ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR)
oleh :
DWI HARTOYO201121012
A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
ARTRITIS REUMATOID adalah merupakan suatu penyakit inflamasi
sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poli
artritis yang progresif, akan tetapi penyakit itu juga melibatkan seluruh
organ tubuh.
(ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga jilid I hal. 62 – 70.
RASYAH, H. M. ADNAN).
ARTRITIS REUMATOID adalah penyakit jaringan penyambung
sistemik dan kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran
sinowal dari sendi diartrol dial.
(AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada eksaserbasi
berulang, kartilago artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh
jaringan fibrosa.
(RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH,
volume 2. EGC Tahun 1994. BARBARA ENGRAM. HAL 300)
ARTRITIS REUMATOID adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas
dan tidak diketahui sebab-sebabnya (Patofisiologi, Edisi 4 Buku II
EGC. 1994. SILVIA A. PRICE, LORRING, W. WILSON. Hal. 1225).
II. ETIOLOGI
Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor
genetik, hormonal, infeksi dan head shock protein telah diketahui
berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan, telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks tustokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA – DR4 dengan AR seropositif. Karena
adanya temuan terhadap antigen tustokompatibilitas spesifik (HLA)
pada anggota keluarga.
Kecendurungan wanita untuk menderita AR dan serig dijumpai pada
wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
pada penyakit ini.
Karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan.
Infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi
sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya omset penyakit ini
terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran
inflamasi yang mencolok. Agen infeksius yang diduga merupakan
penyabab AR antara lain adalah bakteri mikoplasma atau virus.
Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran
sedang (60 sampai 90 Kda) yang dibentuk oleh sel selruuh spesiec
sebagai respon terhadap stress.
III. PATOFISIOLOGI
Inflamasi Mula-Mula Mengenai Sendi-Sendi Sinovial Seperti Edema,
Kongesti Vaskular, Eksudat Febrin Dan Infiltrasi Selular. Peradangan
Yang Berkelanjutan, Sinovial Menjadi Menebal, Terutama Pada Sendi
Artikular Kartilago Dari Sendi. Pada Persendian Ini Granulasi
Membentuk Pannus, Atau Penutup Yang Menutupi Kartilago. Pannus
Masuk Ke Tulang Sub Chondria. Jaringan Granulasi Menguat Karena
Radang Menimbulkan Gangguan Pada Nutrisi Kartilago Artikuer.
Kartilago Menjadi Nekrosis. Tingkat Erosi Dari Kartilago Menentukan
Tingkat Ketidakmampuan Sendi. Bila Kerusakan Kartilago Sangat Luas
Maka Terjadi Adhesi Diantara Permukaan Sendi, Karena Jaringan
Fibrosa Atau Tulang Bersatu (Ankilosis). Kerusakan Kartilago Dan
Tulang Menyebabkan Tendon Dan Ligamen Jadi Lemah Dan Bisa
Menimbulkan Subluksasi Atau Dislokasi Dari Persendian. Invasi Dari
Tulang Sub Chondrial Bisa Menyebkan Osteoporosis Setempat.
Lamanya Arthritis Rhematoid Berbeda Dari Tiap Orang. Ditandai
Dengan Masa Adanya Serangan Dan Tidak Adanya Serangan.
Sementara Ada Orang Yang Sembuh Dari Serangan Pertama Dan
Selanjutnya Tidak Terserang Lagi. Yang Lain. Terutama Yang
Mempunyai Faktor Rhematoid (Seropositif Gangguan Rhematoid)
Gangguan Akan Menjadi Kronis Yang Progresif.
IV. KLASIFIKASI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS
REUMATOID
Pada tahun 1987 ARA (Amaerican Rheumatism Association)
telah mempublikasikan susunan kriteria klasifikasi Reumatoid Artritis
dalam format tradisional yang baru.
Diagnosis tidak hanya bersandar pada suatu karakteristik, tetapi
berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekolmpok tanda dan gejala.
Karakteristik diagnostik adalah sebagai berikut :
1. Kekakuan pagi hari (Sekurangnya satu jam)
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi
3. Artriitis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Artritis yang simetris.
5. Nodula Reumatoid
6. Faktor Reumatoid dalam serum.
7. Perubahan-perubahan radiologik (Erosi atau dekalsifikasi
tulang).
Definisi Karakteristik tersebut sebagai berikut :
1. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,
sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi
(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi
secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter.
Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memnuhi kriteria
yaitu PIP, MCP, pergelangan, siku, pergelangan kaki dan MTP
kiri dan kanan.
3. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian
tangan seperti yangtertera diatas.
4. Keterlibatan sendi yang sama. Seperti yang tertera pada kriteria
2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, atau MTP
bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris).
5. Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta-artikular yang diobservasi oleh
seorang dokter.
6. Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari
5 % kelompok kontrol yang diperiksa.
7. Perubahangambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis
reumatoid pada pemeriksaan sinar x tangan posteroanterior atau
pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteo artritis saja
tidak memnuhi persaratan.
V. MANIFESTASI KLINIS
Adanya beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada
penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki
gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam : dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteo artritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beebrapa menit dan selalu kurang dari satu
jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi
tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi
sendi metakarpotalangel, deformitas boutannlere dan leher angsa
adalah beberapa detormitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar 1/3 orang dewasa. Lokasi yang paling sering dari detormitas itu
adalah bursa olekranon (Sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan.
7. Manifestasi ekstra–artikular, artritis reumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata dan pembulu darah dapat rusak.
VI. DIAGNOSTIK TEST
Pemeriksaan laboratorium terdapat :
a. Auto antibodi
Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap
perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160 biasanya
dikaitkandengan nodula reumatoid. Penyakit yang berat, vaskulitis
dan prognosis yang buruk.
b. LED (Laju Endap Darah)
Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis
reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm / jam atau lebih tinggi).
Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk
memantau aktivitas penyakit.
c. Protein C – reaktif biasanya positif.
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pemeriksaan sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan
pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan
osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Scan radio nuklida : identifikasi peradangan sinovium.
Pemeriksaan artroskopi langsung : Visualisasi dari area yang
menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada sendi.
Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan
volume yang lebih besar dari normal = buram, berkabut,
munculnya warna kuning.
Pemeriksaan Biopsi membran sinovial : menunjukkan
perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
Arthrography : akan memberikan visualisasi radiografi setelah
udara dan media kontras dimasukkan ke sendi, hal ini berguna
untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang
rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan
sinar x saja.
Myelography : Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan
jaringan chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf. Tes ini
mencakup pemeriksaan huroskopi ruangan subarachnoid
setelah dilakukan injection dan media kontra.
VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dariprogram pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
penderita.
3. Untuk mencegah dan / atau memperbaiki detormitas yang terjadi
pada sendi.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang
untuk mencapai tujuan-tujuan ini : Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
temoterapi, gizi dan obat-obatan.
Langkah-Langkah
1. Pendidikan yang cukuop tentang penyakit kepada penderita,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi,
penyebab dan prognosis ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk rejimen obat yang komplek.
2. Istirahat adalah penting karena artritis reumatoid biasanya disertai
rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul
setiap hari. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila
beristirahat, hal ini berarti bahwa penderita dapat mudah terbangun
dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
Metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus diajarkan,
misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan
analgesik.
3. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi sendi, sendi yang sakit sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan
untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
memulai latihan. Kompres panas sendi-sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang
bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan
dirumah. latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja
kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi
atau terapi kerja.
4. Alat-alat pembantu danadaptif mungkin diperlukan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
5. Penderita difritis reumatoid tidak memerlukan diit khusus. Data
sejumlah cara pemberian diit dengan variasi yang bermacam-macam,
tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya . Sejumlah obat yang
dipakai untuk megobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak
enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.
Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya
adalah penting. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan
pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki.
6. Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai utnuk mengurangi
nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah
perjalanan penyakit. Cara-cara pengobatan seperti kompres panas
atau latihan fisik dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri.
Pemberian obat yang utama pada artritis reumatoid adalah dengan
obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS). Kelompok obat ini
mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi
mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase
prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah
asam lemaksistemik endogen, yaitu asam arakidonal menjadi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen,
Tujuan pengobatan dengan obat-obatan yang bekerjaa lambat ini
adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan
atau memperlambat kemajuan penyakit.
Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid :
1. Peradangan diredakan dengan mengambatpembentukan prostaglandin.
2. Inhibisi kemotaksis dan fagositosis lekosit dan monosit, stabilisasi
enzim-enzim lisosomal.
3. Pencegahan perubahan pada membran kapiler.
4. Penekanan imunitas ditimbulkan dengan mengurangi proses antigen
dari sel-sel refikulo endotelial atau monosit makrofag, serta perubahan
fungsi limfosit.
VIII. KOMPLIKASI
1. Sindrom sjogrens
2. Neuropati
3. Anemia, leukopenia
(Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan
Dokumentasi Keperawatan / Edisi 2. Jakarta : EGC)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri
tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak
sekitar sendi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang
disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri yang
dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn kesehariannya.
R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi
nyeri yang dirasakan ?
S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasi nyeri ?
T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam
jangka waktu sementara)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi
lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan
faktor genetika / keturunan ?
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita penyakit
“AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat
penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan
makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup, dll ?
f. Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap penyakitnya ?
b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan
dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.
c. Spiritual : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut
keyakinan dan agama yang pasien anut ?
II. PEMENUHAN KEBUTUHAN
a. Pola Makan
Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah
Biasanya nafsu makan menurun
Kesulitan untuk mengunyah
Terjadi penurunan berat badan.
b. Pola Minum
Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun
dirumah.
Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.
Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c. Eliminasi Alvi (BAB)
Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.
d. Eliminasi Urine (BAK)
Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e. Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan pasien
sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya
hidup atau pekerjaan.
f. Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada klien
dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang
gerak, atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang
dapat berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.
g. Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan mengalami
kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
pada orang lain.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S :
N :
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti ini tingkat
kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama periode
eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.
PENGKAJIAN PERSISTEM
a. Sistem Integumen
Kulit nampak mengkilat,
Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke
ekstremitas).
b. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina servikal, spina torakal,
lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut,
ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai kemerahan / bengkak.
Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c. Sistem penglihatan
Inspeksi : Kelainan mata yang sering dijumpai pada “AR” adalah
kerato konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom
sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan oleh
pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara histologis menyerupai
nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi
koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai akibat
terjadi kebutaan.
d. Sistem Pernafasan
Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri
tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi
hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada
gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula
dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang
merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup
jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi,
g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f. Sistem Persyarafan
Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan
miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan,
/neuropati iskemik akibat nasulilitis.
g. Sistem Pencernaan
Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang
spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus
peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti
inflamasi dari gejala “AR”.
h. Sistem Reproduksi
Tidak adanya penyakit kelamin.
i. Sistem Perkemian
Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis
rheumatoid.
2. Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi
terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan
mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh Artritis
Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang
Kriteria Hasil :
Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol
Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat
faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program.
2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress
pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur menurunkan
tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan
(sampai perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi
nyeri / cedera sendi.
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak
titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari
gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit pada
sendi.
5. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menunrunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.
Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi
terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam ligkungan fisik.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan
kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan /
atau kompensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
Intervensi :
1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi
dari proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas
untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam
hari yang tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan
kekuatan.
3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri,
jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset,
menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet,
penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
5. Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk
mengurangi risiko imobilitas / terjadi dekubitus.
Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan
mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit.
Adanya perubahan gaya hidup.
Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan
konsep dan menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat.
Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan
gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri
dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan
terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri.
4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong
kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.
V. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat
untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang telah ada.
VI. EVALUASI
1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?
2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?
3. Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah
terjadi perubahan ?
DAFTAR PUSTAKA
Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.
Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.
Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.
EGC : Jakarta.
Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.
Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan
Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga,
Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta.