REFERAT-cholelithiasis brahma.docx

download REFERAT-cholelithiasis brahma.docx

of 13

Transcript of REFERAT-cholelithiasis brahma.docx

BATU EMPEDU

1

I. PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara berkembang cenderung meningkat(Lesmana,2000)Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi(Schwartz,2000)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada kedua-duanya (Sjamsuhidayat,2005).

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)B. Epidemiologi

Insiden cholelithiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (Syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun).Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya Cholelithiasis

Faktor resiko tersebut antara lain:1. GenetikBatu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.2. Umur Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3.3. Jenis KelaminBatu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.4. Beberapa faktor lainFaktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik.

C. Patogenesis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus(Price,1995)Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu(Guyton,1997)Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui Ductus cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus(Sjamsuhidayat,2005)

D. Patofisiologi batu empedu

a. Batu KolesterolBatu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari 10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak. Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu(Brunicardi,2005)Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel lipidtergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa mjayoritas kolesterol bilier(Brunicardi,2005)Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap: Supersaturasi empedu dengan kolesterol. Pembentukan nidus. Kristalisasi/presipitasi. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.

Gambar 2.3 Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)

b. Batu pigmenBatu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan sebagai entitas yang berbeda(Brunicardi,2005)Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat, dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubinterjadi pada empedu secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium terjadi(Brunicardi,2005)

Gambar 2.4 Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)

Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat yang halus dalam trktus biliaris(Brunicardi,2005)

Gambar 2.5 Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013E. Manifestasi klinis

Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)

1. AsimptomatikBatu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimptomatik(Brunicardi,2005).2. SimptomatikKeluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris(Brunicardi2005)3. Komplikasi Cholecystitisakut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami cholecystectomy terbuka atau laparoskopik(Brunicardi,2005)

Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)

Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangitistersebut.Cholangitisakut yang ringan sampai sedang biasanyaCholangitisbakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma(Sjamsuhidayat,2005)Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktik.F. Penatalaksanaan

Konservatifa). Lisis batu dengan obat-obatanSebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun(Lesmana,2000) b). Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi(Schwartz,2000)c). Lithotripsy(Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.

Penanganan operatifa).CholecystostomyKolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung empedu yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi(Brunicardi,2005)

Gambar 2.6Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)

b). Open cholecystectomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkanmortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %( Brunicardi,2005)c).Cholecystectomy laparoscopy Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocorDuctus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.d). CholecystectomyminilaparotomyModifikasi dari tindakan cholecystectomyterbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah(Price,1995)

DAFTAR PUSTAKA1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.4. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United States America : McGraw Hill, 2005.1188-1218.5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.7. Clinic Staff. Gallstones. Available from: http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25 Juli 2007 [diakses pada tanggal 30 September 2015]8. Cholelithiasis.Availablefrom: http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Disease/InDepth.htm. Last update April 2007 [diakses tanggal 30 September 2015].