Refer at Mata
-
Upload
agung-bahtiar -
Category
Documents
-
view
33 -
download
1
description
Transcript of Refer at Mata
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Myopia, terutama pada anak-anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi,
pendidikan bahkan juga pada tingkat kecerdasan. Seiring dengan perjalanan
penyakit ini, semakin bertambah myopia pada anak juga akan meningkatkan
berbagai resiko komplikasi kebutaan, seperti glaukoma dan ablasi retina. Usia
sekolah dasar adalah usia yang penting dalam perkembangan myopia, dimana
pada usia ini banyak dijumpai kasus myopia yang baru. Karena itu deteksi dini
pada usia sekolah sangat penting dalam penanganan masalah ini. Tetapi pada
kenyataannya myopia banyak diderita oleh anak-anak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan anak di daerah pedesaan. Salah satu faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan myopia adalah aktivitas melihat dekat atau
nearwork. Yogyakarta adalah kota pelajar dan kota pendidikan, tentunya aktivitas
melihat dekat atau nearwork akan sangat berpengaruh terhadap gambaran kota ini.
Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi, seperti televisi, komputer, video
game dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan
aktivitas melihat dekat, terutama pada anak-anak di daerah perkotaan, hal tersebut
sangat kontras dengan anak-anak di pedesaan. Perbedaan aktivitas melihat
menyebabkan anak-anak usia SD di perkotaan beresiko lebih tinggi menderita
myopia atau mata minus dibandingkan mereka yang di pedesaan. Aktivitas sehari-
hari antara orang-orang kota dan desa yang berbeda juga memberikan faktor
resiko yang berbeda, termasuk pada anak-anak. (Imam, 2007).
Kelainan mata myopia memang tak terlalu serius. Pada umumnya myopia
akan stabil jika proses pertumbuhan telah berhenti dan akan menjadi normal
setelah dikoreksi dengan kacamata. Namun, myopia tinggi (degeneratif myopia)
merupakan kondisi kronik yang dapat menimbulkan masalah lebih berat karena
berkaitan dengan perubahan degeneratif pada bagian belakang mata. Gangguan ini
terjadi bila cahaya jatuh di depan retina sehingga objek yang dekat dapat terlihat
dengan jelas. Sementara objek yang jauh terlihat buram. Kondisi ini bisa
1
memburuk hingga membuat penderita mengalami kesulitan melihat fokus pada
objek yang sudah sangat dekat. Pada myopia tinggi, penderita harus lebih
waspada, karena proses degenerasi yang terjadi pada mata dapat menyebabkan
retina menjadi rusak, lepas atau dapat menyebabkan perubahan lain. Sementara
itu, spesialis mata dari Jakarta Timur Eye Center dr Setiyo Budi Riyanto SpM
mengungkapkan, gangguan mata myopia yang dialami anak lebih disebabkan oleh
anatomi mata. Pada dasarnya karena anatomi mata, tapi habit (kebiasaan) juga
mendukung terjadinya myopia dengan mengubah bentuk anatomi mata walaupun
kecil. Dia menambahkan, kebiasaan seperti bermain PlayStation (PS), menonton
televisi dan membaca sambil tiduran bisa menyebabkan myopia. Menurut dia,
perubahan anatomi mata seperti pertumbuhan bentuk mata berdiameter lebih besar
dari ukuran normal. (Priyo Setyawan/ Hendrati Hapsari)
Oleh sebab itu, masalah ini harus segera dikoreksi sedini mungkin. Jika
tidak, akan menyebabkan lazy eyes, tegasnya. Lazy eyes atau mata malas
merupakan suatu keadaan dimana pandangan terasa lebih bagus pada salah satu
bagian mata, sedangkan mata lainnya tidak. (Priyo Setyawan/ Hendrati Hapsari)
Perkembangan kemampuan melihat sangat bergantung pada
perkembangan tubuh anak pada keseluruhan, mulai dari daya membedakan
sampai pada kemampuan menilai pengertian melihat. Walaupun perkembangan
bola mata sudah lengkap saat lahir, mielinisasi berjalan terus sesudah lahir. Tajam
penglihatan sudah mulai dapat diukur secara kuantitatif pada usia 2 tahun dan
mencapai penglihatan normal pada usia 5 tahun. Mata mempunyai reseptor khusus
untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Sesungguhnya yang disebut mata
bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot penggerak bola mata, kotak
mata (rongga tempat mata berada), kelopak, dan bulu mata. (Sidarta Ilyas, 2006)
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai myopia pada anak mulai dari
definisi, klasifikasi, etiologi, diagnosis dan penatalaksanaannya serta
pencegahan myopia sehingga diharapkan setelah penulisan ini penulis
2
memiliki kemampuan untuk mendiagnosis serta melakukan penanganan
myopia pada anak.
2. Sebagai salah satu syarat kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD Panembahan Senopati Bantul.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anantomi Mata
Bola Mata
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola
mata. Ketiga lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih
buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut
kornea. Konjungtiva adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak
mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan. (Nisna, 2008)
2. Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang
berisi banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk
retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan
sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan
membentuk iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil
(anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu
pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris
membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan
relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa. (Nisna,
2008)
3. Retina
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan
dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang
memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka
terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. (Nisna, 2008)
Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola
mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang
disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi
4
vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam
bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata
dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam
kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva
penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut
konjungtivitis. (Nisna, 2008)
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang
keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air
mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata
berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
mata. (Nisna, 2008)
Normalnya, sinar - sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan
dibiaskan oleh sistem optis bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat
pada retina. Kondisi ini disebut emmetropia.
Sayang, tidak semua orang memiliki kondisi mata yang ideal seperti itu.
Pada beberapa orang, titik fokus dari sinar - sinar tersebut justru jatuh di depan
retina, atau di belakang retina. Bahkan, dapat terjadi sistem optis bolamata
membiaskannya tidak saja menjadi satu titik fokus, tetapi malah dua atau bahkan
lebih. Kondisi inilah yang disebut ammetropia, dan menyebabkan mata tidak
5
dapat melihat dengan sempurna, bahkan kabur sama sekali. Ammetropia ini terdiri
dari beberapa jenis, diantaranya yaitu myopia. (Nisna, 2008)
Otot Penggerak Bola Mata
Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan
mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot
penggerak bola mata terdiri enam otot yaitu:
1. Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan
memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi dalam elevasi.
2. Muskulus oblik superior memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan
aksi sekunder berupa depresi dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.
3. Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan depresi
pada abduksi, dan memiliki aksi sekunder berupa gerakan ekstorsi pada
abduksi, dan aduksi dalam depresi.
4. Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.
5. Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan aduksi
6. Muskulus rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam
abduksi dan aksi sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam
elevasi. (Sidarta, 2007)
B. Definisi
Myopia adalah banyangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan
retina pada mata yang tidak berakomodasi. (Vaughan, 2000)
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal
dari bahasa yunani “ muopia” yang memiliki arti menutup mata. Myopia
merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah
"nearsightedness. (American Optometric Association, 1997).
6
Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis
kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang
atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung. (Sidarta, 2007)
Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
(Tanjung, 2003).
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat
sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan
retina. (Mansjoer, 2002).
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina. (Oriza, 2003).
C. Fisiologi Penglihatan Mata Normal
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous ,
lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi
cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Ketiga, konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di
retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,
pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat. (Hamim, 2003)
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.
Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil),
dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas
empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan
udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan
antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4)
7
perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Masing-masing
memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea 1.38,
humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34.
(Guyton, 1997)
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan
bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat
sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat
berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya
terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai daya
bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan
oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama
dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias
udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal
bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total
hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata.
Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka
daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena
cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda
dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung
permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya
“akomodasi”. (Guyton, 1997)
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh
lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk
bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian
presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti
bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan
yang terbalik itu sebagai keadaan normal. (Guyton, 1997)
8
Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat. Proses ini
mirip dengan proses yang terjadi dalam sebuah kamera saat digunakan untuk
memotret. Gelombang cahaya masuk melewati sejumlah lensa kamera yang
kemudian memfokuskan gambar yang kita potret serta memproyeksikannya ke
permukaan film. Pada mata kita, yang berfungsi sebagai film adalah retina. Saat
mata kita melihat suatu benda, mata kita menerima cahaya yang dipantulkan oleh
benda tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata yang memfokuskan gambar dan
memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang. Retina merupakan
lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya. Bagian retina yang dapat
menerima dan meneruskan detil-detil gambar disebut macula. Macula tersusun
dari lapisan-lapisan sel yang dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls
elektrokimia. Informasi ini kemudian dikirim ke syaraf optik yang akan
meneruskannya ke otak yang kemudian memprosesnya sehingga dapat mengenali
gambar tersebut. Itulah cara kita melihat sesuatu. (Yohanes Surya)
Sel-sel yang menyusun retina pada mata kita terdiri dari sel-sel berbentuk
batang (rod), kerucut (cone), dan sel-sel ganglia. Total sel yang berbentuk batang
dan kerucut bisa mencapai jumlah 125 juta sel. Semuanya berfungsi sebagai
sensor cahaya atau photoreceptor. Rasio perbandingan rod dan cone bisa
mencapai 18 banding 1 (rod lebih banyak dari cone). Rod merupakan sel-sel yang
paling sensitif karena walaupun hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada
9
satu partikel foton) sel-sel ini masih tetap dapat mendeteksinya. Sel-sel ini juga
dapat memproduksi gambar hitam-putih tanpa memerlukan banyak cahaya. Cone
baru berfungsi saat ada cukup cahaya, misalnya saat siang hari atau saat kita
sedang menyalakan lampu yang terang di dalam ruangan. Cone berfungsi untuk
memberikan kita detil-detil obyek beserta warnanya. Informasi-informasi yang
diterima sel-sel rod dan cone ini kemudian dikirimkan ke sel-sel ganglia (ada
sekitar satu juta sel) dalam retina. Ganglia inilah yang kemudian mengartikan
informasi tersebut dan mengirimkannya ke otak dengan bantuan syaraf optik.
(Yohanes Surya)
D. Penglihatan pada Mata Myopia
Myopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke
bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina. (Nisna, 2008)
Kata myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang
mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti
mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri - ciri penderita myopia yang suka
menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas,
karena dengan cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga
titik fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang
mendekati retina. (Nisna, 2008)
1
Sebenarnya, myopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana
panjang fokus media refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang
aksial bola mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina). (Nisna,
2008)
Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis myopia, yaitu: (Nisna,
2008)
Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang
lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini,
panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan
panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.
2. Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
karena bolamata sering mendapatkan tekanan otot pada saat
konvergensi.
3. Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata
diakibatkan oleh seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di
ruang tertutup, sehingga terjadi regangan pada bolamata.
Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya
indek bias media refrakta. (Sidarta, 2008)
Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena
beberapa macam sebab, antara lain :
1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).
2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga
bentuk lensa kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya
meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium
awal (imatur).
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi
pada penderita diabetes melitus).
1
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya myopia, antara lain:
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu
bolamata yang lebih panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang
lebih besar (70% - 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% -
40%). Paling kecil adalah Afrika (10% - 20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat
memperbesar resiko myopia. Demikian juga kebiasaan membaca
dengan penerangan yang kurang memadai.
E. Klasifikasi Myopia
Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologik yang timbul pada
mata maka myopia dapat dibagi dalam:
Myopia simpleks: pada myopia simplek biasanya tidak disertai kelainan
patologik fundus akan tetapi dapat disertai kelainan fundus ringan. Kelainan
fundus yang ringan ini dapat berupa kresen myopia (myopiaic crecent) yang
ringan yang berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terdapat perubahan
organik. Tajam penglihatan dengan koreksi yang sesui dapat mencapai normal.
Berat kelainan refraktif yang biasanya kurang dari -5D atau -6D. Keadaan ini
dapat juga disebut sebagai myopia fisiologik. (Sidarta, 2007).
Myopia patologik: myopia patologik disebut juga myopia degeneratif,
myopia maligna atau myopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua
umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda myopia maligna, adalah adanya
progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada
anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya
myopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refraktif yang terdapat pada
myopia patologik biasanya melebihi -6 D. (Sidarta, 2007).
Gejala subyektif:
Kabur bila melihat jauh.
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
1
Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif:
Myopia simpleks:
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil
syaraf optik.
Myopia patologik:
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada:
A. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan myopia.
B. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur
C. Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
D. Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
E. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid
tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. (Sidarta,
2007)
1
E.1. Klasifikasi myopia secara klinis adalah: (American Optometric
Association, 1997).
1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi.
2. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan
lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
myopia.
3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot - otot siliar yang
memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu,
karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru - buru
memberikan lensa koreksi.
4. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat - obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa, dan sebagainya.
E.2. Klasifikasi myopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran
dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang: lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
1
3. Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
(Sidarta,2007)
E.3. Klasifikasi myopia berdasar umur
1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
2. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
3. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)
4. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007)
F. Etiologi
Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan
pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka
semakin besar kemungkinan mengalami myopia. Ini karena organ mata sedang
berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya para
penderita myopia umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak
tepat pada retina matanya, melainkan di depannya (Curtin, 2002).
G. Patofisiologi Myopia
Myopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang
dan disebut sebagai myopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif
yang tinggi, atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam
hal ini disebut sebagai myopia refraktif. (Curtin, 2002)
Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membrane Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada
myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
1
atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik. (Sidarta, 2005).
H. Insidensi Myopia pada Anak
Dari survey yang dilakukan terhadap 2268 anak berusia 7-13 tahun yang
diperiksa dari 23 Sekolah Dasar di Yogyakarta, sebanyak 12 sekolah dasar berasal
dari daerah perkotaan dan 11 dari pedesaan yang tersebar di 5 Kabupaten di DIY.
Kejadian myopia (rabun jauh) pada anak usia sekolah dasar di DIY adalah 8,29%
dengan prevalensi di kota dan di desa masing-masing 9,49% dan 6,87%.
(Supartoto, 2007)
Sekitar 62,8% penderita myopia adalah anak-anak dari daerah perkotaan,
sedangkan dari keseluruhan subyek myopia ini, 5% diantaranya tergolong
penderita myopia tinggi yang dicirikan dengan ukuran kacamata lebih dari minus
5 dioptri. (Supartoto, 2007)
Anak perempuan lebih banyak menderita myopia dari pada anak laki-laki,
dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1. Perbandingan serupa
pada myopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita myopia berasal dari
keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas. (Supartoto, 2007)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Tiharyo terdapat 127 anak
sekolah dasar yang ikut dalam peneltian ini. 63 orang dari kelompok sekolah
dasar perkotaan dan 64 orang anak dari kelompok sekolah daerah pedesaan.
Setelah 6 bulan 24 anak (38,1%) dari kelompok perkotaan, dan 8 anak (12,5%)
dari kelompok pedesaan mengalami pertambahan myopia. Hal tersebut bermakna
secara statistik p=0,02 dan RR 3,04 (95% CI : 1,48-6,27). Rerata
pertambahanmyopia pada kelompok perkotaan sebesar -0,83D (± 0,24D) dan –
0,61 (±0,18D) pada kelompok pedesaan. Ada perbedaan yang signifikan antara
aktivitas melihat dekat pada anak daerah perkotaan dan pedesaan dengan p=<
0,001. Untuk faktor risiko jenis kelamin, riwayat myopia pada orang tua tidak
terdapat hubungan yang bermakna sklera statistik terhadap pertambahan myopia,
sedangkan untuk faktor risiko usia, dan sosial ekonomi bermakna secara statistik
terhadap pertambahan myopia. (Tanjung, 2007)
1
I. Diagnosis Myopia
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:
I.1. Refraksi Subyektif
Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi
Subyektif, metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan
setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan
terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila
visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis
negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien dikatakan menderita myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif
memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita
hipermetropia. (Maria, 2008)
I.2. Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa
mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan
retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif
sampai tercapai netralisasi (Maria, 2008)
I.3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. (Maria, 2008)
J. Penatalaksanaan Myopia pada Anak
Penatalaksanaan myopia pada anak sampai sekarang penyembuhan
kelainan mata pada anak masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini
1
yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi
pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. (Setiowati, 2008)
J.1. Dengan memberikan koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif,
perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena
itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada
myopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata. (Guyton, 1997)
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia
ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan
sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih
lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. (Guyton, 1997)
Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga
bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. ( Sidarta,
2007)
1
J.2. Dengan obat-obatan
Penggunaan sikloplegik untuk menurunkan respon akomodasi untuk terapi
pasien dengan pseoudomyopia. Beberapa penilitian melaporkan penggunaan
atropine dan siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan
progresifitas dari myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun. Meskipun tidak
menunjukan kegelisahan yang berlebih dan memiliki resiko yang sama dengan
penggunaan sikloplegik dalam jangka panjang dan memiliki sensivitas yang sama
dalam respon terhadap cahaya untuk medilatasikan pupil (midriasis). Karena
inaktivasi muskulus siliaris, pemberian lensa positif tinggi (ex; 2.50D) dapat
digunakan untuk penglihatan dekat. Pemberian atropine memiliki efek samping
yaitu reaksi alergi, dan keracunan sistemik. Pemakaian atropine dalam jangka
panjang dapat memberikan efek samping pada retina. (American Optometric
Association, 1997).
J.3. Terapi visus (vision therapy)
Tajam penglihatan yang tidak dikoreksi pada myopia dapat diperbaiki
pada pasien dengan menggunakan terapi penglihatan, tetapi tidak menunjukan
penurunan myopia. hal ini adalah cara yang diusulkan untuk menurunkan
progresifitas myopia. Selama ini belum ada penelitian yang melakukan pengujian
dari usulan tersebut terhadap keberhasilan dalam menurunkan progresifitas
myopia. Terapi penglihatan (vision therapy) yang digunakan untuk menurunkan
respon akomodasi sering digunakan pada pasien pseudomyopia. (American
Optometric Association, 1997).
J.4 Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali
beruba-ubah, penurunan myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa
pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-
1
1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari
program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki
beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea
secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman
dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level
dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari
adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi. (American
Optometric Association, 1997).
Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah
secara maksimal sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea
lebih tinggi dari pada permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat
menurunkan myopia hingga 2.00 dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa
seragam, dapat mengurangi permukaan kornea yang tidak rata. Orthokeratology
adalah penampilan yang umum pada anak muda walaupun menggunakan lensa
yang kaku tetapi dapat mengontrol myopia, lensa kontak yang permeable pada
anak-anak menjadi pilihan yang disukai. (Nisna, 2008)
Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih
flat/rata) permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias
sistem optis bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina.
Metode non operatif untuk ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan
lensa kontak kaku untuk (selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea
mengikuti kontur lensa kontak tersebut. (Nisna, 2008)
J.5. Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah
diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan
kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani radial
keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian besar pasien sepertinya
menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak.
2
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal
dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata,
kadang-kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang
terbaik, meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan
perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa
bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia
dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin
juga menekan struktur dari bola mata. (American Optometric Association, 1997).
Laser photorefractive keratectomy adalah prosedur dimana kekuatan
kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil
penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah
dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang
terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. (American Optometric
Association, 1997).
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.
Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih
baik pada waktu sebelum operasi. Photorefractive keratectomy refraksi
menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari pada radial keratotomy.
(American Optometric Association, 1997).
2
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
1. Anak-anak dengan frekuensi terpapar sinar yang cukup kuat seperti
menonton televisi, komputer, bermain PlayStation (PS) memiliki resiko
lebih tinggi untuk terkena myopia.
2. Frekuensi membaca sambil tiduran dengan cahaya yang redup menambah
resiko terkena myopia pada anak-anak.
3. Myopia pada anak-anak berefek pada karir, sosial ekonomi, pendidikan
bahkan juga pada tingkat kecerdasan.
4. Penatalaksaan myopia yang paling simple dan mudah adalah dengan
pemberian kaca mata/lensa kontak.
B. SARAN
1. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah
sejak kecil anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat
tulis dengan benar. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan
kegiatan membaca atau melihat TV. Batasi jam membaca. Aturlah jarak
baca yang tepat (30 centimeter), dan gunakanlah penerangan yang cukup.
Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur
tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. Membaca dengan posisi
tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik.
2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau
bergantian melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah
myopia.
3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal. Jangan
sampai ada gangguan dulu pada mata. Jika tidak diperbaiki sejak awal,
maka kelainannya akan permanen. Misalnya untuk bayi prematur harus
terus dipantau selama 4-6 minggu pertama dia di ruang inkubator apakah
ada tanda-tanda retinopati.
2
4. Untuk anak dengan tingkat myopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan
konsultasi dengan dokter spesialis mata anak supaya tidak terjadi juling.
Patuhi setiap perintah dokter dalam program rehabilitasi tersebut.
5. Walau sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, namun ibu
hamil perlu memperhatikan nutrisi, termasuk pasokan vitamin A selama
hamil.
6. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada
kecenderungan memakai kacamata. Untuk itu pahami perkembangan
kemampuan melihat bayi.
7. Dengan mengenali keanehan, misalnya dengan membandingkan dengan
penglihatan normal dan hasil kemampuan melihatnya kurang, segeralah
melakukan pemeriksaan.
8. Pada waktu di sekolah, sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak.
2
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf.
2. http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_ (3769-H-2007).pdf.
3. http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf.
4. http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=1167&page=Teguh
%20Sudrajat.
5. Vaoughan et all, Optalmology Umum.edisi 14.Widya Medika.2000.
6. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care
of the Patient with Myopia, 1997
7. Ilyas, S., 2007. Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI
8. www.optiknisna.com/penyebab-mata-butuh-kacamata.html
9. Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381
10. Mansjoer, A., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta, FK UI
11. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.
2