REFERAT FORENSIK.docx

47
REFERAT INTOKSIKASI MINUMAN KERAS OPLOSAN DICAMPUR DENGAN DEKSTROMETORFAN Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Kedokteran Bagian Ilmu Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Dosen Pembimbing: Saebani, SKM, M.Kes. Residen Pembimbing : dr. Erni Handayani Situmorang Disusun oleh : Andri Changat FK Trisakti 1

Transcript of REFERAT FORENSIK.docx

Page 1: REFERAT FORENSIK.docx

REFERAT

INTOKSIKASI MINUMAN KERAS OPLOSAN DICAMPUR DENGAN

DEKSTROMETORFAN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Kedokteran

Bagian Ilmu Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Dosen Pembimbing:

Saebani, SKM, M.Kes.

Residen Pembimbing :

dr. Erni Handayani Situmorang

Disusun oleh :

Andri Changat FK Trisakti

Elbert Wiradarma FK Trisakti

Etika Tunjung Kencana FK Trisakti

Raysa Angraini FK Trisakti

Primarini Riati FK UPN

Sofie Arifah B FK UPN

Dimaz Kurniawan FK UPN

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FORENSIK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG

Periode : 9 Februari – 7 Maret 2015

1

Page 2: REFERAT FORENSIK.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Intoksikasi Minuman Keras Oplosan Dicampur dengan Dekstrometorfan” ini dengan baik

dan selesai tepat pada waktunya.

Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama kepada Pak Saebani, SKM,

MKes selaku dosen pembimbing dan kepada dr. Erni Handayani Situmorang selaku residen

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan yang membantu

dalam penyusunan referat ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-

teman sejawat serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini

yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi

kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dan penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Semarang, 24 Februari 2015

Penulis

2

Page 3: REFERAT FORENSIK.docx

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I PENDAHULUAN 5

1.1. Latar Belakang 5

1.2. Rumusan Masalah 6

1.3. Tujuan Penulisan 6

1.4. Manfaat Penulisan 6

BAB II PEMBAHASAN 8

2.1. Minuman Oplosan 8

2.2. Alkohol 14

2.3. Dekstrometorfan 16

a. Definisi dekstrometorfan

b. Struktur kimia

c. Sifat fisiko-kimia

d. Farmakokinetik dekstrometorfan

e. Farmakodinamik dekstrometorfan

f. Indikasi

g. Dosis penggunaan

h. Toksikologi dekstrometorfan

i. Mekanisme toksisitas

j. Efek samping

k. Manifestasi penyalahgunaan dekstrometorfan

l. Tatalaksana intoksikasi dekstrometorfan

m. Mekanisme penyalahgunaan dekstrometorfan

n. Efek penyalahgunaan dekstrometorfan

2.4. Interaksi obat 25

2.5. Dosis lethal 25

2.6. Sebab dan mekanisme kematian 26

2.7. Pemeriksaan post-mortem 26

2.8. Aspek hukum 28

3

Page 4: REFERAT FORENSIK.docx

BAB III KESIMPULAN 29

DAFTAR PUSTAKA 30

4

Page 5: REFERAT FORENSIK.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) prihatin semakin banyaknya kasus kematian yang

diakibatkan konsumsi minuman keras (miras) oplosan. Miras yang resmi dijual saja bisa

berpotensi berbahaya, apalagi miras oplosan yang pembuatannya asal mencampur barang-

barang berbahaya seperti alkohol. Minuman beralkohol, termasuk minuman beralkohol

tradisional, yang dioplos dengan metanol dan bahan-bahan lain merupakan pencampuran

yang membahayakan dimana keamanan minuman beralkohol oplosan tersebut jauh dibawah

pangan (tidak tara pangan).

Kasus kematian akibat menenggak miras oplosan paling "fenomenal" terjadi di Garut,

Jawa Barat. Data dari RSUD Dokter Slamet, Garut menyebutkan dalam periode 1 - 4

Desember 2014, sudah ada 16 orang tewas akibat minum miras oplosan. Rata-rata korban

tewas miras oplosan itu pun relatif muda, sekitar 18 tahun hingga 25 tahun.

Kasus serupa juga terjadi di Sumedang, Jawa Barat. Selama Desember ini ada 127

orang korban miras oplosan merek Cipas (Cai Plastik). Dari total korban itu, dilaporkan

sepuluh diantaranya meninggal dunia. Kemudian enam orang dilaporkan kondisinya kritis.

Gejalanya hampir sama yakni sakit di dada dan sesak nafas. Hal ini sangat memprihatinkan

mengingat kasus seperti ini terus terjadi dan bertambah banyak.

Selain itu, beberapa tahun terakhir banyak dilaporkan penyalahgunaan Dekstrometorfan

tunggal di beberapa wilayah Indonesia. Hasil kajian dan pembahasan keamanan dan khasiat

yang dilakukan oleh Komite Nasional Penilai Obat menunjukkan bahwa penggunaan

dekstrometorfan tunggal di kalangan medis sudah sangat jarang, namun kebutuhan akan

sediaan kombinasinya masih diperlukan.

Disisi lain, hasil kajian aspek sosial oleh pakar dan institusi terkait lainnya menemukan

bahwa di kalangan masyarakat menengah ke bawah produk dekstrometorfan tunggal

disalahgunakan sebagai substitusi produk halusinogenik yang dilarang seperti shabu, putaw,

ekstasi dan ganja dengan penyalahguna tertinggi adalah remaja/pelajar mulai usia sekolah

dasar sampai sekolah menengah.

Dekstrometorfan sering disalahgunakan dengan dosis yang berlebihan sehingga

memberikan efek euforia, rasa tenang, halusinasi penglihatan dan pendengaran. Intoksikasi

atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat,

bicara kacau, hipertensi, serta dapat menyebabkan depresi sistem pernapasan. Jika digunakan

5

Page 6: REFERAT FORENSIK.docx

bersama dengan alkohol, efeknya bisa menjadi berbahaya yaitu menyebabkan kematian.

Namun sampai saat ini belum ada data tentang gambaran histopatologi yang terjadi pada otak

manusia apabila dekstrometorfan digunakan secara berlebihan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometrofan sering

disalahgunakan?

2. Apa bahaya dari miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan?

3. Bagaimana tatalaksana pasien dengan intoksikasi miras oplosan yang dicampur

dengan dektrometorfan?

4. Apa yang dapat ditemukan dari pemeriksaan forensik pada pasien dengan intoksikasi

miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan serta pemeriksaan

penunjangnya?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Menambah pengetahuan mengenai intoksikasi miras oplosan yang dicampur dengan

dekstrometorfan dengan kaitannya pada pemeriksaan fisik

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui alasan miras oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan sering

disalahgunakan

Mengetahui bahaya dari miras oplosan yang dicampur dengan dektrometorfan

Mengetahui tatalaksana pasien dengan intoksikasi miras oplosan yang dicampur dengan

dekstrometorfan

Mengetahui penemuan dari pemeriksaan forensik pada pasien dengan intoksikasi miras

oplosan yang dicampur dengan dektrometorfan serta pemeriksaan penunjangnya

1.4. Manfaat Penulisan

Memperkaya pengetahuan khususnya mengenai intoksikasi miras oplosan yang

dicampurkan dengan dekstrometorfan

6

Page 7: REFERAT FORENSIK.docx

Dapat menjadi sumber informasi dan landasan teori bagi tulisan selanjutnya mengenai

intoksikasi oplosan yang dicampur dengan dekstrometorfan

7

Page 8: REFERAT FORENSIK.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Miras Oplosan

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol

(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi. Istilah kata “oplosan” itu sendiri

mempunyai arti “campuran”. Dimana miras oplosan tersebut merupakan minuman keras yang

terdiri dari berbagai campuran, diantaranya dioplos dengan alkohol industri (metanol)

maupun dengan obat herbal seperti obat kuat atau suplemen kesehatan. Miras oplosan

biasanya dibuat dan dijual secara ilegal.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang “Pengendalian dan

Pengawasan Minuman Beralkohol”, dari cara pembuatannya, minuman beralkohol yang

diizinkan beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Minuman Beralkohol: adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol

(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.

2. Minuman Beralkohol Tradisional: adalah minuman beralkohol yang dibuat secara

tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan

sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.

Berdasarkan kandungan alkoholnya, minuman beralkohol yang beredar di Indonesia

dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

1. Minuman beralkohol Golongan A : adalah minuman yang mengandung etil alkohol dengan

kadar sampai 5 %.

2. Minuman beralkohol Golongan B : adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih

dari 5% hingga 20 %.

3. Minuman beralkohol Golongan C : adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih

dari 20% hingga 55%.

Minuman alkohol atau biasa disebut minuman keras merupakan zat psikopat yaitu

golongan zat yang bekerja secara selektif terutama pada otak hingga dapat menimbulkan

gangguan perilaku, emosi kognitif, persepsi, kesadaran, dan lain-lain. Metabolisme alkohol

terjadi didalam hati. Bila diminum dalam dosis rendah, alkohol dihidrogenase menjadi

asetaldehida (hampir 95% etanol menjadi asetaldehid dan asetat sedangkan 5% sisanya akan

8

Page 9: REFERAT FORENSIK.docx

diekskresi bersama urin). Enzim ini membutuhkan seng (Zn) sebagai katalisator.

Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetil KoA oleh enzim dehidrogenase.

Kedua reaksi ini membutuhkan koenzim NAD. Ion H yang terbentuk diikat oleh NAD dan

membentuk NADH. Asetil KoA kemudian, memasuki siklus asam trikarboksilik (TCA),

yang kemudian menghasilkan NADH. Asetil KoA kemudian memasuki siklus asam

trikarboksilik (TCA), yang kemudian menghasilkan , dan yang digunakan untuk membentuk

adenosin tripospat (ATP) yaitu senyawa energi yang berperan sebagai cadangan energi yang

mobile di dalam sel.

Bila alkohol yang diminum banyak, enzim dehidrogenase tidak cukup untunk

memetabolisme alkohol menjadi asetaldehida. Sebagai penggantinya hati menggunakan

sistem enzim lain yang dinamakan Microsomal Ethanol Oxidzng System (MEOS).

Asetaldehida yang dihasilkan dari pemecahan alkohol oleh enzim dehidrogenase, manakala

berinteraksi kembali dengan alkohol akan menghasilkan senyawa yang susunannya

mendekati morfin. Hingga orang menjadi kecanduan atau alkoholik.

Alkohol atau minuman keras dapat juga menyebabkan muka terlihat lebih tua, kusam,

dan kurang gairah. Disisi lain alkoholik cenderung mempunyai simpanan besi (Fe) lebih

banyak dari manusia normal, selain bisa menimbulkan rasa mual, muntah dan diare.

Ancaman lain yang tidak mustahil diidap alkoholik adalah kerusakan hati disebabkan faktor

menutrisi alkohol yang terus menerus dikonsumsi, hal inilah yang menimbulkan OD (Over

Dosis). Mengkonsumsi alkohol yang terus menerus akan berdampak pada rasio NADH/NAD.

Kondisi ini menyebabkan terdongkraknya rasio laktat/piruvat, mengakibatkan

hiperlaktisidemia serta menurunkan kemampuan ginjal untuk mengsekresikan asam urat.

Bahan yang digunakan untuk mengoplos minuman keras

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan

alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering

dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga

dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai

adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope

dan beras.

Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi

adalah proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik),

sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup

9

Page 10: REFERAT FORENSIK.docx

yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan

menggunakan mikroskop.

Tuak

Minuman tuak adalah suatu cairan yang dihasilkan dari nira kelapa atau pohon penghasil

nira lainnya seperti aren, siwalan dan lontar yang disadap dan hasil penyadapan tersebut

didiamkan selama beberapa hari. Dalam keadaan segar nira mempunyai rasa manis

berbau harum dan tidak berwarna. Dalam proses penyadapan nira ini perlu penanganan,

baik sebelum penyadapan ataupun sesudah penyadapan. Hal ini karena nira merupakan

cairan yang mengandung kadar gula tertentu dan merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan mikro organisme seperti bakteri, kapang dan khamir yang merupakan salah

satu bakteri penghasil alkohol.

Menurut Prescott dan Dunn (1982) reaksi fermentasi pada nira ketika fermentasi

berlangsung adalah sebagai berikut :

1. C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

Sukrosa Glukosa Fruktosa

2. C6H12O6 + Saccharomyces ellipsoides 2 C2H5OH + CO2

Glukosa/Fruktosa Etanol (alkohol)

3. C2H5OH + O2 + Acetobacter aceti CH3COOH + H2O

Etanol Asam asetat (tuak)

Mikroba yang terdapat dalam nira adalah khamir dan bakteri. Khamir yang

terdapat dalam jumlah besar pada tuak adalah Saccharomyces cerevisiae.

Arak Bali / Brem Bali

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal dua macam brem, yaitu brem cair dan brem

padat, dan kedua-duanya dibuat dari tape ketan. Proses pengolahan brem cair dan brem

padat dimulai dengan tahap awal yang sama, yaitu pengepresan tape ketan dengan

menggunakan alat pengepres hidrolik, tekanan 300 kg/cm selama 20 – 30 menit. Cairan

yang diperoleh diencerkan dengan air, dengan perbandingan 1 : 1. Sari tape yang

diperoleh diperam pada suhu kamar sampai menimbulkan bau alkohol. Setelah

pemeraman selesai, brem yang terbentuk dibotolkan. Botol yang akan digunakan harus di

sterilkan dengan cara direbus dalam air mendidih ± 15 menit, pada proses pengisian ini

harus disisakan ruang kosong sekitar 1 1/2 cm dari permukaan atas botol. Botol-botol

yang telah diisi dalam keadaan masih terbuka direbus kembali dalam air mendidih selama

15 menit, air direbus kira-kira 3/4 dari tinggi botol. Dalam keadaan masih panas botol

10

Page 11: REFERAT FORENSIK.docx

ditutup dengan alat penutup botol dan dipasteurisasi dengan suhu 900C selama 15 menit.

Selanjutnya botol disimpan pada suhu 100C – 150C selama tiga bulan atau lebih. Hal ini

untuk penyempurnaan proses pematangan brem atau untuk mendapatkan kadar alkohol

yang maksimal

Minuman berenergi

Untuk mendapatkan cita rasa yang lebih baik, penggemar minuman keras sering

menambahkan suplemen minuman berenergi ke dalam minumannya. Berbagai merk

minuman berenergi ialah Extra joss, Hemaviton jreng, Kuku bima ener-G, M-150,

Kratingdaeng dll. Oplosan ini sering disebut ‘Sunrise’, dan bisa mengurangi rasa pahit

pada bir atau rasa menyengat pada alkohol yang kadarnya lebih tinggi. Walaupun kadar

alkohol menjadi sedikit berkurang, efek samping yang lain akan muncul dalam

pengoplosan ini. Kandungan utama minuman berenergi adalah Air, Gula / pengganti

lainnya, Cafein, sedang tambahan lain minuman berenergi dan ditambahkan secara

bervariasi antara lain : Taurine, Gingseng, Ginkobiloba, Guarana, Vitamint, The hijau,

Zat pewarna, Zat perasa, dll. Karena minuman berenergi mengandung bermacam-macam

zat perangsang, yang ketika di campur dapat berbahaya bagi tubuh dan mengandung

cafein yang merupakan kandungan utama bagi minuman berenergi, maka jika dikonsumsi

secara terus menerus dan berlabihan maka dapat menyebabkan dehidrasi dan bahkan

kematian. alkohol dan minuman berenergi memiliki efek berlawanan. Alkohol bersifat

menenangkan, sedangkan suplemen berfungsi sebagai stimulan. Jika digabungkan,

efeknya juga bisa memicu gagal jantung.

Miras dengan susu

Salah satu jenis oplosan yang sering menyebabkan korban tewas adalah ‘Susu macan’

(Lapen), yakni campuran minuman keras yang dicampur dengan susu. Jenis minuman ini

banyak dijual di warung-warung miras tradisional.

Miras dengan cola atau minuman bersoda

Salah satu oplosan yang cukup populer adalah ‘Mansion Cola’, terdiri dari Vodka

dicampur dengan minuman bersoda. Tujuannya semata-mata untuk memberikan cita rasa

atau menutupi rasa tidak enak pada minuman keras.

Miras dengan spiritus atau jenis miras yang lain

11

Page 12: REFERAT FORENSIK.docx

Di warung-warung tradisional, pengoplosan beberapa jenis minuman keras dilakukan

untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Minuman yang harganya mahal seperti

Vodka dicampur dengan spiritus, atau jenis minuman keras lain yang tidak jelas

kandungan alkoholnya. Jenis alkohol yang aman dikonsumsi hingga jumlah tertentu

adalah alkohol dengan 2 atom karbon atau etanol. Sementara alkohol dengan satu atom

karbon atau metanol umumnya digunakan sebagai pelarut atau bahan bakar, sehingga

sangat beracun jika diminum. Dikutip dari Medschl.cam.ac.uk, 10 mL methanol cukup

untuk menyebabkan kebutaan dan 30 mL akan menyebabkan dampak lebih fatal termasuk

kematian.

Miras dengan obat-obatan

Dengan anggapan akan mendongkrak efek alkohol, beberapa orang menambahkan obat-

obatan ke dalam minuman keras. Mulai dari obat tetes mata, obat sakit kepala, hingga

obat nyamuk. Karena akan meningkatkan aktivitas metabolisme, efek samping paling

nyata dari jenis oplosan ini adalah kerusakan hati dan ginjal. Efek lainnya sangat

beragam, tergantung jenis obatnya.

Bahaya minuman keras (miras) oplosan

Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan

mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku.

Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena

sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan

menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.

Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti misalnya

ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas,

terganggu fungsi sosialnya, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi,

seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling.

Perubahan psikologis yang dialami misalnya mudah tersinggung, bicara ngawur, atau

kehilangan konsentrasi. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang

disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan

sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak

berhalusinasi.

12

Page 13: REFERAT FORENSIK.docx

Pertolongan Pertama Keracunan Miras Oplosan

Pertolongan pertama keracunan akibat minuman beralkohol adalah dengan menjaga

jalan napas karena adanya risiko terjadinya aspirasi ke dalam paru-paru yang dapat berakibat

fatal. Gejala keracunan alkohol yang sering muncul adalah dehidrasi. Pertolongan pertama

yang dapat dilakukan yaitu penanganan dehidrasi yang dialami oleh korban. Jika korban

sadar dapat dilihat dan ditanyakan apakah korban mengalami dehidrasi, disarankan untuk

memberikan banyak minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Sedangkan jika

korban tidak sadar segera bawa ke Rumah Sakit untuk mendapat pengobatan.

Penanganan Keracunan Miras Oplosan

Penanganan keracunan miras oplosan dilakukan oleh petugas medis secara suportif

dan simtomatik, yaitu:

1. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran

udara.

2. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara

memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan

pengeluaran karbon dioksida.

3. Penatalaksaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.

4. Jika terjadi mual dan muntah dapat diberikan antiemetik (antimuntah).

5. Jika korban mengalami ketoasidosis alkohol dapat diberikan Dextrose 5% dalam NaCl

0,9%, vitamin B1 dan vitamin lainnya serta pengganti Kalium apabila diperlukan.

6. Jika korban menunjukkan asidosis berat atau kejang dapat diberikan Natrium Bikarbonat

dan Benzodiazepin.

7. Asidosis metabolik ditandai dengan napas cepat dan dalam (hiperventilasi). Untuk melihat

ada atau tidaknya metanol dalam miras oplosan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium

terhadap osmolaritas (anion gap) atau kepekatan darah dalam tubuh.

8. Dekontaminasi gastrointestinal dapat dilakukan melalui aspirasi nasogastrik.

9. Jika alkohol mengenai mata korban perlu dilakukan irigasi mata yaitu secara perlahan,

bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih dingin atau larutan

NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya 1 liter untuk setiap mata.

Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya. Jika masih belum yakin

bersih, cuci kembali selama 10 menit. Jangan menggosok mata.

13

Page 14: REFERAT FORENSIK.docx

2.2. Alkohol

Alkohol adalah senyawa-senyawa dimana satu atau lebih atom hidrogen dalam sebuah alkana

digantikan oleh sebuah gugus –OH. Ada tiga jenis utama alkohol – primer, sekunder, dan

tersier.

Farmakokinetik

Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung. Sebagian besar

(80%) diabsorpsi di usus dan sisanya diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di

kolon. Kecepatan absorpsi tergantung dari dosis dan konsentrasi alkohol dalam minuman

yang diminum, serta vaskularisasi, motilitas dan pengisian lambung dan usus halus. Bila

konsentrasi optimal, alkohol diminum dan mauk ke dalam lambung kosong, kadar puncak

dalam darah tercapai 30 – 90 menit sesudahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya

dalam jaringan sesuai kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi

kadarnya. Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah,

usus, dan jaringan lemak. Konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar daripada dalam darah.

Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi, 12 –

20 mg% per jam, biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata sebesar 15 mg%

setiap jam. Sepuluh persen alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh

melalui urin, keringat dan panas. Dari jumlah ini sebagian besar dikeluarkan dalam bentuk

urin (90%).

Farmakodinamik

Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari kebiasaan

minum dan sensitisasi genetik perorangan, umumnya 35 gram alkohol (2 sloki whisky)

menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta

menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gram (setara 150-200 ml whisky) akan

menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol (setara 500-1000 ml whisky)

dapat merupakan takaran fatal.

Etanol

Reaksi etanol yang masuk ke dalam tubuh akan segera diabsorbsi di lambung dan usus halus

serta terdistribusi dalam cairan tubuh. Di dalam hati, etanol akan dimetabolisme oleh enzim

14

Page 15: REFERAT FORENSIK.docx

alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehid yang bersifat toksik dan karsinogenik. Kemudian

oleh enzim asetaldehid dehidrogenase, asetaldehid diubah menjadi asam asetat, yang melalui

siklus Krebs menghasilkan karbondioksida dan air.

Metanol

Reaksi metanol yang masuk ke dalam tubuh dapat segera terabsorbsi dan terdistribusi ke

dalam cairan tubuh. Metanol dimetabolisme di hati oleh enzim alkohol dehidrogenase

membentuk formaldehid, lalu oleh enzim aldehid dehidrogenase dimetabolisme membentuk

asam format. Baik formaldehid maupun asam format, keduanya merupakan senyawa beracun

bagi tubuh, terutama asam format yang selain dapat menyebabkan asidosis metabolik juga

dapat menyebabkan kebutaan permanen.

15

Page 16: REFERAT FORENSIK.docx

2.3. Dekstrometorfan

Dekstrometorfan (DMP) adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang

berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk. Zat aktif ini selain banyak digunakan pada

obat batuk tunggal juga digunakan pada obat flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti

fenilefrin, paracetamol, dan klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dekstrometorfan

tersedia di pasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges.

Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan, diantaranya

adalah : Desktrometorfan mudah didapat. Dekstrometorfan merupakan yang dapat diperoleh

secara bebas baik di apotek maupun di warung-warung. Dekstrometorfan yang

disalahgunakan umumnya dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat

diperoleh dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.

Harga dekstrometorfan relatif murah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun

2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10

x 10 tablet adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi

1000 tablet, harga eceran tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran

tertinggi untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp. 150,-. Persepsi

masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas

sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa penyalahgunaan

16

Page 17: REFERAT FORENSIK.docx

dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau

psikotropika yang regulasinya lebih ketat.

Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia

statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan

sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya, status penggolongan

Dekstrometorfan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kefarmasian No.

2669/Dir.Jend/SK/68 tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat keras.

Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 9548/A/SK/71 tahun 1971

disebutkan bahwa sediaan-sediaan yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari

16 mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas. Lalu pada Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 2500/Menkes/ SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011

menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup 10 mg/5 ml merupakan obat

yang termasuk dalam DOEN 2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan

banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan

tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah

sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya

aman.

Di negara lain legal status Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang

menggolongkannya sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas, seperti

Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang hanya diperoleh dengan resep

(Presciption Only Medicines) atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat

yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan penjelasan/informasi dari

apoteker) atau Obat Bebas Terbatas. Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa

didapatkan dengan resep dokter.

Definisi DMP

DMP merupakan salah satu obat antitusif yang dijual bebas dan dikira oleh masyarakat obat

yang aman. DMP sendiri merupakan dekstroiseomer dari kodein analog metrofan, DMP tidak

bekerja pada reseptor opiod time mu dan delta seperti jenis levoisemer tetapi bekerja pada

reseptor sigma.

17

Page 18: REFERAT FORENSIK.docx

Struktur Kimia

Dekstrometorfan merupakan senyawa dari methylether dextrorotary enantiomer dari methyl

ether, levorphanol, suatu senyawa analgesic opioid yang tingkat penyalahgunaannya cukup

tinggi. Penamaan untuk DMP adalah (+)-3-methoxy-17-methyl-9α,13α,14α-morphinan.2,3

Gambar 1. Struktur kimia dekstrometorfan

Sifat fisiko-kimia

Serbuk berbentuk kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau. Tidak larut dalam air,

larut dalam kloroform. Disimpan dalam wadah tertutup rapat.4

Farmakokinetik DMP

a. Absorbsi

Pada penggunaan secara oral, dekstrometorfan diabsorbsi secara cepat pada .traktus

gastrointestinal dan mengalami metabolisme dalam waktu 15 sampai 30 menit. Dalam waktu

2,5 jam, kadar konsentrasi dalam plasma mencapai puncak.2,6 DMP cepat diserap melalui

usus, kemudian masuk ke aliran darah dan menembus sawar darah otak. Pertama kali DMP

akan melewati vena porta hepatica, sebagian obat akan diubah menjadi bentuk metabolit

aktif, dekstrofan, 3-hidroksi dekstrometorfan. Aktivitas terapeutik dari DMP berasal dari obat

ini dan metabolitnya. Durasi DMP adalah ≤ 6 jam.

b. Metabolisme

Di dalam hepar, dekstrometorfan mengalami proses demethylasi oleh enzim CYP2D6

dan sitokrom P450 menjadi D-methoxymorphinan, D-hydroxymorphinan dan dexthrorphan.

CYP2D6 berperan penting dalam metabolisme DMP menjadi bentuk inaktif. Sebagian

18

Page 19: REFERAT FORENSIK.docx

populasi mengalami defisiensi enzim CYP2D6 sehingga metabolisme obat tersebut

terganggu sehingga durasi dan efek obat tersebut mengalami peningkatan tiga kali lipat.

Dari ketiga hasil proses demethylasi, dexthrorphan merupakan metabolit senyawa

antitusif yang paling banyak dihasilkan, sedangkan dari seluruh dosis dekstrometorfan, hanya

15% saja yang diubah menjadi metabolit minor, yaitu D-methoxymorphinan dan D-

hydroxymorphinan.

c. Ekskresi

Waktu paruh DMP adalah 2 -4 jam pada orang yang memiliki metabolisme yang baik

dan 24 jam pada orang yang tidak memiliki metebolisme yang baik . Hasil ekskresi

dekstrometorfan tergantung pada metabolism di hepar, sampai 11% dapat diekskresikan

dalam bentuk tidak berubah dan sampai 100% dapat diekskresikan dalam bentuk senyawa

morphin yang terkonjugasi. Dektrometorfan terutama diekskresikan melalui urine.

2.2.1 Farmakodinamik

Dekstrometorfan merupakan isomer D dari kodein analog metorfan tetepai berbeda

dengan isomer I dimana dekstrometrofan tidak bekerja pada reseptor opoid tetapi berikatan

dengan kuat dengan ligan sigma dan berikatan lemah dengan phencyclidine (PCP) reseptor

dari N methyl-D-aspartate (NMDA) berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hewan.

Sebagian besar reseptor NMDA methyl-D-aspartate (NMDA) berada di otak dan berbentuk

pentametrik ataupun tetrametric. Bentuk metabolit aktif dari DMP adalah dextrorphan (3-

hydroxy-17-methylmorphinan) yang berikatan lemah dengan ligan sigma dan berikatan kuat

dengan PCP. Hubungan antadra reseptor dengan mekanisme farmakologi dari

dekstrimetorfan tidak di ketahui dengan pasti tetapi ada beberapa penelitian yang

menghubungkan dengan nalokson sebagai antagonis dari efek antitusif dari kodein

Pada dosis terapeutik, dekstrometorfan dapat berperan secara sentral (artinya bekerja

pada otak) bukan secara lokal (pada traktus respiratorius). Obat ini bekerja meningkatkan

ambang batas batuk, tanpa menghambat aktivitas silia. Obat ini cepat diserap melalui saluran

cerna dan dimetabolisme 15 sampai 60 menit setelah konsumsi, dipengaruhi juga oleh usia.

Dosis lazimnya 15-60 mg, bergantung pada umur. Durasi kerja obat 3-8 jam untuk

Dekstrometorfan hidrobromida dan 10-12 jam untuk dekstrometorfan polistirex.7 Kadar

puncak pada serum dicapai dalam waktu 2-3 jam dan waktu paruhnya 3 jam.5

19

Page 20: REFERAT FORENSIK.docx

Dekstrometorfan dapat melalui sawar darah otak dan menimbulkan beberapa efek

seperti: antagonis reseptor NMDA, agonis reseptor 1 dan 2, antagonis reseptor nikotinik,

serotonin reuptake inhibitor dan dopamine reuptake inhibitor.

Efek psikologis dekstrometorfan bisa disebabkan oleh dekstrofan. Sama seperti semua

antagonis NMDA, dekstrofan dan dekstrometorfan menghambat neurotransmiter (khususnya

glutamat) di otak. Hal ini mengakibatkan melambatnya atau bahkan mematikan jalur saraf

tertentu sehingga menyebabkan gangguan psikologis. Efek euforia sering dikaitkan dengan

peningkatan kadar dopamin, seperti efek yang ditimbulkan oleh obat antidepresan.

Indikasi

Penggunan utama dari dektrometorfan adalah sebagai obat batuk, untuk

menghilangkan batuk yang disebabkan oleh iritasi tenggorokkan ringan dan brinkial, serta

penyebab lainya seperti irtasi saluran pernafasan.

Dosis Penggunaan

Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun

adalah 10 mg – 20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120 mg

dalam satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul

seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan

rasa kering pada mulut dan tenggorok. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan

biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis

yang lazim, efek samping yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada

penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi,

rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan

pingsan, mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al., 2007).

Toksikologi DMP

DMP menimbulkan beberapa tingkat toksisitas, hal ini tergantung dari dosis ataupun

komponenen dari obat tersebut. Pada tahun 2009, terdapat 5 orang remaja laki -laki

meninggal secara langsung karena konsumsi obat DMP dosis besar yang di konsumsi untuk

bersenang-senang dalam 3 kasus yang berbeda yang terjadi United States American (USA).

Dari kasus tersebut DMP yang didapatkan bersumber dari penyedia yang sama di internet.

Sebagian besar obat, termasuk dekstrometorfan, masuk melalui saluran cerna. Hepar

terletak di antara permukaan absortif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hepar

20

Page 21: REFERAT FORENSIK.docx

berperan sentral dalam metabolisme obat. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi

potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hepar merupakan

pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang masuk tubuh,

termasuk dekstrometorfan. Penggunaan dekstrometorfan pada dosis tinggi menyebabkan

tertimbunnya dekstrorfan dalam hepar sehingga berpotensi menimbulkan cedera sel hepar.

Cedera sel hepar ini berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis.

Mekanisme Toksisitas

Afinitas ikatan dari channel ion reseptor NMDPA terhadap dekstrometorfan adalah

3500 nm dibandingkan dengan dekstorfan 222 nm dan penicyclidin 42 nm. Pembukaan

channel reseptor NMDPA tergantung dari Mg dan permeabilitas Ca. Teraktivasinya reseptor

NMDPA maka akan mengaktivasi Ca calmodulin yang akan mengaktivasi sintesis Nitrit

Oxyde. Bentuk metabolic aktif dari DMP adalah dekstorfan dimana akan mengeksitasi

transmisi neural dan rangsangan disosiasi.

Efek Samping Pada Manusia

Dilaporkan efek samping dekstrometorfan kurang dari 1% mengalami beberapa efek

berupa mengantuk, pusing, koma, depresi susunan pusat, mual, gangguan pencernaan,

konstipasi, rasa tidak nyaman di perut, takikardi, rasa panas, tidak bisa berkonsentrasi, mulu

dan tenggorokan kering.

Mekanisme Penyalahgunaan Dekstrometorfan

Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog metorfan. Dekstrometorfan tidak

bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada

reseptor tipe sigma.

Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan

efek halusinogen ini adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan (3-

hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas lemah dengan

reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-

methyl- D-aspartate). (Klein et al., 1989; Murray et al., 1984); (Franklin et al., 1992).

Dextrometorfan bekerja sebagai antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang

akan memproduksi efek yang sama dengan efek dari ketamin maupun fenisiklidin (PCP). Hal

inilah yang menyebabkan orang menggunakan dekstrometorfan untuk mendapatkan efek

21

Page 22: REFERAT FORENSIK.docx

yang mirip dengan penggunaan ketamin. Ketamin sendiri adalah obat yang digunakan

sebagai anestetik umum.

Akumulasi dekstrometorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik. Efek yang muncul dibagi

dalam 4 tingkatan:

1. Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan

2. Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi

3. Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi

motorik

4. Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif

Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan

Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa dan anak diatas 12 tahun

adalah 10mg - 20mg tiap 4 jam atau 30mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam

satu hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang pernah muncul seperti

mengantuk, pusing, nausea, gangguan pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa

kering pada mulut dan tenggorok. Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan

biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim.

Pada dosis 5-10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping yang timbul

menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamin atau PCP, dan efek ini

meliputi: kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan

bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan, mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al.,

2007). diperlambat. Sebaliknya minuman yang mengandung gas mempercepat pengosongan

lambung, karena sebagian komposisi minuman bersoda yang terdiri atas asam sitrat, natrium

sitrat, perisa lemon lime dan pengawet natrium benzoat yang dapat mempercepat peningkatan

asam di lambung (Weinbroum, et all,2006).

Toksisitas bromida akut dapat terjadi pada kasus penyalahgunaan dekstrometorfan HBr

meskipun sangat jarang dan sedikit disebutkan dalam literatur. Biasanya toksisitas bromida

terjadi ketika kadar bromida pada serum lebih besar daripada 50-100 mg/dl. Toksisitas akut

dapat dihubungkan dengan adanya depresi sistem saraf pusat, hipotensi, dan takikardia.

Konsumsi kronis dapat mengakibatkan sindrom “bromism”, yang ditandai dengan adanya

perubahan perilaku, iritabilitas, dan letargi. Tidak ada antidot khusus untuk menangani

toksisitas bromida. Untuk menangani kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode

22

Page 23: REFERAT FORENSIK.docx

hidrasi dengan menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresi melalui urin, dan pada

kasus yang parah digunakan metode hemodialisis.

Pemberian bersama dekstrometorfan dengan obat dari golongan inhibitor Monoamin

Oksidase (MAOI) seperti moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan sindrom serotonin,

yaitu keadaan dimana terjadi perubahan status mental, hiperaktifitas saraf otonom dan

abnormalitas saraf otot (neuromuscular). Meskipun demikian, keadaan ini tidak selalu

muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat tersebut.

Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan yang pertama dosis 100–200mg, timbul

efek stimulasi ringan, kedua dosis 200–400mg, timbul efek euforia dan halusinasi, ketiga

dosis 300–600mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi

motorik dan yang ke empat dosis 500–1500mg, timbul efek sedasi disosiatif (BPOM, 2012).

Jika obat batuk dan obat flu yang mengandung dekstrometorfan dikonsumsi dengan

jumlah 5- 10 kali dosis lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas bahan tambahan

dan atau bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi dekstrometorfan dengan guaifenesin

dosis tinggi dapat menyebabkan mual yang hebat dan muntah. Sedangkan kombinasi dengan

klorfeniramin dapat menyebabkan rasa terbakar pada kulit, midriasis, takikardia, delirium,

gangguan pernafasan, syncope dan kejang. Penyalahgunaan dalam bentuk sirup, memiliki

kecenderungan yang lebih tinggi untuk menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan

karena larutan tersebut mengandung etanol sebagai pelarutnya.

Manifestasi penyalahgunaan DMP

Gejala yang berhubungan dengan penyalahgunaan DMP, adalah euphoria, gangguan

presepsi, halusinasi, paranoia, gangguan penglihatan, dan disorientasi. Selain itu juga

ditemukan adanya takikardi, mual, muntah, pusing, hipertensi bersaamn juga dengan efek

pada system saraf pusat (nistagmus, ataksia, midiarisis, letargi, kejang, koma)

Konsumsi DMP dalam jumlah besar akan mengakibatkan efek psikotropik. Hal ini

terutama disebabkan oleh akumulasi dari bentuk aktif dekstrofan. Gejala yang dihasilkan

tergantung dari stadium, awalnya para penyalahguna DMP mengeluhkan efek stimulant yang

ringan disertai dengan halusinasi dan delusi. Efek samping tersebut juga diserta euphoria,

ataxia, agitasi, dan penurunan tingkat konsentrasi. Gejala tersebut baru timbul jika dosis

DMP > 2 mg/kgBB. Dan jika dosisnya melebihi 7mg/KgBB maka efek disosiatif lebih

banyak dirasakan.

Pada intoksikasi yang akut dan berat dapat menimbulkan nystagmus dan midriasis.

DMP juga dikenal sebagai antagonis reseptor serotonin, oleh sebab itu pasien yang datang

23

Page 24: REFERAT FORENSIK.docx

dengan syndrome serotonin, harus dipikrkan juga efek dari DMP. Gejala yang muncul pada

sindroma serotonin antara lain gangguan status mental, kekakuan, hipertermia, dan kejang.

Pada kasus konsumsi DMP dalam jumlah besar dapat juga terjadi depresi pernafasan,

takikardi, dan hipertensi. Intoksikasi akut bisa berhubungan dengan depresi saraf pusat,

hipotensi, dan takikardi. Pada penggunaan DMP jangka panjang dapat menimbulkan

sindroma Bromism, dimana ditemukan perubahan perilaku, iritabilitas dan letargi.

Stadium

(Dosis)

Stadium 1

(1,5-2,5 mg/kg

Stadium 2

2,5-7,5 mg/kg)

Stadium 3

(7,5-15 mg/kg)

Stadium 4

(>15 mg/kg)

Manifestasi

Klinis

peningkatan

kewaspadaan

restlessness

sensitisasi visual

dan auditorik

euphoria

Halusinasi

energi

bertambah dan

eksitabel

sensasi auditorik

dan visual

makin

meningkat

gangguan visual

dan auditorik

penurunan

kesadaran

waktu reaksinya

dan respon

melambat

gangguan

kognitif

mania/panik

asosiasi

terganggu

halusinasi

ataksia

Tatalaksana Intoksikasi DMP

Untuk tatalaksana DMP sendiri adalah tatalaksana suportif. Pasien dengan gangguan

kesadaran memerlukan pemasang IV line, pulse oxymeter, dan pemeriksaan kadar gula darah

secara berkala. Untuk tatalaksana dari kegelisahan (agitasi) dapat diberikan golongan

benzodiazepine ( lorazepam ataupun diazepam). Hipertensi dan takikardi yang muncul biasa

berespon dengan baik terhadap obat sedasi, reassurance, dan ruangan yang tenang.

Terdapat beberapa kasus dengan gangguan kesadaran memberikan respon yang baik

terhadap pemberian nalokson tetapi respon DMP terhadap nalokson tidak konsisten. Dosis

DMP yang diberikan sama dengan dosis yang diberikan pada intoksikasi opoid, cara

pemberian 0,4 – 2 mg secara diulang 2 -3 menit hingga didapatkan respon dan dosis

24

Page 25: REFERAT FORENSIK.docx

maksimalnya adalah 10 mg Sebagian besar pasien dengan intoksikasi akut DMP dapat

dipulangkan dari bagian gawat darurat rumah sakit setelah diobeservasi 4 – 6 jam dengan

syarat terdapat perbaikan.

Untuk pemeriksaan laboratoium mencskup elektrolit darah, status asam basa, keratin

serum, kinase, myoglobin utin, tes faal ginjal serta hati, urinalisis, dan skrening urin untuk

obat-obat terlarang. Tidak ada antidot khusus untuk menangani toksisitas bromida. Untuk

menangani kasus keracunan bromida biasanya digunakan metode hidrasi dengan

menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresi melalui urin, dan pada kasus yang

parah digunakan metode hemodialisis.

2.4. Interaksi Obat

Kombinasi dekstrometorfan dengan alkohol yang digunakan oleh responden

menimbulkan efek stimulan ringan yang cepat karena secara farmakologi obat yang larut

dalam alkohol akan mempercepat proses ionisasi sehingga mudah berikatan dengan reseptor

dan cepat memberikan efek (dosis tepat menghasilkan efek terapi, dosis lebih menghasilkan

efek toksik) (Harkness, 1989). Jika dekstrometorfan di kombinasikan dengan alkohol maka

efek samping yang akan muncul lebih cepat dan dapat mengakibatkan keracunan bahkan

menimbulkan kematian15

2.5. Lethal Dose

Lethal Dose 50 (LD 50)

Lethal dose 50 (LD 50) adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat badan uji

per kilogram berat badan hewan uji yang menghasilkan 50% respons kematian pada populasi

hewan uji dalam jangka waktu tertentu. Pada DMP terdapat LD50 yang berbeda tergantung

pada hewan yang dijadian percobaan. Untuk tikus 8200 mg/kg, 5200 mg/kg untuk kelinci,

2900mg/kg untuk babi, 10100 mg/kg untuk ayam, dan 8600 mg/kg untuk mencit.

2.6. Sebab dan Mekanisme Kematian

25

Page 26: REFERAT FORENSIK.docx

Mekanisme kematian pada peminum miras yang dicampur dengan dextromethorphan

terutama akibat asfiksia yang disebabkan karena depresi pusat pernafasan di otak. Depresi

pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak >450 mg%. Pada kadar 500-600 mg% dalam

darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma 10-16 jam.14 Pada alcohol

yang dicampur dengan dextromethorphan biasanya korban meninggal sebelum dapat

mencapai dosis yang disebutkan diatas, karena efek sinergisme antara alcohol (ethanol) dan

dextrometorfan mempertajam efek depresi system pernafasan yang dimiliki keduanya.

2.7. Pemeriksaan Postmortem

Kelainan yang ditemukan pada korban meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan

gejala gejala yang sesuai dengan asfiksia. Organ organ yang termasuk otak dan darah berbau

alcohol. Untuk intoksikasi DMP sendiri tidak ada hasil yang spesifik, hasil penemuan hampir

sama dengan orang yang mengalami intoksikasi opoiod. Dimana dari 2 korban yang, di

keduanya ditemukan odem serebral, odem paru,dan buih di saluran nafas tanpa adanya tanda

yang menunjukkan adanya trauma atapun antecedent natural disease

Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan:

1. Sianosis pada muka dan ujung ujung ekstremitas (pada bibir, ujung jari dan kuku)

2. Lebam mayat cepat timbul, lebih luas dan lebih gelap karena terhambatnya

pembekuan darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler. Hal ini akibat

menigkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih

gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.

3. Busa halus pada hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena

kocokan pada pernapasan kuat

4. Pelebaran pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebral

5. Bintik bintik perdarahan (Tardieu’s Spot) pada konjunctiva bulbi dan palpebral

Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan:

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer

2. Busa halus di saluran pernafasan

3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh, sehingga organ dalam tubuh

menjadi lebih gelap dan lebih berat

4. Petekie (Tardieu’s Spot) pada mukosa organ dalam: pericardium, pleura visceralis

paru terutama pada aorta, kelenjar tiroid, kelenjar timus, pielum ginjal

26

Page 27: REFERAT FORENSIK.docx

5. Edema paru

Pemeriksaan Laboratorium

Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alcohol dalam otak, hati, atau organ lain atau

cairan tubuh yang lain seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alcohol dalam lambung

saja tanpa menentukan kadar alcohol dalam darah hanya menunjukan bahwa orang tersebut

telah meminum alcohol. Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah

yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :

1. Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan

melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280

ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.

2. Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1

ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.

3. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah bercampur dengan

larutan kalium karbonat.

4. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang.

5. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie.

Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning kehijauan

menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau kekuningan sekitar

300mg%14

Pemeriksaan urine dapat dilakukan ketika terdapat kecurigaan atau riwayat menggunakan

dextrometorfan. Terdapat 2 tipe utama skrining obat obatan dalam urine yaitu pemeriksaaan

immunoassay dan kromatografi.

Pemeriksaan immunoassay menggunakan antibody untuk mendeteksi adanya zat obat dengan

menemukan metabolitnya. Pemeriksaan ini biasanya digunakan pada awal pemeriksaan

karena prosesnya yang cepat dengan harga terjangkau. Dalam pemeriksaan dextrometorfan,

hasil positif palsu seringkali terjadi karena hasil metabolit dekstrometorfan yang serupa

dengan metabolit obat golongan opiat dan atau penisiklidin.

Pemeriksaan kromatografi urine pada dekstrometorfan menggunakan prinsip menemukan

metabolit berupa dekstorfan dengan cara menemukan hasil assay dalam urine dengan high-

performance liquid chromatography (HLPC) ataupu dengan Gas Chromatography/Mass

Spectrometry (GC/MS). Pemeriksaan kromatografi ini mengkarakterisasikan aktivitas

27

Page 28: REFERAT FORENSIK.docx

CYP2D6 yang menggunakan metabolisme dekstrometorfan yang dipicu dengan

menambahkan β-glucuronidase pada sampel urine sebelum ekstraksi dan analisis. Walaupun

mereka memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik, harga yang kurang terjangkau

dan waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan ini kurang disarankan sebagai

pemeriksaan awal.

Pemeriksaan untuk menentukan apakah adanya kandungan dekstrometorfan dalam suatu pil

dapat menggunakan reagen Marquis atau reagen Mecke. Selain dapat mendeteksi

dekstrometorfan, reagen-reagen ini biasanya lebih digunakan untuk mendeteksi zat ekstasi

(MDMA) dalam pemeriksaan lapangan. Dengan meneteskan reagen pada pil. Dengan 2 tetes

reagen Marquis pil akan berbusa sebelum berubah warna menjadi abu-abu gelap kehitaman,

dan dengan 2 tetes reagen Mecke pil akan berubah warna menjadi kuning.

2.8. Aspek Hukum

Produsen, distributor dan atau pengecer minuman beralkohol oplosan dikenai sanksi

administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2012

tentang Pangan. Sanksi administratif yang dimaksud dapat meliputi:

a. Peringatan secara tertulis;

b. Pemusnahan

c. Penghentian kegiatan produksi dan peredaran

Pengoplosan minuman beralkohol secara jelas tidak memenuhi standar keamanan pangan

karena produk yang dihasilkan berisiko terhadap kesehatan bahkan dapat menghilangkan jiwa

manusia. Pelaku pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar

rupiah). Jika menyebabkan luka berat atau membahayakan nyawa, ancaman pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar

rupiah) dan jika menyebabkan kematian orang pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah).

Dari sisi pemenuhan ketentuan izin edar, minuman beralkohol oplosan dapat dikategorikan

sebagai produk tanpa izin edar dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).

BAB III

KESIMPULAN

28

Page 29: REFERAT FORENSIK.docx

Kesimpulan

Miras oplosan merupakan minuman keras yang terdiri dari berbagai campuran,

diantaranya dapat dioplos dengan alkohol industri (metanol) maupun dengan obat

herbal seperti obat kuat atau suplemen kesehatan. Miras oplosan biasanya dibuat dan

dijual secara ilegal. Akhir-akhir ini penggunaan miras oplosan yang dicampur dengan

dekstrometrofan sedang marak di Indonesia. Dekstrometrofan (DMP) sebenarnya

merupakan salah satu obat antitusif yang dijual bebas dan dikira oleh masyarakat obat

yang aman. DMP sendiri merupakan dekstroiseomer dari kodein analog metrofan,

DMP tidak bekerja pada reseptor opiod time mu dan delta seperti jenis levoisemer

tetapi bekerja pada reseptor sigma. Pada dosis terapeutik, dekstrometorfan dapat

berperan secara sentral (bekerja pada otak) bukan secara lokal (pada traktus

respiratorius). Obat ini bekerja meningkatkan ambang batas batuk, tanpa menghambat

aktivitas silia. Obat ini cepat diserap melalui saluran cerna dan dimetabolisme 15

sampai 60 menit setelah konsumsi, dipengaruhi juga oleh usia. Dosis lazimnya 15-60

mg, bergantung pada umur. Durasi kerja obat 3-8 jam untuk Dekstrometorfan

hidrobromida dan 10-12 jam untuk dekstrometorfan polistirex. Kadar puncak pada

serum dicapai dalam waktu 2-3 jam dan waktu paruhnya 3 jam.

Dekstrometorfan dapat melalui sawar darah otak dan menimbulkan beberapa efek

seperti: antagonis reseptor NMDA, agonis reseptor 1 dan 2, antagonis reseptor

nikotinik, serotonin reuptake inhibitor dan dopamine reuptake inhibitor. Efek

psikologis dekstrometorfan bisa disebabkan oleh dekstrofan, hasil metabolit dari

metabolisme DMP. Sama seperti semua antagonis NMDA, dekstrofan dan

dekstrometorfan menghambat neurotransmiter (khususnya glutamat) di otak. Hal ini

mengakibatkan melambatnya atau bahkan mematikan jalur saraf tertentu sehingga

menyebabkan gangguan psikologis. Efek euforia sering dikaitkan dengan peningkatan

kadar dopamin, seperti efek yang ditimbulkan oleh obat antidepresan

Kombinasi dekstrometorfan dengan alkohol yang digunakan oleh responden

menimbulkan efek stimulan ringan yang cepat karena secara farmakologi obat yang

larut dalam alkohol akan mempercepat proses ionisasi sehingga mudah berikatan

dengan reseptor dan cepat memberikan efek (dosis tepat menghasilkan efek terapi,

29

Page 30: REFERAT FORENSIK.docx

dosis lebih menghasilkan efek toksik) (Harkness, 1989). Jika dekstrometorfan di

kombinasikan dengan alkohol maka efek samping yang akan muncul lebih cepat dan

dapat mengakibatkan keracunan bahkan menimbulkan kematian15

.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2014. Info POM : Menilik Regulasi Minuman

Beralkohol di Indonesia. BPOM RI: Jakarta.

30

Page 31: REFERAT FORENSIK.docx

2. Bonauli, Nina. 2010. Pengaruh Pemberian Dekstrometorfan Dosis Bertingkat Peroral

Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Wistar. Universitas Diponegoro

Semarang.

3. NICNAS. Dimethyl Phthalate. Australian Government Department of Health and Ageing

NICNAS. 2008. P.4-5,15.

4. Bryner Jk, Wang UK, Hui JW, Bedodo M, McDougall C, Anderson IB.

Dextromethorphan Abuse in Adolescence.Arch Pediatr Adlesc Med/Vol160, December

2006. P.1217-22.

5. Carlson KR, Patton LE. Toxicity Review for Dimethyl Phthalate. United States Consumer

Product Safety Commision. 2010. P.5-20.

6. Romanli F, Smith KM. Dextromethorpan Abuse: Clinical Effect and Management.

Pharmacy Today. 2009 (Mar); 15(3): 48-55.

7. Barceloux DG. Medical Toxicology of Drug Abuse : Synthesized Chemicals and

Psychoactive Plants. John Wiley & sons : 2012.

8. WHO Expert Committee on Drug Dependence, Dextromethorphan Pre-

9. Review Report, Juni 2012

10. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang

Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012

11. Frank Romanelli and Kelly M. Smith, Review Article: Dextromethorphan abuse: Clinical

effects and Management.

12. Edward W. Boyer, M.D., Ph.D., and Michael Shannon, M.D., M.P.H., Review Article:

current concepts The Serotonin Syndrome

13. AHFS 2010, hal 2787.

14. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im T, Sidhi, Hertian S, etc. Ilmu Kdokteran

Forensik. Alkohol. Edisi 1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti, Jakarta; 1997; 113-18.

15. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Info POM : Mengenal Penyalahgunaan

Dekstrometorfan. BPOM RI: Jakarta.

31