Referat Radiologi Tb Parulama Aktif Dengan Hipertensi Pulmonal

53
Referat: TB Paru Lama Aktif dengan Hipertensi Pulmonal 2015 REFERAT TUBERKULOSIS PARU LAMA AKTIF DENGAN HIPERTENSI PULMONAL Disusun oleh: Merisa Noviliany Rachmad 07120100023 Pembimbing: Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp. Rad(K) dr. Jeanne Leman, Sp.Rad Dr. dr. Rusli Muljadi, Sp.Rad(K) dr. Mira Yuniarti, Sp. Rad KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI 1

description

Referat Radiologi Tb Parulama Aktif Dengan Hipertensi PulmonalReferat Radiologi Tb Parulama Aktif Dengan Hipertensi PulmonalReferat Radiologi Tb Parulama Aktif Dengan Hipertensi Pulmonal

Transcript of Referat Radiologi Tb Parulama Aktif Dengan Hipertensi Pulmonal

Referat: TB Paru Lama Aktif dengan Hipertensi Pulmonal

Referat: TB Paru Lama Aktif dengan Hipertensi Pulmonal2015

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU LAMA AKTIF DENGAN HIPERTENSI PULMONAL

Disusun oleh:Merisa Noviliany Rachmad07120100023

Pembimbing:Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp. Rad(K)dr. Jeanne Leman, Sp.RadDr. dr. Rusli Muljadi, Sp.Rad(K)dr. Mira Yuniarti, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGISILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGERUMAH SAKIT UMUM SILOAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPANPERIODE 23 FEBRUARI 14 MARET 2015BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Pada tahun akhir 1940an, ditemukan obat antituberkulosis yang disebarluaskan untuk mengeradikasi penyakit infeksi kronis Tuberkulosis (TB) paru. Namun, tertanya jumlah kasus yang ada terus meningkat sekitar 2,4% kasus per tahun. TB paru merupakan penyakit infeksi kronis yang memang sudah lama sekali dikenal oleh masyarakat luas. Patogen yang berperan dalam penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis (M.TB), berbentuk batang, bersifat aerob, tahan asam, dan berwarna merah pada pewarnaan Ziehl-Neelsen.TB paru merupakan penyakit yang sangat sulit untuk diberantas terutama di negara-negara yang masih dalam tahap berkembang seperti di Indonesia. Permasalahan TB paru di Indonesia masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan Indonesia sendiri merupakan negara ketiga yang memiliki permasalahan dengan TB paru setelah India dan Bangladesh.1 Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit paru terutama TB paru lama, salah satunya adalah hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal yang terjadi akibat penyakit paru kronik disebut juga hipertensi pulmonal dengan penyakit paru. Salah satu manifestasi klinis yang khas dari hipertensi pulmonal adalah adanya dyspnea on effort, dan pada gambaran radiologis akan didapatkan adanya perbeseran pada cabang utama Arteri Pulmonal dan perbesaran ventrikel kanan. Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai gambaran radiologi pasien TB paru dengan komplikasi hipertensi pulmonal.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISITuberkulosis paru adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB paru ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui droplets orang yang sedang terinfeksi kuman TB paru. Pada orang sehat, infeksi dari Mycobacterium tuberculosis biasanya tidak menimbulkan gejala karena orang tersebut memiliki sistem imun yang baik untuk berperan sebagai penghalang bakteria. TB paru sendiri biasanya dapat sembuh dengan mengkonsumsi obat anti TB selama 6 bulan, tetapi pada kasus-kasus tertentu TB paru ini dapat muncul kembali yang biasanya disebabkan oleh berbagai faktor seperti adanya eksposur berulang dengan penderita TB paru lain yang tidak terobati, atau adanya putus obat, atau adanya resistensi terhadap obat anti TB paru. 1,3

EPIDEMIOLOGITB merupakan peyakit yang telah ditetapkan sebagai penyakit Global Emergency sejak tahun 1992 oleh World Health Organization. Data statistik global mengatakan masih terdapat sekitar 8.6 juta kasus baru TB pada tahun 2012 dengan estimasi kematian 1.3 juta orang meninggal akibat TB.Prevalensi kejadian TB yang ada di Asia Tenggara yaitu 4.800.000 jiwa dengan angka kematian sebanyak 450.000 jiwa. Setiaptahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB paru dansekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB paru. Menurut data WHO tahun 2010, Indonesia masih menempati urutan ke 4 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India , Cina, dan Afrika Selatan. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah kematian TB di Indonesia sebanyak 25 orang dari 100.000 populasi dengan kasus TB paru lama aktif sebesar 6.406 jiwa dengan perbandingan pria dan wanita yaitu 1 : 4. 4

FAKTOR RESIKO5- Tinggal bersama orang yang menderita TB- Kepadatan tempat tinggal berhubungan erat dengan penularan TB- Merokok- Populasi dengan pekerjaan yang tinggi resiko termasuk tenaga keperawatan, asrama, penjara, dan panti jompo. - infeksi HIV, terapi Immunosupresif, penderita diabetes- Berat badan rendah

KLASIFIKASI2

1.Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a.Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

-Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

-Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

-Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b.Tuberkulosis paru BTA (-)

-Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

-Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakanM. tuberculosis

2.Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a.Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b.Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:

-Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)

-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis

c.Kasusdefaultedataudrop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan>1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d.Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

e.Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f.Kasus Bekas TB:

-Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

-Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

TRANSMISI1,3

ANATOMI THORAX1

Bronkus dan Pembuluh darah: Merupakan penanda normal paruSecara visual, setiap garis putih yang dijumpai pada foto thorax adalah pembuluh darah. Pembuluh darah ditandai dengan adanya percabangan dan berjalan teratur melalui sentral hilus menuju batas perifer paru. Hilar terdiri dari bronkus mayor, vena pulmonalis, dan arteri pulmonalis. Pada foto konvensional tidak dapat dibedakan antar ateri pulmonalis dengan vena pulmonalis. Hilar tidak simetris tetapi memiliki struktur dasar yang sama setiap sisinya. Meskipun kelenjar getah bening hilar tidak tampak dalam x-ray thorax normal, tetapi hal ini penting dalam interpretasi klinis. Seringnya pembesaran dari hilar diakibatkan oleh pembesaran kelenjar getah bening.Bronkus hampir tidak terlihat pada foto polos thorax karena secara normal gambarannya sangat tipis, mengandung udara, dan dikelilingi oleh udara. Pleura Pleura terdiri atas 2 lapisan yaitu bagian luar disebut parietal dan bagian dalam disebut visceral yang dibatasi oleh cairan diantaranya. Pleura viseral berada melekat dengan paru dan membentuk lekukan mayor dan minor. Baik viseral maupun parietal normalnya tidak terlihat dan hanya setebal garisan pensil yang tajam. Apabila terdapat penebalan, biasanya dapat dilihat dari sinus kostofrenikus yang tumpul dan terselubung.

PATOFISIOLOGISeseorang menghirup udara yang terinfeksi, kuman TB yang berukuran 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman M.tuberculosis untuk mendapatkan diagnosis pasti yaitudengan metode konvensional dengan cara : -Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh -Agar base media : Middle brook

d. Pemeriksaan RadiologiDi negara berkembang, pemeriksaan radiologi biasanya digunakan sebagai studi diagnostik pertama yang dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan foto thorax XRAY TB paru hampir selalu ditemukan adanya kelainan, hanya sekitar 11% dari foto thorax normal dengan kultur sputum positif, sisanya memiliki gambaran kelainan yang bermakna. Dikatakan pula pada pemeriksaan radiografi thorax didapatkan hasil false negative hanya 1% dari penderita immunocompeten. 9, 10 dan meningkat 7% -15% pada penderita immunocomprimised.11 Pada pemeriksaan standar foto radiologi yang diambil adalah foto XRAY thorax PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto XRAY lateral, top-lordotik, oblik, dan CT-Scan. Pada pemeriksaan foto thorax, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).Berdasarkan lesinya, gambaran radiografi dibagi menjadi dua yaitu:1. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :2 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).2. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: Kalsifikasi Fibrotik

Berdasarkan tipe infeksinya, gambaran radiografi dibagi menjadi lima yaitu:1. Tuberkulosis paru primerFokus awal dari infeksi dapat terlokasi di bagian mana saja di paru dan tidak memiliki karakteristik yang spesifik dari yang paling kecil sampai ke beberapa area terkonsolidasi bahkan sampai konsolidasi lobar. Bukti dari infeksi parenkimal akibat TB paru terlihat pada 70% anak dan 90% dewasa dengan TB paru.12 Kavitas jarang ditemukan pada TB paru primer, hanya terdapat 10-30% dari kasus TB yang ada.13 Hampir pada keseluruhan kasus infeksi menjadi terlokalisasi dan terbentuk jaringan granuloma perkejuan (tuberkuloma) yang biasanya terkalsifikasi dan disebut sebagai lesi Ghon.12, 13

Figure 1. Granuloma yang terkalsifikasiFigure 2. Spesimen patologi dengan tuberkuloma yang besar

(Lesi Ghon)

Pada TB paru primer, proses infiltrat biasanya dapat dilihat dari lobus tengah atau bawah yang biasanya bersamaan dengan adanya ipsilateral hilar adenopati. Lokasi yang paling umum adalah di paratrakeal dan bagian hillar. Gambaran ini lebih sering ditemukan pada kasus pediatrik sekitar 90% dari kasus pediatrik TB primer paru dan semakin bertambahnya usia maka prevalensinya akan semakin berkurang. 1

Figure 1. Foto PA thorax, adenopati hilar kanan dari TB paru

Figure 2 Limfadenopati pada CT SCAN

Efusi pleura lebih sering ditemukan pada penderita TB paru dewasa sekitar 30-40% dari kasus TB paru dewasa, dengan 5-10% terlihat pada kasus TB paru pediatrik. (Miller)Figure 3 efusi pleura

Pada penderita dengan respon sistem imun yang baik, paru dan kelenjar getah bening akan kembali normal, hanya sekitar 35% dari kasus TB paru primer terdapat kalsifikasi.13 Ketika kelenjar getah bening yang terkalsifikasi dan lesi Ghon menyatu maka ini disebut sebagai kompleks Ranke.

Figure 4. Kompleks Ranke

2. Tuberkulosis paru pos-primerTB paru por-primer disebut juga sebagai reaktivasi dari TB atau TB sekunder yang terjadi satu tahun setelah TB paru primer, biasanya terjadi akibat adanya penurunan daya tahan tubuh. Pada sebagian besar kasus, TB paru pos-primer akan terbentuk pada bagian lobus atas segmen posterior atau bagian lobus bawah segmen superior paru. Gambaran yang terjadi pada TB paru pos-primer adalah konsolidasi bayangan bercak berawan atau garis linear atau nodular opak dengan batas tidak tegas.12,13

Infeksi TB paru pos-primer lebih sering ditemui adanya gambaran kavitas sekitar 20-45% kasus dibandingkan dengan TB paru primer. Pada sebagian besar kasus, sekitar 85%, kavitas akan terbentuk pada bagian lobus atas segmen posterior paru.12,14 Pembentukan dari air-fluid level membuat adanya komunikasi dengan saluran napas, sehingga memungkinkan terjadinya penularan. Endobronkial sepanjang saluran napas menghasilkan well-defined nodul yang berukuran 2-4mm atau lesi bercabang (tree-in-bud appearance) pada gambaran CT scan.12,15

Figure 5. Tree in bud changes

Pelebaran hillar hanya terlihat pada sepertiga kasus12 Konsolidasi lobar, pembentukan tuberkuloma, dan TB miliar juga dapat merupakan gambaran dari TB paru pos-primer tapi lebih jarang ditemukan. Tuberkuloma terhitung hanya 5% dari kasus TB paru pos-primer dan muncul dengan massa bulat well-defined yang biasanya berlokasi di lobus atas paru. Biasanya hanya terdapat satu pada 80% kasus dengan diameter 4cm. Lesi satelit kecil terlihat hampir pada setiap kasus TB paru pos-primer, dengan 20-30% kasus dengan kavitas superimpos.Tuberkulosis paru lama aktif (adanya reaktifasi dari endogenus) biasanya melibatkan lobus atas dari satu atau kedua paru. Lokasi yang paling sering adalah bagian apikal dan segmen posterior dari lobus paru kanan atas dan segmen apikal posterior dari lobus kiri atas, atau disebut sebagai homogenous consolidation. Gambaran ini terdapat pada 31-81% kasus TB dewasa.

Figure 6. Foto PA thorax, lesi tipikal kavitas lobus paru atas dari reaktifasi endogenus TB

3. Tuberkulosis paru miliarPenyembuhan dari lesi TB biasanya menghasilkan pembentukan skar jaringan fibrotik dengan penyusutan dari parenkim paru dan terkadang terdapat kalsifikasi. Disaat terjadi progresi dari penyakit, bagian yang terinfeksi dapat tersebar melalui jalan napas (contohnya penyebaran bronkogenik) menuju ke bagian bawah dari paru yang terinfeksi atau bagian paru lainnya. Erosi dari fokus parenkim TB menuju ke pembuluh darah atau kelenjar getah bening yang dapat mengakibatkan penyebaran dari kuman dan menimbulkan adanya gambaran miliar pada thorax. TB miliar jarang terjadi tetapi apabila sudah ada maka menandakan prognosis yang buruk. Ini menandakan adanya penyebaran secara hematogen dari adanya infeksi TB yang tidak terkontrol. Ini dapat terlihat pada TB paru primer ataupun TB paru pos-primer.Pengumpulan miliar ini terlihat sebagai nodul dengna diamter 1-3mm, dengan diameter yang hampir sama dan tersebar merata. Jika diberikan pengobatan dan berhasil maka tidak akan tertinggal kelainan pada gambaran paru.

Figure 7. Foto PA thorax dan CT scan, infiltrasi fokal di lobus atas kanan dan lesi miliar tersebar pada kedua lapang paruAktivitas proses TB dapat ditentukan dari perjalanan penyakit seiring dengan berjalannya waktu. Adanya sebuah kavitas dapat saja berasal dari infeksi berulang dari infeksi TB paru lama, disamping itu, adanya lesi fibrotik yang menunjukkan adanya proses aktif . Sebaliknya, tidak semua radiografi memburuk dengan adanya proses TB yang berasal dari reaktivasi penyakit TB lama, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya perburukan yang harus diwaspadai. Adanya infeksi dari organisme lain yang bersamaan ataupun perdarahan akibat bronkiektasis atau dari sisa kavitas dapat mengakibat inflitrat baru muncul.

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak dapat menentukan diagnosis definitif dari TB paru hanya dari radiografi saja, karena kesamaan radiografi dengan beberapa penyakit lain dank arena ketidakpastian dari penilaian aktivitas penyakit serta penentuan progress dari perubahan radiografi, evaluasi mikrobiologi secara teliti selalu menjadi indikasi.

Di samping untuk membuat diagnosis, foto XRAY thorax juga dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan, luas lesi yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif): Lesi minimal,bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih darisela iga 2 depan (volume paru yang terletak di ataschondrostemal junctiondari iga keduadepan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5),serta tidak dijumpai kaviti Lesi luas bila proses lebih luas dari lesi minimal

e. Pemeriksaan Penunjang Lain1. Analisis Cairan PleuraPemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.2. Pemeriksaan Histopatologi JaringanPemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.3. Pemeriksaan DarahHasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik4. Uji TuberkulinUji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dariuji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Figure 8. Skema alur diagnosis TB pada orang dewasa

PENATALAKSANAAN1,16Tujuan penatalaksanaan: 1. Untuk menyembuhkan dan mengembalikan kualitas hidup2. Untuk mencegah kematian dari TB aktif atau TB dengan efek yang terlambat3. Untuk mencegah TB kambuh4. Untuk mengurangi transmisi penderita TB ke orang lain5. Untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menggolongkan pengobatan* TB menjadi 2 fase: Fase Intensif = 2-3 bulan Fase Lanjutan = 4 atau 7 bulan*Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. 1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)Obat lini pertama: INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, dan EtambutolObat lini kedua: Kanamisin, Amikasin, dan Kuinolon Obat lain yang masih dalam penelitian : makrolid dan amoksilin + asam klavulanatKemasan : -Obat tunggal = Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.-Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Figure 9. Jenis dan dosis obat TB

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

2. Panduan Obat Anti TBa. Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:#TB paru(kasus baru); BTA positif; atau pada foto toraks: lesi luas.Paduan obat yang dianjurkan :2 RHZE / 4 RH atau : 2 RHZE/ 6 HE atau: 2 RHZE / 4 R3H3Paduan ini dianjurkan untuk-TB paru BTA (+), kasus baru-TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)b. Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi#TB Paru (kasus baru); BTA negative; pada foto toraks: lesi minimalPaduan obat yang dianjurkan :2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3#TB paru kasus kambuhSebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.#TB Paru kasus gagal pengobatanSebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.-Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil optimal-Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

#TB Paru kasus putus berobatPasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a.Berobat>4 bulan 1)BTA saat ini negatifKlinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. 2)BTA saat ini positifPengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama b.Berobat < 4bulan 1)Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama 2)Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskanJika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.#TB Paru kasus kronik-Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil ujiresistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal18 bulan.-Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup-Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan-Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

3. Efek Samping OAT

4. Pengobatan Suportif / SimptomatikPada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.a..Pasien rawat jalan-Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)-Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

-Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.b.Pasien rawat inapIndikasi rawat inap :TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :-Batuk darahmasif-Keadaan umum buruk-Pneumotoraks-Empiema-Efusi pleura masif / bilateral-Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)TB di luar paru yang mengancam jiwa :-TB paru milier-Meningitis TBPengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawa.5. Terapi Pembedahan lndikasi operasiIndikasi mutlaka. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positifb.Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatifc.Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif

lndikasi relatifa. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulangb. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhanc. Sisa kaviti yang menetap.Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)BronkoskopiPunksi pleuraPemasangan WSD (Water Sealed Drainage)6. Evaluasi PengobatanEvaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.Evaluasi klinik-Pasien dievaluasi setiap 2minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan-Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit-Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahakPemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik - Sebelum pengobatan dimulai - Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) - Pada akhir pengobatanBila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensiEvaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:-Sebelum pengobatan-Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapatdilakukan 1 bulan pengobatan)-Pada akhir pengobatanEvaluasi efek samping secara klinik.Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap .Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untukdata dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan .Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid .Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol* .Pasien yang mendapat streptomisin diperiksa uji keseimbangan dan audiometri* .Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awaltersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efeksamping obat sesuai pedoman.(* = bila ada keluhan)Evalusi keteraturan berobat-Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.-Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Kriteria Sembuh-BTAmikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensifdanakhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat-Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan-Bila ada fasiliti biakan, makakriteria ditambah biakan negatifEvaluasi pasien yang telah sembuhPasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

KOMPLIKASIPada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : hemoptisis, efusi pleura, bronkiektasis, dan hipertensi pulmonal yang dapat menyebabkan cor pulmonale. Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai komplikasi lanjut dari TB paru lama aktif yaitu hipertensi pulmonal. Hipertensi PulmonalDefinisiHipertensi pulmonal adalah penyakit arteri kecil padaparu yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah paru yang mengakibatkan terjadinya gagal jantung ventrikel kanan17 Hipertensipulmonalakibatkomplikasikronisparu(sekunder)didefinisikan sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonal (TAP)istirahat, yakni >20 mmHg.KlasifikasiHipertensi pulmonal dibagi menjadi 5 klasifikasi yaitu hipertensi arteri pulmonal, hipetensi pulmonal dengna penyakot jantung kiri, hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atau hipoksia, hipertensi pulmonal oleh karena penyakit emboli, dan miscellaneous. Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh TB paru merupakan kliasifikasi dari hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atau hipoksia. Hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atau hipoksia - Penyakit paru obstruksi kronik- Penyakit jaringan paru - Gangguan nafas saat tidur - Kelainan hipoventilasi alveolar - Tinggal lama ditempatt yang tinggi - Perkembangan abnormal

Klasifikasi status fungsional WHO penderita hipertensi pulmonal

Patofisiologi dan Gejala KlinisTerdapat tiga faktor yang telah diketahui mekanisme terjadinya hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vascular. Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah pulmonal dan thrombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat adanya dua faktor yakni ganggian produksi zat-zat vasoaktif seperti nitric oxide dan protacycli, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator vasokonstriktor seperti endothelin-I. Dengan diketahuinya mekanisme tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin antagonis reseptor endothelin-I, dan inhibitor phosphodiesterase 5.

Secara garis besar pathogenesis dari hipertensi pulmonal dapat digambarkan sebagai berikut :1.Hipoventilasialveoli2.Menyempitnya areaaliran darahdalamparu (vascular bed)3.Terjadinyapintas(shunt) dalam paru4.Peningkatantekananarteripulmonal5.Kelainanjantungkanan6.Kelainan karena hipoksemia relatif pada miokardium7.GagaljantungkananBerdasarkan perjalanan penyakitnya, dibagi menjadi 5 fase yaitu:Fase 1: Belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit TB paru. Pada anamnesa pasien khususnya yang berusia lanjut (50 tahun) didapatkan kebiasaan merokok)Fase 2: Mulai ditemukannya tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejala yang timbul antara lain adalah batuk berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas, mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum tampak. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.Fase 3: Nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik Nampak sianotik disertai sesak, dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.Fase 4: Ditandai dengan hiperkapnea, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

Fase 5: Nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik Nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegaly, edema tungkai, dan terkadang juga didapatkan asites.Gambaran RadiologiXRAY90% pasien memiliki gambaran yang abnormal pada foto thorax polos walaupun kesensitifan dan kespesifikannya rendah.

Interpretasi gambaran foto polos thorax: Peningkatan apex kardiak akibat hipertrofi ventrikel kanan Pembesaran atrium kanan Pendarahan dari pulmonalis yang prominen Pembesaran arteri pulmonalis

CT SCAN

High Resolution Computed Tomography(HRCT) tentu saja sangat diperlukan dalam menilai parenkim paru-paru dan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab lain seperti PPOK, interstitial lung disease.

Pembesaran pulmonary:Diameter >29mm dapat menjadi cutoff 13,18,19 walaupun beberapa studi lain menyarankan20: 31.6 untuk pasien tanpa interstitial lung disease (spesifisitas 93%) Pembesaran pulmonar adalah indicator yang buruk untuk pasien hipertensi pulmonary dengan interstitial lung disease (spesifisitas 40%) Diameter