Rasionalitas dalam Sejarah
Transcript of Rasionalitas dalam Sejarah
Masuk ke dalam Alam PikirMasuk ke dalam Alam Pikir
Anda harus belajar menjadi ‘pemula’Anda harus belajar menjadi ‘pemula’ Jangan percaya begitu saja bahwa dunia luar Jangan percaya begitu saja bahwa dunia luar
itu adaitu ada Carilah titik pangkal dari segala sesuatu yang Carilah titik pangkal dari segala sesuatu yang
Anda amatiAnda amati Pikirkanlah bagian-bagian dalam fokus Pikirkanlah bagian-bagian dalam fokus
totalitastotalitas Lucuti hal-hal konkret dan temukan yang Lucuti hal-hal konkret dan temukan yang
paling umum dalam yang paling konkretpaling umum dalam yang paling konkret
Tentang Apa?Tentang Apa?
Bukan tentang sejarah politik (cerita tokoh-tokoh dan Bukan tentang sejarah politik (cerita tokoh-tokoh dan nasib sebuah kelompok), melainkan sejarah nasib sebuah kelompok), melainkan sejarah rasionalitasrasionalitas
Sejarah rasionalitas: Apa yang dianggap masuk akal Sejarah rasionalitas: Apa yang dianggap masuk akal oleh manusia berubah dalam sejarah, maka kebenaran oleh manusia berubah dalam sejarah, maka kebenaran pun merupakan konsep.pun merupakan konsep.
Bergerak dalam ranah ‘philosophy of knowledge’ Bergerak dalam ranah ‘philosophy of knowledge’ (epistemology) dan ‘philosophy of science’(epistemology) dan ‘philosophy of science’
Logika = PenalaranLogika = Penalaran
Deduksi = penalaran yang wilayah konklusinya lebih Deduksi = penalaran yang wilayah konklusinya lebih sempit daripada premisnya = mendasari ilmu-ilmu sempit daripada premisnya = mendasari ilmu-ilmu pasti = misalnya: Semua manusia dapat mati; pasti = misalnya: Semua manusia dapat mati; Sokrates itu manusia; Maka Sokrates dapat matiSokrates itu manusia; Maka Sokrates dapat mati
Induksi = penalaran yang wilayah konklusinya lebih Induksi = penalaran yang wilayah konklusinya lebih luas daripada premisnya = mendasari ilmu-ilmu luas daripada premisnya = mendasari ilmu-ilmu empiris = misalnya: Manusia 1 mati; manusia 2 mati; empiris = misalnya: Manusia 1 mati; manusia 2 mati; manusia 3 mati; manusia N mati; maka semua manusia 3 mati; manusia N mati; maka semua manusia dapat matimanusia dapat mati
Problem induksi: lompatan dari penjumlahan kasus-Problem induksi: lompatan dari penjumlahan kasus-kasus partikular ke kesimpulan universal.kasus partikular ke kesimpulan universal.
Cara Berpikir Ilmu-ilmu AlamCara Berpikir Ilmu-ilmu Alam[Silogisme Hipotetis][Silogisme Hipotetis]
Modus ponendo ponensModus ponendo ponens [deduksi]: Jika p berlaku, [deduksi]: Jika p berlaku, maka q terjadi; dan p berlaku; maka q terjadimaka q terjadi; dan p berlaku; maka q terjadi
Tanpa nama [tidak sah]: Jika p berlaku, maka q Tanpa nama [tidak sah]: Jika p berlaku, maka q terjadi; dan p tak berlaku; Maka ???terjadi; dan p tak berlaku; Maka ???
Induksi: Jika p berlaku, maka q terjadi; dan q terjadi; Induksi: Jika p berlaku, maka q terjadi; dan q terjadi; maka???maka???
Modus tollendo tollens [falsifikasi]: Jika p berlaku, Modus tollendo tollens [falsifikasi]: Jika p berlaku, maka q terjadi; dan q tak terjadi, maka p tak berlaku.maka q terjadi; dan q tak terjadi, maka p tak berlaku.
Proses Perolehan Pengetahuan Proses Perolehan Pengetahuan dalam Ilmu-ilmu Alamdalam Ilmu-ilmu Alam
1. Menemukan anomali dari keajegan-1. Menemukan anomali dari keajegan-keajegankeajegan
2. Merumuskan hipotesis2. Merumuskan hipotesis 3. Hipotesis yang tak kalah-kalah mendaopat 3. Hipotesis yang tak kalah-kalah mendaopat
status hukum alamstatus hukum alam 4. Hukum-hukum serumpun diabstraksi 4. Hukum-hukum serumpun diabstraksi
menjadi teori ilmiahmenjadi teori ilmiah
Ciri Pengetahuan yang diperoleh Ciri Pengetahuan yang diperoleh oleh ilmu-ilmu alamoleh ilmu-ilmu alam
1. Pengetahuan itu netral atau bebas nilai; artinya, 1. Pengetahuan itu netral atau bebas nilai; artinya, pengetahuan itu tidak mengandung unsur moral, pengetahuan itu tidak mengandung unsur moral, norma, penilaian estetis, ideologi ataupun norma, penilaian estetis, ideologi ataupun kepentingan politis.kepentingan politis.
2. Pengetahuan itu objektif; artinya, pengetahuan itu 2. Pengetahuan itu objektif; artinya, pengetahuan itu dapat disepakati oleh semua orang dari latarbelakang dapat disepakati oleh semua orang dari latarbelakang yang berbeda-bedayang berbeda-beda
3. Pengetahuan itu dapat dipakai untuk prognosis3. Pengetahuan itu dapat dipakai untuk prognosis 4. Pengetahuan itu universal, yaitu tidak tergantung 4. Pengetahuan itu universal, yaitu tidak tergantung
konteks ruang dan waktu, berlaku di manapun dan konteks ruang dan waktu, berlaku di manapun dan kapanpun.kapanpun.
Etos IlmiahEtos Ilmiah
Di balik karakteristik ilmu ada ‘etos’ yang dapat Di balik karakteristik ilmu ada ‘etos’ yang dapat diperkembangkan untuk interaksi sosialdiperkembangkan untuk interaksi sosial
1. Hubungan-hubungan yang egaliter dan demokratis1. Hubungan-hubungan yang egaliter dan demokratis 2. Kebebasan individual yang besar untuk 2. Kebebasan individual yang besar untuk
menemukan hal-hal barumenemukan hal-hal baru 3. Toleransi terhadap berbagai latarbelakang3. Toleransi terhadap berbagai latarbelakang 4. Kepercayaan akan adanya kebenaran objektif4. Kepercayaan akan adanya kebenaran objektif 5. Keyakinan bahwa konsensus tanpa paksaan itu 5. Keyakinan bahwa konsensus tanpa paksaan itu
mungkinmungkin
ScientismScientism 1. Kepercayaan bahwa ilmu-ilmu alam adalah proses belajar 1. Kepercayaan bahwa ilmu-ilmu alam adalah proses belajar
manusia yang paling bernilai karena otoritatif, serius dan manusia yang paling bernilai karena otoritatif, serius dan bermanfaatbermanfaat
2. Kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya 2. Kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya proses belajar manusia yang paling bernilai, maka adalah baik proses belajar manusia yang paling bernilai, maka adalah baik bila seluruh anggota masyarakat mendasarkan dirinya pada bila seluruh anggota masyarakat mendasarkan dirinya pada ilmu.ilmu.
Scientism adalah ideologi sains yang menegasi kemungkinan Scientism adalah ideologi sains yang menegasi kemungkinan adanya kebenaran=-kebenaran lain di samping kebenaran adanya kebenaran=-kebenaran lain di samping kebenaran ilmiah. Etika ilmu menjadi etika sosial, padahal etika ilmu itu ilmiah. Etika ilmu menjadi etika sosial, padahal etika ilmu itu terbatas.terbatas.
Catatan: Etos ilmiah tidak harus jatuh ke dalam Catatan: Etos ilmiah tidak harus jatuh ke dalam ScientismScientism. . ScientismScientism adalah radikalisasi etos ilmiah. adalah radikalisasi etos ilmiah.
Kegagalan Kegagalan ScientismScientism Etika ilmu yang terbatas itu tidak dapat diterima Etika ilmu yang terbatas itu tidak dapat diterima
dalam konteks yang luas tanpa paksaan dan dalam konteks yang luas tanpa paksaan dan homogenisasi sosialhomogenisasi sosial
Etika ilmu itu objektif, impersonal dan universal, Etika ilmu itu objektif, impersonal dan universal, sementara etika sosial itu intersubjektif, interpersonal sementara etika sosial itu intersubjektif, interpersonal dan lokaldan lokal
Memilih etika ilmu atau tidak bukanlah soal objektif, Memilih etika ilmu atau tidak bukanlah soal objektif, melainkan soal putusan moral, maka tak ada melainkan soal putusan moral, maka tak ada objektivitas dalam aplikasi etika ilmu itu.objektivitas dalam aplikasi etika ilmu itu.
Kegagalan eksperimen sejarah Kegagalan eksperimen sejarah scientismscientism dalam dalam Nationalsosialisme Jerman dan rezim-rezim Nationalsosialisme Jerman dan rezim-rezim komunistis.komunistis.
Apa itu “rasional” dalam Apa itu “rasional” dalam Pemahaman Sehari-hari?Pemahaman Sehari-hari?
Sebuah pikiran, perkataan atau tindakan Sebuah pikiran, perkataan atau tindakan disebut “rasional”, jika “mempunyai alasan” disebut “rasional”, jika “mempunyai alasan” yang “dapat diterima oleh orang-orang lain”. yang “dapat diterima oleh orang-orang lain”.
Tetapi sesuatu juga disebut “rasional”, jika Tetapi sesuatu juga disebut “rasional”, jika “dapat disangkal”. Misalnya, di gedung itu “dapat disangkal”. Misalnya, di gedung itu hantu bergentayangan. Tanpa dapat dibuktikan hantu bergentayangan. Tanpa dapat dibuktikan salah atau benar = tak masuk akal. salah atau benar = tak masuk akal.
Rasionalitas dalam Rasionalitas dalam SejarahSejarah
1.1. Penemuan Rasionalitas Modern Penemuan Rasionalitas Modern (Rasionalisme, Empirisme dan Kritisisme)(Rasionalisme, Empirisme dan Kritisisme)
2.2. Rasionalitas dan Metafisika (Idealisme, Rasionalitas dan Metafisika (Idealisme, materialisme dan Positivisme)materialisme dan Positivisme)
3.3. Pluralisasi “Rasionalitas”Pluralisasi “Rasionalitas”
Penemuan Rasionalitas ModernPenemuan Rasionalitas Modern
Filsuf: Descartes, Spinoza dan LeibnizFilsuf: Descartes, Spinoza dan Leibniz Rasionalitas sebagai skeptisisme metodisRasionalitas sebagai skeptisisme metodis Rasionalitas sebagai hal dapat dibuktikan Rasionalitas sebagai hal dapat dibuktikan
secara empirissecara empiris Rasionalitas sebagai sintesisRasionalitas sebagai sintesis
Rasionalitas dan MetafisikaRasionalitas dan Metafisika
Idealisme Jerman (Fichte, Schelling dan Idealisme Jerman (Fichte, Schelling dan Hegel): Yang real = Yang RasionalHegel): Yang real = Yang Rasional
Materialisme (Feuerbach dan Marx): Yang Materialisme (Feuerbach dan Marx): Yang Rasional = gejala samping dari Yang MaterialRasional = gejala samping dari Yang Material
Positivisme (Comte): Yang Benar = Yang Positivisme (Comte): Yang Benar = Yang Faktual - antimetafisikaFaktual - antimetafisika
Neo-Positivisme: Yang Real = Atom; asas Neo-Positivisme: Yang Real = Atom; asas verifikasiverifikasi
Pluralisasi RasionalitasPluralisasi Rasionalitas
Sosiologi makna Max WeberSosiologi makna Max Weber Hermeneutik (Schleiermacher, Dilthey, Gadamer, Hermeneutik (Schleiermacher, Dilthey, Gadamer,
Ricoeur)Ricoeur) Fenomenologi (Husserl, Merleau-Ponty dan Fenomenologi (Husserl, Merleau-Ponty dan
Heidegger)Heidegger) Teori Kritis (Adorno, Horkheimer, Marcuse dan Teori Kritis (Adorno, Horkheimer, Marcuse dan
Habermas)Habermas) Thick Description (Geertz)Thick Description (Geertz) Genealogi (Nietzsche dan Foucault)Genealogi (Nietzsche dan Foucault) Dekonstruksionisme (Derrida)Dekonstruksionisme (Derrida)