubahan penampilan tubuh.

Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.

Page 17: askep reumatoid artritis

Kriteria hasil :

Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk

menghadapi penyakit.

Adanya perubahan gaya hidup.

Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.

Intervensi :

1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit,

harapan masa depan.

R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan

konsep dan menghadapinya secara langsung.

2. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat.

Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan

gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.

R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri

dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan

terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.

3. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk

mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.

R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat

meningkatkan perasaan harga diri.

4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal

aktivitas.

R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong

kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.

V. IMPLEMENTASI

Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat

untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang telah ada.

VI. EVALUASI

1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?

Page 18: askep reumatoid artritis

2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?

3. Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah

terjadi perubahan ?

DAFTAR PUSTAKA

Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal

Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.

Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.

Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.

EGC : Jakarta.

Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.

Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan

Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.

Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga,

Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.

Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai

Penerbit FKUI : Jakarta.