REFERAT KIPI

40
BAB I PENDAHULUAN Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian para klinis tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol karena sering kali sering kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit tertentu. Sampai akhir tahun 1980an di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan cakupan dan publikasi yang begitu luas pada pertengahan tahun 1990 maka masalah mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat luas. 1,2 Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin adalah keseimbangan antara imunogenitas (daya pembentuk kekebalan) dan reaktogenitas (reaksi simpang vaksin). Untuk mencapai imunogenitas yang tinggi vaksin harus berisi antigen yang efektif untuk merangsang respons imun resipien sehingga tercapai nilai antibody diatas ambang pencegahan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar- benar ideal, namun dengan kemajuan bioteknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relative aman. 2 Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka mulai timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut serta kan anak nya dalam program imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya tidak saja ditujukan pada efek samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme kerja vaksin tetapi telah meluas pada 1

description

free to downloadimunisasi efek samping nya

Transcript of REFERAT KIPI

Page 1: REFERAT KIPI

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian para klinis

tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol karena sering kali sering

kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit tertentu. Sampai akhir tahun 1980an

di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi

semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program

imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan

cakupan dan publikasi yang begitu luas pada pertengahan tahun 1990 maka masalah

mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat

luas.1,2

Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin adalah

keseimbangan antara imunogenitas (daya pembentuk kekebalan) dan reaktogenitas (reaksi

simpang vaksin). Untuk mencapai imunogenitas yang tinggi vaksin harus berisi antigen yang

efektif untuk merangsang respons imun resipien sehingga tercapai nilai antibody diatas

ambang pencegahan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan agar

tidak menimbulkan efek simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan

gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar

ideal, namun dengan kemajuan bioteknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif

dan relative aman.2

Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka mulai

timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut serta kan anak

nya dalam program imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya tidak saja ditujukan pada efek

samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme kerja vaksin tetapi telah

meluas pada semua morbiditas serta kejadian yang terjadi pada imunisasi yang sangat

mungkin sebetulnya tidak terhubung dengan vaksin dan tindakan imunisasi. Dalam

menghadapi hal tersebut penting diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan

vaksin yang diberikan ataukah secara kebetulan.

Reaksi simpang yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah

semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun

efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau akibat kesalahan

program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.1

Perlu juga dipertimbangkan adanya efek tidak langsung dari vaksin yang disebabkan

kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin kesalahan prosedur, kesalahan

teknik imunisasi, atau kebetulan.

1

Page 2: REFERAT KIPI

Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan

pelaporan dari semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi (yang

merupakan kegiatan dari surveilans KIPI). Surveilans KIPI tersebut sangat membantu

program imunisasi, khususnya untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya

imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif.1,3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi KIPI

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI

adalah semua kejadian semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi yang

terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,

toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau akibat kesalahan program, koinsidensi,

reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan tertentu

lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi

rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien

imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-

strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi

polio).

Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang

(adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi

simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects),

interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis

sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi

karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang

terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap

2

Page 3: REFERAT KIPI

protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan

preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.

Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan

teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur

dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.

Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medikine (IOM)

USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang

memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan

(pragmatic errors).1,2

2.2 Epidemiologi1,2

Kejadian ikutan pasca imunisasi akan timbul setelah pemberian vaksin dalam jumlah

besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis yang lazim,

yaitu fase 1,2,3 dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan sedangkan fase

selanjutnya pada manusia. Uji klinis fase 2 untuk mengetahui kemanan vaksin

(reactogenicity dan safety), sedangkan pada fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji

efektivitas (imunogenitas) vaksin.

Pada jumlah penerima vaksin yang terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka untuk

menilai KIPI diperlukan uji klinis fase 4 dengan sampel besar yang dikenal sebagai post

marketing surveillance (PMS), tujuan PMS adalah untuk memonitor dan mengetahui

keamanan vaksin setelah pemakaian yang cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat

memberikan keuntungan bagi program apabila semua KIPI dilaporkan, dan masalahnya

segera diselesaikan. Sebaliknya akan merugikan apabila program tidak segera tanggap

terhadap masalah KIPI yang timbul sehingga terjadi keresahan masyarakat terhadap efek

samping vaksin dengan segala akibatnya.

Menurut National Childhood Vaccine Injury dari Committee of the Institute of

Medikine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh karena :

Mekanisme biologis gejala KIPI kurang dipahami

Data KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan akurat

Surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh

Surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka panjang

3

Page 4: REFERAT KIPI

Publikasi KIPI dalam jumlah kasus yang masih kurang

Mengingat hal tersebut, makan sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI yang

sebenarnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi dapat ringan sampai berat, terutama pada

imunisasi masal atau setelah penggunaan lebih dari 10.000 dosis.

2.3 Etiologi

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata

tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI

diperlukan keterangan mengenai:

1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu

2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik

3. derajat sakit resipien

4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti

5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi,

atau kesalahan prosedur.

Komnas PP KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi :2

1. klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999)

2. klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP KIPI

1. Klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999)

Sesuai dengan manfaatnya di lapangan maka Komnas PP-KIPI memakai criteria

WHO Western Pacific untuk memilah KIPI dalam 5 kelompok penyebab, yaitu kesalahan

program, reaksi suntikan, reaksi vaksin, koinsiden, dan sebab tidak diketahui. Klasifikasi

lapangan ini dapat dipakai untuk pencatatan dan pelaporan KIPI.

a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan ( programmic errors )

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan

imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana

pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur

imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara menyuntik

Sterilisasi semprit dan jarum suntik

Jarum bekas pakai

Tindakan aseptik dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

4

Page 5: REFERAT KIPI

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, kontra indikasi

dan lain-lain)

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat

kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

Mencegah program error (VSQ 1996)

Alat suntik steril untuk setiap suntikan

Pelarut vaksin yang sudah disediakan oleh produsen vaksin

Vaksin yang sudah dilarutkan segera dibuang setelah 6 jam

Lemari pendingin tidak boleh ada obat lain selain vaksin

Pelatihan vaksinasi dan supervisi yang baik

Program error dilacak, agar tidak terulang kesalahan yang sama

b. Reaksi suntikan 1,2

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung

maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung

misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi

suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope. Reaksi ini

tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada vaksin, sering terjadi pada

vaksinasi masal :

Syncope/fainting

- Sering kali pada anak > 5 tahun

- Terjadi beberapa menit post imunisasi

- Tidak perlu penangan khusus

- Hindari stress saat anak menunggu

- Hindari trauma akibat jatuh/posisi sebaiknya duduk

Hiperventilasi akibat ketakutan

- Beberapa anak kecil terjadi muntah, breath holding spell, pingsan

- Kadang menjerit, lari bahkan reaksi seperti kejang (pasien tersebut perlu

diperiksa)

Beberapa anak takut jarum, gemetar, dan hysteria

Penting penjelasan dan penenangan

5

Page 6: REFERAT KIPI

Pencegahan reaksi KIPI reaksi suntikan dengan :

Teknik penyuntikan yang benar

Suasana tempat penyuntikan yang tenang

Atasi rasa takut yang muncul pada anak yang lebih besar

c. Induksi Vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi

terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya

ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis

sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik

dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai kontra indikasi,

indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya

termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan

dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

Reaksi lokal

- Rasa nyeri si tempat suntikan

- Bengkak kemerahan di tempat suntikan sekitar 10%

- Bengakk pada suntikan DPT dan tetanus sekitar 50%

- BCG scar terjadi minimal setelah 2 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah

beberapa bulan.

Reaksi sistemik

- Demam pada sekitar 10%, kecuali DPT hamper 50%, juga reaksi lain seperti

iritabel, malaise, gejala sistemik.

- MMR dan campak, reaksi sistemik disebabkan infeksi virus vaksin. Terjadi

demam dan atau ruam dan konjungtivitis pada 5-15% dan lebih ringan

dibandingkan infeksi campak tetapi berat pada kasus imunodefisiensi.

- Pada mumps terjadi reaksi vaksin pembengkakan kelenjar parotis, rubella terjadi

rasa nyeri sendi 15% dan pembengkakan limfe.

- OPV kurang dari 1% diare, pusing dan nyeri otot.

Reaksi vaksin berat

- Kejang

- Trombositopenia

- Hypotonic hyporesponsive episode / HHE

6

Page 7: REFERAT KIPI

- Persistent inconsolable screaming bersifat self limiting dan tidak merupakan

masalah jangka panjang

- Anafilaksis, potential menjadi fatal tetapi dapat disembuhkan tanpa dampak jangka

panjang

- Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DTP

Pencegahan terhadap reaksi vaksin :

Perhatikan kontra indikasi

Vaksin hidup tidak diberikan kepada anak dengan defisiensi imunitas

Orang tua diajarkan menangani reaksi vaksin yang ringan dan dianjurkan sefera

kembali apabila reaksi vaksin yang ringan dan dianjurkan segera kembali apabila ada

reaksi yang mencemaskan

Parasetamol dapat diberikan 4x sehari untuk mengurangi gejala ruam dan rasa nyeri

Mengenal dan mampu mengatasi reaksi anafilaksis

Lainnya disesuaikan dengan reaksi ringan/berat yang terjadi atau harus dirujuk ke

rumah sakit dengan fasilitas lengkap.

d. Faktor kebetulan (koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara

kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan

ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat

dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

e. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam

salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil

menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan

dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

WHO pada tahun 1992 melalui expanded programme on immunization (EPI) telah

menganjurkan agar pelaporan KIPI dibuat oleh setiap Negara. Untuk Negara berkembang

yang paling penting adalah bagaimana mengontrol vaksin dan mengurangi programmatic

errors, termasuk cara menggunakan alat suntik dengan baik, alat yang sekali pakai atau

alat suntik reusable, dan cara penyuntikkan yang benar sehingga transmisi pathogen

melalui darah dapat dihindarkan. Ditekankan pula bahwa untuk memperkecil terjadinya

KIPI harus selalu diupayakan peningkatan ketelitian pemberian imunisasi selama

program imunisasi dilaksanakan.

2. Klasifikasi Kausalitas2

7

Page 8: REFERAT KIPI

Vaccine Safety Comitttee 1994 membuat klasifikasi KIPI yang sedikit berbeda dengan

laporan Committee Institute of Medikine (1991) dan menjadi dasar klasifikasi saat ini,

yaitu :

- Tidak terdapat bukti hubungan kasusal (unrelated)

- Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely)

- Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible)

- Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable)

- Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)

Berdasarkan kriteria WHO klasifikasi kausalitas dapat digambarkan sebagai

berikut

Pada tahun 2009, WHO merekomendasikan klasifikasi kausalitas baru berdasarkan 2

aspek yaitu waktu timbulnya gejala dan penyebab lain yang dapat menerangkan

terjadinya KIPI (alternate explanation: no, maybe, yes ). Klasifikasi tersebut dibagi

menjadi certain, probable, pssile, unlikely, unrelated, dan unclassifiable.

Certain/ very likely

Kejadian secara klinis terjadi dan waktu hubungan pemberian vaksin adalah sesuai

berhubungan dan yang tidak dapat dijelaskan oleh pemberian obat lain atau penyakit lain

yang bersamaan.

Probable

Kejadian yang secara klinis terjadi dengan hubungan waktu pemberian vaksin adalah

sesuai berhubungan dan sepertinya masih bisa berhubungan dengan pemberian obat atau

penyakit lain yang bersamaan.

Possible

Kejadian yang secara klinis terjadi dengan hubungan waktu pemberian vaksin adalah

sesuai berhubungan tetapi juga berhubungan dengan pemberian obat atau kebetulan sama

dengan penyakit yang sedang di derita atau pemberian obat.

Unlikely

Kejadian yang secara klinis terjadi dengan hubungan waktu pemberian vaksin adalah

tidak sesuai berhubungan dan kejadian tersebut juga sepertinya tidak disebabkan

berhubungan dengan pemberian obat atau penyakit lain.

Unrelated

8

Page 9: REFERAT KIPI

Sebuah peristiwa klinis dengan hubungan waktu yang tidak kompatibel dan yang dapat

dijelaskan oleh penyakit yang mendasari atau obat lain atau bahan kimia.

Unclassifiable

Kejadian yang secara klinis yang terjadi tidak cukup informasi yang menjelaskan

kejadian tersebut dan tidak juga berhubungan dengan obat atau penyakit dengan

pemberian obat atau penyakit lain.

Hubungan klasifikasi kausalitas apangan dan kausalitas adalah sebagai berikut:

Vaccine reaction

Injection reaction

9

Very likely

Probable

possible

Page 10: REFERAT KIPI

Proggamatic error

Coincidental events

Insufficient evidence to classify

Hubungan klasifikasi lapangan dengan kausalitas

Tabel 1. Kejadian Ikutan pasca imunisasi DPT1,16

Kesimpulan Kejadian Ikutan DPT

Tidak terdapat bukti hubungan

kasusal (unrelated)

Autism

Bukti tidak cukup untuk menerima

atau menolak hubungan kausal

(unlikely)

Meningitis aseptic

Kerusakan neurologi kronik

Eritema multiforma dan ruam lainnya

Sindrom Guillain-Barre

Anemia hemolitik

Diabetes Juvenil

Gangguan belajar dan attention-deficit disorder

Mononeuropati perifer

Trombositopenia

Bukti memperkuat penolakan

hubungan kausal (possible)

Spasme infantile

Sindrom Reye

SIDS

Bukti memperkuat penerimaan

hubungan kausal (probable)

Ensefalopati akut

Syok dan keadaan seperti syok yang tidak biasa

(unusual shock-like state)

Bukti memastikan hubungan kausal

(very like/certain)

Anafilaksis

Menangis terus dan tidak dapat dibujuk

10

Unlikely

unrelated

unclassifable

Page 11: REFERAT KIPI

(inconsolable crying)

Dikutip dengan modifikasi dari laporan Committee Institute of Medikine, National Academy of Science

USA (1991), dalam Stratton KR, Howe CJ, Johnston RB Jr, 1994.

2.4 Gejala klinis

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi

gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin

cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini disebabkan

oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin

untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi terhadap efek samping vaksin harus

lebih kecil daripada obat obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satu pun jenis vaksin

yang aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat imunisasi pelru

diobservasi selama 15 menit.1,2,3

Tabel 2. Gejala klinis KIPI menurut lokasinya

Reaksi KIPI Gejala KIPI

Lokal Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya

selulitis, BCG-itis

SSP Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,

edema

Reaksi anafilaksis

Syok anafilaksis

Artralgia

Demam tinggi >38,5°C

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus

11

Page 12: REFERAT KIPI

(3jam)

Sindrom syok septik

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka

apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga

dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit

ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan

observasi selama 15 menit. Untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang

dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.1,7,12

Tabel 3. Gejala Klinis menurut jenis vaksin dan saat timbulnya KIPI1,2

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI

Toksoid Tetanus

(DPT, DT, TT)

Syok anafilaksis

Neuritis brakhial

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

2-28 hari

tidak tercatat

Pertusis whole cell

(DPwT)

Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

72 jam

tidak tercatat

Campak Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

Trombositopenia

Klinis campak pada resipien

imunokompromais

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

5-15 hari

tidak tercatat

7-30 hari

6 bulan

tidak tercatat

Polio hidup (OPV) Polio paralisis 30 hari

12

Page 13: REFERAT KIPI

Polio paralisis pada resipien

imunokompromais

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

6 bulan

Hepatitis B Syok anafilaksis

Komplikasi akut termasuk kecacatan

dan kematian

4 jam

tidak tercatat

BCG BCG-itis 4-6 minggu

Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

2.5 Angka kejadian

KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian

reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi

anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa

lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga

tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

Kasus KIPI polio berat dapat terjadi pada 1 per 2,4 juta dosis vaksin (CDC Vaccine

Information Statement, 2000), sedangkan kasus KIPI hepatitis B pada anak dapat berupa

demam ringan sampai sedang terjadi ¼ dosis vaksin, dan pada dewasa 1/100 dosis (CDC

Vaccine Information Statement 2000). Kasuus KIPI campak berupa demam terjadi pada 1/6

dosis, ruam kulit ringan 1/20 dosis, kejang yang disebabkan demam 1/3000 dosis, dan reaksi

alergi serius 1/1.000.000 dosis.1,3,7,12

Tabel 4. Berikut dapat digunakan :

Untuk mengantisipasi reaksi imunisasi

Mengidentifikasi kejadian yang tidak berhubungan dengan imunisasi

Sebagai perbandingan kejadian/rates untuk kepentingan pelaopran dan penyelidikan

bila ternyata lebih besar kejadiannya

Tabel 4. Reaksi vaksin, interval kejadian dan rasio KIPI2

Vaksin Reaksi Kejadian Rasio per juta dosis

BCG Limfadenitis supuratif

BCG osteitis

BCG-it is diseminata

2-6 bulan

1-12 bulan

1-12 bulan

100-1000

1-700

2

Hib Tidak diketahui - -

Hepatitis B Anafilaktik 0-4 jam 1-2

Measles Kejang demam 5-12 hari 333

13

Page 14: REFERAT KIPI

trombositopenia 15-35 hari 33

OPV Anafilaktik

VAPP (vaccine

associated paralytic

poliomyelitis)

0-1 jam

4-30 hari

1-50

1.4 – 3.4

Tetanus Neuritis brakialis

Anafilaktik

Abses steril

2-28 hari

0-4 jam

1-6 minggu

5-10

1-6

6-10

TD Sama dengan tetanus - -

DTP Persistent-inconsolable

screaming (menangis

berkepanjangan lebih

dari 3 jam)

Kejang demam

Episode hipotonik

hiporesponsif (HHE)

Anafilaktik

Ensefalopati

0-24 jam

0-3 hari

0-24 jam

0-4 jam

0-3 hari

1000-60.000

570

570

20

0-1

Dikutip dari : Background rates of adverse events folloeing immunization, supplementary information on vaccine

safety. Part 2 tahun 2000; WHO

2.6 Imunisasi pada kelompok beresiko

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk

dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:2,19

1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan

mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera

2. Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-

hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:

a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi cukup

bulab

b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan

diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi

hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung

HbsAg positif

14

Page 15: REFERAT KIPI

c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang

diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan

penyebaaran virus polio melaui tinja

3. Pasien imunokompromais

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai

akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis

vaksin hidup merupakan kontra indikasi untuk pasien imunokompromais dapat diberikan

IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis

kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak

dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison

20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan

pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.

4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin

Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan

hambatan pembentukan respons imun.

5. Responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang tetapi kasus HIV memerlukan

imunisasi.

Ada pertimbangan bila diberikan terlambat mungkin tidak akan berguna karena penyakit

sudah lanjut dan efek imunisasi tidak ada atau kurang. Apabila diberikan terlalu dini,

vaksin hidup akan mengaktifkan system imun yang dapat meningkatkan replikasi virus

HIV sehingga memperberat penyakit HIV. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan

mikroorganisme yang dilemahkan atau yang sudah mati, sesuai jadwal anak sehat.

Tabel 5. Rekomendasi imunisasi untuk pasien HIV anak2,6

Vaksin Rekomendasi Keterangan

IPV Ya Pasien dan sekeluarga serumah

DPT Ya Pasien dan sekeluarga serumah

Hib Ya Pasien dan sekeluarga serumah

Hepatitis B* Ya Sesuai jadwal anak sehat

Hepatitis A Ya Sesuai jadwal anak sehat

MMR** Ya Diberikan umur 12 bulan

Influenza Ya Tiap tahun diulang

Pneumokok Ya Secepat mungkin

BCG*** Ya Dianjurkan untuk Indonesai

Varisela Tidak

Dikutip dan dimodifikasi dari Plotkin SA, 2004.

Keterangan :

* : ada yang menganjurkan dosis hepatitis B dilipatgandakan dua kali

** : MMR dapat diberikan pada pasien HIV yang asimptomatik atau HIV dengan gejala ringan

15

Page 16: REFERAT KIPI

*** :Tidak diberikan pada HIV yang berat

Tabel 6. Kontra indikasi dan perhatian khusus untuk Imunisasi2

Kontra indikasi dan perhatian khususBukan kontra indikasi

(imunisasi dapat dilakukan)

Berlaku umum untuk semua vaksin DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B

Kontra indikasi

Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT

sebelumnya

Perhatian khusus

Demam >40.5˚C dalam 48 jam pasca DPT

sebelumnya, yang tidak berhubungan dengan

penyebab lain

Kolaps dan keadaan seperti syok (episode

hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam pasca

DPT sebelumnya

Menangis terus >3 jam dalam 48 jam pasca

DPT sebelumnya

Sindrom Guillain-barre dalam 6 minggu pasca

vaksinasi

Bukan kontra indikasi

Demam < 40.5 ˚ C pasca DPT sebelumnya

Riwayat kejang dalam keluarga

Riwayat SIDS dalam keluarga

Riwayat KIPI dalam keluarga pasca DPT

Vaksin polio

Kontra indikasi

Infeksi HIV atau kontak HIV serumah

Imunodefisiensi (keganasan hematologi, atau

tumor padat, imunodefisiensi congenital,

terapi imunosupresan jangka panjang)

Imunodefisiensi penghuni serumah

Bukan kontra indikasi

Sedang dalam terapi antibiotic

Diare ringan

Campak

Perhatian khusus

Mendapat transfuse darah/produk darah atau

immunoglobulin (dalam 3-11 bulan,

tergantung produk darah dan dosisnya)

Trombositopenia

Riwayat purpura trombositopenia

Hepatitis B

Kontra indikasi Bukan kontra indikasi

16

Page 17: REFERAT KIPI

Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan

Dikutip dari rekomendasi ACIP dan AAP dalam JC Watson, G. Petr, 1999.

2.7 Tata cara Pemantauan dan Penanggulangan KIPI1,2

Masyarakat seringkali beranggapan bahwa insiden medik setelah imunisasi selalu

disebabkan oleh imunisasi, insiden umumnya terjadi secara kebetulan (koinsiden). Sebagian

yang beranggapan bahwa vaksin sebagai penyebab KIPI juga keliru. Penyebab sebenarnya

adalah kesalahan program yang dapat dicegah. Untuk menemukan penyebab KIPI kejadian

tersebut harus dideteksi dan dilaporkan.

Tujuan Utama pemantauan kasus KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon

kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negative imunisasi terhadap

kesehatan individu dan terhadap program imunisasi. Hal ini merupakan indicator kualitas

program.

Kegiatan pemantauan kasus KIPI meliputi :1

Menemukan kasus, melacak kasus, menganalisis kejadian, menindaklanjuti kasus,

melaporkan dan mengevaluasi kasus.

Memperkirakan angka kejadian KIPI pada suatu populasi

Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau

merek vaksin tertentu.

Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan koinsidens atau

bukan.

Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program imunisasi.

Memberi respon yang cepat dan tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat

tentang keamanan imunisasi, di tengah kepedulian (masyarakat dan professional)

tentang adanya resiko imunisasi.

Kejadian dimana tidak terbukti berhubungan dengan imunisasi 4,16,17

Terdapat adanya bukti epidemiologi yang mengindikasikan bahwa tidak adanya

hubungan kausal antara imunisasi dengan kejadian berikut :

sudden infant death syndrome (SIDS) dan vaksin manapun

autism dan vaksin MMR

multiple sclerosis dan vaksin Hepatitis B

inflammatory bowel disease dan vaksin MMR,

diabetes dan vaksin Hib,

asthma dan vaksin manapun

17

Page 18: REFERAT KIPI

Bagian yang terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi kasus KIPI

secara lengkap agar dapat dengan cepat dinilai dan dianalisis untuk mengidentifikasi dan

merespon suatu masalah. Respon merupakan suatu aspek tindak lanjut yang penting dalam

pemantauan KIPI.

Tabel 7. Kompensasi dan pelaporan akibat cedera vaksin pada anak

Vaksin KIPI Interval antara imunisasi

sampai terjadinya KIPI

Laporan Kompensasi

I. Toksoid,

tetanus, DTaP,

DTP, DT, Td, TT

A. Anafilaksis atau syok anafilaksis

B. Neuritis brakilais

C. Semua komplikasi akut atau sekuele

(termasuk kematian) akibat kejadian

diatas

D. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-7 hari

0-28 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

0-4 jam

2-28 hari

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

II. Pertusis,

DTaP, DT,

DTP/Hib

A. Anafilaskis atau syok anafilaksis

B. Ensefalopati/ensefalitis

C. Semua komplikasi akut atau sekuele

(termasuk kematian) akibat kejadian

0-7 hari

0-7 hari

Tak terbatas

0-4 jam

2-72 jam

Tak terbatas

18

Page 19: REFERAT KIPI

diatas

D. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

Tak terbatas Belum dapat

diaplikasikan

III. MMR, MR, M,

R

A. Anafilaskis atau syok anafilaksis

B. Ensefalopati/ensefalitis

C. Semua komplikasi akut atau sekuele

(termasuk kematian) akibat kejadian

diatas

D. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-7 hari

0-15 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

0-4 jam

5-15 jam

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

IV. MM

R, MR, R

A.Artritis kronik

B.Semua komplikasi akut atau sekuele

(termasuk kematian) akibat kejadian

diatas

C.Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-42 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

7 - 42 hari

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

V. Campak, MMR,

MR, R

A.Purpura trombositopenik

B. Infeksi virus campak vaccine-strain

pada imunodefisiensi

C.Semua komplikasi akut atau sekuele

(termasuk kematian) akibat kejadian

diatas

D.Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-30 hari

0-6 bulan

Tak terbatas

Tak terbatas

7-30 hari

0-6 bulan

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

VI. Polio, hidup,

OPV

A. Polio paralitik

- Resipien non-imunodefisiensi

- Resipien imunodefisiensi

- Kasus dalam lingkungan yang

berhubungan dengan vaksin

A. Infeksi virus polio vaccine-strain

- Resipien non-imunodefisiensi

0-30 hari

0-6 bulan

Tak terbatas

0-30 hari

0-30 hari

0-6 bulan

Tak terbatas

0-6 bulan

19

Page 20: REFERAT KIPI

- Resipien imunodefisiensi

- Kasus dalam lingkungan yang

berhubungan dengan vaksin

B. Semua kompliaksi akut atau

sekuele (termasuk kematian) akibat

kejadian diatas

C. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-6 bulan

Tak terbatas

Tak terbatas

Tak terbatas

Tak terbatas

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

Tak terbatas

VII. Polio,

inaktivasi,

IPV

A. Anafilaksis atau renjatan

anafilaksis

B. Semua kompliaksi akut atau

sekuele (termasuk kematian) akibat

kejadian diatas

C. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-7 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

0-4 jam

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

VIII. Hepa

titis B

A. Anafilaksis atau renjatan

anafilaksis

B. Semua komplikasi akut atau

sekuele (termasuk kematian) akibat

kejadian diatas

C. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-7 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

0-4 jam

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

IX. Hib,

polisakarida

tidak

dikonyugasi

(PRP)

A. Penyakit Hib dini

B. Semua komplikasi akut atau

sekuele (termasuk kematian) akibat

kejadian diatas

C. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

0-7 hari

Tak terbatas

Tak terbatas

0-7 hari

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

X. Hib,

polisakarida

konyugasi

A. Tak ada kondisi spesifik untuk

kompensasi

B. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

Belum dapat

diaplikasikan

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

Belum dapat

diaplikasikan

XI. Varis A. Tak ada kondisi spesifik untuk Belum dapat Belum dapat

20

Page 21: REFERAT KIPI

ela kompensasi

B. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

diaplikasikan

Tak terbatas

diaplikasikan

Belum dapat

diaplikasikan

XII. Rotavirus,

hidup

A. Tak ada kondisi spesifik untuk

kompensasi

B. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

Belum dapat

diaplikasikan

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

Belum dapat

diaplikasikan

XIII. Semu

a vaksin

baru

direkomend

asi CDC

(imunisasi

rutin)

A. Tak ada kondisi spesifik untuk

kompensasi

B. Semua kontra indikasi yang telah

dicantumkan produsen dalam

kemasan vaksin

Belum dapat

diaplikasikan

Tak terbatas

Belum dapat

diaplikasikan

Belum dapat

diaplikasikan

Dikutip dari Reporting and Compensation Tables, National Childhood Vaccine Injury Act 1986, Committee dfrom

IOM, National Academy Science USA, dalam Atkinson W, Wolfe CS, Humiston S, Nelson 2000.

Tabel 8. Tatalaksana kasus KIPI1

KIPI Gejala Tindakan

Vaksin Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan < 1 cm,

Timbul < 48 jam setelah imunisasi

Kompres hangat Jika nyeri mengganggu dapat

diberikan parasentamol 10 mg /kgBB/kali pemberian, < 6 bln : 60 mg/kali pemberian 6-12 bb 90 mg/kali pemberian 1-3 th : 120 mg/kali pemberian

Reaksi lokal berat (jarang terjadi)

Eritema /indurasi dan edema Nyeri, bengkak dan manifestasi

sistemik

Kompres hangat Parasetamol

Reaksi Arthus Nyeri, bengkak, indurasi dan edema

Terjadi akibat reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi yang masih tinggi

Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12-36 jam setelah imunisasi

Kompres hangat Parasetamol Dirujuk dan dirawat di RS

Reaksi umum Demam, lesu, nyeri otot, nyeri Berikan minum hangat dan

21

Page 22: REFERAT KIPI

(sistemik) kepala dan menggil selimut Parasetamol

Kolaps / Keadaan seperti syok

Episode hipotonik-hiporesponsif Anak tetap sadar tetapi tidak

bereaksi terhadap rangsangan Pada pemeriksaan frekuensi,

amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal

Rangsang dengan wangian atau bauan yang merangsang

Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke puskesmas terdekat

Reaksi Khusus :Sindrom Guillain Barre (jarang terjadi)

Lumpuh layu, simetris, asendens (menjalar ke atas) biasanya tungkai bawah

Ataksia Penurunan refleksi tendon Gangguan menelan Gangguan Pernafasan Parestesi Meningismus Tidak demam Peningkatan protein dalam cairan

serebrospinal tanpa pleositosis Terjadi antara 5 hari sd 6 minggu

setelah imunisasi Perjalanan penyakit dari 1 s/d 3-4

hr Prognosis umumnya baik.

Rujuk segera ke RS untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut

Neuritis brakialis (Neuropati pleksus brakialis)

Nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas

Terjadi 7 jam sd 3 minggu setelah imunisasi

Parasetamol Bila gejala menetap rujuk ke

RS untuk fisioterapi

Syok anafilaktik Terjadi mendadak Gejala klasik : kemerahan merata,

edem Urtikaria, sembab pada kelompok

mata, sesak, nafas berbunyi Jantung berdebar kencang Tekanan darah menurun Anak pingsan / tidak sadar Dapat pula terjadi langsung

berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain

Oksigen Suntikan adrenalin 1:1.000,

dosis 0,1-0,3, sk/i, atau 0,01 ml/kgBB /x , max dosis 0,05 ml/kali

Segera pasang infus NaCI 0,9% / D 5% diguyur

Aminofilin 3-4 mg/BB IV (pelan-pelan)

Hidrokortison 7-10 mg/BB IV 5 mg/BB (tiap 6 jam)

Tatalaksana Program

Abses dingin Bengkak dan keras, nyeri daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin

Kompres hangat Parasetamol

Pembengkakan Bengkak disekitar suntikan Kompres hangat

22

Page 23: REFERAT KIPI

Terjadi karena penyuntikan kurang dalam

Sepsis Bengkak disekitar bekas suntikan Demam Terjadi karena jarum suntik tidak steril Gejala timbul 1 minggu atau lebih setelah

penyuntikan

Kompres hangat Parasetamol Rujuk ke RS terdekat

Tetanus Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar

Rujuk ke RS terdekat

Kelumpuhan / kelemahan otot

Lengan sebelah (daerah yang disuntik ) tidak bisa digerakkan

Terjadi karena daerah penyuntikan salah (bukan pertengahan muskulus deltoid)

Rujuk ke RS terdekat untuk di fisioterapi

Faktor PenerimaAlergi Pembengkakan bibir dan tenggorokan,

sesak nafas, eritema, papula, terasa gatal Tekanan darah menurun

Suntikan dexametason 1 ampul im/iv

Jika berlanjut pasang infus NACI 0,9%

Faktor psikologis Ketakutan Berteriak Pingsan

Tenangkan penderita Beri minuman air hangat Beri wewanginan /

alkohol Setelah sadar beri

minuman teh manis hangat

Koinsidens(factor kebetulan)

Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi

Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut di atas atau bentuk lain

Tangani penderita sesuai gejala

2.8 Pelaporan KIPI

Pada pelaksanaannya jarang berhasil menentukan penyebab KIPI, karena memang

tidak mudah untuk menemukannya. Untuk menentukan penyebab kasus KIPI dan diduga

kasus KIPI diperlukan laporan dengan keterangan rinci sebagaimana yang diuraikan di

bawah ini. Data yang diperoleh dipergunakan untuk menganalisis kasus dan mengambil

kesimpulan.1,2,11

KIPI yang harus dilaporkan

Semua KIPI harus dilaporkan, baik yang ringan maupun yang berat.

Termasuk KIPI yang berat yaitu:

Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan

dengan imunisasi.

23

Page 24: REFERAT KIPI

Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat

berhubungan dengan imunisasi.

Semua kecacatan, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan

dengan imunisasi.

Semua kejadian medik yang menimbulkan keresahan masyarakat karena diduga

berhubungan dengan imunisasi.

Pelapor KIPI

Petugas kesehatan yang melakukan pelayanan imunisasi

Petugas kesehatan yang melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan, rumah

sakit serta sarana pelayanan kesehatan lain.

Peneliti yang melakukan studi klinis atau penelitian lapangan.

Hal-hal yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan

Apabila orang tua membawa anak sakit yang baru diimunisasi, petugas kesehatan

harus dapat mengenal KIPI dan menentukan apakah perlu dilaporkan dan perlu

tindakan lebih lanjut.

Petugas harus mengetahui factor pencetus dan harus mampu menggunakan

definisi kasus.

Pada kasus ringan, petugas kesehatan harus tenang dan member nasehat pada

orang tua untuk mengobati pasien. Reaksi ringan, seperti limfadenitis BCG dan

abses kecil pada tempat suntikan, tidak perlu dilaporkan kecuali apabila tingkat

kepedulian orang tua cukup bermakna.

Pada orang tua dan masyarakat harus mengetahui reaksi yang diharapkan terjadi

setelah imunisasi dan dianjurkan untuk melapor serta membawa dengan segera

anak yang sakit yang dikhawatirkan ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan.

Pelaporan

Laporan dibuat dengan mengisi formulir laporan yang disediakan.

Menyerahkannya ke instansi kesehatan tingkat kabupaten/daerah tingkat II, dengan

tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yang berkedudukan diprovinsi.

Petugas kesehatan di tingkat II harus merekapitulasi kejadian serta menetapkan kasus

tersebut termasuk KIPI atau tidak, serta meneruskanya ke Instansi Kesehatan Provinsi

/ Daerah Tingkat I sampai ke subdit Imunisasi Dirjen PPM & PLP Depkes dengan

tembusan kepada KOMNAS PP KIPI

24

Page 25: REFERAT KIPI

Dalam hal mendesak, pelaporan dapat disampaikan melalui telepon atau faximili,

formulir pelaporan harus diisi kemudian.

Data demografi.

Data yang harus dilaporkan

1. Data pasien

Riwayat perjalanan penyakit

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat imunisasi

Pemeriksaan penunjang yang berhubungan

2. Data pemberian vaksin

Nomor batch vaksin

Masa kadaluarsa

Nama pabrik pembuat vaksin

Kapan dan darimana vaksin dikirim

Pemeriksaan penunjang tentang vaksin, apabila ada atau berhubungan

3. Data yang berhubungan dengan program

Perlakuan umum terhadap rantai dingin vaksin

Penyimpanan vaksin, membeku? Kadaluarsa?

Perlakuan terhadap vaksin, misalnya mengocok vaksin sebelum

disuntikkan

Perlakuan setelah vaksinasi, missal pembuangan vaksin setelah

selesai pelaksanaan imunisasi?

Perlakuan mencampur serta melakukan imunisasi

Apakah pelarut yang dipakai sudah benar?

Apakah pelarut steril?

Apakah dosis sudah benar?

Apakah vaksin diberikan dengan cara dan tempat yang benar?

Ketersediaan jarum dan semprit

Apakah setiap semprit steril digunakan oleh satu orang?

Perlakuan sterilisasi peralatan apakah telah dilakukan?

4. Data sasaran lain

Jumlah pasien yang menerima imunisasi dengan vaksin nomnor batch

sama atau pada masa yang sama atau keduanya, dan berapa jumlah pasien

yang sakit serta bagaimana gejalanya.

25

Page 26: REFERAT KIPI

Jumlah sasaran yang diimunisasi dengan nomor batch lain (dari produsen

sama atau berlainan) atau masyarakat yang tidak diimunisasi tetapi terkena

penyakit dengan gejala yang sama.

Contoh Formulir laporan

26

Page 27: REFERAT KIPI

2.9 Tindak Lanjut :

27

Page 28: REFERAT KIPI

Pelacakan harus dilakukan segera setelah laporan diserahkan tanpa ditunda . Pelacakan

dimulai oleh petugas kesehatan yang mendeteksi KIPI , atau oleh yang melihat pola tertentu di

binaannya . Di lain pihak , dalam beberapa keadaan untuk KIPI tertentu tidak perlu dilakukan

tindak lanjut , seperti penyakit yang tidak berhubungan dengan imunisasi , seperti pneumonia

setelah penyuntikan DPT . Meskipun demikian apabila orang tua pasien menganggap kejadian

tersebut berhubungan dengan imunisasi , berikan kesempatan kepada mereka untuk

mendiskusikan masalah tersebut dengan petugas kesehatan .

28