Rancangan Proposal

43
RENCANA PENELITIAN JUDUL PENELITIAN : EKSTRAKSI DAN ISOLASI KOMPONEN KIMIA PADA RAMBUT JAGUNG (Maidis stigmata) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS NAMA MAHASISWA : TRIA RAMADHANA HAERUDDI NOMOR MAHASISWA : PO. 71. 3. 251.12.3.047 PEMBIMBING PERTAMA : DJUNIASTI KARIM, S.Si, M.Si , Apt. PEMBIMBING KEDUA : ARISANTY, S.Si, M.Si, Apt. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sudah menggunakan tanaman sebagai obat sejak dimulainya peradaban, yang awalnya tanaman digunakan sebagai sumber makanan. Seiring dengan perkembangan peradaban, tanaman tersebut selain digunakan untuk makanan juga digunakan sebagai obat. Saat itu penggunaannya masih berdasarkan empiris atau informasi secara turun-temurun. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membantu 1

description

farmasi

Transcript of Rancangan Proposal

RENCANA PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KOMPONEN KIMIA PADA RAMBUT JAGUNG (Maidis stigmata) SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNAMA MAHASISWA: TRIA RAMADHANA HAERUDDINOMOR MAHASISWA : PO. 71. 3. 251.12.3.047PEMBIMBING PERTAMA : DJUNIASTI KARIM, S.Si, M.Si , Apt.PEMBIMBING KEDUA : ARISANTY, S.Si, M.Si, Apt.

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangManusia sudah menggunakan tanaman sebagai obat sejak dimulainya peradaban, yang awalnya tanaman digunakan sebagai sumber makanan. Seiring dengan perkembangan peradaban, tanaman tersebut selain digunakan untuk makanan juga digunakan sebagai obat. Saat itu penggunaannya masih berdasarkan empiris atau informasi secara turun-temurun. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membantu menginformasikan tentang kebenaran khasiat tanaman obat. Menurut salah satu peneliti tumbuhan dari Jerman, Johann Wolfgang Goethe (1749-1832), menyebutkan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang harus kita ketahui untuk memahami suatu tanaman. Dengan makin berkembangnya ilmu kimia, sekarang dapat dengan mudah mengidentifikasi sejumlah besar komponen kimia dalam suatu tanaman ataupun bagian tanaman, meskipun belum jelas mengapa senyawa-senyawa kimia tersebut dihasilkan oleh suatu tanaman ataupun mengapa tanaman tetap memelihara kesatuan holistik sekalipun komposisi berubah selama perubahan musim dan perubahan pertumbuhan. Beberapa tanaman obat tradisional ternyata secara ilmiah terbukti khasiatnya, selain digunakan dalam bentuk utuh atau hasil olahannya juga mulai diketahui senyawa/golongan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman obat tersebut. Senyawa tersebut akhirnya diisolasi dan dalam bentuk murni yang saat ini dapat digunakan sebagai sumber pengembangan obat baru. (Munim dan Hanani, 2011) Obat tradisional adalah bahan obat atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan. Penggunaan tanaman obat sebagai obat alternatif dalam pengobatan di masyarakat semakin meluas, sehingga diperlukan penelitian agar penggunaannya sesuai dengan kaidah pelayanan kesehatan, yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang khasiat, keamanan dan standar kualitasnya WHO (2000).Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu tahap dalam kegiatan perkembangan ilmu yang dilaksanakan untuk mencapai kemajuan khususnya obat tradisional yang umumnya terdiri dari tanaman obat, ada sebagian yang sudah dimanfaatkan dan ada pula yang belum dimanfaatkan, karena belum diketahui khasiatnya.

Salah satu tanaman berkhasiat obat yang telah banyak dimanfaatkan adalah Jagung (Zea mays L.), tetapi belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa rambut jagung (Maidis stigmata) juga berkhasiat sebagai obat . Rambut jagung merupakan limbah dari industri pangan, namun dapat dikonsumsi sebagai obat karena mengandung zat berkhasiat seperti saponin, flavonoid dan alatonin, Penelitian-penelitian sebelumnya yang berbeda tempat telah membuktikan bahwa ekstrak rambut jagung memiliki banyak khasiat. Beberapa diantaranya adalah efek diuretik dan daya larut batu ginjal dari ekstrak etanol rambut jagung (Nesaa dkk, 2013), penentuan kandungan fenolik total dan aktivitas antioksidan dari rambut jagung (Samin dkk, 2013), dan uji toksisitas akut ekstrak air rambut jagung ditinjau dari LD 50 dan pengaruhnya terhadap fungsi hati dan ginjal pada mencit (Nuridayanti, 2011), dekok rambut jagung (Zea mays) efektif dalam menurunkan kadar kolesterol tikus putih (Utariningsih dkk, 2007), akan tetapi adanya variasi tempat tumbuh mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar yang memungkinkan dapat mempengaruhi kualitas kandungan senyawa dalam tumbuhan.

Dari data ini maka akan dilakukan penelitian terhadap komponen kimia yang terdapat dalam rambut jagung yang diambil dari Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dengan cara diekstraksi secara maserasi kemudian diidentifikasi dengan KromatografiLapisTipis.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan adalah berapa banyak komponen kimia berdasarkan senyawa polar dan non polar yang terdapat dalam ekstrak rambut jagung ?

C. Tujuan Penelitian1. Mengekstraksi kandungan kimia rambut jagung dengan pelarut Metanol, Dietil Dter dan n-Butanol.2. Menentukan komponen kimia senyawa polar dan non polar yang terkandung dalam rambut jagung dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.

D. Manfaat Penelitian1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya.2. Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan sekaligus tambahan pengetahuanbagi penulis yang dapat diaplikasikan dalam pengabdian masyarakat.3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data, sehingga penggunaannya sebagai obat dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tumbuhan1. Klasifikasi Jagung (Warisno, 2007)Kingdom:Plantae(tumbuhan)Divisio : SpermatophytaSubdivisi:AngiospermaeKelas:MonocotyledoneOrdo:GraminaeFamilia:LappoaceaeGenus:ZeaSpesies :Zea mays L. 2. Nama LokalNama simplisia: Maidis stigmata : rambut jagung 3. Morfologi Tumbuhan (Redaksi Agromedia, 2008)Merupakan tanaman berumpun, tegak, system perakaran serabut, dan tingginya 1,5 m. Batang berbentuk bulat, massif, tidak bercabang, dan berwarna kuning atau jingga. Daun tunggal, berbentuk bulat panjang, letak berseling, ujung runcing, tepi rata, panjang 35-100 cm, lebar 3-12 cm, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berumah satu, bunga jantan dan betina berbentuk bulir, terletak diujung batang dan ketiak daun, serta berwarna putih. Buah berbentuk tongkol, panjang 8-20 cm, dan berwarna hijau kekuningan. Biji lonjong, warna bervariasi dari putih, kuning, merah atau keunguan, hingga hitam. 4. Bagian yang DigunakanRambut Jagung5. Khasiat dan Manfaat (Redaksi Agromedia, 2008)Sifat khas agak manis, berkhasiat sebagai antilitik, diuretik, hipotensif. Digunakan untuk mengobati batu empedu, batu ginjal, busung air pada radang ginjal, busung perut, hepatitis, kencing manis, radang kandung empedu, sirosis, dan tekanan darah tinggi. 6. Kandungan Kimia (Redaksi Agromedia, 2008)Rambut mengandung saponin, zat samak, flavonoid, minyak atsiri, minyak lemak, alatonin, dan zat pahit.

B. Uraian Ekstraksi

1. EkstraksiEkstraksi berasal dari bahasa latin extraction atau extrahere yang berarti menarik keluar, yang diekstraksi adalah senyawa aktif dari tumbuhan atau hewan baik yang susunannya kompleks atau tidak (Ibrahim, dkk). Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Astriani, 2014).Ekstraksi terdiri dari beberapa cara yaitu : penyarian, diperas atau dipres dan destilasi. Senyawa yang berkhasiat biasanya larut dalam satu atau lebih pelarut, sehingga dalam pengerjaannya harus memilih pelarut yang paling tepat untuk memperoleh zat aktif yang diinginkan. Senyawa aktif yang berkhasiat biasanya terdapat dalam tumbuhan atau hewan antara lain : alkaloida, tannin, resin, oleoresin, minyak lemak dan minyak atsiri. Selain senyawa yang berkhasiat suatu bahan baku tumbuhan atau hewan juga mengandung senyawa yang tidak diinginkan dari hasil ekstraksi, contohnya bahan-bahan semacam gula, pati, gom, lendir, albumin, protein, pektin, lemak dan selulose, tetapi justru bahan-bahan tersebut ikut juga tersari. Apabila hal tersebut terjadi maka diperlukan proses isolasi untuk senyawa yang diinginkan saja. Proses awal ekstraksi didahului dengan menyingkirkan senyawa yang tidak diperlukan dan akan mengganggu dalam proses penyarian. Misalnya lemak, apabila tidak dipisahkan terlebih dahulu, lemak dapat mengganggu proses penyarian senyawa yang berkhasiat. Pemisahan lemak ini dilakukan dengan melarutkannya pelarut heksan atau petroleum eter, proses ini dikenal sebagai membalsemkan bahan baku (Ibrahim dkk, 2014).Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :a. Jumlah simplisia yang akan diekstrak.b. Derajat kehalusan simplisia. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal.c. Jenis pelarut yang digunakan. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama.Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair disebut dengan menyari simplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari yang langsung (Astriani, 2014).a. Bentuk bahan baku yang disariBentuk bahan baku yang akan disari sangat penting dalam pemilihan metode ekstraksi, tekstur bahan baku menentukan cara penyarian, terutama jika metode yang dipilih belum tentu dapat digunakan untuk bahan yang berbeda. Seperti metode maserasi, infudasi, digesti, perkolasi, refluks. Apabila bahan baku segar dikeringkan, air yang terkandung dalam jaringan menguap, dan dingin serta rongga sel mengkerut, bersamaan dengan itu bahan yang terlarut dalam air mengkristal dalam sel, mengendap atau menjadi padatan amorf. Apabila bahan yang kering direndam dalam air atau pelarut (menstruum) hidroalkoholik sel menjadi pulih, disebabkan karena pelarut terabsorbsi sehingga sel mengembang dan bahan yang mengendap atau mengkristal menjadi larut kembali. Senyawa aktif yang berada dalam sel lebih mudah dikeluarkan bila bahan baku dipotong-potong atau diserbukkan, untuk memperluas kontak senyawa aktif dengan larutan pelarut. Hal ini membuat dinding sel menjadi pecah sehingga senyawa aktifnya keluar.

b. Melembabkan serbukApabila serbuk tersebut akan disari, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan ialah melembabkan serbuk tersebut. Secara lambat dan alami dengan penambahan sedikit pelarut terlebih dahulu akan mengembalikan sel pada keadaan semula. Jika tidak dilembabkan terlebih dahulu bahan kering tersebut lambat mengembang dan terjadi tekanan larutan penyari dari berbagai arah terhadap sel, sehingga sel tidak dapat menampung larutan penyari yang menyebabkan hanya serbuk bagian luar saja yang terbasahi dan serbuk yang basah cenderung membentuk lapisan film penghalang masuknya larutan penyari ke dalam serbuk yang kering. Pada skala kecil melembabkan serbuk dengan penyari sebagian kecil, biasanya dengan dua kali bobot serbuk, dapat dilakukan dengan tangan atau pengaduk bukan logam (kayu atau porselin). Jumlah penyari sebanyak duakalinya tersebut sudah cukup mengembalikan sel yang kering ke kondisi asalnya, untuk lebih meyakinkan bahwa pelembaban cukup, biarkan bahan tersebut selama 5-15 menit dalam wadah tertutup dan ditempatkan di tempatkan di tempat yang sejuk. Apabila yang dilembabkan dalam jumlah besar, maka harus digunakan mixer yang kuat.

2. Mekanisme Ekstraksi Zat Aktif pada Sel TanamanMekanisme terekstraksinya senyawa dari dalam sel. Cairan penyari (menstruum) akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif, yang akan larut dalam cairan penyari karena adanya perbedaan konsentrasi larutan senyawa aktif di dalam dan diluar sel, sehingga larutan senyawa aktif akan berdifusi ke luar sel. Sementara pada saat yang sama cairan penyari dari luar sel kembali memasuki rongga sel. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi larutan dalam sel. Penggantian cairan penyari diperlukan bila larutan penyari menjadi jenuh, sedangkan masih terdapat senyawa aktif dalam bahan baku yang belum seluruhnya tersari keluar (Ibrahim dkk, 2014).

C. Uraian Metode PenyarianPemilihan metode penyarian secara khusus atau spesifik berhubungan dengan bahan baku, atau bahan aktif yang akan disari. Bahan baku tumbuhan yang dapat disari mulai dari akar (radix), bahan kayu (lignum), klika (cortex), daun (folium), biji (semen), bunga (flos), dan buah (fructus). Bahan baku ini ada yang keras setengah keras hingga yang lunak, dengan demikian pemelihan metode penyarian juga tergantung dari bahan tersebut. Pada dasarnya penyarian dapat dilakukan dengan cara panas atau dingin. Secara teknis, metode ekstraksi dapat dibedakan dalam 2 cara yaitu, cara dingin dan cara panas. Yang termasuk cara dingin yaitu maserasi, perkolasi dan sohxletasi, sedangkan dengan cara panas yaitu refluks, infudasi dan destilasi (Ibrahim dkk, 2014).

Metode Ekstraksi Secara DinginMetode ekstraksi secara dingin adalah metode ekstraksi yang didalam proses kerjanya tidak memerlukan pemanasan. Metode ini dipergunakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan bahan-bahan yang mempunyai tekstur yang lunak atau tipis. Metode ini terbagi menjadi :1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperature ruangan (Depkes RI, 2000).Proses maserasi merupakan metode yang alatnya paling sederhana, yaitu cukup menggunakan bejana, toples kaca ataupun logam anti karat. Bahan baku yang sudah dibuat serbuk dilembabkan terlebih dahulu, lalu kemudian dituangi cairan penyari. Jumlah penyari yang diperlukan untuk metode ini hanya untuk cukup merendam bahan baku hingga di atas bahan baku setinggi 2-3 cm dari serbuk yang di rendam dalam bejana meserasi. Bahan dalam bejana dibiarkan selama 15 hari di tempat sejuk pada suhu 15o C hingga 20oC dan sekali-kali diaduk, dilakukan penggantian pelarut 2-3 kali hingga terekstraksi sempurna (Ibrahim dkk, 2014).Metode maserasi dapat dilakukan modifikasi seperti berikut :1. Modifikasi maserasi melingkarMaserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar (berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata.Keuntungan cara ini adalah :a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.2. Modifikasi maserasi digestiMaserasi digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40o-50oC. Cara ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.Dengan pemanasan akan di peroleh keuntungan seperti :a. Kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi.3. Modifikasi maserasi melingkar bertingkatMaserasi melingkar bertingkat sama dengan maserasi melingkar tetapi pada meserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan beberapa bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan penyari setiap bejana berbeda-beda.4. Modifikasi remaserasiRemaserasi adalah penyaringan yang dilakukan dengan membagi dua cairan yang digunakan, kemudian seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

5. Modifikasi dengan mesin pengadukPenggunaan mesin pengaduk yang dapat berputar terus-menerus waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam maserasi dapat selesai. Keuntungan dari metode ini adalah :a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.b. Biaya operasional relatif rendah.c. Prosesnya relatif hemat penyari.d. Tanpa pemanasan.Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah :a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja.b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari (Astriani, 2014).

2. PerkolasiPerkolasi adalah metode penyarian granul atau serbuk dengan menarik senyawa aktifnya menggunakan pelarut yang sesuai, terjadinya ekstraksi pada saat pelarut turun melaluinya (Ibrahim dkk, 2014).Metode perkolasi biasanya digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya mudah terekstraksi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak, sedangkan kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.Penyarian senyawa aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan kedalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari akan melarutkan zat aktif ke dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan diatas , dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan kemudian dipekatka (Irawati, 2010).

3. SoxhletasiSoxhletasi merupaka penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali kedalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon, prinsip metode ekstraksi ini yaitu menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan metode soxhletasi : 1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. 2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit. 3. Pemanasannya dapat diatur.Kerugian metode soxhletasi :1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. 2. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. 3. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti methanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperature ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Irawati, 2010).

Metode Ekstraksi Secara Panas Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang didalam prosesnya dibantu dengan pemanasan. Pemanasan dapat mempercepat terjadinya proses ekstraksi karena cairan penyari akan lebih mudah menembus rongga-rongga sel simplisia dan melarutkan zat aktif yang ada dalam sel simplisa tersebut. Metode ini diperuntukkan untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang tahan terhadap pemanasan dan simlpisia yang mempunyai tekstur keras seperti kulit, biji, dan kayu. Yang termasuk ekstraksi secara panas adalah :1. RefluksRefluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip kerja refluks yaitu, penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar, sedangkan kerugian dari metode ini adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi operator (Irawati, 2010).

2. Destilasi Uap Air (Steam Destilation)Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa dengan kandungan yang mudah menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial, digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih mencapai 200 C atau lebih. Dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Prinsip metode destilasi uap air, penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Irawati, 2010).Berdasarkan proses kerjanya penyulingan dapat digolongkan menjadi 3 cara yaitu :a. Penyulingan dengan airPrinsip kerjanya adalah penyulingan diisi air sampai volumenya hamper separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih sampel dimasukkan ke dalam ketel penyulingan, sehingga air dan minyak atsiri menguap secara bersamaan ke dalam kondensor pendingin dan mengalami pengembunan dan mencair kembali yang selanjutnya dialirkan kea lat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dan air.b. Penyulingan dengan air dan uapPrinsip kerjanya adalah penyulingan diisi air sampai pada batas saringan. Sampel diletakkan di atas saringan, sehingga sampel tidak berhubungan langsung dengan air dimana air yang menguap akan membawa partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke kondensor sehingga terjadi pengembunan dan uap air bercampur minyak atsiri tersebut akan mencair kembali dan selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak atsiri dan air.

3. Penyulingan dengan uapPrinsip kerjanya pada dasarnya sama dengan uap ketel dan ketel penyulingan terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi sampel, sehingga partikel-partikel minyak atsiri pada sampel akan terbawa bersam uap menuju kondensor, selanjutnya diembunkan kemudian mencair dan mengalir ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air (Astriani, 2014).

1. 2. 3. 4. Infus (Infudasi)Infus berasal dari kata Infodare atau infodasi yang berarti menuangi. Farmakope Indonesia menyatakan bahwa infus adalah penyarian yang dilakukan secara panas dengan panci infus yang dilakukan pada suhu antara 90o-98oC selama 15 menit dengan sekali-kali diaduk. Untuk melihat suhu infudasi sesuai ketentuan maka dilakukan pengadukan, selanjutnya diukur suhunya dengan thermometer. Alat infus yaitu berupa panci bersusun, panci bagian bawah diisi air yang pada pemanasan akan mendidih pada suhu 100o C. Sedangkan panci kedua yang diatasnya diisi dengan simplisia dan air, pada saat proses pemanasan, air simplisia tidak mendidih tetapi dapat mencapai suhu 90oC (Ibrahim dkk, 2014).

Rotary EvaporatorRotary evaporator ialah alat yang biasa digunakan di laboratorium kimia untuk mengefisiensikan dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan. Alat ini menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya.Rotary evaporator sering digunakan dibanding dengan alat lain yang meskipun memiliki fungsi sama karena alat ini mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung didalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi.Rotary evaporator bekerja seperti alat destilasi. Pemanasan pada rotary evaporator menggunakan penangas air yang dibantu dengan rotavapor akan memutar labu yang berisi sampel oleh rotavapor sehingga pemanasan akan lebih merata. Selain itu, penurunan tekanan diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar menyebabkan penguapan lebih cepat. Dengan adanya pemutaran labu maka penguapan pun menjadi lebih cepat terjadi. Pompa vakum digunakan untuk menguapkan larutan agar naik ke kondensor yang selanjutnya akan diubah kembali ke dalam bentuk cair.Labu disimpan dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan, kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan, setelah suhu tercapai, labu alas bulat dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotar diputar dengan kecepatan yang diinginkan (Astriani, 2014).

D. Uraian Isolasi Zat AktifKromatografi merupakan suatu metode yang cepat untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa-senyawa pada suatu campuran senyawa yang mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama (Ibrahim, dkk). Prinsip kromatografi ialah pemisahan campuran senyawa atas komponen-komponen bedasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Perbedaan kecepatan perpindahan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing komponen untuk diserap (absorpsi) atau perbedaan distribusi diantara dua fase yang tidak bercampur.Fase diam (stasionary phase) merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam dapat berupa bahan atau poros berpori berbentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapisi pada padatan pendukung dalam hal ini silika gel.Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit yang dapat bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai pembawa gas senyawa yang mudah menguap.Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolarannya. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari plat bentuk silika gel dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan (Astriani, 2014). Kromatografi lapis tipis (KLT) mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : waktu pemisahan lebih cepat, sensitif yang berarti meskipun jumlah cuplikan sedikit tapi tetap masih dapat dideteksi, dan daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna (Yazid E, 2005). Pemisahan komponen suatu senyawa pada kromatografi ini tergantung pada adsorben terhadap masing-masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase diam ( adsorben ) dengan perpindahan kecepatan yang berbeda.Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakandengan angka Rf yaitu :

Angka Rf ( Rate of follow ) menyatakan besaran perbandingankecepatan bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak (pelarut).Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan solute yang sama, hanya akan diperoleh jika menggunakan penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jikapengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. Meskipun dalam prekteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak ratapun dalam daerah yang kecil dari plat.d. Pelarut (dan derajat kemurniannya)fase bergerak.e. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan.f. Tekhnik percobaan. Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat.g. Jumlah cuplikan yang digunakan.h. Suhu.i. Kesetimbangan(Sastrohamidjojo,H.,2007)Dalam kromatografi lapis tipis dilakukan penyinaran sinar UV (Ultra Violet) 366 nm dan penyemprotan H2SO4 10%, dengan prinsip :1. UV 366 NM.Pada UV 366 nm, noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali lagi ke keadaan semula sambil melepaskan energi, sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berflouresensi pada sinar UV 366 nm.2. H2SO4 10%Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser kea rah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata (Astriani, 2014).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan eksperimental laboratorium dengan melakukan serangkaian kegiatan ekstraksi dan isolasi komponen kimia yang terdapat pada rambut jagung dengan metodemaserasi dan kromatografi lapis tipis.

B. Alat dan Bahan1. Alat yang digunakana. Batang pengadukb. Bejana maserasic. Chamberd. Corong pisahe. Erlenmeyerf. Gelas ukurg. Gegep kayuh. Gunting i. Lampu UV 366 nmj. Lempeng silica gelk. Ovenl. Pinsetm. Pipetn. Pipa menotolo. Statif dan klemp. Timbanganq. Vial

2. Bahan yang digunakana. Aluminium foilb. Aquadestc. Benzenad. Chloroforme. Dietil-eterf. Etil asetatg. Etanolh. Metanoli. N-Buthanolj. Sampel rambut Jagung

C. Waktu dan TempatPenelitianini akan dilakukanpadabulanApril-Mei2015diLaboratorium Farmakognosi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar.

D. Populasi dan sampel 1. PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah rambut jagung yang diambil dari Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.2. SampelSampel dalam penelitian ini adalah rambut jagung yang berusia muda ( 3 bulan) diambil dari Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

E. Prosedur Kerja1. Pengambilan sampelRambut Jagung di ambil dari bagian tanaman Jagung yang berusia muda ( 3 bulan) di Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

2. Pengolahan sampelTanaman jagung, diambil rambutnya yang masih muda dan segar dengan cara dipetik, disortasi basah atau dicuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan kemudian dipotong kecil-kecil.

3. Ekstraksi sampela. Ekstrak sampel dengan pelarut methanol Ekstraksi ini dilakukan dengan cara maserasi bahan berupa rambut jagung yang telah dikeringkan dipotong kecil-kecil, lalu ditimbang sebanyak 100 g. Kemudian rambut jagung dimasukkan dalam bejana maserasi ditambahkan methanol sebanyak dua kali bobotnya untuk melembabkan dan di rendam selama 10 menit, lalu ditambahkan methanol hingga menutupi permukaan sampel setinggi 2-3cm. Bejana lalu ditutup, didiamkan ditempat gelap selama 5 hari sambil sering diaduk-aduk. Setelah 5 hari cairan penyari disaring diganti dengan pelarut yang baru dan dimaserasi kembali. Diulangi hingga simplisia tersari sempurna. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan dengan rotavapor dilanjutkan di atas penangas air sehingga diperoleh ektrak kental, selanjutnya di identifikasi dengan kromatografi lapis tipis.b. Ekstraksi dengan pelarut dietil eterEkstrak metanol yang telah dipekatkan disuspensikan dengan airsuling 5 ml, dimasukkan kedalam corong pisah selanjutnya diekstraksi menggunakan pelarut eter. Dikocok hingga homogen dan dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan memisah. Setelah mamisah krannya dibuka, lapisan air dan lapisan eter ditampung dalam wadah yang berbeda. Lapisan airdimasukkan kembali kedalam corong pisah dan diekstraksi kembali dengan eter. Ekstraksi diulangi sampai 3 kali dengan ekstrak yang sama. Estraketer diuapkan hingga diperoleh ekstrak eter yang pekat selanjutnya dikromatografi lapis tipis.c. Ekstraksi dengan pelarut n-buthanolEkstrak metanol yang telah dipekatkan disuspensikan dengan airsuling 5 ml, dimasukkan kedalam corong pisah selanjutnya diekstraksi menggunakan pelarut eter. Dikocok hingga homogen dan dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan memisah. Setelah mamisah krannya dibuka, lapisan air dan lapisan eter ditampung dalam wadah yang berbeda. Lapisan airdimasukkan kembali kedalam corong pisah dan diekstraksi kembali dengan eter. Ekstraksi diulangi sampai 3 kali dengan ekstrak yang sama. Estraketer diuapkan hingga diperoleh ekstrak eter yang pekat selanjutnya dikromatografi lapis tipis.

4. Isolasi Komponen Kimiaa. Penjenuhan ChamberCairan pengelusi yang akan digunakan sebagai fase gerakdimasukkan kedalam chamber yang bertutup. Kedalam eluen tersebut kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang dilebihkan sampai keluar dari chamber. Jika kertas saring pada bagian luar chamber sudahbasah menunjukkan bahwa chamber tersebut sudah jenuh dan siap digunakan.b. Penotolan sampel pada lempengDibuat garis lurus pada lempeng sintetik dengan menggunakanpensil kira-kira pada jarak 1,0 cm dari bawah dan 0,5 cm dari bagian atas. Ekstrak metanol, ekstrak eter dan ekstrak n-buthanol dari sampel ditotolkanpada garis bagian bawah lempeng dengan menggunakan pipa kapiler secara tegak lurus sehingga diperoleh penotolan yang sempurna. Lempeng tersebut kemudian diangin-anginkan lalu dimasukkan kedalam chamberyang telah dijenuhkan dengan eluen dengan menggunakan pinset. Posisi lempeng berdiri dengan kemiringan kira-kira 85 dari dinding chamber. Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan terelusi sampai batas tanda padabagian atas lempeng.c. Penampakan noda dengan lampu UV-366 nmKromatogran dikeluarkan dari chamber, diangin-anginkan sampai kering kemudian diamati dibawah lampu UV-366 nm. Noda-noda yang tampak diberi tanda dan disalin dikertas kalkir dan diberi keterangan dan warna sesuai penampakanyang terjadi.d. Penampakan noda dengan H2SO4 10%Kromatogran yang telah diamati dengan menggunakan lampu UV366 nm, Selanjutnya disemprot dengan H2SO4 10% diangin-anginkan kemudian difiksasi sehingga diperoleh warna noda yang stabil. Noda yang tampak kemudian digambar pada kertas kalkir dan diberi keterangan dan warna sesuai dengan penampakan yang terjadi.

5