Referat Internal Ckd
-
Upload
rachman-usman -
Category
Documents
-
view
46 -
download
2
description
Transcript of Referat Internal Ckd
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Palu, Agustus 2015
FKIK Universitas Tadulako
Rumah Sakit Umum Anutapura
REFERAT
GAGAL GINJAL KRONIK STAGE V
Nama : Nur faridah, S. Ked
Stambuk : N 111 14 024
Pembimbing Klinik : dr. Ahmad B Makalama, Sp.PD
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:
Nama : Nita Rachmawati, S.Ked
NIM : N 111 14 041
Judul Referat : HEMOPTOE
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako.
Palu, Agustus 2015
Pembimbing,
dr. Rustam Amiruddin, Sp.PD
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL..............................................
2.2 GAGAL GINJAL KRONIK............................................................
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................
BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................
BAB V KESIMPULAN...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
2
3
4
5
6
10
24
30
36
37
3
BAB I
PENDAHULUAN
Di seluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD) terus
meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat
berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang. Konsekuensi
kesehatan utama dari CKD bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal,
tapi juga peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemuka
menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang
dilakukan lebih awal.1
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau
lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal,
dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomelural (LFG) yang bermanifestasi
sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal : termasuk ketidak seimbangan
komposisi zat di dalam darah atau urin serta ada atau tidaknya gangguan
pemeriksaan pencitraan.1
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronik sebagai
kerusakan ginjal (struktural atau fungsional) atau penurunan glomerular filtration
rate (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,72 m2 selama 3 bulan atau lebih. Apapun
etiologi yang mendasari, akan selalu terjadi massa renal dengan skerosis
ireversibel dan kehilangan nefron, mengakibatkan penurunan GFR secara
progresif.1
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasiglomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
4
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GINJAL
2.1.1 Definisi
Ginjal merupakan adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang
berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi
menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama
dengan air dalam bentuk urin. 2
2.1.2 Anatomi Ginjal
Gambar 2.1 System Urogenital Tubuh
6
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus
abdominsalis, kuadratus lumborum,dan psoas mayor. Ginjal sebelah kanan
lebih rendah dibandingkan dengan gijal kiri karena tertekan kebawah oleh
hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas
ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan. 2,3
Ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada
bagian paling tebal dan berbentuk seperti kacang. Terletak pada bagian
belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena
ada hepar di sisi kanan. Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks,
medulla dan pelvis renal. 2,3
Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak
bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla
renal, yang berbentuk seperti kerucut disebut piramid renal, dengan dasarnya
7
menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papilla renal. Di
antara piramid terdapat jaringan korteks, disebut kolum renal (Bertini). 2,4
Ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar
disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks
mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor,
yang langsung menutupi papilla renal dari piramid. Kaliks minor ini
menampung urin yang terus-menerus keluar dari papila. Dari kaliks minor,
urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai
akhirnya ditampung di dalam kandung kemih. 2,3
Setiap ginjal terdapat satu juta atau lebih nefron, masing-masing
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri
atas pembuluh-pembuluh darah, yaitu glomerulus dan kapiler peritubuler,
yang mengitari tubuli. Komponen tubuler berawal dengan kapsula Bowman
(glomerular) dan mencakup tubuli kontortus proksimal, ansa Henle dan tubuli
kontortus distal. Dari tubuli distal, isinya disalurkan ke dalam duktus koligens
(saluran penampung atau pengumpul). Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125
ml filtrat per menit; dari jumlah ini, 124 ml diabsorpsi dan hanya 1 ml
dikeluarkan ke dalam kaliks-kaliks sebagai urin. 2,3
2.1.3 Fisiologi Ginjal
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit
berupa ekskresi kelebihan air dan elektrolit, mempertahankan keseimbangan
asam basa, mengekskresi hormon, berperan dalam pembentukan vitamin D,
mengekskresi beberapa obat-obatan dan mengekskresi renin yang turut dalam
pengaturan tekanan darah. 2,3
Ginjal juga memiliki fungsi untuk membersihkan tubuh dari bahan-
bahan sisa hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Selain
itu, fungsi yang sangat penting yaitu mengontrol volume dan komposisi
cairan tubuh. Untuk air dan semua elektrolit dalam tubuh, keseimbangan
antara asupan (hasil konsumsi metabolik) sebagian besar dipertahankan oleh
ginjal. Fungsi ginjal antara lain :
8
a. Ekskresi produk sisa metabolisme dan bahan kimia asing
Produk yang diekskresikan meliputi urea (dari metabolisme asam
amino), kreatinin (sari kreatin otot), asam urat (dari asam nukleat),
produk akhir pemecahan hemoglobulin (seperti bilurubin), dan
metabolit berbagai hormon. Ginjal juga mensekresikan bahan kimia
asing seperti petisida, obat-obatan, dan zat aditif makanan.
b. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
Untuk mempertahankan homeostatis, ekskresi air dan elektrolit harus
sesuai dengan asupannya. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat
dalam tubuh akan meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi,
jumlah zat dalam tubuh akan berkurang
c. Pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
d. Pengaturan tekanan arteri
Ginjal berperan penting dalam mengatur tekanan arteri jangka panjang
dengan mengekskresikan sejumlah natrium dan air. Selain itu, ginjal
turut mengatur tekanan arteri jangka pendek dengan menyekskresikan
faktor dan zat vasoaktif, seperti renin, yang meyebabkan pembentukan
produk vasoaktif lainnya (misalnya angiotensin II)
e. Pengaturan keseimbangan asam-basa
Ginjal turut mengatur asam-basa, bersama dengan paru dan sistem
dapar cairan tubuh, dengan cara menyekresikan asam dan mengatur
penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal satu-satunya organ untuk
membuang tipe-tipe asam tertentu dari tubuh, seperti asam sulfur dan
asam fosfat yang ≥dihasilkan dari metabolisme protein.
f. Sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon
g. Glukoneogenesis
Ginjal menyintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya
selama masa puasa yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis.
Pada penyakit gagal ginjal akut, penyakit ginjal kronik, fungsi
homeostatis ini terganggu, dan kemudian terjadi abnormalitas
komposisi dan volume cairan tubuh yang berat dan cepat.
9
2.2 Gagal Ginjal Kronis
2.2.1 Definisi
Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu
saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis
atau transplantasi ginjal4. Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya
merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal
kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang
agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal
tahap akhir yang diterima pasien, diabetes melitus dan hipertensi
sekarang adalah penyebab utama gagal ginjal kronik. 4
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik, penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari
pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling tidak
sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi
dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal. 4
Uremia adalah suatu sindrom klinis yang dihubungkan dengan
abnormalitas dari cairan elektrolit, serta keseimbangan hormon dan
metabolik. Uremia berkembang secara harfiah yang berarti adanya urin dalam
darah sebagai suatu kondisi klinis yang berhubungan dengan kegagalan
fungsi ginjal. Uremia sering ditemukan pada gagal ginjal (stadium V Penyakit
Ginjal Kronik, tetapi dapat juga terjadi pada gangguan fungsi ginjal akut jika
penurunan fungsi ginjal berlangsung cepat. 4
Dalam keadaan normal ginjal berfungsi sebagai tempat produksi dan
sekresi hormon-hormon terterntu, regulasi cairan dan elektrolit, dan eliminasi
produk-produk sisa. Bila terjadi penurunan fungsi ginjal, fungsi ini tidak akan
berjalan dengan normal dan timbul kelainan-kelainan metabolik. Kejadian ini
10
ditemukan bila kreatinin kurang dari 10 ml/menit, meskipun pada sebagian
pasien gejla-gejala ini dapat terjadi pada kreatinin >10 ml/menit terutama bila
penurunan fungsi ginjal berlangsung cepat.
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit
ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik:4
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1
adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2
kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3
kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4
kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah
gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan berikut:4
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
11
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
2.2.2 Etiologi1,6
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit
ginjal di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan
proliferasi jaringan glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan
pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler. Hippocrates
awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria,
lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop,
Langhans kemudian mampu menggambarkan perubahan
pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus
pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan
sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria,
proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering
disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.6
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.6
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10%
terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis
akut yaitu dapat terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang
12
biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang
karena peregangan kapsul ginjal.6
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua duanya.7
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus
dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air
kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.7
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan
hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan
intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda
awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan
tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke
glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan
ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang
mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem
saraf .4,8
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti
hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
13
diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau
disebut juga hipertensi renal.7
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi
berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi.1,3,,5
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun
interstitial.4
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat
stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita
asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.4
14
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal,
dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya
25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari
kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila
penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau
dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan
poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala
ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan
gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.1,3
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal
ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000
nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan
bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala
yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya
menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang
tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.3,5
15
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi
empat stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas
antara stadium-stadium tersebut. 4
2.2.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom uremia
sangat kompleks. Kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,9
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,
kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut
ataupun kronik.2
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity
(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.2,9
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di
samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal
kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan
perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi
klinik adalah 11-12 g/dL.3
16
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual
dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah
yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.3
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis
dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal
ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada
kulit muka dan dinamakan urea frost.2,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan
mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala
psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
17
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa
hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung. 2
2.2.5 Diagnosis
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu
gambaharan histopatologis.3,4
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible
factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i. Sesuai dengan penyakit yang mendasari
18
ii. Sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati
perifer, pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai
koma
iii. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, chlorida).2
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum
dan kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat
dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah
lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria,
hematuri, leukosuria, dan silinder.4
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing
tidak bisa melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran
terjadinya pengaruh toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah
mengalami kerusakan
3. Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, klasifikasi
5. Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
2.2.6 Penatalaksanaan
19
1. Terapi konservatif 3,4,5
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal
disease).
2. Terapi simptomatik 3,4,5
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus
segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis
inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL
20
kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian
200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.4
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym
Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor).
Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal
yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan
tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk
pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
21
3. Terapi pengganti ginjal 3,5
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat.
2.2.7 Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium
terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari
diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu
masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan
mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan
gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan
hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),
kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).3
BAB III
22
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.AK
Umur : 72 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Dapura
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 28-7-2015
Ruangan : Rajawali Bawah RSU Anutapura
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk dengan keluhan nyeri
perut, khusunya pada daerah perut kiri atas sejak 1 bulan yang lalu, nyeri
hilang timbul, tembus ke belakang, sebelumya pasien merasakan nyeri
perut kiri atas hampir 3 bulan belakangan ini tetapi nanti 1 bulan terakhir
pasien mengeluh tidak dapat menahan nyeri jika nyeri timbul kembali,
mual (+), muntah beberapa kali, nafsu makan menurun sejak 1 bulan yang
lalu dan badan terasa lemas. Keluhan lain sesak napas saat beraktivitas,
nyeri dada (-), batuk sejak 1 bulan yang lalu, intensitas ringan, flu (-),
demam sejak 1 bulan yang lalu, demam naik turun, sering komsumsi obat
paracetamol untuk menurunkan demamnya. BAB biasa dan BAK lancar,
warna kuning pekak tetapi 2 minggu yang lalu pasien sering berkemih.
Pasien juga sering merasa gatal-gatal pada kulitnya.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
- Riwayat Diabetes Mellitus sejak 5 tahun yang lalu
- Riwayat hipertensi dan sering komsumsi obat antihipertensi
- Riwayat pernah dirawat di RS dengan infeksi saluran kemih ± 6 bulan
yang lalu.
23
- Riwayat melakukan pemeriksaan di Prodia 1 tahun yang lalu dengan
kesan GAGAL GINJAL KIRI & KRISTAL-KRISTAL GINJAL
KANAN.
- Riwayat merokok
- Riwayat asma (-)
- Riwayat pengobatan 6 bulan (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
- Tidak ada riwayat penyakit keluarga
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
SP : Sakit sedang /Kompos mentis
TB : 159 cm
BB : 53 kg
IMT : 21,2 kg/m2
Tanda Vital
TD : 190/90 mmHg
Pernapasan : 26 kali/menit
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 37,4 0C
Kepala
Wajah : tampakan sesuai, jejas (-)
Deformitas : -
Bentuk : normochepal
Mata :
Konjungtiva : anemis +/+
Sklera : ikterik -/-
Pupil : isokor, bulat ± 3 mm
Mulut : sianosis (-), bibir kering (+), lidah kotor (-)
24
Leher
Kelenjar Getah Bening : pembesaran (-), massa (-)
Tiroid : pembesaran (-), massa (-)
JVP : 5+0 cmHo
Massa : -
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus kanan + kiri
Perkusi : Hipersonor sinitra
Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordia teraba pada SIC V midclavicular (S)
Perkusi
Batas atas : Linea parasternalis SIC II sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis SIC IV dextra
Batas kiri : Linea axillaris anterior SIC V sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II Murni, Reguler
Abdomen
Inspeksi : Kesan datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Anggota Gerak Atas : Akral hangat (-), edema (-)
Anggota Gerak Bawah : Akral hangat (-), edema (-)
Pemeriksaan Khusus :
LFG : (140-72) x 53 kg/7.62 x 72 = 6,5 ml/menit/1,73 m²
25
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin Parameter :
WBC
RBC
HGB
HCT
MCH
MCV
MCHC
PLT
Hasil :
6x10³/uL
2,6x10/uL
8,1 g/dL
22,4 %
31 pg
85,8 fL
36,2 gr/dL
361x10³/uL
Diabetes GDS 176 mg/dL
Pemeriksaan urin PH
BJ
Protein
Reduksi
Urobilinogen
Bilirubin
Keton
Nitrit
Sedimen :
- Leukosit
- Eritrosit
- Kristal
Ca.oksalat
- Granula
- Epitel sel
- Amoeba
6.0
1.020
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
5-10
0-1
Negatif
Negatif
+
Negatif
FAAL GINJAL
FAAL HATI
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
171 mg/dL
7.62 mg/dL
24 µ/l
24 µ/l
26
Radiologi :
USG 29 Juli 2015 :
Kesan :
- PNC Bilateral
- Multiple kista ginjal bilateral
- Efusi pleura sinistra
Prodia USG (14 Januari 2015) :
Kesan :
- PNC/GNC kanan dengan kristal/ kalsifikasi kecil-kecil
- Post nephritis kiri dengan kristal dan hydroneprhosis sedang
kiri.... batu ureter kiri
- Cystisis
FOTO THORAKS (14 Januari 2015) :
Kesan :
- Bronchitis kronis dengan kedua paru emphysematous
3.5 RESUME
Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut, khusunya pada daerah perut
kiri atas sejak 1 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul, tembus ke belakang,
sebelumya pasien merasakan nyeri perut kiri atas hampir 3 bulan belakangan
ini tetapi nanti 1 bulan terakhir pasien mengeluh tidak dapat menahan nyeri
jika nyeri timbul kembali, mual (+), muntah beberapa kali, nafsu makan
menurun sejak 1 bulan yang lalu dan badan terasa lemas. Keluhan lain sesak
napas saat beraktivitas, batuk sejak 1 bulan yang lalu, intensitas ringan,
demam sejak 1 bulan yang lalu, demam naik turun, sering komsumsi obat
paracetamol untuk menurunkan demamnya. BAK lancar, warna kuning pekak
tetapi 2 minggu yang lalu pasien sering berkemih. Pasien juga sering merasa
gatal-gatal pada kulitnya.
27
Riwayat penyakit terdahulu yaitu riwayat Diabetes Mellitus sejak 5 tahun
yang lalu, hipertensi dan sering komsumsi obat antihipertensi , pernah dirawat
di RS dengan infeksi saluran kemih ± 6 bulan yang lalu, melakukan
pemeriksaan di Prodia 1 tahun yang lalu dengan kesan GAGAL GINJAL
KIRI & KRISTAL-KRISTAL GINJAL KANAN dan riwayat merokok. Hasil
pemeriksaan tanda vital yaitu tekanan darah 190/90 mmHg, nadi 96x/menit,
respirasi 26x/menit, suhu 37,5 C. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan anemis
+/+, bibir kering, dan auskultasi paru ditemukan hipersonor sinistra.
3.6 DIAGNOSIS
Chronic Kidney Disease Stage V
3.7 PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa :
- Tirah baring
- Pengaturan pola diet sesuai berat badan pasien :
Energi : 1855 kkal/kg/hari
Protein : 53-63.6 g/kg/hari
Karbohidrat : 927,5 – 1.113
Lemak : 556,5
Air : Jumlah urin 24 jam + 500 ml
Natrium : 3-5 gram Nacl/hari
Kalium : Dapat diberikan buah-buahan
Kalsium & fosfat : Ca 1000 mg/hari, P 17 mg/hari
Medikamentosa :
- 02 2-4 liter
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolax amp/12 jam
- Omeprazol 40 gr/24 jam
- Amlodipin 10 mg 0-0-1
- Furosemide 40 mg 1-0-0
- Terapi pengganti ginjal
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut, khusunya pada daerah perut kiri
atas sejak 1 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul, tembus ke belakang, sebelumya
pasien merasakan nyeri perut kiri atas hampir 3 bulan belakangan ini tetapi nanti 1
bulan terakhir pasien mengeluh tidak dapat menahan nyeri jika nyeri timbul
kembali, mual (+), muntah beberapa kali, nafsu makan menurun sejak 1 bulan
yang lalu dan badan terasa lemas. Keluhan lain sesak napas saat beraktivitas,
batuk sejak 1 bulan yang lalu, intensitas ringan, demam sejak 1 bulan yang lalu,
demam naik turun, sering komsumsi obat paracetamol untuk menurunkan
demamnya. BAK lancar, warna kuning pekak tetapi 2 minggu yang lalu pasien
sering berkemih. Pasien juga sering merasa gatal-gatal pada kulitnya.
Riwayat penyakit terdahulu yaitu riwayat Diabetes Mellitus sejak 5 tahun
yang lalu, hipertensi dan sering komsumsi obat antihipertensi , pernah dirawat di
RS dengan infeksi saluran kemih ± 6 bulan yang lalu, melakukan pemeriksaan di
Prodia 1 tahun yang lalu dengan kesan GAGAL GINJAL KIRI & KRISTAL-
KRISTAL GINJAL KANAN dan riwayat merokok. Hasil pemeriksaan tanda vital
yaitu tekanan darah 190/90 mmHg, nadi 96x/menit, respirasi 26x/menit, suhu 37,5
C. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan anemis +/+, bibir kering, dan auskultasi
paru ditemukan hipersonor sinistra.
Hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya anemia normositik
normokromik, pemeriksaan urinalisis adanya piuria dan pada pemeriksaan kimia
darah ditemukan uremia dan peningkatan kreatinin. Pemeriksaan USG dengan
kesan : PNC Bilateral, Multiple kista ginjal bilateral dan Efusi pleura sinistra.
LFG pasien 6,5 terdiagnosa sebagai gagal ginjal kronik derajat 5.
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal
29
perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.4
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit <30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum /
serum iron, kapasitas ikat 8 besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin
serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis dan sebagainya. 4
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-
hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah
yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut
berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.4
Pada kasus ini, dapat diperkirakan anemia yang terjadi akibat gangguan
sintesis eritropoetin oleh karena gangguan fungsi ginjal (berdasarkan hasil USG).
Hormon eritropoietin merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh ginjal,
yang berfungsi untuk merangsang produksi sel darah merah. Eritropoetin terutama
diproduksi oleh sel interstitial peritubular ginjal, dan sebagian kecil diproduksi
dihati sebagai respon terhadap hipoksia jaringan. Hipoksia menghambat kerja
enzym prolyl hydroxylase sehingga terjadi akumulasi HIF-1 (hipoxia inducible
factor) yang mengaktivasi ekspresi eritropoetin. Eritropoetin berinteraksi dengan
reseptor eritropoetin pada permukaan sel induk SDM, menstimulasi proliferasi
dan diferensiasi eritroid serta menginduksi pelepasan retikulosit dari sum-sum
tulang.5
Menurut Ketut S. (2009) Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu
proses patofisiologi dan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal dengan waktu kurang lebih 3 bulan yang irreversible pada
30
suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.6,7
Pada pasien ini laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun disebabkan karena
menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena sunstansi ini
diproduksi sacara konstran oleh tubuh. Pada pasien inin mengalami retensi urin
karena ginjal juga tidak mampu untuk menngencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan elektrolit sehari-hari.4
Pasien juga mengalami mual. Mual dan muntah sering merupakan keluhan
utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah
yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.6
Keluhan lain pasien adalah gatal-gatal seluruh badan. Gatal sering
mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan
dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah
tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.6
Riwayat hipertensi pada pasien. Hipertensi ginjal sangat komplek, melibatkan
peranan keseimbangan natrium, aktivitas renin-angiotensin-aldosteron, penurunan
zat dipresor dari medula ginjal, akitivitas sistem saraf simpatis, dan faktor
hemodinamik lain seperti cardiac output dan hipoklasemia. Retensi natrium dan
sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma dan volume cairan
ekstraseluler. Ekspansi volume plasma akan mempertinggi tekanan pengisian
jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output. Kenaikan COP
mempertinggi tonus arteriol dan meningkatkan tahanan perifer. Kenaikan tonus
31
vaskuler arteriol akan menimbulkan mekanisme umpan balik sehingga terjadi
penurunan COP sampai mendekati batas normal kenaikan tekanan darah
(hipertensi) masih dipertahankan. Pada gagal ginjal, sistem buffer tekanan darah
yang diatur oleh sinus karotikus tidak lagi berfungsi secara adekuat karena telah
terjadi perubahan mangenai volume dan tonus pembuluh darah arteriol.6
Riwayat diabetes melitus selama 5 tahun dapat menjadi penyebab terjadinya
gagal ginjal kronik. Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua duanya.9
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun.9
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan
hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan
tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di
ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin.
Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi
dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara
proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa
peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang
mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .9
Pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu
dengan terapi insulin yang terkontrol, kondisi saat ini dengan GDS 176 mg/dL
atau GDS pasien dalam batas normal. Sesuai teori Insulin eksogen normal akan
dimetabolisme di ginjal, sehingga pada gangguan fungsi ginjal waktu paruh
insulin akan memanjang karena turunnya kecepatan degradasi, oleh karenanya
32
pada pasien diabetes tipe 1 dengan gangguan fungsi ginjal episode hipoglikemia
meningkat 5 kali dibandingkan pasien dengan fungsi ginjal normal.
Thiazolidinediones (TZD) diduga memperlihatkan efek proteksi bahkan
mencegah atau memperlambat progresivitas DKD yang dipengaruhi oleh kontrol
gula darah, beberapa penelitian kecil memperlihatkan penurunan albuminuria
pada pasien yang mendapatkan TZD, obat ini di metabolisme di hati sehingga
dapat diberikan bahkan pada pasien diabetes yang menjalani dialisis tanpa perlu
penyesuaian dosis.9
Pada pasien berdasarkan gejala klinis dan hasil perhitungan LFG yaitu 6,5
mg/menit maka pasien dapat di indikasi untuk mendapatkan terapi pengganti
ginjal seperti hemodialisis. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat. Pada pasien dengan riwayat DM menimbulkan proses degenartif yang
kemudian mempercepat komplikasi kardiovaskuler. Untuk mencegah kerusakan
organ pada pasien DM dengan GGK tindakan dialisis dapat dimulai pada LFG
<15 ml/menit.2 Pasien memiliki indikasi untuk melakukan terapi pengganti ginjal
seperti hemodialisis tetapi pasien menolak untuk dilakukan terapi tersebut.
Terapi yang diberikan kepada pasien adalah amlodipin yang sebagai anti
hipertensi dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat
menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Onset
amlodipin perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.
33
Pemberian furosemide digunakan untuk mengurangi edema dan penyimpanan
cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan, termasuk
penyakit jantung atau hati. Furosemide juga digunakan sebagai pengobatan
hipertensi, yang bekerja membloking absorpsi garam dan cairan dalam tubulus
ginjal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek
diuretik furosemide dapat menyebabkan depresi cairan tubuh dan elektrolit dalam
tubuh. Untuk mengatasi keluhan pusing akibat anemia, saat masuk pasien
diberikan transfusi PRC. Transfusi PRC bertujuan untuk menaikkan hemoglobin
pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata (kemungkinan overload
berkurang) dengan indikasi kadar hemoglobin <8gr/dl.4
Terapi nonmedika mentosa terutama untuk pola diet :
34
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus ini dapat diambil kesimpulan bahwa, gagal ginjal
kronik adalah penyakit yang sangat tidak biasa, tetapi umumnya terjadi
sebagai akibat dari masalah umum seperti glomerulonefritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). Faktor risiko gagal
ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit
autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, berat
badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau
perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit
diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga. Gejala yang
dimunculkan bervariasi tiap individu yaitu meliputi kelainan-kelainan berbagai
organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa,
kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
Selain itu pasien dengan riwayat DM dapat diberikan beberapa obat orang
seperti Thiazolidinediones obat ini di metabolisme di hati sehingga dapat
diberikan bahkan pada pasien diabetes yang menjalani dialisis tanpa perlu
penyesuaian dosis.Terapi yang diberikan pada pasien yaitu terapi simptomatik dan
kausatif. Terapi pasien CKD stg V yang di indikasi untuk melakukan terapi
pengganti ginjal seperti hemodialisis dapat membantu mengeluarkan zat-zat
toksik dalam darah. Terapi pengganti ginjal merupakan terapi yang dilakukan
secara terus-menerus, karena itu pasien perlu melakukan persiapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Edukasi pra-dialisis berupa
penjelasan mengenai riwayat alamiah penyakit ginjal, perubahan diet, persiapan
memasuki tahap gagal ginjal terminal diantaranya pembuatan akses vaskular.
35
DAFTAR ISI
1. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK,
08 Mei 2015.
2. Guyton and hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke -11.
Jakarta: EGC
3. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Vol.2. Jakarta: EGC
4. Ketut Suwitra. (2007). Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S,
Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.
4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.
5. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. (2007). Chronic Renal failure in
Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford
University. 294-97.
6. Prodjosudjadi, W. (2009). Glomerulonefritis. Aru WS, Bambang S, Idrus
A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V
Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prodjosudjadi,
W. (2009). Diabetes melitus. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V Jilid II. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Hendromartono., (2009). Diabetes melitus. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. V Jilid
II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
8. O’Mara, N.H, PharmD, (2008). Anemia in Patients With Chronic Kidney
Disease.Dabetes Spectrum (serial online). Diunduh dari:
http://spectrum.diabetesjournals.org/content/21/1/12.full.pdf
36