Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

17
BAB 1 PENDAHULUAN Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan beraneka ragam penyebab baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak atau keduanya. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penangan koma 1

description

Referat Kedokteran Koma

Transcript of Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Page 1: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

BAB 1

PENDAHULUAN

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan ‘unarousable

unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat

dibangunkan. Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling

sering ditemukan/dijumpai. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya

mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan beraneka ragam

penyebab baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan

struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak atau keduanya.

Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan

oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja

dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk memahami dan

mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penangan koma

1

Page 2: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

BAB 2

ISI

DEFINISI

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang

menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari

gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak

dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan

disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh1. Cara penilaian kesadaran

yang umum digunakan adalah menggunakan system Glassslow Coma Scale (GCS), jika nilai

total dari system GCS < 8 maka pasien dikatakan koma. Berikut merupakan komponen yang

dinilai dalam system GCS2 :

Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:

E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

E2 membuka mata dengan rangsang nyeri

E3 membuka mata dengan rangsang suara

E4 membuka mata spontan

Motorik:

M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri

M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri

M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri

M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran

M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran

M6 reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:

V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)

V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)

V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

ETIOLOGI

2

Page 3: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Koma dapat terjadi oleh karena berbagai hal. Secara garis besar penyebab koma dapat dibagi

menjadi 2 yakni menurut kausa dan menurut mekanisme gangguan dan letak lesinya1.

1) Menurut kausa:

Keganasan

Meningitis

Abses serebral

Perdarahan intra kranial

SIRS dan lain-lain

2) Menurut mekanisme gangguan dan letak lesinya :

Gangguan difus (gangguan metabolik)

Gangguan kesadaran pada lesi supratentorial

Gangguan kesadaran pada lesi infratentorial

EPIDEMIOLOGI

Insidensi koma non-trauma adalah 31 per 100.000 orang dibawah 16 tahun. Penyebab

koma akibat gangguan pada system saraf pusat meningkat seiring bertambahnya usia2.

PATOFISIOLOGI

Koma gangguan metabolic (koma difus)

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur,

metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua,

untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku

seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel

tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh ‘blood brain barrier’. Angka pemakaian

glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr

jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50%

dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur

neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan

H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K

di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron

akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme3.

Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain3:

Hipoventilasi

3

Page 4: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Anoksia iskemik.

Anoksia anemik.

Hipoksia atau iskemia difus akut.

Gangguan metabolisme karbohidrat.

Gangguan keseimbangan asam basa.

Uremia.

Koma hepatic

Defisiensi vitamin B.

Koma supratentorial

Proses desak ruang supratentorial lama kelamaan mendesak hemisferium kearah foramen

magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluar untuk suatu proses desak didalam ruang

tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi

dan penekanan. Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia

retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang disertai

gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis

merupakan cirri bagi proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior

serebri. Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan

hematoma intrakranial3.

Koma infratentorial

Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior).

Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis. Kedua,

proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system retikularis

batang otak. Proses yang timbul berupa (i).penekanan langsung terhadap tegmentum

mesensefalon (formasio retikularis). (ii) herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati

tentorium serebelli yang kemudian menekan formation retikularis di mesensefalon. (iii) herniasi

tonsilo serebellum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medulla

oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran dan tidak ada

tahapan yang khas. Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum,

neoplasma, abses, atau edema otak3.

DIAGNOSIS

4

Page 5: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi

masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang

dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

harus dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan

neurologis, dan pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan4.

1. Anamnesa.

Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari

orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus diperhatikan

antara lain4:

Penyakit penderita sebelum koma.

Keluhan penderita sebelum tidak sdar

Obat yang digunakan.

Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak sadar.

Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang nampak oleh

orang-orang disekitarnya?.

Apakah ada trauma sebelumnya

Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.

2. Pemeriksaan intern/fisik4.

Tanda-tanda vital.

Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)

Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan), bekas injeksi

(morfin), luka-luka karena trauma.

Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun).

Kepala; *Opistotonus (meningitis), *Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior). *Apakah

keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?. *Hematom disekitar mata (Brill hematoma)

atau pada mastoid (Battle’s sign). *Apakah ada fraktur impresi?.

Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.

Thorax; paru & jantung.

Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).

Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.

3. Pemeriksaan neurologis.

5

Page 6: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS)2.

Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi5.

4. Observasi umum.

Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah,membasahi bibir. Bila (+), prognosis

cukup baik. Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan oleh

gangguan metabolik4.

Lengan dan tungkai.

Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity) gangguan dihemisfer, batang otak masih

baik.

Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan di batang otak.

Pola pernafasan4.

Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing) : Terjadi keadaan apnea, kemudia timbul

pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai

suatu puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas.

Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dandalam disebabkan

gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari

pernafasan cheyne-stokes, prognosisnya juga lebih jelek.

Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh penghentian

ekspirasi selama beberapa saat Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada

hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.

Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat,dan tidak teratur

Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial dan medulla oblongata.

Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang ajal.

Kelainan pupil.

Untuk menentukan letak kelainan di batang otak, yang harus diperhatikan adalah besarnya,

bentuknya, refleks pupil. Jangan menggunakan midriatikum karena akan menghilangkan refleks

pupil. Kelainan gerakan dan/atau kedudukan bola mata dapat menunjukkan topical dari lesi5 :

Lesi di hemisfer Deviation Conjugee (mata melihat kearah hemisfer yang terganggu),

pupil & refleks cahaya normal.

Lesi di thalamus Kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang hemianestesia

(badan, tungkai, wajah). Dystonic posture (lengan dalam posisi aneh)

6

Page 7: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Lesi di pons Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau dengan perubahan

posisi (doll’s eye maneuver abnormal), pupil pinpoint, refleks cahaya (+), kadang ada

ocular bobbing.

Lesi di serebelum Bola mata ditengah, pupil besar, bentuk normal, refleks cahaya (+)

normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan TIK, sehingga mengganggu N.VI.

Gangguan N.Okulomotorius Pupil anisokor, reflex cahaya negative (pada pupil yang

lebar), sering disertai ptosis. Gangguan pada N.III sering merupakan tanda pertama akan

terjadinya herniasi tentorial. Adanya perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan

mendorong lobus temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan N.III, yang bila

proses berlanjut akan menekan batang otak, dan menyebabkan kematian.

Refleks pupil ; Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi). Konvergensi sulit diperiksa

pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita koma hanya dapat

diperiksa refleks cahaya dan konsensual1,5.

Bila refleks cahaya terganggu gangguan di mesensefalon.

Doll’s eye phenomenon gangguan di pons (reflex okulo-sefalik negative).

Refleks okulo-vestibular menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di

pons.

Refleks kornea merangsang kornea dengan kapas halusakan menyebabkan penutupan

kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons.

Refleks muntah sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada

kerusakan di medula oblongata.

Reaksi terhadap rangsangan nyeri.

Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum. Rangsangan tersebut akan

menimbulkan refleks sebagai berikut3:

Abduksi, fungsi hemisfer masih baik (high level function).

Menghindar (Flexi dan aduksi), hanya ada low level function.

Flexi, ada gangguan di hemisfer.

Extensi kedua lengan dan tungkai, gangguan di batang

otak.

Pemeriksaan penunjang5

CT scan

7

Page 8: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum digunakan untuk mengetahui adanya

kelainan pada bagian bagian tertentu

Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus dibandingkan antara

hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk evaluasi penderita koma.

Eko-ensefalografi ; menggunakan gelombang ultrasound. Midline echo pada orang normal

menandakan posisi ventrikel III. Yang perlu diperhatikan adalah dorongan dari midline echo

untuk menentukan lateralisasi.

Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukkan kontras ke dalam pembuluh darah.

Hanya dilakukan pada pasien dengan dugaan kelainan pembuluh darah

MRI (magnetic resonance imaging).

PENATALAKSANAAN

Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada beberapa

pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu1,3-5 :

1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ?

2. Apakah jalan napas baik ?

Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan

karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya

kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi

merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi yang

adekuat.

Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi

lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien

stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan face

mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.

3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ?

Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan dahulu

baik medis maupun neurologis.

4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya ?

Orang tua, kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali

kontak dan mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan

keadaan pasien sebelum kejadian.  

8

Page 9: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan terapi

emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain :

1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah

mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS)  ataupun Advance

Cardiac Life Support (ACLS).

2. Pasang jalur intrravena (iv line)

3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus

dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani

secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain

seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)

4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :

Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)

Hitung darah lengkap

Analisa gas darah

Kalsium dan magnesium

Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)

5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes

fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia.

6. Lakukan pemasangan folley catheter

7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks.

8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari

penyebab koma tidak jelas. Diantaranya :

Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien

dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke

ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena

hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan

memperburuk keadaan pasien.

50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv

Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan

intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.

9

Page 10: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma

dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3 mg

dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini

dapat menimbulkan kejang.

Perawatan lanjutan (nursing care) :

1. Mempertahankan fungsi sistim kardiovaskular adekuat.

2. Mempertahankan fungsi sistim pernafasan adekuat.

3. Posisi dan kulit, ubah posisi tiap 1-2 jam.

4. Makanan dimulai dengan makanan IV, kemudian bila situasi telah stabil atau koma

2-3 hari, baru dimulai tube feeding.

5. Perawatan bowel, mencegah diare; sering memeriksa rektum.

6. Perawatan kandung kemih, three-way catheter dipasang menetap, suing diirigasi,

clamp buka tiap 3-4 jam.

PROGNOSIS

Dampak koma adalah dibutuhkannya perawatan jangka panjang. Vegetative state persisten

memiliki prognosis yang buruk, prognosis lebih baik dapat terjadi pada kelompok anak-anak

dan remaja3. Koma metabolik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan koma

traumatik. Segala pendapat mengenai prognosis pada orang dewasa, sebaiknya hanya berupa

perkiraan, dana keputusana medis seharusnya disesuaikan dengan faktor-faktor seperti usia,

penyakit sistemik yang ada, dan kondisi medik secara keseluruhan. Informasi prognosis dari

banyak pasien dengan luka di kepala, dapat dilakukan dengan GCS. Secara empiris, pengukuran

ini dapat memprediksi trauma otak. Hilangnya gelombang kortikol pada potensi terjadi somata

sensori merpakana infikator prognosis koma yang buruk4.

SISTEM RUJUKAN3 - 5

1.Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan memberikan informasi

ke RS rujukan tentang :

Identitas penderita ;nama, umur, kelamin, dan lain lain

Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS

Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi

2.  Informasi untuk petugas pendamping

Pengelolaan jalan nafas, cairan yang telah/ akan diberikan

10

Page 11: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

Prosedur khusus yang mungkin diperlukan GCS, resusitasi, dan perubahan-

perubahan yang mungkin terjadi dalamperjalanan.

3. Dokumentasi

Harus disertakan dengan penderita :

Permasalahan penderita

Terapi yang telah diberikan

Keadaan penderita saat akan dirujuk

Sebaiknya dengan fax agar data lebih cepat sampai

4.Sebelum rujukan

  Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu :

Airway  : pasang OPA bila perlu intubasi

Breathing : tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu ventilasi mekanik

Circulation : Kontrol pendarahan

Pasang infus bila perlu 2 jalur

Tentukan jenis cairan

Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama transportasi

Pemasangan kateter urin

Monitor kecepatan dan irama jantung

Berikan diuretik bila diperlukan

Bila Curiga Ada Cedera Cervikal Dan Tulang Belakang

BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan

oleh berbagai faktor.

2. Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls non-spesifik.

3. koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron pengemban kewaspadaan sama

sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau oleh sebab ‘neuron penggalak

11

Page 12: Referat Koma (Pendahuluan - Penutup)

kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma

diensefalik)’.

4. Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan

pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laborat dan pemeriksaan dengan alat (CT-

scan).

12