Refarat Stroboskopi Risca Rini UKI BARU
Transcript of Refarat Stroboskopi Risca Rini UKI BARU
BAB I
PENDAHULUAN
Bicara dimungkinkan oleh dua proses yang terpisah. Suara diproduksi oleh laring dan
kemudian dimodifikasi oleh bibir, gigi, lidah dan palatum. Proses yang pertama disebut fonasi
sedangkan yang kedua disebut artikulasi. Sewaktu fonasi, pita suara kanan dan kiri harus mampu
bertemu satu sama lain. Udara paru yang diekspirasi melalui pita suara yang berdekatan
menyebabkan pembukaan dan penutupan yang cepat dari pita suara. Hal tersebut terjadi akibat
tegangan otot pita suara dan perubahan tekanan udara yang cepat. (1)
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan
serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara
parau. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit dan dapat
terjadi pada semua usia. Suara parau ini digambarkan oleh pasien sebagai suara yang kasar, atau
suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa/normal. (2)
Penyebab suara parau dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring dan
sekitarnya. Penyebab ini dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otot-otot laring,
kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi krikoaritenoid dan lain-lain. (1,3
Berbagai pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan pada laring.(1,2)
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas pemeriksaan laring dengan menggunakan
stroboskop.
1
BAB II
EMBRIOLOGI LARING
Sistem pernapasan merupakan hasil pertumbuhan faring primitive. Pada saat embrio
berusia 3,5 minggu, suatu alur yang disebut laringotrakeal groove, tumbuh dalam embrio
pada bagian ventral forgut. Alur ini terletak di posterior eminensia hipobronkial dan terletak
lebih dekat dengan lengkung ke IV daripada lengkung III.
Selama pertumbuhan embrional, ketika tuba menjadi dua struktur, tuba yang asli mula-
mula mengalami obliterasi dengan proliferasi lapisan epitel, kemudian epitel diresorpsi. Tuba
kedua dibentuk dari tuba pertama yang mengalami rekanalisasi. Pada maturasi lanjut, kedua
tuba ini terpisah menjadi esophagus dan bagian laringotrakeal.
Pembukaan laringotrakeal ini adalah aditus laringeus primitif dan terletak di antara
lengkung IV dan V. Aditus laringeus primitif pada perkembangan pertama berbentuk celah
vertikal yang kemudian menjadi bentuk T dengan tumbuhnya hipobrankial eminensia yang
tampak pada minggu ketiga dan kemudian akan tumbuh menjadi epiglotis
2
BAB III
ANATOMI LARING
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan laring, perlu diingat kembali tentang anatomi
laring. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.
Struktur Penyangga
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas
segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.(1)
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid yang berbentuk seperti
huruf U, permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-
otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik keatas, sedangkan bila
laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah.(1,2)
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartilago
aritenoid, kartilago kornikulata,kartilago tiroid.(1,2) Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum
pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis. Sementara bagian racquet meluas ke atas di
belakang korpis hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dari laring.(2,3)
Kartilago krikoid mudah diraba dibawah kulit, melekat pada kartilago tiroid lewat ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran penuh dan tidak mampu mengembang. Terdapat
dua buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk
sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata melekat
pada kartilago aritenoid di daerah apeks.(1,2)
Pada laring terdapat dua buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid anterior, lateral dan
posterior (yang memperkuat artikulasi krikoid), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid
3
posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale (yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago
tiroid), dan ligamentum tiroepiglotika.(1,2)
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan
gerak bagian-bagian laring sendiri.(1,4)
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), ada yang terletak di
bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid,
m.stilohioid, m.milohioid, dan m.tirohioid. otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik
laring ke bawah. Sedangkan otot-otot infrahioid menarik laring ke atas.(1,4)
Kerja otot laring meliputi: a) Abduktor, yakni M.krikoaritenoid posterior; b) Adduktor, yakni
M.krikoaritenoid lateral, m.interaritenoid, m.tiroaritenoid eksterna (lemah); c) Tensor, yakni
m.tiroaritenoid interna (atau m. vokalis) untuk mengurangi tegangan pita suara, sementara m.krikotiroid
(juga adduktor lemah) untuk meningkatkan tegangan pita suara.(4)
Gambar : Anatomi Laring.(6)
Struktur Laring
Batas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago
krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum
tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya
4
ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid.
Sedangkan batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.(2,3)
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa torak bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorius.
Namun, bagian-bagian laring yang terpapar aliran udara terbesar, misalnya permukaan lingua ada
epiglotis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi bebas korda vokalis
sejati, dilapisa oleh epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam
epitel respiratorius.(3)
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka
terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika
vokalis kanan dan kiri disebut rima glotis. Sedangkan bidang antara plika ventrikularis kanan dan kiri
disebut rima vestibuli.(1,2)
Plika vokalis dan plika ventrikularis mambagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum
laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang terletak diatas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya
disebut ventrikulus laring morgagni. Rima glotis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan
bagian interkartilago. Bagian intermambran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak dibagian
anterior. Bagian interkartilago terletak diantara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak dibagian
posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).(1,2)
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglotis. Tiga pita mukosa (satu
plika glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis) meluasdari epiglotis ke lidah. Di
antara pita median dan setiap pita lateral terdapat satu kantung kecil, yaitu valekula. Di bawah tepi bebas
epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid
yang tipis. Perluasan dari masing-masing aritenoid ke antero-lateralis menuju tepi lateral bebas dari
epiglotis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membran kuadrangularis yang dilapisi mukosa.
Disebelah lateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau ressesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari
atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding
medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan
otot-otot lateral yang melekat padanya. Dan dinding lateral adalah permukaan dalam ala tiroid. Di sebelah
posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian
inferior, ke dalam introitus esophagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.(2)
5
Didalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan berinsersi ke
dalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalahkorda vokalis palsuatau plika ventrikularis
dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membran
kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior konus elastikus. Otot
vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda
vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak putih pada laringoskopi
indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel
meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat
sejumlah kelenjar mukus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal
sebagai laringokel.(1,2)
Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan n.laringis
inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.(2)
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa
laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah
menerima hubungan dengan ganglionservikal superior, membagi diri dalam dua cabang, yaitu ramus
eksternus dan internus.(4)
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan menuju ke
m.krikotiroid. sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid
superior, menembus membran hiotiroid dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa
laring.(1,2)
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan
cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari nervus vagus. Nervus
rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya, sedangkan nervus rekuren kiri akan
menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan
melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di
sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan
anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.(1,2)
6
Gambar : Persyarafan Laring(6)
Perdarahan Laring
Perdarahan untuk laring terdiri dari dua cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis inferior. (1)
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis superior berjalan agak
mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari
n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah ke submukosa dari dinding
lateral dan lantai dari sinus piriformis untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.(1,2)
Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan
n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, memperdarahi mukosa dan otot
serta beranastomosis dengan a.laringis superior.(1,2)
Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a.tiroid superior juga memberikan cabang yang
mndatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini memberikan cabang-
7
cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dangan a.laringis
superior.(1,2)
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan
inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.(4)
Terdapat banyak pembuluh limfe untuk laring, kecuali didaerah lipatan vokal. Pada daerah ini,
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limfe
dibagi dalam golongan superior dan inferior.(1)
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis
superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior lantai servikal dalam.
Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringis inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar
supraklavikular.(1)
BAB IV
FISIOLOGI LARING
8
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai oorgan penghasil suara, namun ternyata faring
memiliki tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan nafas, respirasi dan fonasi. (1) Perlindungan jalan napas
selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh
kerja sfingter dari otot tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotikadan korda vokalis palsu, disamping
aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik lainnya. Elevasi laring
dibawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika
ke bawah menutup aditus.(1,2)
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosessus vokalis kartilago aritenoid bergerak
ke lateral sehingga rima glotis terbuka. Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai
derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung seperti
mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan
sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan, yang bila menutup memungkinkan
peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan. Pelepasan tekanan
secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli terminal dari
paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir dalam aditus laringis.(1,2)
Fungsi laring untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.
Korda vokalis sejati yang teradduksi berfungsi sebagai alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang
dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan
dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring (dan m.krikotiroideus) berperan penting
dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis
sejati dan tegangan korda itu sendiri. Bila plika vokalis dalam keadaan adduksi, m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang
bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika
vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan sehingga plika vokalis akan mengendor.(1,2)
Selain fungsi-fungsi diatas, laring juga berfungsi untuk membantu proses menelan,
mengekspresikan emosi, seperti berteriak-teriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.(1)
Gerakan normal pita suara terdiri dari gerakan yang relatif beraturan, berulang-ulang, serentak,
sinkron ke lateral dan medial, untuk tiap-tiap urutan diikuti denga periode dimana kedua pita suara saling
bersentuhan dan menutup glotis dan menghentikan aliran udara untuk sesaat. Getaran dimulai ketika
tekanan pernafasan terhadap permukaan bawah pita suara yang dalam posisi berdekatan, sudah cukup
9
kuat untuk memisahkan pita suara. Dengan demikian tekanan menurun sampai elastisitas dari kedua pita
suara dan aliran udara melalui glotis menutupnya. Jika tekanan udara dibawah glotis menjadi cukup besar
lagi untuk dapat menghadapi tahanan pita suara, maka pita suara dipaksa terbuka lagi seperti sebelumnya,
dan siklus berulang kembali. Interupsi dan pembebasan arus pernafasan yang berulang-ulang
menciptakan rangkaian denyutan tekanan (getaran) yang dimodifikasi oleh resonansi didalam saluran
nafas atas dan diteruskan sebagai gelombang bunyi ketelinga pendengar.(3,4)
Nada suara yang dihasilkan secara langsung berhubungan dengan frekuensi getaran yang
ditentukan terutama oleh panjang pendeknya, elastisitas serta tegangan pada otot-otot pita suara. Jika pita
suara pada suatu laring normal diperpendek pada potongan melintang, akan menyebabkan pita suara
bertambah lebar dan elastisitasnya berkurang. Sebaliknya jika pita suara memanjang maka pita suara
tersebut akan menjadi tipis dan elastisitasnya meningkat. Akibatnya jika hembusan udara mendorongya
hingga terpisah maka akan kembali ke posisi yang berdekatan seperti semula lebih cepat. Reaksi ini
menghasilkan peningkatan frekuensi dan nada lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi nada adalah
ukuran keseluruhan pita suara. Pita suara yang besar menghasilkan nada yang lebih rendah daripada
lipatan kecil, karena yang besar akan bergetar lebih lambat.(3,4)
Kenyaringan suara tergantung pada tekanan suara yang berbanding lurus dengan kecepatan dan
volume aliran udara. Kecepatan dan volume aliran udara yang lebih besar akan menyebabkan amplitudo
gelombang bunyi meningkat. Akibatnya akan menimbulkan suara yang lebih nyaring.(3,4)
Sedangkan kualitas suara ditentukan oleh pola getaran pita suara dan resonansi. Aspek fonasi
termasuk pula cara pembebasan udara pernafasan melalui celah pita suara berhubungan dengan pola
getaran pita suara. Pembukaan, penutupan, serta fase tertutup pada siklus glotis dapat bervariasi dalam
hubungannya satu sama lain dan bentuk gerakan pita suara agak unik untuk tiap-tiap laring. Tiap faktor
tersebut mempengaruhi jumlah dan intensitas relatif pada bagian-bagian yang membentuk bunyi suara
yang komplek dan berakibat pada kualitas suara. Modifikasi bunyi saat berjalan melalui faring, mulut dan
hidung adalah hasil dari penekanan dan peredaman selektif terhadap nada dan faktor lain dalam bunyi
yang komplek yang dihasilkan di laring.(3,4)
BAB V
STROBOSKOPI
10
Definisi
Stroboskopi adalah suatu metode khusus untuk memvisualisaikan getaran pita suara.
Stroboskopi menggunakan sebuah teleskop fleksibel atau kaku yang memiliki cahaya.
Pemeriksaan ini berguna untuk memberikan informasi mengenai getaran suara serta gambaran
deteksi fokal patologi. (5)
Penggunaan
Stroboskopi dapat digunakan untuk mengevaluasi gelombang mukosa pita suara selama
teleskopi atau laringoskopi fiberoptik. Stroboskopi dapat digunakan untuk: a.) Membedakan
kista intrakaudal dari vokal nodul; b.) Mengevaluasi ketebalan dari tepi bebas lesi;
c.)Mengevaluasi fibrosis pita suara, seperti setelah trauma, pembedahan, ataupun peradangan; d.)
Memperlihatkan perbaikan pita suara setelah operasi; e.) Membedakan fungsi varises pita suara
secara signifikan. (1,5)
Instrumen
Stroboskopi terdiri atas berbagai instrument. Sebuah unit stroboskopi terdiri atas: a.)
sumber cahaya/ lampu dan mikrofon; b.) kamera video; c.) endoskopi; dan d.) perekam video.
Stroboskopi dapat menggunakan endoskopi kaku maupun endoskopi fleksibel. (5)
Endoskopi yang kaku dapat digunakan pada pasien yang kooperatif untuk mendapatkan
visualisasi yang baik dari laring pasien. Sementara itu endoskopi flesibel adalah ideal untuk
mengobservasi laringeal yang tidak berubah dari berbagai posisi pengambilan gambar serta
untuk melihat glotis melalui apertura supraglotis yang sempit. (5)
Tekhnik Pemeriksaan
Strobolaringoskopi Kaku
1.) Pasien ditempatkan pada bangku pemeriksaan yang sesuai dengan tinggi pemeriksa.
Pasien diminta untuk memfleksikan leher dan mengekstensikan kepala pada persendiann atlo-
oksipital; 2.) Berikan anastesi topikal pada bagian posterior orofaring. Pemeriksa harus
memastikan terlebih dahulu bahwa mikrofon telah dikalibrasi, kemudian minta pasien
memegang diafragma laring terhadap lamina tiroid; 3.) Pasien diminta untuk membuka mulut
11
dan menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menarik lidah anterior dan secara hati-hati
memasukkan teleskop kaku. Pemeriksaan yang optimal bergantung pada ketelitian pemeriksan
untuk mencapai fokus yang tepat dari lipatan vokal. Fokus yang tepat menunjukkan visualisasi
yang jelas dari pembuluh darah sub-epitel dan lipatan vokal.; 4.) Saat pita suara telah jelas
terfokus, pasien diminta untuk mengeluarkan suara “ee”. Pasien diminta untuk mengeluarkan
suara pada frekuensi rendah, sedang, dan tinggi serta dengan volume yang berbeda. (5)
Stroboskopi Fleksibel
1.) Pasien diposisikan seperti di atas. Kemudian berikan anastesi lokal pada hidung dan
nasofaring dan dekongestan dengan percampuran 0,25% epinefrin dan 2-3% lidokain; 2.) Setelah
waktu cukup untuk dekongestan bekerja, masukkan stroboskopi fleksibel melalui hidung hingga
berada tepat di atas laring. Kemudian nilai kondisi laring seperti penjelasan di atas. (5)
BAB VI
PENEMUAN DIAGNOSTIK
Pada pemeriksaan stroboskopi dapat ditemukan berbagai kelainan pada laring. Beberapa lesi
jinak yang sering ditemukan pada pemeriksaan stroboskopi, yakni:
12
Kista Pada Plika Vokal
Kista plika vokal tidak berkapsul, lesi berbentuk bulat dan mengandung banyak lendir atau
keratin yang terletak di lamina propria dangkal dari plika vokal. Kista ini umumnya unilateral.
Pada pemeriksaan stroboskopi, wilayah kista menunjukkan kurangnya kelenturan karena
gelombang mukosa tidak merata. Hal ini menggambarkan fakta bahwa adanya kista kecil
minimal pada permukaan dapat mengganggu fungsi suara. (5)
Polip Pada Plika Vokal
Polip pada plika suara dapat berupa lesi unilateral maupun bilateral. Lesi ini merupakan patologi
ponotraumatik akibat adanya tabrakan maupun tekanan dalam lamina propia dangkal.
Konsistensi polip ini bervariasi mulai dari gelatin sampai fibrotik. Polip ini mengakibatkan pola
getaran dari dua plika vokal yang asimetris, dimana getaran akan berkurang pada wilayah dekat
lesi. Polip pada permukaan medial dapat mengganggu pola getaran suara. (5)
Nodul Pada Plika Vokal
Nodul pada plika vokal merupakan lesi bilateral. Lesi ini terdiri dari jaringan fibrosa dan
pembuluh darah. Nodul umumnya simetris dan memiliki ukuran sekitar 2-7 mm. Lesi ini sering
terjadi di area dasar membran di atas lamina propia. Nodul ini mengakibatkan terganggunya
penutupan glotis, terutama di frekuensi nada tinggi. (5)
Sulkus Vokalis
Sulus vokalis mengacu pada defisit getaran mukosa. Pada stroboskopi ditemukan zona
kelenturan mukosa berkurang.
13
BAB VII
RESUME
14
Stroboskopi merupakan suatu pemeriksaan khusus untuk melihat fungsi laring.
Stroboskopi merupakan pemeriksaan yang esensial untuk melihat struktur laring maupun
melihat adanya gangguan pada suara. Dengan menggunakan stroboskopi dapat diadakan
evaluasi terhadap gelombang mukosa pita suara.
Stroboskopi dapat diindikasikan untuk berbagai keadaan. Stroboskopi dapat digunakan
untuk membedakan kista dan nodul pada laring, mengevaluasi ketebalan batas lesi, mengevaluasi
fibrosis pada pita suara, mengevaluasi hasil operasi pada laring, ataupun membedakan fungsi
varises pada pita suara.
Sebuah alat stroboskopi terdiri atas berbagai instrumen. Berbagai instrumen dalam
stroboskopi meliputi: a.) sumber cahaya/ lampu dan mikrofon; b.) kamera video; c.) endoskopi;
dan d.) perekam video. Stroboskopi dapat menggunakan endoskopi kaku maupun endoskopi
fleksibel.
Pada pemeriksaan stroboskopi alat akan dimasukkan melalui mulut ataupun hidung
hingga kita bisa melihat kondisi laring pasien. Pada pemeriksaan stroboskopi sering ditemukan
beberapa keadaan patologi seperti kista, nodul, maupun polip pada laring. Pemeriksaan
stroboskopi terbukti sangat membantu dalam memperjelas diagnosa berbagai lesi pada laring.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Soepardi E. A et all. Hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007
2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Anatomi Hidung. Dalam: Boies – Buku Ajar THT.
Edisi Keenam. Jakarta: EGC. 1997
3. Cody D. Thane R.,Kern Eugene B., Pearson Burce W., Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1986.
4. Ballenger John Jacob, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13,
Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.
5. http://www.medscape.com tentang Stroboskopi
6. http://www.metrohealthanesthesia.com/edu/airway/anatomy1.htm
16