Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi...

19
Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia dalam Mencetak Uang dan Mengatasi Krisis By hadinata | April 22, 2009 Jika mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah tentang bagaimana seharusnya penguasa negeri mencetak uang : “Jumlah uang hanya boleh dicetak secara proporsional terhadap jumlah transaksi sedemikian rupa sehingga terjamin harga yang adil penguasa tidak boleh mencetak uang berlebihan yang merugikan masyarakat karena rusaknya daya beli uang yang sudah ada di mereka”. Andai saja pemikiran Ibnu Taimiyyah tersebut dijadikan rujukan oleh para pemegang otoritas moneter dan keuangan dunia; Insyaallah berbagai krisis yang mendera umat seluruh dunia ini tidak akan terjadi. Karena kesombongan manusia, mereka enggan mencari petunjuk yang benar – alih-alih belajar dari kekeliruan sebelumnya – mereka malah membenamkan umat manusia ke potensi krisis yang lebih besar lagi.

Transcript of Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi...

Page 1: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia

dalam Mencetak Uang dan Mengatasi Krisis

By hadinata | April 22, 2009

Jika mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah tentang bagaimana seharusnya penguasa negeri

mencetak uang : “Jumlah uang hanya boleh dicetak secara proporsional terhadap jumlah

transaksi sedemikian rupa sehingga terjamin harga yang adil penguasa tidak boleh

mencetak uang berlebihan yang merugikan masyarakat karena rusaknya daya beli uang

yang sudah ada di mereka”.

Andai saja pemikiran Ibnu Taimiyyah tersebut dijadikan rujukan oleh para pemegang

otoritas moneter dan keuangan dunia; Insyaallah berbagai krisis yang mendera umat

seluruh dunia ini tidak akan terjadi. Karena kesombongan manusia, mereka enggan

mencari petunjuk yang benar – alih-alih belajar dari kekeliruan sebelumnya – mereka

malah membenamkan umat manusia ke potensi krisis yang lebih besar lagi.

Saya ambilkan bukti nyatanya dari apa yang dilakukan oleh pemerintah Inggris akhir-akhir

ini. Ketika upaya penyelamatan ekonomi melalui pengendalian suku bunga yang saat ini

sudah mencapai 0.5% – terendah dalam 315 tahun terakhir dirasa belum juga

menyembuhkan krisis yang ada, mereka mulai mencari akal (atau mungkin -akal-an) untuk

memoles ekonomi mereka.

Maka diketemukanlah caranya yang diberi nama keren Quantitative Easing. Berikut saya

kutip beberapa pendapat yang mencoba mendefinisikan quantitative easing.

Quantitative easing merupakan salah satu alat kebijakan moneter. Ini berarti bahwa bank

sentral membanjiri pasar dengan mata uang, dengan cara mencetak uang demi

Page 2: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

meningkatkan suplai uang. ‘Quantitative’ mengacu kepada money supply; ‘easing’ secara

esensial berarti peningkatan.

Quantitative Easing adalah penciptaan uang oleh bank sentral untuk memacu perkreditan

dan mendorong pembelanjaan, yang akhirnya dapat menggerakan roda perekonomian.

Quantitative mengacu pada kuantitas uang yang diciptakan, sedangkan easing mengacu

pada mengurangi tekanan pada bank.

Berikut gambaran QUANTITATIVE EASING bekerja, Bank Central memeperluas

distribusi uang dengan menggunakan menciptakan pinjaman baru untuk membeli aset

milik Bank dan Institusi keuangan lainnya. Mendorong perekonomian dengan

menggunakan uang hasil penjualan aset untuk pembelian produk barang, jasa dan lebih

banyak aset lagi

Quantitative Easing terkesan canggih, sehingga tidak mudah dipahami rakyat. Sebenarnya

apakah Quantitative Easing ini ?

Berikut adalah pemahaman saya (yang awam – mohon ma’af kepada para ekonom karena

saya berusaha menyederhanakannya) :

Quantitative Easing adalah salah satu cara bank sentral (di Inggris berarti Bank of

England) ‘mencetak’ sejumlah besar ‘uang baru’ di Balance Sheet-nya. Tidak perlu report-

report mencetak secara fisik uang kertas atau koinnya, tetapi semata-mata hanya

menambahkan angka baru secara elektronik di neraca bank sentral tersebut.

Setelah terbentuk, ‘catatan’ uang ini untuk membeli asset-asset bermasalah dari dunia

perbankan (seperti kredit perumahan), surat utang negara dlsb. Dengan cara ini ‘uang’

yang tadinya hanya khayalan yang hanya diketikkan di neraca bank sentral, kini telah

memasuki sistem keuangan negeri itu.

Page 3: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Karena setiap bank memiliki account di bank sentral, maka bank sentral juga tidak perlu

repot-repot memindahkan uang fisik (yang memang nggak ada fisiknya) ke bank-bank

tersebut, semua hanya entry di data komputer.

Di Inggris ada komite yang disebut The Bank’s Monetary Policy Committee yang

memiliki otoritas untuk mencetak ‘tambahan uang’ dalam khayalan tersebut. Saat ini

komite ini memiliki ijin untuk menambah ‘uang’ di balance sheet bank sentral sampai

sejumlah 150 milyar pounsterling atau US$ 207 milyar. Dari batas yang diijinkan tersebut,

saat ini komite telah menggunakan separuh dari jatah yang ada.

Maka apa dampaknya bagi rakyat Inggris ?; sementara solusi ini belum tentu bisa

menyelamatkan mereka dari krisis (yang sudah jelas adalah sebaliknya yaitu nilai uang

yang ada di masyarakat akan terus turun) inilah yang dilarang oleh Ibnu Taimiyyah

tersebut diatas.

Sedangkan dalam mengatasi krisis di tengah memburuknya resesi dan ketatnya kredit,

bank sentral yang tak bisa lagi memangkas rate karena hampir mendekati nol, mencari

solusi non konvensional untuk membalikan keadaan.

Dalam rangka memulihkan ekonomi dan menggairahkan perkreditan, beberapa bank

sentral besar memangkas suku bunga secara agresif hingga mencapai hampir nol. Namun,

langkah tersebut terlihat tidak manjur. Suku bunga sudah amat rendah, namun arus kredit

masih terhambat dan banyak bank yang enggan untuk mengucurkan kredit.

Akhirnya mereka menemukan resep yang “kelihatannya” ampuh untuk mendorong

perkreditan, pembelanjaan dan pertumbuhan, yaitu Quantitative Easing.

Page 4: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Dengan kata lain, bank sentral menciptakan uang dan menggunakan uang tersebut untuk

membeli surat utang, seperti obligasi pemerintah, dari institusi keuangan, di pasar terbuka.

Institusi keuangan itu lalu dapat menggunakan uang itu untuk mengucurkan kredit atau

membeli aset lain. Namun, kini uang baru itu cenderung diciptakan secara elektronik dari

pada dicetak secara fisik.

Tujuan Quantitative Easing adalah menambah jumlah uang beredar dengan pertambahan

kredit yang akhirnya dapat merangsang arus uang di ekonomi seiring meningkatnya

pembelanjaan. Quantitative Easing adalah solusi ketika cara normal menambah pasokan

uang dengan memangkas suku bunga tidak ampuh lagi, biasanya ketika suku bunga hampir

nol dan mustahil untuk memangkasnya lagi.

Meski pernah ada yang menerapkannya, faktor historis tidak bisa memberi jaminan cara

ini akan efektif. Hanya ada satu kasus sukses, yaitu Jepang antara 2001 dan 2006. Namun,

para ahli tidak bisa sepakat apakah taktik ini jitu. Di satu sisi, PDB Jepang tidak merosot.

Di sisi lain, pertumbuhan PDB kecil dan tidak konsisten setelah program itu berakhir.

Selain itu, program itu berbarengan dengan program pembelanjaan pemerintah yang besar.

Jadi tidak bisa dipastikan apakah kebijakan moneter non konvensional itu atau kebijakan

fiskal agresif yang berhasil membalikan keadaan.

Meski Quantitative Easing belum tentu efektif, patut dicoba bila tidak membahayakan.

Namun, keamanannya jauh dari pasti. Sekali lagi, sejarah tidak bisa menjadi patokan

keberhasilan. Jepang tidak mendapat efek samping, inflasinya rendah dan yen-nya kuat.

Tapi pencetakan uang yang terlalu banyak terbukti membawa bencana, seperti yang terjadi

di Zimbabwe saat ini.

Meski ekonomi AS dan Inggris jauh lebih kuat dari Zimbabwe, Quantitative Easing tetap

berisiko. Terlalu banyak uang beredar, bila tidak segera ditanggulangi, bisa menyebabkan

Page 5: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

hiperinflasi. Selain itu, belum dapat dipastikan apakah banjirnya kredit akan membantu

ekonomi yang luluh lantah karena dampak merajalelanya kredit yang serampangan. Tapi

bila sudah dijalankan, yang terpenting bagi bank sentral dan Departemen Keuangan adalah

berkomitmen dan bekerjasama untuk membalikan kebijakan ketika keadaan membaik.

Teknik-teknik canggih dalam mengatasi krisis semacam ini, sangat mungkin dilakukan

oleh negara-negara lain juga; mungkinkah juga di negara kita ?. Oleh karenanya rakyat

atau melalui wakil-wakilnya hendaknya memiliki akses terhadap para pengambil

kebijakan-kebijakan publik sehingga ada yang memahami dan mengawasi mereka.

Kalau kita tidak yakin tentang pengawasan ini, rakyat tetap bisa berbuat mengamankan

hasil jerih payahnya yaitu dengan mempertahankan asset fisik atau uang dengan nilai

intrinsik yang bisa berupa emas, perak, kebun, ternak dlsb.

Mengukur Efektifitas Quantitative Easing

Jumat, 27 Januari 2012 12:05 WIB

Monexnews - Pelonggaran moneter atau lazim dikenal dengan Quantitative Easing (QE)

adalah kebijakan modern yang berpengaruh besar terhadap pasar investasi. Istilah QE I,

II dan III identik dengan patron program yang diberlakukan oleh bank sentral Amerika

Serikat. Tapi sesungguhnya bukan Ben Bernanke dan kolega yang mempelopori konsep

QE untuk kali pertama.

Pelonggaran moneter menjadi langkah alternatif saat kebijakan konvensional dinilai tidak

mampu mendorong roda perekonomian. Dalam hal ini, langkah penyesuaian suku bunga

dinilai sudah optimal namun kondisi makro belum membaik. Bank Sentral

Page 6: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

mengimplementasikan QE dengan membeli aset keuangan atau obligasi, bertujuan untuk

menyuntik dana segar ke dalam perekonomian. Dengan mengoleksi aset finansial dari

bank dan sektor swasta (pencetak uang elektronik), maka jumlah uang yang beredar di lini

bisnis jadi lebih banyak. Tambahan dana berarti tambahan modal bagi pelaku aktifitas

ekonomi.

Seiring perkembangan iklim bisnis dan pengaruh eksternal, mekanisme peluncuran QE

juga semakin kompleks. Jepang adalah negara pertama yang mempelopori prinsip QE

modern di akhir 1990-an hingga 2006. Pada masanya, Bank of Japan (BOJ) menyuntik

dana ke pos cadangan uang yang disimpan oleh bank-bank komersial di bank sentral.

Berbagai elemen masyarakat, mulai dari investor, pengamat hingga pejabat negara sempat

meragukan efektifitas kebijakan itu. Bahkan merebak asumsi jika langkah BOJ rentan

menghancurkan sistem perbankan sendiri. Di awal periode 2000-an, QE memang belum

mampu menekan deflasi domestik. Di tengah suku bunga super-low 0.25%, BOJ

membanjiri perekonomian dengan limpahan dana pinjaman. Merasa kurang efektif , BOJ

kemudian memutuskan untuk membeli lebih banyak obligasi pemerintah, sekuritas

berbasis aset dan saham serta memperpanjang masa pembelian surat komersial.

Apakah QE ala Jepang berhasil? Jika mengacu pada tingkat pertumbuhan ekonomi, rasio

kenaikan angka GDP Jepang memang naik konsisten antara 2002 hingga periode 2007

(lihat grafik). Kinerja GDP jauh lebih baik ketimbang apa yang dicapai pemerintah di awal

1990-an, beberapa saat setelah kasus penggelembungan aset melanda negara tersebut.

Page 7: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Mengacu pada argumen Tomoya Masanao, anggota Asia-Pacific Portfolio Committee,

pemulihan kinerja perbankan Jepang sangat dipengaruhi oleh kebijakan QE bank sentral.

Kombinasi antara suku bunga rendah dan penurunan risiko premium berhasil mengangkat

aktifitas bisnis dan investasi. Kondisi ini berimbas pada kenaikan upah riil, yang kemudian

berperan memperbaiki daya beli konsumen. Kesimpulannya, QE mampu mendorong

volume permintaan dalam negeri. Anggota Dewan Gubernur Bank of England, David

Miles, turut mengamini pendapat Masanao. Miles melihat QE tidak hanya memajukan

aktifitas keuangan, namun turut menopang ekonomi warga, usaha kecil, pabrik dan

pendapatan rumah tangga.

Page 8: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Meski demikian bukan berarti langkah pelonggaran kuantitatif tidak mengandung

kelemahan dan potensi negatif. Sistem murni perbankan bisa menjadi mandul saat bank-

bank lebih memilih untuk bertransaksi dengan bank sentral ketimbang dengan sesama

kolega perbankan. Senior ekonom BOJ, Shigenori Shiratsuka memiliki beberapa catatan

penting terkait pengalamannya memandu implementasi QE Jepang. Pertama, QE

melibatkan neraca keuangan bank sentral untuk melindungi perekonomian dari gejolak

yang mungkin ada. Ke dua, sifatnya hanya sementara. QE difungsikan sebagai alat untuk

mengulur waktu sampai sistem dan lembaga perbankan kembali menemukan ritme

operasionalnya. Bank juga harus terlebih dahulu me-restrukturisasi neracanya masing-

masing supaya tidak tergantung pada kebijakan otoritas. Ke tiga, intervensi bank sentral di

sektor swasta justru memberi distorsi ke pasar.

Secara empiris, QE memang mampu memperbaiki sistem perbankan dan pertumbuhan

ekonomi. Namun pengaruhnya hanya efektif bila kondisi perekonomian makro

mendukung kepercayaan bank, perusahaan, investor dan konsumen. Pelonggaran moneter

di Amerika sesungguhnya belum tentu mampu menggenjot perekonomian. Berbeda

dengan kondisi saat QE Jepang, sistem perbankan AS saat ini tidak kekurangan likuiditas.

Konsumen juga tidak membutuhkan pinjaman baru, mereka bahkan perlu keluangan untuk

Page 9: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

melunasi beban hutangnya. Bank dan perusahaan masih terlalu gelisah, terutama pasca

kasus subprime mortgage dan krisis antar kawasan. Artinya, AS belum memiliki modal

awal yang cukup untuk membangun suatu iklim kondusif bagi semua pelaku ekonomi. Jika

pemerintah dan bank sentral sudah berhasil menumbuhkan kepercayaan publik, sejatinya

QE akan jadi solusi efektif bagi ekonomi Paman Sam.

Quantitative Easing 3 Tak Terelakkan?

Medan Bisnis, 06 Feb 2012

Untuk memerangi krisis yang terjadi di Amerika Serikat, Bank Sentral AS (The FED)

selama ini memberlakukan suku bunga rendah. Namun, sejauh ini kebijakan tersebut

belum memberikan dampak yang berarti bagi pemulihan ekonomi AS. Ekonomi AS tetap

menuju ke suatu jurang ekonomi yang biasa disebut dengan istilah resesi.

The FED sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa Bank Sentral AS siap untuk

melakukan kebijakan yang pro pertumbuhan dalam bentuk kebijakan apapun. Quantitative

Easing (QE) menjadi andalan terakhirnya.

Quantitative easing adalah langkah Bank Sentral AS yang menggelontorkan sejumlah dana

segar dengan melakukan pembelian obligasi dan sejenisnya. Tujuannya adalah agar daya

beli masyarakat AS kembali pulih sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Langkah The FED dengan pemberlakuan suku bunga rendah selama ini masih jauh dari

harapan. Data-data perekonomian AS masih bergerak datar yang turut dibarengi dengan

prospek ekonomi yang masih suram.

Page 10: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, baik QE 1 dan QE 2 hanya merupakan

stimulus jangka pendek yang memberikan anging segar sesaat ke pasar keuangan dan tidak

menyelesaikan masalah fundamental ekonomi AS secara keseluruhan.

Hal pokok yang perlu diperhatikan untuk melakukan kebijakan QE jilid 3 adalah Inflasi.

Di Indonesia Inflasi selalu menjadi hal yang paling ditakuti bila terus merangkak naik.

Beda halnya di Amerika Serikat. Inflasi justru diharapkan naik karena kenaikan laju inflasi

menjadi indikator bahwa ada tren kenaikan harga barang yang diakibatkan mulai pulihnya

daya beli masyarakat AS.

Walaupun tidak ada angka ideal terkait dengan laju inflasi, namun the FED mematok

angka 2% menjadi batas bawah. Dan bila tembus di bawah 2%, maka besar kemungkinan

The FED akan menginjeksikan dana dalam bentuk QE3. Dan saat ini kemungkinan

tersebut terbuka sangat lebar. Namun diperkirakan QE3 keefektifannya masih sama

dengan QE sebelumnya dimana hanya berdampak sesaat bagi perekonomian.

Bila The FED melakukan QE3 maka baik pasar keuangan dan saham AS bisa mengalami

kejatuhan. AS akan kehilangan kepercayaan dirinya mengingat masih lemahnya negara

mitra AS dalam menyelamatkan perekonomian. QE3 juga dapat memicu terjadinya capital

inflow yang masuk kesejumlah negara berkembang termasuk Indonesia.

Bila diberlakukannya QE3 maka secara politis akan menyebabkan kubu Demokrat sebagai

incumbent berada di bawah tekanan. Partai republik sebagai oposisi akan menggunakan

kesempatan ini untuk mengambil simpati masyarakat. Kebijakan The FED terkait QE3

mengancam keberlangsungan Obama sebagai presiden AS ke depan nantinya.

Page 11: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Sejauh ini, QE3 masih sebatas wacana yang menimbulkan spekulasi. Namun, arahnya

sudah jelas, dimana saat Inflasi terus melemah maka sebenarnya kita bisa menyimpulkan

bahwa AS benar-benar akan melakukan kebijakan penambahan uang beredar (QE3).

Kita harus mampu mengantisipasi dampak kebijakan QE3 The FED nantinya. Masuknya

sejumlah uang (capital inflow) ke sistem keuangan kita akan mengakibatkan kita

kebanjiran likuiditas. Kita bisa mengantisipasinya dengan sejumlah langkah seperti

menurunkan BI Rate, kebijakan terkait berapa lama dana mengendap atau dengan

melakukan sejumlah kebijakan agar capital inflow menjadi bentuk investasi langsung.

QE3 tidak akan terelakkan bila indikator ekonomi AS ke depan nantinya benar-benar

mengarahkan The FED untuk menggelontorkan sejumlah dana segar. Dan kita harus

segera mengantisipasinya dengan melakukan sejumlah kebijakan agar Pasar Keuangan kita

tidak dijadikan tempat singgah semata bagi uang panas (hot money).

KRISIS AMERIKA: Quantitative easing ketiga mungkin dimulai April

Oleh Bloomberg

Sabtu, 21 Januari 2012 | 20:51 WIB

Page 12: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

NEW YORK: The Federal Reserve kemungkinan akan mengimplementasikan kebijakan stimulus moneter (quantitative easing) tahap ketiga pada April 2012 untuk mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi AS.

 

“The Fed akan memulai lagi periode pembelian aset-aset AS di kuartal ini, kemungkinan dimulai April, kata Ira Jersey, Direktur US Rates Strategy Credit Suisse, New York, hari ini (21/01)

Menurut Jersey, penggelontoran stimulus ronde ketiga ini akan lebih difokuskan pada pasar perumahan dan membeli aset-aset berbasis kredit perumahan.

“AS butuh kepercayaan konsumen yang tinggi, supaya kepercayaan bisnis ikut terangkat. Hal ini akan membantu menstimulasi lapangan kerja dan menggairahkan pasar perumahan” katanya.

Menurut rencana, Federal Open Market Committee akan menggelar pertemuan pada 24-25 Januari guna menetapkan suku bunga acuannya.

The Fed diproyeksi kembali akan menahan suku bunga acuannya di posisi 0,25, tingkat yang berlaku sejak Desember 2008 dan diperkirakan bertahan sampai paruh 2013.

Bank Sentral AS itu sudah membeli US$2,3 triliun hipotik dan obligasi AS dalam dua tahap pertama quntitative easing. (Bs

BI Waspadai Quantitative Easing Ke-3 Amerika

Idris Rusadi Putra - Okezone

Page 13: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis

Rabu, 10 Agustus 2011 13:01 wib

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai penyelesaian krisis di Amerika Serikat (AS) sekarang ini memungkinkan negara Paman Sam itu melakukan quantitative easing (pelonggaran kuantitatif) yang ketiga, di mana ini akan berdampak dengan derasnya arus aliran modal alias capital inflow ke Indonesia.

"Kelihatannya mulai muncul pandangan makin kuat, semacam quantitative easing bisa muncul lagi. Kalau itu yang berjalan terlepas dari gejolak mudah-mudahan spekulasi. Kalau itu yang berjalan maka memang kelanjutan dari apa yang berlangsung dua tahun terakhir ini berjalan lagi," jelas Gubernur BI Darmin Nasution ketika ditemui di Gedung BI, Jakarta, Rabu (10/8/2011)

Menurut pandangan Darmin, quantitatif easing atau penambahan uang beredar ini mungkin saja akan terjadi jika stimulus fiskal AS belum cukup untuk pemulihan ini, maka akan dibutuhkan quantitative easing yang ketiga dan ini akan berdampak dengan derasnya aliran modal masuk ke Indonesia.

"Quantitative easing atau semacamnya saya tadinya mengharapkan kalau fiskal yang bisa diandalkan maka tidak akan akibatkan capital flow terlalu besar," jelasnya.

Lebih jauh, dia menambahkan, kasus di AS sekarang ini memang belum menemukan titik temu, dan pasar sekarang ini juga masih meragukan pemulihan ekonomi negara Paman Sam ini.

"Sebetulnya kan ya memang apa yang berkembang sekarang ini kita belum bisa sampai pada kesimpulan yang bulat. Tetapi memang kecenderungannya yang jelas pasar masih meragukan bahwa pemulihan ekonomi di negara maju terutama di AS. Keraguan itu kemudian sebetulnya sudah sedikit tertolong pada waktu ada peningkatan debt ceiling di AS, tetapi segera muncul kekhawatiran recovery yang tidak terlalu baik," pungkasnya.

Page 14: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis