referat bdah 1

35
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal pria. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen terutama testosteron. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan kantung lapisan kulit yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa, tunika albuginea, dan tunika vaginalis. Segala pertumbuhan sel- sel abnormal di dalam testis, yang bisa menyebabkan pembesaran atau benjolan di dalam skrotum disebut sebagai tumor testis (Kinkade, 1999). Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan merupakan 1-2 % dari semua neoplasma pada pria. Kira-kira 90% dari semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai tumor sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insiden tumor testis meningkat pada beberapa dekade terakhir, yakni sebesar 1,2 % per tahun, walaupun begitu angka kematian cenderung menurun dengan angka harapan hidup 5 tahun mencapai 95 %. Sekitar 9000 kasus baru terdiagnosis tiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insiden bervariasi di berbagai belahan dunia, dengan kecenderungan penurunan di benua Asia dan Afrika (Kush, 2011). Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang

description

G

Transcript of referat bdah 1

Page 1: referat bdah 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal pria.

Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen terutama testosteron.

Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan kantung lapisan kulit yang tidak rata dimana

dibawahnya terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa, tunika albuginea, dan tunika

vaginalis. Segala pertumbuhan sel-sel abnormal di dalam testis, yang bisa menyebabkan

pembesaran atau benjolan di dalam skrotum disebut sebagai tumor testis (Kinkade, 1999).

Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan

merupakan 1-2 % dari semua neoplasma pada pria. Kira-kira 90% dari semua tumor testis primer

terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai tumor sel Sertoli-Leydig dan

limfoma maligna. Insiden tumor testis meningkat pada beberapa dekade terakhir, yakni sebesar

1,2 % per tahun, walaupun begitu angka kematian cenderung menurun dengan angka harapan

hidup 5 tahun mencapai 95 %. Sekitar 9000 kasus baru terdiagnosis tiap tahunnya di Amerika

Serikat. Angka insiden bervariasi di berbagai belahan dunia, dengan kecenderungan penurunan

di benua Asia dan Afrika (Kush, 2011).

Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi

jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis lebih baik, ditemukan

tumor marker, ditemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih

baik. Angka mortalitas menurun dari 50% pada tahun 1970 menjadi 5% pada tahun 1977

(Purnomo, 2009).

Diagnosis dini pada tumor testis sangat penting dilakukan mengingat doubling time

tumor testis diperkirakan berkisar antara 10-30 hari saja. Meskipun angka harapan hidup pada

berbagai stadium masih tinggi, namun diagnosis pada stadium dini memberikan prognosis jangka

panjang yang lebih baik (Kush, 2011).

Page 2: referat bdah 1

Oleh karena itu melalui makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

etiologi, patofisiologi, diagnosis, dan terapi tumor testis sehingga dapat menunjang diagnosis

dini dan meningkatkan prognosis jangka panjang pada pasien tumor testis.

Page 3: referat bdah 1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Testis

Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin dan juga

endokrin. Bagian eksokrin terutama menghasilkan sel kelamin, sehingga testis dianggap sebagai

kelenjar sitogenik. Bagian endokrin menghasilkan sekret internal yang dilepaskan oleh sel-sel

khusus. (Leeson C.R, et al., 1996)

2.1.1. Simpai Testis

Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri atas 3

lapisan: (Leeson C.R, et al., 1996)

1. lapisan terluar,tunika vaginalis

2. lapisan tengah, tunika albuginea

3. lapisan terdalam tunika vaskulosa

Tunika vaginalis merupakan selapis sel mesotel gepeng, seringkali rusak pada saat

pembuatan sajian. Lapisan ini merupakan bagian dari sebuah kantung serosa yang tertutup,

berasal dari peritoneum yang membungkus permukaan lateral dan anterior testis. Lapisan ini

terletak diatas lamina basal yang memisahkannya dari lapisan tengah yang paling jelas yaitu

tunika albuginea. Dulu tunika albuginea digambarkan sebagai lapisan tebal, terdiri atas jaringan

ikat padat fibro elastis, tapi sekarang dapat diperlihatkan juga adanya sel otot polos. Pada

manusia, meskipun unsur-unsur otot polos tersebar luas, tapi umumnya terdapat paling banyak di

bagian posterior testis dekat epididimis. Lapisan terdalam simpai testis adalah tunika vaskulosa

terdiri atas jala-jala kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat longgar. (Leeson C.R, et

al., 1996)

Page 4: referat bdah 1

Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang kaku, seperti persangkaan

dahulu, melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang mampu berkerut secara berkala.

Kerutan-kerutan tersebut mungkin bertujuan untuk mempertahankan tekanan yang sesuai di

dalam testis, mengatur gerakan keluar masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan untuk

membantu gerakan peristaltik sistem saluran, sehingga membantu gerakan spermatozoa ke arah

luar. Selain itu, simpai tersebut agaknya memiliki sifat-sifat selaput yang semipermeable dan

turut berperan dalam beberapa faal testis. (Leeson C.R, et al., 1996)

Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan menjorok masuk ke

dalam kelenjar sebagai mediastinum testis. sekat-sekat fibrosa yang tipis menyebar dari

mediastinum testis ke arah simpai testis dan membagi permukaan dalam testis menjadi kurang

lebih 250 bangunan berbentuk pyramid yang disebut lobuli testis, dengan bagian puncaknya

menghadap ke mediastinum. Sekat-sekat tersebut memperlihatkan bagian-bagian yang tidak

lengkap, sehingga lobules testis dapat berhubungan satu dengan lainnya secara bebas. Tiap

lobules terdiri dari satu sampai empat tubulus seminiferous yang sangat berkelok-kelok,

dibungkus oleh stroma jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, saraf dan

beberapa jenis sel, terutama sel interstitial yang spesifik yaitu sel Leydig. Sel-sel ini besar,

umunya berkelompok, berperan penting karena fungsi endokrinnya. (Leeson C.R, et al., 1996)

2.1.2. Tubulus Seminiferus

Tubulus seminiferous sangat berkelok dengan garis tengah kurang lebih 0,2 mm dan

panjang 30 sampai 70 cm. tubulus berakhir sebagai ujung bebas yang buntu atatu beranastomosis

dengan tubulus-tubulus didekatnya dari lobules yang sama atau kadang-kadang dengan tubulus

dari lobules sebelahnya. Pada puncak lobules, tiap tubulus tidak berkelok-kelok lagi dan menjadi

lurus dan disebut sebagai tubulus rektus. Tubulus seminierus dibatasi oleh suatu epitel germinal

kompleks atau epitel seminiferous, yang merupakan modifikasi epitel berlapis kuboid. Epitel

tersebut terletak diatas lamina basal yang tipis dan di luarnya diliputi oleh suatu daerah khusus

terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubuar atau pembatas yang terdiri dari

banyak serat jaringan ikat, fibroblast yang pipih dan beberapa sel bersifat sebagai sel otot polos.

Unsur-unsur mioid ini mempunyai “junctional complex” pada bagian sisi sel-sel disampingnya

yang menghambat, namun tidak seluruhnya, penyeberangan makromolekul dari ruang interstitial

Page 5: referat bdah 1

ke epitel seminiferous. Diduga kontraksi sel-sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus

seminiferous dan membantu gerakan spermatozoa sepanjang tubulus. Ketebalan daerah ini

berbeda-beda sesuai umur dan memperlihatkan peebalan pada beberapa keadaan klinik,

khususnya yang berkaitan dengan kelainan kromosom. Suatu sistem kapiler limfe terdapat

banyak di luar jaringan peritubular. (Leeson C.R, et al., 1996)

2.1.3. Bagian Interstitium

Jaringan interstitial yang terdapat dalam lobulis testis, terletak diantara tubulus

seminiferous. Jaringan interstitial mengandung beberapa serat kolagen, pembuluh darah dan

limfe, saraf, bermacam-macam jenis sel termask fibroblast, makrofag, sel mast, dan beberapa sel

mesenkim yang belum berkembang. Pembuluh darah dan saraf keluar masuk melalui

mediastinum dan membentuk anyaman sekitar tubulus. Sel interstitial Leydig merupakan sel

yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya

berkelompok memadat pada daerah seminiferous. Sel-sel tersebut besar, dengan sitoplasma

sering tampak bervakuola pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung

butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. (Leeson C.R, et al., 1996)

Gambar 2.2 Anatomi testis

2.1.4. Pembuluh Darah, Pembuluh Limfe Dan Saraf

Saat arteri mencapai testis, pembuluh darah tersebut diliputi oleh pleksus vena yang luas yaitu

pleksus pampiniformis, yang mendinginkan darah arteri melalui mekanisme penggantian panas

lingkar-balik. Didalam testis, cabang arteri testis menembus tunika albuginea dan masuk ke

tunika vaskulosa. Cabang-cabang arteriol yang lebih kecil mengikuti septula testis masuk ke

parenkim dan berakhir sebagai anyaman kapiler. Pembuluh limfe kecil membentuk anyaman luas

didalam jaringan interstitial. (Leeson C.R, et al., 1996)

Saraf mengikuti pembuluh darah utama dan menyusun pleksus halus disekitar pembuluh yang

lebih kecil dan berhubungan dengan sel-sel interstitial. (Leeson C.R, et al., 1996)

2.2. Tumor Testis

Page 6: referat bdah 1

2.2.1 Definisi

Tumor testis merupakan benjolan yang berasal dari neoplasma sel germinal atau jaringan stroma

testis. Lebih dari 90% tumor testis berasal dari sel germinal. (Einhorn LH, 2007)

2.2.2. Epidemiologi

Tumor testis banyak terjadi di antara pria Kaukasian dan jarang terjadi pada pria keturunan

Afrika. Tumor testis jarang terjadi di Asia dan Afrika. Kejadian di seluruh dunia telah meningkat

sejak tahun 1960-an, dengan tingkat prevalensi tertinggi di Skandinavia, Jerman, dan Selandia

Baru. (Einhorn LH, 2007)

Tumor ganas testis yang paling umum terjadi di antara pria berusia 15-40 tahun, memiliki tiga

puncak: bayi sampai usia empat tahun sebagai teratoma dan yolk sac tumor, usia 25-40 tahun

sebagai post-pubertas seminoma dan non seminoma, dan dari umur 60 sebagai spermatositik

seminoma.Tumor sel germinal pada testis merupakan kanker yang paling umum pada pria muda

antara usia 15 dan 35 tahun. (Einhorn LH, 2007)

2.2.3. Etiologi

Penyebab pasti kanker testis tidak diketahui. Beberapa faktor yang meningkatkan resiko kanker

testis antara lain sebagai berikut.

· Undesensus testis. Salah satu faktor resiko utama kanker testis adalah undesensus testis atau

cryptorchidismus. Sebelum lahir, testis berkembang dalam abdomen fetus dan kemudian

mengalami desensus ke skrotum sebelum lahir. Namun, pada sekitar 3% bayi laki-laki testis

tidak turun ke dalam skrotum. Testis dapat tetap berada dalam abdomen atau berhenti di inguinal

(American Cancer Society, 2011). Cryptorchidismus dapat terjadi pada salah satu atau kedua

testis (Eggener, et al., 2011). Pria dengan cryptorchidismus beresiko 3-5 kali lebih tinggi terkena

kanker testis, terutama pada testis yang masih berada dalam abdomen (Eggener, et al., 2011).

· Paparan terhadap dietilstilbestrol (DES) selama dalam kandungan (Eggener, et al., 2011).

Page 7: referat bdah 1

· Atrofi testis. Testis yang gagal berkembang secara normal tidak dapat matur dan tumbuh

sampai ukuran yang diharapkan (Eggener, et al., 2011).

· Paparan terhadap bahan kimia dan polutan (Eggener, et al., 2011).

· Riwayat keluarga (American Cancer Society, 2011).

· Infeksi HIV (American Cancer Society, 2011).

· Penyebab lain yang belum terbukti antara lain: Paparan terhadap obat-obatan tertentu,

kurangnya aktivitas fisik, tingginya aktivitas seksual, dan duduk dengan kaki menyilang

(meningkatkan suhu testis) (Eggener, et al., 2011).

2.2.4. Patogenesis

Tumor germ cell testis meliputi lebih dari 90% seluruh tumor testis. Tumor ini berasal dari

pluripotent germ cell yang dapat berdiferensiasi menjadi struktur embrional (teratoma dan

karsinoma embrional), struktur plasenta (tumor yolk sac dan koriokarsinoma) atau seminoma

(tumor germ cell yang paling primitif) (American Medical Network, 2011).

Asal dan patogenesis tumor germ cell testis masih belum jelas. Insiden tinggi pada kelompok

dengan kelainan kongenital pada perkembangan gonad dan diferensiasi seksual berhubungan erat

dengan pengaruh faktor intrauterine. Transformasi neoplastik germ cell diinisiasi faktor in utero,

terutama pada individu dengan kerentanan genetik. Diduga terjadi gangguan fetal programming

pada perkembangan gonad karena ketidakseimbangan hormonal intrauterine, yang dapat

disebabkan oleh kelainan genetik atau faktor eksogen yang menyebabkan kelebihan estrogen

atau defisit androgen (Skakkebaek, et al., 2003).

Sel karsinoma in situ dan primordial germ cell tampak serupa dan memiliki ciri-ciri khusus yaitu

kurangnya jembatan interseluler dan ekspresi berbagai antigen. Pada perkembangan gonad yang

menyimpang, pola ekspresi beberapa antigen ini terganggu. Penelitian tentang pengaturan siklus

sel pada germ cell normal dan neoplastik menunjukkan bahwa sel-sel karsinoma in situ

cenderung membelah secara mitosis, walaupun sel-sel tersebut diturunkan dari spermatosit yang

membelah secara meiosis (Skakkebaek, et al., 2003).

Page 8: referat bdah 1

Penyebaran limfatik merupakan penyebab umum metastasis dan umumnya terjadi melalui

pembuluh limfe spermatic cord ke retroperitoneal. Pengecualian untuk koriokarsinoma yang

menyebar melalui invasi vaskular. Pada kondisi jarang, terdapat komunikasi langsung antara

pembuluh limfe testis dan ductus thoracicus yang menyebabkan metastasis pada cavum thorax

tanpa melibatkan retroperitoneal. Invasi skrotum dapat terjadi pada metastasis inguinal. Kanker

germ cell dapat mengalami metastasis jauh ekstranodus setelah invasi vaskular atau embolisasi

tumos melalui hubungan limfatik-vena. Hal ini menyebabkan kegagalan orkiektomi radikal

(BMJ Evidence Centre, 2011).

Doubling time non-seminoma sekitar 10-30 hari. Hal ini ditunjukkan dari perubahan tumor

marker serum. Sebagian besar kegagalan terapi diikuti dengan mortalitas dalam 2-3 tahun

pertama setelah diagnosis. Seminoma memiliki doubling time yang lebih lambat dan dapat

rekuran dalam 2-10 tahun setelah terapi awal. Berdasarkan natural history penyakit, kurabilitas

setelah terapi multimodal baru dapat ditentukan setelah 5 tahun. Namun, relaps dapat terjadi 10

tahun setelah terapi (BMJ Evidence Centre, 2011).

2.2.5. Klasifikasi Tumor Testis

Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal

dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma

berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap

radioterapi dan prognosis tumor. (Purnomo, 2009)

Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal di antaranya adalah tumor sel

Leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma. Pembagian tumor testis dapat dilihat pada gambar 3.

(Purnomo, 2009)

Selain berada didalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di luar testis sebagai

extragonadal germ cell tumor antara lain dapat berada di mediastinum, retroperitoneum, daerah

sakrokoksigeus dan glandula pineal. (Purnomo, 2009)

Tumor Ganas Testis

Primer

Page 9: referat bdah 1

Sekunder

Non-Germinal

Germinal

Non Seminoma

Seminoma

· Spermatositik

· Anaplastik

· Klasik

· Limfoma

· Lekemia infiltratif

· Tumor sel Leydig

· Tumor sel Sertoli

· Gonadoblastoma

· Karsinoma sel Embrional

· Korio karsinoma

· Teratoma

· Tumor Yolk sac

Stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika tidak dapat

ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak dapat ditunjukkan dalam

serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan stadiumnya adalah stadium I.

Pada stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar limfe retroperitoneal, pada stadium

III metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada stadium IV metastasis di paru, hepar, otak

atau tulang (Jeffrey, 2008).

2.2.6. Diagnosis

Page 10: referat bdah 1

Seperti mendiagnosis penyakit lainnnya, diperlukan anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.

2.2.6.1. Anamnesis (Menanyakan detail kondisi kesehatan):

Langkah pertama dalam mendiagnosis kanker testis adalah menanyakan dengan detail dan

lengkap tentang masalah kesehatan. Kondisi kesehatan secara umum, riwayat kesehatan

keluarga, faktor resiko kanker testis, dan gejala yang dirasakan. Pasien biasanya datang dengan

berbagai keluhan sebagai berikut : sebuah benjolan atau pembesaran pada testis, perasaan berat

di skrotum, rasa nyeri di perut atau pangkal paha, penumpukan cairan secara tiba-tiba di dalam

skrotum, nyeri atau ketidaknyamanan di testis atau skrotum, pembesaran payudara, biasanya

mempengaruhi hanya satu testis. (Morrow,2010)

2.2.6.2. Pemeriksaan fisik

Selama pemeriksaan fisik, bisa didapatkan testis membesar, membengkak, perubahan payudara

(gynecomastia), benjolan pada abdomen kemungkinan karena pembesaran kelenjar limfe (tanda

penyebaran kanker). (Ezine,2011)

Diagnosis diferensial meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan dengan testis

dan keluhan-keluhan pada daerah testis, seperti : (Sjamsjulhidayat R, 1997)

· Epididimitis – menyebabkan pembesaran akut pada testis, ditandai dengan nyeri, demam,

disuria, dan piuria. Gejala yang sama dapat disebabkan oleh kanker testis yang mendasari.

· Orkitis – nyeri dan gejala-gejala inflamasi

· Torsio testis

· Hidrokel – kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat sebagai akibat tumor testis, diperlukan

pungsi dan kemudian palpasi, biasanya jinak, tetapi sekitar 10% dari kanker testis berhubungan

dengan Hydroceles.

· Varikokel – adalah pembengkakan vena di pleksus pampiniformis dari korda spermatika.

Page 11: referat bdah 1

· Spermatokel – adalah massa translucent yang terletak posterior dan superior testis, dan terasa

kistik.

· Hernia skrotalis (Ezine, 2011)

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menyingkirkan diagnosa diferensial diperlukan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium, penanda tumor, radiografi, USG, CT-Scan.

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,

penentuan stadium tumor, monitoring respon pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor

testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah αFP (alfa feto

protein) adalah glikoprotein yang dihasilkan oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma atau

tumor yolk sac, tetapi tidak di produksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni.

Penanda tumor ini memiliki waktu paruh 5-7 hari.(National Comprehensive Cancer Network,

2011)

Pada penderita dengan non-seminoma zat-zat penanda tumor spesifik dapat ditunjukkan dalam

serum yaitu Human Chorion Gonadotropin (HCG), βHCG (Human chorionic

gonadotropin)adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan

trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 40-60% pasien

karsinoma embrional dan 5% pada seminoma murni. Pada penderita dengan seminoma kadar

HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan Placenta Like Alkaline Phosphatase

(PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional Laktat Dehidrogenase (LDH) dapat naik.

Penanda tumor ini memiliki waktu paruh 24-36 jam.(National Comprehensive Cancer Network,

2011)

Pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosis Tumor Testis adalah :

1. Ultrasonografi (USG)

· Ultrasonografi pada testis digunakan untuk menentukan penempatan suatu massa yang dapat

teraba ketika dicurigai adanya tumor pada testis. Biasanya, lesi ekstra-testikular yang dapat

Page 12: referat bdah 1

diraba bersifat jinak. Pada sisi lain, massa intratestikular, terutama jika teraba, bersifat ganas dan

harus segera dioperasi. Oleh karena itu, ultrasonografi bermanfaat untuk melokalisir kelainan

yang dapat diraba dan untuk menentukan tindakan pembedahan apa yang akan dilakukan

(Joseph, 2011).

· Pemeriksaan ultrasonografi pada umumnya dilakukan dengan menggunakan suatu transduser

frekuensi tinggi yang linier untuk membandingkan echotekstur testis pada area yang heterogen.

Tumor testis bersifat hypoechoic terhadap jaringan parenkim di sekitarnya pada kira-kira 95%

kasus. Carmignani et al, (2005); Schwerk et al, (1987) menyatakan bahwa lesi seminoma lebih

sering bersifat hypoechoic homogen dan lesi nonseminoma sering bersifat kistik, dengan

diselang-selingi oleh proses kalsifikasi (Joseph, 2011).

Ultrasonografi pada tumor testis

Ultrasonografi pada tumor testis membantu membedakan massa intra atau ekstra testis, soliter

atau multiple, uni atau bilateral. Informasi ini membantu penegakan diagnosis. Lesi

intratestikular soliter merupakan neoplasma, sedangkan lesi ekstratestikular yang bilateral atau

multifocal biasanya jinak. (Light,2011)

USG testis digunakan untuk menentukan lokasi massa yang dicurigai karsinoma testis. Secara

umum, massa ekstratesticular biasanya jinak, sedangkan massa intratesticular biasanya ganas dan

memerlukan eksplorasi bedah. Oleh karena itu, USG digunakan untuk menentukan lokasi massa

dan menetukan perlunya tindakan pembedahan (Light, 2011).

Gambaran USG pada tumor Testis

1. Tumor Testis Seminoma

Pada tumor seminoma didapatkan gambaran area hypoechoid baik focal maupun difuse. Jika

focal dan perifer akan menyebabkan penonjolan tunica albuginea. Persinggungan antara tumor

dan parenkim testis normal tajam. Kadang, infiltrasi tumor difuse menyebabkan gambaraan

hipoechoid general, sehingga hanya bisa dibandingkan dengan testis kontralateral.

(Zagoria,2004;Light,2011)

Page 13: referat bdah 1

2. Tumor Testis Nonseminoma

Tumor nonseminoma memberikan gambaran lebih heterogen echogenisitasnya karena area kistik

atau foci hiperechoic, yang kadang diselingi daerah kalsifikasi. Batas tumor tidak jelas, dan

kantur testis lobulated. Pada kanker sel Embryonal memberikan gambaran hipoechoid diselingi

komponen kistik. Teratoma dan choriocarcinoma memberikan gambaran heterogen dengan

kalsifikasi internal multiple. Sedangkan tumor sel Stromal (contohnya, tumor sel Leydig dan

Sertoli) umumnya jelas dan hipoechoic dan sering disertai kalsifikasi. (Zagoria,2004;Light,2011)

Karsinoma testis relative hipoechoic dibandingkan dengan parenkim sekitarnya pada 95% kasus.

Seminoma berbatas jelas dalam tunika albuginea, lebih hipoechoic dan homogen. Kanker sel

embrional hipoechoic dengan kalsifikasi yang tersebar. Teratoma dan koriokarsinoma biasanya

heterogen dengan kalsifikasi multiple di dalamnya. Tumor sel stroma (misalnya tumor sel

Leydig dan Sertoli) umumnya berbatas jelas dan hipoechoic, tetapi sering terdapat kalsifikasi.

Limfoma dan leukemia pada testis tampak sebagai proses difus, berbatas tidak jelas dengan

echogenicity yang berkurang (Light, 2011).

Apabila tampak lesi multiple, diagnosis diferensial dapat diperluas menjadi proses metastasis,

seperti leukemia dan limfoma, serta proses inflamasi, seperti sarcoid. Testicular microlithiasis (≥

5 atau lebih mikrokalsifikasi dalam testis) terbentuk dari kalsifikasi konsentris dari serabut

kolagen intrasubstansi. Azzopardi tumor adalah nama yang digunakan untuk tumor yang

mengalami nekrosis dan kalsifikasi secara spontan karena kurangnya supply darah (Light, 2011).

False positives/negatives

False-negative sering terjadi pada proses keganasan yang infiltratif. Pada kondisi seperti

leukemia atau limfoma yang menyebabkan penurunan echogenicity difus bilateral, proses

keganasan infiltrative sulit untuk dikenali (Light, 2011).

False-positive tampak pada berbagai kondisi. Rete testis yang mengalami dilatasi dapat tampak

menyerupai massa kistik. Epidermoid tumor tampak sebagai massa yang heterogen, biasanya

avaskular, dengan lapisan hyperechoic and hypoechoic yang membentuk cincin. results are seen

in a variety of conditions. Abses atau flegmon testis hipoechoic dan sering berkaitan dengan

Page 14: referat bdah 1

peningkatan vaskularisasi. Infark testis tampak sebagai penurunan echogenicity berbatas tidak

jelas, mirip dengan proses keganasan infiltrasif yang difus (Light, 2011).

Apabila terdapat riwayat trauma dan USG menunjukkan fokus hipoechoic perlu diduga

hematoma. Hematoma dan tumor testi sulit dibedakan pada pemeriksaan awal, sehingga perlu

dilakukan follow up dengan USG untuk meyakinkan hematoma yang mengalammi resolusi atau

tumor (Light, 2011).

2. CT scan

· Computed tomography, atau CT scan digunakan untuk mengidentifikasi penyebaran tumor ke

kelenjar getah bening.CT scan dapat digunakan untuk mencari kanker telah menyebar di luar

testis (Kurniawan, 2009).

Gambar 2.18 Gambaran CT Scan (Kurniawan, 2009)

· Staging dari tumor testis merupakan indikasi apakah tumor telah menyebar ke bagian lain dari

tubuh. Staging berguna dalam menentukan rencana perawatan untuk tumor dan ukuran sejauh

mana tumor telah menyebar.

· Staging biasanya dilakukan melalui CT scan. CT scan adalah serangkaian gambar sinar-X yang

mewakili potongan tubuh. Dalam kasus tumor testis, biasanya CT scan akan terbatas pada

panggul, perut, dan dada. Sebelum CT scan, pasien harus minum dua liter larutan barium sulfat

yang akan membuat rasa ingin muntah. Biasanya akan diambil satu siri gambar tanpa kontras

dan kontras. Kontras disuntikkan ke pembuluh darah melalui infus. Ketika kontras berada dalam

sistem tubuh , pasien akan dapat merasakan operasi sinar-X karena pasien akan merasa sangat

panas. Contoh gambaran CT scan dapat dilihat pada gambar berikutnya. Pada panah merah

menunjukkan proses metastase. (Kantrowitz M)

3. Chest X-ray

· Chest X-ray digunakan untuk mengetahui kanker testis menyebar ke paru-paru. kanker testis

mudah menyebar ke organ-organ lainnya dimana yang paling sering adalah penyebaran ke paru-

paru (Jeffrey, 2008).

Page 15: referat bdah 1

Gambar 2.22 Tumor testis yang metastase ke paru

4. MRI Scan

· MRI digunakan untuk mengetahui metastase kanker. MRI juga digunakan jika x-ray atau CT

scan tidak memberikan gambaran yang jelas. Gambar-gambar ini dapat menunjukkan

pembesaran kelenjar getah bening dan pertumbuhan abnormal pada organ tertentu yang mungkin

menunjukkan bahwa kanker telah menyebar (Jeffrey, 2008).

MRI Tumor Testis

Tumor jinak Intratestikular

1. Hiperplasia sel leydig

Hiperplasia sel Leydig merupakan tumor jinak yang langka yang ditandai dengan peningkatan

jumlah sel Leydig. Hiperplasia ini sering multifokal dan sering bilateral. Hiperplasia sel Leydig

biasanya asimtomatik pada orang dewasa, namun pada anak-anak dapat menyebabkan pubertas

dini yang disebabkan oleh sekresi hormon. Berbagai kondisi yang terkait dengan hiperplasia sel

leydig seperti kriptokismus, kongenital adrenal hiperplasia, klinefelter sindrom, tumor sel

germinal yang memproduksi hCG dan terapi eksogen dari hCG. Pada pencitraan, hiperplasia sel

Leydig bermanifestasi sebagai nodul intratestikular atau nodul diameter berukuran 1-6 mm. Pada

USG, nodul mungkin hipoechoic atau hiperechoic. Pada MRI tumor ini menimbulkan gambaran

nodul multiple pada isointense pada T1 dan hipointense T2.Nodul multipel ditemukan dan lebih

banyak terdeteksi dengan MRI dibandingkan dengan usg. Gambaran akan semakin jelas dengan

kontras gadolinium (Carucci LR et al,2003).

2. Intratestikular Lipoma.

Intratestikular lipoma merupakan tumor jinak intratestikular yang terdiri dari jaringan lemak

yang cukup jarang ditemui. Pada pencitraan usg, akan tampak lesi yang hiperechoic yang

homogen dan nonshadowing tanpa adanya aliran darah pada pencitraan color doppler, dan pada

pencitraan MRI, gambaran lesi mengikuti karakteristik lemak. Gambaran MRI menunjkkan

hiperintense pada T1 maupun T2 (Harper M et al,2002).

Page 16: referat bdah 1

Tumor Testis Berpotensi Ganas

1. Tumor Sel Leydig

Tumor sel Leydig merupakan tumor yang berasal dari stroma sex-cord yang timbul dari

interstitium gonad laki-laki, terdiri dari 1%-3% dari seluruh neoplasma testis. Tumor ini dapat

murni atau campur dengan tumor stroma sex-cord atau germinal sel. Tumor sel Leydig biasanya

jinak, tetapi varian ganas juga bisa terjadi. Berbeda dengan hiperplasia sel Leydig, tumor sel

Leydig sering menimbulkan gejala dan mengaktifkan hormon, sehingga menyebabkan feminisasi

atau virilizing sindrome. Terapi utamanya pada tumor sel Leydig adalah dengan orchiectomy

radikal. Namun, enukleasi sedang dikembangkan untuk pengobatan baik dewasa maupun pasien

pediatrik. Tumor sel Leydig biasanya muncul sebagai nodul hipoechoic pada USG. Pada

pencitraan MRI, tumor sel Leydig digambarkan sebagai isointense pada T1 dan hipointense pada

T2 dibandingkan dengan testis yang normal,yang ditandai dengan peningkatan corakan yang

homogen.

Tumor sel Leydig juga dapat menunjukkan gambaran kapsuler dengan intensitas tinggi pada T2

dan mungkin memiliki scar yang memiliki intensitas tinggi pada T2. Dengan demikian,

pencitraan MRI pada tumor sel Leydig tidak cukup spesifik untuk menyingkirkan diagnosis

alternatif, terutama tumor sel germinal (Fernández GC et al,2004).

Tumor Sel Sertoli

Tumor sel Sertoli, seperti tumor sel Leydig, berasal dari sex cord-stromal . Tumor sel Sertoli

merupakan tumor dengan angka kejadian sekitar 1% dari tumor testis. Terjadi dalam 4 dekade

pertama kehidupan. Tumor sel sertoli yang patologis beragam, dengan berbagai jumlah

komponen stroma dan epitel. Sebagian besar tumor sel Sertoli jinak, tapi 10% -15% kasus

menunjukkan metastasis, dan tidak mungkin untuk membedakan jinak dari subtipe ganas

patologis. Gambaran pada USG bermacam-macam dan termasuk multicystic gambaran "spoke

wheel" atau peningkatan secara difus dari echogenisitas yang mencerminkan matriks kolagen.

Pada gambaran MRI bisa ditandai peningkatan homogensitas dari tumor. Nodul multipel

homogen dengan isointense pada T1 dan hiperintense pada T2. Namun bisa juga gambarannya

berupa homogen dengan isointense pada T1, hipointense pada T2, juga dapat terjadi sehingga

Page 17: referat bdah 1

menunjukkan bahwa tumor sel Sertoli mungkin memiliki gambaran bervariasi pada pencitraan

MRI. Dengan demikian, pencitraan MR tidak cukup spesifik untuk membedakan dengan jenis

tumor sel germinal yang lain (Drevelengas A et al,1999).

2. Germ cell tumor

Tumor sel germinal merupakan tumor ganas dengan angka kejadian 95% dari karsinoma testis.

Tumor sel germinal terbagi antara seminoma dan tumor germinal nonseminoma. Tumor germinal

Nonseminoma meliputi yolk sactumor, teratoma, dankoriokarsinoma. Penentuan subtipe

histologis umumnya tidak penting dalam menentukan manajemen awal pembedahan. Tumor

germinal tipe campuran adalah jenis yang paling banyak (40%) dari tumor sel germinal

nonseminomatous. Tumor Intratestikular jauh lebih mungkin tumor germinal sel ganas daripada

jenis lainnya. Pada pencitraan USG biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis. Seminoma

cenderung homogen dalam echotexture, sedangkan tumor germinal nonseminomatous lebih

heterogen. Pada pencitraan MRI dapat membantu untuk membedakan subtipe histologis.

Seminoma relatif homogen dalam intensitas dan biasanya hipointense sampai normal pada T2.

Septa fibrovascular dapat dideteksi sebagai daerah bandlike yang hipointense pada T1 dan T2

dibandingkan dari tumor. Tumor germinal Nonseminomatous sel memiliki karakteristik

intensitas yang heterogen dan jika terjadi peningkatan maka menunjukkan nekrosis dan

perdarahan. Meskipun karakteristik pencitraan dari seminoma dan tumor sel germinal

nonseminomatous biasanya dapat dibedakan, namun ada tumpang tindih. Sehingga spesifitasnya

tidak terlalu tinggi (Tsili AC et al, 2007)

Seminoma

Sekitar 95% dari tumor ganas testis adalah tumor sel germinal, dan seminoma adalah subtipe

histologis yang paling umum. Dibandingkan dengan tumor sel germinal nonseminomatous,

seminoma terjadi pada populasi pasien yang lebih tua, dengan usia rata sekitar 40 tahun. Tumor

ini memiliki prognosis yang baik karena sensitivitas terhadap radiasi dan kemoterapi cukup baik.

Pada gambaran USG skrotum, didapatkan gambaran massa intratestikular hypoechoic dan

biasanya homogen, sering dengan batas lobulated, sehingga menimbulkan gambaran massa

multifokal . Dibandingkan dengan tumor nonseminomatous, seminoma cenderung menunjukkan

Page 18: referat bdah 1

kalsifikasi atau daerah kistik. Kecuali jika ukurannya cukup besar, seminoma umumnya lebih

homogen dalam echotexture daripada tumor nonseminomatous. Pada pencitraan MRI, seminoma

biasanya homogen dalam penampilan dan relatif isointense dibandingkan parenkim testis normal

pada T1 dan hipointense pada T2. Namun, pencitraan MRI tidak cukup sensitif untuk

membedakan antara subtipe yang berbeda dari neoplasma testis (Pretorius E, 2005).

Nonseminoma

Subtipe dari nonseminoma meliputi tumoryolksac, karsinomaselembrional, teratokarsinoma,

teratoma, dankoriokarsinoma. Pada gambaran USG, tumor nonseminomatous cenderung lebih

heterogen dalam echotexture dengan margin yang tidak teratur. Nonseminomatous tumor lebih

sering memiliki area kistik dan fokus echogenic jika dibandingkan dengan seminoma. Fokus

echogenic dapat terjadi akibat kalsifikasi, perdarahan, atau fibrosis . Pada pencitraan MRI, bila

dibandingkan dengan testis yang normal, tumor ini biasanya iso-sampai hiperintense pada T1

dan hipointense pada T2. Secara keseluruhan gambaran akan menunjukkan heterogen pada

sebagian besar kasus karena adanya jenis sel campuran, perdarahan, dan nekrosis (Pretorius E,

2005).

2.2.8. Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk

penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.

Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus

spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak

diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran

(Purnomo, 2009).

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma. Jenis

seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap radiasi sedangkan jenis non seminoma

tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai sebagai terapi ajuvan pada seminoma

testis. Pada non seminoma yang belum melewati stadium III dilakukan pembersihan kelerjar

retriperitoneal atau retroperitoneal lymphnode dissection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar

Page 19: referat bdah 1

pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu

dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil (Purnomo, 2009)

Tumor testis

Orkidektomi (inguinal)

Patologi anatomi (+) Staging

Seminoma

Non seminoma

Stadium I-IIA

Stadium IIB-III

Stadium I-IIA

Stadium IIB-III

Radiasi

Sitostatika-> radiasi

RPLND

Sitostatika-RPLND

Gambar 2.9 Penatalaksanaan Tumor Testis (Purnomo 2009)

2.2.9. Prognosa

Setelah menjalani terapi tumor testis, biasanya pasien dapat menjalani kehidupan seksualnya

secara normal. Kemampuan ereksi dan mencapai orgasme tetap tidak berubah setelah terapi.

Akan tetapi, laki- laki yang berkeinginan untuk mendapatkan keturunan disarankan untuk

menyimpan spermanya di bank sperma sebagai langkah berjaga-jaga sekiranya terjadi infertilitas

akibat terapi tumor kanker. Orchiectomi sendiri tidak akan menyebabkan infertilitas, tetapi

kemoterapi, radioterapi dan RPLND yang dijalani setelah operasi yang mempunyai potensi yang

tinggi dalam mengakibatkan infertilitas. (Eggener, et al., 2011)

Survival rate tergantung dari stadium dan tipe tumor testis :

· Stage I seminoma à 99% kesembuhan.

Page 20: referat bdah 1

· Stage I nonseminoma à 97%-99% kesembuhan.

· Stage IIA seminoma à 95% kesembuhan.

· Stage IIB seminoma à 80% kesembuhan.

· Stage IIA nonseminoma à 98% kesembuhan.

· Stage IIB nonseminoma à 95% kesembuhan.

· Stage III seminoma à 80% kesembuhan.

· Stage III nonseminoma à 80% kesembuhan. (Eggener, et al., 2011)

Page 21: referat bdah 1

BAB III

PENUTUP

Tumor testis merupakan benjolan yang berasal dari neoplasma sel germinal atau jaringan stroma

testis. Lebih dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan yang

tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberikan penanganan yang adekuat. Tumor biasanya terjadi

hanya pada satu sisi testis (Biasanya, dua tumor ditemukan pada waktu yang berlainan). (Einhorn

LH, 2007)

Tumor germ cell testis meliputi lebih dari 90% seluruh tumor testis. Tumor ini berasal dari

pluripotent germ cell yang dapat berdiferensiasi menjadi struktur embrional (teratoma dan

karsinoma embrional), struktur plasenta (tumor yolk sac dan koriokarsinoma) atau seminoma

(tumor germ cell yang paling primitif). Kanker germ cell menunjukkan salah satu atau lebih

gambaran histopatologi. Keganasan testis lain termasuk limfoma, kanker metastasis, leukemia,

tumor stroma testis, dan lain-lain (American Medical Network, 2011).

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien

biasanya datang dengan berbagai keluhan sebagai berikut : sebuah benjolan atau pembesaran

pada testis, perasaan berat di skrotum, rasa nyeri di perut atau pangkal paha, penumpukan cairan

secara tiba-tiba di dalam skrotum, nyeri atau ketidaknyamanan di testis atau skrotum,

pembesaran payudara, biasanya mempengaruhi hanya satu testis (Morrow,2010). Pada

pemeriksaan fisik didapatkan testis membesar, membengkak, perubahan payudara

(gynecomastia), benjolan pada abdomen kemungkinan karena pembesaran kelenjar limfe (tanda

penyebaran kanker) (Ezine,2011). Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis berupa : ultrasonografi, CT scan abdomen, MRI,

rontgen Dada.

Diagnosis banding tumor testis antara lain : epididimitis, orkitis, torsio testis, hidrokel, varikokel,

spermatokel, hernia skrotalis (Ezine,2011).

Terapi yang dilakukan tergantung stadium, bisa dilakukan radioterapi dan retroperitoneal

lymphnode dissection (RPLND).

Page 22: referat bdah 1

DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. 2011. Testicular Cancer Overview (www.cancer.org/acs/

groups/cid/documents/webcontent/003079-pdf.pdf, diakses pada tanggal 9 Agustus 2011)

2. American Medical Network. 2011. Testicular Cancer(http://www.health.am /cr/testicular-

cancer/, diakses pada tanggal 9 Agustus 2011)

3. BMJ Evidence Centre. 2011. Testicular

Cancer(http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/255/basics/pathophysiology.html,

diakses pada tanggal 9 Agustus 2011)

4. Eggener, S.E., Large, M., Davis, C.P. 2011. Cancer of the Testicle (

http://www.emedicinehealth.com/cancer_of_the_testicle/, diakses pada tanggal 9 Agustus 2011)

5. Einhorn, LH. 2007. Testicular cancer. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine. 23rd

ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.

6. Ezine, H. 2011.Testicular Tumor (http://hpathy.com/cause-symptoms-treatment/testicular-

cancer/, diakses pada tanggal 7 Agustus 2011)

7. Kinkade, Scott. 1999. Testicular Cancer (http://www.aafp.org/afp /990501ap/2539.html,

diakses pada tanggal 10 Agustus 2011).

8. Leeson, C. Roland. Leeson, Thomas S. Paparo, Thomas S.; alihbahasa, Yan Tambayong, dkk.

1996. Testis. Textbook of Histology ed 5. Jakarta:EGC.

9. Morrow, A. 2010.Testicular Cancer (http://www.omnimedicalsearch.com/conditions-

diseases/testicular-cancer-medical-tests.html, diakses pada tanggal 7 Agustus 2011)

10. National Comprehensive Cancer Network. 2011. Clinical practice guidelines in oncology.

Testicular cancer (www.tri-kobe.org/nccn/guideline/urological/english/ testicular.html, diakses

pada tanggal 9 Agustus 2011)

Page 23: referat bdah 1

11. Purnomo, Basuki P. 2009. Tumor Testis. Dasar- Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung

Seto.

12. Sachdeva, Kush. 2011. Testicular Cancer (http://emedicine.medscape.com/ article/279007-

overview, diakses pada tanggal 10 Agustus 2011).

13. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Tumor Ganas Testis. Jakarta:

EGC.

14. Skakkebaek, N.E., De Meyts, E.R., Toppari, J. 2003. Testicular Cancer Pathogenesis,

Diagnosis, and Endocrine Aspects ( www.endotext.org/male/male13 /maleframe13.htm, diakses

pada tanggal 10 Agustus 2011)

15. U.S. Preventive Services Task Force. 2011. Screening for testicular cancer. Agency for

Healthcare Research and Quality (www.annals.org/content/ 154/7/483.short?rss=1, diakses pada

tanggal 10 Agustus 2011)

16. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J. 1996. Onkologi Edisi 5. Tumor Testis.

Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Sardjito.

17. Adham, W.K., Raval, B.K., Uzquiano, M.C., Lemos, L.B. 2011. Bilateral Testicular Tumors:

Seminoma and Mixed Germ Cell Tumor. Diakses dari

http://radiographics.rsna.org/content/25/3/835.full

Kurniawan Y et all. 2009. Endodermal Sinus Tumor Testis Intradermal. Makassar: Dept

Radiologi FKUNHAS.

18. Jeffrey d. Tiemstra, MD, and Shailendra Kapoor. 2008. Evaluation of Scrotal

Masses,University of Illinois at Chicago College of Medicine

(http://www.aafp.org/afp/2008/1115/p1165.html, diakses pada tanggal 7 Agustus 2011).

19. Joseph, Nicholas, and Clayton, Lindy Jo. 2011. Testicular Ultrasound & Pathology of the

Testes (http://www.ceessentials.net/article42.html, diakses pada tanggal 7 Agustus 2011).

Page 24: referat bdah 1

20. Light, D. 2011. Malignant Testicular Tumor Imaging. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/381007-overview

21. Carucci LR, Tirkes AT, Pretorius ES, Genega EM, Weinstein SP. Testicular Leydig’s cell

hyperplasia: MR imaging and sonographic findings. AJR Am J Roentgenol 2003;180(2):501–

503.

22. Harper M, Arya M, Peters JL, Buckingham S, Freeman A, O’Donoghue EP. Intratesticular

lipoma. Scand J Urol Nephrol 2002;36(3):223–224.

23. Fernández GC, Tardáguila F, Rivas C, et al. Case report: MRI in the diagnosis of testicular

Leydig cell tumour. Br J Radiol 2004;77(918):521–524.

24. Drevelengas A, Kalaitzoglou I, Destouni E, Skordalaki A, Dimitriadis A. Bilateral Sertoli

cell tumor of the testis: MRI and sonographic appearance. Eur Radiol 1999;9(9):1934.

25. Tsili AC, Tsampoulas C, Giannakopoulos X, et al. MRI in the histologic characterization of

testicular neoplasms. AJR Am J Roentgenol 2007;189(6): W331–W337.

26. Pretorius E. MRI of the male pelvis and bladder. In: Siegelman ES, ed. Body MRI.

Philadelphia, Pa: Elsevier Saunders, 2005; 372–386.