Radio

62
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon. Kebanyakan kanker kolon berada di rectal, sehingga lebih banyak dikenal dengan karsinoma colorektal. Insidens karsinoma kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 karsinoma kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus karsinoma yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita karsinoma kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus karsinoma. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon, dan melalui

description

ct

Transcript of Radio

Page 1: Radio

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon.

Kebanyakan kanker kolon berada di rectal, sehingga lebih banyak dikenal dengan karsinoma

colorektal.

Insidens karsinoma kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.

Pada tahun 2002 karsinoma kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus karsinoma

yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita karsinoma kolorektal menduduki peringkat

ketiga dari semua kasus karsinoma.

Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas

epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat

menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung

kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon, dan melalui

aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke sistem portal.

Gejala yang di timbulkan antara lain adalah nyeri di perut bagian bawah, darah pada tinja,

diare, konstipasi, atau perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi usus, anemia dengan

penyebab tidak di ketahui dan berat badan tanpa alasan yang diketahui. Dari anamnesa,

apabila kita temukan gejala-gejala seperti itu, kita perkuat dengan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain berupa ultrasonografi, CT-Scan, foto

polos abdomen, barium enema dan foto thoraks.

Page 2: Radio

Ultrasonografi digunakan untuk menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga

perut dan pelvis. Membedakan kista dengan massa yang solid, sulit dilakukan untuk

memeriksa karsinoma pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis

karsinoma kekelenjar getah bening di abdomen dan hati. CT scan memegang peranan penting

pada pasien dengan karsinoma kolon dalam menentukan staging, CT scan bisa mendeteksi

metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT

scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi setelah pembedahan karsinoma kolon. Foto

polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan barium enema.

Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya berupa dilatasi usus

yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya massa di bagian distalnya.

Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan pemeriksaan barium enema. Pemeriksaan

barium enema dapat memperlihatkan keganasan kolon dengan gambaran “apple core”.

Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya metastasis ke paru juga

bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah

kolonoskopi. Pada kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari

dalam lumen sampai ileumterminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon termasuk

yang tidak terlihat pada foto kolon. Akhirnya diagnosis pasti karsinoma kolon adalah dengan

pemeriksaan histopatologis.

Page 3: Radio

BAB II

ISI

Pengertian Karsinoma Kolon

Krsinoma kolon merupakan suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel

DNA dan jaringan sehat di sekitar kolon.

Anatomi Kolon

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5

kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih

besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya

semakin kecil. Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon

transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum. Berbeda dengan mukosa usus

halus, pada mukosa kolon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur.

Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absorptif diselang-seling dengan sel goblet.

Pada lamina propria dan basis kripta secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.

Struktur kolon:

1. Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar. Panjang dan

lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas

setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus

oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium;

terdapat perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan

peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus

retrocaecalis.

Page 4: Radio

2. Kolon ascenden

Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah kanan

abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, dan di bawah

hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica (fleksura coli dextra)

dan dilanjutkan dengan kolon transversum.23

3. Kolon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena

tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara

45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya

lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi

sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilicalis.

4. Kolon descenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke

bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan

sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

5. Kolon sigmoid

Disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan

huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan

menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya

ketiga teniae coli, dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon sigmoideum tergantung oleh

mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak

Page 5: Radio

bebas (mobile). bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica

(fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

6. Kolon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena

tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara

45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura lienalis (fleksura coli dekstra

sinistra) yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat melintang

(transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilicalis.

7. Kolon descenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke

bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan

sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

8. Kolon sigmoid

Disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan

huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan

menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya

ketiga teniae coli, dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon sigmoideum tergantung oleh

mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak

bebas (mobile).

Page 6: Radio

Anatomi Rectum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan panjang sekitar 15

cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus

dibandingkan dengan usus besar.

Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian

distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak

dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum

dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal)

adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih

proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur

pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan

depan.

Page 7: Radio

Fungsi Kolon

Usus besar atau kolon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang

tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Usus besar hanya

memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon pencernaan.

Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi

sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin K,

riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk

feses.

Fungsi rectum dan canalis anal yang merupakan lanjutan dari kolon ialah untuk

mengeluarkan massa feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang

terkontrol. Fungsi rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil refleks. Apabila feses

masuk ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga menimbulkan gelombang

peristaltik pada kolon descendens dan kolon sigmoid mendorong feses ke arah anus, sfingter

ani internus dihambat dan sfingter ani internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses

tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi

tonik otot sfingter ani internus dan externus.

Epidemiologi

1. Distribusi dan Frekuensi

a. Orang

Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak memiliki faktor

risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada orang dengan faktor-faktor

Page 8: Radio

risiko yang umum, sejarah keluarga atau pernah menderita kanker colorectal atau

polip, terjadi sekitar 15-20% dari semua kasus. Faktor-faktor risiko penting lainnya

adalah kecenderungan genetik tertentu, seperti Hereditary Nonpolyposis Colorectal

Cancer (HNPCC; 4-7% dari semua kasus) dan Familial Adenomatosa Polyposis

(FAP, 1%) serta Inflammatory Bowel Disease (IBD; 1% dari semua kasus).

b. Tempat dan Waktu

Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Berdasarkan

laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717 kasus ditemukan di

seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi pada kasus kanker colorectal

ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, negara bagian Eropa, New Zealand,

Israel, dan Australia, sedangkan insiden yang rendah itu ditemukan di Aljazair dan

India. Sebagian besar kanker colorectal terjadi di negara-negara industri. Insiden

kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di beberapa negara seperti di Jepang,

Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa Timur. Menurut American Cancer

Society pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 148.810 orang

didiagnosis menderita kanker colorectal dan 49.960 mengalami kematian dengan

CFR 33,57%.

Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan kanker colorectal

yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus dan 1.711.000 kematian

karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker colorectal menduduki peringkat kedua

pada angka insiden dan mortalitas. Insidens kanker colorectal di Indonesia cukup

tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal

menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan

Page 9: Radio

pada wanita kanker colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insidens yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma kolon yaitu:

1. Umur

Kanker kolon sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita

di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker

colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat

colitis ulseratif atau polyposis familial.

2. Faktor Genetik

Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor

lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi bahwa

ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya

kanker colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali

dibandingkan pada populasi umum.

Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya

sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua

kanker colorectal.

3. Faktor Lingkungan

Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan

faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting

pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada

Page 10: Radio

masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah

ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa

lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.

4. Faktor Makanan

Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal. Mengkonsumsi

serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal

sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang

banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing) atau daging olahan

lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker

colorectal sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per

minggu.

Serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian besar

tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam tractus digestivus. Serat

makanan ini akan menyerap air di dalam kolon, sehingga volume feses menjadi lebih besar

dan akan merangsang syaraf pada rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk

defekasi. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau

dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan

dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat.

Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa

kolon menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan

rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu sehingga

hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa kolon, sehingga timbulnya

karsinoma kolon dapat dicegah.

Page 11: Radio

5. Polyposis Familial

Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada populasi

umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus

yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip adenomatosun bertangkai

atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa kolon. Sebagian dari

poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi

lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang mengganggu penderita. Polip

cenderung muncul pada masa remaja dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang

di pasien yang tidak diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun.

6. Polip Adenoma

Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur sesudah

dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan laki-laki lebih banyak

dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak pada kolon sigmoid

(60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri

dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih

dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin besar diameter polip semakin besar

kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis

mukosa maupun pada epitel kelenjar meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis

polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan

jumlah polip.

7. Adenoma Vilosa

Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma kolon. Terbanyak

dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak

bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Adenoma

vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan diameter lebih dari

Page 12: Radio

2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar diameter semakin tinggi pula

insiden kanker.

8. Colitis Ulserosa

Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker kolon yang berhubungan dengan colitis

ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50

tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan

beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu

penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang sudah lama,

berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi

terhadap karsinoma. Pada kasus demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit

yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa

sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

Tipe Karsinoma Kolon

Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu

1. Tipe polipoid atau vegetatif

Pada tipe ini tumor tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan

ditemukan terutama di sekum dan kolon ascendens.

2. Tipe skirus atau infiltratif,

Pada tipe ini biasanya mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala

obstruksi, terutama ditemukan pada kolon descendens, sigmoid dan rektum.

3. Tahap ulserasi

Page 13: Radio

Pada tipe ini terjadi karena nekrosis di bagian sentral dan terletak di daerah rektum. Pada

tahap lanjut, sebagian besar tumor kolon akan mengalami ulcerasi menjadi tukak yang

maligna.

Gambaran Klinis

Pasien dengan karsinoma kolon umumnya memberikan keluhan berupa gangguan proses

defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare, perdarahan segar lewat anus

(rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar (tenesmus), buang air besar

berlendir (mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang jelas,dan penurunan berat badan.

Adanya suatu massa yang dapat teraba dalam perut jugadapat menjadi keluhan yang

dikemukakan.

Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak tumor.

Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak mukus, bentuk

anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus) tumbuh

longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke

dalam dinding lumen.Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala

perdarahan samar sedangkan tumor yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan

yang masih segar dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini

menyebabkan kolik yang nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.

Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.

1. Karsinoma Kolon Sebelah Kanan

Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada caecum atau

pada ascending kolon biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik seperti kekurangan zat

Page 14: Radio

besi (anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan kemungkinan terjadinya

karsinoma kolon yang belum terdeteksi, yang lebih cenderung berada di proksimal

daripada di kolon distal. Beberapa tanda gejala yang terlihat yaitu berat badan yang

menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang relatif sering, tetapi jarang terjadi

pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.

2. Karsinoma kolon sebelah kiri

Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada gangguan

pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa karsinoma pada

transversa kolon dan kolon sigmoid dapat teraba melalui dinding perut. Karsinoma

sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi obstipasi. Tidak jarang

timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer dipaksa melewati daerah

obstruksi partial.

3. Karsinoma Rectum

Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi

perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu diketahui

bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rectum. Kadang-kadang menimbulkan

tenesmus dan sering merupakan gejala utama.

Patologi

Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus besar sebelah

kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum, kolon ascenden,

Page 15: Radio

transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid.

Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil, sama seperti tumor kolon kiri. Akan tetapi

kemudian tumbuh progresif, bentuk polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel:

sakit di abdomen yang sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan

makanan/minuman atau gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat

badan semakin menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi

jarang terjadi, mungkin karena volum kolon kanan lebih besar. Suatu saat dapat dipalpasi

massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan.

Karsinoma usus besar kiri (kolon transversum batas flexura lienalis, kolon descenden,

sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan,

tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak melingkar

yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami ulserasi yang

menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah, konstipasi dan tenesmus mirip

dengan sindrom disentri.

Gambar 2. Tumor Kolon

Page 16: Radio

Metastasis

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi.

Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar,

cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak

sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior,

maka metastase karsinoma rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda

dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase karsinoma

kolon pertama kali paling sering di hepar

Stadium

Prognosis dari pasien karsinoma kolon berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke

dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis jauh. Semua

variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya diperhatikan

oleh Dukes.

2.8. Pencegahan

Page 17: Radio

Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis, kolonoskopi, dan histopatologis.

1. Anamnesis

Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya muncul

saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon biasanya mengeluh

rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di perut. Didapatkan juga

perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang

disertai darah dan lendir. Buang air besar yang disertaidengan darah dan lendir biasanya

dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini disebabkan

karena darah yang dikeluarkan oleh karsinoma tersebut sudah bercampur dengan feses.

Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu

makan dan penurunan berat badan.

Secara umum gejala meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare

ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),

penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam keluarga,

riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero

sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak)

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan diagnosis.

T u mor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila teraba

menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke hepar akan

teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Asites biasa

Page 18: Radio

didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan limfonodi

inguinal,iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau tidaknya

metastasis ke limfonodi tersebut. Pada pasien yang diduga menderita karsinoma

kolorektal harusdilakukan rectal toucher . B i l a l e t a k t u m o r a d a d i r e k t u m

a t a u r e k t o s i g m o i d , a k a n teraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol

dengan striktura) di rektum ataurektosigmoid teraba keras dan kenyal.

Biasanya pada sarung tangan akan terdapat lendir dan darah.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian, setiap

pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin.Pemeriksaan

radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen,barium enema dengan single

contrast maupun double contrast dan foto thoraks

a. Pemeriksaan Laboratotium

- Anemia dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium darah (hemoglobin

dan hematokrit).

- Test guaiac pada feses

- Carcinoembryonic antigen (CEA)

b. Pemeriksaan Radiologi

- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostik (pencitraan

diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat dalam tubuh manusia,dimana kita dapat

mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan

sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit

pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh

Page 19: Radio

mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada kontra indikasinya, karena

pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita. Dalam

20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya,

sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk meentukan kelainan

berbagai organ tubuh.

Prinsip USG: Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekwensi lebih tinggi

daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa

mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai

frekwensi antara 20 – 20.000 Cpd (Cicles per detik- Hertz).. Sedangkan dalam

pemeriksaan USG ini mengunakan frekwensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz).

Gelombang suara frekwensi tingi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang

terdapat dalam suatu alat yang disebut transducer. Perubahan bentuk akibat gaya

mekanis pada kristal, akan menimbulkan teganganlistrik. Fenomena ini disebut

efek Piezo-electric, yang merupakan dasar perkembangan USG selanjutnya.

Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai

dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan

mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekwensi tingi.

Kekurangan: USG tidak mampu menembus bagian tertentu badan. Tujuh puluh

persen gelombang suara yang mengenai tulang akan dipantulkan, sedang pada

perbatasan rongga-rongga yang mengandung gas 99% dipantulkan. Dengan

demikian pemeriksaan USG paru dan tulang pelvis belum dapat dilakukan. Dan

diperkirakan 25% pemeriksaan di abdomen diperoleh hasil yang kurang

Page 20: Radio

memuaskan karena gas dalam usus. Penderita gemuk agak sulit, karena lemak

yang banyak akan memantulkan gelombang suara yang sangat kuat.

Pemakaian Klinis: USG digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dalam

berbagai kelainan organ tubuh. USG digunakan antara lain menemukan dan

menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis. membedakan kista

dengan massa yang solid. mempelajari pergerakan organ (jantung, aorta, vena

kafa), maupun pergerakan janin dan jantungnya. Pengukuran dan penetuan volum.

Pengukuran aneurisma arterial, fetalsefalometri, menentukan kedalaman dan letak

suatu massa untuk bioksi. Menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu

(misalnya buli-buli, ginjal, kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain).

Bioksi jarum terpimpin. Arah dan gerakan jarum menuju sasaran dapat dimonitor

pada layar USG. Menentukan perencanaan dalam suatu radioterapi. Berdasarkan

besar tumor dan posisinya, dosis radioterapi dapat dihitung dengan cepat. Selain

itu setelah radioterapi, besar dan posisi tumor dapat pula diikuti.

- CT-Scan Kolon

Pemanfaatan alat CT scan dalam melakukan pemeriksaan Kolon merupakan

teknik yang baru dan dapat kita lakukan dengan sangat cepat dan dapat

meniadakan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi. Dengan pemeriksaan CT

Kolon ini dapat dilihat gambaran Kolon baik dalam maupun luarnya sebagaimana

kita melakukan Kolonoskopi.

CT-Scan kolon dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain :

Dengan memasukkan kontras media positif.

Page 21: Radio

Dengan memasukkan kontras media negative.

CT Kolon adalah pemeriksaan Kolon dengan memanfaatkan alat CT Scan untuk

menperlihatkan gambaran Kolon dan menggunakan kontras media negative yaitu

udara yang dipompakan kedalam kolon. Tujuan pemeriksaan ini sama halnya

dengan pemeriksaan Kolon biasa, hanya disini kita tak perlu melakukan

fluoroskopi dan juga tidak memasukkan Barium kedalam usus sipenderita. Jadi

pemeriksaannya jauh lebih nyaman dari pemeriksaan Kolon yang biasa kita

lakukan, serta waktu yang dibutuhkan jauh lebih cepat. Pada CT Kolon kita dapat

mengevaluasi permukaan luar (3D Kolon) dan structure dalam dari Kolon dengan

Navigator ,seperti divertikuli , dokter dapat juga mengevaluasi bagian dari

structure abdomen lainnya, seperti liver, ginjal, dll. Setelah dilakukan pemotretan

dalam posisi supine dan prone dengan mempergunakan Helical dan ketebalan

irisan 3 - 5 mm , pasien diperbolehkan keluar dari ruangan pemeriksaan, dan

selanjutnya kita lakukan prosesing gambar pada operator console. Untuk melihat

Kolon dengan penampilan tiga dimensi, cukup kita klik Built model, terus 3D

Kolon , dengan sekejap kita dapatkan gambaran Kolon. Dengan jalan memutar-

mutar gambar sedemikian rupa , kita dapatkan gambaran Kolon yang kita

kehendaki. Gambar Kolon 3D yang sudah kita dapatkan kita ubah lagi menjadi

gambaran kolon seperti yang biasa kita buat dengan alat Rontgen konvensionil.

Dengan menggunakan alat (Navigator) yang dapat kita gerakkan sepanjang

gambaran Kolon , dimana kita sudah mempunyai gambaran Kolon dalam

potongan axial , sagital dan coronal sebagai panduan., maka kita dapatkan

gambaran permukaan dalam dari Kolon , dimana gambar yang kita lihat adalah

gambaran seperti yang dihasilkan dengan alat Kolonoskopi yang selama ini kita

Page 22: Radio

lihat. Bila dokter memerlukan visualisasi dari Kolon itu sendiri dapat dengan

mudah dilakukan, walaupun pasien sudah keluar dari bagian Radiologi.

Tujuan pemeriksaan : untuk melihat kelainan-kelainan pada daerah kolon

Indikasi Pemeriksaan :

Colitis

Polip

Tumor

Invaginasi

Hemoroid

Kontra indikasi :

Perforasi

Keadaan umum pasien jelek

Diare

Persiapan Pasien :

Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan makanan lunak / bubur

kecap dan disarankan banyak minum air

Jika kita lakukan pagi maka makan bubur kecap yg terakhir jam 19.00 wib.

Dan jika pemeriksaan dilakukan siang, makan terakhir jam 07.00 wib.

Jika kita lakukan pemeriksaan pagi, maka pasien minum garam inggris 1 bks

dicmpur dgn air 1 gelas jam20.00 wib. Utk pemeriksaan siang maka minum

garam inggris dicampur air 1 gelas jam 07.00 wib.

Page 23: Radio

Jika dilakukan pemeriksaan pagi maka mulai puasa jam24.00 wib dan jika

dilakukan siang, puasa jam07.00, pasien dianjurkan tdk merokok dan tdk

boleh bnyak bicara.

Besok pagi / siang pasien dtg ke radiologi dlm keadaan puasa.

Sebaiknya sebelum pemeriksaan pasien dilakukan klisma.

Persiapan Alat dan Bahan :

Cateter

Gunting klem

Spuit 20cc

Jelly

Spuit cateter

Handscone

Bahan Kontras

Dengan memakai CT Scan dual slice saja kita bisa menghasilkan gambaran CT

Kolon dengan baik, apalagi apabila kita pakai CT multi slice, pasti gambarannya

akan jauh lebih baik , sebab resolusinya akan semakin halus. Keuntungan

pemeriksaan ini adalah mengurangi radiasi yang diterima pekerja radiasi. Dapat

memperlihatkan struktur Kolon baik lapisan luar maupun lapisan dalamnya. Kita

bisa melihat gambaran Kolonoskopi tanpa menunggu dokter ahli Penyakit dalam

untuk melakukannya. Kelemahannya kita tak bisa mengambil cuplikan bahan

yang akan diperiksa dilaboratorium, apabila ada hal-hal yang mencurigakan.

Kerugian–kerugiannya adalah boleh dikatakan tidak ada.

Page 24: Radio

CT telah menjadi standar untuk gambar modalitas abdomen pada pasien

dengan karsinoma kolorektal. CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity

dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke

hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnyadi pelvis.

CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai

CEAyang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan

mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan

kanker kolon dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi.

Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor kedinding usus dengan

akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening>1

cm pada 75% pasien.Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis

dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

Kerugian CT Scan: CT Scan menggunakan sinar x untuk menghasilkan

gambar potongan tubuh , maka tentu saja pasien yang sedang dalam

pemeriksaan CT Scan akan terpapar dengan sinar x. CT Scan dengan

teknologi saat ini hanya akan memaparkan 4% saja dari radiasi sinar x yang

dipaparkan oleh alat Rontgen sinar x biasa. Oleh karena itu ibu hamil tak dapat

melakukan pemeriksaan CT Scan , oleh karena itu ibu hamil wajib

memeberitahukan kondisi kehamilannya pada dokter sebelum dokter

Page 25: Radio

merekomendasikan pemeriksaan CT Scan. Munculnya gambaran artefak

(gambaran yang seharusnya tidak ada tapi terekam). Hal ini biasanya timbul

karena pasien bergerak selama perekaman CT Scan berlangsung, pasien yang

menggunakan tambalan gigi amalgam atau sendi palsu dari logam, atau

kondisi jaringan tubuh tertentu yang mengakibatkan timbulnya gambaran

artefak. Demikian penggunakan CT Scan sejak awal sampai saat ini setelah

banyak sekali kemajuan teknologi yang dicapai ,kemajuan ini dapat sangat

bermanfaat untuk dunia kedokteran dan kesehatan.

- Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan

barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan tanda-

tanda perforasi, maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra indikasi.

Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar

horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di sikap

tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.

Foto Polos Abdomen menjadi salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya

gangguan pada abdomen. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan

penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen

akut. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu :

Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior (AP).

Page 26: Radio

Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup

seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film

ukuran 35 x 43 cm.

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”

pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto

polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,

sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid

level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak

gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa

hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas

pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras

tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

- Colon In Loop

Tujuan Pemeriksaan :

Page 27: Radio

Membantu menegakkan diagnosis dari carcinoma kolon dan penyakit

inflamasi kolon.

Mendeteksi adanya polip, inflamasi dan perubahan struktural pada kolon.

Resiko dan Tindakan Pencegahan :

Pemeriksaan ini berbahaya jika dikerjakan pada penderita tachycardia atau

colitis berat.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan hati-hati pada penderita ulcerative

colitis, diverticulitis, berak darah akut atau kecurigaan pneumatosis cytoides

intestinalis.

Nilai Normal : Barium akan mengisi kolon secara rata dan menunjukkan contour,

patency (bebas terbuka) dan posisi bowel yang normal.

Indikasi :

Gangguan pola buang air besar

Nyeri daerah kolon

Kecurigaan massa daerah kolon

Melena

Kecurigaan obstruksi kolon

Kontra indikasi :

Absolute

Toxic megakolon

Pseudo membranous colitis

Page 28: Radio

Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)

Relatif

Persiapan kolon kurang baik

Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan kontras

Komplikasi :

Perforasi usus

Extraluminasi ke venous

Water intoxication

Intramural barium

Cardiac arithmia

Transient bactericemia

ES obat-obatan yang dipergunakan (buscopan, dll)

Persiapan Pemeriksaan

48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah serat

18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax

4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak kapsul per

anus selanjutnya dilavement

Seterusnya puasa sampai pemeriksaan

30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1 mg / oral

untuk mengurangi pembentukan lendir

15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan untuk

mengurangi peristaltic usus.

Page 29: Radio

Prosedur :

Catat tanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi dan hasil

laboratorium bila ada.

Dilakukan plain foto Abdomen polos/ BNO Pendahuluan, menggunakan kaset

ukuran 30 x 40 cm, bila pasien berukuran besar menggunakan kaset ukuran 43

x 35 cm. Teknik Foto Plain Abdomen polos/ BNO Pendahuluan

Posisi Pasien Supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh,

kaki lurus dengan lutul sedikit fleksi untuk mobilisasi.

Posisi objek Mid Sagital Plane pada pertengahan meja, batas atas processus

xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis. 6.2.3. Central Ray: Vertical,

Center point : umbilikus, FFD : 90 cm Kv : 70 , MAS. 6.2.4. Eksposi:

sekspirasi dan tahan nafas supaya abdomen lebih tipis, diafragma keatas

sehingga abdomen terlihat jelas.

Siapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan air dengan

perbandingan 1:8.

Masukkan ke tabung irigator yang telah tersambung dengan selang irigator.

Letakkan pada ketinggian 1 meter dari tempat tidur pasien.

Masukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien, diklem dengan

gunting klem. 6.6. Buka gunting klem sehingga barium masuk ke kolon

sigmoid (±5 menit). Tutup gunting klem pada selang irigator. Lakukan

pemotretan dengan kaset 24 x 30 cm.

Buka kembali klem alirkan barium kira-kira sampai mengisi rectum (± 10

menit). Lakukan pemotretan AP dengan menggunakan kaset 30 x 40 cm.

Kemudian dilanjutkan dengan pemotretan posisi obliq kanan dan kiri dengan

menggunakan kaset 30 x 40 cm.

Page 30: Radio

Pasien dipersilahkan BAB.

Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien dengan

spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan dengan posisi AP.

Pemeriksaan Kolon in loop selesai. Pasien diantar keluar ruang pemeriksaan.

Kelebihan dalam menegakan diagnosa pemeriksaan usus besar / kolon in loop

bahwa radiolog dapat memonitor secara real time. Pergerakan peristaltic pada saat

dilakukan pemeriksaan kolon in loop, dengan catatan bahwa dalam pemeriksaan

ini menggunakan flouroscopi.

Teknik Pemasukan Media Kontras

Metode Kontras Tunggal

Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media kontras.

Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum, ascenden

sampai daerah sekum.

Dilakukan pemotretan full fillng

Evakuasi, dibuat foto post evakuasi

Metode Kontras Ganda Satu Tingkat

Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk mendorong

barium melapisi kolon

Selanjutnya dibuat foto full filling

Kontras Ganda Dua Tingkat

Page 31: Radio

Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau pertengahan kolon

transversum

Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh kolon

Menunggu 1 – 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon

Pasien disuruh BAB

Dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 – 2000 ml, tidak boleh

berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal (wajah pucat,

bradikardi, keringat dingin dan pusing )

Tahap pemotretan

Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon mengembang semua

Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta lokasinya.

o Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )

o Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk fleksura)

o Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan hepatica)

Page 32: Radio

Setelah Pemeriksaan :

Jika X-ray lebih lanjut tidak dimintakan , maka penderita dapat kembali

makan secara normal.

Minum banyak cairan karena pemeriksaan dapat menyebabkan dehydrasi.

Kotoran penderita akan berwarna keputihan hingga 24 – 72 jam ( 1 – 3 hari ).

Keuntungan:

Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 – 95 %

Gambar 4. Gambaran radiologi kolon sigmoid

Page 33: Radio

Aman

Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi

Tidak memerlukan sedasi

Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.

Kelemahan:

Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan

divertikulosis dan di sekum

Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar

Rendahnya sensitivitas (70–95 %) di dalam mendiagnosis polip <1cm

Mendapat paparan radiasi.

- Kolonoskopi

Kolonoskopi dianjurkan untuk memeriksa pasien lebih dari 50 tahun

rata-rata berusia risiko karsinoma kolon atau polip kolon. Karsinoma usus jarang

tidak dapat dideteksi pada kolonoskopi karena ia cenderung lebih besar daripada

adenomatosa polip. Kolonoskopi adalah tes yang sangat spesifik. Pada

kolonoskopi, massa dibiopsi untuk diagnosis patologis.

Kolonoskopi adalah cara paling akurat mengevaluasi mukosa kolon, dan

memungkinkan biopsi lesi. Pemeriksaan lengkap ke sekum kolon dapat dicapai

dalam lebih dari 95% pasien. Potensi ketidaknyamanan dari prosedur agak

tergantung pada operator, tetapi dalam banyak kasus prosedur dapat dilakukan

dengan nyaman intravena sederhana sedasi sadar.. Kolonokopi adalah sekitar 12%

lebih akurat daripada udara kontras barium enema, terutama dalam mendeteksi

lesi kecil seperti adenomas. Pemeriksaan ini paling akurat dan sangat efektif.

Page 34: Radio

Keuntungan:

Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau poli

kolorektal adalah 95%

Kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik melalui biopsi dan terapipada

polipektomi

Kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous

polyp

Tidak ada paparan radiasi.

Kerugian:

Pada 5 – 30 % pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum

Sedasi intravena selalu diperlukan

Lokalisasi tumor dapat tidak akurat

Tingkat mortalitas adalah 1 : 5000 kolonoskopi.

c. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan diagnosis pasti dari karsinoma.

Klinisi harus mereview penemuan hasil pemeriksaan ini untuk mengkonfirmasi

diagnosis dan dapat segera memberikan terapi yang tepat. Dalam kedokteran

onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam menegakkan diagnosis keganasan.

Page 35: Radio

Diagnosa Banding

Gejala dari tumor kolon dapat menyerupai beberapa penyakit seperti :

1. Divertikulitis

Terutama divertikulitis yang terjadi di daerah sigmoid atau kolon descendens, dimana

pada kolon dan divertikulitis sama-sama ditemukan feces yang bercampur dengan darah

dan lendir.

2. Colitis Ulcerative

Pada colitis ulcerativa juga ditemukan feces yang berdarah dan berlendir, tenesmus,

mules dan nyeri perut. Tetapi pada colitis ulserativa terdapat diare sedangkan pada tumor

kolon biasanya feces berbentuk kecil-kecil seperti kotoran kambing.

3. Appendicitis Infiltrat

Pada appendicitis infiltrat terasa nyeri dan panas yang mirip dengan tumor sekum stadium

lanjut (tumor sekum pada stadium awal bersifat mobile).

4. Haemoroid

Pada haemoroid, feces juga bercampur darah namun pada haemoroid darah keluar

sesudah feces keluar baru kemudian bercampur. Sedangkan pada tumor kolon darah

keluar bersamaan dengan feces.

5. Tumor Ovarium

Pada tumor ovarium dan tumor kolon kiri sama-sama sering ditemukan gangguan

konstipasi. Pada tumor ovarium, juga didapati pembesaran abdomen namun tumor ini

tidak menyebabkan keluarnya darah bersama feces. Selain itu tumor ovarium

Page 36: Radio

menyebabkan gangguan pada miksi berupa peningkatan frekuensi di mana hal ini tidak

dijumpai pada tumor kolon.

Penatalaksanaan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan

bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun non kuratif dengan

mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan kesinambungan usus. Kemoterapi dan

radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Tindakan bedah terdiri dari

reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah terjadi metastase jauh,

tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia,

inkontinensia, fistel dan nyeri.

1. Terapi primer

Terapi utama untuk tumor kolon adalah operatif. Tindakan operatif yang dilakukan

tergantung dari letak tumor kolon tersebut. Tehnik pembersihan mesenterium dan

Page 37: Radio

keadaan patologi (benigna atau maligna) menentukan berapa panjang kolon yang harus

direseksi.

Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan, kolektomi

transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi abdominoperineal.

Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang tidak mengalami metastasis.

Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen embrionik adalah penanda yang sensitif untuk

rekurensi tumor yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.

Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon

transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon descenden di atasi dengan

hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat diangkat dengan

tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5%

tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih

tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa

bebas tumor (disease free survival rate).

2. Terapi paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau

menghentikan pendarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak

dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis.

Pada metastasis di hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan

eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui arteri hepatika, yaitu perfusi secara

selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil menghambat pertumbuhan

sel ganas.

Page 38: Radio

3. Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C), tumor telah

menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor setelah dioperasi kemudian residif

kembali.

Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker colorectal adalah kemoterapi

ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.

Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker colorectal

setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi

ajuvan. Pasien kanker colorectal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara

signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free

interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada kanker colorectal Dukes B.

Komplikasi

1. Anemia

Anemia pada tumor kolon terutama disebabkan akibat adanya perdarahan. Anemia yang

terjadi adalah anemia hipokrom mikrositik.

2. Perforasi

Perforasi terjadi karena adanya sumbatan oleh tumor yang akan mengganggu pasase dari

feses.

3. Ileus obstruksi

4. Metastasis (Terutama ke hepar, paru, tulang, dan otak )

Page 39: Radio
Page 40: Radio

da atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan

sel tumor. Bila disertai dengan diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

Prognosis

Prognosis tergantung dari ada atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran

tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai dengan diferensiasi sel tumor buruk,

prognosisnya sangat buruk.

Gambar 5. Metastasis karsinoma kolon

Page 41: Radio

BAB III

PENUTUP

Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon.

Secara umum karsinoma selalu dihubungkan dengan: bahan-bahan kimia, bahan-bahan

radioaktif, dan virus. Umumnya karsinoma kolon terjadi dihubungkan dengan factor genetic

dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan factor predisposisi diet rendah serat,

kenaikan berat badan, intake alkohol.

Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada angka

yang pasti berapa insiden karsinoma kolon. Insidennya meningkat sesuai dengan usia

(kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu

dengan riwayat keluarga yang mengalami karsinoma kolon.

Pasien dengan karsinoma kolon umumnya memberikan keluhan berupa gangguan proses

defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare, perdarahan segar lewat anus

(rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air besar (tenesmus), buang air besar

berlendir (mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab yang jelas,dan penurunan berat badan.

Pemeriksaan fisik berupa colok dubur.

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian, setiap pasien

yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin. Pemeriksaan radiologis yang

dapat dikerjakan berupa USG, CT Scan, foto polos abdomen, barium enema dengan single

contrast maupun double contrast dan foto thoraks.

Page 42: Radio

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan

bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun non kuratif dengan

mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan kesinambungan usus. Kemoterapi dan

radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

Prognosis tergantung dari ada atau tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran

tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai dengan diferensiasi sel tumor buruk,

prognosisnya sangat buruk.