Referat Dysmenorrhea (Obg)
-
Upload
andy-pratama -
Category
Documents
-
view
12 -
download
3
description
Transcript of Referat Dysmenorrhea (Obg)
REFERAT OBGYN
DISMENOREA
Oleh:
Andy Pratama Jaya, S.Ked
201320401011083
Pembimbing :
dr. Menot Agung Saptono, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
SMF. OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD GAMBIRAN KEDIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Dismenorea atau nyeri saat menstruasi (haid) merupakan gangguan
ginekologi yang sering dikeluhkan para wanita, terutama para remaja (Lefebvre
et al, 2005; Wang et al, 2004). Studi mengenai prevalensi dismenorea masihlah
jarang. Di Amerika, sekitar 60 % remajanya yang sedang menstruasi mengalami
dismenorea (Speroff, 2005) Sedangkan di Swedia, 72 % wanita berusia 19 tahun
dilaporkan mengalami dismenorea (Speroff, 2005; Katz et al, 2007). Di Afrika,
studi pada 453 remaja Ghana menunjukkan 74,4% dari mereka mengalami nyeri
haid (Gumanga dan Kwame-Aryee, 2012). Sementara itu untuk Asia, 78,3 %
remaja Korea (Park, 2012) dan 72,9 % dari 500 wanita berusia 18-28 tahun di
India mengeluhkan gangguan ini (Omvidar dan Begum, 2012).
Meskipun dismenorea tidak mengancam jiwa, namun berpengaruh buruk
pada kwalitas kehidupan dan produktivitas wanita. Dismenorea penyebab paling
sering hilangnya jam kerja dan ketidakhadiran di sekolah (Speroff, 2005).
Penanganan yang optimal bagi keluhan ini adalah dengan mengetahui penyebab
yang mendasarinya (Berek, 2002).
BAB II
DISMENOREA
2.1 Pengertian
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya disertai rasa kram dan
terpusat di abdomen bawah (Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007; Speroff, 2005).
Dikatakan nyeri haid bila nyeri yang timbul tersebut menyebabkan perempuan
datang berobat ke dokter atau mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri
(Anwar et al, 2011). Nyeri yang terjadi sering disertai rasa mual, muntah, pusing,
sakit kepala, nyeri punggung, sulit tidur, berkeringat, diare, tremor, dan takikardi
(Katz et al, 2007; Speroff, 2005).
2.2 Klasifikasi
Dismenorea dapat dibagi menjadi dua kelompok, dismenorea primer dan
dismenorea sekunder (Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005;
Speroff et al, 2005). Dismenorea primer biasanya hampir selalu terjadi pada
wanita usia kurang dari 20 tahun. Sedangkan dismenorea sekunder sering kali
terjadi pada wanita usia lebih dari 20 tahun, meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat juga terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun (Katz et al,
2007).
2.2.1 Dismenorea Primer
A. Pengertian
Dismenorea primer adalah rasa nyeri saat menstruasi tanpa ditemukan
adanya kelainan patologi pada panggul (Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Katz et
al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005). Intensitas rasa nyeri pada
dismenorea primer dapat dibagi menjadi 3 yaitu ringan, sedang, dan berat (Katz et
al, 2007).
Tabel 2.1 Intensitas Nyeri Pada Dismenorea Primer
Intensitas Keterangan
RinganTanpa gejala sistemik, jarang memerlukan analgesik, aktivitas
sehari-hari jarang terpengaruh
SedangDengan beberapa gejala sistemik, memerlukan analgesik,
aktivitas sehari-hari terganggu
Berat
Banyak gejala sistemik yang muncul, nyeri tidak banyak
berkurang dengan analgesik, tidak dapat melakukan kegiatan
sehari-hari
(Sumber: Katz V.L., Lentz G.M., Lobo R.A., Gershenson D.M., 2007, Primary and Secondary Dysmenorrhea, Premenstrual Syndrome, and Premenstrual Dysphoric Disorder : Etiology, Diagnosis, Management, In: Katz: Comprehensive Gynecology, 5th edn, Mosby, USA, pp 1989-2001)
B. Etiologi & Faktor Resiko
Dismenorea primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan
oleh kontraksi miometrium akibat adanya sintesis prostaglandin oleh
endometrium pada saat fase sekresi. (Anwar et al, 2011; Katz et al, 2007;
Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
Molekul prostaglandin yang berperan menyebabkan dismenorea adalah
prostaglandin F2α (PGF2α) yang selalu menstimulasi kontraksi uterus.
Didapatkan kadar prostaglandin yang lebih tinggi pada cairan menstruasi wanita
dengan dismenorea primer dibandingkan dengan wanita tanpa dismenorea.
Prostaglandin dibentuk dari asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase (COX)
(Anwar et al, 2011; Dawood, 2006; Speroff et al, 2005).
Substansi lain yang diduga menyebabkan kontraksi uterus adalah
leukotrien. Hal ini dikemukakan karena ditemukan kadar leukotrien, khususnya
leukotriene C4 dan D4, yang meninggi pada sel-sel miometrium wanita dengan
dismenorea primer dibandingkan dengan wanita tanpa dismenorea. Namun
mekanisme leukotrien dalam patogenesis dismenorea primer masih belum bisa
dimengerti sepenuhnya. Leukotrien juga merupakan derivat dari asam arakidonat,
namun pembentukan leukotrien melalui jalur 5-lipoksigenase, bukan melalui jalur
siklooksigenase, sehingga menyebabkan kemungkinan beberapa kasus dismenorea
primer yang tidak berespons terhadap terapi nonsteroidal anti inflammatory drug
(NSAID). Leukotrien mempunyai sifat kontraktan otot dan berfungsi sebagai
mediator inflamasi (Dawood, 2006; Mayes, 2003).
Beberapa faktor resiko yang diduga mempengaruhi dismenorea primer
adalah riwayat keluarga (ibu dan saudara perempuan) dengan dismenorea dan
merokok (Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005). Stress karena beban kerja yang
tinggi di tempat kerja juga dapat menjadi faktor resiko dismenorea primer. Wanita
yang stress 2x lipat lebih beresiko untuk mengalami dismenorea primer (Wang et
al, 2004).
C. Patogenesis
Penurunan progesteron pada akhir fase luteal menyebabkan
ketidakstabilan lisosom sel endometrium yang memicu lisosom untuk melepaskan
enzim phospolipase. Enzim ini menyebkan lisisnya membran sel sehingga
akhirnya terbentuklah asam arakidonat. Asam arakidonat akan dikonversi menjadi
beberapa endoperoksida salah satunya prostaglandin F2α, melalui jalur
siklooksigenase (Berek, 2002; Dawood, 2006).
(Dawood, 2006)
Gambar 2.1Mekanisme Terbentuknya Prostaglandin
Pada wanita tanpa dismenorea, kontraksi miometrium uterus bergerak
ritmik, normalnya sekitar 3-4 kali selama 10 menit dengan tekanan di dalam
uterus paling tinggi sekitar 120 mmHg. Namun pada wanita dengan dismenorea
primer, akibat induksi prostaglandin kontraksi miometrium uterus bergerak tidak
beraturan, lebih dari 5 kali per 10 menit menyebabkan peningkatan tekanan
hingga kisaran 150-180 mmHg sehingga terjadilah reperfusi aliran darah uterus.
Nyeri berasal dari aktivitas uterus yang abnormal, iskemia uterus, dan sensitisasi
ujung-jung saraf oleh prostaglandin dan endoperoksida lainnya (Anwar et al,
2011; Dawood, 2006; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff et al, 2005).
(Katz et al, 2007)
Gambar 2.2Patogenesis Dismenorea Primer
D. Gejala Klinis
Dismenorea primer muncul saat remaja, biasanya sekitar 1-2 tahun segera
setelah menarche (Berek, 2002; Katz et al, 2007; Lefebvre et al, 2005). Nyerinya
cenderung bersifat kolik disertai rasa kram yang dirasakan di abdomen bawah
daerah suprapubis. Nyeri dapat juga meliputi daerah lumbosakral dan menjalar ke
bagian permukaan paha. Nyeri dapat mulai beberapa jam mendahului atau setelah
keluarnya darah haid. Besarnya intensitas keluhan nyeri sejalan dengan
peningkatan tertinggi kadar prostaglandin saat haid terjadi, yaitu pada 48-72 jam
pertama. Keluhan mual, muntah, pusing, nyeri kepala, atau diare yang sering
menyertai dismenore diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik
(Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Dawood, 2006; Katz et al, 2007; Lefebvre et al,
2005; Speroff, 2005). Nyeri yang dirasakan dapat membaik dengan masase
abdomen, memberikan tekanan pada abdomen, dan perubahan posisi tubuh
(Berek, 2002).
E. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik, akan didapatkan tanda-tanda vital yang normal.
Daerah suprapubis mungkin akan teraba lunak pada palpasi. Bising usus normal,
tidak didapatkan nyeri tekan maupun nyeri lepas pada abdomen bagian atas. Bila
dilakukan pemeriksaan bimanual pada saat sedang terjadi episode dismenorea
didapatkan nyeri pada uterus. Akan tetapi nyeri yang muncul bukan diakibatkan
karena gerakan serviks atau palpasi struktur adneksa. Organ panggul didapatkan
normal pada dismenorea primer (Berek, 2002).
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak dibutuhkan dalam
mendiagnosis dismenorea primer. Pemeriksaan yang mendetail hanya dilakukan
bila dari gejala klinis mengarah pada dismenorea sekunder (Lefebvre et al, 2005)
F. Penanganan
NSAID merupakan terapi yang sering digunakan untuk penanganan
dismenorea primer karena NSAID mempunyai efek analgetik yang secara
langsung mencegah sintesis prostaglandin oleh endometrium dengan cara
menghambat siklooksigenase (Anwar et al, 2011; Dawood, 2006; Katz et al, 2007;
Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005). Untuk penggunaan NSAID yang efektif
sebaiknya diberikan saat onset nyeri atau keluarnya darah haid pertama kali.
NSAID juga tidak perlu diberikan lebih dari 2-3 hari pertama haid (Berek, 2002;
Dawood, 2006; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
Efek samping penggunaan NSAID adalah gangguan pencernaaan, nyeri
kepala, pusing, pandangan kabur, nefrotoksik, hepatotoksik, bronkospasme, dan
edema. Namun, dengan pemberian obat hanya untuk 3 hari dan juga biasanya
penderita dismenorea primer masih muda dan sehat, maka efek samping jarang
terjadi. Bila muncul pun biasanya terbatas pada gangguan pencernaan seperti mual
dan muntah, yang dapat dikurangi (dan memang sebaiknya) pemberian obat
segera setelah makan (Dawood, 2006; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
Tabel 2.2 Sediaan NSAID Untuk Penanganan Dismenorea Primer
(Sumber: Dawood M.Y., 2006, Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis and Management, American College of Obstetricians and Gyenecologists Journal, Vol 108, USA, pp 428-41)
Terapi lain yang efektif digunakan untuk penanganan dismenorea primer
adalah pil kontrasepsi kombinasi (Anwar et al, 2011; Dawood, 2006; Katz et al,
2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005). Pil kontrasepsi kombinasi bekerja
dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan endometrium sehingga
mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin serta kram uterus.
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk mengatasi dismenorea
primer dan sekaligus akan membuat siklus haid teratur (Anwar et al, 2011;
Lefebvre et al, 2005). Monofasik dan trifasik sama efektifnya dalam mengatasi
dismenorea primer (Lefebvre et al, 2005).
Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dismenorea primer,
misalnya medroksi progesteron asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2 x 10 mg
mulai haid hari ke-5 sampai 25 (Anwar et al, 2011). Pasien yang kontraindikasi
penggunaan NSAID seperti penderita ulkus gastroduodenum atau alergi NSAID
disarankan untuk menggunakan pil kontrasepsi (Dawood, 2006).
Bila penggunaan obat-obatan tersebut gagal mengatasi nyeri haid,
sebaiknya dipertimbangkan laparoskopi atau ultrasonografi (USG) untuk mencari
penyebab dismenorea sekunder (Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
2.2.2 Dismenore Sekunder
A. Pengertian
Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan
berbagai kelainan patologis pada panggul (Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Katz
et al, 2007; Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005). Dismenorea sekunder dipikirkan
bila pada anamnesis dan pemeriksaan curiga ada patologi panggul atau tidak
respon dengan obat-obatan untuk dismenorea primer (Anwar et al, 2011).
B. Etiologi
Endometriosis menjadi penyebab tersering dismenore sekunder, yang
mana penyakit ini juga dapat terjadi pada pasien usia remaja. Pada sebuah studi
yang dilakukan terhadap 100 wanita dengan rasa nyeri yang tidak teratasi dengan
obat-obatan NSAID, 80% ditemukan endometrioisis saat dilakukan laparoskopi
(Lefebvre et al, 2005). Penyebab lain yaitu adenomiosis, stenosis serviks, penyakit
radang panggul, perlekatan panggul, anomali duktus müllerian, polip uteri, dan
irritable bowel syndrome (Anwar et al, 2011; Berek, 2002; Katz et al, 2007;
Lefebvre et al, 2005; Speroff, 2005).
C. Patogenesis
Patogenesis yang mendasari terjadinya dismenorea sekunder masih belum
bisa dijelaskan sepenuhnya (Berek, 2002)
D. Gejala Klinis
Dismenorea sekunder biasanya muncul beberapa tahun setelah menarche.
Nyerinya seringkali dirasakan 1-2 minggu sebelum haid dan berlanjut sampai
beberapa hari setelah haid berhenti (Berek, 2002). Dismenorea sekunder juga
disertai dengan gejala ginekologi lainnya, tergantung penyakit yang mendasari.
Pada kasus endometriosis sering kali disertai adanya keluhan nyeri senggama
(dispareunia) dan sulit punya anak (infertilitas) (Katz et al, 2007). Jika dismenorea
disertai keluhan menoragia dan pembesaran uterus yang merata, diagnosis yang
mungkin adalah adenomiosis. Pada pasien yang pernah punya riwayat dilakukan
prosedur bedah pada serviks seperti tindakan cerclage dan conization maka
kemungkinan penyebab dismenoreanya adalah stenosis serviks (Lefebvre et al,
2005).
E. Penanganan
Penanganan dismenorea sekunder sesuai dengan indikasi penyakit yang
mendasari (Berek, 2002; Dawood, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar M., Baziad A., Prabowo R.P., 2011, Gangguan Haid, Dalam: Ilmu Kandungan Sarwono Prawirohardjo, Edisi 3, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, hal. 182-84.
Berek J.S., 2002, Cyclic Pain: Primary and Secondary Dysmenorrhea, In: Novak’s Gynecology, 5th edn, Lippincott Williams & Wilkins, USA
Dawood M.Y.., 2006, Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis and Management, American College of Obstetricians and Gyenecologists Journal, Vol 108, USA, pp 428-41< http://obgynresidents.stanford.edu/documents/dysmenorrhea.pdf>
Gumanga S.K.,Kwame-Aryee R., 2012, Prevalence and Severity of Dysmenorrhoea Among Some Adolescent Girls in a Secondary School in Accra Ghana, viewed 7 September 2014 <http://ghcps.org/wp-content/uploads/2012/08/Dysmenorrhoea.pdf>
Katz V.L., Lentz G.M., Lobo R.A., Gershenson D.M., 2007, Primary and Secondary Dysmenorrhea, Premenstrual Syndrome, and Premenstrual Dysphoric Disorder : Etiology, Diagnosis, Management, In: Katz: Comprehensive Gynecology, 5th edn, Mosby, USA, pp 1989-2001.
Lefebvre G., Pinsonneault O., Antao V., Black A., Burnett M., Feldman K., et al, 2005, Primary Dysmenorrhea Consensus Guidline, viewed 4 September 2014 <http://sogc.org/wp-content/uploads/2013/01/169E-CPG-December2005.pdf>
Mayes P. A., 2003, Metabolisme Asam Lemak Tak Jenuh dan Eikosanoid, Dalam: Biokimia Harper, 25th edn, Terjemahan oleh Hartono A, Bani A, Sikumbang T, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 236.
Omidvar S., Begum K., 2012, Characteristics and Determinants of Primary Dysmenorrhea in Young Adults, viewed 7 September 2012 < http://thescipub.com/PDF/amjsp.2012.8.13.pdf >
Park JS., Park S., Cheon CH., Go HY., Sun SH, et al, 2012, Effects of Gyejibongnyeong-hwan on Dysmenorrhea Caused by Blood Stagnation: Study Protocol for a Randomized Controlled Trial, viewed 7 September 2014 < http://www.trialsjournal.com/content/pdf/1745-6215-13-3.pdf>
Speroff L., Fritz M.A,, 2005, Dysmenorrhea, In: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 7th edn, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp 541.
Wang L., Wang X., Wang W., Chen C., Ronnennberg A.G., Guang W., et al, 2004, Stress and Dysmenorrhoea : A Population Based Prospective Study, viewed 4 September 2014 <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1740691/pdf/v061p01021.pdf>