RANGKUMAN DPL lhala

14
DIAGNOSTIK PERITONEAL LAVAGE (DPL) PADA TRAUMA ABDOMEN Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan perkuliahan Traumatologi Dosen pembimbing: Nurma Afiani S.Kep. Ns Disusun oleh: Kelompok 4 (7 dan 8) Nurul hidayati P. R Mardiah R Utami Rika Heridayana Fila Vidianata Ummul Ainiah Wulandari Yohana M. S Lowa Yuni Qomariah Sitti R.

description

essay DPL

Transcript of RANGKUMAN DPL lhala

Page 1: RANGKUMAN DPL lhala

DIAGNOSTIK PERITONEAL LAVAGE (DPL) PADA TRAUMA ABDOMEN

Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan perkuliahan Traumatologi

Dosen pembimbing: Nurma Afiani S.Kep. Ns

Disusun oleh: Kelompok 4 (7 dan 8)

Prodi S1 Ilmu Keperawatan

STIKES Widyagama Husada

Malang

2013

Nurul hidayati P. R

Mardiah R Utami

Rika Heridayana

Hairanitasari

M. sayaiful Islam

Zaenudin Ahmad

Fila Vidianata

Ummul Ainiah

Wulandari

Yohana M. S Lowa

Yuni Qomariah

Sitti R. Ayuandira Uar

Page 2: RANGKUMAN DPL lhala

PENDAHULUAN

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) adalah sebuah prosedur diagnostik invasif yang

cepat dengan keakuratan yang tinggi dalam pemeriksaan dan evaluasi perdarahan pada

intraperitoneal (hemorrage intraperitoneal) atau ruptur viseral, DPL berperan penting dalam

pemeriksaan trauma abdomen tumpul maupun trauma abdomen akibat tertusuk atau

robekan. Pemeriksaan DPL dengan membagi abdomen menjadi 4 kuadran pemeriksaan,

memberikan hasil sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan trauma intraabdominal dengan

sangat baik (Root HD et all, 1965 dalam review DPL). Dalam beberapa penelitian yang

dilakukan pemeriksaan trauma abdomen dengan penggunaan teknik DPL memberikan

akurasi diagnostik 98%-100%, sensitivitas 98-100% dan spesifitas 90-96%. Hasil DPL

dinyatakan positif pada trauma abdominal tumpul jika hasil pemeriksaan aspirasi terdapat 10

ml darah sebelum pemasukan cairan lavase, eritrosit > 100.000 RBC/ml, >500 WBC/ml

serta peningkatan amilase, empedu, bakteri, peningkat Hasil positif palsu dapat terjadi jika

invasiv dilakukan melalui jalan intraumblikal digunakan pada pasien fraktur pelvis, selain itu

harus diperhatikan bahwa sebelum prosedur DPL dilakukan vesica urinaria dan lambung

harus dalam keadaan kosong. (http.saniracman.2009)

Trauma fisik merupakan salah satu faktor penyebab kematian ke-4 didunia, dan

merupakan salah satu faktor mortalitas dan morbiditas pada anak muda dan orang dewasa

<45 tahun dinegara berkembang, sedangkan trauma abdomen sendiri merupakan peringkat

ketiga penyebab kematian setelah cedera kepala dan cedera dada. (http: infokedokteran)

Dalam mekanisme trauma dengan trauma ganda, bagian tubuh abdomen merupakan

bagian yang sering mengalami cidera, organ yang sering terkena cedera pada trauma

penetrasi adalah hepar dan pada trauma tumpul adala lien/limfa. Untuk menentukan

kerusakan pada daerah viseral dibutuhkan salah satu prosedur diagnostik yang cepat dan

tepat dalam memberikan diagnostik pada kerusakan abdomen dan peritonium, terdapat

beberapa metode diagnostik yang sering digunakan untuk menidentifikasi injury abdomen

diantaranya Focused Abdominal Sonography For Trauma (FAST), Computed Tonografi (CT

Scan), USG dan DPL merupakan teknik diagnostik pada trauma abdoment yang dapat

memberikan gambaran adanya kerusakan pada daerah abdoment. DPL merupakan salah

satu teknik diagnostik trauma abdoment dengan terknik invasive dengan memberikan hasil

spefikasi dan sensitifikasi yang cukup akurat. Kemudian akan dibahas secara ringkas dan

padat dalam tinjauan teori mengenai trauma abdoment meliputi: defenisi, etiologi,

patofisiologi, management trauma abdomen, dan teknik diagnostik menggunakan

mekanisme Diagnostik Peritonel Levage.

Page 3: RANGKUMAN DPL lhala

TINJAUAN TEORI

Defenisi Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk

(Ignativicus & Workman, 2006).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang

mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat

(hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh –

pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat

Bedah Indonesia, 13 Juli 2000)

Terjadinya injuri intraabdominal harus dikenali, ditangani dan didokumentasi dengan

segera. Trauma penetrasi abdomen sering memerlukan penanganan pembedahan cepat.

Sedangkan trauma abdomen tumpul yang memiliki tanda dan gejala yang tidak tampak,

terkadang dianggap tidak membahayakan namun berpotensial menyebabkan kematian.

Akibat yang dapat terjadi karena trauma abdomen baik trauma tumpul maupun trauma

penetrasi dapat menyebabkan 2 masalah yang mengancam nyawa yaitu hemorrage

(perdarahan), dan infeksi.

Anatomy abdomen

Anatomi abdomen secara umum dibagi menjadi 3 regional yaitu: intrathoracic abdomen,

yang terdiri dari bagian abdomen sejati dan daerah retroperitoneal. Bagian thoracic

abdomen meliputi diafragma dan organ yang terdapat dibawah tulang costa meliputi liver,

galdbladder, limfa, lambung dan usus tranversal, True abdomen meliputi usus kecil dan

usus besar, sebagain dari hati, dan kantung empedu, dan pada wanita terdapat pula uterus,

tuba falopi, dan ovarium yang terdapat pada daerah pelvic dan regio retroperitoneal

abdomen terletak didaerah posterior abdomen dibelakang intrathoracic abdomen dan true

abdomen, daerah ini dipisahkan dengan abdomen bagian luar dengan membran peritoneal,

yang terdapat didalamnya ginjal, ureter, pankreas, duodenum posterior, colon desenden

dan acenden, aorta abdominal, dan vena cava inverior, organ-oragan pada regio

retroperitonel ini jarang mengalami injuri ketika terjadi trauma karena posisinya yang terletak

jauh dari bagian anterior tubuh. (figure dalam abdominal trauma 2011)

Page 4: RANGKUMAN DPL lhala

Patofisiologi cedera abdomen

Trauma pada bagian tubuh merupakan suatu mekanisme dimana terjadi kontak

antara energi eksternal dengan tubuh manusia, dimana beratnya trauma dipengaruhi oleh

besarnya energi yang diteruskan kejaringan bagian tubuh yang terpapar, kemudian

besarnya energi yang sama akan ditranspor ke organ bagian dalam yang menyebabkan

injuri, hal ini juga berlaku pada trauma abdomen. Secara garis besar proses terjadinya

trauma abdominal diklasifikasikan menjadi 2 yaitu trauma nonpenetrasi (trauma tumpul) dan

trauma penetrasi yang mana kedua penyebab tersebut dapat menyebabkan trauma/ injury

pada daerah abdomen baik hanya pada daerah dinding abdomen atau hingga injuri pada isi

abdomen. (Suddarth and Burner, 2002)

Trauma abdomen nonpenetrasi

Trauma abdomen nonpenetrasi dikelompokkan menjadi 2 mekanisme utama yaitu tenaga

kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi.

Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman

langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi, hantaman yang terjadi

mengakibatkan sobekan dan hematom subkapsular pada organ padat visera (limfa dan hati)

(White and H. Atur., 2011) selain itu dapat meningkatkan tekanan intralumen pada organ

berrongga (intestinum) dan menyebabkan ruptur. Trauma akibat hantaman ini terbagi dalam

3 mekanisme injuri yang pertama adalah ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan

pergerakan yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya, kekuatan

hantaman menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi

ruptur, terutama yang berada di daerah hantaman. Yang kedua adalah ketika isi dari intra

abdomen terhimpit antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis atau posterior

kavum thorak, hal ini dapat merusak organ-organ padat visera seperti hepar, limpa dan

ginjal. Dan ketiga adalah kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan

tekanan intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi ruptur

organ. Pada pasien trauma abdomen terjadinya jejas pada abdomen disebabkan karena

terhimpitnya pasien saat terjadi kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya himpitan

pada organ intra abdomen antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis.

(Salomone & Salomone,2011).

Tenaga deselerasi menyebabkan renggangan dan sobekan linier organ-organ yang

terfiksasi dan pembuluh darah. Cidera deselerasi klasik termasuk hepatic tear sepanjang

ligamentum teres dan cidera intima pada arteri renalis (Salomone & Salomone.2011).

Page 5: RANGKUMAN DPL lhala

Trauma abdomen penetrasi

Trauma penetrasi disebabkan oleh tembakan dan luka akibat tusukan, luka tembakan pada

abdomen dapat menyebabkan injury langsung pada organ dan pembuluh darah selanjutnya

peluru yang masuk kedalam tubuh dapat memancarkan pecahan-pecahan dari peluru

tersebut sehingga merusak organ viceral disekitarnya. Hal ini disebut sebagai blast efect.

(white and H. Arthur. 2011)

Terjadinya trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi pendarahan

intra abdomen yang serius, akibat kerusakan limfa dan hati sehingga proses heostasispun

terganggu serta terjadi iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya

gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-

tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma

abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen

tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan

mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya

tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-

tanda tidak khas yang muncu. (Salomone & Salomone,2011).

Management Cedera abdomen

Semua korban yang mengalami trauma ganda, abdomen merupakan bagian yang

tersering mengalami cedera yang dapat meyebabkan injuri pada bagian interabdominal.

Pasien dengan trauma abdomen harus ditangani dengan tepat, cepat, dan akurat agar

dapat menurunkan resiko terjadinya shok hemorragik akibat perdarahan pasif maupun aktif.

Penangan pasien yang tepat pada kala preoperatif meningkatkan prevalensi survive pada

pasien hingga pasien mendapatkan perwatan lanjutan dirumah sakit.

Stabilisasi Trauma Abdomen

Penangan awal saat terjadinya kejadian pada trauma prehospital dengan kasus trauma

abdomen prerioritas utama yang harus dilakukan adalah dengan memberikan pertolongan

primary suvey, dengan memberikan bantuan pelaksanaan (A) air way, (B) breathing, and

Circulating. Pada pasien trauma intraabdomen, yang harus diperhatikan adalah pemberian

oksigen tekanan tinggi, serta pernafasan adekuat pada pasien shock akibat perdarahan.

Pada penangan selanjutnya pasien harus segera diberikan Spinal Motion Restriction

(SMR), teknik pemberian SMR ini berupa pemasangan 2 IV line yang besar dengan

pemberian normal saline, jika tekanan darah sistolik dibawah 90 mmHg diikuti tanda syok,

pemberian resusitasi cairan dapat mempertahankan tekanan darah sistolik pasien antara

80-90 mmHg. Pemberian SMR yang berlebihan dapat mencegah pembekuan darah dan

atau menurunkan faktor pembekuan darah, dari kedua faktor tersebut dapat memperburuk

Page 6: RANGKUMAN DPL lhala

perdarahan. Pemberian SMR tidak disarankan pada pasien trauma penetrasi abdomen

tanpa ada gejala penurunan kesadaran dan shok.

Pada pasien trauma abdomen pertahankan posisi pasien pada brangakar atau long back

board, trauma penetrasi abdomen dengan pengeluaran organ viceral (protrusi) maka tutup

organ-organ protrusi dengan hati-hati menggunakan kassa steril atau bersih yang dibasahi

air/saline. (thygerson et all. 2011) jaga agar organ protrusi tetap dalam keadaan basah, jika

pasien ditransportasikan dalam waktu yang lama maka stabilisasi organ protrusi

menggunakan pembungkus plastik yang didalamnya terdapat kain/kassa yang sudah

dibasahi, sehingga tidak terjadi kekeringan pada organ viceral yang keluar dan dapat

menyebabkan kerusakan menetap. Serta tidak mencabut benda yang tertancap pada

abdomen, stabilisasikan benda yang tertancap dengan kassa tebal. (white and H. Arthur.

2011. Thgerson et all 2011).

Diagnostik Peritonel Lavage

Terdapat beberapa metode dalam mendiagnostik kerusakan intraabdomen pada trauma,

diantaranya dengan USG, CT scan, pengukuran TIV (tekanan intra vesikel), serta laparatomi

sebagai gold standar. Diagnostik Peritoneal Lavage merupakan suatu metode diagnostik

invasive yang cepat dalam menegakkan terjadinya kerusakan dan pendarahan yang

terdapat dalam organ intraabdomen juga berguna untuk pasien dimana pemeriksaan

abdomen lebih lanjut tidak dapat dilakukan (Feldman, 2006). Dengan teknik yang mudah,

cepat, dan tidak membutuhkan suatu peralatan yang khusus dengan sensitifitas >95% dan

komplikasi sekitar 1% sering digunakan dalam dunia medik namun hasilnya yang tidak

menunjukan spesifikasi organ, dan regional abdomen yang mengalami kerusakan

menyebabkan metode DPL saat ini digantikan dengan penggunaan peralatan canggih

dalam mendiagnostik kerusakan abdomen.

Penatalaksanaan DPL

Indication

a. Pasien dengan cedera medulla spinalis

b. Cedera multipel dan syok akibat ketidak stabilan hemodinamik atau

para/quadriplagia yang dicurigai mengalami trauma abdomen

c. Pasien dengan cedera abdomen

d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen

e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi yang lebih

panjang untuk prosedur yang lain.

Page 7: RANGKUMAN DPL lhala

Kontra indikasi

Kontraindikasi absolut pada DPL adalah pembedahan abdomen untuk laparatomi yang

sudah direncanakan, kontraindikasi relatif yaitu pemasukan faktor koagulopathy

sebelumnya, sirisis lanjut, riwayat pembedahan abdomenmultipel, morbid obesitas, fractur

pelvis dan kehamilan lebih dari trisemester pertama.(S jill and A jhon, 2009).

Prosedur DPL

Terdapat 3 cara dalam pelaksaanaan metode DPL, yaitu metode terbuka, metode semi

terbuka, dan metode tertutup. Metode terbuka menggunakan insisi vertikal kulit infraumblikal

yang luas melalui linea alba, kemudian peritoneum dibuka menggunakan scalpel dan kateter

dimasukkan secara langsung pada bagian dalam peritoneal. Metode semi terbuka memiliki

kesamaan dengan teknik terbuka namun pada teknik semi terbuka dengan memasukkan

jarum dengan kateter jarum pada daerah tengah fascia dengan menggunakan teknik

seldinger.dan metode tertutup dengan memasukkan kateter tanpa membuka kulit

infraumblikal, menembus kulit, jaringan subkutan, linea alba dan peritonium. (cue ett all and

lopez et all dalam jurnal)

Prosedur pelaksanaan DPL

Siapkan pasien, tempatkan pada tempat yang datar dengan posisi supine

Pilih area yang akan dinsisi sepertiga jarak antara umblikus dengan simfisis pubis

masukkan NG pada kateter dialisis

Bersihkan area dibawah umblikus dengan cairan antiseptik

Berikan anestesi lokal epinefrin dengan 1% xylicaine diarea tengah dibawah

umblikus

Lakukan insisi vertikal dibawah umblicus (sekitar 2 cm)

Insisi dilakukan hingga pada fascia, hingga terihat lapisan peritonium. (Hati-hati

dengan terjadinya perdarahan yang tidak terkontrol, perdarahan dari luka insisi yang

terjadi dapat mengkontaminasi peritoneal dan menyebabkan hasil positif palsu).

Buka lapisan yang sudah diinsisi dan pertahankan dengan menggunakan 2 klemp,

kemudian lakukan insisi kecil pada lapisan peritonium

Masukkan kateter dialisis perlahan kedalam rongga abdomen hingga kedinding

anterior abdomen, melewati fascia (jaringan ikat yang kuat) di garis tengah linea

alba, hingga terasa “POP” yang menunjukan kanul telah menembus fascia.

Arahkan kateter ke kanan dengan sudut 45 derajat kepelvis

Pasang syringe pada kateter dan aspirasi jika terdapat darah (>10ml) maka positif

perdarahan intraabdomen atau tidak terdapat cairan gastrointestinal, maka

masukkan 100ml cairan isotonik pada orang dewasa, (10ml/kg pada pasien

pediatrik)

Page 8: RANGKUMAN DPL lhala

Sediakan 1 botol infus yang kosong dilantai sebagai tempat cairan aspirasi,

membuat satu katub aliran balik pada kateter IV yang digunakan

Jika tidak terdapat cairan yang teraspirasi, plintir kateter kemudian lepaskan untuk

sementara kemudian masukkan kateter kembali. Jika cairan yang teraspirasi sedikit,

masukkan lagi cairan isotonik.

Jika telah mendapatkan cairan aspirasi sesuai kebutuhkan lepaskan cateter, dan

jahit daerah yang diinsisi. Cairan yang telah teraspirasi kemudian dikirim segera ke

labolatorium.

Hasil pemeriksaan

Pada trauma abdomen nonpenetrasi (tumpul) hasil postif jika, terdapat darah kotor >

10 ml, > 100,000 RBC/mm3, > 500 WBC/mm3, amilase >100 unit, terdapat kotoran

pencernaan dan adanya bakteri gram positif.

Pada trauma abdomen penetrasi, hasil positif jika terdapat gumpalan darah >5ml, >

5000 RBC/mm3, >500 WBC/mm3, serta adanya amilase >100 unit

Interpretasi

Pada hasil pemeriksaan terdapat aspirasi darah kotor atau kotoran hasil pencernaan

maka pelaksanaan laparatomi harus segera dilaksanankan, jika tidak ditemukan hasil

seperti diatas maka pemeriksaan jumlah sel darah harus segera diperoleh, waktu yang

diperlukan unuk mendapatkan hasil labolatorium ±30 menit, jika kondisi memburuk selama

menunggu hasil pemeriksaan maka pelaksanaan laparatomy tidak boleh ditunda.

Komplikasi

Komplikasi DPL termasuk perdarahan dari insisi dan tempat masuk kateter, infeksi

(luka peritoneal), dan cidera pada struktur intra abdomen (seperti vesika urinaria, usus

halus, uterus). Infeksi pada insisi, peritonitis dari tempat kateter, laserasi pada vesika

urinaria, atau cidera organ-organ lain intra abdomen dapat muncul dan mengakibatkan hasil

positif palsu. Hasil positif palsu dapat memicu laparotomi yang tidak diperlukan

(King&Bewes,2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari sebagian besar pelaksanaan DPL yang

dilakukan hanya sebagia kecil yang mengalami komplikasi, dalam suatu studi kasus yang

dilakukan dari 2,500 pelaksaan DPL hanya 0,8- 1,7 % mengalami komplikasi. (S jill. 2009)

PEMBAHASAN

Page 9: RANGKUMAN DPL lhala

Setiap keadaan trauma abdomen pengambilan diagnostik yang tepat untuk

mendaptkan penangan awal yang tepat, cepat, akurat sangat diperlukan dalam upaya

mempertahankan kehidupan pasien, tujuan utama penatalaksanaan pada trauma abdomen

adalah mencegah terjadinya perdarahan hingga syok dan terjadinya infeksi. pemeriksaan

Diagnostik untuk menentukan terjadinya hemoragik pada intraabdomen dilakukan segera

mungkin untuk menghindari kerusakan organ viceral dan indikasi dilakukannya laparatomi.

Terdapat beberapa metode diagnostik yang dapat digunakan dalam mendiagnosa

injury trauma abdomen, diantaranya USG, CT scan, FAST, Metode Pengukuran Tekanan

Intra Vesikal (TIV) serta Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL). Setiap metode diagnostik

memiliki kelebihan dan kekurangan, dengan berkembangnya zaman dan proses kerja yang

cepat saat ini penggunaan metode diagnostik secara manual (DPL dan TIV) mulai

ditinggalkan dan diggantikan dengan metode diagnostik otomatis (USG, CT scan, FAST dll),

(Soemarko M, 2004 UB), namun bila membandingkan keakuratan hasil antara metode

diagnostik manual dan otomatis tidak memiliki perbandingan yang signifikan, penggunaan

metode DPL memiliki keakuratan hasil yang yang cukup baik, akurasi diagnostik 98%-

100%, sensitivitas 98-100% dan spesifitas 90-96%. (http.saniracman.2009) dengan

kemungkinan komplikasi 0,8-1,7%. Sedangkan pada pemeriksaan USG memilki keakuratan

hasil pemeriksaan 80-95%. (Soemarko M, 2004 UB).

DPL (Diagnostik Peritoneal Lavage) merupakan metode diagnostik invasive pada abdomen

dengan mamasukkan kateter ke intraabdomen untuk memeriksa dengan mengaspirasi

adanya perdarahan pada abdomen, penatalaksanaanya yang mudah, cepat, tidak

membutuhkan peralatan yang mahal dan tim ahli diamana semua tenaga medik terlatih

dapat melakukan dan keakuratan hasil yang baik, sehingga metode ini telah digunakan

secara luas, dan sangat efektif dilakukan dengan kondisi ketitidak sediaan peralatan

diagnostik lain. Kekurangan DPL adalah metode ini bersifat Invasive dan tidak spesifik

menunjukan organ yang mengalami kerusakan serta memerlukan waktu untuk mendapatkan

hasil dari pemeriksaan labolatorium dan persiapan langsung untuk melakukan laparatomi.

CT scan, USG dan FAST merupakan metode diagnostik yang cukup efektif untuk

menegakkan diagnostik adanya kerusakan abdomen, spesifikasi lokasi kerusakan dan

organ viceral yang mengalami kerusakan, serta hasil yang dapat diketahui saat pemeriksaan

dilakukan merupakan keuntungan dalam penggunaan metode tersebut, namun

ketersediaannya yang terbatas di Indonesia dan tidak semua tempat pelayanan kesehatan

memiliki peralatan tersebut, disamping itu lebih mahal dan memerlukan operator yang

terlatih dan ahli dibidangnya merupakan pertimbangan untuk menggunakan metode DPL

sebagai metode pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan segera untuk menentukan injury

abdomen dan pengambilan keputusan untuk pelaksanaan laparatomi..

Page 10: RANGKUMAN DPL lhala

Lavase peritoneal diagnosis (LPD) suatu metode untuk menunjang menegakkan

diagnosis dari cedera intra abdomen telah digunakan secara luas karena dianggap cukup

obyektif dalam menilai adanya cedera intra abdomen. Tehniknya relatif muda