PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUHpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku...

73
2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR

Transcript of PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUHpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku...

2015

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH

LAPAN

LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR

i

LAPORAN KEGIATAN LITBANGYASA

LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH

UNTUK MITIGASI BENCANA BANJIR

Oleh: Indah Prasasti Wikanti Asriningrum Nanik Suryo Haryani Jalu Tejo Nugroho Muhammad Priyatna Fajar Yulianto Junita Monica Pasaribu Hana Listi Fitriana Zylshal Dini Oktavia Ambarwati

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. Kalisari No. 8 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710 Telp. (021) 8710065 Faks. (021) 8722733

ii

iii

KATA PENGANTAR

Undang-undang No.21 tahun 2013 mengamanatkan kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk menetapkan metode dan kualitas pengolahan data penginderaan jauh. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan perekayasaan (litbangyasa) pemanfaatan penginderaan jauh sebagai dasar dalam penentuan metode dan kualitas pengolahan data. Kegiatan litbangyasa tersebut tentunya tidak dilakukan dalam waktu setahun atau dua tahun sehingga metode dan kualitas data langsung ditetapkan, namun memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang. Agar setiap kegiatan untuk menuju hal tersebut terdokumentasi dengan baik, maka disusunlah buku laporan setiap tahunnya.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, penyusunan buku hasil litbangyasa dengan judul Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana Banjir telah diselesaikan dengan baik. Buku ini disusun sebagai bukti pertanggung jawaban hasil kegiatan litbangyasa yang dibiayai oleh DIPA Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Buku ini intinya terdiri dari 6 Bab yang memuat (1) Pendahuluan, (2) Pelaksanaan Kegiatan, (3) Hasil Pelaksanaan , (4) Kesimpulan dan Saran (6) Daftar Pustaka. Buku ini disertai dengan lampiran-lampiran yang mendukung hasil kegiatan tersebut.

Dalam penyusunan buku ini tentunya melibatkan tim litbangyasa yang bekerja selama tahun 2015, narasumber baik dari tim litbangyasa yang lain dan perguruan tinggi, dan juga pihak-pihak lain yang terkait. Masukan-masukan dan hasil-hasil diskusi memperkaya kegiatan ini sehingga mendapatkan hasil yang semakin baik. Kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu kegiatan ini, saya selaku Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kepada tim litbangyasa yang telah melakukan kegiatan litbangyasa ini, selain buku ini diharapkan juga dipublikasikan hasil temuan-temuan yang sudah didapatkan dalam media yang lain seperti Jurnal, baik nasional maupun internasional.

Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, buku ini tentunya tidak sempurna, namun ini akan menjadi dokumen yang penting dalam kegiatan penelitian dan pengembangan selanjutnya. Kritik dan saran terkait penyusunan buku ini dapat disampaikan langsung, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini akan dapat membantu agar penyusunan buku berikutnya menjadi lebih baik.

Jakarta, 14 Desember 2015 Kepala PusatPemanfaatanPenginderaanJauh,

Dr. M. RokhisKhomarudin

iv

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

I. PENDAHULUAN 1

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2

III. TINJAUAN PUSTAKA 3

3.1. GSMaP (Global Satellite Mapping of Precipitation) 3

3.2. Teknik Interpolasi 5

3.3. Markov Chain (MC) dan Cellular Automata (CA) 6

3.4. IFAS (Integrated Flood Analysis System) 7

IV. BAHAN DAN METODE 8

4.1. Lokasi Penelitian 8

4.2. Ketersediaan Data 8

4.3. Metode Penelitian 9

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 15

5.1. Hasil Kajian Potensi Data Himawari 8/9 15

5.2. Evaluasi Potensi Pemanfaatan Data GSMaP 18

5.3. Dinamika Perubahan Penutup/Penggunaan Lahan dari Tahun 1997-2015

22

5.4. Prediksi penutup/penggunaan lahan berdasarkan pendekatan Markov-CA

26

5.5. Hasil validasi klasifikasi dan pemodelan penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015

29

5.6. Model Simulasi Banjir 30

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 33

DAFTAR PUSTAKA 33

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola sebaran curah hujan GSMaP wilayah Indonesia tanggal 15 Februari 2015

3

Gambar 2. Struktur utama IFAS (Integrated Flood Analysis System) 7

Gambar 3. Tampilan Interface IFAS (Integrated Flood Analysis System) 8

Gambar 4. Proses evaluasi dan uji akurasi potensi pemanfaatan data GSMaP terhadap data observasi pada 126 stasiun BMKG

10

Gambar 5. Perhitungan validasi pada penutup/penggunaan lahan tahun 2015 hasil klasifikasi digital di daerah penelitian dilakukan secara stratifikasi sampling berdasarkan referensi citra resolusi tinggi tahun 2015 pada Google Earth data base

13

Gambar 6. Diagram alir proses simulasi debit puncak (banjir) 14

Gambar 7. Jadwal pengoperasian satelit Himawri 8 dan 9 (Sumber: Izumikawa, 2014)

15

Gambar 8. Perbandingan pola curah hujan GSMaP terhadap observasi di 6 (enam) stasiun yang mempunyai korelasi ( r ) lebih dari 0.20 .

20

Gambar 9. Nilai korelasi ( r ) antara data curah hujan estimasi dari GSMaP dengan curah hujan observasi pada 126 stasiun BMKG di seluruh wilayah Indonesia

21

Gambar 10. Citra Landsat 5 tahun 1997, Landsat 7 tahun 2002, dan Landsat 8 tahun 2015 yang digunakan sebagai data utama dalam penelitian

23

Gambar 11. Hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

25

Gambar 12. Hasil prediksi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050

27

Gambar 13. Lokasi penelitian untuk model simulasi Banjir di DAS Tondano 30

Gambar 14. Hidrograf debit aliran periode 1 Maret 2014 – 1 Maret 2015 31

Gambar 15. Hasil simulasi pengisian tangki pada masing-masing lapisan solum tanah di grid yang berada di wilayah tengah DAS

32

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi dari data curah hujan GSMaP (Sumber: JAXA, 2013) 3

Tabel 2. Perbedaan antara data GSMaP_NRT dengan produk GSMaP standar (Sumber: JAXA, 2013)

5

Tabel 3. Spesifikasi data citra satelit LANDSAT yang digunakan dalam penelitian

9

Tabel 4. Parameter kalibrasi untuk masing-masing kategori penutup/penggunaan lahan berdasarkan kapasitas infiltrasi (SKF), simpanan maksimum masing-masing kedalaman lapisan tanah (HFMXD), dan koefisien kekasaran permukaan (SNF)

14

Tabel 5. Sejarah peluncuran satelit Himawari (Sumber: JMA, 2013) 16

Tabel 6. Periode observasi satelit (Sumber: JMA, 2014) 16

Tabel 7. Spesifikasi Band AHI (Advanced Himawari Imager) pada Himawari 8/9 (Sumber: JMA, 2013)

17

Tabel 8. Sistem pelayanan data dari Himawari Cast (JMA, 2013) 18

Tabel 9. Distribusi perubahan penutup/penggunaan lahan untuk Tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

24

Tabel 10. Estimasi luas perubahan penutup/penggunaan lahan untuk tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

24

Tabel 11. Peluang matriks transisi untuk prediksi penutup/penggunaan lahan tahun 2015 berdasarkan input peta penutup/penggunaan lahan tahun 1997 dan 2002 di daerah penelitian

26

Tabel 12. Prediksi perubahan luas penutup/penggunaan lahan untuk tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 di daerah penelitian

28

Tabel 13. Estimasi perubahan luas penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 di daerah penelitian

28

Tabel 14. Hasil perhitungan validasi hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 2015 menggunakan data referensi citra resolusi tinggi dari Google Earth tahun 2015

29

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kegiatan Sosialisasi, Koordinasi, dan Survei Lapangan 35

Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi 40

Lampiran 3. Materi dan Bahan Presentasi Sosialisasi dan Koordinasi 44

Lampiran 4. Kegiatan Survei Lapangan di DAS Tondano 50

1

PELAKSANAAN KEGIATAN LITBANG PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG ANALISIS BANJIR

Indah Prasasti*), Taufik Maulana, Nanik Suryo Haryani Muhammad Priyatna, Jalu Tejo Nugroho, Fajar Yulianto,

Hana Listi Fitriana, dan Zylshal

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN *)E-mail: [email protected]

I. PENDAHULUAN

Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir merupakan bencana dengan frekuensi kejadian paling tinggi dibandingkan bencana lainnya. Oleh karena itu, dalam upaya memitigasi bencana ini diperlukan teknologi yang cepat, efektif, dan efisien. Dengan demikian, peranan teknologi penginderaan jauh (inderaja) menjadi sangat penting. Namun dalam pemanfaatannya, data inderaja perlu diverifikasi dan divalidasi guna menentukan tingkat akurasinya. Data yang akurat sangat penting dalam mendukung hasil pemodelan, analisis, dan kesimpulan yang akurat.

Beberapa jenis data inderaja telah dimanfaatkan oleh LAPAN guna mendukung analisis banjir, seperti: MTSAT dan NOAA untuk analisis potensi banjir harian, Terra/Aqua MODIS dan Landsat TM/ETM untuk deteksi daerah terdampak banjir, DEM SRTM dan Landsat TM/ETM untuk analisis daerah bahaya banjir. Selain itu, DEM SRTM dan DEM SPOT 6 dapat aplikasikan pula untuk model simulasi banjir. Untuk model deteksi genangan dapat digunakan data IKONOS, Quickbird,dan ALOS PALSAR. Sementara itu, data Landsat 8 dan SPOT 6 juga dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan guna mendukung analisis bahaya banjir (Khomarudin et al., 2014). Selain itu, beberapa

produk penelitian dan pengembangan terkait banjir yang telah dihasilkan oleh LAPAN, seperti: Prediksi Banjir Bulanan, Potensi Banjir Harian, Potensi Banjir di Lahan Sawah 8 Harian, Zonasi Bahaya dan Resiko Banjir, dan Deteksi Daerah Terkena Banjir. Produk ini ada yang telah operasional dan dipublikasi secara rutin bulanan.

Undang Undang No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan menyebutkan bahwa tugas utama Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) adalah menyelenggarakan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan data penginderaan jauh (inderaja), pembuatan pedoman pengolahan data, dan diseminasi informasi. Selanjutnya, pasal 19 menyatakan bahwa pengolahan data inderaja yang dimaksudkan salah satunya adalah untuk mendeteksi parameter geo-bio-fisik. Parameter geo-bio-fisik yang terkait dengan analisis banjir yang dapat diekstraksi dari data inderaja antara lain adalah penutup/penggunaan lahan, curah hujan, sistem drainase (aliran sungai), dan tinggi/elevasi permukaan.

Menurut Smith et al. (1998 dalam Marfai, 2003) ada 3 (tiga) faktor penyebab banjir, yaitu: (a) Iklim, seperti: curah hujan ekstrim dan berlangsung lama yang menyebabkan meluapnya sungai, banjir rob yang terjadi karena pasang naik, kenaikan muka air laut dan gelombang tinggi akibat badai siklon, (b) Perubahan penggunaan lahan dan peningkatan jumlah penduduk, dan (c) Penurunan permukaan tanah (land subsidence) akibat eksploitasi air tanah di wilayah urban.

2

Sementara itu, Australian Government menyebutkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap banjir adalah: (a) Curah hujan (volume, distribusi spasial, intensitas, dan durasi) yang jatuh di atas wilayah tangkapan air, (b) Kapasitas jaringan sungai dalam menampung air limpasan (run-off), dan (c) Kondisi DAS,

cuaca sebelum terjadinya hujan, penutup lahan, topografi, dan pengaruh pasangsurut.

Dalam pemodelan hidrodinamik; seperti pemodelan simulasi banjir, ada beberapa komponen yang dapat diekstraksi dari data inderaja, seperti: informasi spasial penutup/penggunaan lahan, jaringan drainase (aliran sungai), elevasi, kemiringan lereng, kelembaban tanah, dan curah hujan. Penutup/penggunaan lahan dapat diekstraksi dari data Landsat ETM, Landsat 8, dan SPOT, sedangkan aliran sungai dan elevasi dapat diperoleh dari data DEM, dan curah hujan dapat diturunkan antara lain dari data TRMM, CMORPH, Qmorph, Himawari 8, dan lain sebagainya.

Dengan telah dipublikasikannya data curah hujan GSMaP menambah pilihan data untuk dijadikan sebagai data masukan dalam pembangunan model banjir. Namun untuk pemanfaatannya dalam mendukung analisis banjir, data GSMaP ini masih perlu dikaji dan divalidasi. Oleh karena itu, penelitian ini lebih difokuskan pada upaya untuk menganalisis pemanfaatan data GSMaP dan Landsat dalam mendukung analisis banjir.

Perubahan penutup/penggunaan lahan dari bervegetasi menjadi permukiman akan berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah. Jika jumlah infiltrasi ke dalam tanah sedikit, maka hujan yang jatuh di wilayah permukiman akan berpotensi menjadi aliran permukaan dan pada daerah cekungan akan berpotensi menjadi genangan air atau banjir. Sebaliknya pada wilayah yang tertutup oleh vegetasi tanaman, seperti rumput atau hutan, maka jumlah air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan tinggi. Oleh karena itu, dalam penentuan distribusi daerah bahaya banjir, parameter penutup/penggunaan lahan menjadi penting untuk dipertimbangkan.

Penelitian pada tahun ini lebih difokuskan pada kegiatan kajian potensi pemanfaatan data Himawari 8, mengevaluasi potensi pemanfaatan data curah hujan GSMaP, mengkaji pengaruh perubahan penutup/penggunaan lahan terhadap banjir, dan mengkaji pemodelan genangan banjir dan dampaknya terhadap penutup/penggunaan lahan.

II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk (a) Mengkaji potensi pemanfaatan data Himawari 8, (b) Mengkaji potensi pemanfaatan data curah hujan GSMaP, (c) Mengkaji pengaruh perubahan penutup/penggunaan lahan terhadap banjir, (d) Mengkaji pemodelan genangan banjir, dan (e) Mengestimasi dampak model genangan banjir terhadap penutup/penggunaan lahan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dan institusi lain dalam upaya pengembangan model pemantauan perubahan penutup/penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap bahaya dan risiko banjir. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran arah kebijakan dalam rencana pengembangan penataan ruang wilayah yang bebas banjir dan dalam rencana penanggulangan dan mitigasi banjir.

Terkait dengan kajian potensi pemanfaatan data Himawari 8 dan GSMaP, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik dan potensi pemanfaatannya khususnya dalam pemantauan potensi hujan dan banjir, serta

3

informasi akurasi pemanfaatannya dalam model-model estimasi debit, simulasi banjir, dan sebagainya.

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. GSMaP (Global Satellite Mapping of Precipitation)

Data GSMaP dipromosikan berdasarkan hasil kajian "Production of a high-precision, high-resolution global precipitation map using satellite data," yang disponsori oleh Core Research for Evolutional Science and Technology (CREST),

Japan Science and Technology Agency (JST) yang dilakukan selama tahun 2002-2007. Selanjutnya sejak tahun 2007, aktivitas promosi data GSMaP dilakukan oleh Tim Pakar Precipitation Measuring Mission (PMM) JAXA. Gambar 1 memperlihatkan

contoh distribusi pola curah hujan GSMaP_NRT di atas wilayah Indonesia pada tanggal 15 Februari 2015.

Gambar 1. Pola sebaran curah hujan GSMaP wilayah Indonesia Tanggal 15 Februari 2015 (Sumber: http://sharaku.eorc.JAXA.jp/GSMaP/index.htm)

Data GSMaP mempunyai beberapa versi produk data curah hujan untuk

berbagai aplikasi. Data curah hujan GSMaP ini dikembangkan agar dapat dimanfaatkan dalam membangun model sirkulasi air global, penelitian yang terkait dengan pemanasan global dan perubahan iklim (untuk memantau keragaman dan laju curah hujan akibat perubahan iklim), peningkatan akurasi peramalan cuaca, pengelolaan sumberdaya air (peramalan banjir, pengelolaan sungai, dan lain-lain), dan prediksi produktivitas pertanian, dan sebagainya. Spesifikasi umum dari data curah hujan GSMaP seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi dari data curah hujan GSMaP (Sumber: JAXA, 2013)

Variabel Laju curah hujan (mm/jam)

Domain Global (60 LU – 60LS)

Resolusi Grid 1o Lintang/Bujur

Resolusi temporal 1 jam

4

Karakteristik utama dari algoritma GSMaP menggunakan berbagai atribut yang diturunkan dari TRMM PR. Ada 3 (tiga) algoritma yang digunakan dalam memproduksi data GSMaP, yaitu: (a) Algoritma Microwave Imager (MI), (b) Algoritma Microwave Sounder (MS), (c) Kombinasi algoritma Microwave-IR (MW-IR).

Algoritma MI GSMaP mendapatkan data curah hujan global berdasarkan Suhu Kecerahan (Brightness Temperature = Tbs) dari radiometer microwave pada satelit

dengan menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Aonashi dan Liu (2000). Algoritma ini diaplikasikan pada Tbs yang berasal dari data TMI, AMSR-E, dan AMSR. Sementara algoritma yang digunakan untuk data SSM/I dan SSMIS; karena tidak mempunyai Tbs pada 10 GHz, dilakukan modifikasi menggunakan nilai rata-rata terbobot di atas lautan berdasarkan Hashizume et al. (2006) dan (JAXA, 2013).

GSMaP dengan algoritma MS digunakan untuk mendapatkan curah hujan di atas lautan yang dikembangkan oleh Shige et al. (2009) berdasarkan algoritma MI

GSMaP. Algoritma ini mengkombinasikan nilai emisi yang diestimasi dari Tbs pada 23 GHz dan nilai hamburan yang diestimasi dari Tbs pada 89 GHz yang tergantung pada bilai indeks hamburan yang dihitung dari nilai Tbs pada 89 GHz dan 150 GHz. Ketidak homogenan curah hujan juga diperhitungkan (JAXA, 2013).

Pengembangan algoritma GSMaP_AMSU untuk permukaan lahan saat ini sedang berlangsung . Oleh karena itu, Microwave Surface dan Sistem produksi data curah hujan (MSPPS) produk curah hujan Day-2 (Ferraro et al., 2005), yang

disediakan oleh NOAA, digunakan sebagai masukan curah hujan di atas permukaan darat pada data GSMaP_NRT V2.2 (JAXA, 2013).

Algoritma GSMaP kombinasi Microwave-IR (MW-IR) menghasilkan produk

data GSMaP_MVK yang diperoleh dengan menggabungkan curah hujan dari citra microwave dan sounder dengan informasi awan dari citra IR (infrared) satelit geostasioner dengan resolusi temporal dan spasial yang tinggi. Teknik ini menggunakan filter Kalman untuk menghitung perkiraan laju curah hujan permukaan saat ini pada setiap piksel 0.1o dari suhu kecerahan (Tbs) inframerah Satelit GEO-IR. Filter memprediksi tingkat curah hujan dari pencitra microwave dan sounders sehingga menghasilkan produk yang sama seperti yang dilakukan Joyce et al.

(2004), dan kemudian memperbaiki prediksi berdasarkan pada hubungan antara suhu kecerahan IR dan tingkat curah hujan permukaan. Untuk lebih detil lihat Ushio et al. (2009); (JAXA, 2013).

Data GSMaP_NRT (Global Rainfall Map in Near-Real-time) tersedia 4 (empat)

jam setelah observasi menggunakan Sistem Pemantauan Curah Hujan Global JAXA (JAXA Global Rainfall Watch System). Sistem ini dikembangkan berdasarkan pada kombinasi algoritma MW-IR menggunakan data TRMM TMI, Aqua AMSR-E, GCOM-WI AMSR2, DMSP SSm/I dan SSMIS, NOAA-19 AMSU, MetOp-A AMSU, dan GEO IR yang dikembangkan oleh proyek GSMaP.

Produk GSMaP_NRT berbeda dengan produk-produk standar dalam hal input data setnya, meskipun algoritma yang digunakan keduanya adalah sama. Tabel 2 menunjukkan perbedaan antara produk GSMaP_NRT dengan produk standar (JAXA, 2013).

5

Tabel 2. Perbedaan antara data GSMaP_NRT dengan produk GSMaP standar (Sumber: JAXA, 2013)

3.2. Teknik Interpolasi

Interpolasi merupakan sebuah proses untuk memprediksi nilai sebuah sel pada lokasi yang terbatas titik-titik sampelnya atau menentukan nilai observasi di suatu tempat (titik) berdasarkan nilai observasi di sekitarnya. Prinsip dasar yang digunakan dalam interpolasi adalah otokorelasi spasial atau keterikatan/ ketergantungan spasial dengan cara mengukur atau menghitung derajat hubungannya terhadap obyek/tetangga terdekat. Penentuan otokorelasi spasial jika masing-masing nilai saling terhubung dan membentuk pola spasial. Korelasi inilah yang digunakan untuk mengukur kesamaan obyek-obyek dalam sebuah area dan mengukur tingkat ketergantungan antar variabel,dan sebagainya (Childs, 2004). Data yang dapat diinterpolasi, antara lain: data iklim (curah hujan, suhu, dan kelembaban), populasi (flora dan fauna), biofisik (tanah, pH, Kadar Air, slope/kemiringan, elevasi, aspek), dan data sosial ekonomi (pendapatan, kepadatan penduduk, kepadatan agraris).

Ada dua kategori teknik interpolasi, yakni: deterministik dan geospasial. Teknik interpolasi deteministik dilakukan berdasarkan titik-titik data sampel yang diukur menggunakan formulasi matematika. Contoh teknik interpolasi deterministik adalah Inverse Distance Weight (IDW). Teknik interpolasi geospasial didasarkan pada analisis statistik dan digunakan untuk pemodelan prediksi permukaan yang juga mengukur tingkat kepastian (certainty) dan akurasi hasil prediksinya. Contoh teknik

interpolasi geospasial adalah Krigging (Childs, 2004). Ada beberapa metode interpolasi yang digunakan dalam perangkat lunak

ArcGIS, antara lain: IDW (Inverse Distance Weight), Krigging, dan Spline. Spline

mengestimasi nilai menggunakan fungsi matematis dengan meminimumkan seluruh

6

lengkung permukaan. Metode ini akan menghasilkan permukaan yang lebih halus karena menggunakan semua titik-titik sampel yang digunakan. Spline sangat cocok untuk memprediksi lengkungan permukaan punggung (ridge) atau lembah (valley)

dan metode interpolasi yang sangat tepat untuk estimasi suhu permukaan (Childs, 2004). Perbedaan penggunaan metode interpolasi akan menghasilkan hasil yang juga berbeda. Setiap metode interpolasi menggunakan model pendekatan yang berbeda dalam menentukan luaran (out put) nilai sel. Metode yang tepat akan

sangat tergantung pada distribusi titik-titik sampel dan fenomena yang dikaji.

3.3. Markov Chain (MC) dan Cellular Automata (CA)

Markov-CA merupakan pendekatan gabungan dari model Markov Chain (MC) dan Cellular Automata (CA), yang secara umum dapat digunakan untuk memprediksi dan mensimulasikan perubahan penutup/penggunaan lahan di waktu yang akan datang. Pendekatan tersebut dilakukan dengan pemodelan spasial berdasarkan input perubahan penutup/penggunaan lahan dari data multi-temporal. Hasil perubahan penutup/penggunaan lahan tersebut dapat disimulasikan pada beberapa kategori (prediksi waktu yang akan datang) dan menggabungkan mekanisme model CA pada proses model MC (Sang et al. 2011; Yang et al. 2014).

Pendekatan Markov-CA memiliki keunggulan dalam pemodelan penutup/penggunaan lahan, yaitu: (a) kontrol dinamika temporal perubahan penutup/penggunaan lahan pada proses MC menggunakan sebuah peluang transisi (transition probabilities), (b) dinamika spasial dikontrol oleh local rules dari mekanisme CA dengan mempertimbangkan konfigurasi lingkungan sekelilingnya (neighborhood) dan peluang transisi, (c) integrasi data Penginderaan Jauh dan SIG

dapat digunakan untuk menurunkan parameter model Markov-CA dalam memperhitungkan peluang transisi dan konfigurasi sekelilingnya (Behera et al. 2012). Model MC adalah proses model stokastik yang dapat mendeskripsikan peluang perubahan dari suatu objek ke objek lainnya. Model tersebut merupakan salah satu metode yang direkomendasikan untuk pemodelan penutup/penggunaan lahan berdasarkan penggunaan evolusi trend waktu, artinya bahwa waktu dari (t – 1) ke waktu (t) dapat digunakan sebagai input peluang perubahan penutup/penggunaan lahan, yang selanjutnya digunakan untuk prediksi penutup/penggunaan lahan di waktu yang akan datang (t + 1) (Thomas & Lautence 2006; Behera et al. 2012). Selain itu, MC model juga dapat digunakan untuk

memprediksi karakteristik-karakteristik geografis karena adanya perubahan dari suatu fenomena atau kejadian (Mousivand et al. 2007; Arsanjani et al. 2013; Yang et al. 2014).

Cellular Automata (CA) adalah salah satu bagian dari esensi elemen-elemen geospasial yang menekankan pada variasi dinamika perubahan dari suatu kejadian. Selain itu, CA juga mempunyai kemampuan dalam mensimulasikan karakteristik spatiotemporal pada sistem yang kompleks dan dapat digunakan untuk mensimulasikan suatu hal atau perilaku tidak terduga dari suatu sistem yang komplek, yang tidak dapat direpresentasikan oleh persamaan tertentu (Yang et al. 2014).

7

3.4. IFAS (Integrated Flood Analysis System) IFAS (Integrated Flood Analysis System) dikembangkan oleh PWRI dan

ICHARM. IFAS merupakan sistem analisis limpasan banjir yang digunakan sebagai alat analisis peramalan banjir yang lebih efektif dan efisien di negara berkembang. IFAS menyediakan dua alternatif data masukan curah hujan tidak hanya dari data satelit juga dapat menggunakan masukan dari data observasi permukaan, serta dapat berfungsi sebagai sistem informasi geospasial (SIG) untuk membuat jaringan saluran sungai, dan untuk mengestimasi parameter-parameter yang tersedia (default) dalam perangkat analisis limpasan (runoff), dan sebagai interface untuk menampilkan hasil-hasil luaran. ICHARM telah melakukan seminar pelatihan bagi pengguna untuk memanfaatkan IFAS dan untuk melakukan studi koperasi dengan pemerintah daerah , organisasi , dll ICHARM berharap IFAS akan banyak digunakan sebagai alat dasar untuk mempersiapkan prakiraan banjir dan sistem peringatan di wilayah yang data stasiunnya tidak cukup pada suatu DAS. Gambar 2 memperlihatkan struktur utama IFAS dan Gambar 3 menunjukkan tampilan interface dari IFAS. (ICHARM, 2014; Kachi, 2012).

Gambar 2. Struktur utama IFAS (Integrated Flood Analysis System)

8

Gambar 3. Tampilan Interface IFAS (Integrated Flood Analysis System)

IV. BAHAN DAN METODE 4.1. Lokasi Penelitian

Untuk evaluasi dan uji akurasi data GSMaP menggunakan data dari 126 stasiun observasi curah hujan BMKG di seluruh wilayah Indonesia. Sementara untuk aplikasi data satelit (Landsat dan GSMaP) untuk perubahan dan prediksi penutup/penggunaan lahan serta simulasi banjir dilakukan di wilayah DAS Tondano, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan wilayah DAS Tondano, Provinsi Sulawesi Utara dikarenakan DAS ini disinyalir sebagai penyebab banjir yang sering melanda Manado pada beberapa tahun ini.

4.2. Ketersediaan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data data GSMaP_NRT harian dari bulan Mei 2014 – Maret 2015 dan data Landsat. Data curah hujan harian GSMaP_NRT diperoleh dari situs http://hokusai.eorc.jp.id. Data pendukung untuk kepentingan evaluasi data curah hujan GSMaP adalah data curah hujan observasi dari 126 stasiun di seluruh wilayah Indonesia periode Mei 2014 – Maret 2015 dari Badan Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (BMKG). Data Landsat digunakan untuk

ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan wilayah DAS Tondano Sulawesi Selatan yang diperoleh dari Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN. Tabel 3 menunjukkan daftar data Landsat yang digunakan dalam penelitian ini. Data pendukung untuk kepentingan validasi informasi penutup/penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian adalah data titik-titik hasil pengecekan lapangan pada berbagai tutupan penggunaan lahan di wilayah DAS Tondano dan citra dari Google Earth.

Sementara itu, data yang digunakan dalam pemodelan simulasi debit banjir adalah data curah hujan dari data GSMaP periode 1 Maret 2013 – 1 Maret 2015, data elevasi dari data Global Map Elevation, penutup/penggunaan lahan global dari GLCC, data tanah dan geologi dari DSMW, dari data hidrologi berupa data debit harian dari AWLR stasiun observasi di wilayah DAS Tondano, yakni: Rumengkor, Kaleosan, Noongan, dan Sawangan.

9

Tabel 3. Spesifikasi data citra satelit LANDSAT yang digunakan dalam penelitian

Tahun Data citra satelit Resolusi (m)

Path / row Band Akusisi data

1997 Landsat TM5 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 04 Juni 1997

2002 Landsat TM7 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 25 Mei 2002

2002 Landsat TM7 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 28 Juli 2002

2015 Landsat 8 LDCM 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 29 Januari 2015

2015 Landsat 8 LDCM 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 03 April 2015

2015 Landsat 8 LDCM 30 112 / 059 1,2,3,4,5,6,7 21 Mei 2015

4.3. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) sub kegiatan penelitian, yakni: (a) Kajian karakteristik data Himawari 8/9, (b) Evaluasi potensi pemanfaatan dan akurasi data curah hujan GSMaP, (c) Model prediksi penutup/penggunaan lahan berdasarkan Markov_CA, (d) Validasi hasil klasifikasi dan pemodelan penutup/penggunaan lahan, dan (e) Model simulasi debit banjir menggunakan IFAS. Metode yang digunakan dalam masing-masing sub penelitian dijelaskan lebih rinci dalam uraian berikut.

(a) Metode Kajian Karakteristik Data Himawari 8/9

Metode kajian karakteristik data Himawari 8/9 dilakukan melalui pengumpulan pustaka dari internet yang selanjutnya diringkas dalam sebuah tulisan hasil kajian.

(b) Metode Evaluasi Potensi Pemanfaatan Data GSMaP

Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi potensi pemanfaatan data GSMaP adalah sebagai berikut: (a) Mengunduh data GSMaP harian dari situs http://hokusai.eorc.jp.id., (b) Mengkonversi format data GSMaP tersebut ke format tiff menggunakan perangkat lunak ENVI, (c) Konversi data data raster menjadi data titik menggunakan perangkat lunak ArcGIS, (d) Melakukan interpolasi data berdasarkan teknik Spline menggunakan perangkat lunak ArcGIS, (e) Dengan memasukkan titik koordinat (Lintang dan Bujur) lokasi stasiun sebagai pusat dilakukan buffering dengan radius 1 km untuk melakukan ekstraksi nilai curah hujan

untuk masing-masing stasiun. Nilai curah hujan yang diekstrak adalah nilai rata-rata curah hujan dalam radius 1 km. Oleh karena nilai curah hujan GSMaP yang digunakan adalah nilai rata-rata per jam, maka untuk menjadikan data harian harus dikalikan dengan 24 (1 hari = 24 jam), (f) Melakukan analisis statistik untuk memverifikasi dan memvalidasi data hasil estimasi GSMaP terhadap data observasi stasiun. Nilai ukuran standar untuk menilai akurasi yang digunakan adalah nilai korelasi (r), Mean Absolute Error (MAE), dan Root Mean Square Error (RMSE). Nilai

r, MAE, dan RMSE dihitung menggunakan persamaan berikut:

(1)

10

(2)

(3)

Dimana:

adalah nilai curah hujan estimasi dari data GSMaP ke-i,

adalah curah hujan observasi ke-i, adalah nilai rata-rata curah hujan estimasi

dari data GSMaP, adalah nilai rata-rata curah hujan observasi, dan n adalah

banyaknya data pengamatan yang digunakan dalam penelitian. Jika nilai r curah hujan estimasi dari data GSMaP dengan curah hujan observasi semakin besar maka semakin kuat hubungan di antara keduanya sehingga nilai dugaan akan semakin mendekati pola data aktualnya. Galat atau error didefinisikan sebagai selisih antara

curah hujan dugaan dengan curah hujan observasi (Wibowo, 2010). MAE dan RMSE menunjukkan tingkat bias rata-rata curah hujan hasil estimasi dari data GSMaP. RMSE merupakan alat untuk mengukur perbedaan (kesalahan) antara nilai hasil prediksi model (dari data GSMaP) atau hasil estimasi terhadap nilai hasil observasi (Willmott dan Matsuura, 2005). RMSE memberikan standar deviasi dari kesalahan prediksi model. Semakin kecil nilai RMSE, maka makin baik performansi suatu model.

Proses pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak ENVI, ArcGIS dan Microsof Excell. Secara keseluruhan proses evaluasi potensi pemanfaatan dan uji akurasi data GSMaP disarikan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses evaluasi dan uji akurasi potensi pemanfaatan data GSMaP terhadap data observasi pada 126 stasiun BMKG

11

(c) Metode pemodelan dinamika perubahan dan prediksi penutup/ penggunaan lahan berdasarkan pendekatan Markov-CA Pada penelitian ini, peta penutup/penggunaan lahan tahun 1997 dan tahun

2002 hasil klasifikasi dari data penginderaan jauh digunakan sebagai input dalam memprediksi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035 dan 2050 berdasarkan pendekatan Markov-CA.

Terdapat 3 (tiga) tahapan yang dapat dilakukan dalam menerapkan pendekatan Markov-CA untuk prediksi penutup/penggunaan lahan, yaitu: (a) perhitungan matriks transisi penutup/penggunaan lahan, (b) membuat peta potensial transisi, dan (c) mensimulasikan penutup/penggunaan lahan menggunakan model CA. Pada tahap pertama, perhitungan matriks transisi area dapat dilakukan dengan menggunakan analisis MC. Matriks tersebut merupakan hasil peluang kemungkinan terjadi perubahan pada suatu kelas penutup/penggunaan lahan menjadi kelas penutup/penggunaan lahan lainnya. Matriks peluang transisi untuk target simulasi pada periode waktu tertentu dapat diprediksi berdasarkan persamaan (4).

Proses tersebut dapat dilakukan dengan memasukan data penutup/penggunaan lahan pada awal tahun pengamatan dan akhir tahun pengamatan. Selain matriks transisi area, analisis MC juga menghasilkan matriks peluang transisi yang merupakan nilai peluang setiap piksel dari kelas penggunaan lahan untuk berubah menjadi kelas lainnya, yang dapat ditampilkan pada persamaan (5). Akurasi dari hasil pendugaan matriks transisi area dan matriks probabilitas transisi tersebut ditentukan berdasarkan nilai kesalahan peluang (error probabilities) adalah sebesar 15% (IDRISI-Wikipedia 2014; Yang et al. 2014). Dalam penelitian ini,

proses tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat tools the Markov module yang terdapat pada software IDRISI Andes. Software berbasis analisis raster tersebut dikembangkan oleh Clark Labs at Clark University.

(4)

Dimana: P adalah matriks peluang transisi asal (the original transition probability matrix) pada tipe penutup/penggunaan lahan yang diturunkan dari dua tahun yang

berbeda pada peta penutup/penggunaan lahan. adalah peluang kondisi

sewaktu atau prediksi beberapa waktu ke depan (state probability of any times).

adalah peluang kondisi awal (preliminary state probability).

(5)

Dimana: A adalah matriks transisi area. adalah jumlah area dari i kelas

penutup/penggunaan lahan ke j kelas penutup/penggunaan lahan tahun prediksi dari titik awal ke target periode simulasi. n adalah jumlah tipe penutup/penggunaan

lahan. Pada tahap ke dua, peta potensial transisi merupakan dasar simulasi pada

model Markov-CA, yang digunakan sebagai faktor pengontrol distribusi

12

penutup/penggunaan lahan secara spasial. Peta potensial transisi pada tahap sebelumnya dibuat berdasarkan matriks peluang transisi. Pada tahap ini, peta potensial transisi yang dibuat untuk kelas penutup/penggunaan lahan yang akan mengalami perubahan atau transit ke kelas penutup/penggunaan lahan lainnya mempunyai peluang sama. Beberapa penelitian telah menambahkan dan menggabungkan data natural dan sosial ekonomi untuk membuat peta potensial transisi, seperti yang telah dilakukan oleh Thomas & Laurence (2006); Behera et al. (2012); Arsanjani et al. (2013). Pada penelitian ini, penggabungan dan penambahan

parameter dalam membuat peta potensial transisi, meliputi: data population, residential development, road network, slope elevation. Pada tahap ke tiga, dilakukan simulasi penutup/penggunaan lahan menggunakan model CA. Pada tahap ini CA tersedia dalam framework spasial model Markov-CA yang dapat disajikan pada persamaan (6). Proses tersebut membutuhkan waktu iterasi, integrasi matriks transisi area, peta potensial transisi, and penutup/penggunaan lahan yang akan disimulasikan pada beberapa waktu ke depan atau yang akan datang (Yang et al.

2014).

(6)

Dimana: adalah potensial kelas penutup/penggunaan lahan yang akan transit ke

penutup/penggunaan lahan kelas j. adalah total area dari

penutup/penggunaan lahan kelas i ke penutup/penggunaan lahan kelas j dalam

proses iterasi. adalah waktu itarasi. adalah penutup/penggunaan lahan kelas i.

(d) Validasi Hasil Klasifikasi dan Pemodelan Penutup/Penggunaan Lahan

Pada penelitian ini, perhitungan validasi dari hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan hanya dilakukan pada tahun 2015. Hal ini dilakukan karena terbatasnya ketersediaan data referensi yang digunakan untuk melakukan analisis dan validasi pada data-data tahun sebelumnya. Data referensi yang digunakan untuk proses validasi adalah data resolusi tinggi dengan akusisi tahun 2015 yang terdapat pada Google Earth data base. Perhitungan validasi pada penutup/penggunaan lahan tahun 2015 hasil klasifikasi digital di daerah penelitian dilakukan secara stratifikasi sampling (Gambar 5). Pada tahap pertama, yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sampel grid dengan ukuran 500 m x 500 m. Pada tahap kedua, setiap grid diekstraksi posisi titik pusatnya untuk mendapatkan konsistensi sampel validasi yang dilakukan. Pada tahap ketiga, validasi dapat dilakukan dengan membandingkan setiap identitas titik pusat pada masing-masing grid dengan informasi data referensi yang tersedia. Perhitungan validasi dapat dilakukan dengan menggunakan Indeks Kappa yang dapat menunjukkan perbandingan kesesuaian objek terobservasi nyata dan kesesuaian objek yang diharapkan karena peluang. Selanjutnya, hasil perhitungan akurasi pemodelan prediksi penutup/penggunaan lahan yang dilakukan dengan pendekatan Markov-CA, pada penelitian ini dapat diwakilkan oleh kondisi model pada tahun 2015 yang dilakukan melalui metode cross-confussion matrik berdasarkan referensi hasil

klasifikasi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015. Untuk kepentingan validasi ini digunakan pula titik-titik sampel yang diukur di lapangan dan di cek kondisi jenis penutup/penggunaan lahannya.

13

Gambar 5. Perhitungan validasi pada penutup/penggunaan lahan tahun 2015 hasil klasifikasi digital di daerah penelitian dilakukan secara stratifikasi sampling

berdasarkan referensi citra resolusi tinggi tahun 2015 pada Google Earth data base

(e) Penentuan Model Simulasi Debit

Model simulasi debit dilakukan di wilayah DAS Tondano, Sulawesi Utara. Simulasi debit banjir di wilayah DAS Tondano diproses menggunakan program IFAS (Integrated Flood Analysis System) Versi 1.2. Adapun tahapan yang dilakukan

adalah: (a) Ekstraksi data sebagai masukan dalam pemodelan simulasi debit banjir, seperti: data curah hujan GSMaP_NRT, data elevasi dari Global Map Elevation,

penutup/penggunaan lahan dari GLCC, data tanah dan geologi dari DSMW, (b) Memasukkan (input) parameter yang diperlukan dalam program IFAS, (c) Mensimulasi debit banjir dugaan menggunakan parameter yang telah dimasukkan pada program IFAS, (d) Membandingkan hasil simulasi debit banjir dari model terhadap data debit hasil pengukuran stasiun AWLR untuk mengevaluasi tingkat ketelitian model, (e) Melakukan kalibrasi parameter. Kalibrasi dilakukan dengan menyesuaikan parameter-parameter yang telah ditentukan berdasarkan Tabel 4. Kemudian hasil kalibrasinya disimulasikan kembali untuk mendapatkan nilai debit banjir puncak. Secara ringkas tahapan proses simulasi debit puncak disajikan pada Gambar 6, (f) Melakukan validasi hasil. Validasi dilakukan terhadap parameter-parameter yang memenuhi nilai evaluasi ketelitian model dalam kalibrasi. Parameter-parameter tersebut disimulasikan dengan periode tahun yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan periode tahun 2013.

14

Tabel 4. Parameter kalibrasi untuk masing-masing kategori penutup/penggunaan lahan berdasarkan kapasitas infiltrasi (SKF), simpanan maksimum masing-masing kedalaman

lapisan tanah (HFMXD), dan koefisien kekasaran permukaan (SNF)

Gambar 6. Diagram alir proses simulasi debit puncak (banjir)

15

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Kajian Potensi Data Himawari 8/9

Pada tahun 2014, Japan Meteorological Agency (JMA) yang merupakan

Badan Meteorologi Jepang meluncurkan generasi pertama satelit geostasioner Himawari-8, yang akan mulai beroperasi pada tahun 2015 sebagai pengganti MTSAT-2 (yang juga disebut Himawari-7). Sementara pada tahun 2016, Himawari-9 juga akan diluncurkan sebagai cadangan dan penerus satelit. Selanjutnya satelit Himawari 9 akan menunggu di orbit selama satelit Himawari 8 beroperasi dan akan dioperasikan pada tahun 2022 setelah satelit Himawari 8 berhenti dioperasikan. Jadwal transisi pengoperasian dari satelit Himawari 8 dan 9 dijelaskan pada Gambar 7 (JMA, 2013).

Gambar 7. Jadwal pengoperasian satelit Himawri 8 dan 9 (Sumber: Izumikawa, 2014)

Kedua satelit tersebut (Himawari 8 dan 9) berorbit geostasioner pada 140° bujur timur, dan akan mengamati Wilayah Asia Timur hingga Australia, sebagian daerah kutub dan Samudera Hindia hingga Pasifik Barat untuk jangka waktu 15 tahun (JMA, 2013; Izumikawa, 2014). Citra dari Himawari 8 akan disebarluaskan melalui layanan Himawari Cast, dimana layanan Himawari Cast cocok untuk pengguna dengan akses internet yang terbatas. Penyebaran lebih lanjut akan mencakup data meteorologi dan citra Himawari dalam format SATAID (Satellite Animation and Interactive Diagnosis) (JMA, 2013).

Penerima dan sistem pengolahan Himawari Cast mencakup sistem antena C-band, Low Noise Block Converter (LNB), penerima DVB-S2 dan desktop PC dengan

perangkat lunak datacasting dan perangkat lunak visualisasi. JMA akan merilis informasi lebih lanjut tentang sistem pengolahan Himawari pada saatnya. Tabel 5 menyajikan sejarah dari generasi satelit Himawari dari tahun 1977 hingga tahun 2016 yang akan datang. Sementara Tabel 6 menyajikan periode observasi satelit generasi Himawari (JMA, 2013). Satelit Himawari 8/9 dan stasiun buminya akan dioperasikan oleh Himawari Operation Enterprise Corporation (HOPE) – sebuah perusahaan khusus yang didirikan oleh JMA. Data pengamatan dari Advanced Himawari Imager (AHI) dan Data Collection Platform (DCP) akan dikirimkan melalui

HOPE ke JMA, yang selanjutnya akan memproses informasi dan mendesiminasikan produknya ke pengguna. Tabel 5 menyajikan sejarah peluncuran satelit Himawari (JMA, 2013).

16

Tabel 5. Sejarah peluncuran satelit Himawari (Sumber: JMA, 2013)

Waktu Peluncuran Nama Satelit

Juli 1977 GMS Himawari

Agustus 1981 GMS-2 Himawari-2

Agustus 1984 GMS-3 Himawari-3

September 1989 GMS-4 Himawari-4

September 1995 GMS-5 Himawari-5

Februari 2005 MTSAT-1R Himawari-6

Februari 2006 MTSAT-2 Himawari-7

Tahun 2014 Himawari-8

Tahun 2016 Himawari-9

Tabel 6. Periode observasi satelit (Sumber: JMA, 2014)

No. Satelit Periode Observasi

1 GMS 1978 – 1981

2 GMS-2 1981 – 1984

3 GMS-3 1984 – 1989

4 GMS-4 1989 – 1995

5 GMS-5 1995 – 2003

6 GOES-9 2003 – 2005

7 MTSAT-1R 2005 – 2010

8 MTSAT-2 2010 – 2015

9 Himawari-8 2015 – 2022

10 Himawari-9 2022 – 2029

Satelit Himawari 8/9 mempunyai misi khusus meteorologi yang dikembangkan

dari satelit sebelumnya, antara lain: (a) menjaga kesinambungan dan meningkatkan pengamatan cuaca melalui satelit untuk bencana dan ramalan cuaca, (b) meningkatkan kemampuan ramalan cuaca dalam jangka waktu yang pendek (6 jam) untuk deteksi dan prediksi cuaca buruk, (c) meningkatkan akurasi prediksi cuaca numerik, (d) meningkatkan pemantauan iklim dan masalah lingkungan

Satelit Himawari 8/9 dilengkapi dengan sensor AHI (Advance Himawari Imager), dengan memiliki 16 band yang terdiri dari 3 band visible, 3 band NIR (Near Infrared), dan 10 band Infra merah (IR) atau thermal. Resolusi spasial yang dimiliki satelit Himawari 8/9 pada band visible 0,5 km x 0,5 km dan 1 km x 1 km per piksel, pada band Infrared 2 km x 2 km per piksel, pada band near infrared (NIR) 1 km x 1 km dan 2 km x 2 km per piksel. Resolusi temporal pada satelit Himawari 8/9 sebesar 10 menit. Sedangkan untuk pengamatan khusus dan wilayah Jepang resolusi temporal setiap 2,5 menit. Secara ringkas spesifikasi satelit Himawari 8/9 dengan sensor AHI-nya disajikan Tabel 7.

17

Tabel 7. Spesifikasi Band AHI (Advanced Himawari Imager) pada Himawari 8/9

(Sumber: JMA, 2013)

Bands Panjang

Gelombang (μm) Resolusi Spasial

(km)

Band 1–Blue } 0.43 – 0.48 1 km

Band 2–Green }-RGB 0.50 – 0.52 1 km

Band 3–Red } 0.63 – 0.66 0.5 km

Band 4 0.85 –0.87 1 km

Band 5 1.60 –1.62 2 km

Band 6 2.25 –2.27 2 km

Band 7 3.74 –3.96 2 km

Band 8 - Water Vapor 6.06 –6.43 2 km

Band 9 - Water Vapor 6.89 –7.01 2 km

Band 10- Water Vapor 7.26 –7.43 2 km

Band 11- SO₂ 8.44 –8.76 2 km

Band 12- Oᶾ 9.54 –9.72 2 km

Band 13 } Atmosphe- 10.3 –10.6 2 km

Band 14 } ric 11.1–11.3 2 km

Band 15 } Window 12.2 –12.5 2 km

Band 16- CO₂ 13.2 –13.4 2 km

Perolehan data satelit Himawari 8/9 akan distribusikan langsung kepada pengguna oleh JMA (Japan Meteorological Agency) melalui internet dalam waktu beberapa saat setelah diterima dari satelit melalui stasiun bumi. Data didistribusikan setiap 10 menit sekali untuk data seluruh band AHI yang telah terkoreksi pada level 1. Data satelit Himawari 8/9 hanya akan diterima di Stasiun Bumi JMA di Jepang. Data yang memuat seluruh band AHI sangat besar dan membutuhkan sistem penerima data sehingga data hanya di terima di Stasiun Bumi JMA di Jepang. Data yang sudah diproses untuk daerah tertentu dapat diperoleh melalui situs JMA dengan alamat sebagai berikut: http://mscweb.kishhou.go.jp/sat_dat/img/reg /sat_img.htm. Sistem pelayanan datanya secara rinci dijelaskan seperti pada Tabel 8.

18

Tabel 8. Sistem pelayanan data dari Himawari Cast (JMA, 2013)

Tipe Data Format Catatan

Himawari -8/9

Imagery (Full Disk)

File HIRIT

File LRIT

- Compatible dengan MTSAT, layanan HRIT dan LRIT

- Setiap 10 menit, 41 GB/hari

- HRIT: 5 band;

LRIT: 3 band

- Resolusi spasial lebih kasar dari pada HSD (Himawari Standart Data)

NWP Products (GPV) Format SATAID - JMA Global Model (GSM) product

- Setiap 6 jam, 40 MB/ hari

In-situ Observation

(surface,ship,upper)

Format SATAID - Data pengamatan dikumpulkan dari Asia Timur dan daerah Pasifik Barat

- 5MB/hari

ASCAT Ocean Surface

Wind (EUMETSAT)

Format SATAID - Awalnya disediakan oleh EUMETSAT OSI SAF dan dikonversi ke dalam format SATAID oleh JMA

- 5MB/hari

5.2. Evaluasi Potensi Pemanfaatan Data GSMaP

Untuk tujuan validasi data curah hujan GSMaP terhadap data observasi digunakan data periode bulan Mei 2014 – Maret 2015, sedangkan data curah hujan pembandingnya berasal dari 126 stasiun observasi BMKG. Data GSMaP yang digunakan dalam penelitian ini adalah data GSMaP_NRT. Teknik interpolasi yang digunakan dalam estimasi curah hujan dari data GSMaP adalah Spline. Selanjutnya dengan menggunakan koordinat titik stasiun sebagai pusat domain dilakukan ekstraksi nilai curah hujan. Nilai curah hujan yang diambil adalah nilai rata-rata domain yang nantinya digunakan sebagai nilai curah hujan estimasi dari data GSMaP. Nilai curah hujan rata-rata domain ini yang dikorelasikan dan dihitung besaran biasnya (error) terhadap data curah hujan observasi stasiun BMKG.

Besaran biasnya diukur berdasarkan nilai MAE dan RMSE. Hasil ekstraksi data curah hujan dari kedua pasang data di 126 stasiun

observasi, hanya ada 121 stasiun yang terinventarisir mempunyai lebih dari 30 pasangan data (jumlah minimal data untuk bisa dilakukan analisis statistik), sedangkan 5 stasiun tidak mempunyai jumlah pasangan data yang cukup untuk dilakukannya analisis statistik. Kelima stasiun yang tidak mempunyai pasangan data yang cukup tersebut adalah stasiun Sangkulirang (96577), Tasikmalaya/Cibeureum (96801), Soroako/Luwu (97114), OE-Cusse/Timor (97385), dan Dilli (97390). Dalam kurung adalah nomor stasiun.

Pola perbandingan antara data curah hujan estimasi dari data GSMaP terhadap data observasi pada 126 stasiun disajikan pada Gambar 8, yang memperlihatkan perbandingan pola curah hujan antara GSMaP dengan observasi

19

pada stasiun yang mempunyai korelasi lebih dari 0.20. Dari hasil perbandingan antara kedua data menunjukkan bahwa curah hujan estimasi dari GSMaP mempunyai pola yang relatif sama dan fluktuasinya mengikuti fluktuasi curah hujan hasil observasi. Walaupun, besaran curah hujan hasil estimasi dari GSMaP umumnya cenderung lebih rendah (under estimate) dibandingkan dengan curah hujan hasil observasi stasiun, kecuali di stasiun Larantuka (97310) yang menunjukkan besaran curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan observasi stasiun.

Nilai korelasi (r) antara data curah hujan estimasi GSMaP terhadap curah hujan observasi di 121 stasiun disajikan pada Gambar 9. Dari hasil nilai r di 121 stasiun observasi menunjukkan bahwa nilai r sangat beragam, berkisar antara -0.07 hingga 0.42. Dari 121 stasiun observasi, terdapat 21 stasiun yang mempunyai nilai r lebih dari 0.20 yang signifikan menurut hasil uji Pearson. Ke 21 stasiun tersebut adalah stasiun Meulaboh/Cut Nyak Dien (96015) (r=0.26), Kerinci/Depari Parbo (96207)(r=0.23), Ketapang/Rahadi (96615) (r=0.21), Palangka Raya/Panarung (96655)(r=0.25), Jakarta/Tanjung Priok (96741)(r=0.24), Jakarta/Observatory (96745)(r=0.26), Jakarta/Halim Perdana Kusuma (96747)(r=0.27), Bandung/Husein Sastranegara (96781) (r=0.24), Jatiwangi (96791)(r=0.22), Yogyakarta/ Adi Sucipto (96853)(r=0.24), Madiun/Iswahyudi (96881)(r=0.22), Surabaya/Perak (96933) (r=0.22), Surabaya/Juanda (96935)(r=0.21), Malang/Abdul Rahman Saleh (96947)(r=0.21), Manado/Dr. Sam Ratulangi (97014)(r=0.27), Kolaka/Poma (97142)(r=0.23), Larantuka (97310)(r=0.38), Alor/Mali (97320)(r=0.27), Kupang/El Tari (97372)(r=0.42), Sabu/Tardamu (97380)(r=0.39), dan Namlea (97700)(r=0.27).

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai r tertinggi dihasilkan oleh stasiun Kupang/El Tari. Selain itu, dari hasil nilai r tampak pula bahwa untuk stasiun-stasiun yang berdekatan, seperti 3 stasiun di Jakarta (Tanjung Priok, Observatory, dan Halim Perdana Kusuma) dan 3 stasiun di Jawa Timur (Madiun/Iswahyudi, Surabaya/Perak, dan Surabaya/Juanda) cenderung mempunyai nilai r yang relatif tidak berbeda. Oleh karena memiliki korelasi yang tidak berbeda, maka dalam mengestimasi curah hujan dari data GSMaP cukup digunakan satu model estimasi saja.

20

a. Stasiun Kupang/El Tari (97372) b. Stasiun Sabu/Tardamu ( 97380)

c. Stasiun Larantuka (97310) d. Stasiun Namlea (97700)

e. Stasiun Jakarta/Halim Perdana Kusuma (96747)

f. Stasiun Manado/Dr. Sam Ratulangi (97014)

Gambar 8. Perbandingan pola curah hujan GSMaP terhadap observasi di 6 (enam) stasiun yang mempunyai korelasi ( r ) lebih dari 0.20

21

Gambar 9. Nilai korelasi ( r ) antara data curah hujan estimasi dari GSMaP dengan curah hujan observasi pada 126 stasiun BMKG di seluruh wilayah Indonesia

Dari hasil ini juga dapat diperoleh gambaran bahwa nilai korelasi yang relatif cukup signifikan (sangat nyata dari hasil uji Pearson) walaupun nilai korelasinya tidak cukup baik (karena lebih kecil dari 0.50) dihasilkan oleh stasiun yang memiliki kualitas data yang baik. Nilai korelasi yang kurang dari 0.20 juga dihasilkan oleh Wibowo (2010) yang menguji korelasi antara data GSMaP dan TRMM_TMPA dengan data observasi. Hasil uji Maan-Whitney yang dilakukan antara data curah hujan GSMaP harian berbeda nyata dengan data curah hujan harian observasi stasiun. Hasil yang relatif sama juga diperoleh dari hasil penelitian Sugiartha (2013). Sugiartha (2013) menguji korelasi antara data GSMaP_MVK dengan data curah hujan observasi. Hasilnya menunjukkan bahwa GSMaP_MVK berbeda nyata

22

dengan CH Observasi. Selain itu, hasil estimasi data GSMaP_MVK lebih rendah (under estimate) di sebagian besar lokasi di Indonesia, kecuali di kota Samarinda

Untuk pengujian akurasi model estimasi curah hujan menggunakan teknik interpolasi Spline digunakan ukuran MAE dan RMSE. Nilai MAE berkisar antara 2.40 mm – 19.12 mm, sedangkan nilai RMSE berkisar antara 7.28 mm – 35.71 mm. Nilai MAE dan RMSE terkecil dihasilkan oleh stasiun Larantuka (97310), sedangkan nilai MAE tertinggi diperoleh dari stasiun Kokonao/Timuka (97796) dan RMSE teringgi dari stasiun Ujung Pandang/ Hasanuddin (97180). Nilai MAE dan RMSE semakin rendah menunjukkan nilai rata-rata bias (error) semakin kecil, artinya tingkat kesalahan curah hujan hasil estimasi GSMaP semakin kecil. Nilai MAE dan RMSE tertinggi dihasilkan dari stasiun yang mempunyai korelasi paling rendah, yakni stasiun Kokonao/Timuka dengan r sebesar -0.07 dan stasiun Ujung Pandang/Hasanuddin dengan r sebesar 0.08. 5.3. Dinamika Perubahan Penutup/Penggunaan Lahan dari Tahun 1997-2015

Dalam analisis banjir, informasi penutup/penggunaan lahan ini sangat penting artinya dalam penentuan peta bahaya dan kerawanan banjir. Hal ini terkait dengan peranan penutup/penggunaan lahan terhadap kemampuan infiltrasi dan sensivitas penduduk terhadap bahaya banjir. Kemampuan infiltrasi sangat menentukan daya resapan air ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi aliran air permukaan. Semakin luasnya area permukiman akibat perkembangan kota dapat mengurangi kemampuan infiltrasi wilayah tersebut, karena penutupan permukaan tanah oleh bahan bangunan dan aspal/beton. Kondisi ini akan meningkatkan jumlah aliran air permukaan yang berpotensi menimbulkan banjir. Dengan demikian, pemantauan dinamika perubahan penutup/penggunaan lahan menjadi sangat penting dipertimbangkan dalam pemodelan banjir.

Dalam penelitian ini, dinamika perubahan penutup/penggunaan lahan untuk mendukung analisis banjir di daerah penelitian dilakukan berdasarkan input peta multi temporal penutup/penggunaan lahan pada tahun 1997, 2002, dan 2015 (Gambar 10). Ketersediaan peta tersebut dapat diperoleh berdasarkan klasifikasi dari data penginderaan jauh. Citra satelit Landsat 5 dengan akusisi data tanggal 04 Juni 1997, Landsat 7 dengan akusisi data tanggal 25 Mei 2002, dan Landsat 8 dengan akusisi data tanggal 21 Mei 2015 digunakan sebagai input data utama dalam melakukan analisis dinamika perubahan penutup/penggunaan lahan di daerah penelitian, sedangkan ketersediaan data lainnya digunakan sebagai informasi tambahan untuk melengkapi kekurangan dari data utama yang tertutup oleh awan di beberapa lokasi.

23

Gambar 10. Citra Landsat 5 Tahun 1997, Landsat 7 Tahun 2002, dan Landsat 8 Tahun 2015

yang digunakan sebagai data utama dalam penelitian

Hasil pemantauan dinamika perubahan penutup/penggunaan lahan secara spasial pada tahun 1997, 2002, dan 2015 disajikan pada Gambar 11. Perhitungan luas penutup/ penggunaan lahan pada tahun 1997, 2002, dan 2015 disajikan pada Tabel 9. Hasil perhitungan perubahan luas rata-rata per tahun dari tahun 1997 hingga 2015 disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil perhitungan luas pada Tabel 9 dan Tabel 10, dapat ditunjukkan bahwa secara umum untuk kelas hutan mengalami penyusutan luas dari tahun 1997 hingga 2015, yaitu sekitar 29.20% pada tahun 1997 dari luas total keseluruhan DAS Tondano menjadi 27.62% pada tahun 2002 dan 25.32% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata pengurangan luas adalah -121.82 ha/tahun. Pada kelas tegalan/ladang mengalami penambahan luas dari tahun 1997 hingga 2015, yaitu sebesar 16.62% dari luas total keseluruhan menjadi 18.02% pada tahun 2002 dan 18.76% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata penambahan luas adalah +67.04 ha/tahun. Pada kelas lahan terbuka mengalami penambahan luas dari 1.04% dari luas total keseluruhan menjadi 1.43% pada tahun 2002 dan 1.67% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata penambahan luas adalah +19.93 ha/tahun.

Pada kelas Perkebunan mengalami perubahan luas dari 22.10% dari luas total keseluruhan daerah penelitian menjadi 23.56% pada tahun 2002 dan 24.06% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata penambahan luas adalah +63.67 ha/tahun. Pada kelas Sawah terjadi penyusutan luas dari tahun 1997 hingga 2015, yaitu sebesar 11.79% dari luas total daerah penelitian secara keseluruhan manjadi 9.02% pada tahun 2002 dan 8.43% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata pengurangan luas adalah -108.13 ha/tahun. Pada kelas Semak terjadi penambahan luas dari 6.46% dari luas daerah penelitian secara keseluruhan menjadi 7.96% pada tahun 2002 dan 8.06% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata perubahan luasnya adalah sebesar +10.28 ha/tahun. Pada kelas tubuh air cenderung terus mengalami peningkatan dari 7.81% pada tahun 1997 menjadi 7.96% pada tahun 2002 dan 8.06% pada tahun 2015, sedangkan rata-rata peningkatan luas adalah sebesar +7.65 ha/tahun.

24

Tabel 9. Distribusi perubahan penutup/penggunaan lahan untuk Tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

Kelas Penutup/Penggunaan lahan

Tahun

1997

Luas (ha)*

2002

Luas (ha)*

2015

Luas (ha)*

Hutan 16,498.44 (29.20) 15,617.37 (27.64) 14,305.65 (25.32)

Tegalan/Ladang 9,390.15 (16.62) 10,181.44 (18.02) 10,596.88 (18.76)

Lahan Terbuka 587.61 (1.04) 810.01 (1.43) 946.36 (1.67)

Perkebunan 12,487.05 (22.10) 13,309.27 (23.56) 13,591.90 (24.06)

Permukiman 2,811.42 (4.98) 3,270.47 (5.79) 3,957.39 (7.00)

Sawah 6,660.54 (11.79) 5,095.80 (9.02) 4,714.21 (8.34)

Semak 3,651.84 (6.46) 3,721.96 (6.59) 3,836.89 (6.69)

Tubuh Air 4,413.96 (7.81) 4,494.69 (7.96) 4,551.74 (8.06)

Total 56,501.01 (100) 56,501.01 (100) 56,501.01 (100)

*) Luas dalam persen

Tabel 10. Estimasi luas perubahan penutup/penggunaan lahan untuk tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

Kelas penutup/penggunaan lahan

Perubahan luas (ha) Rata-rata perubahan

luas (ha/tahun)

1997- 2002 2002 - 2015 1991 - 2015

Hutan -881.07 -1311.73 -121.82

Tegalan/Ladang +791.29 +415.44 +67.04

Lahan Terbuka +222.40 +136.35 +19.93

Perkebunan +822.22 +282.63 +61.38

Permukiman +459.05 +686.93 +63.67

Sawah -1564.74 -381.60 -108.13

Semak +70.12 +114.93 +10.28

Tubuh Air +80.73 +57.05 +7.65

‘−’ indikasi penurunan luas; ‘+’ indikasi peningkatan luas

25

Gambar 11. Hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 1997, 2002, dan 2015 di daerah penelitian

26

5.4. Prediksi penutup/penggunaan lahan berdasarkan pendekatan Markov-CA

Pada penelitian ini, prediksi perubahan penutup/penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui kondisi penutup/penggunaan lahan untuk beberapa tahun mendatang. Peta penutup/penggunaan lahan tahun 1997 dan 2002 hasil klasifikasi dari data penginderaan jauh digunakan sebagai input dalam melakukan prediksi penutup/penggunaan lahan untuk periode tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050. Pada penelitian ini, prediksi perubahan penutup/penggunaan lahan yang dihasilkan menggunakan pendekatan Markov-CA masih bersifat linear. Artinya, pada penelitian ini perubahan penutup/penggunaan lahan yang terjadi setiap tahunnya belum mempertimbangkan parameter-parameter yang dapat mempercepat atau memperlambat laju perubahan penutup/penggunaan lahan di daerah penelitian. Peluang matriks transisi pada setiap kelas penutup/penggunaan lahan untuk prediksi tahun 2015 berdasarkan input penutup/penggunaan lahan tahun 1997 dan 2002 dapat disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Peluang matriks transisi untuk prediksi penutup/penggunaan lahan tahun 2015

berdasarkan input peta penutup/penggunaan lahan tahun 1997 dan 2002 di daerah penelitian

penutup/

penggunaan lahan

Hutan Tegalan/

Ladang

Lahan Terbuka

Perke-bunan

Permuki-man

Sawah Semak Tubuh

Air

Hutan 0.3665 0.1512 0.0095 0.3040 0.0129 0.0920 0.0595 0.0044

Tegalan/ Ladang

0.1967 0.2282 0.0204 0.2652 0.0662 0.1624 0.0535 0.0075

Lahan Terbuka

0.0969 0.2483 0.0236 0.1732 0.1575 0.1503 0.0362 0.1139

Perkebunan 0.2947 0.2011 0.0149 0.2490 0.0295 0.1416 0.0628 0.0064

Permukiman 0.0590 0.2589 0.0500 0.1290 0.3188 0.1437 0.0271 0.0136

Sawah 0.1645 0.2601 0.0228 0.2481 0.0732 0.1518 0.0524 0.0271

Semak 0.2114 0.2344 0.0179 0.2763 0.0409 0.1608 0.0496 0.0086

Tubuh Air 0.0083 0.0251 0.0104 0.0219 0.0216 0.0747 0.0046 0.8334

Hasil prediksi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 secara spasial dapat disajikan pada Gambar 12. Hasil perhitungan luas perubahan pada setiap prediksi tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 dapat disajikan pada Tabel 12 Sedangkan, hasil perhitungan perubahan luas rata-rata per tahun pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 dapat disajikan pada Tabel 13 Berdasarkan Gambar 12, Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilakukan analisis perubahan penutup/ penggunaan lahan adalah sebagai berikut. Pada kelas hutan secara umum terus mengalami terjadinya penurunan luas dari tahun 2015 hingga 2050, yaitu sebesar 25.05% dari tahun 2015 menjadi 24.39% dari luas total daerah penelitian secara keseluruhan, sedangkan perubahan rata-rata pertahunnya adalah sebesar -10.52 ha/tahun.

27

Gambar 12. Hasil prediksi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050

28

Tabel 12. Prediksi perubahan luas penutup/penggunaan lahan untuk tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 di daerah penelitian

Kelas penutup/penggunaan lahan

Tahun

2015 Luas (ha)*

2025 Luas (ha)*

2035 Luas (ha)*

2050 Luas (ha)*

Hutan 14150.82 (25.05)

14012.89 (24.80)

13884.33 (24.57)

13782.46 (24.39)

Tegalan/Ladang 9567.41 (16.93)

9527.44 (16.86)

9432.80 (16.69)

9104.78 (16.11)

Lahan Terbuka 763.82 (1.35)

787.82 (1.39)

930.16 (1.65)

1025.41 (1.81)

Perkebunan 11461.22 (20.28)

11561.19 (20.46)

11667.34 (20.65)

11851.05 (20.97)

Permukiman 5476.19 ( 9.69)

5546.91 (9.82)

5558.26 (9.84)

5878.28 (10.40)

Sawah 7138.69 (12.63)

6968.71 (12.33)

6842.73 (12.11)

6631.38 (11.74)

Semak 3643.86 (6.45)

3615.60 (6.40)

3603.49 (6.38)

3603.28 (6.38)

Tubuh Air 4275.00 (7.57)

4504.47 (7.97)

4582.12 (8.11)

4624.16 (8.18)

Total 56,501.01 (100)

56,501.01 (100)

56,501.01 (100)

56,501.01 (100)

*) Persentase luas

Tabel 13. Estimasi perubahan luas penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015, 2025, 2035, dan 2050 di daerah penelitian

Kelas penutup/

penggunaan lahan

Perubahan luas (ha)

Rata-rata perubahan luas (ha/year)

2015 - 2025 2025 –2035 2035 –2050 2015 –2050

Hutan -137.93 -128.56 -101.86 -10.52

Tegalan/Ladang -39.97 -94.64 -328.02 -13.22

Lahan Terbuka +24.00 +166.34 +95.25 +6.79

Perkebunan +99.96 +106.15 +183.71 +11.14

Permukiman +70.71 +11.35 +320.02 +11.49

Sawah -169.98 -125.98 -211.34 -14.49

Semak -28.26 -12.32 -0.21 -1.15

Tubuh Air -137.93 -128.56 -101.86 -10.52

‘−’ indikasi penurunan; ‘+’ indikasi peningkatan

Pada kelas Tegalan/Ladang diprediksi terus mengalami penurunan luas dari tahun 2015 hingga tahun 2050, yaitu sebesar 16.93% pada tahun 2015 menjadi 16.11% pada tahun 2050, dengan perubahan rata-rata pertahun adalah sebesar -13.22 ha/tahun. Pada kelas Lahan Terbuka diprediksi terus mengalami peningkatan dari tahun 2015 hingga 2050, yaitu sebesar 1.35% pada tahun 2015 dari luas total

29

secara keseluruhan di daerah penelitian menjadi 1.81% pada tahun 2050, dengan perubahan rata-rata adalah sebesar +6.79 ha/tahun. Pada kelas Perkebunan diprediksi terus mengalami peningkatan luas dari tahun 2015 hingga 2050, yaitu sebesar 20.28% pada tahun 2015 menjadi 20.97% dari luas total daerah penelitian secara keseluruhan, sedangkan perubahan luas rata-rata adalah sebesar +11.14 ha/tahun. Pada kelas Permukiman perubahan terus meningkat pada tahun 2015 hingga 2050, dengan rata-rata perubahan sebesar +11.49 ha/tahun. Pada kelas Sawah diperkirakan terjadi penyusutan luas dari 12.63% pada tahun 2015 menjadi 11.74% pada tahun 2015 dari luas total daerah penelitian secara keseluruhan, sedangkan perubahan rata-rata adalah sebesar -14.49 ha/tahun. Pada kelas Semak dan Tubuh Air juga diprediksi terus mengalami penurunan luas rata-rata adalah masing-masing sekitar -1.15 ha/tahun dan -10.52 ha/tahun.

5.5. Hasil Validasi Klasifikasi dan Pemodelan Penutup/Penggunaan Lahan

pada Tahun 2015

Pada penelitian ini, perhitungan validasi dilakukan pada klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 2015. Hasil dari klasifikasi penutup/penggunaan lahan pada tahun 2015 pada panelitian ini juga digunakan sebagai data referensi pada hasil pemodelan penutup/penggunaan lahan yang dilakukan pada tahun 2015. Berdasarkan pembuatan grid dengan ukuran 500 m x 500 m dapat diperoleh jumlah sampel sebanyak 548 titik secara keseluruhan di daerah penelitian.

Tabel 14. Hasil perhitungan validasi hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 2015 menggunakan data referensi citra resolusi tinggi dari Google Earth tahun 2015

Hasil klasifikasi penutup/ penggunaan lahan

Referensi

Total Hutan Tegalan/

Ladang Lahan Terbuka

Perkebunan

Permukiman

Sawah Semak Tubuh Air

Hutan 151 3 - 16 - - - - 170 Tegalan/ Ladang

- 70 - 2 - 11 1 -

84 Lahan Terbuka

1 0 6 1 2 1 2 1

14 Perkebunan 3 1 1 55 1 4 1 -

66 Permukiman - - - 1 49 - - -

50 Sawah - 8 2 7 1 62 4 1

85 Semak 4 1 3 2 - 4 26 -

40 Tubuh Air - - - - - - - 39 39

Total 159 83 12 84 53 82 34 41 548

Berdasarkan Tabel 14 dapat diperoleh besarnya kesesuaian objek terobservasi nyata adalah sebesar 83.57% dan kesesuaian objek yang diharapkan adalah sebesar 17.41%. Sehingga berdasarkan kesesuaian objek tersebut dapat

30

diperoleh besarnya Indeks Kappa adalah sebesar 80.11%. Selanjutnya, perhitungan akurasi juga dilakukan berdasarkan perhitungan cross-confussion matriks antara peta penutup/penggunaan lahan hasil klasifikasi tahun 2015 yang digunakan sebagai peta referensi dengan peta penutup/penggunaan lahan tahun 2015 hasil prediksinya dengan pendekatan Markov-CA. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui, seberapa besar akurasi dari model yang telah dibuat dengan pendekatan tersebut. Hasil perhitungan dengan menggunakan cross-confussion matriks menunjukkan bahwa besarnya akurasi peta penutup/penggunaan lahan

tahun 2015 hasil pemodelan Markov-CA dengan peta penutup/penggunaan lahan tahun 2015 referensi hasil klasifikasi adalah 75.88%.

5.6. Model Simulasi Banjir

Penelitian simulasi banjir ini dilakukan di DAS Tondano, Sulawesi Utara. Sebagai data pembanding digunakan data debit dari 4 (empat) stasiun AWLR, yakni stasiun Rumengkor, Kaleosan, Noongan dan Sawangan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano mempunyai luas sekitar 51.000 Ha yang terbentang antara

107.1'31'' LU dan 12445.125'02'' BT. Luas ini termasuk luas danau Tondano, yakni seluas 4.680 Ha atau sekitar 8% total luas DAS Tondano. Wilayah DAS Tondano merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan. Sebagian besar wilayahnya terletak di wilayah Kabupaten Minahasa yang meliputi 11 Kecamatan dan 146 Desa/Kelurahan, sisanya terletak di wilayah Kota Manado yang meliputi 4 Kecamatan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Lokasi penelitian untuk model simulasi Banjir di DAS Tondano

31

Untuk tujuan simulasi debit banjir ini digunakan nilai parameter-parameter awal yang ditentukan oleh IFAS (tanpa kalibrasi) dengan menggunakan data harian selama 1 (satu) tahun dari tanggal 1 Maret 2014 - 1 Maret 2015. Simulasi dilakukan dengan mengambil contoh (sample) 3 (tiga) grid. Masing-masing grid contoh ini

diambil di wilayah hulu DAS, tengah DAS, dan hilir DAS. Hasil simulasi berupa hidrograf debit aliran disajikan pada Gambar 13. Grid pertama (dalam hasil simulasi Gambar 13 ditunjukkan dengan garis warna hijau) diambil di wilayah hulu DAS. Grid kedua (dalam hasil simulasi Gambar 14 ditunjukkan dengan garis warna merah) diambil di wilayah hilir DAS Tondano, sedangkan grid ketiga (dalam hasil simulasi Gambar 14 ditunjukkan dengan garis warna biru) diambil di wilayah tengah DAS dengan penutup lahan permukiman.

Gambar 14. Hidrograf debit aliran periode 1 Maret 2014 – 1 Maret 2015

Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa selama periode 1 Maret 2014 – 1 Maret 2014, laju debit di dua (tengah dan hilir DAS) titik lokasi contoh cenderung meningkat pada bulan Februari 2015 dan tertinggi terjadi pada Tanggal 6 Februari 2015. Sementara itu, laju debit di wilayah hulu DAS (garis hijau) relatif datar, sehingga dalam Gambar 14 hampir tidak nampak pola fluktuasi nilainya. Peningkatan laju debit pada bulan Februari 2015 ini terjadi seiring dengan makin meningkatnya curah hujan pada puncak musim hujan.

Debit tertinggi yang ditunjukan oleh warna biru terjadi di wilayah bagian tengah DAS yang teridentifikasi sebagai kelas penutup/penggunaan lahan pemukiman, sedangkan debit di hilir (garis warna merah) lebih kecil dibandingkan dengan di tengah DAS. Adanya peningkatan jumlah debit ini yang menyebabkan alirannya menyebar ke berbagai wilayah dan berakibat banjir, khususnya di wilayah tengah DAS dan hilir DAS. Dari hasil pengecekan lapangan menunjukkan bahwa wilayah tengah DAS paling banyak mengalami konversi penutup/penggunaan lahan, dari kondisi bervegetasi menjadi lahan terbuka dan permukiman.

32

Gambar 15. Hasil simulasi pengisian tangki pada masing-masing lapisan solum tanah di grid yang berada di wilayah tengah DAS

Hasil simulasi pengisian tangki pada masing-masing lapisan solum tanah di grid yang berada di wilayah tengah DAS disajikan pada Gambar 15. Dari Gambar 15 terlihat bahwa jumlah debit (aliran) permukaan (discharge surface) akan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan pada bulan Februari 2015. Sementara, untuk potensi air rembesan vertikal (vertical seepage) baik pada lapisan atas

maupun lapisan kedua akan tinggi pada bulan dimana curah tinggi dan menurun saat musim kemarau. Aliran air ke akuifer (Discharge Aquifer) cenderung akan

menurun jika kondisi lapisan akuifer jenuh air sudah terpenuhi. Dalam penelitian tahun ini proses kalibrasi parameter input dari data global

terhadap data lapangan belum dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksamaan skala peta yang digunakan dan konversi dari data global ke data titik. Demikian juga proses validasi belum dapat dilaksanakan.

33

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Data GSMaP belum cukup memadai untuk dimanfaatkan dalam mengestimasi curah hujan di suatu wilayah. Namun demikian, masih terbuka peluang data GSMaP untuk dikaji ulang dengan teknik interpolasi dan/atau model estimasi yang lain atau dengan menggunakan jenis/produk data GSMaP yang lain. Model kombinasi Markov Chain (MC) dengan Cellular Automata (CA) mempunyai kemampuan yang baik

untuk digunakan dalam memprediksi perubahan penutup/penggunaan lahan karena mempunyai tingkat ketelitian yang baik dengan Indeks Kappa (IK) sebesar 75.88%. Perangkat IFAS mempunyai potensi yang baik untuk dimanfaatkan dalam mensimulasikan debit banjir di suatu wilayah. Namun hasil simulasinya perlu dikalibrasi dan divalidasi terlebih dahulu dengan debit hasil pengukuran lapangan.

DAFTAR PUSTAKA Arsanjani, J.J., Helbich, M., Kainz, W., Boloorani, A.D. 2013. Integration of logistic

regression, Markov chain and cellular automata models to simulate urban expansion. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 21:265–275.

Behera, M.D., Borate, S.N., Panda, S.N., Behera, P.R., Roy, P.S. 2012. Modelling and analyzing the watershed dynamics using Cellular Automata (CA)-Markov model- A geo-information based approach. J. Earth Syst. Sci. 121:1011-

1024. ICHARM. 2014. Integrated Flood Anylis System (IFAS) Flood Forecasting System

Using Global Satellite Rainfall. http://www.icharm.pwri.go.jp/research/ifas/.

[Diakses Tanggal 10 Desember 2015]. Izumikawa, Y. 2014. Introduction to the JMA’s next generation meteorological

satellite, Himawari -8/9. Japan Meteorological Agency. http://severe.worldweather.wmo.int/TCFW/JMAworkshop/4-3.Himawari8-9_YIzumikawa.pdf. [Diakses tanggal 2 Desember 2015]

JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). 2013. User’s Guide For Global Rainfall Map in Near-Real-Time by JAXA Global Rainfall Watch (GSMaP_NRT). Version 2.5. Updated July 2013.

Meteorological Satellite Center (MSC) of JMA. 2015. JMA Geostationary Meteorological Satellite System for Himawari-8/9. http://www.jma-

net.go.jp/msc/en/general/system/system89/index.html. [Diakses Tanggal 4 Desember 2015]

Kachi, M. 2012. Overview of Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP). Bahan presentasi pada The Japan Pavillion on the 6th World Water Forum Tanggal 16 Maret 2012.http://www.internationalfloodnetwork.org/wwf6_japan_ pavilion/pdf/JAXA_KACHI.pdf. [Diakses Tanggal 4 Desember 2014].

Mousivand, A.J., Sarab, A.A., Shayan, S. 2007. A new approach of predicting land use and land cover changes by satellite imagery and Markov chain model (Case study: Tehran). MSc Thesis. TarbiatModares University, Tehran, Iran

Sang, L., Zhang, C.H., Yang, J., Zhu, D., Yun, W. 2011. Simulation of land use spatial pattern of towns and villages based on CA–Markov model.

Mathematical and Computer Modelling, 54:938-943. Sugiartha, N. 2013. Rainfall Monitoring of Flood Events in Indonesia Using GSMaP

and Rain Gauge Data. Thesis. Postgraduate Program Udayana University,

Bali.

34

Suseno, D.P.Y. 2009. Geostationary Satellite Based Rainfall Estimation for Hazard Studies and Validation: A case study of Java Island, Indonesia. Thesis Gadjah Mada University-International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation.

Thomas, H., Laurence, H.M. 2006. Modeling and projecting land-use and land-cover changes with a cellular automaton in considering landscape trajectories: An improvement for simulation of plausible future states. EARSeLeProc. 5:63–

76. Willmott, C.J., dan K. Matsuura. 2005. Advantages of the Mean Absolute Error

(MAE) Over The Root Mean Square Error (RMSE) in Assessing Average Model Performance. Climate Research. 30:79–82. [Diunduh pada tanggal 18

September 2005]. Yang, X., Zheng, X.Q., Chen, R. 2014. A land use change model: Integrating

landscape pattern indexes and Markov-CA. Ecol Model 283:1–7

35

Lampiran 1. Kegiatan Sosialisasi, Koordinasi, dan Survei Lapangan

Pimpinan : Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Sulawesi Utara dan Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Pusfatja – LAPAN

Peserta Pertemuan

: 1. Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Sulawesi Utara 2. Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Pusfatja - LAPAN 3. Parwati, Indah Prasasti, Nanik Suryo Haryani, Taufik Maulana,

Fajar Yulianto, Hana Listi Fitriana, Suprihatin. 4. Para Kasubid dan para Kasie pada Bappeda Sulawesi Utara 5. Para SKPD Provinsi Sulawesi Utara

Notulen : Nanik Suryo Haryani

Lampiran : 1. Foto pertemuan 2. Lampiran power point (ppt) 3. Daftar hadir

Kategori Hasil Tindak lanjut

Agenda Rapat : 1. Sambutan dan Perkenalan

dari Bappeda Provinsi Sulawesi Utara

2. Sambutan dan Perkenalan dari LAPAN

3. Pemutaran Video kegiatan LAPAN dan pemaparan metode dan informasi yang tersedia di Bidang LMB – Pusfatja LAPAN

4. Pemaparan hasil-hasil penelitian Banjir

5. Diskusi dan tindak lanjut

1. Sambutan dan Perkenalan, dari Bappeda Provinsi Sulawesi Utara yang terdiri dari:

- Sulawesi Utara rawan

bencana kejadian becana silih berganti (banjir, gunung api, gempa bumi 6,5 Skala Richter.

- Kejadian banjir di Manado sangat memukul perekonomian di Manado karena yang terkena banir adalah pusat perdagangan atau central bisnis.

- Perlu adanya kegiatan yang lebih nyata, dalam hal ini perlu penanganan dengan teknologi satelit untuk mitigasi bencana ini, Sehingga bermanfaat untuk SKPD yang terkait di Sulawesi Utara.

- Sosialisasi kegiatan LAPAN diharapkan dapat menjadi masukan yang berarti bagi Pemda/Pemprov dalam penyusunan RPJMD 2016 (dapat dimasukan dalam

1. Harapan dari SKPD yang terkait dengan kegiatan sosialisasi ini mengharapkan bahwa hasil penelitian LAPAN dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam penyusunan RPJMD tahun 2016

2. Perlu adanya koordinasi antara LAPAN dengan Pemprov Sulawesi Utara atau SKPD yang terkait dengan penelitian tersebut.

3.Pemda Kota Manado menginginkan adanya kerjasama dengan LAPAN

36

dokumen perencanaan 2016 supaya ada koordinasi yang baik dan adanya sentuhan-sentuhan yang baik pula.

2. Sambutan dan

Perkenalan, dari LAPAN, yang terdiri dari: - Ucapan Terimakasih

kepada Bappeda Provinsi Sulut yang sudah memberikan kesempatan bagi LAPAN untuk mengadakan sosialisasi

- Pada tahun 2014 Set- Wapres meminta kepada LAPAN untuk penanganan bencana sebagai masukkan untuk menanggulangi bencana banjir di Manado

- Tujuan sosialisasi ini untuk mendapatkan masukan dalam kajian penanganan masalah bencana

- Penelitian tanpa arti apabila tidak ada sinergi dengan Pemerintah Daerah setempat

- Penyerahan kenang-kenangan berupa Citra Satelit Kota Manado

3. Pemaparan/Presentasi I (Parwati,S.Si.,M.Sc.)

- PemutaranVideo kegiatan pada Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN

- Struktur Organisasi di LAPAN (khususnya di Pusfatja)

- Metode & Informasi yang tersedia di Bidang

37

Lingkungan dan Mitigasi Bencana(LMB),antara lain: a) Banjir (rawan,

resiko, simulasi) b) Kekeringan c) Kebakaran

hutan/lahan d) Gununung berapi

(penentuan daerah bahaya dan resiko gunung berapi)

e) Lingkungan (LimbahB3, Oil spill, land subsidence, ruang terbuka hijau, urban heat island, kerusakan lingkungan)

4. Pemaparan/Presentasi II (Dr. Ir. IndahPrasasti, M.Si.)

- Banjir Manado yang terjadi pada tanggal 3 Desember 2000, 21 Februari 2006, 17 Februari 2013, 15 Januari 2014, 11 Januari 2015.

- Dampak kerusakan akibat banjir bandang yang terjadi di Manado

- Tujuan Sosialisasi hasil penelitian Semester I dan rencana survey lapangan

- Hasil flood map dan flood exposure map (hasil simulasi banjir)

- Rencana lokasi survei lapangan di Sulawesi Utara yang meliputi DAS Tondano, antara lain: a. Pengukuran posisi

lokasi banjir di wilayah DAS Tondano

b. Pengecekan penutup/ penggunaan lahan

38

Diskusi:

1. Pengendalian dan Pelaporan Bappeda Provinsi Sulawesi Utara - Hal yang harus ditekankan dalam mitigasi bencana masih kurang, misalnya dalam

hal peningkatan kesadaran masyarakat (contoh: membuang sampah ke sungai) - Banjir yang terjadi di Manado (di Kecamatan Sario) tahun 2014 kejadian sangat

cepat hanya 1-4 jam masyarakat kehilangan harta benda - Early warning dari BNPB tidak jalan atau masih kurang, dalam hal ini kami sangat

mengharapkan dari data penginderaan jauh dapat membantu dalam menanggulangi bencana ini.

- Kedepan Dinas PU perlu memperhatikan sungai-sungai kecil

Tanggapan LAPAN:

- Menyambut baik dan siap men-support data yang diperlukan

2. PU Provinsi Sulut (Sumberdaya Air) - Usul: perlu ada perwakilan LAPAN di Sulawesi Utara - Penelitian ini mempunyai peran sangat penting dalam penanggulangan bencana

banjir Manado - Luas tanam dan luas panen perlu akurasi data yang dipakaidari BMKG - Hasil banjir sudah menggambarkan karakteristik yang ada di Manado - Rata-rata banjir ini terjadi karena adanya masalah sedimentasi di wilayah upstream

dan down stream - Yang bermasalah, antara lain: DAS Sawangan, Sario, Tondano - Yang menyebabkan banjir Sungai Sawangan dan Sungai Sario, karena daerah hulu

dan hilir terganggu. - Data yang ada di PU, antara lain: luas penampang sungai, daerah resapan

Tanggapan LAPAN

- Aplikasi di bidang pertanian dalam mensupport untuk Pemda perlu MOU, untuk Pulau Sulawesi sudah ada MOU antara LAPAn dengan Pemda, antara lain: Sulawesi Selatan dan Gorontalo

- LAPAN mempunyai web base untuk sistem pemantauan bumi yang dapat mensupport pemantauan 8 hari sekali, dengan background data penginderaan jauh resolusi tinggi.

- Perlu disiapkan MOU antara LAPAN dengan Pemprov/Pemda (apabila Pemda perlu data atau data hasil penelitian), jadi kerjasama perlu dibangun dengan MOU antara LAPAN dengan Pemda atau SKPD

3. Bappeda Kota Manado - Data yang digunakan baik maka hasilnya juga baik, misalnya data cross section dari PU - Banjir yang terjadi di Manado terjadi di 9 kecamatan dari 11 Kecamatan di Kota Manado. - Sumberdaya manusia di Pemda Manado terbatas - Pemda Kota Manado ingin kerjasama dengan LAPAN

c. Pengecekan lokasi kejadian banjir di Manado

39

Tanggapan LAPAN:

- Keterbatasan SDM dapat ditanggulangi dengan mengadakan bimbingan teknis SDM

4. Pemda Manado (Dinas Tataruang) - Kebutuhan data penginderaan jauh untuk pengamatan tataruang yang dibutuhkan

tahun 2010 – 2015

Tanggapan LAPAN:

- Kebutuhan data dapat bersurat ke Pustekdata untuk meminta data yang diperlukan

5. PU Sumberdaya Air - Mohon data dapat bersifat online

Tanggapan LAPAN:

- Data dan hasil penelitian ada di web LAPAN dengan alamat: Pusfatja.lapan.go.id

40

Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi

Pembukaan

Penyampaian kenang-kenangan ke Bappeda berupa Citra Satelit Kota Manado

41

Presentasi I disampaikan oleh Kabid LMB - LAPAN (Parwati, S.Si., M.Sc.)

Presentasi II disampaikan oleh Peneliti LAPAN (Dr. Ir. Indah Prasasti, M.Si.)

42

Peserta Sosialisasi dari Bappeda dan SKPD di Provinsi Sulawesi Utara

Peserta Sosialisasi dari Bappeda dan SKPD di Provinsi Sulawesi Utara

43

Peserta Sosialisasi dari Bappeda dan SKPD di Provinsi Sulawesi Utara

Peserta Sosialisasi dari Bappeda dan SKPD di Provinsi Sulawesi Utara

44

Lampiran 3. Materi dan Bahan Presentasi Sosialisasi dan Koordinasi

45

46

47

48

49

50

Lampiran 4. Kegiatan Survei Lapangan di DAS Tondano

Hari ke-2 (12 – 08 – 2015)

No.

Nama / posisi Lokasi

Jenis Penutup Lahan

Foto dan Keterangan

1. 08-12-2015 10:14:07mnd40 Kec. Tondano, Kab. Minahasa Koordinat 1.28261902 LU 124.90398204 BT Elevasi 638.00 mdpl

- Semak - Kebun

Campur

2. 08-12-2015 10:50:06mnd40a Kabupaten Minahasa Koordinat 1.233489 LU 124.87039098 BT Elevasi 680 mdpl

- Semak - Kebun

Campur

3. 08-12-2015

11:29:04mnd13a Kabupaten Minahasa Koordinat 1.22389097 LU 124.86396097 Elevasi 698 mdpl

- Semak - Kebun

Campur

4. 08-12-2015

11:34:40mnd13 Kec. Remboken, Minahasa

- Permukiman - Kebun

Campur

51

5. 08-12-2015 11:44:32mnd14 Kec. Kakas, Minahasa Koordinat 1.20716698 LU 124.85636696 BT Elevasi 694 m dpl

- Danau, - Pemukiman, - Semak

Belukar, - Kebun

Campur

6. 08-12-2015

11:58:23mnd26 Kec. Kakas, Minahasa Koordinat 1.17886498 LU 124.88279703 BT Elevasi 695 m dpl

- Pemukiman, - Sawah, - Kebun

Campur

7. 08-12-2015

12:09:mnd16 Kec. Kakas, Minahasa Koordinat 1.173692 LU 124.85628197 BT Elevasi 711 m dpl

- Pemukiman, - Kebun

campur, - Lahan

Permakaman

52

8. 08-12-2015 12:22:44mnd15 Kec. Kakas, Minahasa Koordinat 1.18100203 LU 124.851498 BT Elevasi 715 m dpl

- Lapangan bola,

- Permukiman, - Kebun

campur

9. 08-12-2015

12:31:10mnd17 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.16329098 LU 124.84547602 BT Elevasi 734 m dpl

- Pemukiman, - Kebun

campur

10. 08-12-2015

12:34:34mnd18 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.16073702 LU 124.83899698 BT Elevasi 741 m dpl

- Pasar, - Pemukiman

11. 08-12-2015 14:00:28mnd58 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.12761701 LU 124.80534104 BT Elevasi 857 m dpl

- Kuburan, - Kebun

campur, - Kebun sayur

53

12. 08-12-2015 14:08:51mnd39 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.14759796 LU 124.81057302 BT Elevasi 854 m dpl

- Pemukiman, - Kebun

campur

13. 08-12-2015 14:08:51mnd39 Kec. Tompaso, Minahasa Koordinat 1.19167998 LU 124.812928 BT Elevasi 854 m dpl

- Ladang Jagung,

- Sawah, - Kebun

campur, - Kebun sayur

14. 08-12-2015 14:39:00mnd22 Kec. Tompaso, Minahasa Koordinat 1.18030499 LU 124.81183299 BT Elevasi 854 m dpl

- Permukiman, - Kebun

campur, - Kebun sayur

15. 08-12-2015 14:44:36mnd21 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.17326402 LU 124.81995899 BT Elevasi 854 m dpl

- Ladang Jagung,

- Sawah, - Kebun

campur, - Permukiman

16. 08-12-2015 14:50:53mnd20 Kec. Langowan, Minahasa Koordinat 1.17521499 LU 124.82398499BT Elevasi 760 m dpl

- Permukiman, - Kebun

campur

54

17. 08-12-2015 15:30:23mnd27 Kec. Kakas, Minahasa Koordinat 1.18431204 LU 124.90313899 BT Elevasi 691 m dpl

- Sempadan danau,

- Permukaan Air,

- Eceng gondok

18. 08-12-2015

15:58:40mnd28 Kec. Eris, Minahasa Koordinat 1.23375999 LU 124.92219198 BT Elevasi 691 m dpl

- Permukiman, - Kebun

campur, - Semak

Hari ke-3: 13 – 08 – 2015

No.

Nama / posisi Lokasi

Jenis Penutup Lahan Foto dan Keterangan

19. 08-13-2015 09:00:28mnd52 Kec. Tondano, Minahasa Koordinat 1.28844998 LU 124.881167 BT Elevasi 68 m dpl

- Kebun campur, - Kebun Kelapa, - Semak

55

20. 08-13-2015 09:03:58mnd51 Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.45452901 LU 124.86282396 BT Elevasi 61 m dpl

- Alang-alang, - Semak belukar, - Kebun campur, - Lahan terbuka

21. 08-13-2015

09:08:50mnd50a Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.46055803 LU 124.87548801 BT Elevasi 48 m dpl

- Lahan terbuka, - Kebun campur

22. 08-13-2015

09:13:01mnd50 Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.46155103 LU 124.87719599 BT Elevasi 27 m dpl

- Kebun campur, - Kebun Kelapa, - Semak

23. 08-13-2015

09:16:44mnd50c Kec. Pineleng, Minahasa Koordinat 1.45905197 LU 124.88163304 BT Elevasi 31 m dpl

- Sungai, - Kebun campur

56

24. 08-13-2015 09:25:56mnd50b Kec. Pineleng, Minahasa Koordinat 1.447826 LU 124.88706803 BT Elevasi 67 m dpl

- Kebun campur, - Permukiman

25. 08-13-2015

09:38:50mnd11 Kec. Pineleng, Minahasa Koordinat 1.44293097 LU 124.87938199 BT Elevasi 81 m dpl

- Permukiman, - Kebun campur

26. 08-13-2015

09:43:55mnd11a Kec. Pineleng, Minahasa Koordinat 1.44779398 LU 124.88233301 BT Elevasi 90 m dpl

- Permukiman, - Kebun campur

27. 08-13-2015

09:57:27mnd11b Kec. Mapanget, Kota Manado Koordinat 1.47833998 LU 124.89152301 BT Elevasi 58 m dpl

- Lahan terbuka, - Kebun campur, - semak belukar

57

28. 08-13-2015 09:57:27mnd11b Kec. Airmadidi, Minahasa Utara Koordinat 1.39207897 LU 124.96480004 BT Elevasi 221 m dpl

- Semak belukar, - Kebun kelapa, - Kebun campur

29. 08-13-2015

11:17:24mnd01c Kec. Airmadidi, Minahasa Utara Koordinat 1.38029301 LU 124.94936401 BT Elevasi 269 m dpl

- Kebun kelapa, - kebun campur

30. 08-13-2015

11:52:55mnd59 Kec. Kombi, Minahasa Utara Koordinat 1.40271904 LU 125.01056397 BT Elevasi 262 m dpl

- Lahan terbuka, - kebun campur

58

31. 08-13-2015 12:00:11 Kec. Airmadidi, Minahasa Utara Koordinat 1.41487003 LU 125.00017502 BT Elevasi 307.72 m dpl 08-13-2015 12:01:05mnd37 Koordinat 1.414835 LU 125.00015298 BT Elevasi 308 m dpl

- Semak belukar, - Kebun campur, - Ladang

- Semak belukar, - Kebun campur, - ladang

32. 08-13-2015 12:28:44mnd2f Kec. Airmadidi, Minahasa Utara Koordinat 1.436867 LU 124.99247298 BT Elevasi 570 m dpl 08-13-2015 13:59:46mnd04a Koordinat 1.44929401 LU 124.95738197 BT Elevasi 208 m dpl

- Tebing, - Semak belukar - Sungai, - permukiman, - kebun campur, - daerah industri

59

33. 08-13-2015 14:56:43banj Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.48758003 LU 124.86124297 BT Elevasi 50 m dpl 08-13-2015 15:00:00banj Koordinat 1.48696203 LU 124.85415297 BT Elevasi 53 m dpl

- Sungai, - Permukiman (Wilayah rawan banjir) - Sungai, - Permukiman (Wilayah rawan banjir)

34. 08-13-2015 15:00:58banj Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.48555404 LU 124.85066601 BT Elevasi 47 m dpl 08-13-2015 15:03:21banj Koordinat 1.48657001 LU 124.84774601 BT Elevasi 48 m dpl

- Sungai, - Permukiman

(Wilayah rawan banjir)

- Sungai, - Permukiman

(Wilayah rawan banjir)

60

Hari ke-4: 14 – 08 – 2015

No.

Nama / posisi Lokasi

Jenis Penutup Lahan Foto dan Keterangan

35. 08-14-2015 08:33:52mndh Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.487935 LU 124.83709102 BT Elevasi 23 m dpl Koordinat 1.49668403 LU 124.84242702 BT Elevasi 9 m dpl

- Pasar - Muara sungai, - Pasar

36. 08-14-2015 08:48:sqq mm Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.49668403 LU 124.84242702 BT Elevasi 9 m dpl 08-14-2015 09:01:26 Koordinat 1.49861899 LU 124.841763 BT Elevasi 16 m dpl

- Muara sungai, - Pasar - Muara sungai, - Pasar

61

37. 08-14-2015 09:21:30mndm Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.49956103 LU 124.84008403 BT Elevasi 10 m dpl 08-14-2015 09:45:48mnd Koordinat 1.49321702 LU 124.846853 BT Elevasi 11 m dpl

- Lahan terbuka, - permukaan laut - Lahan terbuka, - permukaan laut

62

38. 08-14-2015 09:47:0 Kec. Molas, Kota Manado Koordinat 1.49195898 LU 124.84760704 BT Elevasi 9 m dpl 08-14-2015 09:50:35 Koordinat 1.49170803 LU 124.84671998 BT Elevasi 6.34 m dpl

- Lahan terbuka, - permukaan laut - Lahan terbuka, - permukaan laut

39. 08-14-2015

09:50:52mndb1 Kec. Molas, Kota Manado Koordinat 1.49168003 LU 124.84666298 BT Elevasi 6 m dpl 08-14-2015 10:08:44 Koordinat 1.48895499 LU 124.853613 BT Elevasi 11.41 m dpl

- Permukiman, - sungai

63

40. 08-14-2015 10:15:12mnds Kec. Wenang, Kota Manado Koordinat 1.48673697 LU 124.85285 BT Elevasi 15 m dpl 08-14-2015 10:20:49mndm Koordinat 1.481032 LU 124.85148903 BT Elevasi 13 m dpl 08-14-2015 10:27:04 Koordinat 1.47594896 LU 124.86364304 BT Elevasi 17.28 m dpl

- Permukiman

41. 08-14-2015 11:02:46mndb5 Kec. Sario, Kota Manado Koordinat 1.44868799 LU 124.85007802 BT Elevasi 56 m dpl 08-14-2015 11:04:47mndb Koordinat 1.44859797 LU 124.849629 BT Elevasi 52 m dpl

- Permukiman, - lahan terbuka, - ruang terbuka

hijau

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2015