REFERAT Hemoroid

20
1 REFERAT HEMORRHOID Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah Rumah Sakit panembahan senopati bantul Disusun Oleh : Fadli Robby 2004 031 0084 Dokter Pembimbing : dr. Gunawan S, Sp. B FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2006

description

boleh di copy

Transcript of REFERAT Hemoroid

Page 1: REFERAT Hemoroid

1

REFERAT

HEMORRHOID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Stase

Ilmu Bedah Rumah Sakit panembahan senopati bantul

Disusun Oleh :

Fadli Robby

2004 031 0084

Dokter Pembimbing :

dr. Gunawan S, Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2006

Page 2: REFERAT Hemoroid

2

BAB I

PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan salah satu penyakit yang paling

sering dijumpai. Sulit untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini.

Tapi pengalaman klinik menyokong dugaan bahwa sangat banyak orang,

baik laki-laki maupun perempuan, yang menderita hemoroid. Bahkan yang

lebih banyak lagi menderita hemoroid dalam bentuk tanpa gejala atau

keluhan. Dikatakan bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peluang

yang sama untuk terkena hemoroid. Semua orang di atas 30 tahun

mempunyai kemungkinan 30 – 50 % untuk mendapat varises ditungkai,

pleksus hemoroidalis maupun di tempat-tempat lain (Dudley).

Insidensi Hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia.

Mungkin sekurang-kurangnya 50 % orang yang berusia lebih dari 50

tahun menderita hemoroid dalam berbagai derajat. Namun demikian, tidak

berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang tua saja. Hemoroid dapat

mengenai segala usia, bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak

kecil. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa tetapi

dapat menyebabkan perasaan yang tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid

ini menyebabkan keluhan atau penyulit, maka diperlukan tindakan.

Page 3: REFERAT Hemoroid

3

A. Tujuan Penulisan

Tujuan dilakukan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk menempuh ujian akhir stase Bedah di RSUD Panembahan

Senopati Bantul.

Page 4: REFERAT Hemoroid

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hemoroid adalah pelebaran vena-vena di dalam pleksus

hemoroidalis. Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu

trombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Manjoer).

Umumnya istilah hemoroid dianggap sinonim dari piles,

dan istilah tersebut dapat saling mengantikan. Namun secara etimologis

kedua istilah tersebut memiliki pengertian istilah yang sangat berbeda.

Istilah hemoroid berasal dari kata Yunani Haimorrhoides yang berarti

perdarahan (haema = darah, rhoos = aliran), sesuai dengan gejala yang

paling menonjol pada kebanyakan kasus. Tapi istilah ini tidak dapat secara

tepat digunakan untuk semua kasus, karena terdapat juga hemoroid yang

tidak pernah memberikan gejala perdarahan. Istilah piles berasal dari kata

latin pile, yang berarti bola, sesuai dengan kenyataan bahwa semua kasus

hemoroid menimbulkan gejala pembengkakan atau terdapatnya benjolan

dalam berbagai ukuran, meskipun kadang-kadang benjolan tersebut tidak

tampak dari luar (Anonim).

B. ANATOMI REKTUM dan ANUS.

Rektum bermula dari rectosigmoid junction yang biasanya

terletak setinggi vertebra sacral III. Dari tempat ini rectum terus kebawah,

Page 5: REFERAT Hemoroid

5

mengikuti lengkung sacrokoksigeal, melewati pelvic-floor yang dibentuk

oleh otot levator ani, dan kemudian berlanjut sebagai canalis anal. Garis

batas atau pertemuan antara rectum dengan kanalis anal dinamakan linea

dentata. Linea dentata selain merupakan garis yang menunjukan akhir dari

rectum, juga merupakan suatu garis tempat terjadinya perubahan dari tipe

sel yang melapisi saluran pencernaan. Rectum di atas linea dentata dilapisi

oleh membrana mukosa sedangkan kanalis anal dilapisi oleh kulit yang

mengalami modifikasi. Rektum terdiri atas 4 lapisan: serosa (peritoneum),

muskuler, submukosa, dan mukosa. Penyangga yang penting dari rektum

adalah mesosigmoid, mesorectum, ligamentum laterale rectum, dan otot

levator ani (Sobiston).

Anus adalah lubang yang merupakan lubang keluar dari

kanalis anal. Anus berbentuk oval dengan diameter panjangnya mengarah

antero posterior dan terletak pada garis tengah dari perineum, pada suatu

tempat yang dinamai anal triangle, yang terletak antara perineal body di

depan dan os cocygeus di belakang.

Vaskularisasi rectum dan kanalis anal sebagian besar

diperoleh melalui arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri

hemoroidalis superior merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika

inferior. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang ke anterior dari

arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri

pudenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika

arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.

Page 6: REFERAT Hemoroid

6

Gambar 1: Aliran vena

Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum

mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini

berasal dari 2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang

terletak di submukosa di atas anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis

inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar

lapisan otot.

Persarafan rectum terdiri atas sistim simpatik dan

parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior

dan dari system parasacral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal

ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes)

berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, dan keempat.

Page 7: REFERAT Hemoroid

7

C. FISIOLOGI REKTUM dan ANUS

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk

mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan

melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis

anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya dapat

menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan

mucus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya massa feses.

Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini

sebagian diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak begitu kuat yang

terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20 cm dari anus.

Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi tambahan

penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan

usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat untuk defekasi

akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek kontraksi dari rektum dan

relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak keluar secara terus menerus dan

sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfincter

ani interna dan eksterna.

D. KLASIFIKASI

Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: hemoroid

interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna terletak di sebelah atas

linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara

klinis hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:

Page 8: REFERAT Hemoroid

8

1. Hemoroid interna derajat I. Ini merupakan hemoroid stadium awal.

Hemoroid hanya berupa benjolan kecil di dalam kanalis anal pada

saat vena-vena mengalami distensi ketika defekasi.

2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih

besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga

turun kearah lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika

penderita mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam

kanalis anal bila proses defekasi telah selesai.

3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat

masuk kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali

setelah dikembalikan dengan tangan ke dalam anus.

4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung

sangat lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas,

sehingga tidak dapat dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis

anal.

Tabel 1: Pembagian derajat hemoroid interna.

Hemoroid Interna

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi

I + - -

II (+) + spontan

III (+) + manual

IV (+) tetap tidak dapat

Page 9: REFERAT Hemoroid

9

Gambar 2: Hemoroid interna dn Hemoroid interna.

Sedangkan hemoroid eksterna terletak di sebelah bawah

linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh kulit. Hemoroid eksterna

diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.

1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat

kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma,

walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut.

Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf

pada kulit merupakan reseptor nyeri.

Page 10: REFERAT Hemoroid

10

2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu

atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung

dan sedikit pembuluh darah.

E. ETIOLOGI

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2,

yaitu: Hemoroid akibat obstruksi organik pada aliran vena hemoroidalis

superior. Contohnya: sirosis hepatis, trombosis vena porta, tumor intra

abdomen (tumor ovarium, tumor rectum).

Hemoroid idiopatik tanpa obstruksi organik aliran vena. Faktor-faktor

yang mungkin berperan adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini yang

menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan

hemoroidnya), anatomi (vena di daerah mesenterium tidak mempunyai

katup sehingga darah mudah kembali, menyebabkan meningkatnya

tekanan di pleksus hemoroidalis), pekerjaan (orang yang pekerjaannya

banyak berdiri karena gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya

hemoroid, misalnya polisi lalu lintas, ahli bedah), tekanan intra abdomen

yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).

Pada seorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi

timbulnya hemoroid, yaitu: adanya tumor intraabdomen, kelemahan

pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal,

mengedan waktu partus.

Page 11: REFERAT Hemoroid

11

F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari hemoroid dapat berupa:

1. Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri

khas adanya darah segar pada kertas toilet, feses, atau air dalam

toilet. Darah dapat menetes keluar dari anus beberapa saat sesudah

defekasi.

2. Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala

utama yamg kedua. Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara

spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus dimasukkan

secara manual dan akhirnya tak dapat dimasukkan lagi.

3. Pengeluaran lendir dialami oleh beberapa pasien yang menderita

hemoroid yang prolapsus.

4. Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya

daerah itu oleh discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat

III yang besar.

5. Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat

dari perdarahan hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa

sesak nafas bila bekerja, pusing bila berdiri, lemah, pucat.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasil

pemeriksaan:

1. Inspeksi

Page 12: REFERAT Hemoroid

12

Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di

regio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada

hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar

melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat

kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama,

terutama sekali pada posisi anterior kanan. Hemoroid derajat III

dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya

massa yang menonjol dari lobang anus yang bagian luarnya

ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna

keunguan atau merah.

2. Palpasi

Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan

pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat

dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid berlangsung

beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa

mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna

tersebut dapat diraba sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika

jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.

Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang kemudian

berkelok-kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada

istilah hemoroid sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut “primary

piles/ sites of Morgan” dan berada pada jam 3, 7, dan 11.

3. Anoskopi

Page 13: REFERAT Hemoroid

13

Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol

keluar.

4. Proktosigmoidoskopi

Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan

oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat tinggi.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hemoroid yang paling sering adalah

perdarahan, trombosis, dan strangulasi. Hemoroid yang mengalami

strangulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai

darah dihalangi oleh sfingter ani. Keadaan trombosis dapat menyebabkan

nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang

menutupinya (Dardjat).

I. DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama

hemoroid interna juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit

divertikel, polip, colitis ulserosa.

J. TERAPI

Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk

menghilangkan pleksus hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan.

Pada prinsipnya terapi hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu:

Page 14: REFERAT Hemoroid

14

1. Non Operatif.

a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar.

Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat

ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai

nasehat tentang makanan. Makanan sebaiknya terdiri atas

makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan

isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah

defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara

berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh

karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara

perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal

untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan

cairan hangat dapat meringankan nyeri.

b. Skleroterapi.

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang

merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati.

Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan

areolar yang longgar dibawah hemoroid interna dengan

tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian

menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Terapi suntikan

bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan

merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna

derajat I dan II.

Page 15: REFERAT Hemoroid

15

c. Ligasi dengan gelang karet.

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat

ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron.

Dengan bantuan anoskopi, mukosa diatas hemoroid yang

menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung

ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan

ditempatkan secara rapat disekeliling mukosa pleksus

hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi

dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas

sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal

hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu

kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan

dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.

Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena

terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka

gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis

mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh

infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid

mengalami nekrosis , biasanya setelah tujuh sampai

sepuluh hari.

Page 16: REFERAT Hemoroid

16

2. Operatif, yaitu hemoroidektomi.

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan

menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi

bedah juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan

berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainya

yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang

mengalami trombisis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera

dengan hemoroidektomi.

Ada 2 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:

1. Pengangkatan pleksus dan mukosa.

2. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa.

Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 4 metoda:

1. Metoda Langen-beck (eksisi + jahitan primer radier)

Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan

sumbu memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak

varisespun dapat diangkat. Bila, sayatan ini kemudian dijahit tidak

menimbulkan stenosis. Umumnya dengan metoda ini mukosa turut

diangkat bersama varises. Kelihatannya lebih kasar, tetapi

penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk mengerjakan metoda

ini kira-kira 15 menit.

2. Metoda White-head (eksisi + jahitan primer longitudinal).

Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang

menonjol. Keuntungannya setelah varises diangkat mukosa

Page 17: REFERAT Hemoroid

17

dikembalikan ke tempatnya sehingga hasil operasi kelihatan rapi.

Tetapi dengan metoda ini bahaya striktur lebih besar, sehingga

sebelum menjadi sempit sekali harus selalu dilakukan dilatasi

dengan “bougie”. Cara lain adalah hemoroid dilepaskan tetapi

mukosa tidak dibuang (eksisi dan ligasi). Dengan demikian bahaya

striktur dapat dihindari.

3. Metoda Morgan-Milligan.

Dengan metoda ini semua “primary piles” diangkat, sehingga tidak

timbul residif.

4.Teknik Ferguson

Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr. Ferguson pada

tahun 1952. Ini merupakan modifikasi dari tehnik Milligan-

Morgan, dengan jalan insisi tertutup total atau sebagian

dengan jahitan running absorbable.

Penarikan kembali digunakan untuk membuka jaringan

hemoroidal, yang mana lebih dari menghilangkan dengan

pembedahan. Jaringan yang tersisa adalah jahitan atau efek

koagulasi dari pembedahan. Caranya benjolan hemoroid

ditampakkan melalui anoskopi kemudian dilakukan eksisi dan

Page 18: REFERAT Hemoroid

18

ligasi pada posisi anatomik hemoroid tersebut. Metode ini sering

digunakan di Amerika Serikat

5. Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu

yang rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai

secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan

luasnya.

Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena

sfingter ani harus benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua,

penderita tuberculosis dan penyakit saluran pernafasan lainnya,

dapat dipakai anastesi lumbal, dimana orangnya tetap sadar tetapi

relaksasi sfingter baik.

Hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan terapi non-

operatif, tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid

tidak akan sembuh dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan

hemoroid yang telah mati tetap bisa keluar akibat adanya terombus

di situ. Akibatnya hemoroid tidak mengalami perubahan apa-apa.

Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak

boleh segera dilakukan operasi. Harus diusahakan agar menjadi

derajat III terlebih dahulu dengan cara: Setiap 2 hari sekali

penderita duduk berendam dalam larutan PK 1/10.000 selama 15

menit. Kemudian dikompres dengan larutan garam hipertonik

sehingga edema akan hilang dan semua kotoran terserap keluar.

Page 19: REFERAT Hemoroid

19

Biasanya setelah 2 minggu benjolan yang keluar itu

mengeriput/kempes hingga dapat dimasukkan/didorong kembali

(ini derajat III). Bila telah berada pada derajat III, baru dilakukan

hemoroidektomi.

Perlu diperhatikan bahwa pada hemoroidektoni selalu

terjadi infeksi dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya

menimbulkan fibrosis. Ini terjadi karena dalam traktus gastro-

intestinal banyak kumannya. Tidak dibutuhkan imunisasi tetanus,

karena meskipun banyak kuman, traksus gastro-intestinal bukan

port d’entre kuman tetanus.

Page 20: REFERAT Hemoroid

20

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. What Are Hemorrhoids. http://www.hemorrhoid.net/

hemorrhoids. php

Anonim. Hemorrhoid. http://en.wikipedia.org/wiki/Hemorrhoid

Dardjat, M.N., Achijat, A.K., 1987, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus,

Aksara Medisina, Jakarta.

Dudley. H. A. F, 1992, Hamilton Bailey: Ilmu Bedah Gawat Daruarat,

Edisi XI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Manjoer Arief, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media

Aesculapius, Jakarta.

Sabiston, 1994, Buku Ajar Bedah, Bagian II, EGC, Jakarta.

Sobiston, 1997, Atlas Bedah Umum, Binarupa Aksara, Jakarta.

Schrock, R, Theodore, M.D, 1993, Ilmu Bedah, Edisi VII, EGC, Jakarta.

Schwartz Seymour, I, M.D, 1989, Principles of Surgery, Fifth Edition,

Jilid II, Mc. Graw Hill International Book Company,

Singapore.

Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC,

Jakarta.

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 1995, Patofisiologi: Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV, EGC, Jakarta.