referat mata (2).docx

46
DESCEMATOKEL I. PENDAHULUAN Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. (1) Membran descement merupakan bagian dari lapisan kornea yang keempat setelah lapisan stroma kornea. Lapisan ini berasal dari endothelium, dan tipis pada saat bayi, kemudian berkembang sesuai perkembangan 8

Transcript of referat mata (2).docx

Page 1: referat mata (2).docx

DESCEMATOKEL

I. PENDAHULUAN

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel

dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel

dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih

berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-

sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat

film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah

faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk

mempertahankan keadaan dehidrasi.(1)

Membran descement merupakan bagian dari lapisan kornea yang keempat

setelah lapisan stroma kornea. Lapisan ini berasal dari endothelium, dan tipis

pada saat bayi, kemudian berkembang sesuai perkembangan usia. Bersifat sangat

elastik dan berkembang terus seumur hidup. Membran descement terdiri dari

kolagen dan glikoprotein. Tidak seperti membran Bowman, membran descement

dapat bergenerasi.(1)

Descematokel merupakan salah satu komplikasi dari ulkus kornea. Bila

ulkus kornea yang terjadi meluas hingga menembus ke membran descement maka

membran descement akan keluar sehingga terlihat sebagai suatu descematokel.

Descematokel yang terbentuk dapat mempertahankan integritas bolamata dalam

waktu lama. Ulkus kornea yang menyebabkan terbentuknya suatu descematokel

dapat menimbulkan gangguan penglihatan, dan menjadi salah satu penyebab

kebutaan bagi penderita.(1)

8

Page 2: referat mata (2).docx

Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat

meninggalkan sekuel pada penglihatan. Descematokel dan perforasi merupakan

kasus darurat mata yang membutuhkan penanganan segera. Penatalaksanaan yang

harus diutamakan adalah pencegahan terhadap terjadinya perforasi kornea, karena

sekali terjadinya perforasi, seringkali gangguan penglihatan terjadi.(2)

Terminologi ulkus kornea, descematokel, dan perforasi sering kali di salah

artikan. Ulkus kornea adalah adanya defek pada lapisan epithelial dengan

kehilangan stroma, seringkali disertai peradangan bahkan nekrosis. Descematokel

adalah sebuah lesi dimana terjadi destruksi dari epitelium dan stroma dengan

hanya menyisakan membran descement dan endothelium. Karena sifat alaminya

yang sangat elastis dan adanya tekanan intraocular, membrane Descement akan

menonjol ke arah anterior, membentuk menyerupai kubah, bermembran

transparan, yang mudah dikenali melalui pemeriksaan slit lamp. Pada stadium ini,

kornea menjadi sangat rentan untuk perforasi. Istilah impending perforata

memang kurang spesifik, namun seringkali digunakan pada berbagai ulserasi

dengan penipisan lapisan stroma yang parah dan secara klinis dapat menjadi

perforasi. Perforasi adalah kondisi dimana terdapat defek pada seluruh lapisan

kornea dan adanya hubungan antara anterior chamber dan permukaan bola mata.

Descematokel dengan keluarnya humour aquos secara teknis disebut perforasi,

tetapi lebih sering disebut dengan pecahnya descematokel. Jadi, berdasarkan

terminology tersebut, adanya jaringan non-epitelial, penipisan kornea yang parah,

harusnya mendapatkan penanganan darurat yang membutuhkan intervensi khusus.(2),(3)

Gambar 1. Descematocele berukuran kecil

dengan ulkus ulkus kornea besar

(Diambil dari Kepustakaan 2)

9

Page 3: referat mata (2).docx

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,

lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea

dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 mikrometer di pusatnya, diameter

horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari sumber yang lain

menyebutkan nilai rata-rata kornea orang dewasa adalah 11,5 mm (10-13 mm).

Kornea ukuran kecil congenital (mikro kornea memiliki diameter kurangdari 10,0

mm) atau kornea besar congenital (megalokornea memiliki diameter dari 13

hingga 15 mm), kedua kejadian ini merupakan keadaan abnormal yang selalu

ditemukan.(4)

Kornea adalah struktur vital pada mata yang bersifat sangat sensitif. Kornea

menerima suplai sensoris dari nervus trigeminal optalmikus. Rangsang taktil

menyebabkan reflex mata tertutup. Jika terdapat injuri atau cedera kornea (erosi,

penetrasi benda asing, atau keratokunjungtivitis ultraviolet) yang mencederai

bagian akhir nervus sensoris akan menyebabkan nyeri berkelanjutan dengan reflex

keluarnya air mata dan penutupan mata yang involunter.(4)

Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang

berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,

membran Descement, dan lapisan endotel.(1)

Gambar 2. Anatomi Bola Mata

(Diambil dari Kepustakaan 3)

10

Page 4: referat mata (2).docx

Gambar 3. Lapisan – lapisan kornea

(Diambil dari Kepustakaan 3)

Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu:(3)

1. Epitel

Merupakan tipe sel skuamosa bertingkat yang berlanjut dengan

epithelium pada konjungtiva bulbar di limbus. Bagian ini terdiri dari 5-6

lapisan sel. Pada lapisan bagian terdalam (basal) membentuk sel kolumner,

kemudian 2-3 lapisan sel sayap atau sel payung dan 2 lapisan superfisial

merupakan sel datar.

2. Membran Bowman

Lapisan ini terdiri dari bagian aseluler yang memadatkan fibril

kolagen. Ketebalannya mencapai 12 mikrometer dan berikatan pada stroma

kornea anterior dengan membrane basal epithelium. Lapisan ini bukan

membrane elastis tapi secara singkat merupakan bagian superfisial stroma.

Bagian ini sangat resisten untuk menjadi infeksi. Tapi jika bagian ini rusak

maka tidak dapat bergenerasi kembali.

3. Stroma

Lapisan ini mempunyai ketebalan 0,5 mm dan merupakan bagian

penting kornea (90% dari total ketebalan) terdiri dari fibril kolagen (lamella)

dalam matrix hidrasi pada proteoglikan. Lamellae disusun oleh banyak

lapisan, lapisan ini tidak hanya parallel diantara lapisan yang lain tapi juga

11

Page 5: referat mata (2).docx

berlanjut dengan lamellae sclera pada limbus. Diantara lapisan lamellae

terdapat keratosit, magrofag, histiosit dan sedikit leukosit.

4. Membran Descement

Lapisan homogen kuat yang berikatan dengan stroma posterior.

Membrane ini resisten terhadap bahan kimia, trauma, dan proses patologik.

Bagaimanapun “descemetocele” dapat mempertahankan integritas bolamata

dalam waktu lama. Membran descement terdiri dari kolagen dan

glikoprotein. Tidak seperti membrane bowman, membrane descement dapat

bergenerasi.

5. Endotel

Terdiri dari lapisan selapis pada bagian datar sel polygonal (atau

hexagonal). Kepadatan sel endothelium sekitar 3000 sel/mm2 pada dewasa

muda, yang menurun seiring bertambahnya usia. Bagian ini sangat

fungsional sebagai cadangan untuk endothelium. Oleh karena itu,

dekompensasi kornea terjadi hanya setelah lebih dari 75% sel telah hilang.

Sel endothelial berisi mekanisme “pompa aktif”.

Lima lapisan kornea memiliki sedikit sel dan tidak terstruktur serta

avaskular. Seperti lensa, skelera, dan badan vitreus, kornea adalah struktur

jaringan lunak braditropik. Sumber nutrisi kornea melalui metabolism nutrisi

(asam amino dan glukosa) dari 3 sumber: Difusi dari tepi kapiler kornea, difusi

dari humor aquos, dan difusi dari tear film.(4)

III. EPIDEMIOLOGI

Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 orang per tahun yang pada umumnya

diawali dengan keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada penderita yang

menggunakan lensa kontak sekitar 2-4 kejadian per 10.000 pengguna lensa

kontak.(5)

Penelitian di Inggris melaporkan beberapa faktor yang berkaitan dengan

meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea; penggunaan lensa kontak

yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli). Dari penelitian

12

Page 6: referat mata (2).docx

juga didapatkan insidens terjadinya ulkus kornea meningkat hingga 8 kali pada

mereka yang tidur sambil memakai lensa kontak berbanding dengan mereka yang

memakai lensa kontak ketika jaga.(5)

Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi

penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok

pertama yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang memakai lensa

kontak dan atau dengan trauma okuler, dan kelompok kedua yang berusia di atas

50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operesi.(5)

IV. ETIOLOGI

Descematokel merupakan keadaan dimana terjadi perpindahan ke arah luar

atau ektansia membran descement dimana stroma kornea yang berada di atasnya

telah rusak akibat inflamasi. Descematokel merupakan komplikasi ulkus yang

disebabkan oleh agen yang menembus kornea dengan cepat menuju membran

descement yang dapat menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat

tekanan intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang

disebut dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang mengancam

dan sering kali menimbulkan nyeri hebat.(3),(5),(6)

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya

inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry

eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan

penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik. Penyebab tersering

terjadinya perforasi kornea adalah infeksi, baik infeksi bakteri, jamur, atau virus

yang ditemukan 24 – 55 % dari semua kejadian perforasi dan infeksi bakteri

adalah yang tersering. Penyebab utamanya antara lain, infeksi (bakteri, jamur,

virus seperti herpes simplex dan herpes zoster), inflamasi (penyakit vaskular-

kolagen, rosacea, penyakit atopik, Wepener’s granulomatosa, ulkus Mooren), dan

trauma (zat kimia, panas, dan penetrasi). Disamping itu, penyebab lainnya seperti

akibat paparan matahari dan keratopati neuropati, xerosis (idiopatik, Shogren’s

syndrome, SSJ, defisiensi vitamin A), degenerasi kornea (keratokonus,

keratoglobus), dan pembedahan (ekstraksi katarak, LASIK, eksisi pterygium

13

Page 7: referat mata (2).docx

dengan mitomycin-C, operasi glaukoma) juga dapat menyebabkan ulkus dan

perforasi. Semua faktor predisposisi tersebut dapat merusak jaringan epitelium

kornea, dan sekali lapisan tersebut rusak dengan mudahnya pathogen masuk ke

stroma dan inflamasi akan terjadi sebagai respon tubuh. Kerusakan terjadi akibat

kombinasi dari invasi mikroba secara langsung ditambah dengan reaksi

kemotaksis dari leukosit yang menyebabkan dilepaskannya kolagen sehingga

timbulnya ulkus kornea. Keratitis virus, yang dikenal sebagai herpes simpleks

(HSV) dan herpes zoster (HZV), dapat menyebabkan perforasi kornea sekunder

hingga keratitis ulcerative aktif, defek epitel persisten, dan keratopati neurotropic.

Infeksi jamur adalah yang paling jarang dan diketahui lambat perkembangannya

namun juga dapat menyebabkan terjadinya perforasi kornea.(2)

Gambar 4. Ulkus keratitis herpetik yang menyebabkan terbentuknya descematokel

(Diambil dari kepustakaan 6)

Adanya peradangan seperti pada penyakit Vascular kolagen, Acne Rosasea,

Wegener Granulamatosis, dan Ulkus Mooren (idiopatik) dapat menyebabkan

keratitis ulseratif perifer maupun sentral dan tak jarang menyebabkan terjadinya

perforasi. Penggunaan kortikosteroid topical dan OAINS dapat mengeksaserbasi

dan mengawali terjadinya penipisan stroma dan perforasi spontan.(2)

Akibat trauma, baik trauma kimia, thermal, operasi, ataupun penetrasi juga

dapat menjadi penyebab perforasi kornea. Trauma kimia akibat bahan alkali

menyebabkan kerusakan lapisan kornea secara langsung dan menginduksi

terjadinya penipisan dan nekrosis stroma karena adanya elaborasi kolagen.

Trauma thermal pada umumnya akan merusak lapisan kornea superfisial tapi

dapat menyebabkan perforasi akibat panas ekstrim atau trauma mekanis,

walaupun jarang terjadi. Ulkus dan perforasi kornea juga didapatkan pada kasus 14

Page 8: referat mata (2).docx

pasca ekstraksi katarak dengan atau tanpa implantasi lensa intraokuler, LASIK,

PTK, penggunaan mitomisin-C pada eksisi pterigium, dan setelah fotokoagulasi.(2)

Xerosis dan keratopati juga menyebabkan perforasi kornea. Xerosis bisa

idiopatik sehubungan dengan penyakit vascular kolagen (Sjogren’s Syn.) atau SSJ

sekunder, Pempigoid ocular sikatriks, atau defisiensi vitamin A.(2)

Keratopati neurotropic paling sering terjadi akibat infeksi virus, khususnya

HSV dan HZV. Menurunnya sensai kornea menyebabkan rusaknya lapisan

epithelial kronis dengan proses penyembuhan yang lambat. Epiteliopati persisten

membuat kornea rentan terhadap keratitis infeksius dan potensi untuk perforasi.(2)

Degenerasi kornea seperti degenerasi Terrien’s marginal bersifat lambat,

penipisan lapisan progresif, menuju perforasi. Gangguan korneal ektatik seperti

keratokonus, keratoglobus, atau generasi pelusida marginal dapat terjadi dengan

penipisan ekstrim dan ektasia. Perforasi pada kasus ini jarang terjadi, tetapi dapat

timbul akibat trauma minimal khususnya pada keratoglobus dan degenarasi

pelusida marginal. Ruptur dan fistula kornea setelah hidrops akut pada

keratokonus juga jarang terjadi.(2)

Penyebab ulkus kornea sering diakibatkan oleh infeksi virus herpes

simpleks, infeksi bakteri, jamur atau trauma.(7) Penyebab bakteri yang paling

sering adalah Pseudomonas aeruginosa, Stapilococcus aureus, dan Stapilococcus

okusepidermidis. Bakteri yang juga dapat menyebabkan ulkus kornea adalah

Micobakterium leprae.(8) Sedangkan jamur biasanya disebabkan oleh Candida

albicans.(9)

Tanda dan gejala pada mata merah unilateral (ulkus kornea) yang

disebabkan oleh bakteri adalah nyeri hebat, mata berair dan potopobik serta

penglihatan yang kabur. Pseudomonas sangat berbahaya karena dapat

mendekstruksi ulkus kornea dengan ukuran besar secara cepat. Faktor resiko

untuk ulkus yang disebabkan bakteri adalah pemakaian lensa kontak (terutama

pemakaian lama dan perawatan lensa yang tidak bersih), trauma kornea dan

imunosupresan. Ulkus jenis ini diperiksa melalui kerokan pewarnaan gram.(7)

Sedangkan ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur adalah jenis jamur

yang menyebabkan pembusukan dan cedera yang berkelanjutan. Hal ini

15

Page 9: referat mata (2).docx

menyebabkan mata mudah terjadi kerusakan karena penekanan imunitas setelah

pemakaian jangka panjang dengan steroid atau antibiotik tetesdan setelah cedera

material organik.(7)

V. PATOGENESIS

Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh karena adanya

suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi patologi

dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi dalam empat fase, yaitu: infiltrasi,

ulserasi aktif, regresi dan pembentukan sikatrik. Fase akhir dari ulkus kornea

tergantung pada agent infeksi virus, defence mechanisme manusia dan terapi yang

didapatkan.(3)

    Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh

lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa

mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks

berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang

membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi

secara cepat dan lengkap.(3)

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan

lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang

bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah

merupakan pathogen kornea bakterial, patogen-patogen yang lain membutuhkan

inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat

menghasilkan sebuah infeksi di kornea.(3)

Ketika pathogen telah mengivasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,

beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: Lesi pada kornea, patogen

akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea, antibodi akan mneginfiltrasi

lokasi invasi pathogen, hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan

titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran

infiltrasi kornea, iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa

pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan), pathogen akan

16

Page 10: referat mata (2).docx

menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat

pada membaran descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematokel

yang dimana hanya membaran descement yang intak. Di sekitar sisa jaringan

stroma bersifat abnormal dan opak yang menyebabkan terbentuknya cincin putih

(white ring) di perifer defek. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari

membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus

kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien

akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi

lunak.(6),(10)

A B C

D

E F

Gambar 5. Stadium pembentukan descematokel yang diawali oleh ulkus kornea. (A) Stadium infiltrasi

progresif, (B) Stadium ulserasi aktif, (C) Stadium regresi, (D) Stadium Sikatrik, (E) Ulkus korne telah

mengerosi stroma sepenuhnya sehingga hanya membran descemet tersisa. Bahkan walaupun tekanan

intraokular yang normal akan menyebabkan membran descemet melekuk ke depan, membentuk sebuah

descemetokel, (F) Pembentukan descematokel

(Diambil dari Kepustakaan 6)

17

Page 11: referat mata (2).docx

Gambar 6. Desmatocele

(Diambil dari Kepustakaan 3)

VI. TANDA DAN GEJALA DESCEMATOCELE DAN PERFORASI KORNEA

Kebanyakan pasien dengan pecahnya descematocele atau perforasi kornea

mengalami penurunan tajam penglihatan yang cepat disertai dengan sensasi nyeri.

Disamping itu, gejala klinis bisa beragam. Adanya ulkus dan perforasi pada mata

yang sebelumnya sehat membuat pasien lebih cepat menyadari gejala pada onset

akut dibandingkan dengan adanya riwayat infeksi mata, yang telah memiliki

penglihatan yang buruk dan rasa tidak nyaman sebelumnya.(2)

Gejala nyeri mungkin saja berasal dari penyakit pada permukaan bola mata

atau pada nyeri sekunder yang berasal dari iris atau spasme siliar atau

hemorrhagic choroidal detachment dari dekompresi cepat pada mata. Perforasi

akut juga dapat menyebabkan kehilangan aquous humour secara tiba-tiba, yang

disadari pasien sebagai air mata berlebih.(2)

Gambar 7. Perforasi kornea dari seorang wanita 57 tahun dengan sindrom Shagren(Diambil dari kepustakaan 6)

Tanda yang paling sering pada perforasi kornea adalah datar atau

dangkalnya anterior chamber, tes Seidel positif, dan prolapse uvea. Untuk tes 18

Page 12: referat mata (2).docx

Seidel, digunakan strip fluoroseins steril jenuh dengan sejumlah kecil saline steril

untuk menggambarkan area perforasi. Adanya pewarna dari dilusi fluorosein

dibawah pemeriksaan slit lamp dengan filter biru kobalt merupakan dugaan pasti

adanya perforasi. Selain itu, prolapse uvea dapat menyumbat pada daerah tepi

luka menyebabkan pembentukan kembali dari anterior chamber dan membuat tes

Seidel negative. Melakukan penekanan dari atas atau bawah dapat menghasilkan

tanda Seidel positif, yang pada umumnya tidak akan terjadi tanpa adanya

manipulasi eksternal.(2)

Ulkus infeksius dengan jumlah material purulent dan mucus menjadi

penyulit dalam mengevaluasi perforasi. Jika zona jernih sentral menjadi besar,

infiltrasi, sebuah perforasi atau descematocele dapat dicurigai terjadi. Adanya

pendangkalan dari anterior chamber menjadi pertanda adanya tekanan intraokuler

yang tinggi dan blok pupil adalah bukti dugaan terjadinya perforasi. Adanya

hipopion yang secara mendadak menjadi jernih kembali pada pemeriksaan ulang

juga menjadi dugaan telah terjadi perforasi.Pada impending perforata, satu-

satunya tanda ialah hasil penjalaran membrane Descement yang berasal dari dasar

ulkus. Tanda ini membantu pada kasus-kasus infiltrate dan nekrotik stroma yang

akan mengaburkan pandangan.(2)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dengan slit lamp dan

kausanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik serta kultur.(2)

Gambar 4. Keratitis reumatoid. A. Gambaran klinis descemetokel.(Diambil dari keputakaan 6)

19

Page 13: referat mata (2).docx

Dari anamnesis, nyeri merupakan keluhan yang paling sering akibat kornea

mempunyai struktur yang sensitif. Keluhan ini diakibatkan innervasi sensori yang

diakibatkan oleh ulkus. Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,

kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam akan menimbulkan rasa sakit

dan fotofobia. Rasa sakit ini akan diperhebat oleh gesekan palpebra kornea dan

menetap sampai sembuh. Walaupun keluhan ini tidak selalu dirasakan; sebagai

contoh, sesaat setelah herpes zoster oftalmica.(1)(9)

Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat adanya kontraksi iris

meradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena refleks yang

disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Meskipun lakrimasi dan fotofobia

umunya menyertai penyakit kornea, umunya tidak ditemukan sekret kecuali pada

ulkus bakteri purulen.(1)

Keluhan yang lainnya adalah penurunan tajam penglihatan. Karena kornea

berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lsi kornea

umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama jika letaknya di pusat.

Kemudian, riwayat penyakit mata sebelumnya harus diperhatikan untuk

membantu menentukan etiologi perforasi. Terdapat kata kunci dalam anamnesis

pasien ulkus kornea seperti abrasi, facial cold sores dan penggunaan kontak

lensa..(1),(2),(9)

Dari pemeriksaan fisis, dapat ditemukan air mata yang berlebih akibat

refleks lakrimasi atau sekret yang mukopurulen pada ulkus akibat bakteri.

Fluorescein harus dilakukan atau ulkus mungkin tidak terdeteksi. Gangguan visus

tergantung pada lokasi dan luasnya ulkus, dan visus yang normal bukan berarti

tidak terjadi ulkus.(9)

Untuk memilih terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus

supuratif, sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kerokan

kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat

mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri. Polymerase Chain Reaction

(PCR) memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus herpes,

acanthamoeba, dan jamur dengan cepat.(1)

VIII.PENATALAKSANAAN20

Page 14: referat mata (2).docx

A. Non-Medikamentosa

Pada pasien descematokel dengan resiko tinggi perforasi sebaiknya

diberitahu jika gejala-gejala perforasi timbul, diharapkan segera mencari

dokter spesialis mata. Pada mata yang memiliki kornea sangat tipis,

sebaiknya menggunakan pelindung mata plastik saat beraktivitas, bahkan saat

tidur. Penanganan pasien juga sebaiknya dengan melarang pasien untuk

berkuat dan mengurangi penggunaan obat topical.(2)

B. Medikamentosa

Terapi yang tepat segera diberikan setelah spesimen yang dibutuhkan

diambil. Terapi tidak boleh ditunda hanya karena organisme tidak

teridentifikasi pada pemeriksaan mikroskopik kerokan kornea.(1)

Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah

diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh

karena efek langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme

pathogen serta kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena

mikroorganisme. Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel

polimorfonuklear leukosit. Neutrofil mampu menyebabkan destruksi jaringan

oleh metabolit radikal bebasnya maupun enzim proteolitiknya. Alasan yang

masuk akal penggunaan kortikosteroid yaitu untuk mencegah destruksi

jaringan yang disebabkan oleh neutrofil tersebut. Dari penelitian, dibuktikan

bahwa terdapat kemajuan yang cukup pesat pada hewan dengan keratitis

Pseudomonas yang diterapi Prednisolon dan perkembangan lebih lanjut

dengan pengobatan flurbiprofen. Berikut adalah kriteria pemberian

kortikosteroid yang direkomendasikan (10)

1. Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga

organisme penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro

sensitive terhadap antibiotik yang telah digunakan.

2. Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon

pengobatan.

21

Page 15: referat mata (2).docx

3. Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan

virulensi lain.

Disamping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian

antibiotik sangat dianjurkan sebelum memulai pemberian kortikosteroid.

Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang (prednisolon asetat

atau fosfat 1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama 24-48 jam

setelah terapi awal. Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi

pemberian dapat ditingkatkan dengan periode waktu yang pendek kemudian

dapat di tapering sesuai dengan gejala klinik.(10)

C. Pembedahan

1. SOP - AMNION GRAFT

a. Indikasi

Transplantasi membran amnion digunakan pada defek epitel

persisten yang tidak respon terhadap pengobatan medikamentosa dan

sebagai alternatif lain dari tindakan flap konjungtiva, dan tarsorafi.

Transplantasi membran amnion merupakan metoda efektif untuk

penatalaksanaan perforasi kornea nontraumatik dan descemetokel.

Metoda ini juga bermanfaat sebagai terapi permanen atau sebagai

tindakan sementara sampai inflamasi berkurang dan prosedur

rekonstruksi tetap dapat dilakukan. Disamping itu, teknik ini juga

bermanfaat pada negara-negara yang persediaan jaringan korneanya

terbatas.

b. Kontraindikasi

Kontraindikasi transplantasi membran amnion meliputi dry eye

berat dengan lagoftalmus, atau nekrosis hebat yang mengiringi

iskemik.

c. Teknik operasi

Setelah anestesi, defek epitel dasar atau ulkus stromal

dibersihkan dengan microsponge dan epitel yang melengket  diangkat.

22

Page 16: referat mata (2).docx

Membran amnion dibuka dari kertas nitroselulosa dan ditempatkan

pada permukaan defek secara overlay atau inlay

Inlay

Teknik inlay dapat dilakukan pada ulkus stromal. Satu atau

beberapa lapis membran amnion dapat dipakai, tergantung kedalaman

defek stromal. Pada teknik ini, membran amnion ditempatkan secara

side up ke permukaan dasar stromal dan dijahitkan interrupted dengan

benang nylon 10-0 pada pinggir ulkus. Simpul dibenamkan ke stromal

kornea. Teknik overlay dapat ditambahkan untuk menutupi  graft

membran amnion secara inlay.

Overlay

Pada teknik ini, membran amnion ditempatkan secara side down

menutupi seluruh kornea, limbus dan permukaan perilimbus. Graft

dijahit interrupted dengan polyglactin 9-0 ke konjungtiva. Pada teknik

ini lebih baik simpul tidak dibenamkan untuk menjaga air mata ke

transplantasi membran amnion.

d. Postoperatif

Lensa kontak bandage hidrofilik dapat ditempatkan pada

permukaan mata  pada akhir prosedur. Alternatif lain adalah dengan

tarsorafi sentral pada kasus-kasus dimana fitting lensa kontaknya tidak

baik. Kombinasi antibiotik dan kortikosteroid tetes mata topikal dapat

digunakan selama 4 minggu setelah operasi. Penggunaan antibiotik

topikal tidak dilanjutkan setelah lensa kontak dibuka dan diyakini

bahwa epitelisasi telah sempurna. Kortikosteroid topikal digunakan

sampai reaksi inflamasi berkurang.

2. Keratoplasti

Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea

yang serius, misalnya jaringan parut, edem, penipisan, dan distorsi. Istilah

23

Page 17: referat mata (2).docx

keratoplasti penetrans berarti penggantikan kornea seutuhnya; keratoplasti

lamelar berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea.

Donor yang lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans dan

terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan dan jumlah sel

endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya segera diambil

segera setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata utuh harus

dimanfaatkan dalam 48 jam, dan sebaiknya dalam 48 jam. Untuk keratoplasti

lamelar, kornea tersebut dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam

lemari es selama beberapa minggu, sel endotel tidak penting untuk prosedur

ini.

Gambar . Keratoplasti. (A) Penetrating, (B) Lamellar

(Diambil dari kepustakaan)

3. Eviscerasi dan Enukleasi

Eviscerasi adalah membuang semua isi bola mata dengan tetap

mempertahankan sclera, kapsula tenon, konjungtiva dan nervus optikus.

Enukleasi adalah mengangkat seluruh bola mata dan sebagian nervus optikus.

Konjungtiva bulbi dan kapsula tenon dipertahankan. Keuntungan Eviscerasi

diantaranya: 

a. Nervus optikus dan meningen tidak terganggu

b. Lebih cepat dan mudah untuk drainase abses okuler

c. Menghindari perdarahan yang berlebihan dari jaringan lunak yang

inflamasi

d. Sklera tetap intak, sebagai barier terhadap proses supuratif

e. Struktur jaringan lunak orbita tidak terganggu

24

Page 18: referat mata (2).docx

f. Fisiologi normal dan gerakan orbita dapat dipertahankan

g. Bola mata tetap terfiksasi oleh kapsula tenon, otot-otot ekstraokular dan

septum intermuskular

h. Secara kosmetik hasilnya lebih baik, dan kelainan soket lebih lambat

terjadinya.

Ada berbagai pertimbangan kenapa operator lebih memilih tindakan

eviscerasi dibandingkan dengan enukleasi. Pada eviscerasi hilangnya volume

orbita serta perubahan anatomi dan fisiologi dapat juga terjadi, namun dengan

dipertahankannya lapisan sclera dan jaringan periorbita dapat menambah

volume orbita 0,5 cc. Struktur anatomi periorbita pada eviscerasi tidak

dirusak dan hubungan antar jaringankelopak mata dan otot ekstra okuler ke

dinding sclera dan forniks tidak diganggu, sehingga perubahan anatomi dan

fisiologi yang terjadi tidak seberat pasca enukleasi. Secara kosmetik tentu

hasilnya lebih baik dan kelainan soket lebih lambat terjadinya.

25

Page 19: referat mata (2).docx

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi descematokel antara lain: (3,5)

a. Sikatrik: Penyembuhan ulkus kornea selalu akan meninggalkan sikatrik

b. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat yang fibrinous

pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).

c. Perforasi ulkus kornea: Descematokel sangat mudah ruptur.

Tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin atau spasme otot

orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam menjadi perforasi

yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri berkurang dan pasien

merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar dari mata. Sekuel

dari perforasi ulkus kornea, termasuk:

1. Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.

2. Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul karena

adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba.

3. Anterior capsular katarak: Terbentuk saat terjadi kontak antara lensa

dan ulkus pada saat perforasi pada area pupillary.

4. Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang berkembang

karena penyebaran infeksi secara intraokular.

5. Fistula kornea: Terbentuk saat perforasi pada area pupillary tidak

diikuti oleh iris dan dibatasi oleh epithelium yang membuat jalan secara

cepat. Terjadinya kebocoran aqueous secara terus menerus melalui

fistula ini.

6. Endoftalmitis: Terjadi akibat agen infeksi kornea yang dapat menembus

melalui descematokel yang berlubang.

X. PROGNOSIS

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

26

Page 20: referat mata (2).docx

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi.(2)

27

Page 21: referat mata (2).docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Kornea. In: Vaughan D, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 17 ed. Jakarta: Widya Medika; 2000. p. 129-50

2. Rapuano, C. Marc A. Management of Corneal Perforation. In : Corneal Surgery.Availablefrom:http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780323023153/Chapter%2037.pdf

3. Khurana A. Disease of the cornea. In: Khurana A, editor. Comprehensive ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International,. Ltd; 2007. p. 89-96

4. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. NewYork: Thieme Stuttgart. 2000. P. 118-9

5. Mills TJ. Corneal ulceration and ulcerative keratitis in emergency. Journal [serial on the Internet]. 2011 Date [cited 2012 Januari 20]: Available from: http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview#showall

6. Ming ALS, Constable IJ. Conjunctiva, sclera and cornea. Color Atlas of Ophtalmology. 3 ed: World Science; 2000. p. 38-50

7. Sehu KW, Lee WR. Ophthalmic Pathology an Illustrated Guide for Clinicans. British: BMJ Books Blackwell.2006; P.15

8. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC. Common Eye Disease and Their Management third edition. London: Springer. 2006; P.177

9. Khaw P, Shah P. Corneal ulceration. In: Elkington A, editor. ABC of Eyes. 4 ed. Chennai: BMJ Publishing Group,. Ltd; 2005. p. 10-1

10. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American Academy of Ophtalmology, USA 2008-2009 P 172-92

28

Page 22: referat mata (2).docx

1. Stadium Infiltrasi Progresif

Stadium ini mempunyai karakter pada infiltrasinya dimana terdapat

polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam epitel yang berasal dari

sirkulasi perifer yang dipicu oleh sel yang berasal dari batas disekitar stroma

ketika jaringan ini juga terkena efeknya.(3)

2. Stadium Ulserasi Aktif

Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan dari epitel, membran

Bowman dan stroma. Dinding yang mengalami ulserasi aktif membuat

lamela menjadi bengkak oleh karena adanya imbibisi dari cairan dan

penumpukan leukosit diantara lapisan tersebut.(3)

Selama stadium ini berlangsung, akan terjadi hiperemia pada

pembuluh darah jaringan sirkum korneal yang mana menyebabkan

terjadinya akumulasi cairan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi yang

masuk ke dalam bilik mata depan melalui pembuluh darah iris dan corpus

siliar ini yang akan membentuk hipopion.(3)

3. Stadium Regresi

Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh alamiah dari

tubuh (produksi antibodi humoral dan pertahanan imun seluler) dan

pengobatan yang sesuai dengan respon tubuh. Batas demarcation akan

tumbuh disekitar ulkus, yang mana mengandung leukosit dan fagosit serta

debris seluler nekrosis. Proses ini dibentuk oleh vaskularisasi superfisial

yang meningkat oleh respon imun seluler dan humoral.(3)

4. Stadium Sikatrik-descematokel

Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung oleh progresifitas

epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat skar dari proses

penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada daerah

superfisial dan hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai membran

Bowman dan sedikit pada lamela stroma superfisial akan menimbulkan

terjadinya skar yang disebut dengan nebula.(3)

XI. JENIS-JENIS ULKUS KORNEA29

Page 23: referat mata (2).docx

A. Ulkus Kornea Infeksi

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada

epitel.Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus yang punya vaskularisasi.

Ulkus ini sering disertai dengan hipopion. Hipopion adalah pengumpulan

sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibagian bawah bilik mata

depan yang juga terdapat pada uveitis anterior berat.(1)

1. Keratitis Bakterialis

Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya

bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus

yang disebabkan bakteri oputunistik (mis: Streptococcus alfa-

hemolyticus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis),

yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar

perlahan dan superfisial.(1)

Gambar 8 : Keratitis bakter(Diambil dari Kepustakaan 9)

Ulkus Kornea Pneumokokkus

Ulkus kornea pneumokokkus biasanya muncul 24-28 jam

setelah inokulasi pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas

30

Page 24: referat mata (2).docx

menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas warna kelabu yang

cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral

kornea.Lapisan superficial kornea adalah yang pertama terlihat,

kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening.

Biasanya ada hipopion.(1)

Gambar 9 : ulkus kornea akibat bakteri disertai hipopion

(Diambil dari Kepustakaan 9)

Gambar 10. Ulkus kornea akibat bakteri tanpa disertai hipopion

(Diambil dari Kepustakaan 3)

Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrate kelabu

atau kuning di tempat epitel kornea yang retak dan nyeri. Lesi ini

cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim

proteoloitik yang dihasilkan oleh organism ini. Meskipun pada

awalnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea dengan

cepat dan mengakibatkan kerusakan seperti perforasi kornea dan

infeksi intra okuler berat. Sering kali terdapat hipopion besar yang

cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan 31

Page 25: referat mata (2).docx

eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan.(1)

Gambar 11 : Ulkus kornea

akibat pseudomonas

(Diambil dari Kepustakaan 9)

Ulkus Kornea Moraxella Liquefaciens

M. liquefaciens menimbulkan ulkus lonjong indolen yang

umumnya mengenai kornea bagian bawah dan meluas ke bagian

dalam stroma selang beberapa hari.Biasanya tidak ada hipopion atau

bila ada, hanya sedikit dan kornea sekitarnya umumnya bening.Ulkus

M. liquefacienshampir selalu terjadi pada pasien peminum alkohol,

diabetes atau dengan penyakit imunosupresi lainnya.(1)

2. Keratitis Fungi

Ulkus kornea fungi, paling banyak dijumpai pada para pekerja

pertanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan,

dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan

mata.Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila

stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu peristiwa

yang masih mungkin terjadi di pertanian. Mata yang belum

terpengaruh dengan kortikosteroid masih dapat mengatasi masukan

organisme sedikit-sedikit, seperti lazimnya pada penduduk perkotaan.(1)

Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan

hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan

32

Page 26: referat mata (2).docx

lesi-lesi satelit (yang umumnya di tempat-tempat yang jauh dari

daerah utama ulserasi). Lesi utama (sering juga disebut lesi satelit)

merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi

kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses

kornea.(1)

Ulkus fungi kebanyakan disebabkan oleh organisme opurtunis

seperti Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicillium. Cephalosporium,

dan lain-lain.(1)

Gambar 12 :Ulkus kornea akibat fungi

(Diambil dari Kepustakaan 9)

3. Keratitis Virus

Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis ini merupakan penyebab ulkus kornea paling umum

dan penyebab kcbutaan kornea di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah

padanan dari herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri imunologik dan

patologik sama, juga perjalanan penyakitnya.(1)

Perbedaan satu-satunya adalah perjalanan klinik keratitis dapat

berlangsung lama karena kornea kurang vaskuler, sehingga

menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke lesi.Infeksi okuler

HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun

pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten, termasuk pasien

33

Page 27: referat mata (2).docx

yang diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalanannya mungkin

menahun dan dapat merusak. Penyakit stroma dan endotel tadinya

diduga hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau

perubahan seluler akibat virus, namun sekarang makin banyak bukti

yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di dalam

stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain dalam

segmen anterior, seperti iris dan endotel trabekel. Ini mengharuskan

penilaian kemungkinan peran relatif replikasi virus dan respons

imun hospes sebelum dan selama pengobatan terhadap penyakit

herpes.Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons

peradangan yang merusak namun memberi peluang terjadinya

replikasi virus.Jadi setaiap kali menggunakan kortikosteroid topikal,

harus ditambahkan obat anti-virus. Setiap pasien yang memakai

kortikosteroid topikal selama pengobatan penyakit mata akibat

herpes harus dalam pengawasan seorang oftalmologi.(1)

Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi

kulit mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat

dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan

banyak jenis sel jaringan lain, misalnya sel HeLa dan terbentuk plak-

plak khas. Namun pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat

ditegakkan secara klinik berdasarkan ulkus dendritik atau geografik

khas dan sensasi kornea yang sangat menurun, bahkan sampai hilang

sama sekali.(1)

34

Page 28: referat mata (2).docx

Gambar 13 : Ulkus kornea akibat HSV

(Diambil dari Kepustakaan 9)

4. Keratitis Acantamoeba

Achantamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di

dalam air tercemar yang mengandung bakteri dan materi

organik.Infeksi kornea oleh Achantamoeba adalah komplikasi yang

semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila

memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi ini juga ditemukan

pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air atau tanah

yang tercemar.(1)

Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan

temuan kliniknya, kemerahan, dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah

ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.Bentuk-

bentuk awal penyakit ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas

pada epitel kornea, semakin banyak ditemukan. Keratitis

Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan sebagai keratitis herpes.(1)

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan

di atas media khusus.Biopsi kornea mungkin diperlukan.Sediaan

histopatologik menampakkan adanya bentuk-bentuk amuba (kista atau

trofozoit).Larutan dan kotak lensa kontak harus dibiak. Sering bentuk

amuba dapat ditemukan pada larutan kotak penyimpanan lensa

kontak.(1)

35

Page 29: referat mata (2).docx

Gambar 14 : Cincin infiltrat pada pasien keratitis Achantamoeba

(Diambil dari Kepustakaan 3)

B. Ulkus Kornea Non Infeksi

1. Ulcus Marginal

Ulkus ini timbulnya sekunder akibat konjungtivitis bakteri akut

atau kronik, walaupun demikian ulkus-ulkus ini bukan suatu proses

infeksi dan pada kerokan tidak terdapat bakteri penyebab. Ulkus

marginal awalnya berupa infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari

limbus oleh interval lucid dan pada akhirnya menjadi ulkus serta

mengalami vaskularisasi.(1)

2. Ulcus Mooren

Penyebab dari ulcus mooren belum diketahui namun diduga

autoimun.60-80 % kasus unilateral dan disertai ekstravasi limbus dan

kornea perifer, yang sakit dan progresif sering berakibat kerusakan

mata. Ulkus Mooren paling sering dijumpai pada usia tua, tetapi tidak

berhubungan dengan penyakit sistemik apapun yang sering diderita

orang tua. Ulkus ini tidak responsive terhadap antibiotik maupun

kortikosteroid.

Gambar 15. Gambaran klinis ulkus Mooren((Diambil dari Kepustakaan 3)

3. Ulkus kornea akibat defesiensi vitamin A

36

Page 30: referat mata (2).docx

Ulkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak dipusat dan

bilateral, berwarna kelabu dan indolen, serta kehilangan kilau kornea

di daerah sekitarnya. Kornea melinak da nekrotik juga sering timbul

perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat dibintik

bitot (daerah berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya pada tepi

temporal, dengan limbus dan apeksnya melebar kearah kantus lateral).

Ulserasi kornea akibat avitaminosis A dari makanan dan gangguan

absorbsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh.

Kekurangan vitamin A akan menyebabkan keratinisasi umum pada

epitel diseluruh tubuh. Perubahan pada konjungtiva dan kornea

bersama-sama dikenal sebagai xerophthalmia.(1)

d. Iridosiklitis toksik : sering kali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen

karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.

e. Tabel 1. Faktor resiko terjadinya perforasi kornea

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

o. (Diambil dari Kepustakaan 2)

p.

q.

r.

s.

t.

u.

v.

37

Page 31: referat mata (2).docx

w.

x.y.

z. Gambar 1. (a) Ulkus kornea perifer pada pasien dengan reumatoid artritis. (b) pemeriksaan slit lamp menunjukkan penipisan kornea ringan sampe sedang dan hilangnya stroma

aa. (Diambil dari Kepustakaan 2)

Tabel 1. Gejala dan Tanda Perforasi dan Descematocele

(Diambil dari Kepustakaan 2)

Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau perdarahan

choroid yang muncul pada beberapa pasien karena terjadinya penurunan tekanan

bola mata secara mendadak.

38