Refer At

46
I. PENDAHULUAN Sejak dekade 1980—1990an banyak sekali perkembangan baru di bidang psikofarmakologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari obat-obatan yang berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan perilaku (psychoactive drugs), yang dipantau dengan banyaknya obat yang masuk obat-obatan golongan tersebut dalam pasaran farmasi Indonesia. Dengan sendirinya akan diikuti gencarnya promosi dari perusahaan farmasi tersebut, dengan menggunakan macam-macam dalih yang memperkuat dukungan untuk menggunakan obat tersebut (Maslim, 2007). Disamping itu, ada kenyataan dalam masyarakat yang menyalahgunakan obat psikotropik untuk kepentingan diri sendiri (non medical use) yang menyertai masalah sosial, seperti tindakan kriminal dan kenakalan remaja, menyebabkan ada pandangan yang mengkhawatirkan manfaat kehadiran obat psikotropik dan menimbulkan citra buruk dari obat tersebut. Berdasarkan data penelitian pengguna NAPZA di dunia, dilaporkan hampir 40% penduduk di dunia pernah menggunakan NAPZA dalam hidup mereka. Beberapa substansi tersebut menyebabkan kelainan status mental secara internal, seperti menyebabkan 1

description

referat

Transcript of Refer At

I. PENDAHULUANSejak dekade 19801990an banyak sekali perkembangan baru di bidang psikofarmakologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari obat-obatan yang berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan perilaku (psychoactive drugs), yang dipantau dengan banyaknya obat yang masuk obat-obatan golongan tersebut dalam pasaran farmasi Indonesia. Dengan sendirinya akan diikuti gencarnya promosi dari perusahaan farmasi tersebut, dengan menggunakan macam-macam dalih yang memperkuat dukungan untuk menggunakan obat tersebut (Maslim, 2007).Disamping itu, ada kenyataan dalam masyarakat yang menyalahgunakan obat psikotropik untuk kepentingan diri sendiri (nonmedical use) yang menyertai masalah sosial, seperti tindakan kriminal dan kenakalan remaja,menyebabkan ada pandangan yang mengkhawatirkan manfaat kehadiran obat psikotropik dan menimbulkan citra buruk dari obat tersebut.

Berdasarkan data penelitian pengguna NAPZA di dunia, dilaporkan hampir 40% penduduk di dunia pernah menggunakan NAPZA dalam hidup mereka. Beberapa substansi tersebut menyebabkan kelainan status mental secara internal, seperti menyebabkan perubahan mood, secara eksternal menyebabkan perubahan perilaku. Substansi tersebut juga dapat menimbulkan problem neuropsikiatrik yang masih belum ditemukan penyebabnya, seperti skizofrenia dan gangguan mood, sehingga kelainan primer psikiatrik dan kelainan yang disebabkan oleh NAPZA menjadi sangat berhubungan (Sadock dkk, 2002).Miskonsepsi dan salah kaprah tersebut membawa banyak sekali kerugian dan dampak negatif, baik terhadap taraf kesehatan masyarakat yang membutuhkan maupun kualitas professional praktek kedokteran.II. TINJAUAN PUSTAKAA. Zat Psikotropika dan NarkotikaObat Psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Sedangkan obat Narkotik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (altered reaction to the painful stimulus), digunakan untuk analgesic, antitusif, antispasmodic, dan premedikasi anestesi dalam praktek kedokteran (Maslim, 2007).Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III terdapat kategori F10-F19 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Yang termasuk zat psikoaktif disini adalah alkohol, opioid, kanabinoida, sedative atau hipnotika, kokain, stimulansia, halusinogenika, tembakau, pelarut yang mudah menguap, dan zat psikoaktif lainnya (Maslim, 2003). Sedangkan menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, yang tergolong Narkotika adalah opioid, kokain, ganja (bahan alami, sintetik, semi sintetik, derivate, dan garam-garamnya). Sedangkan menurut medik, yang tergolong narkotika hanya golongan opioid (morfin, petidin, kodein, papaverine).B. Penggolongan NAPZABerdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi tiga golongan (Sadock, 2002) :

1. Golongan Depresan (Downer)

Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.

2. Golongan Stimulan(Upper)

Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain

3. Golongan Halusinogen

Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin

C. Mekanisme Kerja Zat Psikoaktif dalam TubuhZat psikoaktif, khususnya NAPZA, memiliki sifat-sifat khusus terhadap jaringan otak : bersifat menekan aktivitas fungsi otak ( depresan ), merangsang aktivitas fungsi otak ( stimulansia ) dan mendatangkan halusinasi ( halusinogenik ). Karena otak merupakan sentra perilaku manusia, maka interaksi antara NAPZA ( yang masuk ke dalam tubuh manusia ) dengan sel-sel saraf otak dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku manusia. Perubahan-perubahan perilaku tersebut tersebut tergantung sifat-sifat dan jenis zat yang masuk ke dalam tubuh (Sadock, 2002). Masuknya NAPZA ke dalam tubuh memiliki berberapa cara : disedot melalui hidung ( snorting, sneefing ) , dihisap melalui bibir ( inhalasi, merokok ), disuntikan dengan jarum suntikan melalui pembuluh darah balik atau vena, ditempelkan pada kulit ( terutama lrngan bagian dalam ) yang telah diiris-iris kecil dengan cutter, ada juga yang melakukannya dengan mengunyah dan kemudian ditelan. Sebagian NAPZA sesuai dengan cara penggunaannya , langsung masuk ke pembuluh darah dan sebagian lagi yang dicerna melalui traktus gastro-intestinal diserap oleh pembuluh pembuluh darah di sekitar dinding usus. Karena sifat khususnya, NAPZA akan , menuju reseptornya masing-masing yang terdapat pada otak. Beberapa jenis NAPZA menyusup kedalam otak karena mereka memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan natural meurotransmitter. Di dalam otak, dengan jumlah atau dosis yang tepat, NAPZA tersebut dapat mengkunci dari dalam ( lock into ) reseptor dan memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesan listrik yang tidak alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar neurotransmitter miliknya. Beberapa jenis NAPZA lain mengunci melalui neuron denhgan bekerja mirip pompa sehingga neuron melepaskan lebih banyak neurotransmitter. Ada jenis NAPZA yang menghadang reabsorbsi atau reuptake sehingga menyebabkan kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmitter (Sadock, 2002). Bila seseorang menyuntik heroin (opioid atau putauw). Heroin segera berkelana cepat di dalam otak. Konsentrasi opioid terdapat pada : VTA ( ventral tegmental area ), nucleus accumbens, caudate nucleus dan thalamus yang merupakan sentra kenikmatan yang terdapat pada area otak yang sering dikaitkan dengan sebutan reward pathway.Opioid mengikat diri pada reseptor opioid yang berkonsentrasi pada daerah reward system. Aktivitas opioid pada thalamus mengindikasikan kontribusi zat tersebut dalam kemampuannya untuk memproduksi analgesik. Neurotranmitter opioid memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan endorfin, sehingga ia dapat menguasai reseptor opioid. Opioid mengaktivasi sistem reward melalui peningkatan neurotransmisi dopamin. Penggunaan opioid yang berkelanjutan membuat tubuh mengadalkan diri kepada adanya drug untuk mempertahankan perasaan rewarding dan perilaku normal lain. Orang tidak lagi mampu merasakan keuntungan reward alami ( seperti makanan, air, sex ) dan tidak dapat lagi berfungsi normal tanpa kehadiran opioid (Sadock, 2002).D. Penyalahgunaan Obat PsikotropikaPenggunaan klinis obat psikotropika ditujukan untuk meredam (suppression) gejala sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin ditanggulangi. Efek klinis terhadap target syndrome disebut Efek Primer sedangkan efek sampingnya disebut efek sekunder. Efek primer dan sekunder bersama-sama digunakan untuk tujuan terapi, disesuaikan dengan gejala-gejala yang muncul (overt) yang menjadi sasaran terapi. Efek sekunder biasanya timbul lebih dahulu kemudian baru efek primernya. Hal ini perlu dibedakan dengan efek idiosinkrasi yang disebabkan oleh faktor individu (hipersensitivitas) dan efek toksik yang disebabkan oleh overdosis (Maslim, 2007).Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi untuk penelitian otak, psikiatri klinis, dan masyarakat pada umumnya. Dinyatakan dengan sederhana, beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari dalam maupun aktivitas yang dapat dinilai dari luar. Zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik yang tidak dapat dibedakan dengan gangguan psikiatrik umum tanpa penyebab yang diketahui. Hal ini selanjutnya dapat digunakan untuk menyatakan bahwa gangguan psikiatrik dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat yang mempengaruhi otak adalah berhubungan(Sadock, 2002).

Maka gangguan akibat zat psikotropika ini tergolong dalam kasus psikiatri seperti yang tertera menurut PPDGJ-III yaitu termasuk kategori diagnosis F10-F19 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Dalam hal ini dapat bermanifestasi sebagai berikut (Maslim, 2003) :1. Intoksikasi Akut (tanpa atau dengan komplikasi)

2. Penggunaan yang Merugikan (Harmful Use)

3. Sindrom Ketergantungan (Dependance Syndrome)

4. Keadaan Putus Zat (Withdrawal state)

5. Gangguan Psikotik (Psychotic Disorder)

6. Sindrom Amnesik (Amnesic Syndrome)E. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat PsikoaktifDefinisi menurut PPDGJ-III yaitu gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yg merugikan sampai gangguan psikotik yg jelas dan demensia), tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter). Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yang disebut gangguan akibat zat psikoaktif dan sindrom ketergantungan mencakup dua kategori, yakni gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif dan gangguan akibat zat psikoaktif. Kedua istilah ini memiliki perbedaan yang bermakna. Pada gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif menunjukkan reaksi negatif atas penggunaan yang sering dan bersifat terus menerus dari zat tersebut. Kondisi ini tidak menunjukkan efek secara langsung melainkan terjadi secara bertahap bersamaan dengan proses ketergantungan. Sedangkan gangguan akibat zat psikoaktif mengacu pada efek langsung dari penggunaan zat, atau disebut intoksikasi, dan efek langsung dari putus obat (withdrawal syndrome).Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan data laporan individu, analisis objektif dari specimen urin, darah, dan sebagainya, serta bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda, dan gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga). Dan juga selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat (Maslim, 2003).Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis obat, namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal (kategori dan zat) yang paling penting yang digunakan (yang menyebabkan gangguan yang nyata). Sedangkan gangguan akibat penggunaan obat multiple hanya digunakan bila pola penggunaan zat psikoaktif benar-benar kacau dan sembarangan atau berbagai obat bercampur-baur (Maslim, 2003).

1. Intoksikasi Akut

Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi.Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan (dose dependant), individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional. Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari zat (dapat terjadi efek paradoksal).

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Zat menurut DSM-IV:a. Perkembangan sindroma spesifik zat yang reversible karena ingesti (atau pemaparan) suatu zat yang belum lama terjadi.

b. Perilaku maladaptive atau perubaha psikologis yang bermakna secara klinis yang disebabkan oleh zat pada system saraf pusat (misalnya kenakalan, labilitas mood, gangguan kognitif, gangguanpertimbangan, gangguan fungsi social atau pekerjaan) dan berkembang selama atau segera setelah penggunaan zat.

c. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain

2. Ketergantungan ZatKonsep ketergantungan zatmempunyai banyak arti yang dikenali secara resmi dan banyak arti yang digunakan selama beberapa decade. Pada dasarnya, dua konsep telah diminta tentang definisi ketergantunganketergantungan perilaku dan ketergantungan fisik. Ketergantungan perilaku telah menekankan aktivitas mencari-cari (substance-seeking behavior) dan bukti-bukti pola penggunaan patologis, dan ketergantungan fisik (yaitu fisiologis) dari episode multiple penggunaan zat. Secara spesifik, definisi ketergantungan telah menggunakan adanya toleransi atau putus zat dalam kriteria klasifikasinya.DSM-III-R di tahun 1987 telah mengeluarkan bukti-bukti ketergantungan fisik dari kriteriadiagnostiknya untuk ketergantungan; dan DSM-IV memungkinkan klinisi untuk menyebutkan apakah terdapat gejala ketergantungan fisiologis atau tidak. Klinisi tidak diperbolehkan menyederhanakan adanya atau tidak adanya ketergantungan fisiologis, masing-masing dengan ketergantungan fisik atau psikologis. Perbedaan tersebut dekat dengan perbedaan organic-fungsional yang telah dihapus, karena ketergantungan psikologis atau perilaku tidak dapat dihindarkan mencerminkan perubahan fisiologis dalam pusat perilaku di otak.

Suatu pola penggunaan zat maladaptif, yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut, terjadi pada setiap saat dalam periode 12 bulan yang sama.1. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut :a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkanb. Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah yang sama2. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut :a. Sindom putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan kriteria untuk putus dari zat spesifik)b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala putus3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang diinginkan4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya, mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat (misalnya, chain-smoking), atau pulih dari efeknya6. Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi karena pengguanaan zat7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki fisik dan psikologis yang menetap atau rekuren yang kemungkinan telah disebabkan atau di eksaserbasi oleh zat (misalnya, baru saja menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat kokain, atau terus minum walaupun mengetahui bahwa ulkus memburuk oleh konsumsi alcohol)Sebutkan jika : Dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, terdapat butir 1 maupun 2). Tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, tidak terdapat butir 1 maupun 2)Penentu perjalanan : Remisi penuh awal, Penentu ini digunakan jika, selama sekurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 12 bulan, tidak ada kriteria ketergantungan atau penyalahgunaan yang dipenuhi. Remisi parsial awal, penentu ini digunakan jika selama sekurangnya 1 bulan tetapi kurang dari 12 bulan ditemukan satu atau lebih kriteria untuk ketergantungan atau penyalahgunaan (tetapi kriteria untuk ketergantungan tidak terpenuhi). Remisi penuh bertahan, Penentu ini digunakan jika tidak ada kriteria untuk ketergantungan atau penyalahgunaan yang telah ditemui pada tiap waktu selama periode 12 bulan atau lebih. Remisi parsial bertahan, penentu ini digunakan jika kriteria lengkap untuk ketergantungan tidak terpenuhi selama periode 12 bulan atau lebih; tetapi, satu atau lebih kriteria ketergantungan atau penyalahgunaan telah terpenuhi. Pada terapi agonis. Penentu ini digunakan jika individu berada dalam medikasi agonis yang dianjurkan, dan tidak ada kriteria untuk ketergantungan atau penyalahgunaan yang terpenuhi selama kelas medikasi selama sekurangnya bulan terakhir (kecuali toleransi terhadap, atau putus dari, agonis). Kategori ini juga diberikan untuk individu yang sedang diobati dari ketergantungan dengan menggunakan agonis parsial atau suatu agonis/antagonis. Dalam lingkungan terkendali, Penentu ini digunakan jika individu berada dalam suatu lingkungan di mana jalur untuk mendapatkan alkohol dan zat yang terkendali adalah dibatasi, dan tidak ada kriteria ketergantungan atau penyalahgunaan yang telah dipenuhi selama sekurangnya bulan terakhir.Pada PPDGJ-III, diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih dari gejala-gejala di bawah selama masa setahun sebelumnya:1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa ( kompulsi ) untuk menggunakan NAPZA2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan NAPZA sejak awal, usaha penghentian atau tingkat penggunaannya3. Keadaan putus NAPZA secara fisiologis ketika penghentian penggunaan NAPZA atau pengurangan, terbukti orang tersebut menggunakan NAPZA atau golongan NAPZA yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus obat.4. Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis NAPZA yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis yang lebih rendah.5. Secara progressif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan karena penggunaan NAPZA, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atu menggunakan NAPZA atau pulih dari akibatnya6. Meneruskan penggunaan NAPZA meskipun ia menyadari dan memahami adanya akibat yang merugikan kesehatan akibat penggunaan NAPZA seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat penggunaan yang berat atau hendaya fungsi kognitif. Segala upaya mesti dilakukan untuk memastikan bahwa pengguna NAPZA sungguh sungguh menyadari akan hakikat dan besarnya bahaya.3. Gambaran Klinis Gangguan Penggunaan NAPZA

a. Tembakau

Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau pipa, tembakau kunyah, dan susur. Paling umum adalah penggunaan rokok baik rokok putih, kretek maupun cerutu. Zat berbahaya bagi kesehatan yang dikandung rokok adalah nikotin, karbon monoksida, dan hidrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru. Nikotin, merupakan zat adiktif dalam tembakau, karena efek toksiknya, digunakan juga sebagai insektisida. Tembakau bersifat stimulan dan depresan. Perokok pemula akan mengalami euforia, kepala terasa melayang, pusing, pening, debar jantung dan pernafasan meningkat, dan sensasi tingling pada tangan dan kaki. Perokok kronis akan kurang peka terhadap cita rasa dan pembauan. Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian hari, banyak yang berhenti merokok karena berbagai alasan.

Perokok ketergantungan mengalami masa tak nyaman ketika ia menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok seperti gelisah, anxietas, sulit tidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan darah menurun, tak bisa konsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, sakit kepala dan sensitif, dapat terjadi. Simtom fisik putus nikotin terjadi selama satu sampai tiga minggu. Masalah medik terkait pengguna tembakau dirokok dalam jangka panjang adalah gangguan pada sistim pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, sistem digestif, gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa dirokok seperti tembakau kunyah dan hidu, juga mengganggu kesehatan seperti lesi mulut dan kanker.

b. Alkohol

Pengguna alkohol dengan ketergantungan disebut juga alkoholisme. Alkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya.Kesadaran atas kedua efek ini sangat tergantung pada kondisi susunan saraf pusat pada saat penggunaan alkohol berlangsung. Dengan demikian efek penggunaan alkohol juga tergantung pada seting lingkungan penggunaan dan kepribadian orang yang bersangkutan. Masalah alkohol menyolok dibeberapa wilayah Indonesia. Media massa memuat berita beberapa orang meninggal dalam acara pesta alkohol akibat penggunaan alkohol lokal, atau didapatkan dalam populasi tertentu penggunaan alkohol yang sulit dihentikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran utama berdasarkan Kepmenkes RI No.422/Menkes/SK/III/2010 : Craving - keinginan kuat untuk minum Kehilangan kendali diri -tak mampu menghentikan kebiasaan minum Ketergantungan fisik - simtom putus alkohol seperti nausea, berkeringat atau gemetar setelah berhenti minum Toleran - kebutuhan untuk meningkatkan jumlah minum untuk mendapatkan efek "high".

Alkoholisme mempunyai dampak serius;. Peminum berat mempunyai risiko kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya lebih besar daripada bukan peminum. Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna alkohol dapat mengalami kecacatan sejak lahir. Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu lintas, juga risiko membunuh orang lain atau diri sendiri.1) Intoksikasi Alkohol Akut. Intoksikasi dapat dikenali dengan gejala-gejala :

Ataksia dan bicara cadel/tak jelas

Emosi labil dan disinhibisi

Napas berbau alkohol

Mood yang bervariasi2) Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :

paralisis pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan

obstructive sleep apnoea

aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml3) Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi :

penurunan kesadaran, koma atau stupor

perubahan status mental

kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah

4) Gejala putus zat alkohol.

Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir:

a. Putus zat ringan :

Tremor

Khawatir dan agitasi.

Berkeringat

Mual dan muntah

Sakit kepala

Takikardia

Hipertensi

Gangguan tidur

Suhu tubuh meningkat

b. Putus zat berat:

Muntah

Agitasi berat

Disorientasi

Kebingungan

Paranoia

Hiperventilasi

Delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi emergensi pada putus zat alkohol yang tidak ditangani, muncul 3-4 hari setelah berhenti minum alkohol. DTs mencakup gejala agitasi, restlessness, tremor kasar, disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berkeringat dan demam tinggi, halusinasi lihat dan paranoia.

c. Indikator untuk kecurigaan putus zat alkohol

> 80 gram per hari untuk pria

> 60 gram per hari untuk wanita

Riwayat peminum berat untuk jangka lama

Penggunaan depresan CNS lainnya

Episode putus zat sebelumnya

Adakah gambaran yang berkaitan dengan alkohol?

Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan alkohol

Indikasi patologis dari pengguna alkohol berat

Gejala (anxietas, berkeringat, tremor, nausea) atau hal lainnya?

Kelainan fisik atau psikologis, cedera, kehamilan, pembedahan terakhir.dll.

5) Fetal Alcohol Syndrome (FAS)

a. Perempuan hamil yang meminum alkohol akan membuat janinnya juga mengkonsumsi alkohol. Dengan demikian alkohol membuat perkembangannya terhambat, sehingga mengakibatkan gangguan fisik dan perilaku sepanjang hidupnya. Gangguan utama berat akibat penggunaan alkohol pada janin yaitu fetal alcohol syndrome (FAS). FAS merupakan kelompok masalah dengan gangguan:

Retardasi mental

Cacat bawaan

Bentuk wajah abnormal

Masalah pertumbuhan

Gangguan sistem syaraf pusat

Gangguan memori dan belajar

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Gangguan perilaku

b. FAS menetap selama kehidupan, tidak dapat diperbaiki. Penderita FAS memerlukan sekolah khusus untuk mengatasi hendayanya.

c. Gambaran Umum Pada Peminum Berat

Gambaran FisikGambaran Psikososial

Pemeriksaan fisik

Nafas berbau alkohol

Hepatomegali/hepatitis akut

Tanda lain dari peny.hati kronik

Kekuningan

Palmar erythema

Parotid swelling

Jaundiced sclera

Telangiektasis wajah (pelebaran kapiler wajah)Sosial

Problem perkawinan/pasangan

Kekerasan dalam keluarga (fisik/emosi)

Absen kerja/sekolah

Prestasi sekolah/kerja buruk

Mengemudi sambil mabuk

Kesulitan keuangan

Depresi/problem perilaku pada suami istri/anak/anggota keluarga

Neurological

Tremor

Ataxia

Musculoskeletal dan alat gerak

Trauma

Keseleo dan tegang cedera jaringan lunak ketika jatuh

Cedera/luka yang diakibatkan tindak kekerasan fisik (termasuk kekerasan dalam rumah tangga)

Jaringan parut yang tidak berkaitan dengan pembedahan.Psikologis

Insomnia

Fatigue

Depresi

Anxietas/agitasi

Blackouts

Pikiran paranoid/cemburu

Pikiran bunuh diri

Reproduksi

Impotensi

Menstruasi tidak teratur

Infertilitas Polyuria

Gastrointestinal

Gastritis

Mual muntah pagi hari

Dyspepsia non spesifik

Diare berulang

Pancreatitis

Nafsu makan berkurangPerilaku/kebiasaan

Ingkar janji

Tidak menepati kesepakatan rencana perawatan

Penyalahgunaan resep obat

Kardiovaskular

Hipertensi

Stroke hemoragik

Tachyarrhythmias/palpitations

Berkeringat malam

Cardiomyopathy

c. Metamfetamin

Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA (Methylenedioxy methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat. Nama lain: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, crank. Cara penggunaan :1) Dalam bentuk pil diminum per oral2) Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya diihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Metamphetamine hydrochloride, berbentuk Kristal diinhalasi dengan dibakar, karenanya disebut ice, crystal, glass dan tina.3) Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energy dan meningkatkan mood. Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosis terjadi dalam jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak jantung, kenaikan tekanan darah, dan berbagai masalah psikososial. Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang terganggu mentalnya secara serius, mengalami gangguan memori dan masalah kesehatan mulut yang berat. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjakkan gejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, 1api berlangsung lebih lama. Amfetamin dan metamfetamin termasuk dalam jenis NAPZA yang digolongkan sebagai club drug.d. Amfetamin

Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada dua jenis amfetamin :

1) MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul. Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein, i. Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi MDMA karena merupakan NAPZA yang dicampur zat lain (designer drugs) untuk mendapatkan efek yang diharapkan / dikehendaki.

2) Metamfetamin.yang telah di bahas lebih detail pada butir C di atas

Efek Amfetamin :1) Efek Psikologis dan Fisik akut :

Dosis rendahDosis tinggi

Susunan Saraf Pusat, neurologi, perilaku

Peningkatan stimulasi, insomnia, dizziness, tremor ringan

Euforia/disforia, bicara berlebihan

Meningkatkan rasa percaya diri dan kewaspadaan diri

Cemas, panik

Supresi nafsu makan

Dilatasi pupil

Peningkatan energi, stamina dan penurunan rasa lelah

Dengan penambahan dosis.dapat meningkatkan libido

Sakit kepala

Gemerutuk gigi Stereotipi atau perilaku yang sukar ditebak

Perilaku kasar atau irasional, mood yang berubah-ubah, termasuk kejam dan agresif

Bicara tak jelas

Paranoid, kebingungan dan gangguan persepsi

Sakit kepala, pandangan kabur, dizziness

Psikosis (halusinasi. delusi, paranoia)

Gangguan cerebrovaskular

Kejang

Koma

Gemerutuk gigi

Distorsi bentuk tubuh secara keseluruhan

Kardiovaskular

Takikardia (mungkin juga bradikardi .hipertensi)

Palpitasi, aritmia Stimulasi kardiak (takikardia, angina, Ml)

Vasokonstriksi/hipertensi

Kolaps kardiovaskuler

Pernapasan

Peningkatan frekwensi napas dan kedalaman pernapasan Kesulitan bernapas/gagal

Napas

Gastrointestinal

Mual dan muntah

Konstipasi, diare atau kram abdominal Mulut kering

Mual dan muntah

Kram abdominal

Kulit Kulit berkeringat, pucat Hiperpireksia Kemerahan atau flushing

Hiperpireksia, disforesis

OtotPeningkatan refleks tendon

2) Efek fisik dan psikologis jangka panjang :

a. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan

b. Gangguan makan, anoreksia atau defisiensi gizi

c. Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis

d. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses

e. Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin pada pembuluh darah yang kecil.

f. Disfungsi seksual

g. Gejala kardiovaskular

h. Delirium dan beberapa gejala psikosis seperti paranoia, ansietas akut dan halusinasi. Gejala psikosis akibat penggunaan amfetamin ini (amphetamines induced psychosis) akan berkurang bila penggunaan zat dihentikan, bersamaan dengan diberikan medikasi jangka pendek.

i. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguan makan pada kondisi gejala putus zat yang berkepanjangan (protractedwithdrawal).

j. Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.

3) Gejala Intoksikasi:

a. Agitasi

b. Kehilangan berat badan

c. Takikardia

d. Dehidrasi

e. Hipertermi

f. Imunitas rendah

g. Paranoia

h. Delusi

i. Halusinasi

j. Kehilangan rasa lelah

k. Tidak dapat tidur

l. Kejangm. Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradun. Strokeo. Masalah kardiovaskularp. Kematian4) Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:a. Agresif/ perkelahian

b. Penggunaan alkohol

c. Berani mengambil risiko

d. Kecelakaan

e. Sex tidak aman

f. Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya

g. Penggunaan obat-obatan lain

h. Problem hubungan dengan orang lain

5) Gejala putus zat:

a. Depresi

b. Tidak dapat beristirahat

c. Craving

d. Ide bunuh diri

e. Penggunaan obat-obatan

f. Masalah pekerjaan

g. Pikiran-pikiran yang bizzare

h. Mood yang datar

i. Ketergantungan

j. Fungsi sosial yang buruk

e. Heroin

Merupakan golongan opoida semi sintetik, disebut juga: putau, ptw, etep, pete ,H, Junk, Skag, Smack. Heroin dibuat dari getah buah poppy. Dijual dalam bentuk bubuk putih atau coklat. Digunakan dengan cara disuntik, di rokok ataupun dihidu . Pengguna heroin di Indonesia menjadi ancaman besar penyebaran HIV/AIDS, hepatitis C dan B. Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan mendorong terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang terus meningkat membuat penggunanya masuk dalam overdosis, meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan mengurangi atau menghentikan penggunaannya akan mengalami gejala putus zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah dan merinding.1) Efek Opioid

Sistim organEfek

Sistim saraf Analgesi

Euforia

Sedasi, mengantuk, depresi pernapasan

Penekanan refleks batuk

Pupil konstriksi

Gastroitestinal Mual dan muntah

Konstipasi

Spasme bilier (peningkatan tonus sfingter)

Endokrin Perubahan hormon sex pada wanita ( kadar FSH dan LH rendah, peningkatan kadar prolaktin) berdampak pada gangguan siklus menstruasi , penurunan libido, galaktorrhea

Penurunan kadar testosteron pada laki laki,penurunan libido

Meningkatnya hormon anti diuretik (ADH), penurunan kadar ACTH

Lainnya Gatal-gatal, berkeringat, kulit kemerahan (reaksi histamin)

Kekeringan pada daerah mulut.mata dan kulit pengeluaran urin yang sulit

Tekanan darah rendah

2) Simtom putus zat opioid dengan kerangka waktu

Jarak Waktu dari Suntikan TerakhirGejala umum

6 - 12 jam Mata dan hidung berair, menguap

Berkeringat

12 - 24 jam Agitasi dan iritebel

Goosebumps

Berkeringat, perasaan panas dan dingin

Kehilangan nafsu makan

Lebih dari 24 jam keinginan kuat untuk menggunakan heroin (craving)

kram perut, diare

kehilangan nafsu makan, mual, muntah

nyeri punggung, nyeri persendian, tangan atau kaki, sakit kepala

sulit tidur

letargi, fatigue

tidak dapat istirahat, iritabel, agitasi

sulit konsentrasi

perasaan panas dan dingin, keringat meningkat

Hari ke 2 4Semua gejala mencapai puncaknya

Hari ke 5 sampai 7 Kebanyakan gejala fisik mulai berkurang

Nafsu makan mulai kembali

Minggu ke 2Gangguan fisik mulai menghilang. Dapat muncul keluhan lain seperti tidak dapat tidur, rasa lelah, iritabel, craving

f. Ganja

Nama lain: Mariyuana, Grass, Hash, Herb, Pot, Weed , Bubble Gum, Northern Lights, Fruity Juice, Afghani #1, dan Skunk Ganja merupakan kumpulan daun, tangkai, buah kanabis sativa yang dikeringkan dan dirajang. Ganja dapat pula diolah dalam bentuk minyak hashish yang merupakan cairan pekat berwarna coklat. Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau tanpa tembakau (dilinting), dengan pipa, atau digunakan dalam campuran dengan zat lainnya. Penggunaan dengan cara dicampur makanan dan diseduh seperti teh juga ditemukan di beberapa tempat, namun demikian pengolahan ganja dengan cara dimasak seperti ini melarutkan sebagian besar zat aktif ganja. Zat aktif dalam ganja adalah THC (delta-9- tetrahydrocannabinol). Membran sel syaraf tertentu dalam otak yang mengandung reseptor protein akan mengikat erat THC. Baunya menyengat asam-manis. Penggunaan terus menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan memori, proses belajar dan perilaku sosial sehingga penggunanya meninggalkan berbagai aktivitas sekolah/kerja dan interaksi sosial. Karena reaksi terhadap rangsang melambat, maka pengguna sering mengalami kecelakaan, juga dapat terlibat pada berbagai masalah hukum. Penggunaan dirokok akan memberikan risiko kanker paru, dan risiko infeksi dalam jangka panjang. Karena jumlah zat kimia serta tar pada ganja lebih banyak dari tembakau, maka risiko penggunaannya lebih besar dari penggunaan rokok tembakau itu sendiri. Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal. Ganja akan memberikan dampak sebagai berikut:a. Sulit mengingat sesuatu

b. Waktu reaksi melambat

c. Sulit konsentrasi

d. Mengantuk dan tidur

e. Anxietas

f. Paranoia

g. Mempengaruhi persepsi seseorang atas waktu

h. Mata merahDampak bagi fisik adalah sebagai berikut:

a. Tremor

b. Nausea

c. Sakit kepala

d. Menurunnya koordinasi

e. Gangguan pernafasan

f. Nafsu makan meningkat

g. Menurunkan aliran darah ke otak

h. Menurunkan aktivitas organ reproduksi

D. Penatalaksanaan Gangguan Penggunaan NAPZA

a. Prinsip Dasar Penatalaksanaan UmumBeberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam identifikasi, penatalaksanaan dan intervensi pada pengguna NAPZA sangat terkait dengan hal ini meliputi: Intoksikasi

Penyalahgunaan

Ketergantungan

Tidak semua gangguan penggunaan NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan atau adiksi. Banyak masalah gangguan penggunaan NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang tidak berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko untuk menjadi ketergantungan. Intervensi yang diberikan harus disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan faktor risiko yang ada pada seseorang.b. Pengenalan Dan Skrining

1) Pengenalan AwalPengenalan awal sangat penting karena dapat mencegah seseorang menjadi ketergantungan atau terjadi perkembangan kerusakan yang menetap. Akan tetapi masalah penggunaan NAPZA sangat sulit untuk dideteksi secara dini, khususnya pada penggunaan tahap awal. Beberapa alasan mengenai hal ini antara lain: Tidak memahami apa yang terlihat

Kurang waspada

Malu untuk menanyakan masalah ini

Tidak tahu apa yang mesti dilakukai i ketika mengenali masalah ini

Individu menyangkal atau mengelak

2) Deteksi Dini Dapat Ditingkatkan Dengan Melakukan :

Melakukan penyelidikan/wawancara rutin tentang penggunaan NAPZA

Skrining dengan kuesioner

Skrining biologi (pemeriksaan laboratorium)

Seringkali melakukan presentasi klinis tentang penggunaan NAPZA

3) Wawancara Rutin Tentang Penggunaan NAPZA

Dokter mempunyai kesempatan yang sangat bervariasi untuk melakukan wawancara mengenai penggunaan NAPZA, seperti dibawah ini:

a. Pasien baru, merupakan bagian dan pengambilan data awal

b. Pengobatan pasien dengan gangguan kronis, misalnya pengguna alcohol dengan keluhan gangguan jantung, diabetes, depresi

c. Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya: trauma, gangguan pencernaan, stress/kecemasan, masalah psikologis

d. Asesmen sebelum tindakan pembedahan

e. Klinik ibu dan anak serta antenatal care

f. Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan

4) Kuesioner-SkriningPenggunaan kuesioner secara umum meliputi: isu-isu tentang gaya hidup seperti merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi mereka. Banyak alat yang dapat digunakan untuk melakukan skrining penggunaan NAPZA pada individu seperti ASSIST (Alcohol, Smoking, Substance Involvement Screening Test).Cara melakukan skrining

Ajukan pertanyaan terbuka tidak menghakimi ceritakan dong tentang penggunaan. Dimulai dari rokok, alkohol, lem dst pada saat anamnesis Kemudian didorong dengan pertanyaan tentang jumlah, frekuensi dst. CAGE, mudah dapat digunakan

1. Apakah terpikir olehmu untuk mengurangi (Cut down) minum?

2. Apakah orang sekitarmu mengeluh tentang penggunaanmu (Annoyed)?

3. Apakah kamu merasa bersalah minum (Guilty)?

4. Apakah begitu mata melek dipagi hari langsung minum supaya tidah goyang? (Eye-opener)Lihatlah faktor risiko yang menyertainya Orangtuanya pengguna Kekerasan dalam rumah/ kekerasan seksual/ kekerasan verbal-nonverbal/ kekerasan fisk perokok keluarga disfungsi teman sebayanya pengguna (SAMHSA, 1997) tanda fisik: jejas penggunaan berulang jarum suntik, septum nasal perforasi, pupil konstriksi pada pasien intoksikasi, mulut kering, konstipasi, disfungsi seksual, haid tidak teratur

5) Skrining Biologik

a. Beberapa Jenis Pemeriksaan DarahBeberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining penggunaan NAPZA. Namun demikian hal ini sering kurang sensitive maupun spesifik daripada penggunaan kuesioner. Tes untuk skrining biologik termasuk:

Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV

Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT

Trigliserid

b. Tes UrinTes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA (alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin harus disertai dengan wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein, obat maag yang mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung fenilpropanolamin/efedrin).c. Skrining Etiologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk :

Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit

Tes Fungsi hati

Hepatitis B, C dan HIV/AIDSc. Penatalaksanaan Gangguan Penggunaan NAPZA Pada Kondisi Non Gawat DaruratIndividu dengan masalah penggunaan NAPZA pada kondisi tidak gawat darurat perlu menerima intervensi singkat ataupun intervensi psikososial, tergantung dari derajat penggunaan yang dilakukan indivdu tersebut. Bila diperlukan, pasien dengan ketergantungan NAPZA tertentu juga dapat menerima farmakoterapi rumatan ataupun simtomatik.1. Intervensi SingkatIntervensi singkat ditujukan untuk mencoba merubah penggunaan NAPZA atau setidaknya mengajak pasien berpikir ulang mengenai pola penggunaan NAPZAnya. Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi biasanya antara 10 menit hingga 1.5 jam. Intervensi singkat khususnya dapat dipergunakan untuk pelayanan dasar di Puskesmas dan dapat juga digunakan di ruang emergensi, bangsal rumah sakit, dan berbagai kondisi layanan kesehatan lain. Intervensi direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang seperti dibawah ini:

Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan

Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang

Ketergantungan nikotin/perokok

Ketergantungan ringan sampai sedang kanabis. Intervensi singkat tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini: Pasien yang kompleks dengan isu-isu masalah psikologis/psikiatrik

Pasien dengan ketergantungan berat

Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah

Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif. Pada kondisi ini direkomendasikan untuk melakukan wawancara mendalam.

2) Intervensi Psikososial

Intervensi psikologik merupakan komponen penting dalam pengobatan yang komprehensif. Dapat diberikan konseling baik secara individu maupun dalam kelompok.a) Konseling merupakan pendekatan melalui suatu kolaborasi antara konselor dengan pasien dalam perencanaan pengobatan yang didiskusikan dan disetujui bersama. Tidak ada satu pendekatan psikososial yang superior, program pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individu dengan mempertimbangkan budaya, jender dan komorbiditas yang ada.b) Konseling secara umum harus meliputi:

Menghubungkan pasien dengen layanan yang sesuai dengan kebutuhan

Mengantisipasi dan mengembangkan strategi bersama pasien untuk menghadapi berbagai kesulitan

Memberikan intervensi yang spesifik berdasarkan fakta

Fokus pada sumberdaya yang positif baik secara internal maupun eksternal dan berhasil mengatasi masalah maupun ketidakmampuan pasien

Mempertimbangkan secara lebih luas untuk membantu pasien dalam hal lain seperti makanan, tempat tinggal, keuangan

Bila sesuai, libatkan dukungan lain untuk mengembangkan kemungkinan perubahan perilaku melalui lingkungan dalam layanan pengobatan maupun lingkungan luar pengobatanc) Kelompok mutual lainnya seperti Alcoholic Anonymous, Narcotic Anonymous, AI-Anon (keluarga pengguna NAPZA) dengan menerapkan terapi 12 Langkah akan sangat membantu pasien dalam melakukan perubahan perilaku.d. Penatalaksanaan Medik Kegawatdaruratan Akibat Gangguan Penggunaan NAPZA

1) Penatalaksanaan Umum Kondisi Kegawatdaruratan Penggunaan NAPZA:

a. Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melalui prosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital

b. Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akan ada interaksi dengan zat yang digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan pasien sudah diketahui, obat dapat diberikandengan dosis yang adekuat.

c. Merupakan hal yang selalu penting untuk memperoleh riwayat penggunaan zat sebelumnya baik melalui auto maupun alloanamnesa (terutama dengan pasangannya). Bila pasien tidak sadar perhatikan alatalat atau barang yang ada pada pasien.

d. Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang penting khususnya bila berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik

e. Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau kembali besaran masalah penggunaan zat pasien berdasar kategori dibawah ini:

Pasien dengan penggunaan zat dalam jumlah banyak dan tanda-tanda vital yang membahayakan berkaitan dengan kondisi intoksikasi. Kemungkinan akan disertai dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasi mereda.

Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putus zat yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan atau psikotik hal itu merupakan bagian dari gejala putus zat.

Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan gejala putus zat yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti pada kondisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala ini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium atau dementia sudah diterapi dengan adekuat.

Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejala-gejala kebingungan atau putus zat secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya halusinasi atau waham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita psikosis.

2) Asesmen/PengkajianInformasi yang diperlukan dalam melakukan asesmen pada pasien yang diduga mengalami gangguan penggunaan zat antara lain :a) Informasi yang diperlukan dalam asesmen :

Identitas pasien

Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit terdahulu

Riwayat penggunaan NAPZA terrnasuk pengobatan yang pernah diperoleh

Riwayat keluarga baik penyakit fisik, psikiatrik maupun penggunaan NAPZA

b) Pertanyaan dalam asesmen :

Apa yang diidentifikasi oleh klien sebagai suatu masalah?

Apa yang menjadi tujuan/harapan klien?

Apa yang secara umum tersedia untuk membantu klien mencapai tujuan/harapannya?

Apa yang menjadi hambatan untuk kemajuan klien?

Sumber daya dan metode apa yang dapat melindungi, meminimalkan atau menghindarkan hambatan itu?

Apakah pasien pernah mengalami krisis kehidupan, dan bagaimana pengalaman itu dapat membuat dirinya lebih yakin?

c) Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

Pemeriksaan fisik, terrnasuk pemeriksaan neurologik

Pemeriksaan psikiatrik

Pemeriksaan psikologis

Evaluasi sosial

Pemeriksaan laboratorium ; Darah perifer lengkap, Kimia Darah, LFT, Fungsi ginjal dan tes urin

Pemeriksaan penunjang lain sesuai kondisi klinis

Pemeriksaan khusus : tes nalokson.

d) Terapi Kondisi Intoksikasi

1) Intoksikasi/Overdosis Opioida :

a. Merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan secara cepat

b. Atasi tanda vital (Tekanan Darah, Pernafasan, Denyut Nadi, Temperatur suhu badan)

c. Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis 0,01 mg/kg.BB secara iv, im, sc

d. Kemungkinan perlu perawatan ICU, khususnya bila terjadi penurunan kesadaran

e. Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital

2) Intoksikasi Amfetamin atau Zat yang Menyerupai

a. Simtomatik tergantung kondisi klinis, untuk penggunaan oral ; merangsang muntah dengan activated charcoal atau kuras lambung adalah penting

b. Antipsikotik ; Haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB Oral setiap 4-6 jam

c. Antihipertensi bila perlu, TD diatas 140/100 mHg

d. Kontrol temperature dengan selimut dingin atau Chlorpromazine untuk mencegah temperature tubuh meningkat

e. Aritmia cordis, lakukan Cardiac monitoring; contoh untuk palpitasi diberikan Propanolol 20-80 mg/hari (perhatikan kontraindikasinya)

f. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan Benzodiazepin ; Diazepam 3x5 mg atau Chlordiazepox de 3x25 mg

g. Asamkan urin dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai pH urin < 5 akan mempercepat ekskresi zat.

3) Intoksikasi Kanabis

a. Umumnya tidak perlu farmakoterapi dapat diberikan terapi supportif dengan 'talking down'

b. Bila ada gejala ansietas berat:

Lorazepam 1-2 mg oral

Alprazolam 0.5 - 1 mg oral

Chlordiazepoxide 10-50 mg oral

c. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau i.m ulangi setiap 20-30 menit4) Intoksikasi Alkohola. Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%

b. Kondisi Koma :

Posisi menunduk untuk cegah aspirasi

Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit

Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy. Lalu 50 ml Dextrose 40% iv (berurutan jangan sampai terbalik)

c. Problem Perlaku (gaduh/gelisah):

Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif

Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam

Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan

Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)

5) Intoksikasi Halusinogen

a. Intervensi Non Farmakologik :

Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung

Reassurance : bahwa obat tersebut menimbulkan gejala-gejala itu ; dan ini akan hilang dengan bertambahnya waktu (talking down)

b. Intervensi Farmakologik:

Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau serangan panik

Pemberian anti ansietas ; Diazepam 10-30 mg oral /im/iv pelan atau Lorazepam 1-2 mg oral

III. KESIMPULANObat Psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susnan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). NAPZA terbagi atas 3 golongan, yakni depresan, stimulan, dan halusinogen.

Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yang disebut gangguan akibat zat psikoaktif dan sindrom ketergantungan mencakup dua kategori, yakni gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif dan gangguan akibat zat psikoaktif. Kedua istilah ini memiliki perbedaan yang bermakna. Pada gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif menunjukkan reaksi negatif atas penggunaan yang sering dan bersifat terus menerus dari zat tersebut. Kondisi ini tidak menunjukkan efek secara langsung melainkan terjadi secara bertahap bersamaan dengan proses ketergantungan. Sedangkan gangguan akibat zat psikoaktif mengacu pada efek langsung dari penggunaan zat, atau disebut intoksikasi, dan efek langsung dari putus obat (withdrawal syndrome).

Maka gangguan akibat zat psikotropika ini tergolong dalam kasus psikiatri seperti yang tertera menurut PPDGJ-III yaitu termasuk kategori diagnosis F10-F19 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Dalam hal ini dapat bermanifestasi sebagai berikut:

1. Intoksikasi Akut (tanpa atau dengan komplikasi)

2. Penggunaan yang Merugikan (Harmful Use)3. Sindrom Ketergantungan (Dependance Syndrome)4. Keadaan Putus Zat (Withdrawal state)5. Gangguan Psikotik (Psychotic Disorder)6. Sindrom Amnesik (Amnesic Syndrome)Beberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam identifikasi, penatalaksanaan dan intervensi pada pengguna NAPZA sangat terkait dengan hal intoksikasi, penyalahgunaan, dan ketergantungan. Tidak semua gangguan penggunaan NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan atau adiksi. Banyak masalah gangguan penggunaan NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang tidak berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko untuk menjadi ketergantungan. Intervensi yang diberikan harus disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan faktor risiko yang ada pada seseorang.IV. DAFTAR PUSTAKAAmerican Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington, VA : American Psychiatric Publishing

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA. Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Maslim, R., 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.Maslim, R., 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.Sadock Benjamin, Sadock Virginia. 2002. Kaplan & Sadock Synopsis of Psychiatry Behavioral Science/Clinical Psychiatry 9th edition. Jakarta : Binarupa Aksara30