Qontrol Quality Bahan Olah Karet

83
HALAMAN PENGESAHAN Laporan Kerja Praktek Dengan Judul: QUALITY CONTROL PADA PENGOLAHAN BAHAN BAKU KARET” yang dipersiapkan dan disusun oleh: IBRAHIM NIM. 0907114173 Program Studi S1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau, telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing Kerja Praktek, Dedy Masnur ST., M. Eng. NIP. 19761207 200312 1 002 Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Mesin Ketua Program Studi Sarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau Fakultas Teknik Universitas Riau

description

proses kontrol kualitas pada pengolahan karet

Transcript of Qontrol Quality Bahan Olah Karet

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kerja Praktek Dengan Judul:QUALITY CONTROL PADA PENGOLAHAN BAHAN BAKU KARET

yang dipersiapkan dan disusun oleh:

IBRAHIMNIM. 0907114173Program Studi S1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau,telah disetujui oleh:Dosen Pembimbing Kerja Praktek,

Dedy Masnur ST., M. Eng.NIP. 19761207 200312 1 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Mesin Ketua Program Studi Sarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau Fakultas Teknik Universitas Riau

Nazaruddin, ST.,MT. Dodi Sofyan Arief, ST.,MT NIP. 19720421 199903 1002 NIP. 19781202 200801 1007

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek (KP) dan menyusun laporan kerja praktek ini dengan judul QUALITY CONTROL PADA PENGOLAHAN BAHAN BAKU KARET. Laporan ini disusun sebagai hasil dari kerja praktek yang telah dilaksanakan di PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY), Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru, selama satu setengah bulan terhitung mulai 17 Oktober 2013 sampai dengan 25 Januari 2014. Laporan ini juga memaparkan sekilas mengenai profil PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY), Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru. Isi laporan ini meliputi permasalahan dalam perusahaan saat dilapangan serta penyelesaiannya sebagai hasil penelitian, yang dikumpulkan selama melaksanakan kerja praktek.Dengan rasa rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :1. Orang tua penulis atas dukungan dan doa yang tak pernah putus.2. Bapak Nazaruddin, ST., MT sebagai ketua jurusan Teknik Mesin Universitas Riau3. Bapak Dodi Sofyan Arif, ST., MT sebagai ketua program studi S1 Teknik Mesin Universitas Riau4. Bapak Dedy Masnur ST., M. Eng. sebagai dosen pembimbing Kerja Praktek5. Bapak Amril Nasution sebagai Personalia Riau Crumb Rubber Factory (RICRY)6. Bapak Reno sebagai ketua bidang mesin produksi di PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) yang membantu dalam mencarikan pembimbing lapangan.7. Bapak Ibrahim sebagai Teknisi pabrik serta sebagai Pembimbing Lapangan saat Kerja Praktek.8. Seluruh teman-teman Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau yang sudi memberikan berupa masukan yang bermanfaat.Serta semua Pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan pembuatan laporan kerja praktek ini. Semoga laporan yang dibuat dan disusun ini bisa digunakan sebagai referensi bagi kawan-kawan nantinya sehingga dapat membantu dalam mempermudah menyelesaikan berbagai kasus dan permasalahan berkaitan dengan topik yang penulis angkat.Kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat lebih menyempurnakan laporan ini sangat penulis harapkan.

Pekanbaru, 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISIiii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06 2047 2002)8Tabel 2. 2 Skema Standard Indonesia Rubber (SIR)23

v

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangStandar mutu sangat diperlukan dalam pengolahan karet sehingga sesuai dengan permintaan pasar dan bisa bernilai jual tinggi, karena kualitas dari suatu produk, selain dari bahan baku, proses pengerjaan juga sangat menentukan kualitas dari produk. Begitu juga produk olahan karet menjadi produk setengah jadi, juga sangat ditentukan oleh bagaimana proses pengolahan karet tersebut.Kualitas dari produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran dan karakteristik tertentu. Suatu produk dikatakan berkualitas baik apabila dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atau dapat diterima oleh pelanggan sebagai batas spesifikasi, dan proses yang baik yang diberikan oleh produsen sebagai batas kontrol. Salah satu aktifitas dalam menciptakan kualitas agar sesuai standar adalah dengan menerapkan sistem pengendalian kualitas yang tepat, mempunyai tujuan dan tahapan yang jelas, serta memberikan inovasi dalam melakukan pencegahan dan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi perusahaan. Kegiatan pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya.PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) merupakan pabrik pengolahan karet menjadi bahan setengah jadi. Pengolahan karet bahan baku mentah menjadi bahan setengah jadi ini melalui dua proses yaitu proses basah dan proses kering. Proses awal yang dilakukan adalah proses basah, kemudian dilanjutkan dengan proses kering. Proses yang dilakukan harus memperhatikan pengontrolan kualitas pada pengolahan Crumb Rubber.Tinjauan mengenai pentingnya Kontrol Kualitas pada pengolahan Bahan Olah Karet menjadi Crumb Rubber terhadap kualitas produk yang dihasilkan dan beberapa dampak positif sehingga mendorong penulis untuk mengangkat topik mengenai Quality Control Pada Pengolahan Bahan Baku Karet.

1.2 TujuanTujuan dari Kerja Praktek (KP) adalah :1) Mengetahui proses pengolahan karet dari bahan mentah hingga bahan setengah jadi.2) Mengenal system Quality Control pada pengolahan karet di PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY).3) Menganalisis kontrol kualitas yang diterapkan di pabrik dengan standar nasional.1.3 ManfaatManfaat dari Kerja Praktek (KP) ini adalah:1) Meningkatkan kualitas dan daya saing bagi penulis di dunia kerja. 2) Memberikan solusi berupa penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam industri pengolahan karet.3) Memberikan arahan dan tambahan referensi bagi kalangan akademisi untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya mengenai topik permasalahan yang sama.

1.4 Waktu dan Tempat PelaksanaanKerja Praktek ini dilaksanakan di PT.Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru. Kerja Praktek ini dilaksanakan 3 hari dalam 1 minggu selama 2 bulan hari Kerja Praktek, yang di mulai dari tanggal 17 oktober 2013 sampai dengan tanggal 25 januari 2014.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Karet Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Karet alam bukan hanya merupakan sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet,komoditi ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai sumber devisa negara, mengingat 84% produksi karet alam Indonesia diekspor dalam bentuk karet mentah sementara konsumsi karet domestik baru mencapai 16%. Karet bersama-sama dengan kelapa sawit merupakan dua komoditas utama penghasil devisa terbesar dari subsektor perkebunan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir karet menyumbang devisa 25% hingga 40% terhadap total ekspor produk perkebunan.Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand, dimana pada tahun 2012 produksi karet alam Indonesia mencapai 3,27 juta ton dan bersama Thailand masing-masing menguasai 27% dan 30% kebutuhan karet alam dunia. Saat ini produk karet Indonesia hampir 100% berupa produk industri hulu setengah jadi seperti karet sit RSS (Ribbed Smoked Sheet), karet remah SIR (Standard Indonesian Rubber), Sit angin, Latex pekat. Sedangkan produk industri hilirnya masih sangat terbatas jumlah produsennya, antara lain PT. Industri Karet Nusantara yang merupakan anak usaha PT. Perkebunan Nusantara III Medan, Sumatera Utara (http://balittri.litbang.deptan.go.id). Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea brasiliensis. Total luas perkebunan karet di Indonesia hingga saat ini berkisar 3 juta hektar lebih, terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama Indonesia memiliki luas lahan yang jauh dibawah jumlah tersebut. Lahan karet yang luas di Indonesia tidak diimbangi dengan pengelolaan yang memadai. Hanya beberapa perkebunan besar milik Negara dan beberapa perkebunan swasta saja yang pengelolaannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan perkebunan karet milik rakyat dikelola seadanya, bahkan ada yang tidak dirawat dan hanya mengandalkan pertumbuhan alami. Sehingga produktivitas karet menjadi rendah. Bahkan, produksi karet alam Indonesia per tahunnya berada dibawah Malaysia dan Thailand yang memiliki luas lahan jauh lebih sedikit (Gountra, 1976).Tanaman karet apabila digores atau disayat pada kulit batangnya akan mengeluarkan cairan pekat berwarna putih yang disebut lateks. Lateks adalah cairan koloidal berwarna putih susu dengan pertikel-partikel karet terdispersi air. Lateks mengandung protein (zat putih telur) yang dapat terurai akibat aktivitas bakteri.

2.2 Bahan Olah KaretBerdasarkan standart SNI 06- 2047- 2002, terdapat beberapa klasifikasi bahan olah karet yaitu lateks kebun, dan Koagulumnya dalam bentuk Sit, Lump dan Slab.2.2.1 Lateks KebunLateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea Brasiliensis M.), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai kadar karet kering (KKK) antara 20-35%, serta bersifat kurang mantap sehingga harus segera diolah secepat mungkin. Cara penyadapan dan penanganan lateks kebun sangat berpengaruh kepada sifat bekuan sekaligus tingkat kebersihannya.Lateks kebun yang baik dapat diperoleh melalui langkah-langkah berikut:1. Mengumpulkan lateks kebun yang masih segar 3-5 jam setelah penyadapan. Sebagai wadah, sebaiknya menggunakan sejenis mangkok, ember dan wadah lain yang bersih dan kering untuk menampung lateks kebun agar mutu terjaga baik.2. Menghindarkan prakoagulasi dengan menambahkan larutan amonia encer (10%) sebanyak 100-200 ml (1/2 - 1 gelas) ke dalam 10 liter (1 ember) lateks kebun3. Koagulum (bekuan karet) yang terjadi dalam ember harus segera dipisahkan dari lateks agar lateks kebun tidak mengalami penggumpalan seluruhnya.4. Lateks kebun jangan dicampur dengan benda lain seperti kayu dan kotoran lain dan jangan diencerkan.2.2.2 Sit AnginSit angin adalah lembaran tipis yang berasal dari gumpalan lateks kebun dengan menggunakan penggumpalan asam semut, dikempa airnya dengan cara penggilingan dan dikeringkan dengan cara dianginkan. Pengolahan sit angin yang baik adalah sebagai berikut (Badan Standarisasi Nasional, SNI 06- 2047- 2002):1. Pengenceran latekLateks kebun yang belum mengalami prakoagulasi (penggumpalan dini) diencerkan dengan air bersih hingga KKK menjadi sekitar 15% atau 1 ember lateks kebun ditambah dengan 3/4 (tiga perempat) ember air. 2. PenyaringanLateks kebun yang telah diencerkan disaring melalui saringan lateks 20 mesh. 3. PenggumpalanLateks yang telah disaring dibubuhi larutan asam semut 10%. Larutan asam semut 10% dibuat dengan mengencerkan asam semut 90% dengan air bersih dalam perbandingan 1 : 10. Dosis yang digunakan menggumpalkan lateks adalah 10 ml (1 sendok makan) larutan asam semut encer per liter lateks yang telah diencerkan. Penambahan larutan asam semut ke dalam lateks disertai pengadukan secara merata kemudian lateks dibiarkan menggumpal selama 2-3 jam sampai terbentuk koagulum siap untuk digiling. 4. PenggilinganKoagulum dikeluarkan dari bak dan dipipihkan. Lembaran koagulum digiling menggunakan gilingan tangan polos sebanyak 4 kali, setiap kali menggiling jarak rol diatur agar setelah penggilingan ketiga tebal lembaran karet 5 mm. Setelah itu lembaran karet digiling menggunakan gilingan beralur 1 kali sehingga tebal sit sekitar 3mm. Lembaran sit dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan asam semut yang tertinggal. 5. PengeringanLembaran sit yang diperoleh digantung di atas rak untuk dikering-anginkan di udara terbuka kira-kira 10 hari, dan diusahakan agar tidak terkena sinar matahari langsung.

2.2.3 Lump dan SlabLump merupakan koagulum yang terbentuk pada mangkok penampung lateks kebun beberapa saat setelah penyadapan. Menurut Standar Mutu yang kini berlaku, proses penggumpalan harus terjadi secara alami atau dengan koagulan yang baik. Mutu I diberlakukan untuk ketebalan tidak lebih dari 50 mm, mutu II diatas 50 sampai 100 mm, mutu III lebih dari 100 hingga 150 mm, ketebalan di atas 150 mm digolongkan sebagai mutu IV.Slab adalah gumpalan (koagulum) yang berasal dari lateks kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut dan dari lump mangkok segar yang direkatkan dengan atau tanpa lateks. Slab tipis tidak boleh dikotori oleh tatal sadap, kayu, daun, pasir dan benda asing lain. Jenis-jenis kontaminan tersebut merupakan bentuk utama dari limbah padat yang dihasilkan di pabrik Crumb Rubber.Agar dapat dihasilkan slab tipis yang baik, cara pengolahan yang dilakukan sebagai berikut:1. Lump segar harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dalam kotak kayu atau bak pembekuan lain dengan tebal tidak lebih dari 50mm.2. Lateks kebun langsung ditambahkan larutan asam semut 10% sebanyak 10 ml per liter lateks, kemudian segera dituangkan secara merata ke dalam bak pembekuan yang telah berisi lum segar, sehingga terbungkus oleh lapisan lateks. 3. Koagulum yang diperoleh berbentuk slab tipis dengan ketebalan kurang dari 50mm. Slab ini selanjutnya dapat dipipihkan dengan tangan atau benda lain (kayu) di atas alas yang bersih.Slab tipis ditiriskan dan didinginkan di atas rak atau digantung seperti meng-gantung Sit angin di udara terbuka selama 1 - 2 minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Slab tipis yang telah dikering-anginkan disimpan dalam bangsal penyimpanan.

2.3 Syarat Mutu2.3.1 Persyaratan Kualitatif2.3.1.1 Lateks Kebuna) Tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks.b) Tidak boleh dimasuki dengan benda- benda lain seperti kayu ataupun kotoran lain.c) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.d) Berwarna putih dan bau segar.

2.3.1.2 Sit Angina) Digumpalkan dengan asam semut atau bahan pengumpal lain atau gumpalan alami lateks kebun di dalam wadah sadap.b) Tidak boleh dicampur dengan gumpalan yang tidak segar.c) Gumpalan dapat digiling atau dikempa untuk mengeluarkan serumnya.d) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.e) Selama penyimpanan tidak boleh direndam di dalam air atau terkena sinar matahari langsung

2.3.2 Persyaratan KuantitatifPersyaratan kuantitatif ketebalan (T) dan kebersihan (B) dengan spesifikasi seperti pada Table 2.1Tabel 2. 1 Persyaratan Mutu Bokar (SNI 06 2047 2002)

2.4 Pengambilan ContohBerdasarkan standar SNI 06 2047 2002 mengenai Bahan Olah Karet, maka tata cara pengambilan contoh dilakukan seperti berikut:2.4.1 Jenis Lateks KebunTiap 20 liter lateks kebun petani setelah diaduk diambil contoh sebanyak 100 mililiter, lalu ditimbang dan hasil penimbangan dicatat (Wt).

2.4.2 Jenis Sit AnginCara pengambilan contoh pada bahan olah karet berbentuk Sit Angin meliputi:a) Tiap tumpukan (maksimum 1 ton) diambil minimum 5 (lima) lembar secara acak.b) Lakukan pemotongan contoh pada bagian ujung dan tengah setiap lembaran sit angin dengan berat maksimum 0,5 kg.c) Potongan contoh yang diambil, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi tanda.d) Selanjutnya dilakukan penimbangan contoh. Setelah penimbangan, contoh harus secepat mungkin dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk membatasi kehilangan air. Seluruh isi dalam kantong plastik (karet maupun kotoran yang terpisah) harus ditimbang bersama. Hasil penimbangan dicatat (wt).

2.5 Penyiapan Contoh Uji2.5.1 Lateks KebunContoh bahan olah karet yang telah diambil, selanjutnya dilakukan proses persiapan seperti terlihat berikut:a) Lateks kebun digumpalkan dengan menambahkan asam semut 2% sebanyak 10 mililiter, diaduk kemudian dibiarkan beberapa saat sehingga menggumpalkan danserumnya jernih.b) Gumpalan digiling dengan gilingan tanga sehingga diperolehlembaran setebal kira-kira 2 milimeter.c) Lembaran dikeringkan, kemudian ditimbang. Hasil penimbangan dicatat (w).

2.5.2 Sit Angin dan SlabSit angin dan Slab yang telah diambil, selanjutnya disiapkan untuk dilakukan proses pengujian, adapun tahap penyiapan bahan uji meliputi:a) Dilakukan pencatatan identitas dari tiap-tiap contoh yang diambil (berat, ciri, kenampakan).b) Pengelompokan contoh yang sejenis, dalam hal ini agar dihindarkan penggabungan (dengan/tanpa sengaja) contoh tidak sejenis.c) Dilakukan penggilingan contoh. Tiap contoh digiling menjadi suatu lembaran krep tipis. Penggilingan dilakukan dengan pencucian berulang kali sampai krep m erata, bersih dan tipis (ketebalan 2 mm). Selama penggilingan dihindarkan kehilanganbutiran/remahan karet dalam air cucian. Butiran/remahan yang jatuh harusdikembalikan ke dalam gilingan.d) Setelah digiling, lembaran basah diseka dengan kain kering atau ditiriskan kemudian ditimbang. Hasil penimbangan dicatat (w).

2.6 Cara Pengujian2.6.1 Penentuan kadar karet kering lateks kebun (K)Kadar karet kering (K) adalah jumlah karet yang dikandung dalam bahan olah karet, dinyatakan dalam persen. Penentuan kandungan dalam bahan olah karet dengan cara penggilingan, pencucian, dan pengeringan.Peralatan yang digunakan pada pengujian inia) Gilingan krep (creper).b) Timbangan halus (ketelitian 1 g).c) Alat pengering/oven.

Cara kerja1. Pengujian contohContoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti dimaksud dalam butir 2.6.2. 2. Hasil penimbangan contoh adalah W.3. Penentuan kadar karet kering (K) contoh.

(2.1)dengan pengertian:K adalah kadar karet kering contoh;Wt adalah berat lateks kebun contoh;W adalah berat krep hasil penggumpalan lateks kebun .

4. Sedangkan kadar karet kering dari beberapa contoh merupakan rata - rata dari K masing-masing contoh.

(2.2)K1.Kn = kadar karet kering setiap contoh

2.6.2 Penentuan KetebalanKetebalan BOKAR dimaksudkan sebagai jarak terjauh antara permukaan satu dengan permukaan yang lain secara vertikal dinyatakan dalam satuan milimeter (mm).Prinsip metodaUkuran melintang bahan olah karet.Peralatan- Meteran atau kaliper.- Kotak dengan lebar celah 30 mm, 50 mm, 100 mm.- Pisau.Cara kerjaAdapun cara pengujian yang dilakukan terhadap contoh yang akan diuji meliputi:a. Sit angin dan slab (cara pengukuran) Penyiapan contohContoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti dimaksud dalam butir 2.4. Diukur jarak tegak lurus antara dua permukaan yang berhadapan. Lakukan pengukuran pada 3 (tiga) tempat berbeda. Pernyataan hasil Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan millimeter (mm) sebagai rata- rata dari 3 (tiga) pengukuran.

b. Slab (cara praktis) Penyiapan contohContoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh seperti dimaksud dalam butir 2.4. Contoh uji dimasukkan kotak dengan lebar celah 30,50 atau 100 mm sesuai dengan ketebalan BOKAR yang akan diuji. Lakukan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan. Pernyataan hasilHasil pengukuran dinyatakan dalam satuan millimeter (mm) sebagai rata- rata dari 3 (tiga) pengukuran.

2.6.3 Penentuan kebersihanKebersihan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengotoran bahan olah karet dari bahan bukan karet seperti pasir, tanah, batu, ranting, daun, tatal sadap dan sebagainya.

Prinsip metodePengamatan dilakukan secara visual, ada/tidaknya kotoran di dalam bahan olah karet dengan cara membandingkan antara contoh uji dengan photo baku yang te lah dipersiapkan.Peralatan Pisau.Cara kerjaPengujian yang dilakukan meliputi beberapa tahap berikut: Penyiapan contohContoh uji disiapkan sesuai dengan tata cara pengambilan contoh pada butir 4.2. Diamati ada tidaknya kotoran secara visual atau dengan cara membandingkan contoh uji dengan photo b aku yang telah dipersiapkan. Apabila perlu, bahan olah karet dapat dipotong/dibelah untuk melihat kotoran yang ada di dalamnya.Pernyataan hasilPernyataan dari hasil pengujian berupa Terdapat kotoran dinyatakan terlihat nyata. Tidak terdapat kotoran dinyatakan tidak terlihat nyata.

2.7 Perkembangan Mutu Bahan Baku Crumb RubberSesuai dengan pola bisnis pada umumnya yang ingin mendapatkan margin sebesar-besarnya dari hasil penjualan produk, maka di dalam perdagangan bahan baku karet (bokar) senantiasa muncul upaya untuk memanipulasi berat dengan cara menambahkan zat-zat pengotor. Manipulasi berat bahan baku Crumb Rubber relatif mudah dilakukan dibanding terhadap lateks pekat dan sit asap, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.a. Lateks pekat dan karet lembaran (sit asap dan krep) berbahan baku langsung dari lateks kebun yang masih segar, sehingga penambahan zat pengotor akan langsung terlihat dengan kasat mata, serta pengaruh buruknya terjadi secara langsung pula terhadap produk lateks pekat maupun sit asap/krep yang dihasilkannya.b. Pengusahaan Lateks pekat dan karet lembaran secara umum dilakukan oleh perusahaan BUMN dan Swasta Besar, yang memiliki organisasi dan manejemen produksi yang sangat baik, sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi di dalam bahan baku yang akan diproses di pabriknya.c. Perusahaan lateks pekat dan sit asap/krep umumnya memiliki lahan sendiri yang telah terintegrasi dengan pabrik pengolahannya.Karet sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet remah, karena dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3 mm), sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran agar beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu yang tinggi akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket.Industri Crumb Rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri pencucian dan pengeringan secara singkat. Berbeda dengan karet sit asap atau krep, karet remah dapat dibuat dari lateks yang telah menggumpal (koagulum) baik yang segar maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran, sehingga. membuka peluang kesengajaan memasukkan kotoran agar beratnya meningkat. Sejak terlahir pada tahun 1968, industri Crumb Rubber telah mengalami perkembangan teknologi untuk menyesuaikan terhadap kapasitas dan kondisi bahan baku yang tersedia.a. Periode 1968-1971 : dalam kurun waktu ini belum terjadi masalah kontaminasi karena bahan baku langsung dari leteks dan pembekuannya dilaksanakan di pabrik dengan sarana yang bersih, kemudian bekuan diremahkan dengan bantuan minyak jarak langsung di dalam kreper. Crumb Rubber yang dihasilkan baru jenis SIR 3 dan 5. Nilai 3 (atau 5) tersebut, menunjukkan kadar maksimum kotoran tidak lebih dari 0,03 (atau 0,05%).b. Periode 1972-1980 : pabrik-pabrik Crumb Rubber mulai bermunculan, yang asalnya kurang dari 60 pabrik meningkat menjadi 85 pabrik pada awal tahun 1972, menyebabkan persaingan sangat ketat untuk pengadaan bahan baku. Awal tahun 1972, peremahan dengan minyak jarak menggunakan kreper mulai ditinggalkan karena dinilai lambat, dan sebagai gantinya mulai digunakan Granulator. Pengembangan alat ini bersama-sama dengan hammer-mill ternyata mampu meremahkan karet dalam bentuk Lump. Kondisi ini berdampak petani karet mulai memproduksi lump mangkok yang relatip cepat pembuatannya dibanding menyiapkan lateks tetap segar. Periode ini mulai diproduksi SIR 10. Hal ini menunjukkan bahwa kadar kotoran mulai meningkat. SIR 10 berkadar kotoran maks. 0,1, sedangkan SIR 3 hanya 0,03%.c. Periode 1980-sekarang : Jumlah pabrik meningkat menjadi 106 dan kini 115, seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap crumb rubber. Tahun 1975 produksi karet alam Indonesia masih sekitar 780 ribu ton, tahun 1980 naik tajam menjadi 1020 ribu ton. Agar kapasitas pabrik dapat ditingkatkan, maka proses peremahan di dalam Granulator/Hammer-Mil juga perlu ditingkatkan, caranya adalah dengan memasang Pre-Breaker sebelum Granulator/Hammer-Mill. Alat ini semula dirancang sebagai mesin peremah kasar dengan input tetap Lump. Namun ternyata alat tersebut dapat dikembangkan untuk bahan baku yang lebih besar dibanding Lump. Kondisi ini menjadi pemicu petani untuk menjual berbagai jenis bahan baku, selain lump juga sleb, ojol, sit angin, scrap tanah dan scrap pohon. Peralatan pabrik pun sudah sedemikian lengkap, mulai dari pre-breaker, hammer-mill, granulator, ekstruder, bak-bak makro-blending, kamar gantung angin, dan shredder.

Dari uraian di atas tampak bahwa terdapat kaitan atau sebab akibat yang sangat erat antara peningkatan konsumsi dunia untuk Crumb Rubber, daya pasok bokar, kapasitas pabrik, teknologi pengolahan, dan karakteristik bahan baku. Peningkatan konsumsi dunia menyebabkan peningkatan kapasitas produksi pabrik. Kondisi ini berdampak persaingan memperebutkan bahan olah semakin tajam, sehingga aspek mutu mulai diabaikan, memicu petani untuk berlomba-lomba menyediakan bahan baku dengan sasaran utamanya adalah kuantitas. Pengawasan mutu yang lemah dan tidak adanya insentif harga terhadap mutu, merupakan faktor utama yang mendorong upaya memanipulasi berat bokar dengan cara membubuhkan bahan-bahan non-karet, agar berat bokar dapat ditingkatkan dengan harapan harganyapun dapat dinaikkan. Pemerintah sejak tahun 1984 telah membakukan bokar melalui SPI-BUN 02/02/1984 untuk memperbaiki mutu bokar dan memperkecil keragaman jenis bokar. Sejalan dengan Revisi Skema SIR pada tahun 1988, SPI Bokar tersebut disempurnakan menjadi SPI-BUN 02/02/1988. Pada tahun 1990 SPI Bokar diangkat oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) menjadi Standar Nasional Indonesia SNI 06 - 2047 - 1990 Bokar. Adanya SNI Bokar SNI 06-2047-1990 seharusnya sangat membantu perbaikan mutu, namun disayangkan bahwa standar ini sulit diaplikasikan di lapangan. Selain itu SNI Bokar bersifat sukarela (voluntary), berbeda dengan SNI untuk Crumb Rubber dan RSS yang bersifat wajib (mandatory). Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional telah merevisi SNI Bokar menjadi SNI 06-2047-1998 berdasarkan Surat Keputusan No. 102/BSN-I/KH/05/98 tanggal 26 Mei 1998 untuk mengeliminir kendala tersebut. Penerapan SNI bersifat wajib (mandatory) yang diharapkan berdampak lanjut sampai ke tingkat petani untuk menghasilkan bokar bermutu baik. Sekalipun SNI 06-2047-1998, bersifat mandatory, namun penerapannya mengalami kesulitan, antara lain disebabkan kurangnya tenaga pelaksana pengawasan penerapan standar mutu. Selain itu Kapasitas terpasang pabrik telah melampaui kemampuan pasok bahan olah menyebabkan pabrik kurang tertarik untuk menyeleksi bahan olah, selama target produksi belum terpenuhi. Belum terlaksananya penerapan standar mutu bokar secara efektif menyebabkan kondisi bokar belum mengalami peningkatan berarti. Hal ini menyebabkan permasalahan konsistensi mutu masih belum terpecahkan sepenuhnya secara mendasar. Pihak pabrik masih mengandal-kan cara-cara lama untuk memenuhi permintaan konsumen, yakni dengan cara mencampur berbagai jenis bahan olah dengan harapan kualitas produk memenuhi kisaran permintaan yang dipersyaratkan konsumen. Selain itu, terkadang pabrik juga melakukan pengujian total seluruh bandela karet yang dihasilkan dan mengeluarkan produk yang tidak memenuhi persyaratan permintaan konsumen. Selama ini praktek tersebut mampu memenuhi tuntutan konsumen, namun membutuhkan suatu usaha tertentu berupa pencampuran bahan olah yang intensif dan seratus persen pengecekan terhadap hasil Crumb Rubber Guna meningkatkan kemudahan implementasi SNI Bokar, pemerintah kembali merevisi SNI bokar menjadi SNI 06-2047-2002 (Tabel 2.1) yang lebih memberi keleluasaan untuk persyaratan tebal dan metode koagulasi. Efektifitas pemberlakuan SNI bokar yang baru tersebut saat ini masih belum dapat teridentifikasi, diperlukan waktu yang cukup untuk memasyarakannya.

2.7.1 Hasil Pengamatan Masalah Kontaminasi Pada Bahan Olah Karet2.7.1.1 Pengertian KontaminanLateks sebagai sumber pertama dari bahan baku Crumb Rubber sesungguhnya merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Didalam Lateks, selain hidrokarbon karet (polimer poliisoprena), terkandung juga berbagai senyawa penting antara lain lipid dan protein. Lipid berperan sebagai antioksidan, yakni bahan pencegah terjadinya oksidasi terhadap molekul karet. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid Lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Masuknya kontaminan ke dalam karet, akan merusak bahan-bahan alami tersebut (Archer, et al., 1983).Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, rasa dan kerusakan mutu lainnya. Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya.Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena didalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai pro-oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air/serum untuk segera keluar dari koagulum.Contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku Crumb Rubber adalah sering masuknya pasir dan tatal ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses. Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya ekstra untuk membersihkannya.

2.7.1.2 Jenis-Jenis Kontaminan Di Dalam BokarKontaminasi Crumb Rubber dapat berupa kontaminasi oleh pasir, tanah liat, tatal, potongan ranting, bahan penggumpal yang tidak disarankan (gadung dan pupuk), potongan kayu dari palet. Kontaminasi lain yang belakangan ini terjadi dan yang paling ditakuti oleh industri ban adalah kontaminasi oleh serat polipropilen, kompon lateks dan vulkanisat.Bahan-bahan kontaminan tersebut masuk ke dalam karet pada saat penyiapan dan penanganan bokar. Pada dasarnya, lateks yang keluar dari pohon karet adalah suatu bahan yang bersih (bebas dari kontaminan tersebut). Masuknya kontaminan ke dalam bokar dapat terjadi karena faktor kesengajaan atau akibat prosedur penggumpalannya tidak dilakukan secara hati-hati. a. Bahan-bahan kontaminan masuk ke dalam lateks atau karet, secara tidak sengaja akibat praktik penanganan dan pengolahan bahan olah yang kurang tepat, seperti penggumpalan lateks dalam lubang pada tanah, penyimpanan koagulum dalam semak berlumpur dan penggunaan bahan penggumpal dari parutan gadung dan umbi-umbian lainb. Kontaminasi yang terjadi sebagai ekses ikutan akibat penambahan bahan-bahan tertentu secara sengaja untuk mendapatkan keuntungan lebih dari penambahan bobot bokar. Penambahan tatal, penggunaan pupuk sebagai penggumpal, dan bahkan kaolin ke dalam lateks sehingga diperoleh bobot tambahan masih dipraktekkan, sekalipun hal ini dilarang menurut standar bokarc. Kontaminan yang paling ditakuti adalah kontaminan berupa serpihan serat polipropilen. Kontaminan ini berasal dari karung yang digunakan sebagai alat pengangkut bokar. Bagian karung yang rusak lengket pada lum atau ojol yang diangkut dan terbawa ke pabrik pengolahan karet. Pada saat pemecahan bahan olah dengan prebreaker dan hammer mill, serat plastik ini pecah menjadi serpihan kecil bercampur dengan potongan karet. Kontaminan ini sulit dipisahkan karena mengapung di air terbawa aliran bahan olah karet bila tidak terditeksi oleh petugas. Hal inilah yang sangat dikawatirkan oleh pihak prosesor crumb rubber.d. Selain serat polipropilen, akhir-akhir ini ditemukan pula kontaminan berupa limbah kompon dan limbah vulkanisat yang berasal dari barang jadi lateks seperti sisa-sisa (reject) karet busa, sarung tangan, balon putih dan vulkanisat barang jadi lateks lainnya. Kontaminan yang bersifat kimiawi ini sepintas menyerupai tampilan bokar sehingga sulit terdeteksi secara kasat mata.Kontaminan-kontaminan kelompok (a) dan (b) di atas sudah lama terjadi dan secara umum didapatkan di dalam bokar dari perkebunan rakyat. Kontaminan seperti pasir, kerikil, ranting, daun-daunan relatip mudah dihilangkan dengan peralatan pengolahan crumb rubber, walupun dengan konsekuensi diperlukan energi listrik dan air yang relatip banyak serta berakibat buruk terhadap limbah cairnya. Untuk kontaminan jenis (c) dan (d) tersebut di atas sulit bersatu dengan karet dan akan merupakan titik lemah. Pada produk ban, adanya titik lemah tersebut dapat menyebabkan ban sopek bahkan pecah/meletus pada saat digunakan. Hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan penumpang, sekaligus berdampak buruk terhadap citra kualitas ban. Oleh karena itu, industri ban sangat khawatir terhadap adanya kontaminan ini.2.7.1.3 Penanggulangan KontaminanPabrik crumb rubber yang mengalami masalah kontaminan, untuk sementara ini telah melakukan beberapa cara penanggulangan, walaupun hasilnya belum optimal.a. Kontaminan tatal, pasir, tanah atau lumpur, secara teknis sudah bisa dipisahkan dengan peralatan-peralatan pabrik seperti pre-breaker, lump crusher, bak makroblending, dan hammer-mill atau granulator.b. Kontaminan vulkanisat umumnya berwarna putih dengan bentuk dan ukuran beragam, antara lain berupa serpihan, masip, lembaran tipis, menyerupai spons, dan lempengan setebal 1-3 cm. Berdasarkan tampilannya, diduga vulkanisat terebut adalah produk-produk reject atau sisa-sisa proses dari kegiatan pembuatan sarung tangan, karet busa, balon dan barang-barang lateks atau barang-barang karet padat dengan pengisi kaolin, kalsium karbonat atau silika.c. Kontaminan vulkanisat ada yang bisa langsung terdeteksi pada saat sortasi awal, jika warnanya abu-abu, atau tidak berwarna putih. Namun untuk yang berwrna putih sukar teramati jika tidak dilihat secara seksamad. Jika lolos pada tahap sortasi awal, kontaminan baru terdeteksi pada tahap pre-drying, dimana blanket dari bahan murni akan berubah warna dari putih menjadi coklat muda atau cokelat gelap akibat turunnya kadar air, sedangkan kontaminan vulkanisat tetap berwarna putih.e. Bagi pabrik yang telah menjalankan manajemen pengolahan secara baik akan melakukan tindakan untuk memisahkan blanaket yang tercemar tersebut, untuk mengeluarkan kontaminannya.f. Pekerjaan pemisahan kontaminan vulkanisat dari blanket sepenuhnya dilakukan secara manual, sehingga sangat melelahkan, menguras tenaga dan memerlukan biaya ekstra. Pekerjaan ini sangat beresiko tinggi, karena bersifat subyektif, sukar terjamin bahwa blanket hasil sortasi akan betul-betul terbebas dari kontaminan vulaknisat, terutama untuk kasus-kasus dimana kontaminan tersebut berukuran kecil dan menyebar merata di seluruh blanket.g. Beberapa pabrik di Sumut dan Sumsel telah mengeluarkan langkah preventip yang cukup berani, yakni akan menolak seluruh kiriman lump/sleb dari seseorang pedagang, jika pada sortasi awal ditemukan adanya kontaminan vulkanisat. Tindakan tersebut terpaksa diambil guna mencegah dampak yang lebih buruk, walapun dengan langkah itu akan beresiko kekurangan pasok bahan olah.

Gambar 2. 1 Contoh contoh gambar Bokar yang terkontaminasi Pasir, Lumpur dan Tatal

2.7.2 Persyaratan Mutu Crumb RubberPada Tabel 2.2 disajikan Skema SIR yang merupakan Standar Mutu Crumb Rubber yang saat ini berlaku untuk karet remah produksi Indonesia. Crumb Rubber tidak dapat dinilai secara visual, tetapi harus dinilai atas dasar spesifikasi teknis. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dari penilaian visual dapat dihindarkan. Dengan spesifikasi teknis para konsumen karet dapat mengetahui secara obyektif sifat-sifat tertentu dari karet.Crumb Rubber disebut juga sebagai SIR atau Standard Indonesian Rubber yaitu karet alam produksi Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkahan dan mutunya dinilai berdasarkan spesifikasi teknis. Penilaian spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk SIR yaitu penetapan kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, Po, serta PRI (Plasticity Retention Index), viskositas Mooney dan ASHT (Accelerated Storage Hardening Test).Kotoran yang terdapat dalam Crumb Rubber sangat merusak sifat-sifat dari barang jadi karet terutama ketahanan lentur dan ketahanan pemakaiannya. Sifat-sifat tersebut penting dalam menentukan mutu ban kendaraan bermotor, sehingga makin tinggi kadar kotoran Crumb Rubber, makin rendah mutunya.Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah yang dijual tidak mengandung terlalu banyak bahan-bahan kimia yang banyak dipakai dalam proses pengolahan. Bila pencucian karet kurang bersih maka zat-zat kimia tersebut masih tertinggal dalam karet yang sudah menjadi Crumb Rubber dan tercermin dari tingginya kadar abu. Adanya pasir juga dapat diketahui dari kadar abu yang tinggi pula.Zat menguap dalam karet mentah sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat-zat lain yang mudah menguap. Kadar zat menguap secara praktis adalah tidak lain penetapan kadar air karet mentah. Penentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa karet yang dujual telah mengalami pengeringan yang sempurna.Tabel 2. 2 Skema Standard Indonesia Rubber (SIR)(SNI 06-1903-2000)

Sumber: PT. Riau Crumb Rubber Factory Rumbai

Berikut defenisi dari beberapa jenis mutu karakteristik adalah :1. Kadar KotoranKotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan mesh. Adanya kotoran di dalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis.2. Kadar AbuAbu didalam karet terjadi dari oksida, karbonat dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet. Abu dari karet memberikan memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul dan ketahanan retak lentur dari vulkanisat karet slam.3. Zat MenguapZat menguap didalam karet sebagian besar dari uap air dan sisanya adalah zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100o C. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan. Adanya zat yang mudah menguap didalam karet selain dapat menyebabkan bau busuk, memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia kedalam karet pada waktu pembuatan kompon tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.4. Plasticity Retention Index (PRI)Penentuan Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi. Kadang-kadang ada warna karet yang tidak dapat dibandingkan karena terlampau kuning, kehijau-hijauan atau abu-abu. Jika hal ini terjadi maka karet tersebut dianggap sebagai karet yang mempunyai warna tidak normal. Warna yang tidak normal dapat terjadi karena pemisahan fraksi-fraksi kedalam lateks, sehingga mengakibatkan terkontaminasinya pigmen alam.

2.8 Cara Pengambilan Contoh2.8.1 Petugas Pengambil Contoh ( PPC )Petugas Pengambil Contoh adalah petugas dari laboratorium yang sudah diakui dan teregistrasi pada Lembaga Sertifikasi Personil.Petugas Pengambil Contoh (PPC) tersebut dapat dari laboratorium pabrik atau laboratorium independen yang diakui.2.8.2 Cara Pengambilan ContohPengambilan Contoh dilakukan terhadap bandela SIR yang keluar dari mesin kempa (bale press) sebelum bandela tersebut dibungkus plastik polietilen dengan interval maksimum 9 bandela dan disesuaikan dengan jumlah bandela didalam setiap pallet. Misalnya dapat dilakukan terhadap bandela nomor 2, 11, 20 dan seterusnya atau bandela nomor 5, 14, 23 dan seterusnya atau yang lazim dilakukan adalah bandela nomor 9, 18, 27 dan seterusnya.

2.8.3 Cara Pemotongan dan Penanganan Contoh Letakkan bandela terpilih diatas meja yang bersih dengan posisi mendatar dan sisi terpendek kearah vertikal. Potong salah satu sudut bandela dengan ukuran kira-kira 5 cm x 5 cm x tebal bandela kearah sisi vertikal. Potongan lainnya diambil dengan cara yang sama pada sudut yang berlawanan arah diagonal. Untuk jelasnya lihat gambar berikut :

Gambar 2. 2 Cara Pemotongan Bandela Berat satu potongan contoh (A atau B) adalah 150 sampai 200 gram. Satukan kedua contoh tersebut kemudian dimasukan kedalam kantong plastik. Setelah diberi label contoh yang menerangkan mengenai Tanggal produksi, nomor pallet / contoh. nomor potongan / bandela dan keterangan tambahan lain bila diperlukan, kemudian kantong plastik yang berisi contoh ditutup selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diuji. Kantong plastik yang berisi contoh ditutup selanjutnya dikirim ke laboratorium untuk diuji. Kriteria pengujian berdasarkan skema mutu pada Tabel 2.2.

2.9 Proses Pendeteksian MetalAdapun proses lengkap dari pendeteksian metal sesuai stantar yang berlaku sebagai berikut :1. Pekerja mendorong bandela melewati roller konveyor menuju ke belt conveyor yang akan mentransfer bandela menuju ke metal detektor.2. Pada saat bandela berada di bawah alat pendeteksi logam, maka sistem akan secara otomatis mendeteksi kontaminasi logam di bandela.3. Jika bandela tidak terkontaminasi logam, maka lampu utama dan alarm tidak akan menyala dan bandela akan ditransfer ke daerah pengepakan.4. Jika bandela terkontaminasi, maka lampu utama dan alarm akan menyala Secara otomatis. Bandela harus diperiksa ulang melewati detektor logam pada posisi sebaliknya.5. Apabila lampu utama dan alarm masih menyala, maka bandela akan di tolak. Bandela yang ditolak akan diproses kembali. Bandela akan dipotong menjadi 2, bagian A dan B. Bagian A dan B akan diproses sesuai dengan prosedur 1 sampai dengan prosedur 4. Apabila bagian A tidak terkontaminasi, maka bagian A akan ditranfer ke proses selanjutnya. Apabila bagian B terkontaminasi, maka B dipotong menjadi 2 yaitu B1 dan B2. Prosedur ini akan berlanjut sampai akhirnya logam ditemukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 2. 3 Proses Pendeteksian Logam 6. Hanya 2 bandela dengan jarak minimal 40 cm yang dapat diperiksa di belt conveyor pada waktu yang sama.Setiap shift, detektor logam harus diperiksa oleh petugas yang bekerja pada bagian ini dan dicatat dalam buku pemeriksaan detektor logam. Hal ini untuk menghindarkan kesalahan pendeteksian oleh ditektor logam.

2.10 Proses MaturasiMerupakan cara yang digunakan untuk proses pengeringan pada periode yang ditentukan, agar kadar kering bahan baku semakin tinggi sebelum diolah menjadi crumb. Proses maturasi dilakukan selama 3 minggu, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kadar kering yang tinggi. Kadar kering dari bahan baku sangat menentukan kualitas produk akhir, salah satunya adalah adanya bintik-bintik putih pada produk yang dikenal dengan white spot. Untuk itu perlu dilakukan proses pemeriksaan bahan baku. Prosedur pengujian DRC (Dry Rubber Content) pada proses maturasi sebagai berikut :a. Sampel yang diambil ditimbang, sampel tersebut adalah sampel basah, diberi nama (A)b. Sampel tersebut kemudian digiling sekitar 15-20 mm atau sampai homogen dan bebas dari kontaminasi.c. Setelah digiling sampel kemudian digantung selama 45 menit untuk memastikan bebas dari air di permukaan dan berat 100% lapisan basah, sampel ini diberi nama (B)d. Sekitar 1% dari berat lapisan basah yang mengandung beberapa lembar lapisan basah dengan ukuran sekitar 10 x 5 cm dipotong secara acak dan ditimbang (C1), potongan lainnya yaitu C2 dipotong untuk duplikasi dan ditimbange. Potongan lapisan basah C1 dan C2 kemudian dikeringkan dalam oven sampai kering benar, dan tidak ada bercak putih ditemukan.f. Setelah kering potongan-potongan didinginkan dan ditimbang sampel ini disebut (D1 dan D2).g. Perhitungan DRCnya sebagai berikut :

..(2.3)

(2.4)

..(2.5)

BAB IIIMETODOLOGI3.1 Tahapan Pelaksanaan Program Kerja PraktekPelaksanaan Kerja Praktek ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses. Mulai dari proses studi literatur, pencarian kasus hingga penyelesaian kasus tersebut. Keseluruhan proses saling terkait agar tujuan pelaksanaan dari kerja praktek seperti yang telah ditetapkan dapat tercapai. Rangkaian proses yang dilakukan dapat dilihat pada diagram Gambar 3.13.2 Prosedur PelaksanaanA. Survei Pendahuluan Tahapan ini merupakan tahapan dimana penulis melakukan survei berupa pengenalan proses produksi yang dilakukan di PT. RICRY. Pengenalan tersebut berupa alur proses produksi pada bahan olah karet hingga menjadi bahan setengah jadi (Crumb Rubber). Pengamatan dimulai dari mesin-mesin yang digunakan dalam produksi, hingga proses pengontrolan kualitas agar Crumb Rubber yang dihasilkan benar benar sesuai standar mutu.B. Objek PenelitianObjek penelitian yang akan dibahas adalah Kontrol Kualitas yang dilakukan pada pengolahan dari bahan olah karet menjadi setengah jadi.C. Studi LiteraturStudi literatur merupakan tahap awal dalam pelaksanaan Kerja Praktek. Yang dilaksanakan pada tahap awal pelaksanaan Kerja Praktek guna mendapatkan informasi yang penting dalam menunjang penyelesaian kasus. Studi literatur dilakukan dengan cara memahami informasi dari teori yang berkaitan dengan topik penelitian dan penyelesaian laporan serta mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan batasan masalah yang akan dibahas dan pencarian artikel yang berhubungan dengan pengkajian. Referensi yang digunakan berupa beberapa artikel dan kajian yang berkaitan dengan kontrol kualitas.D. Identifikasi MasalahHasil dari identifikasi masalah yang dilakukan, didapat sebuah kasus berupa masalah kontrol kualitas (Quality Control) yang dilakukan selama proses pengolahan bahan olah karet menjadi setengah jadi. Guna mengetahui lebih lanjut apakah proses yang dilakukan sesuai standar dan pengaruh terhadap kualitas produk akhir.E. Perumusan MasalahBerdasarkan hasil tinjauan lapangan, dilakukan perumusan masalah. Masalah kontrol kualitas memang tidak terlalu mencolok jika ditinjau secara aktual yang terjadi di PT. RICRY ini. Namun jika dibandingkan dengan stantard prosedure yang ada, maka akan terlihat jelas bahwa proses pengolahan yang terjadi masih jauh dari standar yang semestinya. Oleh karena itu, disini penulis akan coba untuk membandingkan standard prosedure yang dilakukan dengan yang semestinya dilakukan dan pengaruh terhadap kualitas produk akhir yang akan dihasilkan.F. Pengumpulan DataTahapan selanjutnya adalah pengumpulan data yang diawali dengan pengamatan langsung proses pengolahan yang dilakukan terhadap bahan olah karet. Kemudian data pengamatan yang diperoleh dicatat secara detail agar diperoleh data yang lebih effisien. Selain pengamatan langsung, juga dilakukan proses interview kepada beberapa pihak terkait proses kontrol kualitas.G. Analisis Hasil dari Pengolahan DataHasil studi kasus masalah kontrol kualitas terhadap pengolahan karet menjadi setengah jadi yang terjadi, penulis mengalisis penyebab dari masalah yang terjadi. Hasil analisis yang diperoleh, dilakukan perbandingan sampai menemukan jalan penyelesaian terhadap masalah yang terjadi.

H. Kesimpulan dan SaranSetelah rangkaian data dan analisis selesai dilakukan, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dari permasalahan yang terjadi yang kemudian dilanjutkan dengan saran yang diharapkan dapat meningkatkan mutu kedepan.

Gambar 3. 1 Flow Chart tahapan pelaksanaan kerja praktek3.3 Layout Produksi PT.Riau Crumb Rubber FactoryAlur proses pengerjaan yang dilakukan pada PT. RICRY dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut. Layout ini menunjukkan gambaran umum berbagai proses yang dilakukan dalam pembuatan Crumb Rubbers, dan proses dimana kontrol kualitas dilakukan.

Gambar 3. 2 Layout PT. Crumb Rubber Factory

Pemotongan sample dan pengujian Crumb rubber, proses Kontrol Kualitas II.

Proses Kontrol Kualitas Tahap I

3.4 Uraian Produksi3.4.1 PenerimaanA. Pembongkaran Truk isi karet panen dari Masyarakat Tani diperiksa, setelah itu dilakukan pembongkaran isi truk menuju ke lapangan pembongkaran. Muatan truk yang telah dibongkar oleh pekerja, selanjutnya disortir berdasarkan grade yang telah ditentukan perusahaan. Grade A merupakan bahan olah karet dengan kualitas baik sesuai standar yang terdapat pada Bab 2 bagian 2.3. Grade B merupakan bahan olah karet dengan kualitas menengah, masih terdapat kotoran pada karet tetapi masih bisa diolah. Grade C merupakan bahan olah karet dengan kualitas buruk dan bahkan sangat buruk. Biasanya pihak perusahaan akan menolak untuk membeli karet grade ini. Apabila ada bahan baku di luar ketentuan maka secara langsung dipisahkan. Selanjutnya truk mengambil dan membawa kembali bahan baku yang ditolak. B. Pemotongan Karet dipotong menggunakan mesin gergaji pemotong. Karet yang dipotong diangkat ke mesin gergaji potong secara manual oleh pekerja pabrik. Karet dipisahkan sesuai jenis kemudian diperiksa kontaminasi (Vulkanisir) dan setelah dinyatakan bersih dalam artian tidak terdapat kontaminan, maka akan diterima dan apabila karet kotor dalam artian banyak terdapat zat kontaminasi, maka akan di pulangkan pada distributor tani.C. Penimbangan Setelah kesepakatan diperoleh, maka dilakukan penimbangan terhadap karet yang akan dibeli. Berapa kadar dan timbangan karet yang dibeli maka dilakukan pembayaran kepada pemilik karet.3.4.2 PenumpukanKaret yang sudah dibeli akan ditumpukkan pada gudang bahan baku, menunggu untuk diproses. Bahan baku yang telah ditumpuk adalah bahan baku gabungan dari Cup lump, Slab lump. Penumpukan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3. 3 Penumpukan Bahan Baku

3.4.3 PrecleaningKaret yang berada di gudang penumpukan bahan baku diangkat dengan menggunakan forklift menuju mesin feeder breaker, pada mesin ini dilakukan proses penampungan bahan baku dari forklift dan proses pencucian karet sekaligus memindahkan bahan baku menuju breaker. Setelah bahan baku masuk pada mesin breaker akan keluar menjadi potongan-potongan kecil dan selanjutnya akan ditransfer menuju belt conveyor, yang akan dilanjutkan dengan proses pencucian dan penyaringan. Setelah karet berada pada belt conveyor dilakukan pengambilan kotoran yang melewati penyaringan secara manual oleh operator. Proses dilanjutkan pada hammer mill yang akan dilakukan pemukulan pada bahan untuk melepaskan kotoran yang masih melekat pada karet kemudian masuk kedalam bak pencucian I. Penyaringan juga dilakukan pada bak pencucian I. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.4. Pada mixing tank II karet dihomogenkan kembali sekaligus mengalirkannya ke proses blending.

Gambar 3. 4 Bak Pencucian Karet (Mixing Tank)

3.4.4 BlendingSetelah bahan melalui proses precleaning, maka bahan dimasukkan ke dalam mesin Creeper I melalui feeder breaker untuk digiling. Setelah itu dimasukkan ke mesin Creeper II, lalu dilanjutkan ke Creeper III, IV, V dan VI hingga menjadi lembaran dengan ketebalan tertentu di setiap Creeper. Penggilingan di mesin Creeper ditambahkan air yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran dan zat penggumpal yang masih tersisa. Untuk lebih jelas dapat kita lihat pada keterangan dibawah ini : 1. Creeper I Mesin ini menggiling hasil dari Mixing Tank II sebanyak 2x penggilingan dengan ketebalan 40 mm. 2. Creeper II Mesin ini menggiling hasil dari Creeper I sebanyak 3x penggilingan dengan ketebalan 30 mm.3. Creeper III Mesin ini menggiling hasil dari Creeper II sebanyak 4x penggilingan dengan ketebalan 25 mm.4. Creeper IVMesin ini menggiling hasil dari Creeper III sebanyak 1x penggilingan dengan ketebalan 15 mm. 5. Creeper V Mesin ini menggiling hasil dari Creeper IV sebanyak 1x penggilingan dengan ketebalan 13 mm.6. Creeper VI Mesin ini menggiling hasil dari Creeper VI sebanyak 1x penggilingan dengan ketebalan 7- 8 mm. Setelah dari Creper VI karet akan digulung pada kereta sorong sampai pada batas besi pada kereta sorong. Hasil pengolahan mesin creeper dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3. 5 Lembaran Karet

3.4.5 Hanging Sheet Lembaran karet (bandela) dibawa ke kamar gantung blanket dengan menggunakan lift. Penjemuran dilakukan selama 12-14 hari hingga kadar air pada lembaran tersebut berkurang hingga 68 %. Penjemuran ini dilakukan agar bandela yang dihasilkan benar benar menjadi bandela yang berkualitas, karena apabila lembaran tersebut tidak benar -benar kering akan mempengaruhi kualitas produk tersebut misalnya bandela tersebut akan lembab dan mudah berjamur. Proses penjemuran dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3. 6 Penjemuran Lembaran Karet

3.4.6 CrumbingDari penjemuran, selanjutnya gumpalan yang sudah kecil-kecil tersebut dimasukkan ke mesin cutter untuk diremahkan menjadi butiran-butiran. Bentuk mesin Cutter yang digunakan terihat pada Gambar 3.7. Lalu butiran-butiran tersebut dicuci sekali lagi sebelum dikeringkan. Kemudian butiran-butiran tersebut disaring untuk memisahkan butiran dan air, ditampung dalam kotak-kotak yang ada pada trolley. Setelah itu trolley dibawa ke kotak pengering.

Gambar 3. 7 Mesin Cutter

3.4.7 DryerProses pengeringan dilakukan di dalam kotak pengering (dryer) dengan menghembuskan udara panas ke dalam dryer dengan temperatur 100 140 oC selama 12 jam. Tujuan pengeringan ini untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam butiran hingga 10 15 %. Udara panas yang dihembuskan ke dalam dryer ini dihasilkan dari alat pemanas (heater) yang menggunakan blower. Setelah 1 2 jam, trolley dikeluarkan dari dalam dryer dan butiran didinginkan dengan menggunakan kipas pendingin (cooling fan) selama kurang lebih 5 menit hingga mencapai temperatur 50 0C. Tujuan pendinginan ini untuk menghindari kelembaban setelah pembungkusan dan mencegah pertumbuhan jamur, di samping itu untuk memudahkan proses pengepakan. Gambar 3.8 merupakan mesin Dryer yang digunakan pada proses pengeringan.

Gambar 3. 8 Mesin Dryer

3.4.8 Pressing Setelah didinginkan, selanjutnya butiran diletakkan di atas meja sortasi untuk diperiksa apakah ada karet yang mentah. Ciri-ciri karet mentah ini adalah seperti mata ikan. Jika ditemukan karet yang masih mentah tersebut, maka karet tersebut dibuang. Selanjutnya butiran akan ditimbang dengan berat @ 35 kg dan dipres dengan mesin press tekanan 2000 Psi selama kurang lebih 2 menit dengan dimensi 69 x 34 x 18 cm. Mesin press yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.9. Tujuan pengepresan ini adalah untuk menghilangkan rongga-rongga (bubble) udara di dalam blok-blok karet yang dapat merangsang pertumbuhan jamur.

Gambar 3. 9 Mesin Press Karet

3.4.9 WeightingSetelah bandela dipress akan diperiksa unsur logam dan white spo. Kemudian akan ditimbang seberat 35 Kg dan kemudian dibungkus. Sebelum packing dilakukan penimbangan ulang agar tidak merugikan pihak konsumen maupun perusahaan. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3. 10 Penimbangan Ulang Karet Sebelum Packing

3.4.10 Packing Setelah itu bandela karet dibungkus dengan plastik kedap udara dengan tebal 0,2 mm dan titik leleh 108oC serta berat jenis 0,92 kg/m. Selanjutnya plastik tersebut dicap dengan cat dan diberi label. Hasil Packing dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3. 11 Packing Crumb Rubber

3.4.11 Penggudangan (Storage)Pada penggudangan produk jadi ada 3 proses antara lain: A. Penimpaan Pada penggudangan dilakukan proses penimpaan sebelum pengepakan pada pallet, proses ini menggunakan besi baja yang berbentuk segi empat sesuai ukuran pallet dengan berat 1 ton. Penimpaan ini berguna untuk meratakan permukaan bandela yang sudah tersusun dalam box pallet agar dapat dibungkus dengan rapi. Untuk mendapatkan hasil yang rata pada permukaan proses ini membutuhkan waktu 3-4 jam. B. Pengepakan Setelah dilakukan penimpaan pada permukaan bandela dan didapatkan permukaan yang rata maka bandela yang sudah tersusun dalam pallet akan dibawa dengan menggunakan forklift kebagian pengepakan di dalam gudang. Pada pengepakan akan dilakukan proses pembungkusan dengan plastik pada bagian atas bandela dengan metode pembakaran menggunakan pengomporan, dengan cara besi dipanaskan dan dilengketkan pada plastik sehingga menyatu dengan rapi. Dalam proses ini tidak boleh udara masuk karena bila ada rongga udara akan mengakibatkan bandela berjamur dan tidak tahan lama. Untuk itu proses pengepakan ini harus mempunyai ketelitian yang tinggi karena ini merupakan proses terakhir untuk dipastikan produk ready stock. Gambar 3.12 merupakan proses pengepakan Crumb Rubber.

Gambar 3. 12 Pengepakan Crumb Rubber

C. Ready Stock Proses ini adalah proses pada penggudangan menunggu untuk pengiriman. Pada proses ini setelah dilakukan semua proses dan dijamin sudah memenuhi standar dan kualitas mutu. Setelah dilakukan pengepakan dan dinyatakan bagus, pallet akan dibawa ke bagian ready stock di dalam gudang sebelum jadwal pengiriman sesuai permintaan konsumen. Crumb rubber yang telah ready stock dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3. 13 Crumb Rubber yang Siap Dipasarkan

BAB IVTUGAS KHUSUSANALISIS KONTROL KUALITAS PENGOLAHAN CRUMB RUBBERPenjagaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan, setiap perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan karet menjadi Crumb Rubber harus melakukan pengawasan mutu. Pengawasan mutu dilakukan pada saat penerimaan bahan baku, proses maturasi, proses pembentukan crumb, sampai dengan finishing product.4.1 Pengontrolan pada Bahan Baku KaretBerdasarkan pada Tabel 2.1, dapat dilihat beberapa standarisasi pada Bahan Olah Karet (Bokar). Jenis bahan dasar seperti Lateks Kebun, Sit, Slab dan Lumb serta ketentuan cara pengolahannya dapat dilihat pada Bab 2 Butir 2.2 dan Butir 2.3.Langkah pengontrolan kualitas yang dilakukan oleh pihak PT. RICRY pada tahap pembelian Bahan Olah Karet meliputi beberapa hal seperti berikut:Proses pengamatan yang dilakukan pada tahap awal pembelian adalah melalui Visualisasi. Karet yang baru saja dibongkar dari Truk penjual, dilakukan pengamatan dengan memotong bongkahan-bongkahan karet sehingga menjadi dua bagian terpisah. Dari hasil pengamatan, dikelompokkan beberapa jenis Bahan Olah Karet sesuai Grade yang telah mereka tetapkan seperti tertuang pada Bab 3 butir 3.4.1. Proses pemisahan dan pengelompokkan hanya untuk mengklasifikasikan harga yang dibayar pada penjual.Pihak Perusahaan masih menerima Bahan Olah Karet walaupun masih terdapat kontaminan tetapi dalam jumlah yang sedikit atau maksimal sekitar 30% dari Bokar. Sedangkan sesuai standar yang ditetapkan oleh BSN mengenai Bahan Olah Karet yaitu SNI 06 2047 2002. Persyaratan Kualitatif menyatakan bahwa:1) Tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks.2) Tidak boleh dimasuki dengan benda- benda lain seperti kayu ataupun kotoran lain.3) Tidak terlihat nyata adanya kotoran.4) Berwarna putih dan bau segar.Langkah Pro-Aktif yang bisa diambil oleh perusahaan untuk menanggapi masalah ini adalah dengan menetapkan selisih harga yang signifikan terhadap Bahan Olah Karet. Menaikkan harga Bokar yang bersih tanpa kontaminan dan menurunkan harga Bokar yang masih terdapat kontaminan dan masih bisa ditolerir oleh pihak perusahaan. Memberikan penjelasan kepada petani mengenai pentingnya kebersihan Bahan Olah karet terhadap kualitas produk sehingga pihak perusahaan harus melakukan tindakan ini.4.2 Proses MaturasiSeperti telah dijelaskan pada Bab II, yaitu pada butir 2.10 mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan pada proses maturasi. Hasil analisis mendapati bahwa proses ini belum dilakukan.Proses maturasi hanya dilakukan pada proses hanging sheet atau proses penjemuran. Sedangkan untuk perhitungan nilai DRC, tidak dilakukan secara matematik dan berdasarkan rumus yang tercantum pada Bab II Rumus 2.1. Pihak kontrol kualitas hanya melakukan proses secara Visualisasi untuk memperhatikan kadar kering.Kadar kering juga merupakan salah satu penentu dari kualitas produk akhir, maka proses DRC harus dilakukan sesuai standar yang berlaku. Guna menghindari kesalahan kecil yang bisa berakibat pada buruknya kualitas produk akhir yang akan dihasilkan.

4.3 Pendeteksian MetalSebagai jaminan bahwa produk Crumb Rubber yang dihasilkan terhindar dari adanya kontaminasi seperti besi dan batu yang dapat merusak kualitas dari produk Crumb Rubber, maka perlu dilakukan proses pendeteksian metal. Merupakan proses dimana bandela yang dihasilkan harus melewati sebuah mesin pendeteksi metal, dan mesin akan memberikan alarm jika terdapat kontaminasi dalam bandela. Proses ini juga telah dilakukan pada PT. RICRY. Adapun proses dari pendeteksian metal yang mereka lakukan sebagai berikut :1. Pekerja mendorong bandela melewati roller konveyor menuju ke belt conveyor yang akan mentransfer bandela menuju ke pendeteksian metal.2. Pada saat bandela berada di bawah alat pendeteksi logam, maka sistem akan secara otomatis mendeteksi kontaminasi logam di bandela.3. Jika bandela tidak terkontaminasi logam, maka lampu utama dan alarm tidak akan menyala dan bandela akan ditransfer ke daerah pengepakan.4. Jika bandela terkontaminasi, maka lampu utama dan alarm akan menyala Secara otomatis. 5. Apabila lampu utama dan alarm masih menyala, mereka tetap melanjutkan proses penimbangan, kemudian bandela dibungkus di dalam kantong plastik untuk dikemas di dalam peti kemas.

Perbandingan antara proses yang dilakukan di Perusahaan dengan prosedur standar seperti tersaji pada Bab 2, butir 2.9 menunjukkan bahwa ada beberapa proses yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak dilakukan. Contoh kasus yang terjadi yaitu mereka melewatkan proses 5 sampai dengan 7 walaupun masih terjadi kasus pada no. 4 masih terdapat beberapa kelalaian yang sengaja dilakukan oleh para petugas sehingga seluruh prosedur pada proses pendeteksian logam tidak berjalan dengan baik. Proses yang seharusnya dilakukan ketika terjadi kasus pada no. 4 adalah proses proses 5 sampai dengan 7 pada butir 2.9, namun hal yang sering mereka lakukan adalah langsung melakukan proses packing. Kejadian-kejadian seperti inilah yang menjadi potensi besar terhadap menurunnya kualitas dari produk Crumb Rubber yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengawasan secara terperinci harus diterapkan pada proses pendeteksian metal agar kelalaian pekerja yang dapat menurunkan kualitas dari produk akhir dapat dihindari. Karena mutu dari suatu produk menjadi faktor penentu dari kelancaran penjualan produk.

4.4 Proses Pengujian SampelJaminan terhadap kualitas produk yang telah ditetapkan oleh SNI 06-1903-2000 harus dijaga, sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel dari produk. Sampel akan diambil dari setiap 4 bandela. Misalnya dapat dilakukan terhadap bandela nomor 2, 6, 10 dan seterusnya atau bandela 5, 9, 13 dan seterusnya atau yang biasa dilakukan di PT. Riau Crumb Rubber Factory adalah pemotongan bandela 4, 8, 12 dan seterusnya. Syarat pengambilan contoh bandela terlihat pada Bab sebelumnya, yaitu pada butir 2.8.Proses pengujian sampel telah dilakukan dengan baik oleh perusahaan. Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu pada proses lanjutan setelah dilakukan pemotongan sampel. Karena proses pengujian sampel tidak dilakukan langsung setelah proses pemotongan, namun semua sampel ditumpuk terlebih dahulu. Setelah terkumpul beberapa sampel, baru dilakukan proses pengujian sehingga membutuhkan selang waktu beberapa jam. Bahkan ada yang sampai selang waktu sehari. Sedangkan bandela yang telah dilakukan pemotongan langsung dikemas dan dilakukan proses packing.proses packing seharusnya dilakukan setelah hasil dari proses pengujian diperoleh untuk memastikan bahwa produk Crumb Rubber yang dihasilkan benar-benar telah memenuhi standar dan siap untuk dilakukan proses packing yang kemudian di-packing dalam peti khusus dan ada yang menggunakan pallet dan produk siap untuk dipasarkan.

46

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan1) Proses pengolahan karet dari bahan mentah menjadi setengah jadi melewati beberapa proses, yaitu, proses Penerimaan, Penumpukan, Precleaning, Blending, Hanging sheet, Crumbing, Drying, Pressing, Weighting, Packing, dan Penggudangan (Storage).

2) Proses kontrol kualitas pada pengolahan karet meliputi beberapa hal, yaitu :a. Proses penerimaan bahan bakub. Proses maturasic. Proses pembentukan crumb, dand. Finishing product.

3) Hasil analisis yang dilakukan terhadap pengolahan karet menjadi Crumb Rubber di PT. RICRY, terdapat beberapa proses yang belum memenuhi standardisasi yang berlaku, yaitu:a. Proses Penerimaan Bahan Bakub. Proses Maturasi, danc. Proses Pendeteksian Metal.

5.2 Saran1) Proses pembelian bahan Baku Olah Karet dilakukan harus dengan pengamatan yang baik untuk memastikan kualitas dari bahan baku.2) Perlu perhatian khusus pada proses pendeteksian metal oleh pihak Pengawas Perusahaan untuk memastikan bahwa proses pada bagian ini bisa berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKAGountra, Djatmiko B, Djiptadi. 1976. Dasar Pengolahan Karet. Departemen Fetemata :Bogor.Archer, Clive. 1983. International Organization. London: University of Adabeen.Standar Nasional Indonesia. 2002. Bahan olah karet SNI 06-2047 2002. Jakarta. BSN.Standar Nasional Indonesia. 2000. Standard Indonesian Rubber (SIR) SNI 06-1903-2000. Jakarta. BSN.Davitra, Marrits. 2012. Proses Pengolahan Cairan Lateks Menjadi Lembaran Karet (http://ritzkogege.blogspot.com). diakses 12 desember 2013Daras Usman dan Juniaty Towaha. 2012. Keunggulan Karet Alam Dibanding Karet Sintetis. (http://balittri.litbang.deptan.go.id). diakses minggu 17 november 2013

LAMPIRANd. PT. RICRY (Riau Crumb Rubber Factory)PT. Riau Crumb Rubber Factory berlokasi di jalan kampung sukaramai No. 63, Pekanbaru. Perusahaan (PT. Riau Crumb Rubber Factory) didirikan pada tanggal 28 februari 1969, dengan akte pendirian No. 93 melalui notaris J.N. Siregar yang beralamat di jakarta.PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) didirikan oleh beberapa orang persero dan dengan persetujuan badan koordinasi penanaman modal dalam negeri (BKPMDN) maka pada :1. Tahun 1969 bulan april, prusahaan mulai berproduksi produk Crumb Rubber dengan surat izin dari menteri perdagangan atas persetujuan dari menteri pertanian yang bernomor No. 84/KP/IV/69 tertanggal 8 april 1969 yang berkapasitas produksi sebanyak 6000 ton/tahun.2. Tahun 1973, setelah perusahaan berjalan beberapa tahun kemudian sehingga pada tahun 1973 telah diberikan izin perluasan pertama dari menteri perindustrian No. 99/DD/CR/XI/73. Tertanggal 21 November 1973 yang berkapasitas produksi sebanyak 9000 ton/tahun.3. Tahun 1976, dengan kerja sama yang giat dan dengan hasil yang cukup memadai maka tanggal 14 desember 1976, perusahaan telah mendapat izin perluasan dari menteri perindustrian yang bernomor No. 20/DJ/CR/XII/76. Yang berkapasitas produksi 12000 ton/tahun.4. Tahun 1988, perusahaan telah ditingkatkan kembali sehingga pada tanggal 23 mei 1988 perusahaan telah mendapatkan izin perluasan kembali dari menteri perindustrian yang bernomor No. 154/DJ AI/IUT-D.IV/1989 yang berkapasitas produksi 17000 ton pertahun. Hingga pada saat ini PT. PT. Riau Crumb Rubber Factory telah berproduksi secara riel sebanyak 20000 ton/tahun.

e. Ruang lingkup bidang usahaPT. Riau Crumb Rubber Factory merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan karet menjadi setengah jadi. Namun untuk bahan baku sendiri, perusahaan ini sangat mengandalkan pasokan dari perkebunan masyarakat dan mengolahnya menjadi Crumb Rubber. Ruang lingkup bidang usaha yang terdapat pada PT. Riau Crumb Rubber Factory hanya meliputi proses pengolahan. Mereka tidak memiliki perkebunan karet sendiri, sehingga semua bahan baku mereka beli dari petani lokal.

f. Lokasi PerusahaanLokasi PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) terletak di Kelurahan Rumbai Pesisir Jalan Kp.Sukaramai No. 63, Pekanbaru.

g. Proses ProduksiPT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) melakukan proses produksi dengan mengolah getah karet menjadi bahan setengah jadi (Crumb Rubber). Untuk mendapat kualitas/ mutu produk Crumb Rubber yang baik bermula dari tahap penseleksian bahan baku yang dibeli dari petani karet di pabrik, karena para petani biasanya menjual langsung hasil karet mereka langsung ke Pabrik ini yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengolahan yang melalui beberapa tahap di pabrik.