Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi...
-
Upload
jalaluddin-ar-rumi -
Category
Documents
-
view
199 -
download
5
Transcript of Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi...
![Page 1: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/1.jpg)
Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia
dalam Mencetak Uang dan Mengatasi Krisis
By hadinata | April 22, 2009
Jika mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah tentang bagaimana seharusnya penguasa negeri
mencetak uang : “Jumlah uang hanya boleh dicetak secara proporsional terhadap jumlah
transaksi sedemikian rupa sehingga terjamin harga yang adil penguasa tidak boleh
mencetak uang berlebihan yang merugikan masyarakat karena rusaknya daya beli uang
yang sudah ada di mereka”.
Andai saja pemikiran Ibnu Taimiyyah tersebut dijadikan rujukan oleh para pemegang
otoritas moneter dan keuangan dunia; Insyaallah berbagai krisis yang mendera umat
seluruh dunia ini tidak akan terjadi. Karena kesombongan manusia, mereka enggan
mencari petunjuk yang benar – alih-alih belajar dari kekeliruan sebelumnya – mereka
malah membenamkan umat manusia ke potensi krisis yang lebih besar lagi.
Saya ambilkan bukti nyatanya dari apa yang dilakukan oleh pemerintah Inggris akhir-akhir
ini. Ketika upaya penyelamatan ekonomi melalui pengendalian suku bunga yang saat ini
sudah mencapai 0.5% – terendah dalam 315 tahun terakhir dirasa belum juga
menyembuhkan krisis yang ada, mereka mulai mencari akal (atau mungkin -akal-an) untuk
memoles ekonomi mereka.
Maka diketemukanlah caranya yang diberi nama keren Quantitative Easing. Berikut saya
kutip beberapa pendapat yang mencoba mendefinisikan quantitative easing.
Quantitative easing merupakan salah satu alat kebijakan moneter. Ini berarti bahwa bank
sentral membanjiri pasar dengan mata uang, dengan cara mencetak uang demi
![Page 2: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/2.jpg)
meningkatkan suplai uang. ‘Quantitative’ mengacu kepada money supply; ‘easing’ secara
esensial berarti peningkatan.
Quantitative Easing adalah penciptaan uang oleh bank sentral untuk memacu perkreditan
dan mendorong pembelanjaan, yang akhirnya dapat menggerakan roda perekonomian.
Quantitative mengacu pada kuantitas uang yang diciptakan, sedangkan easing mengacu
pada mengurangi tekanan pada bank.
Berikut gambaran QUANTITATIVE EASING bekerja, Bank Central memeperluas
distribusi uang dengan menggunakan menciptakan pinjaman baru untuk membeli aset
milik Bank dan Institusi keuangan lainnya. Mendorong perekonomian dengan
menggunakan uang hasil penjualan aset untuk pembelian produk barang, jasa dan lebih
banyak aset lagi
Quantitative Easing terkesan canggih, sehingga tidak mudah dipahami rakyat. Sebenarnya
apakah Quantitative Easing ini ?
Berikut adalah pemahaman saya (yang awam – mohon ma’af kepada para ekonom karena
saya berusaha menyederhanakannya) :
Quantitative Easing adalah salah satu cara bank sentral (di Inggris berarti Bank of
England) ‘mencetak’ sejumlah besar ‘uang baru’ di Balance Sheet-nya. Tidak perlu report-
report mencetak secara fisik uang kertas atau koinnya, tetapi semata-mata hanya
menambahkan angka baru secara elektronik di neraca bank sentral tersebut.
Setelah terbentuk, ‘catatan’ uang ini untuk membeli asset-asset bermasalah dari dunia
perbankan (seperti kredit perumahan), surat utang negara dlsb. Dengan cara ini ‘uang’
yang tadinya hanya khayalan yang hanya diketikkan di neraca bank sentral, kini telah
memasuki sistem keuangan negeri itu.
![Page 3: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/3.jpg)
Karena setiap bank memiliki account di bank sentral, maka bank sentral juga tidak perlu
repot-repot memindahkan uang fisik (yang memang nggak ada fisiknya) ke bank-bank
tersebut, semua hanya entry di data komputer.
Di Inggris ada komite yang disebut The Bank’s Monetary Policy Committee yang
memiliki otoritas untuk mencetak ‘tambahan uang’ dalam khayalan tersebut. Saat ini
komite ini memiliki ijin untuk menambah ‘uang’ di balance sheet bank sentral sampai
sejumlah 150 milyar pounsterling atau US$ 207 milyar. Dari batas yang diijinkan tersebut,
saat ini komite telah menggunakan separuh dari jatah yang ada.
Maka apa dampaknya bagi rakyat Inggris ?; sementara solusi ini belum tentu bisa
menyelamatkan mereka dari krisis (yang sudah jelas adalah sebaliknya yaitu nilai uang
yang ada di masyarakat akan terus turun) inilah yang dilarang oleh Ibnu Taimiyyah
tersebut diatas.
Sedangkan dalam mengatasi krisis di tengah memburuknya resesi dan ketatnya kredit,
bank sentral yang tak bisa lagi memangkas rate karena hampir mendekati nol, mencari
solusi non konvensional untuk membalikan keadaan.
Dalam rangka memulihkan ekonomi dan menggairahkan perkreditan, beberapa bank
sentral besar memangkas suku bunga secara agresif hingga mencapai hampir nol. Namun,
langkah tersebut terlihat tidak manjur. Suku bunga sudah amat rendah, namun arus kredit
masih terhambat dan banyak bank yang enggan untuk mengucurkan kredit.
Akhirnya mereka menemukan resep yang “kelihatannya” ampuh untuk mendorong
perkreditan, pembelanjaan dan pertumbuhan, yaitu Quantitative Easing.
![Page 4: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/4.jpg)
Dengan kata lain, bank sentral menciptakan uang dan menggunakan uang tersebut untuk
membeli surat utang, seperti obligasi pemerintah, dari institusi keuangan, di pasar terbuka.
Institusi keuangan itu lalu dapat menggunakan uang itu untuk mengucurkan kredit atau
membeli aset lain. Namun, kini uang baru itu cenderung diciptakan secara elektronik dari
pada dicetak secara fisik.
Tujuan Quantitative Easing adalah menambah jumlah uang beredar dengan pertambahan
kredit yang akhirnya dapat merangsang arus uang di ekonomi seiring meningkatnya
pembelanjaan. Quantitative Easing adalah solusi ketika cara normal menambah pasokan
uang dengan memangkas suku bunga tidak ampuh lagi, biasanya ketika suku bunga hampir
nol dan mustahil untuk memangkasnya lagi.
Meski pernah ada yang menerapkannya, faktor historis tidak bisa memberi jaminan cara
ini akan efektif. Hanya ada satu kasus sukses, yaitu Jepang antara 2001 dan 2006. Namun,
para ahli tidak bisa sepakat apakah taktik ini jitu. Di satu sisi, PDB Jepang tidak merosot.
Di sisi lain, pertumbuhan PDB kecil dan tidak konsisten setelah program itu berakhir.
Selain itu, program itu berbarengan dengan program pembelanjaan pemerintah yang besar.
Jadi tidak bisa dipastikan apakah kebijakan moneter non konvensional itu atau kebijakan
fiskal agresif yang berhasil membalikan keadaan.
Meski Quantitative Easing belum tentu efektif, patut dicoba bila tidak membahayakan.
Namun, keamanannya jauh dari pasti. Sekali lagi, sejarah tidak bisa menjadi patokan
keberhasilan. Jepang tidak mendapat efek samping, inflasinya rendah dan yen-nya kuat.
Tapi pencetakan uang yang terlalu banyak terbukti membawa bencana, seperti yang terjadi
di Zimbabwe saat ini.
Meski ekonomi AS dan Inggris jauh lebih kuat dari Zimbabwe, Quantitative Easing tetap
berisiko. Terlalu banyak uang beredar, bila tidak segera ditanggulangi, bisa menyebabkan
![Page 5: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/5.jpg)
hiperinflasi. Selain itu, belum dapat dipastikan apakah banjirnya kredit akan membantu
ekonomi yang luluh lantah karena dampak merajalelanya kredit yang serampangan. Tapi
bila sudah dijalankan, yang terpenting bagi bank sentral dan Departemen Keuangan adalah
berkomitmen dan bekerjasama untuk membalikan kebijakan ketika keadaan membaik.
Teknik-teknik canggih dalam mengatasi krisis semacam ini, sangat mungkin dilakukan
oleh negara-negara lain juga; mungkinkah juga di negara kita ?. Oleh karenanya rakyat
atau melalui wakil-wakilnya hendaknya memiliki akses terhadap para pengambil
kebijakan-kebijakan publik sehingga ada yang memahami dan mengawasi mereka.
Kalau kita tidak yakin tentang pengawasan ini, rakyat tetap bisa berbuat mengamankan
hasil jerih payahnya yaitu dengan mempertahankan asset fisik atau uang dengan nilai
intrinsik yang bisa berupa emas, perak, kebun, ternak dlsb.
Mengukur Efektifitas Quantitative Easing
Jumat, 27 Januari 2012 12:05 WIB
Monexnews - Pelonggaran moneter atau lazim dikenal dengan Quantitative Easing (QE)
adalah kebijakan modern yang berpengaruh besar terhadap pasar investasi. Istilah QE I,
II dan III identik dengan patron program yang diberlakukan oleh bank sentral Amerika
Serikat. Tapi sesungguhnya bukan Ben Bernanke dan kolega yang mempelopori konsep
QE untuk kali pertama.
Pelonggaran moneter menjadi langkah alternatif saat kebijakan konvensional dinilai tidak
mampu mendorong roda perekonomian. Dalam hal ini, langkah penyesuaian suku bunga
dinilai sudah optimal namun kondisi makro belum membaik. Bank Sentral
![Page 6: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/6.jpg)
mengimplementasikan QE dengan membeli aset keuangan atau obligasi, bertujuan untuk
menyuntik dana segar ke dalam perekonomian. Dengan mengoleksi aset finansial dari
bank dan sektor swasta (pencetak uang elektronik), maka jumlah uang yang beredar di lini
bisnis jadi lebih banyak. Tambahan dana berarti tambahan modal bagi pelaku aktifitas
ekonomi.
Seiring perkembangan iklim bisnis dan pengaruh eksternal, mekanisme peluncuran QE
juga semakin kompleks. Jepang adalah negara pertama yang mempelopori prinsip QE
modern di akhir 1990-an hingga 2006. Pada masanya, Bank of Japan (BOJ) menyuntik
dana ke pos cadangan uang yang disimpan oleh bank-bank komersial di bank sentral.
Berbagai elemen masyarakat, mulai dari investor, pengamat hingga pejabat negara sempat
meragukan efektifitas kebijakan itu. Bahkan merebak asumsi jika langkah BOJ rentan
menghancurkan sistem perbankan sendiri. Di awal periode 2000-an, QE memang belum
mampu menekan deflasi domestik. Di tengah suku bunga super-low 0.25%, BOJ
membanjiri perekonomian dengan limpahan dana pinjaman. Merasa kurang efektif , BOJ
kemudian memutuskan untuk membeli lebih banyak obligasi pemerintah, sekuritas
berbasis aset dan saham serta memperpanjang masa pembelian surat komersial.
Apakah QE ala Jepang berhasil? Jika mengacu pada tingkat pertumbuhan ekonomi, rasio
kenaikan angka GDP Jepang memang naik konsisten antara 2002 hingga periode 2007
(lihat grafik). Kinerja GDP jauh lebih baik ketimbang apa yang dicapai pemerintah di awal
1990-an, beberapa saat setelah kasus penggelembungan aset melanda negara tersebut.
![Page 7: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/7.jpg)
Mengacu pada argumen Tomoya Masanao, anggota Asia-Pacific Portfolio Committee,
pemulihan kinerja perbankan Jepang sangat dipengaruhi oleh kebijakan QE bank sentral.
Kombinasi antara suku bunga rendah dan penurunan risiko premium berhasil mengangkat
aktifitas bisnis dan investasi. Kondisi ini berimbas pada kenaikan upah riil, yang kemudian
berperan memperbaiki daya beli konsumen. Kesimpulannya, QE mampu mendorong
volume permintaan dalam negeri. Anggota Dewan Gubernur Bank of England, David
Miles, turut mengamini pendapat Masanao. Miles melihat QE tidak hanya memajukan
aktifitas keuangan, namun turut menopang ekonomi warga, usaha kecil, pabrik dan
pendapatan rumah tangga.
![Page 8: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/8.jpg)
Meski demikian bukan berarti langkah pelonggaran kuantitatif tidak mengandung
kelemahan dan potensi negatif. Sistem murni perbankan bisa menjadi mandul saat bank-
bank lebih memilih untuk bertransaksi dengan bank sentral ketimbang dengan sesama
kolega perbankan. Senior ekonom BOJ, Shigenori Shiratsuka memiliki beberapa catatan
penting terkait pengalamannya memandu implementasi QE Jepang. Pertama, QE
melibatkan neraca keuangan bank sentral untuk melindungi perekonomian dari gejolak
yang mungkin ada. Ke dua, sifatnya hanya sementara. QE difungsikan sebagai alat untuk
mengulur waktu sampai sistem dan lembaga perbankan kembali menemukan ritme
operasionalnya. Bank juga harus terlebih dahulu me-restrukturisasi neracanya masing-
masing supaya tidak tergantung pada kebijakan otoritas. Ke tiga, intervensi bank sentral di
sektor swasta justru memberi distorsi ke pasar.
Secara empiris, QE memang mampu memperbaiki sistem perbankan dan pertumbuhan
ekonomi. Namun pengaruhnya hanya efektif bila kondisi perekonomian makro
mendukung kepercayaan bank, perusahaan, investor dan konsumen. Pelonggaran moneter
di Amerika sesungguhnya belum tentu mampu menggenjot perekonomian. Berbeda
dengan kondisi saat QE Jepang, sistem perbankan AS saat ini tidak kekurangan likuiditas.
Konsumen juga tidak membutuhkan pinjaman baru, mereka bahkan perlu keluangan untuk
![Page 9: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/9.jpg)
melunasi beban hutangnya. Bank dan perusahaan masih terlalu gelisah, terutama pasca
kasus subprime mortgage dan krisis antar kawasan. Artinya, AS belum memiliki modal
awal yang cukup untuk membangun suatu iklim kondusif bagi semua pelaku ekonomi. Jika
pemerintah dan bank sentral sudah berhasil menumbuhkan kepercayaan publik, sejatinya
QE akan jadi solusi efektif bagi ekonomi Paman Sam.
Quantitative Easing 3 Tak Terelakkan?
Medan Bisnis, 06 Feb 2012
Untuk memerangi krisis yang terjadi di Amerika Serikat, Bank Sentral AS (The FED)
selama ini memberlakukan suku bunga rendah. Namun, sejauh ini kebijakan tersebut
belum memberikan dampak yang berarti bagi pemulihan ekonomi AS. Ekonomi AS tetap
menuju ke suatu jurang ekonomi yang biasa disebut dengan istilah resesi.
The FED sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa Bank Sentral AS siap untuk
melakukan kebijakan yang pro pertumbuhan dalam bentuk kebijakan apapun. Quantitative
Easing (QE) menjadi andalan terakhirnya.
Quantitative easing adalah langkah Bank Sentral AS yang menggelontorkan sejumlah dana
segar dengan melakukan pembelian obligasi dan sejenisnya. Tujuannya adalah agar daya
beli masyarakat AS kembali pulih sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Langkah The FED dengan pemberlakuan suku bunga rendah selama ini masih jauh dari
harapan. Data-data perekonomian AS masih bergerak datar yang turut dibarengi dengan
prospek ekonomi yang masih suram.
![Page 10: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/10.jpg)
Bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, baik QE 1 dan QE 2 hanya merupakan
stimulus jangka pendek yang memberikan anging segar sesaat ke pasar keuangan dan tidak
menyelesaikan masalah fundamental ekonomi AS secara keseluruhan.
Hal pokok yang perlu diperhatikan untuk melakukan kebijakan QE jilid 3 adalah Inflasi.
Di Indonesia Inflasi selalu menjadi hal yang paling ditakuti bila terus merangkak naik.
Beda halnya di Amerika Serikat. Inflasi justru diharapkan naik karena kenaikan laju inflasi
menjadi indikator bahwa ada tren kenaikan harga barang yang diakibatkan mulai pulihnya
daya beli masyarakat AS.
Walaupun tidak ada angka ideal terkait dengan laju inflasi, namun the FED mematok
angka 2% menjadi batas bawah. Dan bila tembus di bawah 2%, maka besar kemungkinan
The FED akan menginjeksikan dana dalam bentuk QE3. Dan saat ini kemungkinan
tersebut terbuka sangat lebar. Namun diperkirakan QE3 keefektifannya masih sama
dengan QE sebelumnya dimana hanya berdampak sesaat bagi perekonomian.
Bila The FED melakukan QE3 maka baik pasar keuangan dan saham AS bisa mengalami
kejatuhan. AS akan kehilangan kepercayaan dirinya mengingat masih lemahnya negara
mitra AS dalam menyelamatkan perekonomian. QE3 juga dapat memicu terjadinya capital
inflow yang masuk kesejumlah negara berkembang termasuk Indonesia.
Bila diberlakukannya QE3 maka secara politis akan menyebabkan kubu Demokrat sebagai
incumbent berada di bawah tekanan. Partai republik sebagai oposisi akan menggunakan
kesempatan ini untuk mengambil simpati masyarakat. Kebijakan The FED terkait QE3
mengancam keberlangsungan Obama sebagai presiden AS ke depan nantinya.
![Page 11: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/11.jpg)
Sejauh ini, QE3 masih sebatas wacana yang menimbulkan spekulasi. Namun, arahnya
sudah jelas, dimana saat Inflasi terus melemah maka sebenarnya kita bisa menyimpulkan
bahwa AS benar-benar akan melakukan kebijakan penambahan uang beredar (QE3).
Kita harus mampu mengantisipasi dampak kebijakan QE3 The FED nantinya. Masuknya
sejumlah uang (capital inflow) ke sistem keuangan kita akan mengakibatkan kita
kebanjiran likuiditas. Kita bisa mengantisipasinya dengan sejumlah langkah seperti
menurunkan BI Rate, kebijakan terkait berapa lama dana mengendap atau dengan
melakukan sejumlah kebijakan agar capital inflow menjadi bentuk investasi langsung.
QE3 tidak akan terelakkan bila indikator ekonomi AS ke depan nantinya benar-benar
mengarahkan The FED untuk menggelontorkan sejumlah dana segar. Dan kita harus
segera mengantisipasinya dengan melakukan sejumlah kebijakan agar Pasar Keuangan kita
tidak dijadikan tempat singgah semata bagi uang panas (hot money).
KRISIS AMERIKA: Quantitative easing ketiga mungkin dimulai April
Oleh Bloomberg
Sabtu, 21 Januari 2012 | 20:51 WIB
![Page 12: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/12.jpg)
NEW YORK: The Federal Reserve kemungkinan akan mengimplementasikan kebijakan stimulus moneter (quantitative easing) tahap ketiga pada April 2012 untuk mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi AS.
“The Fed akan memulai lagi periode pembelian aset-aset AS di kuartal ini, kemungkinan dimulai April, kata Ira Jersey, Direktur US Rates Strategy Credit Suisse, New York, hari ini (21/01)
Menurut Jersey, penggelontoran stimulus ronde ketiga ini akan lebih difokuskan pada pasar perumahan dan membeli aset-aset berbasis kredit perumahan.
“AS butuh kepercayaan konsumen yang tinggi, supaya kepercayaan bisnis ikut terangkat. Hal ini akan membantu menstimulasi lapangan kerja dan menggairahkan pasar perumahan” katanya.
Menurut rencana, Federal Open Market Committee akan menggelar pertemuan pada 24-25 Januari guna menetapkan suku bunga acuannya.
The Fed diproyeksi kembali akan menahan suku bunga acuannya di posisi 0,25, tingkat yang berlaku sejak Desember 2008 dan diperkirakan bertahan sampai paruh 2013.
Bank Sentral AS itu sudah membeli US$2,3 triliun hipotik dan obligasi AS dalam dua tahap pertama quntitative easing. (Bs
BI Waspadai Quantitative Easing Ke-3 Amerika
Idris Rusadi Putra - Okezone
![Page 13: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/13.jpg)
Rabu, 10 Agustus 2011 13:01 wib
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai penyelesaian krisis di Amerika Serikat (AS) sekarang ini memungkinkan negara Paman Sam itu melakukan quantitative easing (pelonggaran kuantitatif) yang ketiga, di mana ini akan berdampak dengan derasnya arus aliran modal alias capital inflow ke Indonesia.
"Kelihatannya mulai muncul pandangan makin kuat, semacam quantitative easing bisa muncul lagi. Kalau itu yang berjalan terlepas dari gejolak mudah-mudahan spekulasi. Kalau itu yang berjalan maka memang kelanjutan dari apa yang berlangsung dua tahun terakhir ini berjalan lagi," jelas Gubernur BI Darmin Nasution ketika ditemui di Gedung BI, Jakarta, Rabu (10/8/2011)
Menurut pandangan Darmin, quantitatif easing atau penambahan uang beredar ini mungkin saja akan terjadi jika stimulus fiskal AS belum cukup untuk pemulihan ini, maka akan dibutuhkan quantitative easing yang ketiga dan ini akan berdampak dengan derasnya aliran modal masuk ke Indonesia.
"Quantitative easing atau semacamnya saya tadinya mengharapkan kalau fiskal yang bisa diandalkan maka tidak akan akibatkan capital flow terlalu besar," jelasnya.
Lebih jauh, dia menambahkan, kasus di AS sekarang ini memang belum menemukan titik temu, dan pasar sekarang ini juga masih meragukan pemulihan ekonomi negara Paman Sam ini.
"Sebetulnya kan ya memang apa yang berkembang sekarang ini kita belum bisa sampai pada kesimpulan yang bulat. Tetapi memang kecenderungannya yang jelas pasar masih meragukan bahwa pemulihan ekonomi di negara maju terutama di AS. Keraguan itu kemudian sebetulnya sudah sedikit tertolong pada waktu ada peningkatan debt ceiling di AS, tetapi segera muncul kekhawatiran recovery yang tidak terlalu baik," pungkasnya.
![Page 14: Quantitative Easing Kebijakan Konvensional Bank Sentral Dunia Dalam Mencetak Uang Dan Mengatasi Krisis](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082322/55720e1e497959fc0b8c7051/html5/thumbnails/14.jpg)