REFERAT FRAKTUR IKFR
-
Upload
michael-raktion -
Category
Documents
-
view
29 -
download
1
description
Transcript of REFERAT FRAKTUR IKFR
FRAKTUR
1.1. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan,
dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang
disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi
1.2. KLASIFIKASI
Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup jika kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh,
tetapi apabila kulit di atasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka. Patah
tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang
1
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <2 cm Sederhana, dislokasi
fragmen minimal
II Laserasi >2 cm, kontusi otot
sekitarnya
Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak hebat, atau
hilangnya jeringan sekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
hilang.
Klasifikasi fraktur terbuka menurut gustillo dan anderson (1976)
Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi,
fraktur terbuka di pertanian fraktur yang perlu repair vaskuler dan
fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
jaringan lunak yang lusa
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal
striping atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
tingkat kerusakan jaringan lunak
2
Menurut penyebab terjadinya
Fraktur traumatik : direct atau indirect
Fraktur fatik atau stres
Trauma berulang, kronis, misal : fraktur fibula pada
olahragawan
Fraktur patologis: biasanya terjadi secara spontan
Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya
Fraktur simple : fraktur tertutup
Fraktur terbuka : bone expose
Fraktur komplikasi : kerusakan pembuluh darah, organ visera
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan appley solomon (1995 : 238-239),fraktur
dibagi menjadi:
1. Berdasarkan garis patah tulang
a. Greenstick, yaitu dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang
c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/ lengan tulang
d. Obloq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk
sudut melintasi tulang
3
2. Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh
tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi
tulang
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah
permukaan tulang lain
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen
e. Communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah
menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah
berjauhan dari tempatnya yang patah
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada
tempatnya yang normal
i. Fraktur complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan
tulangnya terlihat
4
1.3 ETIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur
transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti
dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada
olahragawan, penari, dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atay
metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma berulang.
Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti tumor
atau pada penyakit paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan
fraktur, sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur
1.4 PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang
mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur
yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak di sekitarnya sedangkan
fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot, tendon,
ligamen, dan pembuluh darah
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur
terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit
5
sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan
dan memungkinkan yntuk terjadinya infeksi.
Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan
bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot
pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada
pada posisi yang kaku.
1.5 MANIFESTASI KLINIS
Menurut blach (1989) manifestasi klinis fraktur :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai
fragmen tulang tidak bisa digerakkan
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadinya fraktur, ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi
secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
yang mana tulang tersebut saling berdekatan
3. Deformitas / kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang
diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas
dan di bawah lokasi fraktur
5. Krepitasi
Suara derik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur
6
1.6 DIAGNOSIS
Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mengali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)
dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera
atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang
dikomsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak
b. Palpasi
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat
fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di bawah
cedera, daerah yang nyeri, efusi, dan krepitasi
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pilsasi arteri,
warna kulit, capillary refill time.
c. Gerakan/moving
Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang
berdekatan dengan lokasi fraktur.
d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, thoraks, abdomen, pelvis
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway,
breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai
cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
7
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan dara, golongan darah, cross test,
dan urinalisa
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari:
I. 2 gambaran, anteroposterior dan lateral
II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera
dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan
Pergeseran fragmen tulang ada 4 : alignment, panjang, aposisi, rotasi
1.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition
berupa diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi,
dan rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi
fraktur dengansplint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus
diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien
dengan multiple trauma, sebaiknya ilakukan stabilisasi awal fraktur tulang
panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif
fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF
Tujuan pengobatan fraktur :
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi anatomis.
Teknik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara
lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah
mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,
fraktur multiple, dan fraktur patologis.
8
b. IMOBILISASI/ FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen
post reposisi sampai union, indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada
pemendekan, fraktur unstabel serta kerusakan kulit dan jaringan sekitar
ORIF (Open Reduction Internal Fixations)
OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
9
Manajemen fisioterapi pada fraktur pada bidang IKFR
Manajemen fisioterapi pada kasus fraktur dapat dibagi menjadi dua
tahap, yaitu pada tahap immobilisasi dan pada tahap setelah pelepasan fiksasi.
Selama fase immobilisasi, tujuan intervensi fisioterapi adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi oedem. Hal ini sangat penting dilakukan secepat mungkin
untuk mencegah pembentukan adhesi. Hal ini juga dapat mengurangi rasa
nyeri.
2. Membantu menjaga sirkulasi latihan aktif antara aktifitas otot statik /
isotonic akan membantu menjaga suplai darah yang baik ke jaringan lunak
dan membantu menurunkan pembengkakan dan mencegah pembentukan
adhesi
3. Memelihara fungsi otot dengan kontraksi aktive / statis
4. Memelihara jarak sendi yang memungkinkan
5. Memelihara beberapa gerak fungsional lainnya
6. Mengajar pasien bagaimana untuk menggunakan alat khusus
Sedangkan pada fase setelah fiksasi dilepaskan, tujuan intervensi fisioterapi
adalah :
1. Untuk mengurangi pembengkakan. Bengkak tidak akan menjadi masalah
besar jika latihan dan aktifitas secara umum diperhatikan selama periode
imobilisasi. Akan tetapi dapat menjadi masalah pada tungkai bawah jika
otot-ototnya sangat lemah karena menyebabkan vena tidak mampu
memompa darah secara adekuat
2. Untuk mendapatkan kembali jarak gerak sendi. Sebelum mencoba untuk
mengembalikan jarak gerak sendi, yang berkurang, fisioterapist harus
menentukan penyebabnya. Apakah disebabkan oleh edema, adhesi atau
kelemahan otot. Selain itu, jika terdapat gangguan pada permukaan sendi,
hal ini memungkinkan menghalangi penurunan pada jarak gerak sendi.
3. Untuk mendapatkan kembali kekuatan otot. Memeperoleh kekuatan otot
bergantung pada aktifitas maksimal dari penggunaan otot di setiap
10
gerakan- gerakan utama dan juga gerakan tambahan pada beberapa grup
otot antagonis dan fixator
4. Untuk melatih kembali gerak fungsional secara penuh. Sebagian besar dari
kasus ini seharusnya memungkinkan untuk mendapatkan kembali gerak
fungsional penuh jika tidak, physio harus mengembalikan fungsi optimum,
dan besarnya pengembalian fungsi penu ini bergantung pada komplikasi
yang menghambat pemulihan sepenuhnya.
Modalitas fisioterapi pada penanganan fraktur, antara lain:
1. Breathing exercise. Latihan ini bertujuan meningkatkan volume paru pada
pasca operasi,membantu mempercepat pengeluaran sisa narkose dan sekret
yang tertimbun dalam saluran penafasan latihan pernafasan ini juga dapat
digunakan untuk general relaksasi
2. Passive movement. Latihan ini bertujuan memperlancar sirkulasi darah,
relaksasi otot, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan
jaringan
3. Active movement. Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot
anggota tubuh itu sendiri.
4. Static contraction. Kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang pendek
otot, berfungsi memperlancar aliran darah dan mengurangi nyeri
5. Hold relax. Teknik dimana otot atau grup antagonis yang memendek
dikontraksikan secara isometris dengan optimal. Berfungsi merilekskan
otot-otot yang mengalami spasme
6. Resisted movement. Berfungsi meningkatkan tekanan otot
7. Latihan gerak fungsional. Latihan ini bertujuan mempersiapkan aktifitas
keseharian seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara
mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri
8. Home program education. Bertujuan agar penderita bisa mencegah
komplikasi dari fraktur.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A. Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed 7.
Jakarta : widya medika. 1995
2. Bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 1995.
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah, ed 6. Jakarta :ECG
2004
5. Scwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip Ilmu Bedah, edisi 6.
Jakarta : ECG. 2000
6. Sabiston, David C.Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta : ECG 1994
12