Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan...

161
Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau Penulis dan Editor : Dr. Bambang Trisakti Arum Tjahjaningsih, Ir., M.Si. Nana Suwargana, Drs., M.Si. Ita Carolita, Ir., M.Si. Mukhoriyah, ST., M.Si. Desain tata letak: Crestpent Press ISBN No : 987-602-14437-2-9 Dicetak dan diterbitkan oleh : KONTAK KAMI CRESTPENT PRESS Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM) Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144 Telp/Fax. (0251) 8359072, email: [email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak Sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling ban- yak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Transcript of Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan...

Page 1: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau

Penulis dan Editor :

Dr. Bambang Trisakti

Arum Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

Nana Suwargana, Drs., M.Si.

Ita Carolita, Ir., M.Si.

Mukhoriyah, ST., M.Si.

Desain tata letak:

Crestpent Press

ISBN No : 987-602-14437-2-9

Dicetak dan diterbitkan oleh :

KONTAK KAMI

CRESTPENT PRESSKantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM)Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144Telp/Fax. (0251) 8359072, email: [email protected]

Hak Cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyakSebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau

member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling ban-yak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 2: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

ii Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Pengantar Penerbit

Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya lah buku bunga rampai “Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau” ini dapat diselesaikan. Tersusunnya buku ini turut memberikan kontribusi dalam memperkaya referensi mengenai pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pengelolaan sumber daya air, khususnya untuk pemantauan daerah tangkapan air dan danau.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak, terutama para peneliti dan penyunting dari Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang telah mencurahkan energi dan waktunya dalam penulisan dan penyusunan buku ini. Diharapkan buku ini dapat memenuhi kebutuhan referensi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh untuk pengelolaan sumber daya air di Indonesia.

Penerbit

Page 3: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

3Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Indonesia mempunyai wilayah yang luas dengan posisi geografis yang sangat strategis diantara dua benua dan dua samudra. Allah SWT telah menganugrahi wilayah Indonesia yang luas ini dengan potensi kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, baik dari sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumberdaya mineral. Saat ini berbagai permasalahan timbul yang disebabkan oleh pengelolaan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan, seperti terjadinya degradasi dan deforestasi, konversi lahan di daerah aliran sungai, penurunan kualitas air dan pencemaran lingkungan. Salah satu sumberdaya alam Indonesia yang mengalami kerusakan dan penurunan kualitas adalah sumberdaya air, khususnya ekosistem perairan danau. Salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan dari pemerintah melalui salah satu intansinya dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) adalah membentuk Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja), yang mempunyai tugas dan fungsi antara lain menyelenggarakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan sumberdaya alam wilayah darat.

Kemajuan teknologi penginderaan jauh satelit yang dapat menghasilkan data dan linformasi yang realtime (up to date) dengan cakupan yang luas, dan historikal data yang baik, memungkinkan kita untuk berkontribusi dalam upaya pemantauan sumberdaya alam di wilayah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut Pusfatja, telah melaksanakan kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh satelit untuk memantau ekosistem danau, khususnya 15 danau prioritas dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014. Program tersebut telah dilaksanakan selama 3 tahun dari tahun 2011-2013, dan menghasilkan metode, serta tulisan ilmiah yang telah dipublikasi dalam beberapa jurnal, prosiding dan buku ilmiah.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan ilmiah terpublikasi yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan ekosistem danau tersebut. Saya berharap buku ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai peran teknologi penginderaan jauh satelit untuk memantau sumberdaya alam dalam mendukung program nasional Pemerintah Indonesia. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan tidak hanya bagi upaya penyempurnaan penulisan buku serupa di masa yang akan datang, tetapi juga bagi penentuan arah kebijakan Pusfatja untuk tahun berikutnya.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada semua pihak, khususnya para peneliti dari Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, dan para penelaah, yang telah berupaya keras untuk menyusun dan menerbitkan buku ini.

Jakarta, November 2014

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Dr. M. Rokhis Khomarudin

Sambutan Kepala Pusat

Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Page 4: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

4 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Danau telah menjadi perhatian global karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, ekosistem DAS dan danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, mensuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain. Degradasi yang terjadi pada ekosistem danau telah mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau, peningkatan sebaran eceng gondok, penurunan volume air dan penurunan kualitas air. Selanjutnya akan berdampak kepada penurunan produktifitas perikanan, penurunan produksi listrik dan terganggunya aktivitas pariwisata.

Bidang Sumberdaya Wilayah Darat adalah salah satu bidang di bawah Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumberdaya wilayah darat yang meliputi sumberdaya hayati dan non hayati. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, dan juga untuk mendukung Program Nasional Pengelolaan Danau Prioritas 2010-2014, Bidang Sumberdaya Wilayah Darat telah melaksanan kegiatan pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pemantauan sumberdaya air, khususnya ekosistem danau, Selama 3 tahun dari tahun 2011-2013. Kegiatan ini dirasakan cukup berhasil dengan diperolehnya beberapa metode pengolahan data (standarisasi data multi temporal dan multi sensor, pembuatan NDVI minimum dan maksimum) dan metode penurunan beberapa parameter indikator kualitas eksosistem danau, seperti: penurunan sebaran vegetasi air, luas permukaan air danau, parameter kualitas air (TSS dan Kecerahan), sebaran run-off, debit air dan erosi. Metode yang diperoleh dan hasil pemantauan menggunakan data multi temporal selama periode tertetu untuk beberapa danau prioritas telah dipublikasikan dalam beberapa jurnal, buku dan majalah ilmiah.

Buku ini memuat kumpulan tulisan ilmiah terpublikasi yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan ekosistem danau tersebut. Agar mudah dipahami, maka tulisan ilmiah (paper) dalam buku ini dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok terkait pengolahan data, pemantauan daerah tangkapan air dan pemantauan danau. Titik berat buku ini adalah menjelaskan bagaimana cara data penginderaan jauh satelit dapat digunakan untuk menurunkan beberapa parameter bio fisik yang terdapat di permukaan bumi dan selanjutnya digunakan untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mendukung program nasional Pemerintah Indonesia.

Kami berharap buku ini dapat menjadi salah satu referensi yang bermanfaat dalam kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh di Indonesia. Saran dan masukan dari pembaca sangat diharapkan bagi perbaikan metode dan informasi yang dihasilkan.

Jakarta, November 2014

Kepala Bidang sumberdaya Wilayah Darat

Dr. Bambang Trisakti

Kata Pengantar

(Kabid SDWD)

Page 5: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

5Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR ISI

PEnganTaR PEnERBIT ......................................................................................................... II

SaMBuTan KEPala PuSaT PEManfaaTan PEngInDERaan Jauh .........................3

KaTa PEnganTaR (KaBID SDWD) .....................................................................................4

PERMaSalahannya EKoSISTEM Danau Dan PEManfaaTan DaTa

PEngInDERaan Jauh SaTElIT ..........................................................................................7

a. PEngolahan DaTa .......................................................................................................13

Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi Temporal dan

Multi Sensor (Landsat TM/ETM+ Dan Spot-4) ...............................................................................15

Bambang Trisakti dan Gagat Nugroho

Pembuatan Sebaran Spasial NDVI Minimum dan NDVI Maksimum

Berbasis Data Landsat TM/ETM+ Periode 2000-2009 ..................................................................27

Bambang Trisakti, Arum Tjahyaningsih dan Samsul Arifin

B. PEManTauan DaERah TangKaPan aIR .................................................................39

Peningkatan Akurasi Hasil Klasifikasi Penutup Lahan Menggunakan Metode Maximum

Likelihood (Kajian Pengaruh Tahapan Proses Sebelum dan Setelah Klasikasi) ...............................41

Bambang Trisakti

Analisis Perubahan Penutup Lahan di Daerah Tangkapan

Air Sub Das Tondano Terhadap Kualitas Danau Tondano Menggunakan

Data Satelit Penginderaan Jauh ....................................................................................................51

Tatik Kartika, I Made Parsa, dan Sri Harini

Pemetaan Run-Off Dan Debit Aliran Permukaan di

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak .............................................................................61

Bambang Trisakti, Ita Carolita, dan Susanto

Page 6: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

6 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Kajian Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Kerinci Berdasarkan

Perubahan Penutup Lahan dan Koefisien Aliran Permukaan ........................................................71

Mukhoriyah dan Bambang Trisakti

Pendugaan Laju Erosi Tanah Menggunakan Data Penginderaan

Jauh Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4 ............................................................................................79

Bambang Trisakti

C. PEManTauan Danau ..................................................................................................93

Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Mendukung

Program Pengelolaan Danau .........................................................................................................95

Bambang Trisakti, Sri Harini, Nana Suwargana, dan Syarief Budhiman

Kajian Penentuan Luas Permukaan Air Danau dan Sebaran

Vegetasi Air Dengan Metoda Penginderaan Jauh .....................................................................105

Bambang Trisakti

Pemantauan Perubahan Kualitas Danau Selama Periode 1990-2011

Menggunakan Citra Satelit Multi Temporal .................................................................................117

Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Gagat Nugroho

Pemantauan Kualitas Danau Limboto Berbasis Data Landsat dan

SPOT 4 Selama Periode 1989-2010 ............................................................................................125

Nana Suwargana dan Susanto

Model Pemantauan Luas Danau dan Berkembangan Eceng Gondok

Berbasis Data Penginderaan Jauh Di Danau Tempe Sulawesi Selatan ......................................135

Nana Suwargana

Pemanfaatan Data Penginderan Jauh untuk Memantau Parameter

Status Ekosistem Perairan Danau (Studi Kasus: Danau Rawa Pening) .........................................149

Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Joko Santo Cahyono

PEnuTuP ............................................................................................................................. 160

Page 7: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

7Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PERMaSalahannya EKoSISTEM Danau Dan PEManfaaTan DaTa PEngInDERaan Jauh SaTElIT

Bambang Trisakti, Arum Tjahjaningsih dan Mukhoriyah

Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja-LAPAN

PERMaSalahan EKoSISTEM Danau

Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air (Wikipedia). Dalam skala dunia, danau telah menjadi perhatian global karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ekosistem DAS dan danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, mensuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain.

Dewasa ini sebagian besar daerah aliran sungai (DAS) dan danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan (contoh pada Gambar 1), polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran dengan menggunakan alat-alat berat dapat menimbulkan pencemaran suara yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Selanjutnya, keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah daerah tangkapan air (DTA) mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan sungai, waduk dan danau. Degradasi yang terjadi pada danau mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau, peningkatan sebaran eceng gondok, penurunan volume air dan penurunan kualitas air. Hal ini akan berdampak kepada penurunan produktifitas perikanan, penurunan produksi listrik dan terganggunya aktivitas pariwisata. Gambar 2 memperlihatkan Danau Limboto yang mengalami penyempitan luas, pertumbuhan gulma air (eceng gondok) yang sangat tinggi, sehingga mengganggu aktifitas nelayan setempat. Degradasi danau pada akhirnya mengakibatkan peningkatan ancaman bahaya bencana dan penurunan pendapatan masyarakat, khususnya para nelayan di sekitar danau.

Page 8: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

8 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Ekosistem danau terdiri dari daerah tangkapan air (DTA) danau, sempadan danau dan perairan danau. Secara umum kerusakan yang terjadi pada ekosistem danau adalah (KLH, 2012) :

1. Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan di DTA secara illegal dan pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan erosi dan sedimentasi ke danau.

2. Pendangkalan dan penyempitan danau yang telah merusak ekosistem danau, dan berdampak sangat nyata dan mengkhawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan selanjutnya menjadi lahan daratan.

3. Pencemaran kualitas air danau yang mengganggu pertumbuhan biota akuatik dan pemanfaatan air danau. Apabila terjadi bencana arus balik, bahan pencemaran dari dasar danau yang mengandung gas beracun akan terangkat ke permukaan air. Hal ini mengakibatkan kematian ikan endemic dan ikan bududaya keramba jaring Apung (KJA)

Gambar 1. Konversi lahan hutan (Sumber: alamendah.org)

Gambar 2. Eceng gondok di tepi Danau Limboto

Page 9: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

9Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

4. Kehilangan keanekaragaman hayati akibat kerusakan habitat akibat pelumpuran, pendangkalan dan penurunan permukaan air, kerusakan kualtias air akibat pencemaran dari DTA, serta penyempitan perairan danau

5. Pertumbuhan gulma air akibat pencemaran limbah organik dan zat hara (unsur nitrogen dan phosphor)

6. Pertumbuhan alga yang berlebihan atau marak alga (alga bloom) yang disebabkan oleh penyuburan air danau akibat pencemaran limbah organik dan zat penyubur. Pertumbuhan masal gulma air/tumbuhan dan alga di suatu danau akan mengganggu peruntukan danau karena mempercepat pendangkalan dan proses evapotranspirasi, menganggu lalu lintas perairan, mengurangi nilai estetika, mengganggu kegiatan olahraga air dan menyebabkan kematian ikan akibat permukaan air tertutup oleh lapisan alga sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam air

7. Perubahan fluktuasi muka air danau yang disebabkan oleh kerusakan DTA serta pengambilan air dan tenaga air, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau.

PRogRaM PEngElolaan Danau

Pada tanggal 13-15 Agustus 2009 di Bali, KLH memprakarsai dilaksanakannya Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) ke satu. KNDI I ini telah menghasilkan suatu Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9 menteri. Kesembilan menteri tersebut telah bersepakat dalam mengelola dan menyelamatkan bersama ekosistem danau prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I (2009-2014) dan Danau Prioritas II (2015-2019). Selanjutnya KNDI II dilaksanakan pada tanggal 13-14 Oktober 2011 di Semarang yang menegaskan kembali 15 danau prioritas periode 2010-2014 berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Tabel 1 memperlihatkan daftar 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH. Danau-danau tersebut perlu dipulihkan dan dikelola dengan baik sehingga tetap lestari dan dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya.

Tabel 1. Daftar danau dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (http://blhpp.wordpress.com/)

Page 10: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

10 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEManfaaTan DaTa PEngInDERaan Jauh SaTElIT

Saat ini teknologi penginderaan jauh satelit berkembang dengan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh optik dan SAR (Sinthetic Aperture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Data tersebut menjadi sumber data yang penting untuk pembuatan informasi spasial sumber daya alam dan lingkungan yang akurat, konsisten dan aktual. Gambar 3 memperlihatkan contoh data penginderaan jauh satelit dengan sensor optik dan SAR dalam berbagai resolusi yang dapat digunakan untuk penyediaan informasi perubahan fisik ekosistem danau untuk mendukung kegiatan pengelolaan danau lestari.

(a) SPOT-4, 20 meter (b) AVNIR-ALOS, 10 meter

(c) PALSAR-ALOS, 10 meter (d) IKONOS, 1 meter

Gambar 3. Data penginderaan jauh satelit sensor optik dan SAR untuk danau Limboto

Pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pembangunan dan pengembangan metode penilaian dan pemantauan kualitas DTA dan danau sudah dilakukan juga oleh banyak peneliti di Indonesia dan di luar negeri, seperti: pemetaan lahan kritis, estimasi koefisien aliran, sebaran spasial debit permukaan, tingkat erosi tanah, pemetaan kualitas air dan kualitas danau. Pemetaan lahan kritis umumnya dilakukan dengan menggunakan

Page 11: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

11Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

parameter penutupan lahan, lereng, erosi dan manajemen lahan. Sedangkan perhitungan debit air dan erosi memerlukan masukan utama, yaitu: penutup lahan, kelerengan dan jenis tanah. Sebagian besar parameter yang dibutuhkan tersebut dapat diturunkan secara akurat dengan menggunakan data penginderaan jauh satelit. Gambar 4 memperlihatkan contoh pemanfaatan data satelit SPOT-4 untuk pemetaan koefisien aliran dan laju erosi tanah di DTA Danau Kerinci pada tahun 2012.

0 1Koefisien aliran di DTA Danau Kerinci tahun 2012

0 4 mm/tahunLaju erosi di DTA Danau Kerinci tahun 2012

Gambar 4. Contoh pemanfaatan data satelit SPOT-4 untuk pemantauan DTA

Pemanfaatan data satelit tidak hanya dalam lingkup kajian dan pengembangan model, tapi sudah masuk kedalam fase pemanfaatan untuk kegiatan operasional pemantauan kualitas air dan kondisi tropik danau. Brezonik et al. (2002), Liu et al. (2007) dan Powell et al.(2008) telah membuat model pemetaan parameter kualitas air (klorofil, kecerahan perairan, suhu dan suspended solid) dan pemetaan status tropik danau menggunakan data Landsat TM/ETM+, dan telah menerapkan model tersebut secara operasional untuk memantau kondisi beberapa danau di Amerika dan Kanada. Gambar 5 memperlihatkan contoh pemantauan kondisi tropik danau di seluruh wilayah Amerika Serikat. Status tropik perairan mengindikasikan tingkat kesuburan perairan karena berbagai macam unsur hara yang masuk ke perairan tersebut. Semakin tinggi tingkat kesuburan perairan akan mengakibatkan semakin cepatnya pertumbuhan alga (alga bloom) yang selanjutnya menyebabkan kematian ikan akibat permukaan air tertutup oleh lapisan alga sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam air.

Page 12: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

12 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 5. Data satelit Landsat TM/ETM+ untuk pemantauan status tropik danau di Amerika Serikat (Powel et al., 2008)

Pemanfaatan data satelit untuk kegiatan pemantauan ekosistem danau di Indonesia, umumnya masih bersifat kajian dan hanya sedikit yang berlanjut sampai tingkat operasional. Hal ini disebabkan belum dilakukannya standarisasi koreksi data dan standarisasi prosedur pengolahan data sehingga informasi yang diperoleh tidak konsisten, selain itu juga masih tingginya ketidakpastian pada tingkat akurasi dari informasi yang diturunkan dari data satelit yang disebabkan karena sulitnya memperoleh data lapangan yang sesuai dengan waktu perekaman satelit yang dapat digunakan untuk proses verifikasi dan validasi model yang dibuat.

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh- LAPAN, khususnya, Bidang Sumber Daya Wilayah Darat membuat program kegiatan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk pemantauan parameter kualitas DTA dan danau. Program tersebut telah dilaksanakan selama 3 tahun dari tahun 2011-2013, dan menghasilkan dokumen laporan, metode pengolahan data, serta tulisan ilmiah (paper) yang telah dipublikasi dalam jurnal, prosiding dan buku ilmiah.

DafTaR PuSTaKa

Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake

Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002

Fahmudin A. dan Widianto, 2004, Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor. Indonesia.

Jiangui Liu, Tom Hirose, Mark Kapfer and John Bennett, 2007, Operational Water Quality Monitoring Over

Lake Winnipeg Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 – November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada

KLH, 2012, Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup

Powell R., Brooks C., French N., and Shuchman R., 2008, Remote Sensing of Lake Clarity, Michigan Tech Research Institute (MTRI), May 2008

Page 13: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

Peraturan menteri negara lingkungan hidup Nomor 28aPEngolahan DaTa

Page 14: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

14 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Page 15: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

15Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

STanDaRISaSI KoREKSI DaTa SaTElIT MulTI TEMPoRal Dan MulTI SEnSoR (lanDSaT TM/ETM+ Dan SPoT-4) *

Bambang Trisakti dan Gagat Nugroho

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

abstrak

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh telah dilakukan untuk berbagai kegiatan, khususnya untuk pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan danau. Namun, pada umumnya penelitian yang telah dilakukan, khususnya di Indonesia mempunyai permasalahan dengan masih belum dilakukannya standarisasi pengolahan data awal, yang berkaitan dengan proses orthorektifikasi dan koreksi radiometrik. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan standarisasi koreksi data citra untuk pemantauan tingkat kekeruhan (TSM: Total Suspended Material) di Danau Limboto selama periode 1990-2010. Data yang digunakan adalah data Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4. Proses koreksi yang dilakukan meliputi orthorektifikasi, koreksi matahari, koreksi terrain dan normalisasi antar data beda waktu dan beda sensor. Hasil setiap tahapan koreksi diuji untuk melihat perubahan kualitas sebelum dan sesudah koreksi. Selanjutnya data yang telah dikoreksi digunakan untuk memantau tingkat kekeruhan Danau Limboto selama periode 1990-2010. Hasil memperlihatkan bahwa koreksi data mengurangi/menghilangkan kesalahan posisi dan perbedaan spektral objek karena perbedaan sensor dan waktu perekaman, sehingga hasil lebih akurat dan konsisten. Kualitas Danau Limboto terpantau menurun (konsentrasi TSM semakin tinggi) selama periode 1990 – 2010.

Kata kunci : Orthorektifikasi, Radiometrik, Multi temporal, Multi sensor, TSM

* Dipublikasi pada Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Dijital Vol.9 No.1 Juni 2012

Page 16: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

16 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Dewasa ini perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh berjalan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh sistem optik dan SAR (Synthetic Aparture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Sehingga, data satelit penginderaan jauh merupakan salah satu sumber data yang paling penting dan efisien untuk pembuatan informasi spasial yang akurat, konsisten dan aktual mengenai sumber daya alam dan lingkungan, khususnya untuk memantau perubahan yang terjadi pada suatu wilayah dari tahun ke tahun. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS dan danau telah banyak dilakukan di dalam dan luar negeri (Hardaningrum et al. (2005); Suroso dan Susanto (2006); Pratisto dan Danoedoro (2008); Brezonikn et al. (2002); Liu et al. (2007); Li and Li (2004); Mostafa dan Soussa (2006); Trisakti et al. (2004)), seperti: pemantauan perubahan penutup lahan di DAS, perubahan luasan danau dan kualitas air, perhitungan aliran permukaan dan debit air, pemetaan lahan kritis, pemetaan daerah rawan banjir/longsor dan lain-lain. Tetapi pada umumnya penelitian-penelitian yang telah dilakukan, khususnya di Indonesia mempunyai permasalahan dengan masih belum dilakukannya standarisasi pengolahan data awal, yang berkaitan dengan proses orthorektifikasi dan koreksi radiometrik. Hal itu mengakibatkan kurangnya konsistensi pada berbagai informasi yang diekstrak secara dijital dari data penginderaan jauh, khususnya informasi yang diekstrak dengan menggunakan data multi temporal (berbeda waktu perekaman data) dan data multi sensor (data yang direkam dengan menggunakan sensor yang berbeda.

Saat ini standarisasi pengolahan citra telah menjadi perhatian khusus di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), bersamaan dengan berjalannya program Indonesia`s National Carbon Accounting System (INCAS) yang merupakan program Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP) untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam membuat sistem pengurangan emisi karbon yang signifikan dan efektif dengan cara mengurangi deforestasi, meningkatkan reforestasi, dan menjaga kelestarian hutan secara berkelanjutan. Untuk mendapatkan informasi perubahan lahan hutan dari tahun ke tahun secara akurat dan konsisten, standar koreksi data satelit merupakan tahapan yang harus dikerjakan. Pada kegiatan INCAS, koreksi data yang dilakukan meliputi proses orthorektifikasi (membuat citra tegak lurus terhadap sensor), koreksi radiometrik terdiri dari koreksi matahari, Bidirectional Reflectance Distribution Function (BRDF) dan koreksi terrain (Suzanne (2009); Suzzane and Wu (2009)). Koreksi matahari dan BRDF dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang disebabkan oleh pengaruh posisi geometri antara matahari, objek dan sensor. Sedangkan koreksi terrain dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kondisi terrain dari permukaan bumi. Tetapi metode koreksi yang digunakan hanya berlaku untuk data satelit Landsat, sehingga perlu kajian metode koreksi data untuk pemanfaatan data satelit yang direkan dengan menggunakan sensor yang berbeda.

Paper ini membahas mengenai metode koreksi data satelit penginderaan jauh yang standar untuk menghasilkan informasi berbasis data satelit yang akurat dan konsisten. Setiap hasil dari tahapan koreksi akan diuji untuk melihat perubahan kualitas dari data yang dihasilkan, selanjutnya data yang telah dikoreksi akan digunakan untuk melihat perubahan tingkat kekeruhan di Danau Limboto.

DaTa Dan METoDE

Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah

• Citra penginderaan jauh Landsat TM/ETM+ multi temporal dengan Resolusi spasial 30 m (Tabel 1)

• Citra penginderaan jauh SPOT-4 dengan resolusi spasial 20 m (Tabel 1)

• DEM SRTM ver. 4.1 resolusi 90 m

Page 17: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

17Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 1. Citra Landsat TM/ETM+ dan SPOT 4

no. Citra satelit Spasial Tanggal perekaman

1. Landsat ETM+ 30 m 25 Desember 1990

2. Landsat ETM+ 30 m 17 Oktober 2000

3. Landsat ETM+ 30 m 14 April 2002

4. SPOT 4 20 m 7 Mei 2010

Metode Penelitian

Data Landsat TM/ETM+ dikoreksi geometrik dan radiometrik menggunakan metode standar pengolahan INCAS. Koreksi yang dilakukan meliputi koreksi orthorektifikasi, koreksi matahari, dan koreksi terrain. Orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan sekitar 25 titik control point (CP) XYZ yang diperoleh dari citra acuan (data Landsat Ortho) dan DEM SRTM. Titik CP yang digunakan terdistribusi secara merata di seluruh bagian citra, sehingga koreksi dapat dilakukan secara akurat. Selanjutnya citra dikoreksi matahari. Koreksi matahari dilakukan untuk menghilangkan perbedaan nilai dijital piksel yang disebabkan posisi matahari yang berbeda. Proses koreksi dilakukan dengan merubah nilai dijital piksel menjadi nilai radian (radiasi dari objek ke sensor) dan merubah lagi menjadi reflektansi (rasio antara radian dan irradian atau rasion antara radiasi objek ke matahari dan radiasi matahari ke objek). Persamaan konversi diperlihatkan pada persamaan dibawah:

L = G x DN + B (1)

dimana

DN : Nilai dijital

G : Gradien (kanal gain)

L : Radian di atas atmosfir

B : Titik potong (kanal offset)

(2)

dimana :

rp : Reflectance di atas atmosfir

Ll : Radiance di atas atmosfir

ESUNλ

: Irandiance matahari

Cos qs : Sudut zenith matahari

d2 : Rasio jarak bumi matahari

Page 18: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

18 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Koreksi terrain dilakukan dengan menggunakan metode C-correction. Algoritma C-correction diperlihatkan pada persamaan dibawah (Wu et al., 2004):

LH = LT ( Cos (sz) + c ) / ( Cos(i) + c ) (3)

Dimana,

LH : Radian yang sudah dikoreksi (radian pada permukaan datar)

LT : Radian belum dikoreksi (radian pada permukaan miring karena kondisi

topografi)

sz : Sudut zenit matahari

i : Sudut normal piksel yang di bentuk dari arah normal piksel dan arah matahari

c : Koefisien pembatas yang merupakan rasio antara titik potong dan gradien

(b/m) dari persamaan regresi LT = m Cos(i) + b

Koreksi citra SPOT-4 dilakukan untuk koreksi orthorektifikasi dan koreksi matahari. Orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan sekitar 25 titik control point (CP) XYZ yang diperoleh dari citra acuan (data Landsat Ortho) dan DEM SRTM. Koreksi matahari untuk citra SPOT dilakukan dengan menggunakan Persamaan (4) dan (5). Berbeda dengan citra Landsat yang mempunyai koefisien koreksi yang sama, koefisien koreksi untuk SPOT berubah sehingga perlu dilakukan pengecekan pada website CNES (Centre national d’Etudes Spatiales) dan header data setiap perekaman.

(4)

LkTOA : Radiance di atas atmosfir

Xk : Nilai dijital piksel

Ak : Koefisien kalibrasi

Gkm : Gain

B : Bias

(5)

rkTOA : Reflectance di atas atmosfir

LkTOA : Radiance di atas atmosfir

Eks : Irandiance matahari

Cos θ : Sudut zenith matahari

do/d : Rasio jarak bumi matahari

+ B

Page 19: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

19Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tahap terakhir adalah melakukan proses normalisasi antara data untuk menghilangkan pengaruh perbedaan sensor dan perbedaan waktu perekaman. Metode yang digunakan adalah metode normalisasi dengan regresi linear sederhana, dengan menentukan persamaan regresi nilai spectral objek yang sama pada 2 citra yang berbeda. Hasil setiap tahapan diuji untuk melihat perubahan dalam setiap koreksi, selanjutnya hasil normalisasi diuji secara visual pada komposit RGB 542, dan secara spectral pada objek hutan.

Pemantauan tingkat kekeruhan permukaan air danau dilakukan dengan secara kualitatif dengan menggunakan model algoritma ekstraksi TSM (Total Suspended Material) yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Ekstraksi TSM dilakukan dengan menggunakan algoritma TSM (Trisakti et al, 2004) berbasis panjang gelombang pada band hijau (rentang 0.5-0.6 mm), dimana persamaan yang digunakan diperlihatkan dibawah.

TSM = 1.0585 e1.3593Xwoerd

Xwoerd =-0.53R+0.001

0.03R-0.059, R = Reflektansi Band Green

Selanjutnya melakukan pemantauan perubahan tingkat kekeruhan air danau menggunakan citra multi temporal dan multi sensor 1990 - 2010.

haSIl Dan DISKuSI

Data Landsat TM/ETM+ dan data SPOT-4 yang digunakan dikoreksi orthorektifikasi dan secara radiometrik. Koreksi ini dilakukan agar perbedaan nilai spektral yang terjadi akibar perbedaan sensor (Landsat dan SPOT) dan perbedaan waktu perekaman (berlainan waktu) dapat dikurangi atau dihilangkan. Gambar 1 memperlihatkan contoh data Landsat ETM+ dan data SPOT-4 yang telah dikoreksi.

Landsat ETM+ SPOT 4

Gambar 1. Data Landsat ETM+ dan SPOT 4 yang telah dikoreksi ....

Page 20: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

20 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Selanjutnya citra hasil koreksi dievaluasi tingkat dengan membuat komposit 2 layer, citra terkoreksi pada layer Merah dan citra referensi (citra Landsat Ortho USGS) pada layer Hijau. Tampilan warna Merah dan Hijau pada komposit 2 layer menunjukkan adanya pergeseran objek sedangkan tampilan warna Kuning menunjukkan objek pada kedua citra terletak pada lokasi yang sama. Tampilan komposit 2 layer diperlihatkan pada Gambar 2, dimana citra SPOT 4 terkoreksi diberi warna merah dan citra referensi diberi warna hijau. Warna Kuning pada komposit 2 layer mendominasi pada jaringan jalan pada kedua citra yang berarti, jalan pada kedua citra terletak pada lokasi yang sama sehingga objek mempunyai ketepatan yang akurat (pergeseran kurang dari 1 piksel). Evaluasi juga dilakukan untuk citra Landsat TM/ETM+ multi temporal, secara keseluruhan pergeseran (error) terjadi kurang dari 1 piksel.

Pengujian citra hasil koreksi radiometrik (koreksi terrain) dilakukan dengan membandingkan penampakan citra secara visual, kondisi terrain (daerah bergunung-gunung) menjadi berubah menjadi datar tanpa terrain menunjukkan bahwa koreksi berjalan dengan baik. Gambar 3 memperlihatkan contoh citra Landsat sebelum dan setelah dilakukan koreksi terrain.

Koreksi telah dilakukan terhadap citra Landsat dan SPOT 4, tapi koreksi yang dilakukan tidak sepenuhnya menghilangkan perbedaan antara data sensor dan beda waktu perekaman seperti Gambar 4. Terlihat bahwa citra Landsat perekaman tahun 1990, citra Landsat perekaman tahun 2000 dan citra SPOT perekaman tahun 2010 mempunyai perbedaan kecerahan. Perbedaan antara data Landsat disebabkan adanya liputan awan dan perbedaan kondisi atmosfir pada saat perekaman, sehingga mengakibatkan perbedaan nilai spektral dan mempengaruhi histogram komposit RGB. Sedangkan sensor SPOT mempunyai rentang panjang gelombang yang sedikit berbeda dengan rentang panjang gelombang sensor Landsat untuk setiap bandnya, hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai spektral pada kedua sensor tersebut.

Citra SPOT terkoreksi : MerahCitra referensi : Hijau

Gambar 2. Evaluasi citra hasil koreksi menggunakan metode komposit 2 layer

Page 21: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

21Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Sebelum koreksi terrain Setelah koreksi terrain

Gambar 3. Citra Landsat (17 Oktober 2000) sebelum dan setelah koreksi terrain

Perbedaan yang terjadi karena perbedaan sensor dan perbedaan kondisi atmosfir dapat dikurangi atau dihilangkan dengan melakukan normalisasi antara data. Normalisasi dilakukan dengan pengambilan sampel pada objek yang relatif tidak berubah (invariant object) dan melakukan regresi antar data. Gambar 5 memperlihatkan persamaan regresi antara data Landsat perekaman 2000 (data referensi) dan data Landsat perekaman 1990 (data yang dikoreksi). Selanjutnya persamaan regresi ini digunakan untuk mengkoreksi data Landsat perekaman 1990 sehingga data tersebut mempunyai nilai spektral yang sama untuk setiap band dengan data Landsat perekaman 2000.

SPOT, 2010Landsat, 2000Landsat, 1990

Gambar 4. Citra beda waktu dan beda sensor setelah koreksi radiometrik

Page 22: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

22 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

y = 1.2567x - 52.971R2 = 0.9795

0

20

40

60

80

40 60 80 100

y = 1.0976x - 20.157R2 = 0.862

0

10

20

30

40

50

30 35 40 45 50 55

y = 1.2695x - 28.431R2 = 0.9527

0

10

20

30

40

50

20 30 40 50 60

y = 1.0516x - 20.609R2 = 0.9372

0

20

40

60

80

100

120

20 40 60 80 100 120

y = 0.902x - 8.8012R2 = 0.9709

0

20

40

60

80

100

20 40 60 80 100 120

y = 0.8162x - 5.029R2 = 0.9157

0

10

20

30

40

50

0 20 40 60

Band 1 Band 2 Band 3

Band 4 Band 5 Band 7

Nila

i spe

ktra

l citr

a re

fere

nsi (

Land

sat 2

000)

Nilai spektral citra yang dikoreksi (Landsat 1990)

Gambar 5. Regresi antara Landsat 1990 dan 2000 pada invariant object

Gambar 6 memperlihatkan persamaan regresi antara data Landsat perekaman 2000 (data referensi) dan data SPOT 4 perekaman 2010 (data yang dikoreksi). Selanjutnya persamaan regresi ini digunakan untuk mengkoreksi data SPOT 4 perekaman 2010 sehingga data tersebut mempunyai nilai spektral yang sama untuk setiap band dengan data Landsat perekaman 2000.

y = 0.0186x - 4.3068R2 = 0.8814

0

10

20

30

40

50

0 1000 2000 3000

y = 0.023x - 0.4382R2 = 0.7793

0

10

20

30

40

50

60

0 500 1000 1500 2000

y = 0.0181x + 13.179R2 = 0.9132

0

20

40

60

80

100

120

0 2000 4000 6000

y = 0.1851x + 7.303R2 = 0.955

0

20

40

60

80

100

120

0 200 400 600

Band 2 Band 3

Band 4 Band 5

Nila

i spe

ktra

l citr

a re

fere

nsi (

Land

sat 2

000)

Nilai spektral citra yang dikoreksi (SPOT 2010)

Gambar 6. Regresi antara Landsat 2000 dan SPOT-4 2010 pada invariant object

Gambar 7 memperlihatkan citra Landsat perekaman tahun 1990, citra Landsat perekaman tahun 2000 dan citra SPOT perekaman tahun 2010 yang telah dilakukan normalisasi antar data. Secara visual dapat dilihat bahwa normalisasi antar data dapat menghilangkan perbedaan nilai spektral karena perbedaan sensor dan kondisi atmosfir pada perekaman yang berbeda waktu.

Page 23: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

23Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Evaluasi lebih lanjut dilakukan dengan melakukan pengujian nilai spektral objek hutan (Yang diasumsikan tidak berubah dan mempunyai nilai yang sama) pada untuk setiap citra sebelum dan sesudah proses normalisasi (Gambar 8, Warna biru sebelum normalisasi dan warna merah setelah normalisasi). Sebelum dilakukan proses normalisasi, Nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rata-rata objek hutan sangat berbeda antara data tahun 1990, 2000 dan 2010. Tetapi nilai tersebut menjadi hampir sama (mendekati) setelah dilakukan proses normalisasi. Sehingga dengan proses normalisasi maka objek yang sama akan mempunyai nilai spektral yang relatif sama walaupun diambil menggunakan sensor yang berbeda dan waktu yang berbeda. Selanjutnya data siap digunakan untuk ekstraksi informasi tingkat kekeruhan di Danau Limboto.

SPOT, 2010Landsat, 2000Landsat, 1990

Gambar 7. Citra beda waktu dan beda sensor setelah normalisasi

0

20

40

60

80

100

120

1990 2000 2010

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1990 2000 2010

Nilai Minimum

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1990 2000 2010

Nilai Minimum

0

20

40

60

80

100

120

140

1990 2000 2010

Nilai Maksimum

0

20

40

60

80

100

120

140

1990 2000 2010

Nilai Maksimum

Nilai Rata-rata

Sebelum koreksi

Setelah koreksi

Landsat Landsat SPOT Landsat Landsat SPOT

Landsat Landsat SPOT

Nila

i spe

ktra

l citr

a ob

jek

huta

n

Gambar 8. Nilai spektral objek hutan sebelum dan sesudah proses normalisasi

Page 24: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

24 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Pemantauan tingkat kekeruhan (TSM) dilakukan dengan menggunakan citra 1 musim, yaitu pada musim hujan. Algoritma TSM menggunakan model algoritma pada penelitian sebelumnya ((Trisakti et al, 2004), sehingga pemantauan ini hanya dilakukan untuk melihat perubahan tingkat kekeruhan secara kualitatif. Gambar 9 memperlihatkan bahwa tingkat kekeruhan di Danau Limboto cenderung bertambah selama periode 1990-2010, konsentrasi TSM rendah pada Desember 1990, semakin bertambah pada April 2002 dan semaking meningkat dengan cukup signifikan pada Mei 2010. Kecenderungan ini sesuai dengan informasi yang dipublikasi melalui laporan atau website yang melaporkan bahwa kualitas air Danau Limboto semakin menurun.

25 Desember 1990 14 April 2002

7 Mei 2010

Tingkat TSM

Rendah Tinggi

Gambar 9. Pemantauan tingkat kekeruhan Danau Limboto

Page 25: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

25Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standarisasi koreksi data citra untuk pemantauan tingkat kekeruhan (TSM) di Danau Limboto selama periode 1990-2010 beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Koreksi data mengurangi/menghilangkan kesalahan posisi dan perbedaan spektral objek karena perbedaan sensor dan waktu perekaman, sehingga hasil lebih akurat dan konsisten.

2. Kualitas Danau Limboto terpantau menurun (tingkat sedimentasi semakin tinggi) selama periode 1990 – 2010.

Page 26: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

26 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002

Hardaningrum F., Taufik M., dan Muljo B., 2005, Analisis Genangan Air Hujan Di Kawasan Delta Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Dan SIG, PIT MAPIN XIV, Surabaya.

Jiangui Liu, Tom Hirose, Mark Kapfer and John Bennett, 2007, Operational Water Quality Monitoring Over Lake Winnipeg Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 – November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada

Mostafa M.M. and Soussa H. K., 2006, Monitoring Of Lake Nasser Using Remote Sensing And Gis Techniques, ISPRS Commission VII Mid-term Symposium “Remote Sensing: From Pixels to Processes”, Enschede, the Netherlands, 8-11 May 2006

Pratisto A. dan Danoedoro P., 2008, Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respond Debit Dan Bahaya Banjir (Studi Kasus Di DAS Gesing, Purworejo Berdasarkan Citra Landsat TM Dan ASTER VNIR), PIT MAPIN XVII, Bandung

Suroso dan Susanto H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol.3, No.2.

Suzanne F., 2009, General guidelines for registering Landsat TM coverage to the rectifiction base and performing the BRDF Correction, INCAS Project

Suzanne F. and Wu X., 2009, General guidelines for Terrain Correction of Landsat TM Images, INCAS Project

Li R. and Li J., 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring: An Overview, International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), 893-901

Trisakti B., Parwati, dan Budhiman S., 2004, The Study Of MODIS Aqua Data For Mapping TSM In Coastal Water Usingthe Approach Of Landsat 7 ETM Data, International Journal of Remote Sensing and Earth Science, International Society of Remote Sensing and Sciences IReSES. Vol 2.

Wu X., Furby S. and Wallace J, 2004. An Approach for Terrain Illumination Correction, The 12th Australasian Remote Sensing and Photogrammetry Association Conference, held in Fremantle, Western Australia, 18-22 October 2004.

Page 27: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

27Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEMBuaTan SEBaRan SPaSIal nDVI MInIMuM Dan MaKSIMuM BERBaSIS DaTa lanDSaT TM/ETM+ PERIoDE 2000-2009 *

Bambang Trisakti, Arum Tjahyaningsih dan Samsul Arifin

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Informasi spasial nilai minimum dan dan maksimum dari indek kehijauan vegetasi (NDVI) sangat diperlukan sebagai data masukan untuk pendugaan laju erosi tanah. Informasi spasial NDVI pada daerah tangkapan air (DTA) membutuhkan citra satelit dengan resolusi spasial menengah, seperti citra Landsat. Tetapi tutupan awan/haze dan perbedaan pencahayaan karena topografi dapat mengakibatkan tidak akuratnya NDVI. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat informasi spasial NDVI minimum dan maksimum di DTA Danau Kerinci menggunakan 19 citra Landsat TM/ETM+ periode 2000-2009. Data yang digunakan adalah perekaman bulan berbeda yang mewakili musim kemarau dan hujan. Standarisasi data dengan melakukan koreksi geometri matahari dan koreksi terrain menggunakan metode C-correction. Proses berikutnya adalah menghilangkan awan/haze dan bayangan pada setiap citra, konversi ke NDVI, kroping dan penggabungan data, serta perhitungan NDVI maksimum dan minimum. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat perubahan NDVI. Hasil memperlihatkan bahwa kondisi topografi, awan dan bayangan mempengaruhi NDVI, terutama dalam menentukan NDVI minimum. Karena itu standarisasi data dan penghilangan awan/bayangan menjadi syarat penting mendapatkan NDVI yang konsisten dan akurat. Perubahan NDVI tinggi terjadi pada penutup lahan yang dinamis (sawah), sedangkan perubahan NDVI rendah terjadi pada penutup lahan yang statis (hutan dan tubuh air).

Kata kunci: NDVI, standarisasi, Landsat TM/ETM+, topografi, penghilangan awan/bayangan

* Diajukan untuk Buku Ilmiah Bunga Rampai Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja 2014

Page 28: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

28 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Konversi lahan menjadi permasalahan utama yang mengakibatkan terjadinya kerusakan di bagian hulu daerah tangkapan air (DTA), yang selanjutnya mengakibatkan berubahnya siklus hidrologi di DTA tersebut. Bila hujan turun pada tanah yang terbuka, maka air akan masuk kedalam tanah yang memiliki kesuburan tinggi. Dengan tidak adanya pohon yang menahan air hujan agar meresap ke dalam tanah, maka aliran air permukaan akan meningkat. Aliran air permukaan yang besar dan cepat akan mengikis lapisan permukaan tanah yang subur sehingga menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Sehingga dampak yang terjadi adalah meningkatnya erosi tanah pada musim hujan dan kurangnya air pada musim kemarau karena rendahnya resapan air ke dalam tanah (www.Salmaghaliza.blogspot.com)

Permasalahan di DTA berakibat pada turunnya kualitas danau seperti: pendangkalan dan penyempitan danau, penyebaran eceng gondok dan turunnya kualitas air. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pencegahan agar kerusakan DTA tidak berlanjut terus, serta upaya pemulihan kualitas danau sehingga danau-danau tersebut dapat tetap lestari. Untuk menangani permasalahan ini, pemerintah telah menggulirkan program nasional penyelamatan danau 2010-2014 yang diprioritaskan kepada 15 danau yang telah mengalami kerusakan (KLH, 2011). Program tersebut telah ditindak lanjuti dengan diadakannya Konferensi Danau I di Bali pada tahun 2009 dan Konferensi Danau II di Semarang pada Tahun 2011, yang menghasilkan kesepakatan antara 9 Kementerian dan penegasan kembali untuk pemulihan 15 danau prioritas.

Berdasarkan pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau (KLH, 2008) dijelaskan bahwa status ekosistem danau ditentukan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah erosi lahan. Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995). Tingkat erosi yang tinggi dan melebihi batas toleransi mengakibatkan DTA suatu danau diberi status mengalami kerusakan. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah metode pendugaan laju erosi tanah yang cukup populer dan sangat baik diterapkan di daerah yang faktor utama penyebab erosi adalah hujan dan aliran permukaan (As-syakur, 2008), tetapi metode USLE membutuhkan beberapa masukan data pengukuran lapangan yang belum tentu tersedia untuk setiap wilayah Indonesia. Metode pendugaan lain berbasis data satelit penginderaan jauh, yang membutuhkan informasi spasial kemiringan lereng dan data Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk wilayah kajian (Hazarika dan Honda, 2001). Data NDVI yang dibutuhkan untuk pendugaan laju erosi tanah adalah NDVI minimum dan maksimum pada suatu wilayah selama periode tertentu.

NDVI adalah indeks vegetasi yang paling popular digunakan dan dapat mengambarkan kondisi tingkat kehijauan, kesehatan dan kerapatan vegetasi. NDVI dikembangkan oleh Rouse et al. (1974), berbasis kepada perbedaan nilai pantulan band inframerah dengan band merah. Tumbuhan hijau akan menyerap gelombang pada spektrum merah untuk proses fotosintesis, dan memantulkan gelombang pada spectrum inframerah. Parameter indek vegetasi sebaiknya memenuhi syarat (Jensen, 2000): (a) Memaksimalkan sensitifitas dari parameter biofisik tanaman, (b) Menormalkan pengaruh dari luar seperti: sudut matahari, sudut pandang sensor, atmosfir dan waktu perekaman, (c) menormalkan pengaruh dari dalam seperti: variasi dari jenis kanopi dan tanah, kondisi topografi, jenis tanaman, (d) dapat dihubungkan dengan parameter biofisik yang dapat diukur seperti biomassa atau leaf area index (LAI) yang dapat dijadikan alat validasi dan kontrol kualitas informasi.

Walaupun NDVI diharapkan dapat terlepas dari pengaruh dari faktor luar dan faktor dalam, tetapi pada kenyataannya pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai dijital piksel secara berbeda untuk setiap band. Oleh karena itu NDVI yang berbasis pada selisih band tidak akan terlepas sepenuhnya dari pengaruh tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai dijital piksel adalah pengaruh tutupan awan/haze, bayangan dan beda pencahayaan karena perbedaan kondisi topografi permukaan bumi. Faktor yang paling berpengaruh untuk wilayah Indonesia adalah faktor tutupan awan, karena Indonesia terletak diwilayah tropis yang merupakan wilayah pembentukan awan.

Page 29: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

29Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Kegiatan ini bertujuan untuk untuk membuat informasi spasial NDVI minimum dan maksimum di DTA Danau Kerinci menggunakan citra multi temporal Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2009. Proses standarisasi data dilakukan dengan melakukan koreksi geometri matahari dan terrain, kemudian melakukan penghilangan awan/haze dan bayangan awan dengan menggunakan kombinasi band. Diharapkan proses standarisasi data dan penghilangan awan/haze dan bayangan dapat mempertahankan konsistensi nilai NDVI sehingga dapat digunakan untuk mendukung pendugaan laju erosi tanah yang akurat.

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi kajian adalah daerah tangkapan air Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia (Gambar 1). Danau Kerinci merupakan salah satu dari 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KLH (http://blhpp.wordpress.com/). Ekosistem sekitar Danau Kerinci mempunyai permasalahan dengan terjadinya kerusakan DAS karena konversi lahan yang mengakibatkan tingginya laju erosi tanah di wilayah DTA. Wilayah ini mempunyai kondisi topografi yang bervariasi dan dikelilingi oleh pegunungan bukit barisan, dengan penutup lahan yang utama terdiri dari pertanian, perkebunan, hutan dan ladang/tegalan.

Data penginderaan jauh satelit yang digunakan adalah data Landsat TM/ETM selama periode 2000-2009, dan data Dijital Elevation Model (DEM) SRTM X-C band. Kedua jenis data mempunyai resolusi spasial yang sama yaitu 30 m. Data Landsat TM/ETM+ diperoleh dari program Indonesia National Carbon Accounting System (INCAS), kondisi data sudah terkoreksi geometri matahari (konversi nilai dijital ke reflektansi) dan sebagian sudah terkoreksi terrain. Dari data yang diterima dilakukan evaluasi tingkat penutup awan, untuk selanjutnya dipilih 19 data dengan tingkat penutup awan yang relatif rendah untuk digunakan. Data yang dipilih juga memperhatikan keterwakilan bulan-bulan pada musim hujan dan musim kemarau. Data yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 1. Lokasi daerah kajian di Kabupaten Kerinci (Kiri), dan daerah tangkapan air Danau Kerinci (Kanan)

Page 30: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

30 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 1. Data Landsat yang digunakan

no. Jenis data Tanggal Perekaman

1. Landsat TM 22 Januari 2000

2. Landsat TM 5 Mei 2000

3. Landsat TM 13 Mei 2000

4. Landsat TM 3 Juli 2001

5. Landsat TM 11 Juli 2001

6. Landsat ETM+ 24 Maret 2002

7. Landsat ETM+ 28 Juni 2002

8. Landsat ETM+ 15 Agustus 2002

9. Landsat TM 6 Januari 2003

10. Landsat ETM+ 17 Juni 2004

11. Landsat TM 13 September 2004

12. Landsat TM 27 Mei 2005

13. Landsat TM 30 Mei 2006

14. Landsat TM 1 Juli 2006

15. Landsat ETM+ 11 September 2006

16. Landsat TM 1 Mei 2007

17. Landsat TM 19 Mei 2008

18. Landsat TM 20 April 2009

19. Landsat TM 22 Mei 2009

Metode Penelitian

Sebagian data masih belum dilakukan koreksi terrain, sehingga tahap pertama adalah melakukan koreksi terrain dengan menggunakan algoritma C correction (Wu et al., 2004) seperti pada persamaan 1. Detil penjelasan mengenai koreksi terrain dan cara memperoleh nilai C dapat dilihat pada hasil penelitian sebelumnya (Trisakti et al., 2009).

LH = LT (Cos sz + C)/(Cos i +C) (1)

Dimana:

LH : Reflektansi yang sudah dikoreksi (pada permukaan datar)

LT : Reflektansi belum dikoreksi (pada permukaan miring karena kondisi topografi)

sz : Sudut zenith matahari

i : Sudut normal piksel yang dibentuk dari arah normal piksel dan arah matahari

c : Koefisien pembatas yang merupakan rasio antara titik potong dan gradient (b/m) dari persamaan regresi LT = m Cos I + b

Page 31: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

31Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Selanjutnya melakukan penghilangan awan/haze (cloud removal) dan bayangan awan untuk data Landsat. Penghilangan awan dilakukan dengan menggunakan metode penghilangan awan secara bertahap menggunakan band biru (band 1) dan band inframerah (band 4), algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut:

if X4 > Acloud-thres then P = piksel awan, if X1 > Bcloud-thres then P = piksel awan,

Selain itu adalah piksel non awan

dimana:X1 = Band 1X4 = Band 4

Acloud-thres = Nilai batas awan band 4

Bcloud-thres = Nilai batas awan band 1

Sedangkan untuk penghilangan bayangan awan digunakan metode penghilangan bayangan secara bertahap menggunakan band albedo (penjumlahan band visible) dan band inframerah (band 4), algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut:

if X1+X2+X3 < Acloud-thres then P = piksel bayangan,

if X4 < Bcloud-thres then P = piksel bayangan,

Selain itu adalah piksel non awan

dimana:

X1, X2, X3 = Band 1, Band 2 dan Band 3

X4 = Band 4

Acloud-thres = Nilai batas bayangan band albedo

Bcloud-thres = Nilai batas bayangan band 4

Nilai batas awan dan bayangan ditentukan dengan melakukan perbandingan visual antara hasil citra penerapan algoritma penghilangan awan dan bayangan dengan citra Landsat komposit RGB 542. Bila hasil masking awan dan bayangan belum sesuai maka dilakukan iterasi sehingga diperoleh batas yang paling optimal. Setelah itu tahap berikutnya adalah mengubah piksel non awan menjadi nilai NDVI dengan persamaan umum dari NDVI.

NDVI = (X4-X3)/(X4+X3) (2)

dimana :

X3, X4 = Band 3 dan band 4

Konversi NDVI dilakukan untuk seluruh data (19 data), selanjutnya melakukan kroping dengan batas DTA yang diturunkan dengan menggunakan data DEM menggunakan metode akumulasi aliran. Selanjutnya melakukan penggabungan seluruh data NDVI dan melakukan perhitungan sebaran nilai maksimal (NDVI Max) dan nilai minimum (NDVI Minimum) dari seluruh data selama periode 2000-2009. Tahap terakhir adalah menentukan

Page 32: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

32 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

perubahan NDVI (∆ NDVI ) dengan menghitung selisih antara nilai maksimum dan nilai minimum NDVI untuk setiap piksel, kemudian membagi menjadi tiga kelas yaitu perubahan NDVI rendah, perubahan NDVI menengah dan perubahan NDVI tinggi untuk daerah tangkapan air Danau Kerinci.

NDVI Max = f (i1, i2, …, in)

NDVI Min = f (i1, i2, …, in)

∆ NDVI = NDVI Max – NDVI Min (3)

dimana:

i1, i2, …, in = layer NDVI ke 1 sampai dengan layer NDVI ke n (n=19)

haSIl Dan PEMBahaSan

Pengaruh Terrain, awan dan Bayangan awan pada nilai nDVI

Nilai NDVI diekstrak secara dijital dengan menggunakan kombinasi band 3 (merah) dan band 4 (inframerah), dimana band ini dipengaruhi oleh kondisi keawanan (awan, haze dan bayangan) dan topografi permukaan bumi. gambar 2 memperlihatkan Landsat dengan kondisi topografi di wilayah kajian yang berbukit dan hasil NDVI yang diturunkan dari data tersebut. Kondisi topografi yang bervariasi mengakibatkan terjadinya perbedaan pencahayaan matahari terhadap permukaan bumi. Bagian yang menghadap matahari akan memperoleh intensitas pencahayaan yang tinggi sehingga mempunyai nilai piksel yang juga tinggi (terang), sedangkan bagian yang membelakangi matahari akan memperoleh intensitas pencahayaan yang rendah sehingga mempunyai nilai yang lebih rendah (gelap). Berkurangnya intensitas pencahayaan pada bagian yang membelakangi matahari, lebih mempengaruhi nilai spektral pada band dengan panjang gelombang lebih panjang (band 4) dibandingkan band dengan panjang gelombang yang lebih pendek (band 2). Oleh karena itu permukaan yang membelakangi matahari mempunyai nilai NDVI yang rendah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2, khususnya dalam kotak hitam.

Citra Landsat RGB 542 Nilai NDVI

Gambar 2. Citra Landsat (Kiri) dan Nilai NDVI dari citra Landsat (Kanan)

Page 33: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

33Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pengaruh awan sangat berdampak terhadap objek di permukaan bumi, awan tebal akan memblok gelombang elektromagnetik yang datang dan memantulkan kembali ke atmosfir. Sedangkan awan tipis (haze) hanya memblok sebagian gelombang elektromagnetik yang datang ke permukaan bumi, sehingga mengakibatkan berkurangnya intensitas cahaya pada daerah yang dipengaruhi haze. Pengurangan intensitas cahaya juga terjadi pada daerah yang menjadi proyeksi awan pada permukaan bumi (daerah bayangan awan atau haze). Pengurangan intensitas cahaya mempengaruhi nilai NDVI seperti diperlihatkan pada gambar 3. Nilai NDVI menjadi sangat rendah pada daerah yang ditutupi oleh awan dan haze. Berdasarkan hal yang dijelaskan tersebut maka penurunan NDVI perlu melakukan proses standarisasi data dan penghilangan awan, haze dan bayangan.

Awan dan bayangan Awan tipis (haze) Bayangan

NDVI karena awan NDVI karena haze NDVI karena bayangan

Gambar 3. Pengaruh awan, haze dan bayangan pada nilai NDVI

Page 34: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

34 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Standarisasi Data dan Penurunan nDVI

Standarisasi data dilakukan dengan melakukan koreksi radiometrik (koreksi geometri matahari dan koreksi terrain), serta penghilangan awan dan bayangan. gambar 4 memperlihatkan data sebelum dan setelah dilakukan proses koreksi terrain. Setelah mengalami proses koreksi terrain, penampakan data dalam bentuk 3 dimensi berubah menjadi bentuk datar 2 dimensi, dan perwarnaan yang lebih gelap dari bagian yang membelakangi matahari menjadi lebih terang sehingga mendekati pewarnaan dari bagian yang menghadap matahari. Analisis secara dijital memperlihatkan bahwa nilai-nilai dari band pada objek yang membelakangi matahari bertambah, dan nilai-nilai dari band pada objek yang menghadap matahari berkurang mendekati nilai-nilai band pada objek yang pada bagian datar.

Data belum terkoreksi terrain Data terkoreksi terrain

Gambar 4. Hasil koreksi terrain pada data Landsat

Hasil penghilangan awan dan bayangan diperlihatkan pada gambar 5. Dengan menggunakan metode penghilangan secara bertahap menggunakan kombinasi band, maka awan dan bayangan dapat dihilangkan dengan cukup baik. Permasalahannya yang masih menyulitkan dalam proses penghilangan awan dan bayangan adalah perlunya melakukan iterasi untuk mendapatkan nilai batas yang optimal, dan nilai tersebut bisa berubah pada data yang berbeda. Sehingga apabila nilai batas tidak optimal, maka akan mengakibatkan tidak optimalnya nilai NDVI (NDVI lebih rendah dari semestinya). Setelah data terstandarisasi, maka dilakukan penurunkan nilai NDVI untuk untuk setiap data pada Tabel 1. Gambar 6 memperlihatkan contoh data NDVI untuk DTA Danau Kerinci pada tanggal perekaman berbeda selama periode 2000-2009.

Page 35: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

35Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Awan dan bayangan pada citra Penghilangan awan dan bayangan (warna hitam)

Gambar 5. Hasil penghilangan awan dan bayangan pada data Landsat

0.1 0.9

11 juli 2001 27 Mei 2005 22Mei 2009

Gambar 6. Nilai NDVI pada data Landsat yang telah dikoreksi

Perubahan nDVI di DTa Danau Kerinci

Seluruh informasi spasial NDVI untuk DTA Danau Kerinci kemudian disusun dan dihitung nilai NDVI maksimum dan minimum untuk setiap piksel. Hasil NDVI minimum dan NDVI maksimum di DTA Danau Kerinci diperlihatkan pada gambar 7. NDVI minimum memperlihatkan nilai NDVI terendah sepanjang periode 2000-2009, tidak menutup kemungkinan nilai rendah tersebut diakibatkan oleh pengaruh haze, bayangan atau kondisi topografi. Tetapi berdasarkan hasil evaluasi secara visual, standarisasi data yang dilakukan telah mengurangi pengaruh-pengaruh tersebut, sehingga diharapkan NDVI yang dihasilkan lebih konsisten dan akurat. Nilai NDVI minimum terpantau pada air danau, sawah (dalam fase air) di dataran rendah, dan daerah lahan terbuka di bagian hulu

Page 36: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

36 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DTA (puncak Gunung Kerinci). Sedangkan Nilai NDVI maksimum sepanjang periode 2000-2009 teridentifikasi di daerah hutan pada bagian perbukitan. Nilai NDVI maksimum pada area sawah di bagian tengah DTA adalah kondisi sawah dalam fase vegetatif.

Analisis perubahan nilai NDVI di DTA Danau Kerinci dilakukan dengan mengurangi NDVI maksimum dengan NDVI minimum. Besarnya selisih NDVI yang diperoleh kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan dikelaskan menjadi kelas perubahan NDVI rendah, kelas perubahan NDVI sedang dan kelas perubahan NDVI tinggi. Kelas perubahan NDVI tinggi dan NDVI sedang teridentifikasi di daerah sawah, ladang dan perkebunan yang mempunyai perubahan tingkat kehijauan yang tinggi. Yaitu kehijauan vegetasi saat masa penanaman atau masa setelah panen yang didominasi oleh tanah (NDVI rendah) dengan kehijauan vegetasi saat fase vegetasi yang didominasi oleh tutupan daun yang rapat (NDVI tinggi). Sedangkan kelas perubahan NDVI rendah terpantau pada hutan, air danau, permukiman, semak belukar yang tingkat kehijauannya relatif tetap (cenderung sama).

KESIMPulan

Pada kegiatan ini dilakukan pembuatan NDVI maksimum dan minimum untuk wilayah DAS Danau Kerinci dengan menggunakan data Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2009. Hasil memperlihatkan bahwa,

• Kondisi topografi, tutupan awan, haze dan bayangan sangat mempengaruhi NDVI, terutama dalam menentukan NDVI minimum. Karena itu standarisasi data dan penghilangan awan/bayangan menjadi syarat penting mendapatkan NDVI yang konsisten untuk menghasilkan pendugaan laju erosi tanah yang akurat

• Standarisasi yang perlu dilakukan adalah koreksi terrain untuk penghilangan pengaruh perbedaan pencahayaan karena topografi dan penghilangan awan/haze dan bayangan.

• Perubahan NDVI tinggi terjadi pada penutup/penggunaan lahan yang dinamis seperti sawah, sedangkan perubahan NDVI rendah terjadi pada penutup/penggunaan lahan yang statis seperti hutan dan tubuh air.

Page 37: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

37Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

a. NDVI Minimum b. NDVI Maksimum

c. Perubahan NDVI periode 2000-2009

Keterangan:

a. NDVI Minimum 200-2009b. NDVI Maksimum 2000-2009

c. Perubahan NDVI 2000-2009

Legenda

0.2 0.9

Gambar 7. NDVI minimum, NDVI maksimum dan perubahan NDVI selama periode 2000-2009

Page 38: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

38 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

http://www.Salmaghaliza.blogspot.com

http://blhpp.wordpress.com/

http:// www.salmaghaliza.blogspot.com, Keseimbangan Ekosistem, 10 November 2011

As-syakur A.R., 2008, Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan, PIT MAPIN XVII, Bandung

Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hazarika M.K. dan Honda K., 1999, Estimation of Soil Erosion Using Remote Sensing and GIS, Its Valuation and Economic Implications on Agricultural Production, Proceeding, The 10th International Soil Conservation Organization Meeting held May 24-29, Purdue University and the USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory

Jensen J.R., 2000, Remote Sensing of The Environment an Earth Resource Perspective, PP.361, Published by Pearson Education Inc., First Indian Reprint, 2003

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2008, Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, Kementerian Lingkungan Hidup

Rouse J.W., Haas R.H. Schell J.A. dan Deering D.W., 1974, Monitoring Vegetation System in The Great Plains with ERTS, Proceeding, Third Earth Resources Technology Satellite-1 Symposium, Greenbelt: NASA SP-351, 3010-317

Trisakti B., Kartasasmita M., Kustiyo dan Kartika T., 2009, Kajian Koreksi Terrain pada Citra Landsat Thematic Mapper, Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, Vol.6, 2009

Wu X., Furby S. dan Wallace J., 2004, An Approach for Terrain Illumination Correction, Proceeding, The 12th Australasian Remote Sensing and Photogrametry Association Conference, held in Fremantle, Western Australia 18-22 October 2004.

Page 39: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

BPEManTauan DaERah TangKaPan aIR

Page 40: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

40 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Page 41: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

41Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

* Dipublikasi pada Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) MAPIN XIX, Makasar 7 Juni 2012

PEnIngKaTan aKuRaSI haSIl KlaSIfIKaSI PEnuTuP lahan MEnggunaKan METoDE MaXIMuM lIKElIhooD *(Kajian Pengaruh Tahapan Proses Sebelum dan Setelah Klasikasi)

Bambang Trisakti

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Informasi spasial penutup lahan merupakan informasi terpenting yang dapat diturunkan dari data satelit penginderaan jauh. Berbagai metode klasifikasi telah digunakan untuk mendapatkan hasil klasifikasi penutup lahan yang akurat. Salah satu metode yang populer digunakan adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood. Tahapan proses sebelum dan setelah proses klasifikasi dilaporkan dapat memperbaiki tingkat akurasi hasil klasifikasi seperti: proses koreksi data, penambahan kanal masukan, filtering, dan editing. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh dari beberapa tahapan proses untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi penutup lahan dengan metode Maximum Likelihood, sekaligus mengkaji kemampuan data SPOT-4, yang belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia, untuk penurunan informasi spasial penutup lahan. Koreksi sudut matahari dan jarak bumi-matahari dilakukan untuk mengubah nilai dijital menjadi reflektansi, selanjutnya dilakukan pengumpulan sampling untuk 13 kelas penutup lahan. Pengambilan sampling dilakukan dengan merujuk pada hasil survei lapangan dan data satelit resolusi sangat tinggi Ikonos untuk wilayah kajian. Sampling dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sampling input proses klasifikasi (total 220 sampling) dan sampling pengujian akurasi (550 data). Hasil klasifikasi difilter dan direklas menjadi 11 kelas. Tingkat akurasi hasil klasifikasi dievaluasi dengan menggunakan metode confusion matrix, untuk menghitung user accuracy, produser accuracy, total accuracy, dan kappa statistic. Pengaruh beberapa tahapan proses seperti kanal tambahan, model klasifikasi, filtering, dan editing (post processing) dianalisis untuk mendapatkan akurasi klasifikasi yang terbaik. Hasil memperlihatkan bahwa metode Maximum Likelihood Enhanced Neighbor, penambahan topografi, filtering, dan editing kelas mampu meningkatkan total akurasi hasil klasifikasi penutup lahan di wilayah kajian secara signifikan dari 67% menjadi 87%.

Kata Kunci: Confusion matrix, klasifikasi Maximum Likelihood, penutup lahan, SPOT-4, total akurasi

Page 42: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

42 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Degradasi DAS (Daerah Aliran Sungai) dan danau di Indonesia terutama disebabkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan secara besar-besaran dapat menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan (sungai, waduk, danau dll) di bagian hulu DAS (Trisakti et al, 2011).

Tabel 1. Daftar danau prioritas tahun 2010-2014

Degradasi DAS telah banyak menimbulkan masalah terhadap danau yang terdapat di DAS tersebut. Tabel 1 memperlihatkan daftar danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH (http://blhpp.wordpress.com/). Ada 15 danau yang menjadi prioritas dan membutuhkan tindak lanjut dari pemerintah untuk pemulihannya. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha agar proses degradasi DAS tidak berlanjut, sehingga danau-danau di Indonesia dapat tetap lestari dan dimanfaatkan oleh masyakat sekitar. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan informasi kondisi penutup lahan dan perubahan lahan (konversi lahan) dari tahun ke tahun yang terjadi di danau dan DAS. Informasi ini akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan DAS dan danau.

Survei penutup lahan secara langsung di lapangan untuk mendapatkan informasi penutup lahan terbaru memerlukan tenaga yang banyak, waktu yang lama dan biaya besar. Untuk mengatasi masalah tersebut,

Page 43: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

43Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

diperlukan teknologi yang cepat, murah dan akurat yaitu dengan teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh mampu menggambarkan objek dipermukaan bumi secara luas, terkini dan dapat dimanfaatkan secara periodik untuk memetakan penutup lahan dan memantau perubahannya (Prakosa dan Wuryata, 2009). Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk pemetaan penutup lahan suatu wilayah sudah dilakukan secara luas. Pemetaan penutup lahan telah dilakukan dengan menggunakan berbagai data satelit dalam berbagai resolusi spasial (mulai resolusi spasial dari 1 km sampai dengan 0.6 m) dan berbagai platform (seperti: Landsat, SPOT, ALOS, IKONOS dll). Dalam penginderaan jauh, klasifikasi diartikan sebagai suatu metode memberi label pada pixel berdasarkan karakter spektral yanga dimiliki oleh piksel tersebut, proses pelabelan dapat dilakukan oleh komputer diantaranya dengan memberikan pelatihan sebelumnya untuk dapat mengenali piksel-piksel dengan spektral yang sama (Buono et al, 2004)

Berbagai metode klasifikasi telah digunakan untuk mendapatkan hasil klasifikasi penutup lahan yang lebih akurat, mulai dari klasifikasi secara visual menggunakan kunci-kunci interpretasi sampai dengan klasifikasi dijital supervised (klasifikasi terbimbing) dan unsupervised (klasifikasi tidak terbimbing). Saat ini di Indonesia, klasifikasi secara visual adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memetakan penutup lahan baik untuk data dengan spasial menengah maupun dengan spasial tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena klasifikasi secara visual mudah dikerjakan dan mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggi. Walaupun begitu perlu disadari bahwa klasifikasi secara visual mempunyai beberapa kelemahan yang cukup signifikan, yaitu: tidak adanya konsistensi dalam penentuan batas deliniasi dan adanya perbedaan pemahaman antara setiap interpreter yang berakibat pada perbedaan hasil penutup lahan yang diperoleh.

Klasifikasi dijital dapat memberikan pemecahan terhadap permasalah ketidak konsistenan yang diakibatkan oleh kemampuan indera manusia yang terbatas. Dengan klasifikasi dijital piksel dapat dikelompokkan ke dalam masing-masing kelas yang telah ditentukan berdasarkan nilai dijital dari masing-masing piksel tersebut. Salah satu metode klasifikasi yang paling populer adalah metode klasifikasi Maximum Likelihood. Metode ini telah banyak digunakan dalam pemetaan penggunaan lahan (Prakosa dan Wuryata, (2009), Huang et al. (2007), Saha et al.(2005)) Maximum likelihood adalah teknik klasifikasi citra dimana tidak hanya mempertimbangkan pusat cluster tetapi juga bentuk ukuran dan orientasinya. Hasil klasifikasi diperoleh dengan menghitung jarak secara statistik berdasarkan nilai rata-rata dan matrik kovarian dari cluster. Piksel ditandai pada suatu kelas (cluster) apabila mempunyai nilai kemungkinan tertinggi. Asumsi dari kebanyakan metode ini adalah bahwa statistik pada cluster mempunyai distribusi Gausian atau sebaran normal (Prakosa dan Wuryata, 2009). Permasalahan pada klasifikasi dijital adalah tingkat akurasi yang tidak setinggi dari tingkat akurasi klasifikasi dengan metode visual, oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk meningkatkan akurasi dari hasil klasifikasi penutup, sekaligus dapat memberikan referensi bagi pembuatan standar tahapan proses klasifikasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh dari beberapa tahapan proses (seperti: kanal tambahan, model klasifikasi, filtering, dan editing) untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi penutup lahan dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, sekaligus mengkaji kemampuan data SPOT-4, yang belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia, untuk penurunan informasi spasial penutup lahan.

Page 44: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

44 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi kajian dari kegiatan ini adalah Danau Limboto dan sekitarnya yang mempunyai penutup lahan yang cukup beragam, dan merupakan salah satu dari 15 danau prioritas yang menjadi program nasional Pemerintah Indonesia. Pemilihan lokasi juga dilakukan dengan pertimbangan kelengkapan data satelit resolusi sangat tinggi dan data hasil pengamatan lapangan. Karena data-data tersebut diperlukan untuk pengambilan sampling dan pengujian tingkat akurasi dari hasil klasifikasi dapat dilakukan secara akurat.

Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SPOT-4 (resolusi 10 m) yang akusisi oleh stasiun bumi Parepare LAPAN pada tanggal 7 Mei 2010 dan data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). Selain itu juga digunakan data IKONOS (resolusi 1 m) tahun 2010 dan data hasil pengamatan lapangan yang dilakukan pada bulan Oktober 2011. Gambar 1 memperlihatkan data SPOT-4 dan IKONOS untuk wilayah Danau Limboto dan sekitarnya yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

Pada pengolahan awal dilakukan proses orthorektifikasi (membuat citra tegak lurus) dan koreksi radiometrik dengan melakukan koreksi jarak dan sudut matahari untuk citra SPOT-4. Detil tahapan koreksi matahari dijelaskan pada paper terdahulu (Trisakti dan Nugroho, 2012). Kedua koreksi ini dilakukan untuk mengurangi/menghilangkan kesalahan posisi dan nilai spectral dari data, sehingga diperoleh data yang standar untuk setiap lokasi dan waktu yang berbeda.

Selanjutnya, pemetaan penutup lahan dilakukan dengan klasifikasi terbimbing (supervised classification) menggunakan metode Maximum Likelihood. Diagram alir tahapan kerja diperlihatkan pada Gambar 2. Secara umum kegiatan dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: pengumpulan training sampling, proses klasifikasi penutup lahan, editing hasil klasifikasi dan pengujian akurasi.

IKONOS 2010SPOT-4 2010

Gambar 1. Citra SPOT dan IKONOS yang digunakan pada proses klasifikasi penutup lahan

Page 45: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

45Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pada tahap pertama, ditentukan jumlah kelas yang akan diklasifikasi dengan melihat keragaman penutup lahan di lokasi penelitian, kemudian dilakukan pengambilan tranining sampling untuk setiap kelas tersebut. Pada tahap awal, awan dan bayangan awan dimasukan dalam kelas yang akan diklasifikasi dan sehingga dilakukan juga pengambilan sampling untuk kedua objek tersebut. Sehingga total jumlah kelas ada 13 kelas, yaitu: Lahan terbuka, Belukar, Semak, Hutan, Kebun, Ladang, Bayangan awan, Awan, Permukiman, Sawah air, Vegetasi air, Sawah dan Air. Pengambilan sampling berbasis pada data IKONOS yang telah diverifikasi dengan data lapangan. Data IKONOS yang digunakan mempunyai tanggal akusisi yang sangat berdekatan dengan tanggal akusisi data SPOT-4, sehingga kondisi penutup lahannya sangat mirip. Pengambilan sampling dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Setiap kelas diambil 10 – 25 sampel, sehingga total jumlah sampel adalah 221 sampel.

Selanjutnya dilakukan proses klasifikasi Maximum Likelihood dengan menggunakan sampling yang diambil. Hasil klasifikasi dievaluasi dengan sampling yang sama menggunakan confusion matrix untuk melihat kelas-kelas yang masih tinggi percampurannya, untuk kemudian dilakukan perbaikan (penambahan) sampling. Proses pengambilan sampling, klasifikasi dan evaluasi dilakukan berulang sehingga diperoleh hasil confusion matrix yang tinggi yang berarti bahwa percampuran kelas relatif tidak terjadi kemudian dilakukan post prosesing berupa filtering, masking (penghilangan awan dan bayangan awan), reklas menjadi 11 kelas, dan editing kesalahan klasifikasi pada wilayah tertentu dengan menggunakan algortima. Selanjutnya dilakukan pengujian tingkat akurasi dengan sampling yang berbeda menggunakan metode confusion matrix. Training sampling untuk pengujian diambil dengan metode stratified random sampling menggunakan total 550 sampel untuk 11 kelas (setiap kelas 50 sampel). Dari hasil pengujian dianalisis nilai total accuracy, user accuracy, produser accuracy dan kappa statistic.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan klasifikasi penutup lahan

Page 46: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

46 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

haSIl Dan PEMBahaSan

Pengambilan sampel, baik yang digunakan untuk proses klasifikasi dan untuk pengujian akurasi akhir, didasarkan pada citra IKONOS dan hasil pengamatan lapangan. Beberapa kondisi penutup lahan hasil dari pengamatan lapangan di sekitar Danau Tondano diperlihatkan pada Gambar 3. Selanjutnya hasil pengumpulan sampling yang digunakan untuk input proses klasifikasi dan yang digunakan untuk input pengujian akurasi dari hasil klasifikasi diperlihatkan pada Gambar 4.

Sawah Perkebunan kelapa rakyat Belukar

Permukiman Eceng gondok Lahan terbuka

Ladang Pinggir danau Limboto Hutan

Gambar 3. Foto penutup lahan yang dijumpai di Sekitar Danau Limboto

Page 47: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

47Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Ø Dibagi menjadi 13 kelas

Ø Setiap kelas ada 10 – 25 sampel

Ø Total 221 sampel

Ø Dibagi menjadi 11 kelas

Ø Setiap kelas ada 40 – 60 sampel

Ø Total 550 sampel

Sampel Input Sampel pengujian

Gambar 4. Sampling untuk input proses klasifikasi (kiri) dan sampling untuk pengujian tingkat akurasi (kanan)

Kajian mengenai beberapa parameter yang mempengaruhi proses klasifikasi dilakukan untuk mengetahui metode yang paling sesuai untuk menghasilkan klasifikasi penutup lahan dengan akurasi terbaik menggunakan

metode Maximum Likelihood. Analisis mengenai beberapa jenis metode Maximum Likelihood memperlihatkan

bahwa Maximum Likelihood Enhanced Neighbor dan Maximum Likelihood Standard Neighbor menghasilkan

akurasi klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode Maximum Likelihoood Enhanced (Gambar

5). Hasil pengamatan visual terhadap hasil klasifikasi memperlihatkan bahwa Maximum Likelihood Enhanced

Neighbor mempunyai keterpisahan kelas yang lebih baik daripada Maximum Likelihood Enhanced Neighbor.

Selanjutnya proses filtering pada hasil klasifikasi dapat meningkatkan total akurasi klasifikasi (Gambar 6), tetapi

proses filtering juga mengakibatkan terjadinya generalisasi sehingga merubah bentuk awal dari hasil klasifikasi sehingga diputuskan bahwa filter 3x3 yang terbaik karena dapat meningkatkan total akurasi tetapi juga masih mempertahankan bentuk asal dari hasil klasifikasi. Berdasarkan analisis awal, maka ditetapkan bahwa klasifikasi

akan dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Enhanced Neighbor, dan proses filtering dilakukan dengan mengunakan filter 3x3.

ML Enhanced Neighbor ML Enhanced ML Standar Neighbor

Gambar 5. Perbandingan tingkat akurasi klasifikasi menggunakan berbagai metode

Page 48: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

48 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Selanjutnya dilakukan analisis pengaruh data input dengan menambahkan parameter topografi (slope dan DEM), dan analisis pengaruh editing pada kelas yang mengalami kesalahan klasifikasi. Parameter topografi ditambahkan dengan pertimbangan perbedaan topografi di wilayah kajian yang cukup besar antara daerah datar di bagian utara dan timur danau dan daerah perbukitan di bagian selatan dan barat danau. Sedangkan proses editing dilakukan dengan cara yang sederhana, mudah dan cepat dengan melakukan pembuatan region dan penerapan algoritma untuk merubah kelas bermasalah menjadi kelas yang benar. Selanjutnya hasil klasifikasi diuji dengan metode confusion matrix. Hasil klasifikasi dan total akurasi untuk setiap perlakuan diperlihatkan pada Gambar 7. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa total akurasi meningkat dengan menambah parameter input (penambahan slope dan DEM) dan melakukan post processing (filtering, masking dan editing). Dibandingkan dengan hasil klasifikasi tanpa perlakuan (penambahan parameter input dan post processing), maka hasil klasifikasi yang dilakukan dengan perlakuan (penambahan parameter input dan post processing) dapat meningkatkan total akurasi klasifikasi penutup lahan secara signifikan dari semula sebesar 67% menjadi 87%.

Filter Mayority: 3x3 Filter Mayority: 5x5 Filter Mayority: 7x7

Gambar 6. Perbandingan tingkat akurasi klasifikasi dengan berbagai filtering

Berdasarkan hasil diatas maka metode klasifikasi yang digunakan untuk pemetaan penutup lahan di lokasi kajian adalah sebagai berikut:

• Metode Klasifikasi : ML Enhanced Neighbor, Band 1-4 + Slope + DEM

• Post Processing : Filter (Mayority 3x3), masking awan dan masking danau

Gambar 8 memperlihatkan hasil klasifikasi penutup lahan di wilayah kajian, dimana dari hasil tersebut diperoleh informasi bahwa dominasi penutup lahan di wilayah kajian adalah kelas penutup lahan sawah, permukiman, kebun dan ladang. Gambar 9 memperlihatkan tabel hasil pengujian tingkat akurasi hasil klasifikasi, dimana user accuracy, produser accuracy, total accuracy dan kappa statistic (Congalton, 1991). masing-masing adalah 80.1%, 77.4%, 87.1% dan 0.85. Masih perlu kajian untuk memperbaiki user accuracy dan produser accuracy, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai total accuracy dari klasifikasi.

Page 49: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

49Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 7. Hasil klasifikasi dan peningkatan tingkat akuras klasifikasi

Gambar 8. Hasil akhir klasifikasi penutup lahan di Danau Limboto dan sekitarnya

User Accuracy : 80.1%

Produser Accuracy : 77.4 %

Total Accuracy : 87.1 %

Kappa Statistik : 0.848Gambar 9. Tabel hasil pengujian tingkat akurasi

Page 50: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

50 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari beberapa tahapan proses (seperti: kanal tambahan, model klasifikasi, filtering, dan editing) untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi penutup lahan dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, sekaligus mengkaji kemampuan data SPOT-4, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

• Beberapa tahapan proses, yaitu: penggunaan metode Maximum Likelihood Enhanced Neighbor, penambahan kanal topografi, filtering, dan editing kelas mampu meningkatkan total akurasi hasil klasifikasi penutup lahan di wilayah kajian secara signifikan dari 67% menjadi 87%.

• User accuracy, produser accuracy, total accuracy dan kappa statistic hasil klasifiksi penutup lahan adalah 80.1%, 77.4%, 87.1% dan 0.85. Masih perlu kajian untuk memperbaiki user accuracy dan produser accuracy, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai total accuracy dari klasifikasi.

• Klasifiksi penutup lahan yang diperoleh memperlihatkan bahwa dominasi penutup lahan di sekitar danau Limboto adalah kelas penutup lahan sawah, permukiman, kebun dan ladang. Konversi lahan dapat dievaluasi dengan membandingkan hasil klasifikasi penutup lahan yang diperoleh dengan klasifikasi penutup lahan pada tahun-tahun lainnya.

DafTaR PuSTaKa

Arifin S., Dirgahayu D., dan Carolita I, 1996, Studi Kelayakan klasifikasi Liputan Lahan Terhadap Citra Komposit HIS, majalah LAPAN No. 78, Juli 1996.

Buono A., Marimin dan Putri D., 2004, Klasifikasi Penutup dan Penggunaan Lahan pada Multispektral Image dari Lansat Tematic Mapper menggunakan Probabilistic Neural network, Jurnal Ilmiah-Ilmu Komputer, Vol.2, No.2, pp.1-13, November 2004.

Congalton, R G., 1991, A review of assessing the accuracy of classifications of remotely sensed data, Remote Sensing of Environment, 3 7, 3 5-47, 1991

Fahmudin A. dan Widianto, 2004, Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor. Indonesia.

Huang H,. Legarsky J dan Othman M., 2007, Land-cover Classification Using Radarsat and Landsat Imagery for St. Louis, Missouri, Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, Vol. 73, No. 1, pp. 037–043, January 2007.

Prakosa D. dan Wuryata A., 2009, Kajian Perubahan Penutupan Lahan dengan Menggunakan Landsat 7 ETM+ dj Sub DAS Batanghari Hulu Tengah, Jambi, Tekno Hutan Tanaman, Vol.2, No.3, pp.121-132, Desember 2009.

Saha A.K., Arora M.K., Csaplovics E. dan Gupta R.P., 2005, Land Cover Classification Using IRS LISS III Image and DEM in a Rugged Terrain: A Case Study in Himalayas, Geocarto International, Vol. 20, No.2, Juni 2005.

Trisakti B. dan Nugroho G., 2012, Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi Temporal dan Multi Sensor (Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4), Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital, Vol.7, Juni 2012 (Submitted).

Trisakti B, Susanto, Suwargana N., Julzarika A. dan Nugroho G., 2011, Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Danau, Laporan Akhir Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, Pusfatja- LAPAN, 2012.

Page 51: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

51Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

analISIS PERuBahan PEnuTuP lahan DI DaERah TangKaPan aIR SuB DaS TonDano TERhaDaP KualITaS Danau TonDano MEnggunaKan DaTa SaTElIT PEngInDERaan Jauh

Tatik Kartika, I Made Parsa, dan Sri Harini

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Danau Tondano di Sulawesi Utara merupakan salah satu dari 15 danau yang diprioritaskan untuk mendapatkan penanganan akibat terjadinya degradasi lingkungan yang semakin parah. Salah satu usaha yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pemantauan kualitas dan kuantitas danau secara kontinu dan akurat, sehingga informasi yang dihasilkan dapat menjadi bahan masukan bagi perencanaan pengelolaan danau. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perairan danau adalah material yang masuk ke dalam danau, yang dipengaruhi antara lain oleh penutup lahan dalam daerah tangkapan airnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perubahan penutup lahan yang diduga memberikan dampak terhadap meningkatnya erosi dan sedimentasi yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas danau. Perubahan penutup lahan dapat dipantau dari data satelit penginderaan jauh multi temporal, yang mana pada penelitian ini digunakan data satelit Landsat tahun 1990 dan 2003 serta data SPOT-4 tahun 2011 wilayah sub DAS Tondano. Metode yang digunakan adalah interpretasi visual data penginderaan jauh dan analisis pengaruh perubahan penutup lahannya terhadap kualitas dan kuantitas danau. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa sub DAS Tondano didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Perubahan penutup lahan dalam kurun waktu dua puluh tahun dari 1990 sampai dengan 2011 didominasi oleh perubahan areal hutan dan semak yang masing-masing berkurang sekitar 44% dan 28%, serta perubahan areal permukiman dan ladang/tegalan, masing-masing bertambah sekitar 12% dan 33%. Vegetasi air berdasarkan hasil interpretasi dari data penginderaan jauh tahun 1990 masih belum ditemukan, tetapi dari 2003 ke 2011 luasannya bertambah hingga menjadi 5 kalinya. Berkurang dan bertambahnnya penutup lahan tersebut memberi dampak terhadap berkurangnya kualitas dan kuantitas danau Tondano.

Kata Kunci: Sub DAS, data satelit penginderaan jauh, penutup lahan, kualitas dan kuantitas danau

* Dipublikasi pada Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI 2012, Bogor 16 Juli 2012

Page 52: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

52 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Danau Tondano terletak di Sulawesi Utara yang berdasarkan tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat termasuk satu dari 15 danau yang diprioritaskan untuk mendapat penanganan permasalahan lingkungan hidup. DAS Tondano terbagi menjadi sub das Tondano, Noongan, Klabat, dan Tikala. Sub DAS Tondano adalah sub DAS terbesar di DAS Tondano dan termasuk sebagai prioritas I untuk ditangani.

Permasalahan penting di DAS Tondano adalah penurunan kualitas dan kuantitas air Danau Tondano , kecilnya luas kawasan hutan, dominasi tanaman cengkeh dan kelapa dalam penggunaan lahan, terjadinya banjir, sedimentasi pada badan-badan air, usaha tani yang belum memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, dan

perambahan hutan yang berkelanjutan (http://www.dephut.go.id). Itulah sebabnya kemudian DAS Tondano dan danaunya dikategorikan sebagai salah satu danau Prioritas I di Indonesia dengan S.K. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999.

Lahan yang kebanyakan marginal apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah konservasi tanah akan rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada gilirannya akan meningkatkan muatan sedimen di sungai bagian hilir. Selain itu perambahan hutan mengakibatkan terjadinya gangguan perilaku aliran sungai, di mana pada musim hujan debit air sungai meningkat tajam sehingga beresiko banjir sedangkan di musim kemarau debit air sangat rendah sehingga beresiko kekeringan (Asdak,2004).

Kualitas air Danau Tondano berdasarkan sample yang diambil oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sulawesi Utara di beberapa lokasi pada musim hujan dan kemarau menunjukkan banyak diantaranya yang sudah di atas

standar baku mutu, demikian juga dengan parameter total coli http://www.antaranews.com/berita/310580/

danau-tondano-tercemar-bakteri-e-coli.

Untuk ukuran kuantitas, dilihat dari kedalaman rata-rata di tahun 1923 masih sekitar 40 meter, pada tahun 2004 kedalaman maksimum 18 meter. Sementara luas danau pada tahun 1934 adalah 5622 Ha dan terus berkurang hingga 4628 Ha. Masalah lain adalah makin banyaknya hama eceng gondok dan makin bertambahnya usaha

perikanan keramba (jaring apung) di seputar danau. http://www.manadopost.co.id.

Sekeliling danau yang merupakan perbukitan dan lereng gunung juga telah gundul akibat perubahan fungsi lahan. Hal ini mengakibatkan potensi erosi yang terus meningkat hingga tingkat erosi yang sangat tinggi atau Indeks Bahaya Erosi (IBE) di atas 10,00. Erosi yang meningkat mengakibatkan sedimentasi meningkat pula, padahal ada sekitar 12 sungai dan 25 anak sungai yang bermuara di danau tersebut, walaupun 8 sungai diantaranya sudah dilengkapi waduk dan check dam (bendungan pengontrol banjir dan penahan lumpur).

Dibandingkan dengan metode konvensional yaitu dengan melakukan pengukuran secara langsung di lapangan, maka teknologi satelit penginderaan jauh mempunyai beberapa kelebihan dari segi cakupan areanya yang luas, informasinya yang kontinyu (tidak hanya pada titik-titik tertentu tapi menyeluruh di seluruh area yang diamati), dapat diperoleh secara berkala, dan biaya operasionalnya relatif murah. Khusus untuk pemantauan, data penginderaan jauh dapat diperoleh secara berkala karena mempunyai sifat multi temporal yang artinya data pada wilayah yang sama dalam jangka waktu tertentu akan kembali terekam, jangka waktu tersebut tergantung kepada satelitnya.

Hal-hal yang dapat diamati secara berkala diantaranya adalah perubahan penutup lahan, yang apabila dikonversi dengan tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya.

Page 53: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

53Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Perubahan penutup lahan memberikan pengaruh terhadap kualitas dan kuantitas danau. Perubahan luas hutan, semak, ladang/tegalan, dan permukiman memberikan kontribusi dalam naik turunnya kualitas dan kuantitas danau, begitu juga dengan luas vegetasi air. Pokok permasalahannya adalah bagaimanakah perubahan penutup lahan di sub DAS Tondano tersebut dari tahun 1990 hingga tahun 2003 dan 2011.

Tujun dari penelitian ini adalah mengetahui penutup lahan di sub DAS Tondano dan mengkaji perubahannya yang diketahui memberikan dampak meningkatnya erosi dan sedimentasi sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas danau.

METoDologI

Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Landsat tahun 1990 dan 2003 serta data SPOT-4 tahun 2011, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Selain itu juga digunakan peta RBI yang bersumber dari Bakosurtanal sebagai acuan untuk koreksi geometrik, data DEM untuk koreksi radiometrik, data resolusi tinggi IKONOS untuk memvalidasi hasil interpretasi penutup lahan dan informasi spasial keramba (jaring apung), serta data jaringan sungai untuk memperoleh gambaran mengenai sebaran serta banyaknya sungai yang masuk dan keluar danau.

Landsat tahun 1990 Landsat tahun 2003 SPOT-4 tahun 2011

Gambar 2. Data satelit penginderaan jauh yang digunakan dengan garis hitam adalah batas DTA Danau Tondano (Sumber: LAPAN)

Page 54: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

54 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Metode Kegiatan

Lokasi penelitian terletak di Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya di Kabupaten Minahasa dan

merupakan danau terluas di Provinsi Sulawesi Utara (http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_tondano), seperti ditunjukkan pad Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Danau Tondano di Sulawesi Utara

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Page 55: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

55Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pra pengolahan data citra satelit pada penelitian ini adalah koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Sebelum proses klasifikasi, terlebih dahulu dibuat citra komposit untuk memudahkan interpretasi. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi visual dengan melakukan digitasi langsung melalui monitor. Kelemahan metode ini adalah hasil interpretasi sangat tergantung kepada pendigit (interpreter), sehingga hasilnya bersifat subjektif. Tetapi dengan tersedianya data resolusi tinggi IKONOS yang digunakan untuk memvalidasi hasil interpretasi, maka kelemahan tersebut bisa diminimumkan. Kelebihan dari metode

ini adalah bahwa interpreter masih bisa melakukan digitasi walaupun ada gangguan atmosfer seperti haze misalnya, selama penutup lahan di bawahnya masih bisa terlihat. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 3.

haSIl Dan PEMBahaSan

Danau Tondano memiliki 35 inlet (termasuk sungai intermiten) dan hanya 1 outlet yaitu Sungai Tondano yang bermuara di Teluk Manado (Suryadiputra, 2010). Gambar 4 menunjukkan citra sub DAS Tondano beserta jaringan sungainya. Hal ini memberikan gambaran, betapa banyak material yang memasuki danau, sementara outletnya sangat terbatas.

Danau, seperti juga laut, merupakan tempat masuknya berbagai material dari daratan melalui sungai. Gambar 4 memberikan gambaran bahwa sebaran dan banyaknya sungai yang mengalir melalui beragam penutup lahan akhirnya akan masuk ke dalam danau dan memberikan pengaruh kepada tingkat erosinya. Pemantauan IBE yang dilakukan oleh BLH Sulawesi Utara menunjukkan angka yang terus meningkat. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan penutup lahan yang cukup signifikan di daerah tangkapan sub DAS Tondano.

Gambar 4. Sebaran aliran sungai di sub DAS Tondano

Hasil klasifikasi berdasarkan interpretasi visual terhadap data penginderaan jauh Landsat tahun 1990 dan 2003 serta SPOT tahun 2011 di sub DAS Tondano menunjukkan keragaman penutup lahan yang terdiri dari badan air, hutan, ladang/tegalan, lahan terbuka, perkebunan, permukiman, sawah, dan semak belukar. Sementara vegetasi air tidak ada di tahun 1990, tetapi ada di tahun 2003 dan 2011. Gambar 5 menunjukkan informasi spasial penutup lahan sub DAS Tondano tahun 1990, 2003, dan 2011, sementara Tabel 1 menunjukkan luas masing-masing penutup lahan pada ketiga tahun penelitian tersebut.

Page 56: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

56 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Informasi spasial penutup lahan tahun 1990

Informasi spasial penutup lahan tahun 2003

Informasi spasial penutup lahan tahun 2011

Keterangan:

Gambar 5. Informasi spasial penutup lahan di sub DAS Tondano tahun 1990, 2003, dan 2011

Dari Gambar 5 berupa informasi spasial penutup lahan dan Tabel 1 menunjukkan luas penutup lahan pada setiap tahun penelitian, penutup lahan di sub DAS Tondano didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Sementara dari analisis perubahan luas penutup lahan dari tahun ke tahun memberikan hasil bahwa luas hutan dan semak belukar terus menurun sementara luas ladang/tegalan dan permukiman terus meningkat. Menurut Asdak (2004), vegetasi mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi-sedimentasi. Berkurangnya jenis vegetasi hutan dan semak belukar serta bertambahnya ladang/tegalan memberikan kontribusi meningkatnya erosi sehingga menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas Danau Tondano. Penutup lahan lain seperti permukiman yang semakin bertambah juga diduga menurunkan kualitas air danau dengan terbukti menurut pengukuran BLH Sulawesi Utara menaikkan parameter total coli.

Tabel 1. Luas penutup lahan (ha) sub DAS Tondano tahun 1990, 2003, dan 2011

KETERangan 1990 2003 2011

Danau 4656 4614 4232

Hutan 2178 2104 1216

Ladang/Tegalan 4196 5497 5593

Lahan Terbuka 11 29 44

Perkebunan - 191 401

Permukiman 1124 1153 1260

Sawah 5593 5643 5621

Semak Belukar 3852 2296 2777

Vegetasi Air - 82 466

Jika penelitian difokuskan di tubuh airnya yaitu Danau Tondano, maka dari data satelit inderaja dapat diidentifikasi keramba yang ditunjukkan oleh Gambar 6 dan identifikasi vegetasi air ditunjukkan oleh Gambar 7.

Dari identifikasi luas danau, maka telah terjadi perubahan luas perairan terbuka dikarenakan adanya vegetasi air yang terus berkembang dan adanya sebaran keramba. Hasil pemantauan vegetasi air menunjukkan bahwa

Page 57: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

57Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

pada tahun 1990, hasil interpretasi menunjukkan tidak adanya vegetasi air yang tumbuh di danau tersebut. Tetapi hasil interpretasi pada tahun 2003, vegetasi air sudah cukup banyak tumbuh di pinggir-pinggir danau dan terus bertambah banyak pada tahun 2011. Jika hasil tahun 2003 dan 2011 dibandingkan, maka sebaran vegetasi air tersebut menempati lokasi yang berbeda, hal ini dikarenakan tumbuhan eceng gondok bersifat terapung sehingga pergerakannya tergantung kepada angin dan arus air. Sebaran vegetasi air hasil interpretasi tahun 2003 dan 2011, sebaran keramba tahun 2003, dan kondisi lapangan ditunjukkan oleh Gambar 8.

Menurut Suryadiputra (2010), http://www.manadopost.co.id (20101), dll. vegetasi air tersebut adalah eceng gondok yang menyebabkan terganggunya penurunan pemakaian air danau sebagai sumber energi PLTA, menutup muka air dari sinar matahari sehingga mengganggu proses produksi ikan, dll. Keramba banyak tersebar di danau sebelah barat dan terus ke selatan danau. Dengan banyaknya keramba, maka sisa pakan ikan juga memberikan kontribusi dalam pencemaran kualitas danau (Kartika, 2006). Sementara itu outlet terdapat di sebelah utara, sehingga sisa pakan ikan akan memugkinkan lebih luas tersebar. Untuk itu hal ini diperlukan penelitian lebih lanjut.

Gambar 6. Identifikasi keramba pada citra IKONOS dan citra Landsat tahun 2003

Page 58: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

58 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Sub DAS Tondano1990 2003 2011

Gambar 7. Sebaran vegetasi air di danau Tondano pada tahun 1990, 2003, dan 2011. Vegetasi air ditandai oleh lingkaran kuning.

Dengan kondisi penutup lahan dan perubahan penutup lahan yang terjadi seperti diterangkan di atas, maka diduga akan merubah komposisi danau yang pada akhirnya akan merubah ekosistem danau. Wantasen S, dkk., menyebutkan bahwa perubahan ekosistem danau yang tidak terkontrol akan menyebabkan kualitas air danau mengalami penurunan, demikian juga dengan kuantitasnya. Sementara untuk wilayah tangkapan airnya menurut Puguh D.R. (2009), pemanfaatan sumberdaya lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dan tata ruang wilayah, dapat menyebabkan terjadinya bahaya erosi dan longsor, simpanan air berkurang serta menimbulkan masalah banjir, kekeringan dan sedimentasi.

Sebaran vegetasi air (hijau) dan keramba (merah), 2003

Sebaran vegetasi air (hijau), 2011

Kondisi di Danau Tondano tahun 2012

Gambar 8. Sebaran keramba dan vegetasi air serta kondisi riil tahun2012

Dengan berubahnya penutup lahan seperti hutan menjadi semak atau ladang/tegalan, kemudian semak dan sawah menjadi permukiman, bertambahnya eceng gondok dan keramba, maka resiko menurunnya kualitas dan kuantitas danau semakin tinggi. Perubahan ini bisa dipantau dengan mudah oleh data satelit penginderaan jauh.

DANAU TONDANO

Eceng gondok

Page 59: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

59Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

1. Data penginderaan jauh mempunyai sifat temporal, sehingga bisa digunakan untuk memantau perubahan penutup lahan yang akan memberikan masukan berarti bagi pengeloaan DAS.

2. Hasil interpretasi dari data penginderaan jauh Landsat dan SPOT, penutup lahan di Sub DAS Tondano didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Sedangkan perubahan penutup lahannya didominasi oleh hutan dan ladang yang semakin berkurang dan permukiman yang semakin bertambah.

3. Semakin berkurangnya penutup lahan bervegetasi seperti hutan dan semak belukar, diduga memberikan dampak makin menurunnya kualitas dan kuantitas danau.

uCaPan TERIMaKaSIh

Penelitian ini merupakan sub dari penelitian yang dilaksanakan atas biaya PKPP (Pengembangan Kapasitas Peneliti Perekayasa) RISTEK 2012 dengan judul Penguatan Kapasitas Daerah Dan Sinergitas Pemanfaatan Data Inderaja Untuk Ekstraksi Informasi Kualitas Danau Bagi Kesesuaian Budidaya Perikanan Darat Dan Kelestarian Lingkungan Di Danau Tempe Dan Tondano.

Page 60: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

60 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Bambang, T., Nana S., I Made P., Tatik K., Sri. 2012. Penguatan Kapasitas Daerah Dan Sinergitas Pemanfaatan

Data Inderaja Untuk Ekstraksi Informasi Kualitas Danau Bagi Kesesuaian Budidaya Perikanan Darat Dan

Kelestarian Lingkungan Di Danau Tempe Dan Tondano. Laporan (tidak diterbitkan). LAPAN

http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_tondano

http://konservasidanautondano.wordpress.com/makalah

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INTAG/bpkh6/BPKHVI/bpdastondano1.html

http://www.antaranews.com/berita/310580/danau-tondano-tercemar-bakteri-e-coli

http://www.manadopost.co.id/ Pendangkalan Danau Tondano Makin Cepat, 50 Tahun Lagi Jadi Daratan

Kartika, T. 2006. Manfaat data penginderaan jauh dalam analisis menurunnya fungsi Waduk Rawapening

Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Prosiding PIT MAPIN ke 15.

Puguh D.R., 2009. Pemetaan Erosi DAS Lukulo Hulu Dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh Dan

Sistem Informasi Geografi. Remote Sensing & gIS for hydrology.

Suryadiputra, Ferry, H., M. Ilham. 2010. Danau Tondano, Salah Satu Dari Lima Belas Danau Prioritas Di Indonesia

Yang Harus Segera Dipulihkan Fungsinya. Warta Konservasi Lahan Basah, Vol. 18 No. 2.

Wantasen, S., Sudarmadji, Eko S., Slamet S. Kajian Tingkat Trofik Danau Tondano di Provinsi Sulawesi Utara.

Page 61: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

61Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEMETaan Run-off Dan DEBIT alIRan PERMuKaan DI DaERah TangKaPan aIR (DTa) Danau SIngKaRaK *

Bambang Trisakti, Ita Carolita, dan Susanto

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Saat ini, beberapa danau di wilayah Indonesia mengalami kerusakan akibat terjadinya konversi lahan di daerah tangkapan air yang mengakibatkan meningkatnya run-off, debit aliran permukaan dan bertambahnya sedimentasi yang mengalir ke danau. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan run-off dan debit aliran permukaan di tiga DTA Danau Singkarak (DTA Sumpur, DTA Sumani dan DTA Paninggahan), dan membandingkan nilai run-off dan debit aliran permukaan di tiga DTA tersebut. Data yang digunakan adalah citra Landsat TM tahun 2000, digital elevation model (DEM) SRTM, informasi jenis tanah dan data satelit Tropikal Rainfall Measurement Mission (TRMM). Citra Landsat digunakan untuk menghasilkan penutup lahan dengan klasifikasi secara dijital menggunakan metode maximum likelihood. DEM digunakan untuk memetakan kemiringan lahan, ketinggian daerah dan menghitung luas penampang piksel secara 3 dimensi. Sedangkan data TRMM digunakan untuk menentukan besarnya curah hujan di DTA. Koefisien run-off dihitung untuk setiap parameter (penutup lahan, jenis tanah dan kemiringan lahan), selanjutnya di hitung rata-rata koefisien run off dari ketiga parameter tersebut. Waktu konsentrasi dan intensitas hujan dihitung dengan menggunakan persamaan Mononobe. Selanjutnya debit aliran permukaan dihitung dengan persamaan normal (Normal method) menggunakan parameter-parameter yang dihitung pada tahap sebelumnya. Hasil memperlihatkan bahwa metode yang digunakan dapat memetakan run-off pada setiap piksel sehingga bermanfaat untuk menganalisis nilai dan sebaran spasial di seluruh bagian DTA. Dari tiga DTA (Sumpur, Sumani dan Paninggahan) diketahui bahwa nilai run-off yang tertinggi terjadi di DAS Sumani karena pengaruh kondisi penutup lahannya yang terdiri dari lahan pertanian, tetapi nilai total debit aliran permukaan tertinggi terjadi di DAS Sumpur karena tingginya intensitas hujan.

Kata Kunci: Run-off, Debit aliran permukaan, Danau, Penutup lahan, persamaan normal

* Dipublikasi pada Prosiding Nasional Sains Geoinformasi 2013, Yogyakarta 25-26 September 2013

Page 62: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

62 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Degradasi DAS telah banyak menimbulkan masalah terhadap kualitas danau-danau di wilayah Indonesia. Seperti pendangkalan dan penyusutan luas danau, penurunan kualitas air danau dan turunnya produktifitas perikanan yang berakibat terhadap turunnya pendapatan masyarakat di sekitar danau. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan agar proses degradasi DAS tidak berlanjut terus, dan upaya pemulihan kualitas danau sehingga danau-danau tersebut dapat tetap lestari dan dapat dimanfaatka oleh masyakat sekitar. Menurut keterangan BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan, sumber : blhpp.wordpress.com).

Ada 15 danau yang menjadi prioritas dan membutuhkan tindak lanjut dari pemerintah untuk pemulihannya. Beberapa danau mempunyai masalah dalam tingkat kebersihan dan tingginya perkembang biakan eceng gondok yang menutupi perairan sehingga diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas airnya, beberapa lainnya mempunyai masalah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi dari bagian hulu sungai sehingga mengakibatkan terjadinya pendangkalan danau. Ada pula danau yang memerlukan komitmen pemerintah dalam pengawasan dan penjagaan kelestariannya.

Salah satu danau yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan menjadi salah satu prioritas pemerintah adalah Danau Singkarak di Sumatera Barat. Secara umum masalah yang terjadi di Danau Singkarak bersumber kepada degradasidi wilayah DTA yang diakibatkan oleh perubahan lahan di bagian hulu DTA yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (www.harianhaluan.com). Permasalahan degradasi di DTA ini mengakibatkan rendahnya kemampuan lahan menyimpan air sehingga aliran air permukaan (run off) menjadi lebih tinggi, yang mengakibatkan tingginya debit air dan tingkat erosi di DTA yang masuk ke Danau.

Kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan pengelolaan DTA dan danau telah banyak dilakukan, seperti: pemetaan lahan kritis di DTA (Prawira et al. (2005)), perubahan luasan danau dan kualitas air (Li et al. (2004); Trisakti et al. (2012)), perhitungan run-off, debit air dan erosi (Suroso dan Susanto (2006), Pratisto dan Danoedoro (2008)). Tetapi sebagian besar dari kegiatan tersebut, khususnya mengenai estimasi debit membutuhkan data-data lapangan atau peta sebagai data utama, sementara itu ada permasalahan dengan cukup sulitnya mendapatkan data lapangan yang akurat dan kebutuhan pemantauan perubahan di wilayah DTA dan danau yang luas secara cepat dan berkala sehingga diperlukan alternatif metodeyang tepat.

Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah teknologi satelit penginderaan jauh. Saat ini teknologi satelit penginderaan jauh mampu menyediakan berbagai data penginderaan jauh optik dan SAR (Sinthetic Aparture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Sehingga, data satelit penginderaan jauh merupakan salah satu sumber data yang paling penting dan efisien untuk pembuatan informasi spasial yang akurat, konsisten dan aktual mengenai sumber daya alam dan lingkungan.

Pada kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan run-off dan perhitungan debit aliran permukaan di tiga DTA yang bermuara ke Danau Singkarak, berbasis data satelit penginderaan jauh Landsat ETM+,

DiGital Elevation Model (DEM) SRTM dan Data satelit cuaca Tropikal Rainfall Measurement Mission (TRMM). Selanjutnya melakukan perbandingan dan analisis terkait hasil run off dan debit aliran pada ke tiga DTA kajian.

Page 63: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

63Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi kajian adalah tiga DTA (Sumpur, Sumani, Paninggahan) di Danau Singkarak di Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Danau ini merupakan danau terluas di Sumbar dan secara administrasi berada dalam 2 wilayah kabupaten, yaitu: Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Danau Singkarak merupakan salah satu dari 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 (KLH, 2011). Ekosistem sekitar Danau Kerinci mempunyai permasalahan dengan terjadinya kerusakan DAS karena konversi lahan yang mengakibatkan tingginya laju erosi tanah di wilayah DTA.

Citra Landsat wilayah Danau Singkarak

DAS Sumani

DAS Sumpur

DAS Paninggahan Danau

Singkarak

DTA di Danau Singkarak

Gambar 1. Citra Landsat Danau Singkarak (Kiri) dan 3 DTA utama di Danau Singkarak (Kanan)

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Landsat ETM+ tanggal 15 Juli 2000, data Digital Elevation

Model (DEM) SRTM, informasi jenis tanah dan data satelit Tropikal Rainfall Measurement Mission (TRMM). Data landsat ETM+ adalah data level 1T (Citra Ortho), sedangkan data TRMM sudah merupakan informasi curah hujan dengan satuan mm.

Page 64: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

64 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Metode Penelitian

Jenis tanah Landsat DEM TRMM

Penutup lahan Informasi lain• Luas Piksel 3D• Beda tinggi• Panjang sungai

Slope Hujan harian

Intensitas hujanLook up tabel

Run-off

Perhitungan debit dengan metode rasional

Debit aliran permukaan

Rasterisasi

Kelas Slope

Gambar 2. Diagram alir perhitungan debit

Diagram alir penelitian diperlihatkan pada Gambar 2. Pengolahan citra dilakukan dengan melakukan koreksi radiometrik untuk menghilangkan pengaruh geometri matahari (nilai dijital ke nilai reklektansi) metode bisa merujuk ke Trisakti and Nugroho (2012), selanjutnya melakukan klasifikasi menggunakan maksimum likelihood. Hasil penutup lahan, data raster jenis tanah dan slope dirubah dengan menggunakan Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 menjadi nilai run-off, yang untuk selanjutnya dihitung run-off rata-rata dengan persamaan 1.

Tabel 1. Nilai C berdasarkan penutup lahan

no. Tutupan lahan nilai C

1 Hutan Primer 0,01

2 Hutan Sekunder 0,05

3 Kebun Campuran 0,5

4 Ladang-Tegalan 0,5

5 Perkebunan 0,5

6 Semak Belukar 0,3

7 Sawah 0,2

8 Jalan Aspalt 0,7

9 Lahan Terbuka 0,95

10 Pemukiman 0,9

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

Page 65: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

65Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Table 2. Nilai C berdasarkan Slope

no. Slope Class (%) nilai C

1 0 – 3 0,3

2 3- 8 0,4

3 8 - 15 0,5

4 15 - 25 0,6

5 > 25 0,7

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

Tabel 3. Nilai C berdasarkan Laju Infiltrasi

no. laju Infiltrasi (cm/menit) Kelas nilai C

1. 0,1 – 0,29 Rendah 0,75

2. 0,3 – 049 Sedang 0,50

3. >= 0,5 Tinggi 0,25

Sumber : Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

C rata-rata = (Cpenutup lahan +C slope + C jenis tanah)/3 (1)

Data DEM digunakan untuk perhitungan slope, juga digunakan untuk menghitung luas penampang piksel secara 3 dimensi, beda tinggi di DTA dan panjang sungai. Luas penampang piksel 3 dimensi (A3D) dihitung dengan membagi luas piksel (A) dengan sudut kemiringan piksel (α) seperti pada persamaan 2. Beda tinggi (H dengan satuan meter) dan panjang sungai (L dengan satuan km) digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi (TC dengan satuan jam). Selanjutnya waktu konsentrasi dan hujan harian (R dengan satuan mm) yang diperoleh dari data TRMM menjadi masukan untuk menghitung intensitas hujan (I dengan satuan mm/jam) dengan menggunakan metode Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) seperti terlihat pada persamaan 3 dan 4.

A3D = A2/cosα (2)

TC = (0.869 L3)0.385/H (3)

I = (R/24)(24/TC)2/3 (4)

Pada tahap akhir dihitung debit aliran (Q dengan satuan m3/detik) dengan menggunakan metode rasional (Subarkah, 1980) seperti pada persamaan 5 dengan input berupa run-off rata-rata (Crata-rata), luas piksel 3 dimensi (A3D) dan intensitas hujan (I). Debit aliran dihitung untuk tiga DTA utama di Danau Singkarak, yaitu DTA Sumani, Sumpur dan Paninggahan.

Q = 0.278 I Crata-rata A3D (5)

Page 66: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

66 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

haSIl Dan DISKuSI

Informasi spasial penutup lahan di seluruh DTA Danau Singkarak diperlihatkan pada Gambar 3, penutup lahan terdiri dari 8 kelas penutup lahan, yaitu: Hutan primer, hutan sekunder, semak belukar, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, lahan terbuka, permukiman dan tubuh air. Wilayah sekitar danau didominasi oleh pertanian lahan kering (ladang) dan pertanian lahan basah (sawah), sedangkan hutan tersebar di bagian hulu sepanjang batas DTA.

Data penutup lahan, jenis tanah dan slope dikonversi menjadi nilai koefisien Run off dengan menggunakan Tabel 1, 2 dan 3. Jenis tanah di DTA Singkarak terbagi menjadi 8 jenis tanah, yang selanjutnya di bagi menjadi kelas laju infiltrasi, yaitu Laju infiltrasi tinggi (andosol, alluvial), laju infiltrasi sedang (regosol, latosol), dan laju infiltrasi rendah (PMK dan poksolik coklat). Gambar 4 memperlihatkan nilai koefisien Run off untuk parameter penutup lahan, slope (kemiringan lahan), laju infiltrasi tanah dan run-off total untuk seluruh DTA Singkarak. Berdasarkan hasil rata-rata run off yang diperoleh, diketahui bahwa daerah di sekitar danau mempunyai nilai run off yang lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Tingginya run off dipengaruhi oleh jenis tanah yang mempunyai infiltrasi rendah dan kondisi penutup lahan berupa lahan pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah.

Legenda

Gambar 3. Informasi penutup lahan dari Landsat ETM+ tahun 2000

Gambar 5 memperlihatkan luas piksel secara 3 dimensi di DTA Danau Singkarak, terlihat daerah yang mempunyai kemiringan rendah mempunyai luasan mendekati 900 m2 (sama dengan luasan 1 piksel Landsat dengan resolusi spasial 30 m) sedangkan daerah dengan kemiringan tinggi mempunyai luasan mencapai 1400 m2. Luas 3 dimensi lebih menggambarkan kondisi luas sebenarnya karena mempertimbangkan kemiringan lahan. Data Curah hujan diperoleh dari data satelit TRMM, Selanjutnya dari data TRMM dihitung besarnya curah hujan dalam sehari (hujan harian) di dalam wilayah DTA Singkarak untuk tanggal yang sama dengan tanggal perekaman citra. Hujan harian pada tanggal 15 Juli 2000 adalah berkisar 6.2 mm. Hasil perhitungan luas 3

Page 67: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

67Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

dimensi, panjang sungai, beda tinggi, waktu konsentrasi, dan intensitas hujan untuk tiga DTA (Sumani, Sumpur dan Paninggahan) diperlihatkan pada Tabel 4. Waktu konsetrasi terbesar adalah DTA Sumani, kemudian diikuti DTA Sumpur dan Paninggahan. Sedangkan, intensitas hujan tertinggi terjadi pada DTA Sumpur, kemudian diikuti DTA Paninggahan dan yang paling rendah adalah DTA Sumani.

Berdasarkan Tabel 4 dihitung besar debit untuk tiga DTA (Sumani, Sumpur dan Paninggahan) dengan menggunakan metode rasional pada persamaan 5. Hasil perhitungan run off rata-rata untuk setiap DTA dan besarnya debit aliran di DTA tersebut diperlihatkan pada Tabel 5. Hasil memperlihatkan bahwa nilai run off tertinggi terjadi di DTA Sumani, sedangkan debit aliran tertinggi terjadi di DTA Sumpur. Bila dianalisis lebih lanjut DTA Sumani mempunyai luas DTA terbesar dengan sebagian penutup lahan didominasi oleh lahan pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah, selain itu juga kemiringan lahan DTA Sumani relatif kecil rendah dibandingkan dua DTA lainnya. Sehingga diperkirakan kondisi penutup lahan dan kemiringan lahan yang berkontribusi terhadap tingginya nilai koefisien run off di DTA Sumani. DTA Sumpur adalah DTA dengan luasan yang cukup besar (1/3 luas DTA Sumani) tetapi mempunyai perbedaan tinggi yang paling besar sehingga mengakibatkan besarnya nilai intensitas hujan tertinggi, yang mengakibatkan DTA Sumpur mempunyai debit aliran terbesar.

Run off dari penutup lahan Run off dari kemiringan lahan

Run off dari laju infiltrasi

0 1

Rata-rata Run off

Gambar 4. Infomasi spasial sebaran run off DTA Danau Singkarak

Page 68: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

68 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

900 1400 m2

Luas piksel 3dimensi

0 500 mm

Data akumulasi curah hujan dalam 1 bulan

Gambar 5. Luas 3dimensi (Kiri) dan data TRMM DTA Danau Kerinci

Tabel 4. Data-data hasil perhitungan untuk menentukan debit aliran

DTa luas DTa 3D (km2)

Panjang sungai (km)

Beda tinggi (m) Waktu Konsentra-si (jam)

Intensitas hujan (mm/jam)

Sumani 597.0 48.7 2219 0.0006 10.35

Sumpur 169.3 16.3 2336 0.0002 46.98

Paninggahan 61.2 13.4 1438 0.0002 39.50

Tabel 5. Nilai run off dan debit aliran di DTA Danau Singkarak

DTa nilai rata-rata run off Debit aliran (m3/detik)

Sumani 0.430 738

Sumpur 0.401 887

Paninggahan 0.354 238

Page 69: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

69Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Pemetaan run-off dan perhitungan debit aliran permukaan di tiga DTA Danau Singkarak (DTA Sumpur, DTA Sumani dan DTA Paninggahan) dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh satelit Landsat ETM+, DEM SRTM, data TRMM dan data sekunder lainnya. Hasil memperlihatkan bahwa metode yang digunakan dapat memetakan run-off pada setiap piksel sehingga bermanfaat untuk menganalisis nilai dan sebaran spasial run off di seluruh bagian DTA. Dari tiga DTA (Sumpur, Sumani dan Paninggahan) diketahui bahwa nilai run-off yang tertinggi terjadi di DAS Sumani karena pengaruh kondisi penutup lahannya yang terdiri dari lahan pertanian, tetapi nilai total debit aliran permukaan tertinggi terjadi di DAS Sumpur karena tingginya intensitas hujan.

Page 70: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

70 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

Blhpp.wordpress.com

Dunne T. dan Leopold L.B., 1978, Water in Environment Planning, W.H. Freeman and Company, New York

Harian Haluan, 2013, Danau Maninjau dan Singkarak Kritis, www. harianhaluan.com, 5 Agustus 2012

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

Li, R. dan Li, J., 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring: An Overview. International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), 893-901.

Prawira A. Y., Wikantika K. dan Hadi F., 2005, Analisis Spasial Lahan Kritis Di Kota Bandung Utara Menggunakan

Open Source Grass, PIT MAPIN XIV, 14-15 September 2005

Pratisto A. dan Danoedoro P., 2008, Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respond Debit dan

Bahaya Banjir (Studi Kasus di DAS Gesing, Purworejo Berdasarkan Citra Landsat TM dan ASTER VNIR), PIT MAPIN XVII, Bandung

Suroso dan Susanto H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran

Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol.3, No.2.

Subarkah I., 1980, Hidrologi Air, Edisi kedua, Idea Dharma, Bandung

Sosrodarsono S. dan K Takeda, 1977, Hidrologi untuk Pengairan, Edisi pertama, Association for International Technical Promotion, Tokyo

Trisakti B., 2012, Kajian Metode Penentuan Luas Permukaan Air Danau Dan Sebaran Vegetasi Air Berbasis Data

Satelit Penginderaan Jauh, Seminar Nasional Limnologi VI, Jakarta, 16 Juli 2012

Wahyuningrum N. dan Promono I.B., 2007, Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Perhitungan Koefisien

Aliran Permukaan di Sub DAS Ngunut I Jawa Tengah, Jurnal Penelitian HUtan dan Konservasi Alam, Vol.IV, No.6: 561-571, 2007

Page 71: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

71Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KaJIan KonDISI DaERah TangKaPan aIR Danau KERInCI BERDaSaRKan PERuBahan PEnuTuP lahan Dan KoEfISIEn alIRan PERMuKaan *

Mukhoriyah dan Bambang Trisakti

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Keberadaan danau pada saat ini banyak mengalami degradasi yang mengakibatkan perubahan ekosistem danau, seperti kasus Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Kerinci yang mengalami alih fungsi lahan akibat beragamnya aktivitas yang menyebabkan terjadinya peningkatan aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi DTA Danau Kerinci berdasarkan perubahan penutup lahan dan koefisien aliran permukaan menggunakan citra satelit multi temporal Landsat TM/ETM+ dan citra SPOT 4 selama periode 2000-2012.Kajian perubahan penutup lahan dilakukan dengan mengklasifikasikan kelas penutup lahan dan menganalisis luas perubahan penutup lahan, terutama penutupan vegetasi di DTA. Sebaran spasial koefisien aliran permukaan dibuat berdasarkan parameter penutup lahan dan kemiringan lahan. Selanjutnya dihitung rata-rata nilai koefisien aliran permukaan DTA dan dibandingkan perubahannya selama periode 2000-2012. Hasil menunjukkan terjadinya perubahan penutup lahan di DTA Danau Kerinci, terutama penutupan vegetasi tanaman keras (hutan, perkebunan, kebun campur, semak/belukar) berkurang menjadi hanya 55%. Perubahan lahan berdampak pada perubahan nilai koefisien aliran permukaan, dimana rata-rata koefisien aliran permukaan DTA mengalami peningkatan dari 0.420 pada tahun 2000, menjadi 0.437 pada tahun 2012. Peningkatan koefisien aliran permukaan yang paling besar terjadi pada lahan sawah dan permukiman.

Kata kunci: Citra satelit, DTA Danau Kerinci, Penutup Lahan, Koefisien Aliran Permukaan

* Dipublikasi dalam Prosiding SINAS Inderaja, April 2014

Page 72: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

72 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Danau merupakan sumberdaya air yang harus dijaga kelestariannya karena memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Keberadaan danau pada saat ini banyak mengalami degradasi dan penyebabnya adalah meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya kawasan permukiman dan industri pada daerah tangkapan air dan pembuangan limbah ke perairan danau (Sudarmadji, 2003). Kondisi tersebut telah menimbulkan masalah pada ekosistem danau, seperti: eutrofikasi, berkurangnya pasokan air, meningkatnya keasaman air danau, sedimentasi, dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Hal ini akan berpotensi menimbulkan bencana dan menganggu kehidupan masyarakat di sekitar danau.

Kerusakan yang terjadi pada ekosistem danau disebabkan oleh beberapa faktor, dimana faktor utama adalah karena terjadinya perubahan penutup lahan di Daerah Tangkapan Air (DTA) danau tersebut, serta aktivitas

manusia yang dilakukan di sekitar danau. DTA danau merupakan bagian kulit bumi sekeliling danau yang dibatasi oleh punggung bukit yang menampung air hujan dan mengalirkannya melalui sungai-sungai atau melalui aliran permukaan serta aliran bawah tanah menuju danau (Wikipedia). Sehingga kerusakan akibat perubahan penutup lahan yang tidak terkendali di DTA akan mengakibatkan ketidak seimbangan sistem hidrologi (berkurangnya air yang meresap kedalam tanah dan bertambahnya debit air permukaan) yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak yang telah disebutkan sebelumnya.

Kondisi ideal dari DTA danau yang baik adalah memiliki penutup lahan hutan minimal 30%, memiliki laju erosi dan sedimentasi yang terkendali sehingga fungsi danau (sebagai: pengendali banjir, sumber irigasi, pembangkit tenaga listrik, usaha perikanan darat, sumber air baku, dan tempat rekreasi/pariwisata) dapat berjalan dengan baik. Tetapi saat ini sebagian besar danau di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga perlu diselamatkan (KLH, 2011). Salah satu contoh adalah Danau Kerinci yang mengalami kerusakan akibat perubahan lahan dan beragamnya aktivitas maanusia di sekitar danau. Perubahan penutup lahan DTA Danau Kerinci diperkirakan akan memberikan dampak pada koefisien air limpasan di DTA dan kualitas air danau. Koefisien aliran permukaan mengalami peningkatan jika terjadi pengembangan terhadap penutup lahan dan menurun seiring dengan konservasi vegetasi yang semakin membaik. Pemanfaatan penutup lahan akan mendorong terhadap perubahan fungsi lahan dengan kecenderungan lebih kedap air sehingga menimbulkan genangan dan limpasan air permukaan yang cukup tebal (Sulistiono, 1995), hal ini bisa menyebabkan tingginya debit air dan menimbulkan terjadinya banjir.

Teknologi penginderaan jauh telah megnalami kemajuan yang sangat pesat, berbagai data satelit penginderaan jauh dengan berbagai tingkat kedetilan dapat digunakan untuk memetakan berbagai objek di permukaan bumi. Beberapa kajian telah dilakukan untuk memanfaatkan data satelit penginderaan jauh untuk mengidentifikasi dan memantau parameter status ekosistem danau, seperti: pemantauan perubahan penutup lahan di daerah aliran sungai (Echy Warna Priasty, 2014), perhitungan koefisien aliran permukaan, debit air dan erosi (Trisakti et al. (2013), Suroso dan Susanto (2006), Pratisto dan Danoedoro (2008)).

Pada kegiatan ini dilakukan kajian mengenai kondisi DTA Danau Kerinci berdasarkan perubahan penutup lahan dan perubahan koefisien aliran permukaan selama periode 2000-2012 menggunakan data satelit multi temporal Landsat TM/ETM+ dan citra SPOT 4.

METoDologI

Lokasi penelitian berada di DTA Danau Kerinci Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi yang merupakan danau dengan tipe vulkanik dan memiliki luas 46 km2, dengan volume air 1,6 juta m3 dan kedalaman rata-rata mencapai 97 m. Data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah citra satelit multitemporal Landsat TM/ETM+ dan citra SPOT 4 selama periode 2000-2012, DEM SRTM resolusi 30 m, data penutup lahan.

Page 73: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

73Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Dalam pengolahan data, software yang digunakan adalah Er Mapper, Arcview, Arcgis, Global Mapper, Watersheed Modelling System, Erdas Image. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

• Analisis perubahan penutup lahan, dilakukan dengan melakukan analisis spasial pada citra untuk mengidentifikasi dan memisahkan setiap objek penutup lahan menggunakan kunci-kunci interpretasi. Berdasarkan hasil identifikasi penutup lahan di wilayah daerah tangkapan air (DTA) Danau Kerinci, diperoleh sembilan kelas penutup lahan, yaitu: hutan, kebun campur, ladang/tegalan, perkebunan, semak belukar, sawah, lahan terbuka, permukiman dan tubuh air. Klasifikasi dilakukan menggunakan data Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4 untuk tahun yang berbeda.

• Analisis sebaran koefisien aliran permukaan, dilakukan dengan memetakan sebaran koefisien aliran permukaan dengan menghitung rata-rata nilai C berdasarkan parameter penutup lahan dan kemiringan lahan. Hasil klasifikasi penutup lahan dan kemiringan lahan dirubah menjadi nilai koefisien aliran menggunakan Table nilai C dan dihitung rata-rata nilai C. Perhitungan nilai C berdasarkan penutup lahan

dan Slope dapat dilihat pada Table 1 dan Tabel 2 serta menggunakan Persamaan (1) sebagai berikut.

C rata-rata = (Cpenutup lahan +C slope )/2 (1)

Selanjutnya dilakukan perhitungan rata-rata koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci untuk tahun 2000, 2009 dan 2012. Kemudian melakukan pemetaan sebaran peningkatan koefisien aliran permukaan antara tahun 2000 dan 2012, dengan cara mengurangkan koefisien aliran permukaan tahun 2012 dengan tahun 2000 untuk setiap piksel di dalam DTA.

Tabel 1. Nilai C berdasarkan Penutup Lahan

no. Tutupan lahan nilai C

1 Hutan Primer 0,01

2 Hutan Sekunder 0,05

3 Kebun Campuran 0,5

4 Ladang-Tegalan 0,5

5 Perkebunan 0,5

6 Semak Belukar 0,3

7 Sawah 0,2

8 Jalan Aspalt 0,7

9 Lahan Terbuka 0,95

10 Pemukiman 0,9

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

Tabel 2. Nilai C berdasarkan Slope

no. Slope Class (%) nilai C

1 0 – 3 0,3

2 3- 8 0,4

3 8 - 15 0,5

4 15 - 25 0,6

5 > 25 0,7

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

Page 74: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

74 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

haSIl Dan PEMBahaSan

analisis Perubahan Penutup lahan

Hasil Perubahan penutup lahan selama periode 2000-2012 di DTA Danau Kerinci yang dipetakan dengan menggunakan data Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4 diperlihatkan pada gambar 1. Sedangkan hasil statistik luasan setiap jenis penutup lahan diperlihatkan pada Tabel 3. Hasil analisis perubahan luas penutup lahan selama periode 2000-2012 memperlihatkan bahwa areal permukiman pada mengalami persentase kenaikan yang paling besar, menjadi 2.325,18 ha pada tahun 2012. Pemanfaatan kebun campur dan ladang tegalan semakin bertambah, sedangkan luas hutan dan sawah sedikit mengalami penurunan. Pada umumnya konversi area hutan dilakukan untuk mengalih fungsikan menjadi lahan hutan menjadi areal perkebunan dan ladang/tegalan, sementara lahan yang telah dibuka tapi belum dimanfaatkan akan menjadi semak/belukar. Sedangkan sawah dialihfungsikan menjadi areal permukiman dan kebun campur. Tubuh air terdiri dari luas sungai dan permukaan air danau, dengan luas lahan yang relatif tidak berubah dari tahun 2000 sampai tahun 2012. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Selanjutnya, hasil analisis penutup vegetasi di DTA Danau Kerinci pada tahun 2012 menunjukkan bahwa luas tutupan vegetasi sebesar 92,5%, luas tutupan vegetasi berupa tanaman keras (hutan, perkebunan, kebun campur, semak/belukar) sebesar 55,2%, dan luas hutan sebesar 23,3%.

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau (KLH, 2008), tutupan vegetasi di wilayah DTA harus lebih besar dari 75%. Dengan asumsi bahwa vegetasi tanaman keras adalah tanaman yang sanggup menyerap air dan menahan laju erosi secara signifikan maka kondisi DTA Danau Kerinci yang mempunyai luas tutupan vegetasi berupa tanaman keras sebesar 55,2%, termasuk dalam status terancam.

(a)

Tahun 2000(b)

Tahun 2009

(c)

Tahun 2012

Gambar 1. Penutup lahan DTA Danau Kerinci selama periode 2000 - 2012

Page 75: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

75Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 3. Luas Penutup Lahan di DTA Danau Kerinci Tahun 2000 - 2012

no Penutup lahan 2000 (ha) 2009 (ha) 2012 (ha)

1 Hutan 22.791,4 23.011,60 21.746,79

2 Kebun Campur 1.720,4 2.080,46 3.272,86

3 Ladang/Tegalan 18.473,4 18.939,51 20.975,70

4 Lahan Terbuka 409,1 297,52 179,16

5 Perkebunan 1.028,4 902,22 907,21

6 Permukiman 810,4 1.564,08 2.325,18

7 Sawah 15.740,5 14.341,14 13.827,95

8 Semak/Belukar 27.877,8 27.610,21 25.538,94

9 Tubuh Air 4.452,4 4.556,40 4.520,14

10 Tidak ada data 13,4 14,02 23,21

TOTAL 93.317,2 93.317,15 93.317,15

analisis Sebaran Koefisien aliran Permukaan

Perubahan lahan di DTA Danau Kerinci mempengaruhi perubahan koefisien aliran permukaan dimana semakin

tinggi nilai run-off di suatu DTA menandakan bahwa air hujan yang jatuh ke DTA tersebut tidak banyak diserap ke dalam tanah tapi dialirkan di atas permukaan tanah. Koefisien aliran permukaan dianalisis menggunakan informasi penutup lahan dan kemiringan lahan di wilayah DTA Danau Kerinci yang menghasilkan nilai rata-rata, selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.

(a)

Nilai C berdasarkan penutup lahan

(b)

Nilai C berdasarkan kemiringan lahan

(c)

Nilai C rata-rata

Keterangan nilai koefisien aliran permukaan:

10

Gambar 2. Nilai koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci tahun 2012

Page 76: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

76 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Hasil perhitungan nilai koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci dengan menggunakan penutup lahan selama periode tahun 2000, 2009 dan 2012 (gambar 3) memperlihatkan bahwa nilai rata-rata koefisien aliran pada untuk setiap kelas penutup lahan di DTA relatif tidak berubah, tetapi untuk permukiman dan kebun

campur terjadi peningkatan nilai run-off. Hasil perhitungan rata-rata koefisien aliran permukaan di DTA sela ma periode 2000-2012 diperlihatkan pada Tabel 4. Koefisien aliran permukaan mengalami peningkatan dari 0,420 pada tahun 2000, menjadi 0.427 pada tahun 2009, dan menjadi 0.437 pada tahun 2012. Peningkatan koefisien aliran menyebabkan berkurangnya penyerapan air ke dalam tanah, yang akhirnya mengakibatkan naiknya jumlah aliran permukaan tanah. Yang pada tahap berikutnya menyebabkan peningkatan debit air dan terjadinya erosi tanah di DTA.

(a)Tahun 2000

(b)Tahun 2009

(c)Tahun 2012

Gambar 3. Perubahan koefisien aliran permukaan DTA Danau Kerinci tahun 2000-2012

Tabel 4. Koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci tahun 2000-2012

Tahun Tahun 2000 Tahun 2009 Tahun 2012

Rata-rata Koefisien aliran permukaan DTA 0,420 0,427 0,437

gambar 4 memperlihatkan sebaran peningkatan koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci antara tahun 2000 dan 2012. Berdasarkan gambar 4, Pada lahan hutan umumnya tidak teridentifikasi adanya peningkatan koefisien aliran permukaan. Sebaran peningkatan koefisien aliran permukaan terdistribusi di bagian tengah DTA, dengan penutup lahan lahan berupa sawah, perkebunan, ladang/tegalan, semak/belukar dan permukiman. Peningkatan yang paling tinggi terjadi pada lahan sawah dan permukiman, yang diperlihatkan dengan warna biru cerah dan kuning. Sebaran peningkatan koefisien aliran permukaan akan menjadi sangat bermanfaat bagi pemerintah daerah dan dinas terkait untuk menentukan strategi pengelolaan DTA Danau Kerinci.

Page 77: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

77Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

0,45

0

Gambar 4. Sebaran Peningkatan koefisien aliran periode 2000-2012

KESIMPulan

Pada kegiatan ini dilakukan kajian mengenai kondisi DTA Danau Kerinci selama periode 2000-2012 menggunakan data satelit multi temporal Landsat TM/ETM+ dan citra SPOT 4. Hasil memperlihatkan bahwa:

1. Perubahan penutup lahan yang utama di DTA Danau Kerinci adalah makin bertambahnya area permukiman, sedangkan luas hutan dan sawah sedikit mengalami penurunan.

2. Penutupan vegetasi tutupan berupa tanaman keras (hutan, perkebunan, kebun campur, semak/belukar) adalah sebesar 55.2%, sehingga dapat masukan dalam status terancam berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau.

3. Perubahan lahan mengakibatkan terjadinya peningkatan koefisien aliran permukaan, dari 0,420 (tahun 2000) menjadi 0,437 (tahun 2012). Dimana peningkatan yang paling besar terjadi pada lahan permukiman dan sawah.

Page 78: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

78 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

KLH, 2012, Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2008, Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, Kementerian Lingkungan Hidup

Pratisto A. dan Danoedoro P., 2008, Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respond Debit Dan

Bahaya Banjir (Studi Kasus Di DAS Gesing, Purworejo Berdasarkan Citra Landsat TM Dan ASTER VNIR), PIT MAPIN XVII, Bandung

Priasty, E. W, “Analisis Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Daerah Aliran Sungai di Kabupaten

Bengkulu Utara”, Jurnal Bengkulu Mandiri. Bengkulu. 2014.

Sudarmadji, “Perubahan Ekosistem Danau Sebagai Dampak Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan

Pengelolaannya”, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2003

Sulistiono, 1995,”Pengaruh kerapatan jaringan drainasi terhadap nilai puncak banjir di dalam Seminar Nasional

Satu Hari Fenomena Perubahan Watak Banjir”, (Ed. Rachmad Jayadi, dkk.). Yogyakarta: Panitia Seminar Nasional Satu Hari enomena APerubahan Watak Banjir.

Suroso dan Susanto H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran

Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2

Trisakti B., Carolita I., dan Susanto, 2013, Pemetaan Run-off dan Debit Aliran Permukaan di Daerah Tangkapan

Air (DTA) Danau Singkarak, Prosiding Nasional Sains Geoinformasi 2013, Yogyakarta 25-26 September 2013

Page 79: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

79Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEnDugaan laJu ERoSI Tanah MEnggunaKan DaTa PEngInDERaan Jauh lanDSaT TM/ETM+ Dan SPoT-4 *

Bambang Trisakti

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Kerusakan daerah tangkapan air (DTA) dan penurunan kualitas perairan danau telah banyak terjadi di wilayah Indonesia sehingga Pemerintah Indonesia membuat program pengelolaan dan penyelamatan bersama ekosistem danau prioritas. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, erosi lahan merupakan salah satu parameter untuk menilai status ekosistem danau. Pendugaan laju erosi berbasis data penginderaan jauh mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: berkurangnya penggunaan data lapangan, kemudahan perolehan data, dan cakupan wilayah yang luas, sehingga kegiatan lebih mudah dilaksanakan. Kegiatan ini mengkaji pendugaan laju erosi tanah di DTA Danau Kerinci menggunakan data satelit multi temporal Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4. Standarisasi data dilakukan untuk menjaga konsistensi nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) karena pengaruh perbedaan waktu perekaman, sensor perekaman dan pengaruh tutupan awan. Informasi NDVImin dan NDVImax diekstrak dari 19 data Landsat TM/ETM+ periode 2000-2009, kemiringan lahan diekstrak dari data Digital Elevation Model (DEM). Sebaran spasial laju erosi tanah di DTA Danau Kerinci dipetakan dengan menggunakan metode NDVI-slope untuk tahun 2009 dan 2012. Laju erosi tanah di DTA yang dihasilkan dinalisis perubahannya dan diverifikasi dengan membandingkan perubahan laju erosi tanah dengan perubahan koefisien aliran permukaan. Hasil memperlihatkan bahwa laju erosi tanah di DTA Danau Kerinci mempunyai kecenderungan meningkat, yang sama dengan kecenderungan peningkatan koefisien aliran permukaan selama periode 2009-2012. DTA Danau Kerinci mengalami peningkatan laju erosi tanah, dari 0,465 mm/tahun pada tahun 2009 menjadi 0,481 pada tahun 2012.

Kata Kunci: Laju erosi tanah, ekosistem danau, penginderaan jauh, metode NDVI-slope

* Telah diajukan pada Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital, Desember 2014

Page 80: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

80 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Kerusakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) pada umumnya disebabkan karena perubahan lahan yang tidak terkendali di bagian hulu DTA yang mengakibatkan terjadinya perubahan siklus hidrologi di DTA tersebut. Berkurangnya tutupan vegetasi (khususnya hutan dan tanaman keras) di DTA mengakibatkan hujan yang turun tidak dapat ditahan dan diserap oleh tanah, sehingga meningkatkan aliran air permukaan. Berkurangnya kemampun resapan tanah dan peningkatan aliran permukaan ini berdampak pada berkurangnya air pada musim kemarau dan meningkatnya erosi tanah pada musim hujan. Erosi tanah yang tinggi di DTA yang dibawa oleh sungai ke danau atau waduk mengakibatkan tingginya tingkat kekeruhan perairan dan penurunan kualitas air danau atau waduk.

Permasalahan kerusakan DTA dan penurunan kualitas perairan danau telah banyak terjadi di wilayah Indonesia. Untuk menangani permasalahan ini, pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup memprakarsai dilaksanakannya Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) ke satu. KNDI I telah menghasilkan suatu Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9 menteri untuk mengelola dan menyelamatkan bersama ekosistem danau prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I periode 2009-2014 dan Danau Prioritas II periode 2015-2019 (KLH, 2012). Selanjutnya KNDI II dilaksanakan pada tanggal 13-14 Oktober 2011 di Semarang yang menegaskan kembali 15 danau prioritas periode 2010-2014 berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau (KLH, 2008) yang menjelaskan bahwa status ekosistem danau ditentukan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah erosi lahan. Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995). Tingkat erosi yang tinggi dan melebihi batas toleransi mengakibatkan DTA suatu danau diberi status mengalami kerusakan. Metode pendugaan laju erosi tanah yang cukup populer adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith, 1978). USLE ini dapat diterapkan di daerah pertanian atau daerah non pertanian, tetapi tetapi tidak memprediksi pengendapan dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, erosi tebing sungai dan erosi dasar sungai. Persamaan USLE sangat baik diterapkan di daerah yang faktor utama penyebab erosi adalah hujan dan aliran permukaan. Selanjutnya untuk meningkatkan akurasi pendugaan erosi, maka USLE diperbaharui menjadi The Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE). RUSLE dapat digunakan untuk menghitung kehilangan tanah pada daerah dengan aliran permukaan yang signifikan, dan tidak dirancang untuk daerah yang tidak terjadi aliran permukaan, seperti hutan primer yang belum terganggu (Jones et al., 1996). Kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit lahan, khususnya faktor erosivitas dan kelerengan (As-syakur, 2008).

Beberapa model untuk erosi untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah Areal Non-point Sources Watershed Environment Response Simulation (ANSWERS) yang selanjutnya diperbaiki dengan model Agricultural Non-point Source pollution model (AGNPS). Kelebihan dari AGNPS adalah dapat memprediksi DAS sampai mencapai luas 20 ribu ha dan hasil prediksi model dapat meliputi aliran permukaan, hasil sedimen, kehilangan N dan P serta kebutuhan oksigen kimiawi, tetapi model ini membutuhkan data input yang sangat banyak (Vadari et al., 2004).

Model pendugaan laju erosi tanah juga dilakukan berbasis data spasial dari satelit penginderaan jauh dan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), seperti yang dilakukan oleh Hazarika dan Honda (2001) dan As-syakur (2008). Pemanfaatan data satelit dapat membantu meningkatkan keakuratan beberapa parameter input seperti meningkatkan kedetilan informasi penutup lahan dan mendapatkan topografi wilayah yang komplek pada wilayah yang luas, seperti di DAS atau DTA. Selain itu berkurangnya data-data yang diperoleh

Page 81: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

81Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

dari lapangan dan kemudahan perolehan data multi temporal (berlainan waktu) untuk suatu wilayah membuat kajian mengenai erosi tanah menjadi lebih mudah dan dapat dilakukan pemantauan perubahan tingkat erosi tanahdi suatu wilayah dalam cakupan yang luas.

Honda et al. (1998) mengembangkan metode NDVI-slope untuk pendugaan laju erosi tanah berbasis data satelit penginderaan jauh, yang menggunakan informasi spasial kemiringan lereng dan data Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk wilayah kajian. Kedua parameter ini dihubungkan dengan laju erosi aktual yang dikumpulkan dari pengukuran lapangan, sehingga laju erosi dapat diduga dengan perubahan kerapatan vegetasi dan kemiringan lahan di wilayah tersebut.

Metode ini cukup menarik karena hanya menggunakan beberapa parameter dan dapat menduga laju dan besarnya erosi dengan cukup baik pada beberapa lokasi kajian (Honda et al. (1998), Hazaika dan Honda (2001), udayakumara et al. (2010), Gunawan et al.(2011)). Tetapi yang perlu diperhatikan dari model ini adalah dibutuhkannya informasi spasial mengenai kondisi maksimum/minimum tingkat kerapatan vegetasi yang akurat dan mewakili daerah kajian, dan selain itu adalah kemampuan koefisien dalam model untuk dapat diterapkan pada wilayah DTA di Indonesia.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji metode pendugaan laju erosi tanah berbasis data satelit penginderaan jauh yang telah dikembangkan oleh Honda et al.(1998) untuk DTA Danau Kerinci yang termasuk dalam salah satu dari 15 danau prioritas dalam Program Nasional Penyelamatan Danau (KLH, 2012). Perbaikan dilakukan dengan melakukan standarisasi data dan pembuatan NDVI minimum dan maksimum menggunakan citra multi temporal Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2009. Hasil pendugaan laju erosi tanah yang diperoleh diverifikasi dengan membandingkan tren perubahan laju erosi tanah dengan tren perubahan koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci.

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi kajian adalah DTA Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia (gambar 1). Danau Kerinci merupakan salah satu dari 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KLH. Permasalahan yang terjadi di DTA Danau Kerinci (KLH, 2011) adalah:

Gambar 1. Danau Kerinci di Provinsi Jambi

Page 82: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

82 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

• Kerusakan DTA danau karena kegiatan illegal logging, dan konversi lahan hutan menjadi berbagai penutup lahan khususnya lahan pertanian yang mengakibatkan terjadinya erosi dan tinggi sedimentasi di perairan danau

• Kerusakan sempadan danau karena pesatnya pembangunan permukiman penduduk dan tingginya aktifitas pertanian

Data yang Digunakan

Data yang digunakan terdiri dari 19 data Landsat TM/ETM+ multi temporal yang mewakili musim hujan dan kemarau selama periode 2000-2009 (Tabel 1) untuk pembuatan NDVI minimum (NDVImin) dan NDVI maksimum (NDVImax). Pendugaan laju erosi dilakukan dengan mengunakan data Landsat TM tahun 2009 dan SPOT-4 tahun 2012. Data Satelit diperoleh dari Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN. Selain itu digunakan juga data Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission (DEM SRTM) X-C band resolusi 30 m untuk pembuatan batas DTA Danau Kerinci (Tabel 2).

Tabel 1. Data satelit multi temporal untuk menghitung NDVImin dan NDVImax

no. Jenis data Tanggal Perekaman

1. Landsat TM 22 Januari 2000

2. Landsat TM 5 Mei 2000

3. Landsat TM 13 Mei 2000

4. Landsat TM 3 Juli 2001

5. Landsat TM 11 Juli 2001

6. Landsat ETM+ 24 Maret 2002

7. Landsat ETM+ 28 Juni 2002

8. Landsat ETM+ 15 Agustus 2002

9. Landsat TM 6 Januari 2003

10. Landsat ETM+ 17 Juni 2004

11. Landsat TM 13 September 2004

12. Landsat TM 27 Mei 2005

13. Landsat TM 30 Mei 2006

14. Landsat TM 1 Juli 2006

15. Landsat ETM+ 11 September 2006

16. Landsat TM 1 Mei 2007

17. Landsat TM 19 Mei 2008

18. Landsat TM 20 April 2009

19. Landsat TM 22 Mei 2009

Tabel 2. Data satelit untuk dilak laju erosi

no. Citra satelit Tanggal perekaman

1. Landsat TM 22 Mei 2009

2. SPOT 4 24 Maret 2012

Page 83: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

83Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Metode Penelitian

Standarisasi Data

Data yang diterima telah dikoreksi geometrik (orthorektifikasi), koreksi matahari (merubah nilai dijital menjadi reflektansi), dan sebagian data telah dilakukan koreksi Terrain. Sehingga tahap pertama adalah melakukan koreksi terrain untuk sebagian data lainya dengan menggunakan algoritma C correction (Wu et al. (2004), Trisakti et al. (2009)) sebagai berikut:

Dimana, LH dan LT adalah reflektansi yang sudah dikoreksi (pada permukaan datar) dan reflektansi belum dikoreksi (pada permukaan miring karena kondisi topografi), sz adalah sudut zenith matahari, i adalah sudut normal piksel yang dibentuk dari arah normal piksel dan arah matahari, dan c adalah koefisien pembatas yang merupakan rasio antara titik potong dan gradient (b/m) dari persamaan regresi LT = m Cos I + b

Selanjutnya proses penghilangan awan dan bayangan awan pada citra. Penghilangan awan dilakukan dengan menggunakan metode penghilangan awan secara bertahap menggunakan band biru (Blue) dan band inframerah dekat (NIR) dengan algoritma sebagai berikut:

if BandNIR > Acloud-thres maka menjadi piksel awan,

if BandBlue > Bcloud-thres maka menjadi piksel awan,

selain itu adalah piksel bukan awan

Dimana, Acloud-thres adalah nilai batas awan band inframerah dekat dan Bcloud-thres adalah nilai batas awan band biru.Penghilangan bayangan awan menggunakan band albedo (penjumlahan band visible) dan band inframerah dekat (band 4), algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut:

if BandBlue + BandGreen + BandRed < Ashadow-thres maka menjadi piksel bayangan,

if BandNIR < Bshadow-thres maka menjadi piksel bayangan,

selain itu adalah piksel bukan awan

Dimana, Ashadow-thres adalah nilai batas bayangan band albedo dan Bshadow-thres adalah nilai batas bayangan band inframerah. Selanjutnya piksel bayanngan dikelompokan dan digabungkan menjadi piksel awan.

Pendugaan laju Erosi Tanah

Pada penelitian ini metode pendugaan laju erosi tanah menggunakan model NDVI – Slope yang telah dikembangkan oleh Hazarika and Honda (2001), dengan algoritma seperti dibawah ini:

(3)

(2)

(1)

Page 84: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

84 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Pada Persamaan (2), E adalah laju erosi tanah (mm / tahun), S adalah gradien atau kemiringan lahan (derajat), S30 adalah nilai Tangen 30o dan E30 adalah laju erosi tanah yang terjadi pada lereng 30o diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3). Nilai maksimum laju erosi (Emax) dan nilai minimum laju erosi (Emin) diperoleh berdasarkan hasil pengukuran laju erosi yang dikumpulkan dari lapangan dengan nilai masing-masing adalah 17.12 mm/tahun dan 0.132 mm/year, sedangkan nilai maksimum kehijauan/kerapatan vegetasi (NDVImax) dan nilai minimum kehijauan vegetasi (NDVImin) dihitung dengan mencari nilai maksimum dan nilai minimum NDVI pada DTA dengan menggunakan Persamaan (4). Nilai NDVI dihitung dengan menggunakan band inframerah dekat (NIR) dan band merah (Red), kemudian dilakukan konversi sehingga interval nilai NDVI yang semula -1 sampai 1 berubah menjadi 0 sampai 200.

Diagram alir pendugaan laju erosi tanah diperlihatkan pada gambar 2. Pada kegiatan ini digunakan 18 data Landsat multi temporal (Tabel 2) yang mewakili musim hujan dan kemarau selama periode 2000-2009. Pada tahap awal dilakukan koreksi terrain dan penghilangan awan serta bayangan awan yang mempengaruhi nilai NDVI. Selanjutnya dilakukan ekstraksi sebaran NDVI untuk setiap data, penggabungan data NDVI selama periode 2000-2009 dan ekstraksi nilai NDVI maksimum dan minimum untuk wilayah DTA. Kajian lengkap mengenai penurunan NDVImax dan NDVImin, telah dibahas pada paper publikasi sebelumnya (Trisakti, 2013).

Pada tahap berikutnya, dilakukan pembuatan NDVI pada tahun yang diamati (tahun 2009 dan 2012) dan penurunan kemiringan lahan dengan menggunakan data DEM SRTM X-C band, sehingga dihasilkan informasi kemiringan lahan dalam satuan derajat. Selanjutnya data NDVImax, NDVImin, NDVI dan kemiringan lahan menjadi input untuk menghitung sebaran spasial laju erosi tanah dengan menggunakan algoritma persamaan (2,3 dan 4). Perubahan laju erosi tanah dari tahun 2009 dan tahun 2012 di analisis secara kualitatif dengan melakukan pengamatan secara visual dan kuantitatif dengan menghitung nilai laju erosi tanah rata-rata DTA. Laju erosi tanah rata-rata DTA ( dihitung dengan menghitung rata-rata laju erosi tanah semua piksel yang terdapat di dalam DTA tersebut (Persamaan 5).

(5) dimana, Ei adalah laju erosi tanah pada piksel ke i dan n adalah jumlah total piksel dalam DTA Danau Kerinci.

Landsat 2000-2009

Erosi tanah pada lereng 300

Estimasi erosi tanah

NDVI min/max

DEM

Slope

• Pengukuran• Konstanta

Koreksi terrain & cloud

Informasi spasial lajuerosi tanah

AnalisisRun off atauErosi aktual

Data Satelit

NDVI18 data landsat mewakilimusim hujan, kemaraudan pancaroba.

Gambar 2. Diagram alir metode pendugaan laju erosi tanah

(4)

Page 85: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

85Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Perhitungan Koefisien aliran Permukaan untuk Verifikasi

Verifikasi hasil pendugaan laju erosi tanah sulit dilakukan karena tidak diperolehnya data erosi dari dinas-dinas terkait, sehingga verifikasi dilakukan dengan cara membandingkan secara kualitatif korelasi antara perubahan laju erosi dengan perubahan koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci.

Koefisien aliran permukaan umumnya dipetakan dengan menggunakan tiga parameter input, yaitu: penutup lahan, kemiringan lahan dan jenis tanah. Tetapi disebabkan tidak diperolehnya data mengenai jenis tanah, maka diasumsikan bahwa DTA Danau Kerinci mempunyai jenis tanah dengan laju infiltrasi yang tidak berbeda sehingga koefisien aliran permukaan hanya diturunkan dengan menggunakan data penutup lahan dan kemiringan lahan wilayah DTA. Hasil klasifikasi penutup lahan dan kemiringan lahan wilayah DTA dikonversi menjadi koefisien aliran menggunakan Tabel nilai C (Tabel 1 dan 2), dan dihitung koefisien aliran permukaan (C) menggunakan Persamaan 6. Selanjutnya koefisien aliran permukaan rata-rata DTA ( dihitung dengan menghitung rata-rata nilai koefisien aliran permukaan semua piksel yang terdapat di dalam DTA tersebut (Persamaan 7). Penjelasan lengkap mengenai pembuatan koefisien aliran permukaan telah dibahas pada paper publikasi sebelumnya (Trisakti et al., 2013).

C = (Cpenutup lahan +C slope)/2 (6)

(7)

dimana, Ci adalah koefisien aliran permukaan pada piksel ke i dan n adalah jumlah total piksel dalam DTA Danau Kerinci.

Tabel 1. Nilai C berdasarkan penutup lahan

no. Tutupan lahan nilai C

1 Hutan Primer 0,01

2 Hutan Sekunder 0,05

3 Kebun Campuran 0,5

4 Ladang-Tegalan 0,5

5 Perkebunan 0,5

6 Semak Belukar 0,3

7 Sawah 0,2

8 Jalan Aspalt 0,7

9 Lahan Terbuka 0,95

10 Pemukiman 0,9

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

Page 86: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

86 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Table 2. Nilai C berdasarkan Slope

no. Slope Class (%) nilai C

1 0 – 3 0,3

2 3- 8 0,4

3 8 - 15 0,5

4 15 - 25 0,6

5 > 25 0,7

Sumber : Dune & Leopold, 1978; Subarkah, 1980; Wahyuningrum dan Pramono, 2007

haSIl Dan PEMBahaSan

Pendugaan laju erosi tanah dimulai dengan memetakan sebaran NDVImax dan NDVImin di DTA Danau Kerinci. NDVI diturunkan dengan menggunakan 19 data temporal Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2009. Data mewakili musim kemarau dan musim hujan sehingga sebaran NDVImax dan NDVImin yang dihasilkan dapat mewakili kondisi kehijauan di DTA tersebut.

gambar 3a dan 3b memperlihatkan sebaran spasial NDVImax dan NDVImin di DTA Danau Kerinci selama periode 2000-2009. Sebaran NDVImin terpantau pada air danau, sawah (dalam fase air) di dataran rendah, dan daerah lahan terbuka di bagian hulu DTA (puncak Gunung Kerinci). Sedangkan sebaran NDVImax teridentifikasi di daerah hutan pada bagian perbukitan. Sebaran NDVImax pada area sawah di bagian tengah DTA adalah kondisi sawah dalam fase vegetatif. Perubahan NDVI yang tinggi (tinggi pada NDVImax dan rendah pada NDVImin) terdapat pada daerah sawah dan ladang yang mengalami perubahan kondisi fase tanam atau perubahan tutupan vegetasi, dimana NDVI mempunyai nilai tinggi pada saat lahan ditutupi oleh vegetasi dan NDVI mempunyai nilai rendah saat lahan tidak bervegetasi. Pada saat kondisi tanah tidak bervegetasi maka tanah akan mudah tererosi, sehingga semakin rendah nilai NDVI pada suatu wilayah berkorelasi dengan semakin tinggi laju erosi yang akan terjadi pada wilayah tersebut.

Laju erosi juga berkaitan dengan kemiringan lahan wilayah tersebut, semakin tinggi tingkat kemiringan lahan maka semakin mudah erosi tanah terjadi. Dengan kata lain kemiringan lahan berkorelasi linear dengan laju erosi tanah. Kemiringan lahan DTA Danau Kerinci yang diturunkan dengan menggunakan data DEM diperlihatkan pada gambar 3c. Kondisi topografi yang relatif datar dengan kemiringan lahan kurang dari 10o terdapat pada bagian tengah DTA yang penutup lahannya didominasi oleh pertanian (sawah) dan permukiman, dan dibagian hulu DTA yang merupakan kaki lereng Gunung Kerinci. Sedangkan kemiringan lahan diatas 50o terdapat pada bagian pinggir DTA yang merupakan pegunungan.

Input lain untuk memetakan laju erosi berdasarkan model NDVI – Slope (Hazarika and Honda, 2001) adalah kondisi NDVI eksisting pada tahun yang ingin dipetakan. gambar 4 memperlihatkan sebaran spasial NDVI pada bulan Mei 2009 dan Maret 2012. Adanya sedikit tutupan awan pada citra satelit SPOT-4 perekaman bulan Maret 2012, mengakibatkan adanya nilai NDVI yang kosong (piksel null) dengan warna hitam pada bagian tengah DTA.NDVI bernilai rendah terlihat pada hulu Gunung Kerinci dan bagin tengah DTA yang didominasi penutup lahan pertanian dan ladang.

Page 87: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

87Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

0.2 0.9

NDVI minimum

0.2 0.9

NDVI maksimum

90o

0

Kemiringan lahan

Keterangan:

a. NDVImax

b. NDVImin

c. Kemiringan lahan dalam derajat

Gambar 3. Sebaran NDVImax, NDVImin dan kemiringan lahan di DTA

Page 88: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

88 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

0.2 0.9

NDVI pada Mei 2009

0.2 0.9

NDVI pada Maret 2012

Gambar 4. Sebaran NDVI pada 2009 dan 2012 di DTA Danau Kerinci

Laju erosi tanah pada tahun 2009 hanya terdistribusi pada sisi kanan DTA, sedangkan laju erosi tanah pada tahun 2012 terdistribusi merata dengan nilai lebih bervariasi mencapai 4 mm/tahun. Hasil perhitungan laju erosi tanah rata-rata DTA untuk tahun 2009 dan 2012 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan laju erosi tanah dari 0.465 mm/tahun pada tahun 2009 menjadi 0.481 mm/tahun pada tahun 2012, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.

0 4 mm/year

Laju erosi tahun 2009

0 4 mm/year

Laju erosi tahun 2012

Gambar 5. Sebaran laju erosi tanah tahun 2009 dan 2012 di DTA Danau Kerinci

Page 89: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

89Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 3. Laju erosi tanah rata-rata DTA Danau Kerinci tahun 2009-2012

Tahun 2009 2012 Tren

Laju erosi tanah (mm/tahun) 0,465 0,481 Meningkat

Verifikasi terhadap laju erosi tanah dilakukan dengan cara membandingkan secara kualitatif korelasi antara laju erosi dengan koefisien aliran permukaan, dengan membuat hipotesis bahwa peningkatan aliran permukaan di suatu wilayah berdampak pada meningkatnya erosi tanah. gambar 6 memperlihatkan sebaran spasial koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci pada tahun 2009 dan 2012. Hasil perhitungan koefisien aliran permukaan rata-rata DTA untuk tahun 2009 dan 2012 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan koefisien aliran permukaan dari 0,427 pada tahun 2009 menjadi 0,437 pada tahun 2012, seperti diperlihatkan pada Tabel 4. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa laju erosi tanah mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci. Hasil perbandingan ini sesuai dengan hipotesis yang dibuat, sehingga model pendugaan laju erosi tanah berbasis data satelit penginderaan jauh yang digunakan pada kegiatan ini mampu untuk memberikan gambaran kondisi perubahan tingkat erosi yang terjadi di DTA kajian.

Koefisien aliran tahun 2009 Koefisien aliran tahun 2012

Gambar 5. Sebaran koefisien aliran tahun 2009 dan 2012 di DTA Danau Kerinci

Tabel 3. Koefisien aliran permukaan rata-rata DTA Danau Kerinci tahun 2009-2012

Tahun 2009 2012 Tren

Koefisien aliran permukaan 0,427 0,437 Meningkat

Page 90: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

90 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Pendugaan laju erosi tanah berbasis data satelit penginderaan jauh multi temporal Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4 telah dilakukan di DTA Danau Kerinci menggunakan model NDVI-slope, beberapa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

• Metode NDVI-slope dapat digunakan untuk pendugaan laju erosi tanah sehingga menghasilkan informasi sebaran spasial laju erosi tanah di DTA, yang perlu diperhatikan adalah keakuratan informasi spasial NDVImin

dan NDVImax yang dapat mengambarkan kondisi kehijauan/kerapatan vegetasi di wilayah tersebut.

• Verifikasi terhadap laju erosi tanah dari model NDVI-slope memperlihatkan bahwa laju erosi tanah mempunyai kecenderungan meningkat sejalan dengan kecenderungan peningkatan koefisien aliran permukaan di DTA Danau Kerinci selama periode 2009-2012, hal ini sejalan dengan hipotesis yang dibuat.

• DTA Danau Kerinci mengalami peningkatan laju erosi tanah, dari 0,465 mm/tahun pada tahun 2009 menjadi 0,481 mm/tahun pada tahun 2012.

Page 91: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

91Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

As-syakur A.R., 2008, Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan, PIT MAPIN XVII, Bandung

Dunne T. dan Leopold L.B., 1978, Water in Environment Planning, W.H. Freeman and Company, New York

Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gunawan G., Sutjiningsih D., dan Soeryantono H., 2011, Evaluation Of Erosion Based On GIS And Remote

Sensing For Supporting Integrated Water Resources Conservation Management Case Study: Manjunto

Watershed, Bengkulu Province-Indonesia, Dinamika Teknik Sipil, Vol.11, No.3, September 2011

Hazarika M.K. dan Honda K., 2001, Estimation of Soil Erosion Using Remote Sensing and GIS, Its Valuation

and Economic Implications on Agricultural Production, Proceeding, The 10th International Soil Conservation Organization Meeting held May 24-29, Purdue University and the USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory

Honda K., Samarakoon L., dan Ishibashi A., 1998, Erosion Control Engineering And Geoinformatics: River

Planform Change And Sediment Yoeld Estimation In A Watershed Of Siwalik, Nepal, p.63-70, In R.B. Singh et al. (ed) Space Informatics for Sustainable Development, Oxford & IBH Publishing Co.Pvt. Ltd., New Delhi.

Jones, D. S., D. G. Kowalski, dan R. B. Shaw. 1996, Calculating revised universal soil loss equation (RUSLE)

estimates on department of defense lands: A Review of RUSLE factors and U. S. Army land condition-trend

analysis (LCTA) data gaps, Center for Ecological Management of Military Lands Technical Publication Series 96–8. 9 pages.

KLH, 2012, Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2008, Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, Kementerian Lingkungan Hidup

Subarkah I., 1980, Hidrologi Air, Edisi kedua, Idea Dharma, Bandung

Trisakti B., Kartasasmita M., Kustiyo dan Kartika T., 2009, Kajian Koreksi Terrain pada Citra Landsat Thematic

Mapper, Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital, Vol.6, 2009

Trisakti B., Carolita I., dan Susanto, 2013, Pemetaan Run-off dan Debit Aliran Permukaan di Daerah Tangkapan

Air (DTA) Danau Singkarak, Prosiding Nasional Sains Geoinformasi 2013, Yogyakarta 25-26 September 2013

Trisakti B., 2013, Pembuatan Sebaran Spasial NDVI Minimum Dan Maksimum Berbasis Data Landsat TM/ETM+

Periode 2000-2009, Buku Ilmiah Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia Edisi 2013, Submitted

Udayakumara E.P.N., Shrestha R.P., Samarakoon L., dan Schmidt-Vogt D., 2010, People`s Perception and

Socioeconomic Determinants of Soil Erosion: A Case Study of Samanalawewa Watershed, Sri Langka, International Journal of Sediment Research, Vol. 25, No. 4, 2010, pp.323-339

Page 92: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

92 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Vadari T., Subagyono K dan Sutrisno N., 2004, Model Prediksi Erosi: Prinsip, Keunggulan dan Keterbatasan, Buku Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng, P. 71-102, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Deptan

Wahyuningrum N. dan Promono I.B., 2007, Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Perhitungan Koefisien

Aliran Permukaan di Sub DAS Ngunut I Jawa Tengah, Jurnal Penelitian HUtan dan Konservasi Alam, Vol.IV, No.6: 561-571, 2007

Wischmeier W.H. dan Smith D.D., 1978, Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning, US Department of Agriculture, Agriculture Handbook No.537, December 1978

Wu X., Furby S. dan Wallace J., 2004, An Approach for Terrain Illumination Correction, Proceeding, The 12th Australasian Remote Sensing and Photogrametry Association Conference, held in Fremantle, Western Australia 18-22 October 2004.

Page 93: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

CPEManTauan Danau

Page 94: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

94 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Page 95: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

95Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

* Dipublikasi pada Majalah Inderaja, Volume V No.7 Edisi Juli 2014

PEManfaaTan TEKnologI PEngInDERaan Jauh unTuK MEnDuKung PRogRaM PEngElolaan Danau *

Bambang Trisakti, Sri Harini, Nana Suwargana, dan Syarief Budhiman

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

PEnDahuluan

Danau adalah merupakan tempat akumulasi air yang luas yang dikelilingi oleh daratan. Walaupun ada beberapa danau yang merupakan danau air asin, tetapi sebagian besar danau di dunia merupakan danau air tawar,

yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air. Dalam skala dunia,

danau telah menjadi perhatian global karena 90% air tawar di permukaan tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), ekosistem Daerah Tangkapan Air (DTA) dan danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan yang sangat besar mencapai 25% jumlah plasma nutfah dunia dan mensuplai 72% air permukaan di wilayah Indonesia. Danau berfungsi sebagai penyedia air baku bagi masyarakat, irigasi pertanian, pembangkit listrik tenaga air, budidaya perikanan dan juga sebagai lokasi pariwisata.

Dewasa ini banyak wilayah DTA dan danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan erosi. Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan secara besar-besaran menyebabkan terkonversinya lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya (seperti: sawah dan permukiman), yang mengakibatkan semakin tingginya aliran permukaan dan berkurangnya daerah resapan air (Gambar 1). Selanjutnya, keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah DTA mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan sungai dan danau. Degradasi yang terjadi pada danau mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau, peningkatan sebaran eceng gondok, penurunan volume air dan penurunan kualitas air. Hal ini akan berdampak kepada penurunan produktifitas perikanan, penurunan produksi listrik dan terganggunya aktifitas pariwisata. Gambar 2 memperlihatkan Danau Limboto yang mengalami penyempitan luas wilayah perairan yang terbuka, pertumbuhan eceng gondok yang sangat tinggi, sehingga mengganggu aktifitas nelayan setempat. Degradasi danau pada akhirnya mengakibatkan peningkatan ancaman bahaya bencana dan penurunan pendapatan masyarakat, khususnya para nelayan di sekitar danau.

Page 96: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

96 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 1. Konversi lahan hutan di daerah tangkapan air

Gambar 2. Peningkatan sebaran eceng gondok di Danau Limboto

Pada tanggal 13-15 Agustus 2009 di Bali, KNLH memprakarsai dilaksanakannya Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) ke satu. KNDI I ini telah menghasilkan suatu Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9 menteri. Kesembilan menteri tersebut telah bersepakat dalam mengelola dan menyelamatkan bersama ekosistem danau prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I (2009-2014) dan Danau Prioritas II (2015-2019). Selanjutnya KNDI II dilaksanakan pada tanggal 13-14 Oktober 2011 di Semarang yang menegaskan kembali 15 danau prioritas periode 2010-2014 berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Tabel 1 memperlihatkan daftar 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH. Danau-danau tersebut perlu dipulihkan dan dikelola dengan baik sehingga tetap lestari dan dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya.

Page 97: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

97Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 1. Daftar danau dalam program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BLHPP (http://blhpp.wordpress.com/)

Saat ini teknologi penginderaan jauh satelit berkembang dengan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data satelit optik dan SAR (Synthetic Aperture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda. Data-data tersebut menjadi sumber data yang penting untuk pembuatan informasi spasial sumber daya alam dan lingkungan yang akurat, konsisten dan aktual. Data satelit mampu merekam kondisi fisik lahan dan fisik perairan, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mendukung program pengelolaan DTA dan danau. Tulisan ini membahas mengenai pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pemantauan luas permukaan air danau dan luas sebaran eceng gondok, pemantauan bangunan keramba budidaya perikanan dan pemantauan kualitas air danau.

PEManTauan luaS PERMuKaan aIR Danau Dan SEBaRan ECEng gonDoK

Erosi tanah pada wilayah DTA akan dibawa oleh aliran sungai ke danau, yang mengakibatkan meningkatnya konsentrasi padatan tersuspensi di perairan danau. Kemudian proses sedimentasi yang terus menerus di perairan danau menyebabkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau. Tidak hanya butiran tanah, zat organik dan unsur hara juga turut masuk ke danau, sehingga tingkat kesuburan perairan danau bertambah dan pertumbuhan vegetasi air (eceng gondok) meningkat dengan sangat cepat.

Kanal cahaya tampak pada data satelit dapat menembus kolom air, sedangkan kanal infra merah diserap habis oleh molekul air sehingga tidak dapat menembus perairan. Karena itu batas permukaan air danau dapat dideteksi dengan menggunakan data satelit. Eceng gondok adalah salah satu vegetasi yang banyak berkembang di atas permukaan air danau, oleh karena itu pemetaan luas permukaan air danau perlu dilakukan dengan memperhatikan sebaran eceng gondok. Identifikasi eceng gondok dilakukan dengan menggunakan

Page 98: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

98 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

komposit warna, yaitu: warna merah adalah kanal infra merah dekat (NIR) + kanal infra merah jauh (SWIR), warna hijau adalah kanal inframerah dekat (NIR), warna biru adalah kanal inframerah dekat (NIR) – kanal merah (red). Komposit warna ini mampu memberi penampakan eceng gondok berwarna putih susu (putih tebal kebiruan), yang dapat membedakan secara lebih tegas penampakan eceng gondok dengan vegetasi lain di sekitar danau (Gambar 3).

Komposit warna dibuat dengan memilih kombinasi kanal yang mempunyai nilai spektral paling tinggi untuk eceng gondok berdasarkan hasil analisis perbedaan spektral dari sampel vegetasi. Eceng gondok di danau mempunyai tingkat kehijauan dan aktifitas fotosintesis yang tinggi, sehingga memiliki pantulan yang tinggi pada kanal NIR dan SWIR, serta memiliki pantulan rendah pada kanal merah. Oleh karena itu dengan kombinasi warna yang digunakan, maka piksel eceng gondok akan mempunyai nilai tinggi pada warna merah, hijau dan biru, yang kemudian membentuk gabungan warna putih.

Gambar 3. Penampakan eceng gondok dengan komposit warna data SPOT-4

Naik turunnya permukaan air danau berfluktuasi dari waktu ke waktu karena dipengaruhi besarnya curah hujan di wilayah tersebut. Oleh karena itu pemantauan perubahan luas permukaan air danau perlu dilakukan menggunakan data multi temporal pada kondisi musim yang sama. Gambar 4 memperlihatkan contoh hasil pemantauan luas permukaan air Danau Tondano, Provinsi Sulawesi Utara, pada musim hujan selama tahun 1990-2011 menggunakan data Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4. Berbeda dengan danau-danau prioritas lainnya di Pulau Sulawesi (seperti: Danau Limboto dan Danau Tempe) yang mengalami penurunan luas permukaan air danau, maka luas permukaan air Danau Tondano relatif tidak berubah selama 20 tahun. Hasil perhitungan luas permukaan air danau pada tahun 2011 adalah 4699 ha.

Perbandingan antara luas permukaan air danau dari data SPOT-4 dengan luas permukaan air danau dari data resolusi sangat tinggi IKONOS (resolusi spasial 1m) yang direkam pada bulan yang sama dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian informasi. Hasil perbandingan memperlihatkan bahwa tingkat akurasi mencapai 95% (selisih luas permukaan air danau dari kedua data hanya 5%).

Page 99: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

99Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Landsat TM, 10 Desember 1990 Landsat ETM+, 20 Januari 2003 SPOT-4, 4 Maret 2011

Gambar 4. Batas permukaan air Danau Tondano pada tahun 1990, 2003 dan 2011

10 Desember 1990 20 Januari 2003 4 Maret 2011

Gambar 5. Sebaran eceng gondok (hijau) di Danau Tondano tahun 1990, 2003 dan 2011

Informasi sebaran spasial eceng gondok diperoleh dengan melakukan klasifikasi secara dijital untuk wilayah

danau menggunakan metode klasifikasi Maximum Likelihood. Pertumbuhan eceng gondok bertambah selama periode 1990-2011, pertambahan yang signifikan terjadi dari tahun 2003-2011 (Gambar 5). Luas sebaran eceng gondok yang hanya 101 ha atau 2% dari luas permukaan air danau pada tahun 2003 meningkat menjadi 459 ha atau sekitar 11% dari luas permukaan air danau pada tahun 2011. Pertambahan eceng gondok yang sangat cepat akan mengakibatkan terganggunya aktifitas budidaya perikanan, rusaknya keindahan danau dan pendangkalan danau yang semakin cepat. Beberapa danau di Indonesia, seperti Danau Limboto, Danau Tempe dan Danau Rawa Pening mengalami peningkatan sebaran eceng gondok yang sangat cepat, dimana luas sebaran eceng gondok mencapai 30% - 60% dari luas permukaan air danau tersebut. Hal ini mengakibatkan eceng gondok menjadi permasalahan paling utama yang harus diselesaikan untuk pemulihan dan pengelolaan danau yang lestari.

Page 100: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

100 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEManTauan SEBaRan Bangunan KERaMBa BuDIDaya PERIKanan

Kegiatan perikanan yang banyak dilakukan di perairan danau adalah budidaya perikanan dengan menggunakan keramba jaring apung (Gambar 6). Bangunan keramba dibuat dengan menyusun patok dan jaring pada suatu luasan area tertentu, dan dibuat pondok yang berfungsi sebagai tempat bagi penjaga keramba tersebut. Bentuk bangunan keramba dapat diidentifikasi dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh. Gambar 6 memperlihatkan penampakan bangunan keramba pada data satelit resolusi tinggi IKONOS dan data satelit resolusi menengah Landsat TM (resolusi spasial 30m). Data Landsat masih dapat mengidentifikasi sebaran bangunan keramba budidaya sampai pada luasan tertentu (luasan lebih besar dari 450 m2), tetapi karena resolusinya yang kurang tinggi maka bentuk dan batas luasan bangunan keramba tidak dapat teridentifikasi secara jelas. Penggunaan data satelit IKONOS dengan resolusi tinggi mampu untuk mengindentifikasi bentuk dan batas dari bangunan keramba secara detil dan akurat. Sehingga pemantauan bangunan keramba jaring apung lebih tepat bila menggunakan satelit resolusi tinggi.

Citra IKONOS 2003 (1 m) Citra Landsat 2003 (30 m)

Kerambabudidaya

Gambar 6. Bangunan keramba jaring apung di danau (atas) dan penampakannya di data satelit (bawah)

Page 101: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

101Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pemetaan sebaran bangunan keramba di Danau Tondano tahun 2003 dan 2011 menggunakan data satelit IKONOS memperlihatkan bahwa luasan bangunan keramba bertambah dari 35,8 ha pada tahun 2003 menjadi 65,7 ha pada tahun 2011, atau meningkat hampir mencapai 2 kali lipat. Pertambahan bangunan keramba yang terbanyak terjadi di sepanjang bagian sebelah timur danau, walaupun teridentifikasi juga pertambahan bangunan keramba di sebelah barat danau dalam jumlah yang lebih kecil. Berdasarkan hasil pengamatan data satelit multi temporal, lokasi dan pertumbuhan bangunan keramba dipengaruhi oleh lokasi dan pertumbuhan permukiman di sekitar danau. Selain itu aktifitas keramba juga ikut berpengaruh terhadap pertambahan eceng gondok di perairan danau, yang mungkin disebabkan karena tingginya tingkat kesuburan perairan di sekitar bangunan keramba akibat banyaknya pangan ikan yang tersisa.

Sebaran keramba tahun 2003 Sebaran keramba tahun 2011

Gambar 7. Sebaran bangunan keramba (merah) di Danau Tondano pada tahun 2003 dan 2011

PEManTauan KualITaS aIR Danau

Berdasarkan dokumen Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau yang dikeluarkan oleh KNLH pada tahun 2008, status mutu air merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai status ekosistem danau dalam kondisi baik, terancam atau rusak. Status mutu air danau dapat diketahui dengan memantau kualitas air danau tersebut. Data satelit penginderaan jauh telah terbukti mampu untuk mendeteksi beberapa parameter kualitas

air yang berkaitan dengan fisik perairan, seperti: Total Suspended Solid (TSS), klorofil, kecerahan perairan,

suhu dan Colored Dissolved Organic Matter (CDOM). Bahkan pemantauan kualitas air telah dilakukan secara operasional dengan menggunakan data Landsat untuk memantau kondisi beberapa danau di wilayah Amerika dan Kanada.

Berbagai algoritma penurunan kualitas air telah dibangun dan diverifikasi dengan data hasil pengukuran, untuk selanjutnya algoritma itu diterapkan untuk mengubah nilai dijital pada data satelit menjadi nilai kualitas air tertentu. Pada umumnya kanal cahaya tampak sampai inframerah dekat yang digunakan untuk penurunan

Page 102: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

102 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

kualitas air, karena kanal-kanal tersebut masih dapat menembus kolom air. Sedangkan untuk pengukuran suhu permukaan air digunakan kanal pada panjang gelombang inframerah jauh atau kanal termal yang menangkap radiasi panas yang dipancarkan dari molekul-molekul air. Pemantauan kualitas air dilakukan dengan menggunakan data satelit multi temporal yang mempunyai kanal-kanal yang dibutuhkan untuk penurunan parameter tersebut. Sebagai contoh, algoritma TSS yang dikembangkan oleh Doxaran membutuhkan data satelit yang mempunyai kanal inframerah dekat dan kanal hijau, seperti data Landsat atau SPOT.

1990 2003

2011

Keterangan

No data

0 – 3 mg/l

3 – 6 mg/l

6 – 9 mg/l

9 – 12 mg/l

12 – 15 mg/l

15 – 18 mg/l

> 18 mg/l

Gambar 8. Sebaran TSS di Danau Tondano selama periode 1990-2011

Gambar 8 dan Gambar 9 memperlihatkan hasil pemantauan parameter TSS dan kecerahan perairan di Danau Tondano selama periode 1990-2011 dengan menggunakan data satelit multi temporal Landsat dan SPOT-4. Penurunan parameter kualitas air TSS dilakukan dengan menggunakan algoritma yang dikembangkan Doxaran sedangkan kecerahan perairan dihitung dengan menggunakan model hubungan antara parameter TSS dan

Page 103: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

103Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

kecerahan perairan yang diperoleh dari hasil pengukuran di perairan Danau Tondano. Pemantauan sebaran TSS di perairan Danau Tondano selama tahun 1990-2011 memperlihatkan bahwa kisaran TSS berkisar 0-45 mg/l, dengan kisaran rata-rata kurang dari 10 mg/l. Berdasarkan kriteria baku mutu air PP. No.82 tahun 2001, maka danau Tondano masih termasuk Danau Tondano selama periode 1990-2011 memperlihatkan bahwa di sepanjang pesisir danau bagian barat dan selatan yang mempunyai kecerahan rendah, kecuali sebagian besar perairan masih mempunyai kecerahan perairan lebih besar dari 1,5 m. Nilai ini masih memenuhi persyaratan untuk aktifitas budidaya keramba perikanan yang membutuhkan kisaran kecerahan perairan 1-2 m.

1990 2003

2011

Keterangan

No data

> 3 m

2.5 – 3 m

2 – 2.5 m

1.5 – 2 m

1 – 1.5 m

0.5 – 1 m

< 0.5 m

Gambar 9. Sebaran kecerahan perairan di Danau Tondano selama periode 1990-2011

Page 104: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

104 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Sebagian besar danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh konversi lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan, oleh karena itu pemerintah Indonesia melalui KNLH telah membuat program nasional penyelamatan danau 2010-2014 telah menetapkan 15 danau prioritas yang perlu segera dipulihkan dan dijaga kelestariannya. Teknologi penginderaan jauh satelit merupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan program tersebut, teknologi ini telah terbukti dapat memantau perubahan parameter fisik danau pada wilayah yang luas akurat, secara kontinyu, up to date dan cukup akurat. Teknologi ini juga mampu memantau pertumbuhan dan perkembangan objek-objek di danau yang berkaitan dengan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat di sekitar danau, seperti kegiatan budidaya perikanan menggunakan keramba jaring apung.

Berbagai metode pemanfaatan data satelit telah dikaji dan digunakan untuk memantau kondisi danau, termasuk yang telah dilakukan oleh penulis. Beberapa metode telah diverifikasi dan divalidasi sehingga dapat diimplementasikan oleh institusi pusat dan institusi daerah yang bertanggung jawab untuk menghasilkan informasi spasial mengenai perubahan danau yang sangat bermanfaat bagi pemegang kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan rencana pemulihan dan pengelolaan danau yang lestari.

Page 105: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

105Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KaJIan PEnEnTuan luaS PERMuKaan aIR Danau Dan SEBaRan VEgETaSI aIR DEngan METoDa PEngInDERaan Jauh *

Bambang Trisakti

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Danau berperan sebagai penyedia air untuk kebutuhan minum, pertanian, dan pembangkit listrik. Konversi lahan, tingginya sedimentasi di daerah aliran sungai mengakibatkan permasalahan penurunan kualitas air, penyebaran vegetasi air (contoh: eceng gondok), serta pendangkalan dan penurunan volume air danau. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penentuan luas permukaan air danau dengan memperhatikan sebaran vegetasi air menggunakan data satelit berbeda waktu dan sensor (Landsat dan SPOT-4). Lokasi kajian adalah Danau Limboto di Pulau Sulawesi. Standarisasi data dengan melakukan orthorektifikasi, koreksi matahari dan normalisasi menggunakan invariant target, sehingga data tidak terganggu oleh kesalahan posisi, perbedaan waktu dan perbedaan sensor. Vegetasi air diidentifikasi dengan komposit warna RGB. Batas permukaan air danau dideliniasi dengan dan tanpa memperhatikan sebaran vegetasi air. batas yang diperoleh dibandingkan dengan batas dari data IKONOS. Hasil normalisasi data Landsat dan SPOT-4 memperlihatkan nilai koefisien determinasi berkisar 0,78 sampai 0,98. Perbandingan dengan luas dari data IKONOS memperlihatkan bahwa luas permukaan air danau dengan memperhatikan sebaran vegetasi air menggunakan komposit Red: NIR+SWIR; Green: NIR; Blue: NIR−Merah lebih akurat dengan selisih 5,7%, dibandingkan dengan luas tanpa memperhatikan sebaran vegetasi air dengan selisih 22,5%. Pemantauan luas permukaan air danau Limboto periode 1990-2011 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan luas yang menurun dari 43,6 Km2 menjadi 27 Km2.

Kata kunci: Luas permukaan air danau, vegetasi air, Landsat, SPOT-4, penginderaan jauh

* Dipublikasi pada Jurnal Limnotek Volume 20 No.1 Tahun 2013

Page 106: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

106 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Ekosistem danau di Indonesia menyimpan kekayaan plasma nutfah, mensuplai air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata, dan lain-lain. Dewasa ini banyak daerah aliran sungai dan danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan telah menimbulkan masalah tidak hanya terhadap lingkungan DAS, tapi juga terhadap danau di wilayah tersebut. Fahmudin dan Widianto (2004) menjelaskan beberapa akibat dari degradasi danau adalah: pendangkalan dan penyempitan danau, penurunan volume air, penurunan kualitas air, dan penurunan produktivitas perikanan. Hal-hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya peningkatan ancaman bahaya dan penurunan pendapatan masyarakat di sekitar danau.

Dalam Konferensi Nasional Danau Indonesia II (KNDI II) 13-14 Oktober 2011 di Semarang, Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan 15 danau prioritas yang memerlukan penanganan segera untuk pemulihannya. Danau-danau yang termasuk didalam 15 danau prioritas (KLH, 2011) adalah  Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Maninjau dan Danau Singkarak (Suamtera Barat), Danau Kerinci (Jambi), Rawa Danau (Banten), Danau Rawapening (Jawa Tengah), Danau Batur (Bali), Danau Tempe dan Danau Matano (Sulawesi Selatan), Danau Poso (Sulawesi Tengah), Danau Tondano (Sulawesi Utara), Danau Limboto (Gorontalo), Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Danau Cascade Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), dan Danau Sentani (Kalimantan Timur). Permasalahan yang terjadi di danau Limboto adalah masalah tingginya perkembangbiakan eceng gondok yang menutupi perairan sehingga diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas airnya, tingkat sedimentasi yang tinggi dari bagian hulu sungai sehingga mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau.

Dewasa ini perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh berjalan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh optik dan Sinthetic Aperture Radar (SAR) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. ata satelit penginderaan jauh merupakan salah satu sumber data yang penting dan efisien untuk pembuatan informasi spasial yang akurat, konsisten, dan aktual mengenai sumber daya alam dan lingkungan, khususnya untuk memantau perubahan yang terjadi pada suatu wilayah dari tahun ke tahun. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk mendukung kegiatan pengelolaan dan konservasi danau telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik di dalam dan luar negeri. Brezonikn et al. (2002) melakukan pemantauan kualitas danau dengan mengukur kandungan klorofil dan kecerahan perairan menggunakan landsat TM dan ETM+, Liu et al. (2007) melakukan pemantauan kualitas air danau (Total Suspended Solid, Surface Temperature, chlorophyll a dan surface alga bloom) menggunakan citra NOAA AVHRR dan MODIS dan Li et al. (2007) melakukan analisis hubungan antara kecerahan perairan danau (water clarity) dengan beberapa data satelit multispectral dan hyperspectral. Mostafa dan Soussa (2006) memanfaatkan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk memantau sedimen dan perubahan bentuk morfologi danau. Penelitian mengenai pengelolaan danau menggunakan citra penginderaan jauh juga dilakukan di Indonesia, seperti pemetaan luas danau (Firman, 2006), pendugaam erosi dan sedimentasi (Kusmawati, 2006), pendugaan debit air (Carolita et al., 2012) dan pemetaan kualitas air (Trisakti et al., 2004).

Pada umumnya pemantauan kualitas danau di Indonesia dilakukan secara operasional dengan menggunakan data lapangan, seperti luas danau dan pengukuran kualitas air. Selain itu penelitian-penelitian yang telah dilakukan, khususnya di Indonesia mempunyai permasalahan dengan masih belum dilakukannya standarisasi data satelit, yang berkaitan dengan koreksi orthorektifikasi dan radiometrik. Hal itu mengakibatkan kurangnya konsistensi pada informasi dari data satelit, khususnya bila menggunakan data multi temporal (berbeda waktu

Page 107: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

107Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

perekaman data) dan data multi sensor (data yang direkam dengan menggunakan sensor yang berbeda). Sementara itu, saat ini koreksi data menjadi syarat utama untuk menghasilkan informasi yang konsisten dan akurat ((Suzanne (2009); Suzzane and Wu (2009)) dan memenuhi standar MRV (Measurement Reporting and Verification).

Berdasarkan latar berlakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penentuan luas permukaan air danau dan sebaran vegetasi dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh. Lokasi kajian adalah Danau Limboto, Provinsi Gorontalo, yang merupakan salah satu dari 15 danau prioritas program pemerintah. Standarisasi data dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak terganggu oleh kesalahan posisi, perbedaan waktu dan perbedaan sensor. Selanjutnya, dilakukan identifasi vegetasi air dan penurunan batas permukaan air danau dari data satelit Landsat dan SPOT-4. Hasil luas danau yang diperoleh di verifikasi dengan data IKONOS pada waktu yang berdekatan. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan luas permukaaan air danau secara konsisten dan akurat, sehingga dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pemantauan dan pengelolaan danau-danau prioritas lainnya.

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi penelitian adalah Danau Limboto di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Kondisi Danau Limboto yang lebih detil diperlihatkan pada Gambar 1, terpantau adanya vegetasi air yang tersebar di bagian pinggir dan tengah danau. Berdasarkan laporan Departemen PU terdapat 21 jenis vegetasi air di Danau Limboto, tetapi secara umum vegetasi air yang tumbuh di Danau Limboto adalah tanaman eceng gondok dan sedikit kangkung yang digunakan masyarakat lokal dalam budidaya ikan. Lokasi ini dipilih karena beberapa alasan yaitu:

• Ketersediaan data yang lengkap, baik data Landsat, SPOT-4, Ikonos dan informasi lainnya untuk standarisasi data dan pengujian tingkat akurasi.

• Danau Limboto adalah salah satu dari 15 danau prioritas tahun 2010-2014, dengan permasalah utama adalah pendangkalan dan penyempitan danau.

Data yang digunakan terdiri dari data Landsat TM/ETM multi temporal periode 1989 - 2002, data SPOT-4 tanggal 7 Mei 2010, dan Data Ikonos tahun 2010

Danau Limboto

Gambar 1. Lokasi penelitian di Danau Limboto dan sebaran vegetasi

Page 108: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

108 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Metode Penelitian

Diagram alir diperlihatkan pada Gambar 2. Data Landsat dikoreksi ortho dan koreksi radiometrik, yang meliputi: koreksi jarak dan posisi matahari dan koreksi terrain. Orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan sekitar 25 titikcontrol point (CP) dari data Landsat Ortho dan DEM SRTM. Titik CP terdistribusi secara merata di seluruh citra, sehingga koreksi dapat dilakukan secara akurat dengan kesalahan kurang dari 1 piksel. Koreksi matahari untuk citra Landsat dilakukan dengan merubah nilai dijital number ke reflektansi merujuk kepada Landsat Manual Book, sedangkan untuk SPOT dilakukan dengan menggunakan Persamaan (1) dan (2). Berbeda dengan citra Landsat yang mempunyai koefisien koreksi yang sama, koefisien koreksi untuk SPOT

dinamis sehingga perlu dilakukan pengecekan pada website CNES (Centre National d’Etudes Spatiales) dan header data setiap perekaman.

+ B (1)

Dimana,

LkTOA : Radiance di atas atmosfir

Xk : Nilai dijital piksel

Ak : Koefisien kalibrasi

Gkm : Gain

B : Bias

(2)

Dimana :

rkTOA : Reflectance di atas atmosfir

LkTOA : Radiance di atas atmosfir

Eks : Irandiance matahari

Cos θ : Sudut zenith matahari

do/d : Rasio jarak bumi matahari

Selanjutnya dilakukan normalisasi antara data untuk menghilangkan pengaruh perbedaan sensor dan perbedaan waktu perekaman. Metode yang digunakan adalah dengan regresi linear sederhana, dengan menentukan

persamaan regresi nilai spectral objek yang sama (invariant target) pada 2 citra yang berbeda (Trisakti dan Nugroho, 2012).

Page 109: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

109Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Data satelit dapat membedakan penampakan berbagai jenis penutup lahan di permukaan bumi, seperti: badan air, vegetasi, lahan terbuka dan penutup lahan lainnya. Berdasarkan kemampuan tersebut, maka pada kegiatan ini dipetakan luas permukaan air danau dalam 2 dimensi. Adanya vegetasi air yang tersebar di permukaan air danau, menyebabkan perlunya memperhatikan keberadaan vegetasi air. Identifikasi vegetasi air dilakukan dengan mengambil sampel nilai spektral untuk vegetasi air dan vegetasi non air. Hasil sampel nilai

spektral tersebut dijadikan acuan untuk membuat model komposit warna Red Green Blue (RGB) sintetis yang dapat memisahkan penampakan vegetasi air dengan vegetasi non air dengan lebih jelas dan akurat. Selanjutnya komposit RGB tersebut digunakan untuk mengetahui sebaran vegetasi air, dan mendeliniasi secara visual batas permukaan air danau.

Batas permukaan air danau dibuat dengan mempertimbangkan dan tanpa mempertimbangkan keberadaan vegetasi air. Luas permukaan air danau dengan memperhatikan vegetasi air berarti vegetasi air dalam danau dimasukan sebagai bagian danau, sehingga luas permukaan air danau adalah total luas penampakan air danau dan luas penampakan vegetasi air di permukaan air danau. Sedangkan luas danau tanpa memperhatikan vegetasi air berarti luas danau dengan penampakan air tanpa mengikutsertakan penampakan vegetasi air di permukaan air. Ketelitian hasil deliniasi dengan dan tanpa mempertimbangkan sebaran vegetasi air diuji dengan menggunakan data satelit resolusi sangat tinggi IKONOS. Pengujian dilakukan untuk melihat batas deliniasi mana yang paling mendekati dengan kondisi sebenarnya, selanjutnya dilakukan perbandingan luas permukaan air danau antara luas permukaan air danau dari data SPOT-4 dan data Ikonos.

haSIl Dan PEMBahaSan

hasil Tahapan Koreksi dan normalisasi

Data multitemporal Landsat dan SPOT-4 yang sebelum (atas) dan setelah (bawah) melalui tahap koreksi ortho, radiometrik dan normalisasi diperlihatkan pada Gambar 3. Hasil pengujian terhadap data setelah proses orthorektifikasi, diperoleh bahwa pergeseran piksel antar data Landsat dan SPOT adalah kurang dari 1 piksel. Data Landsat dan SPOT-4 mempunyai kisaran spektral band yang berbeda, ditambah lagi kondisi atmosfir yang berbeda pada setiap waktu perekaman, mengakibatkan adanya perbedaan nilai dijital dari piksel yang merupakan objek yang seharusnya sama pada kedua data. Perbedaan nilai dijital mengakibatkan perbedaan penampakan pada citra seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3 (atas). Tetapi perbedaan tersebut dapat dikurangi dan dihilangkan dengan proses radiometrik sehingga dihasilkan data terkoreksi Gambar 3 (bawah).

Korelasi nilai spektral untuk objek yang sama antara data Landsat TM 1990 dan Landsat ETM+ 2000, serta data SPOT-4 2010 dan Landsat ETM+ 2000 sangat tinggi, dengan koefisien determinasi berkisar 0.78 sampai 0,98. Hal ini berarti bahwa objek yang sama pada kedua data mempunyai nilai spektral yang sangat mendekati. Tabel 1 memperlihatkan koefisien determinasi dari persamaan korelasi antara SPOT-4 2010 dan Landsat ETM+ 2000. Analisis secara visual penampakan pada data Landsat multi temporal dan SPOT-4 yang telah terkoreksi memperlihatkan bahwa obyek-obyek penutup lahan yang sama pada ketiga data yang berbeda waktu dan sensor perekaman mempunyai penampakan warna yang sangat mirip, seperti penampakan vegetasi, lahan terbuka, air dan vegetasi air yang tersebar di bagian pinggir dan tengah Danau Limboto.

Page 110: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

110 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 1. Korelasi antara SPOT-4 2010 dan Landsat ETM+ 2000

Band Persamaan Koefisien determinasi

Band 2 (hijau) Y = 0.02 X – 4.31 0.881

Band 3 (merah) Y = 0.02 X – 0.44 0.779

Band 4 (NIR) Y = 0.02 X – 13.18 0.913

Band 5 (SWIR) Y = 0.19 X – 7.30 0.955

Metode Penentuan luas Permukaan air Danau

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk memetakan luas permukaan air danau perlu dilakukan kajian identifikasi vegetasi air dengan menggunakan metode pengambilan training sampel. Training sampel diambil mewakili vegetasi air dan non air, selanjutnya nilai spektral dari vegetasi air dan vegetasi non air dianalisis untuk mendapatkan parameter yang dapat digunakan untuk membedakan kedua objek tersebut. Gambar 4 memperlihatkan perbedaan nilai spektral vegetasi air dan vegetasi non air untuk setiap band pada data SPOT-4 dan Landsat ETM+ 2000. Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan 2 hal utama, yaitu:

1. Nilai spektral band NIR dan SWIR untuk vegetasi air lebih tinggi dibandingkan dengan nilai vegetasi non air pada kedua data (SPOT dan Landsat)

2. Nilai spektral band Merah paling rendah, dan nilai tersebut relatif tidak berbeda antara objek vegetasi air dan vegetasi non air. Sehingga selisih nilai NIR dan Merah (NIR-Merah) untuk vegetasi air akan lebih tinggi dibandingkan vegetasi non air

Berdasarkan 2 hal tersebut diatas, maka dilakukan pembuatan komposit dengan menggunakan band-band baru yang mampu menampilkan nilai spektral dominan dari vegetasi air. Band baru adalah sebagai berikut.

Band 1 : NIR + SWIR

Band 2 : NIR

Band 3 : NIR - Merah

SPOT, 2010Landsat, 2000Landsat, 1990

Gambar 3. Data Landsat dan SPOT-4 setelah melalui tahapan koreksi dan normalisasi

Page 111: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

111Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 5 memperlihatkan perbandingan komposit RGB data Landsat dengan menggunakan berbagai band untuk identifikasi vegetasi air. Komposit RGB NIR-SWIR-Merah umumnya digunakan untuk mengidentifikasi hutan mangrove (vegetasi pada tanah berair/berawa), dimana nilai spektral mengandung informasi vegetasi dan air di bawahnya. Komposit RGB SWIR-NIR-Hijau umumnya digunakan untuk penampakkan pewarnaan alami (tanah berwarna merah, vegetasi berwarna hijau, dan air berwarna biru). Sedangkan komposit RGB yang terakhir adalah komposit RGB baru yang diperoleh berdasarkan analisis sampel nilai spektral dari vegetasi air dan vegetasi non air. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa vegetasi air mempunyai penampakan warna yang berbeda pada setiap komposit RGB. Vegetasi air pada komposit RGB baru ditampilkan dengan warna putih, yang berarti bahwa vegetasi air mempunyai nilai spektral yang tinggi pada setiap bandnya dibandingkan objek-objek lainnya. Perbandingan antara komposit RGB baru dengan komposit RGB lainnya, memperlihatkan bahwa komposit RGB baru lebih mampu menampilkan vegetasi air secara tegas dan terpisah dari penutup lahan lainnya. Sehingga komposit RGB baru akan digunakan untuk mengidentifikasi sebaran vegetasi air di Danau Limboto.

0

20

40

60

80

100

120

140

0 1 2 3 4 5 6 70

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5

Nila

i spe

ktra

l (-)

Band (-) Band (-)

SPOT data Landsat data

Vegetasi

Vegetasi air

Vegetasi

Vegetasi air

Vegetasi air :

1. Band NIR dan SWIR à lebih tinggi

2. Band merah relatif tidak berubah

HijauMerah

NIR

SWIRHijau

Merah

NIR

SWIR

Komposit

BAND 1 : NIR+SWIRBAND 2 : NIRBAND 3 : NIR-RED

Gambar 4. Perbedaan nilai spektral vegetasi air dan vegetasi non air setiap band pada data SPOT-4 dan Landsat

Berdasarkan hasil survei lapangan, diperkirakan bahwa warna putih tebal pada vegetasi air berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan yang tinggi yang disebabkan vegetasi air tersebut masih cukup mendapatkan air (tumbuh diatas air atau pada tanah yang basah yang masih menjadi bagian danau), sedangkan warna putih tipis berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan rendah karena vegetasi air kurang mendapat air dari bagian bawahnya (tanah telah mengering dan bukan menjadi bagian danau). Berdasarkan hal tersebut maka deliniasi dengan memperhatikan vegetasi air dilakukan pada batas vegetasi air dengan warna putih tebal. Hasil deliniasi secara visual luas permukaan air danau dengan dan tanpa memperhatikan sebaran vegetasi air untuk data Landsat TM 1990 diperlihatkan pada Gambar 6.

Page 112: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

112 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Komposit baruRED : NIR+SWIRGREEN : NIRBLUE : NIR-Merah

Komposit standarRED : SWIRGREEN : NIRBLUE : Hijau

Vegetasi air

Komposit standarRED : NIRGREEN : SWIRBLUE : Merah

Gambar 5. Perbandingan komposit RGB data Landsat untuk identifikasi vegetasi air

Batas permukaan danau denganmempertimbangkan vegetasi air

Batas permukaan danau tanpamempertimbangkan vegetasi air

Gambar 6. Batas permukaan air danau dengan dan tanpa vegetasi air menggunakan data Landsat

Verifikasi dan Implementasi Metode

Verifikasi terhadap hasil deliniasi luas permukaan air danau dilakukan dengan membandingkan hasil deliniasi yang diperoleh dengan data satelit resolusi tinggi IKONOS. Gambar 7 memperlihatkan data SPOT-4 dan data IKONOS, terlihat bahwa kedua data mempunyai penampakan yang mirip (terutama sebaran vegetasi airnya) yang berarti tanggal perekaman kedua data sangat berdekatan (walaupun tidak diketahui secara pasti bulan perekaman data IKONOS), sehingga kedua data dapat dibandingkan.

Gambar 8 memperlihatkan perbandingan hasil deliniasi batas permukaan air danau tanpa memperhatikan vegetasi air (garis putih) menggunakan data SPOT dan hasil deliniasi batas permukaan air danau menggunakan data IKONOS (garis biru), kemudian kedua hasil tersebut dioverlay-kan di atas data IKONOS. Terlihat bahwa garis batas tanpa vegetasi air (garis putih) berbeda sangat jauh dengan batas yang dibuat dari data IKONOS, hal ini disebabkan resolusi spasial SPOT-4 yang lebih rendah (20 m) sehingga tidak dapat mengidentifikasi adanya air diantara vegetasi air yang terletak di pinggir danau, sedangkan IKONOS sangat detil sehingga dapat dengan mudah mengindentifikasi vegetasi air yang terletak di bagian dalam danau.

Page 113: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

113Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

(a) Data SPOT-4 (b) Data IKONOS

Gambar 7. Penampakkan data SPOT-4 dan IKONOS

Gambar 8. Perbandingan batas permukaan air danau tanpa vegetasi air dari data SPOT (garis putih) dan batas permu-kaan air danau dari data IKONOS (atas) pada citra IKONOS

Gambar 9 memperlihatkan perbandingan hasil deliniasi batas permukaan air danau dengan vegetasi air (garis putih) menggunakan data SPOT dan dioverlaykan terhadap data IKONOS. Penampakkan pada data IKONOS memperlihatkan bahwa vegetasi air yang mempunyai tingkat kehijauan tinggi terpisahkan secara cukup akurat dari vegetasi air dengan tingkat kehijauan rendah. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa vegetasi air dengan tingkat kehijauan tinggi berada pada daerah yang berair atau tanah yang basah sehingga merupakan bagian dari luas permukaan air danau. Selanjutnya Tabel 2 memperlihatkan luas permukaan air danau dengan dan tanpa vegetasi air yang dipetakan dengan data SPOT-4, luas permukaan air danau yang dipetakan data IKONOS dan persentase selisih antara kedua luasan tersebut. Selisih antara luas danau dari IKONOS dan luas danau dari SPOT-4 dengan mempertimbangkan vegetasi air adalah 146 ha (sekitar 5,4%), sedangkan selisih dengan luas danau dari SPOT-4 tanpa vegetasi air adalah 574 ha (sekitar 22,5%). Sehingga dapat simpulkan bahwa penentuan luas permukaan air danau yang lebih akurat adalah dengan metode penentuan luas dengan mempertimbangkan sebaran vegetasi air.

Page 114: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

114 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 2. Perbandingan hasil luas permukaan air danau Limboto berdasar data 2010

luas danauberbasis SPoT luas danau berbasis IKonoS Persentase selisih

Dengan vegetasi air 2696 ha 2550 ha 5,7%

Tanpa vegetasi air 1976 ha 22,5%

Gambar 9. Batas permukaan air danau dengan vegetasi air dari data SPOT, yang ditampilkan diatas data SPOT (kiri) dan data IKONOS (kanan)

Metode penentuan luas permukaan air danau diterapkan untuk memantau perubahan luas danau Limboto selama periode 1989-2010. Pemantauan dilakukan pada musim yang sama (musim hujan) dengan menggunakan data Landsat TM/ETM+ multi temporal untuk bulan April tahun 1989, 2000, 2002 dan data SPOT untuk bulan Mei tahun 2010. Hasil penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa pemantauan sebaiknya dilakukan pada

waktu dan musim yang sama (Trisakti et al., 2011). Gambar 10 memperlihatkan perubahan luas permukaan air danau Limboto selama periode 1989-2010. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut dapat diketahui bahwa luas permukaan air danau Limboto mengalami tren yang semakin menurun. Tren ini sesuai dengan informasi yang dipublikasi melalui laporan atau website yang melaporkan bahwa luasan danau Limboto semakin menurun. Hasil perhitungan luas permukaan air danau diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan luas permukaan air Danau Limboto tahun 1989 - 2010

Tahun 1989 2000 2002 2010

Luas (Km2) dengan veg-etasi air

43.6 41.5 37.3 27

0

10

20

30

40

50

1989 2000 2002 2010

Luas

(Km

2 )

Dengan vegetasi airTanpa vegetasi airDengan vegetasi airTanpa vegetasi air

Gambar 10. Perubahan luas permukaan air danau selama periode 1989-2010

Page 115: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

115Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Kajian metode untuk menentukan luas permukaan air danau dilakukan dengan menggunakan data yang berbeda waktu dan sensor (Landsat TM/ETM+dan SPOT-4), beberapa kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

• Standarisasi koreksi data orthorektifikasi dan radiometrik perlu dilakukan untuk menghilangkan kesalahan posisi dan mengurangi perbedaan nilai spektral piksel pada objek yang sama akibat perbedaan waktu dan sensor perekaman, sehingga pemetaan batas permukaaan air danau dapat dilakukan secara konsisten dan akurat.

• Komposit RGB (Red: NIR+SWIR, Green: NIR, Blue: NIR-Merah) baru yang diperoleh berbasis pengambilan sampel nilai spektral dapat digunakan untuk memisahkan vegetasi air dan vegetasi non-air secara lebih tegas, dibandingkan komposit RGB yang umum digunakan.

• Verifikasi dengan data IKONOS dan hasil survei lapangan menunjukkan bahwa batas permukaan air danau dengan memperhatikan sebaran vegetasi air lebih akurat, dengan selisih luas permukaan air danau terhadap citra referensi (IKONOS) sebesar 5%.

• Hasil pemantauan terhadap luas permukaan air danau Limboto memperlihatkan bahwa luasan danau mengalami tren yang semakin menurun (43,6 Km2 menjadi 27 Km2)selama periode 1989-2010.

Page 116: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

116 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

Brezonik P.L., Kloiber S.M., Olmanson L.G., and Bauer, M.E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake

Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002.

Carolita I., Trisakti B., Susanto, Nugroho G., dan Khrisna, Pengembangan Model Pemanfaatan Data

Penginderaan Jauh untuk Debit dan Erosi di Daerah Aliran Sungai, Laporan akhir kegiatan 2012, Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, Pusfatja, LAPAN

Fahmudin A. dan Widianto, 2004, Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor, Indonesia.

Firman M., 2006, Studi Konservasi Danau Limboto Kabupaten Gorontalo, Master Thesis, Civil Engineering, ITB, Bandung

Irma Kusmawati, 2006, Pendugaan Erosi Dan Sedimentasi Dengan Menggunakan Model Geowepp (Studi

Kasus Das Limboto, Propinsi Gorontalo), Thesis, Institut Teknologi Bandung Program Studi Teknik Sumber Daya Air.

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

Liu J., Hirose T., Kapfer M. and Bennett J., 2007, Operational Water Quality Monitoring over Lake Winnipeg

Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 – November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada

Li R. and Li J., 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring: An Overview, International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), 893-901

Mostafa M.M. and Soussa H.K., 2006, Monitoring of Lake Nasser Using Remote Sensing and GIS Techniques, ISPRS Commission VII Mid-term Symposium “Remote Sensing: From Pixels to Processes”, Enschede, the Netherlands. 8-11 May 2006

Suzanne F., 2009, General guidelines for registering Landsat TM coverage to the rectifiction base and

performing the BRDF Correction, INCAS Project

Suzanne F. and Wu X., 2009, General guidelines for Terrain Correction of Landsat TM Images, INCAS Project

Trisakti B., Parwati, dan Budhiman S., 2004, The Study Of MODIS Aqua Data For Mapping TSM In Coastal

Water Usingthe Approach Of Landsat 7 ETM Data, International Journal of Remote Sensing and Earth Science, International Society of Remote Sensing and Sciences IReSES. Vol 2.

Trisakti B., Susanto, Suwargana N., Julzarika A. dan Nugroho G., 2011, Pengembangan Model Pemanfaatan

Data Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Danau, Laporan akhir kegiatan 2011, Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, Pusfatja, LAPAN

Trisakti B. dan Nugroho G., 2012, Standarisasi Koreksi Data Satelit Multiwaktu dan Multisensor (Landsat TM/

ETM+ dan SPOT-4), Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, Vo. 9, No. 1, Juni 2012.

Page 117: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

117Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEManTauan PERuBahan KualITaS Danau SElaMa PERIoDE 1990-2011 MEnggunaKan CITRa SaTElIT MulTI TEMPoRal *

Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Gagat Nugroho

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Program nasional penyelamatan danau 2010-2014 telah menetapkan 15 danau prioritas yang perlu segera dipulihkan dan dijaga kelestariannya. Kegiatan ini bertujuan untuk memantaua perubahan luas permukaan air danau dan sebaran vegetasi air di danau Limboto, Tondano dan Tempe selama periode 1990-2011 dengan citra satelit multi temporal Landsat dan SPOT-4. Ketiga danau tersebut adalah danau prioritas di Pulau Sulawesi yang bermasalah dengan tingginya sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan danau, yang selanjutnya berpengaruh terhadap penurunan volume air danau Metode pemantauan yang digunakan telah dibangun pada penelitian sebelumnya, yaitu: melakukan standarisasi data, identifikasi vegetasi air dengan komposit citra dan pemetaan luas permukaan air danau dengan mempertimbangkan sebaran vegetasi air. Hasil pemantauan luas permukaan air danau selama periode 1990-2011 menunjukkan bahwa, Danau Limboto dan Danau Tempe mempunyai kecenderungan luas yang semakin menurun dan sebaran vegetasi air yang semakin meningkat. Sementara Danau Tondano mempunyai luas permukaan air yang relatif tidak terlalu berubah, tetapi terjadi peningkatan sebaran vegetasi air.

Kata kunci : Danau prioritas, Luas permukaan air danau, sebaran vegetasi air, citra satelit multi temporal

* Dipublikasi pada Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI 2012, Bogor 16 Juli 2012

Page 118: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

118 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) menyatakan bahwa, ekosistem danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, menyuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain. Tetapi dewasa ini banyak danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan di wilayah DAS danau, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Oleh karena sangat diperlukan usaha pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pemulihan agar kualitas danau dapat tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh masyakat sekitarnya.

Pemantauan lingkungan danau di Indonesia perlu segera dilakukan karena selama ini telah banyak danau mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang sebagian besar diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian maupun menjadi penggunaan lahan lainnya: permukiman, industri dan pertambangan. Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah DAS mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan di danau, waduk dan sungai.

Sebagai contoh adalah semakin meningkatnya konsentrasi sedimen tersuspensi di perairan danau, yang mengakibatkan penyempitan danau dan berkurangnya produksi perikanan di danaut tersebut. Salah satu danau yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan menjadi salah satu prioritas pemerintah adalah Danau Limboto di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan data dari KNLH, masalah yang dihadapi oleh Danau Limboto adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok yang cepat, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) bertambahnya kerawanan banjir. Luas dan kedalaman danau ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh telah dilakukan untuk memetakan luas permukaan air danau (Firman, 2006) dan tingkat kekeruhan perairan yang merupakan penyebab utama terjadinya pendangkalan dan penyempitan luas permukaan air danau (Liu et al., 2007; Trisakti et al., 2004). Pemantauan perubahan permukaan air danau membutuhkan data satelit multi temporal yang berbeda waktu, dimana pemenuhan kebutuhan data temporal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan data satelit dari sensor yang sama atau dari sensor yang berbeda. Penggunaan data yang berbeda waktu dan berbeda sensor memerlukan standarisasi data untuk menghasilkan informasi yang konsisten dan akurat. Pada penelitian sebelumnya (Trisakti et al., 2011) telah melakukan standarisasi koreksi data dan membangun model penentuan luas permukaan air danau dengan mempertimbangkan distribusi vegetasi air dipermukaan air danau, luas permukaan air yang dihasilkan mempunyai selisih sebesar 5% dengan luas permukaan air danau yang dihasilkan dengan data resolusi sangat tinggi (IKONOS).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengimplementasikan model penentuan luas danau yang telah dikembangkan oleh Trisakti et al. (2011) untuk memantau perubahan luas permukaan air danau dengan menggunakan data multitemporal dan multisensor, yaitu data Landsat dan SPOT-4 tahun 1989-2000. Pemantauan dilakukan pada 3 danau prioritas di pulau Sulawesi, yaitu: danau Limboto, Tondano dan Tempe.

Page 119: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

119Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi penelitian adalah Danau Limboto, Danau Tondano dan Danau Tempe di pulau Sulawesi, yang diperlihatkan pada Gambar 1. Danau-danau ini dipilih karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:

• Merupakan danau yang termasuk dalam 15 danau program pengelolaan danau prioritas tahun 2010-2014. Dengan permasalah utama adalah pendangkalan dan penyempitan, serta penyebaran vegetasi air

• Ketersediaan data satelit multi temporal selama periode 1989-2011, yang dapat digunakan untuk melihat perubahan luas permukaan air danau.

Data yang digunakan adalah data satelit Landsat TM/ETM dan data satelit SPOT 4 multi temporal selama periode 1989 – 2011. Setiap danau kajian (Limboto, Tondano dan Tempe) menggunakan 4 data satelit yang berbeda tahun perekaman, sehingga dapat dilihat perubahan yang terjadi selama periode tersebut.

Danau Tondano

Danau Tempe

Danau Limboto

Gambar 1. Danau Limboto, Tondano dan Tempe di pulau Sulawesi

Metode Penelitian

Diagram alir dari kegiatan diperlihatkan pada Gambar 2. Proses standarisasi data dengan melakukan koreksi geometrik dan radiometrik. Data Landsat dikoreksi ortho dan radiometrik menggunakan proses pengolahan

yang digunakan dalam program Indonesia Carbon Accounting System yang mengacu pada metode yang sudah diterapkan di Australia (Suzanne, 2009; Suzzane dan Wu, 2009), sedangkan SPOT-4 dilakukan secara manual. Metode koreksi yang dilakukan, secara detil dijelaskan pada Trisakti et al.(2011).

Page 120: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

120 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Citra Satelit Multi Temporal (Landsat, SPOT)

Pembuatan komposit warna

Koreksi data citra (Ortho dan radiometrik)

Distribusi vegetasi air

Batas permukaan air danau

Analisis data Multi temporal

Perubahan luas perrmukaan air danau

Gambar 2. Diagram alir dari kegiatan penelitian Kualitas air danau

Pemetaan luas permukaan air danau dilakukan dengan identifikasi sebaran vegetasi air, dan melakukan deliniasi batas permukaan air danau dengan memperhatikan vegetasi air tersebut. Identifikasi vegetasi air dilakukan dengan menggunakan komposit RGB (R=NIR+SWIR, G=NIR, B=NIR-Red), dimana vegetasi air berwarna putih dan dapat dibedakan secara lebih tegas dibandingkan vegetasi di sekitarnya Trisakti et al. (2011). Berdasarkan hasil survei lapangan, warna putih tebal pada vegetasi air berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan yang tinggi yang disebabkan vegetasi air tersebut masih cukup mendapatkan air (tumbuh diatas air atau pada tanah yang basah yang masih menjadi bagian danau), sedangkan warna putih tipis berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan rendah karena vegetasi air kurang mendapat air dari bagian bawahnya (tanah telah mengering dan bukan menjadi bagian danau). Deliniasi batas permukaan air danau dilakukan dengan memasukan vegetasi air dengan warna putih tebal.

Selanjutnya dilakukan pemantauan permukaan air danau dengan menggunakan data satelit Landsat dan SPOT 4, dan melakukan perhitungan perubahan luasan permukaan air danau Limboto, danau Tondano dan danau Tempe selama periode 1989-2011.

3. haSIl Dan PEMBahaSan

Naik turunnya permukaan air danau sangat berfluktuasi dari musim ke musim karena dipengaruhi curah hujan. Hal ini telah dibuktikan pada hasil pemantauan luas permukaan air danau selama periode 2002-2003, dimana luas permukaan air danau Limboto berfluktuasi selama 1 tahun yang berkesesuaian dengan fluktuasi curah hujan (Trisakti et al., 2011). Sehingga pemantauan luas permukaan air danau perlu dilakukan pada kondisi musim yang sama.

Hasil deliniasi batas permukaan air Danau Limboto di Provinsi Gorontalo selama periode tahun 1989-2010 diperlihatkan pada Gambar 3. Deliniasi batas permukaan air dilakukan dengan mempertimbangkan vegetasi air. Perubahan luas permukaan air danau Limboto selama periode 1989-2010 diperlihatkan pada Tabel 1.

Page 121: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

121Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Berdasarkan hasil pemantauan tersebut dapat diketahui bahwa luas permukaan air Danau Limboto dengan mempertimbangkan sebaran vegetasi air mengalami kecenderungan luas yang semakin menurun. Penurunan luas permukaan air danau selama periode 1989-2002, terjadi dengan rata-rata penurunan sebesar 0,48 Km2/tahun. Sedangkan penurunan luas permukaan air danau terjadi sangat signifikan pada periode 2002-2010, dengan rata-rata penurunan sebesar 1,29 Km2/tahun. Adanya kecenderungan penurunan luasan danau Limboto ini sesuai dengan Informasi yang telah dipublikasi melalui website dan laporan (Firman, 2006) yang menyatakan bahwa luas Danau Limboto semakin menurun dari tahun ke tahun.

Selain perubahan luasan permukaan air, perlu juga diperhatikan pertambahan sebaran vegetasi air di danau Limboto. Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa penyebaran vegetasi air (seperti: eceng gondok) yang terlihat berwarna putih dengan menggunakan komposit warna RGB (R=NIR+SWIR, G=NIR, B=NIR-Red), semakin bertambah dari tahun ketahun. Pada atahun 2010, vegetasi air sudah menyebar ke bagian tengah danau Limboto.

26 April 1989 8 April 2000

14 April 2002 7 Mei 2010

Gambar 3. Batas permukaan air Danau Limboto selama periode 1989-2010

Page 122: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

122 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 1. Perubahan luas permukaan air Danau Limboto tahun 1989 – 2010

Tahun 1989 2000 2002 2010

Luas (Km2) dengan vegetasi air 43,6 41,5 37,3 27

Hasil deliniasi batas permukaan air Danau Tondano di provinsi Sulawesi Utara selama periode tahun 1990-2011 diperlihatkan pada Gambar 4, sedangkan perubahan luas permukaan air danau Tondano selama periode 1989-2010 diperlihatkan pada pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pemantauan diketahui bahwa bentuk dan luas permukaan air Danau Tondano relatif tidak berubah, dengan luas sebesar 46-47 km2. Sebaran vegetasi air tidak teridentifikasi pada tahun 1990 dan 2001, tapi mulai terlihat berkembang di wilayah outlet (bagian atas) danau pada tahun 2003 dan semakin menyebar di wilayah inlet danau dan perairan pinggir danau yang merupakan lokasi keramba budidaya pada tahun 2011.

Berdasarkan hasil diskusi dengan institusi terkait saat survei lapangan dan informasi yang dipublikasi di website, permasalahan utama dari danau Tondano adalah pendangkalan danau akibat sedimentasi dan semakin banyaknya penyebaran vegetasi air di danau. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume air danau yang berakibat pada terganggunya produksi listrik dari PLTA yang memanfaatkan air danau Tondano. Selanjutnya penyebaran vegetasi air yang semakin bertambah mengakibatkan terganggunya keindahan danau dan usaha budidaya perikanan. Data penginderaan jauh mempunyai peranan yang penting untuk melihat pengaruh perubahan lahan di daerah tangkapan air danau (catchment area) terhadap tingginya sedimentasi yang masuk ke dalam danau. Sehingga selain pemantauan luasan danau dan sebaran vegetasi air, maka data satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau perubahan lahan yang terjadi di daerah tangkapan air (catchment area) danau Tondano. Yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui besarnya konversi lahan yang terjadi sebagai masukan bagi intasi terkait.

10 Desember1990 14 November 2001

20 Januari 2003 4 Maret 2011

Gambar 4. Batas permukaan air Danau Tondano selama periode 1990-2011

Page 123: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

123Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 2. Perubahan luas permukaan air Danau Tondano tahun 1990 – 2011

Tahun 1990 2000 2003 2011

Luas (Km2) dengan vegetasi air 46,51 46,65 46,87 46,70

Hasil deliniasi batas permukaan air Danau Tempe di Provinsi Sulawesi Selatan selama periode tahun 1989-2011 diperlihatkan pada Gambar 5, sedangkan perubahan luas permukaan air danau Tempe selama periode 1989-2010 diperlihatkan pada pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, luas permukaan air Danau Tempe mengalami penurunan luas permukaan yang sangat besar dibandingkan penurunan yang terjadi pada Danau Limboto. Penurunan luas permukaan air danau selama periode 1989-2010, terjadi dengan rata-rata penurunan sebesar 1,48 Km2/tahun.

Sebaran vegetasi air di Danau Tempe sangat cepat dibandingkan dengan dua danau lainnya. Vegetasi air sudah teridentifikasi dari tahun 1989, dan semakin berkembang pada tahun 2000. Selanjutnya vegetasi air tersebut sudah menutupi sebagian besar permukaan air Danau Tempe, yang dapat diamati pada data satelit tahun 2005 dan 2010.

Tabel 3. Perubahan luas permukaan air Danau Tempe tahun 1989 – 2010

Tahun 1989 2000 2005 2010

Luas (Km2) dengan vegetasi air 224,94 203,03 165,34 151,94

1 April 1989 15 April 2000

12 Maret 2005 25 April 2010

Gambar 5. Batas permukaan air Danau Tempe selama periode 1989-2010

Page 124: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

124 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Pemantauan luas permukaan air danau dan sebaran vegetasi Danau Limboto, Tondano dan Tempe di Pulau Sulawesi dilakukan dengan menggunakan data satelit multi temporal dan multi sensor (Data Landsat dan SPOT-4), beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah:

• Luas permukaan air danau Limboto mengalami penurunan selama periode 1989-2010 dengan rata-rata penurunan 0,48km2 (1989-2002) dan 1,29 km2 (2002-2010). Vegetasi air semakin meluas dan menyebar ke bagian tengah danau

• Luas permukaan air danau Tondano relatif tidak berubah selama periode 1990-2011, tetapi sebaran vegetasi air meningkat pada tahun 2011, terutama pada bagian inlet dan outlet danau, serta dipinggir danau yang berdekatan dengan lokasi keramba untuk budidaya perikanan.

• Luas permukaan air danau Tempe mengalami penurunan selama periode 1989-2010 dengan rata-rata penurunan 1.48km2. Vegetasi air semakin meluas dan menyebar menutupi hampir seluruh permukaan air danau Tempe

DafTaR PuSTaKa

Fahmudin A. dan Widianto, 2004, Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor. Indonesia

Firman M., 2006, Studi Konservasi Danau Limboto Kabupaten Gorontalo, Master Thesis, Civil Engineering, ITB

Liu J., Hirose T., Kapfer M., dan Bennett J., 2007, Operational Water Quality Monitoring over Lake Winnipeg

Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing, October 28 – November 1, 2007. Ottawa, Ontario, Canada.

Suzanne F., 2009, General guidelines for registering Landsat TM coverage to the rectifiction base and

performing the BRDF Correction, INCAS Project

Suzanne F. and Wu X., 2009, General guidelines for Terrain Correction of Landsat TM Images, INCAS Project

Trisakti B., Parwati, dan Budhiman S., 2004, The Study Of MODIS Aqua Data For Mapping TSM In Coastal

Water Using the Approach Of Landsat 7 ETM Data, International Journal of Remote Sensing and Earth Science, International Society of Remote Sensing and Sciences IReSES. Vol 2

Trisakti B., Susanto, Suwargana N., Julzarika A. dan Nugroho G., 2011, Pengembangan Model Pemanfaatan

Data Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Danau, Laporan akhir kegiatan 2011, Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, Pusfatja, LAPAN

Page 125: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

125Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEManTauan KualITaS Danau lIMBoTo BERBaSIS DaTa lanDSaT Dan SPoT 4 SElaMa PERIoDE 1989-2010 *

Nana Suwargana dan Susanto

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Sebagai media penyokong daya tampung air, danau mempunyai peranan penting sebagai pengatur irigasi, pembangkit tenaga listrik, pertanian, pariwisata dan perikanan. Konversi lahan dan polusi yang terjadi di daerah aliran sungai mengakibatkan terjadinya permasalahan di danau, seperti: kekeruhan, penurunan kualitas air hingga pendangkalan karena sedimentasi. Data satelit multitemporal dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan memantau kondisi kualitas air danau. Pada penelitian ini, dikaji metode untuk mengidentifikasi pemantauan sedimen tersuspensi TSM (Total Suspended Matter) di perairan danau menggunakan citra Landsat dan SPOT-4 tahun 1989-2010. Lokasi kajian adalah Danau Limboto, Provinsi Gorontalo. Metoda model pemantauan dilakukan dengan cara kualitatif menggunakan algoritma TSM (Trisakti et al, 2004) berbasis panjang gelombang pada band hijau (range 0.5-0.6 µm). Informasi yang dihasilkan menunjukkan bahwa fluktuasi curah hujan bulanan berpengaruh terhadap penentuan naik turunnya permukaan dan kualitas air (TSM) danau, sehingga pemantauan sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan vegetasi air (vegetasi air diindentifikasi dengan menggunakan RGB komposit (Red:NIR+SWIR, Green:NIR, B:NIR-Red)) dan persamaan musim. Selama periode 1989 – 2010 kualitas air (TSM) Danau Limboto terpantau menurun, bila menurunnya permukaan air danau akan semakin sempit dan tingkat sedimentasi juga akan semakin tinggi.

Kata kunci: Landsat, sedimentasi danau, multitemporal, SPOT-4.

* Dipublikasi pada Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI 2012, Bogor 16 Juli 2012

Page 126: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

126 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Dewasa ini banyak danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan di wilayah DAS danau, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) menyatakan bahwa, ekosistem danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, menyuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain. Oleh karena itu dengan melihat kondisi yang ada, maka perlu dilakukan usaha pencegahan agar pemulihan kualitas danau dapat tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh masyakat sekitarnya.

Pemantauan lingkungan danau di Indonesia perlu dilakukan pengamatan secara dini karena selama ini telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang sebagian besar diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian maupun menjadi penggunaan lahan lainnya seperti permukiman, industri dan pertambangan. Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Selanjutnya, keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah DAS mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan diwilayah sungai, waduk, danau, dan lain-lain. Wilayah tersebut merupakan sumber tenaga listrik, irigasi dan media untuk kehidupan habitat ikan yang hidup dialam bebas. Hal ini sangat penting, karena data lingkungan yang diperoleh dari studi kelayakan oleh beberapa konsultan pada tahun-tuhun yang lama tentunya sudah berubah banyak akibat perubahan rona lingkungan. Salah satu dari data lingkungan adalah semakin meningkatnya konsentrasi sedimen tersuspensi (Total Suspended Mater/TSM).

Pada umumnya sedimentasi terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik yang sebagian besar disebabkan karena pengikisan tanah atau erosi yang mana disebut TSM yang terbawa ke badan air. Pengamatan terhadap sebaran sedimentasi sering dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu perairan. Nilai sedimentasi yang tinggi menunjukan tingginya tingkat pencemaran. Berdasarkan PP Nomor 82 tahun 2001, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum adalah air dengan mutu kelas 1 (satu) atau memiliki <50 mg/l kandungan sedimentasi. Sedangkan air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, perternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut adalah air dengan mutu kelas IV (empat) atau memiliki <400 mg/l kandungan sedimentasi.

Salah satu danau yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan menjadi salah satu prioritas pemerintah adalah Danau Limboto di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan data dari KNLH, masalah yang dihadapi oleh Danau Limboto adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok yang cepat, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) bertambahnya kerawanan banjir. Luas dan kedalaman danau ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Teknik penginderaan jauh telah banyak digunakan untuk mengetahui kualitas perairan (tingkat kekeruhan/sedimentasi). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa tingkat kekeruhan perairan dapat dideteksi dengan menggunakan panjang gelombang visibel dan inframerah (0,4 - 0,9 μm). Tingkat kekeruhan perairan yang tidak terlalu tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan kisaran panjang gelombang warna hijau 0,52 - 0,56 μm (Woerd dan Pasterkamp, 2004), sedangkan tingkat kekeruhan perairan yang tinggi dideteksi dengan menggunakan panjang gelombang infra merah 0,7 - 0,9 μm.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji metode mengidentifikasikasi sedimentasi dan memantau perubahan distribusi TSM dengan menggunakan data secara multitemporal dan multisensor, yaitu data Landsat dan SPOT-4 tahun 1989-2000. Konsitensi data multitemporal dijaga dengan melakukan proses koreksi orthorektifikasi, radiometrik (Suzanne, 2009); Suzzane dan Wu, 2009).

Page 127: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

127Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

METoDologI

lokasi dan Data

Lokasi penelitian adalah danau Limboto diperlihatkan pada (Gambar 1), Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Kondisi Danau Limboto yang lebih detil diperlihatkan pada Gambar 2, dimana terpantau bahwa adanya vegetasi air yang tersebar di pinggir dan tengah danau. Berdasarkan laporan Departemen PU terdapat 21 jenis vegetasi air di Danau Limboto, tetapi secara umum vegetasi air yang tumbuh di Danau Limboto adalah tanaman eceng gondok dan sedikit kangkung yang digunakan masyarakat lokal dalam budidaya ikan (PU, 2006)

Gambar 1. Danau Limboto di Provinsi Gorontalo Gambar 2. Sebaran vegetasi air di Danau Limboto

Kondisi Danau Limboto yang lebih detil diperlihatkan pada Gambar 4-2, dimana terpantau bahwa adanya vegetasi air yang tersebar di pinggir dan tengah danau. Berdasarkan laporan Departemen PU terdapat 21 jenis vegetasi air di Danau Limboto, tetapi secara umum vegetasi air yang tumbuh di Danau Limboto adalah tanaman eceng gondok dan sedikit kangkung yang digunakan masyarakat lokal dalam budidaya ikan (PU, 2006)

Data yang digunakan terdiri dari:

1. Data Landsat TM/ETM yang diakuisisi tanggal 25 Desember 1989, 17 Oktober 2000, dan 14 April 2002,

2. Data SPOT 4 tanggal 7 Mei 2010.

3. Data luas Danau Limboto hasil pengukuran lapangan yang dipublikasi pada website (Firman,2006)

Metode Penelitian

Proses kegiatan dibagi menjadi 2 tahapan utama, yaitu: Tahap penyiapan data terdiri koreksi geometrik dan radiometrik dan serta pemantauan kualitas danau. Diagram alir dari seseluruhan kegiatan diperlihatkan pada

Gambar 3. Data Landsat dikoreksi ortho dan radiometrik (koreksi jarak dan sudut matahari, koreksi Bidirectional

Reflectance Distribution Function dan koreksi terain) menggunakan proses pengolahan yang digunakan dalam

program Indonesia Carbon Accounting System yang mengacu pada metode yang sudah diterapkan di Australia

Page 128: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

128 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

(Suzanne, 2009; Suzzane dan Wu, 2009), sedangkan SPOT-4 dilakukan secara manual. Koreksi untuk citra SPOT

meliputi koreksi ortho dan koreksi matahari. Koreksi ortho dilakukan dengan mengunakan titik control point

(CP) XYZ dari citra acuan (data Landsat ortho) dan Digital Elevation Model (DEM) Shuttle Radar Topography Mission (SRTM).

Citra Satelit Multi Temporal (Landsat, SPOT)

Kualitas Air Danau, TSM (1989-2010)

Deteksi vegetasi air

Pembuatan komposit

Pemetaan batas dan luas danau Pemetaan TSM

Analisis dan verifikasi

Koreksi geometrik/radiometrik

Gambar 3. Diagram alir dari kegiatan penelitian Kualitas air danau

Pemantauan tingkat kekeruhan permukaan air danau dilakukan dengan secara kualitatif dengan menggunakan

model algoritma ekstraksi TSM (Total Suspended Matter) yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Ekstraksi TSM dilakukan dengan menggunakan algoritma TSM (Trisakti et al, 2004) berbasis panjang gelombang pada band hijau (range 0.5-0.6 µm), dimana persamaan yang digunakan diperlihatkan dibawah.

TSM = 1.0585 e1.3593Xwoerd

Xwoerd =-0.53R+0.001

0.03R-0.059, R = Reflektansi Band Green

Selanjutnya melakukan pemantauan perubahan tingkat kekeruhan air danau menggunakan citra multi temporal 1989 - 2010.

Page 129: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

129Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

haSIl Dan PEMBahaSan

Hasil survei dan diskusi dengan Bappeda setempat diperoleh informasi bahwa naik turunnya permukaan air danau sangat berfluktuasi dari musim ke musim karena dipengaruhi curah hujan. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun Jalaludin Garontalo selama periode 1993-2009 menunjukkan bahwa besarnya curah hujan (Gambar 4) berkorelasi lurus dengan fluktuasi naik turunnya permukaan air danau. Curah hujan tertinggi terjadi antara bulan April-Mei, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Agustus-September.

0

30

60

90

120

150

180

Janua

ri

Febru

ari

Maret

April

Mei Ju

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desem

ber

Rata-rata curah hujan Stasiun Jalaluddin selama periode 1993-2009

Rat

a-ra

ta c

urah

huj

an (m

m)

Bulan (-)

Gambar 4. Fluktuasi curah hujan di stasiun Jalaluddin (Kab. Limboto) selama periode 1993-2009

Hasil deliniasi naik turunnya permukaan Danau Limboto selama periode tahun 1989-2010 diperlihatkan pada Gambar 5. Deliniasi dilakukan dengan (garis biru) dan tanpa (garis merah) mempertimbangkan vegetasi air. Sedangkan perubahan naik turunnya permukaan air danau selama periode 1989-2010 diperlihatkan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut dapat diketahui bahwa kondisi permukaan air Danau Limboto mengalami tren yang semakin menurun.

Page 130: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

130 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

26 April 1989

Dengan vegetasi air

tanpa vegetasi air

8 April 2000

14 April 2002 7 Mei 2010

Gambar 5. Hasil deliniasi naik turunnya permukaan danau selama periode 1989-2010

0

10

20

30

40

50

1989 2000 2002 2010

Luas

(Km

2 )

Dengan vegetasi airTanpa vegetasi airDengan vegetasi airTanpa vegetasi air

Gambar 6. Perubahan luas permukaan air danau selama periode 1989-2010

Page 131: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

131Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pemantauan tingkat kekeruhan air Danau Limboto dilakukan dengan melihat tren perubahan distribusi nilai TSM yang menggambarkan tingkat partikel yang tersuspensi di tubuh air. TSM diekstrak dari data citra satelit dengan menggunakan algoritma penelitian sebelumnya (Trisakti et. al, 2004) yang memanfaatkan gelombang elektromagenetik pada range gelombang hijau. Pemantauan TSM dilakukan dengan menggunakan citra satelit multi temporal selama periode 1989-2010. Pengaruh curah hujan yang mengakibatkan fluktuasi volume air danau diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya fluktuasi pada nilai TSM. Hipotesisnya adalah semakin besar volume air danau maka semakin kecil konsentrasi TSM persatuan unit volume air.

25 Desember 1989 17 Oktober 2000

7 Mei 2010

Tingkat TSM

Rendah Tinggi

Gambar 7. Pemantauan sebaran TSM menggunakan citra 2 musim

Untuk melihat pengaruh musim (kondisi curah hujan) terhadap konsentrasi TSM maka dilakukan pemantauan sebaran TSM menggunakan citra 2 musim (hujan dan kemarau) seperti Gambar 7, dan pemantauan sebaran TSM menggunakan citra satu musim (musim hujan) seperti Gambar 8. Dari Gambar 7 terlihat bahwa konsentrasi TSM rendah pada bulan Desember 1990 dan Mei 2010 (musim hujan dengan curah hujan tinggi, lihat Gambar

Page 132: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

132 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

4), tetapi sangat tinggi pada bulan Oktober 2000 (musim kemarau dengan kondisi hujan rendah, lihat Gambar 5). Sedangkan dari Gambar 5-22 terlihat bahwa kosentrasi TSM mempunyai tren bertambah selama periode 1990-2010, konsentrasi TSM rendah pada Desember 1990, semakin bertambah pada April 2002 dan semaking meningkat dengan cukup signifikan pada Mei 2010. Skala pewarnaan berbeda antara Gambar 7 dan 8.

Tren pada Gambar 8 lebih sesuai dengan informasi-informasi yang dipublikasi melalui laporan atau website yang melaporkan bahwa kualitas air Danau Limboto semakin menurun.

25 Desember 1989 14 April 2002

7 Mei 2010

Tingkat TSM

Rendah Tinggi

Gambar 8. Pemantauan sebaran TSM menggunakan citra 1 musim

Page 133: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

133Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Kajian metode untuk pemantauan kualitas danau (sebaran sedimentasi) menggunakan citra satelit multi temporal dan multi sensor (Data Landsat dan SPOT), dapat disimpulkan bahwa:

• Fluktuasi curah hujan bulanan yang berbeda berpengaruh terhadap penentuan naik turunnya permukaan dan kualitas air danau, sehingga pemantauan sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan vegetasi air (vegetasi air diindentifikasi dengan menggunakan RGB komposit (Red:NIR+SWIR, Green:NIR, B:NIR-Red)) dan persamaan musim.

• Kualitas air TSM Danau Limboto terpantau menurun (menurunnya permukaan air danau akan semakin sempit dan tingkat sedimentasi juga akan semakin tinggi) selama periode 1989 – 2010.

Page 134: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

134 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

Asdak, C., 2007, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta, Gajah Mada University Press

Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake

Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002

Fahmuddin Agus, 2007, Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air, Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007, Jakarta

Hardaningrum F., Taufik M., dan Muljo B., 2005, Analisis Genangan Air Hujan Di Kawasan Delta Dengan

Menggunakan Penginderaan Jauh Dan SIG, PIT MAPIN XIV, Surabaya.

Irma Kusmawati, 2006, Pendugaan Erosi Dan Sedimentasi Dengan Menggunakan Model Geowepp (Studi

Kasus Das Limboto, Propinsi Gorontalo), Thesis, Institut Teknologi Bandung Program Studi Teknik Sumber Daya Air.

Jiangui Liu, Tom Hirose, Mark Kapfer and John Bennett, 2007, Operational Water Quality Monitoring Over

Lake Winnipeg Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 – November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada

Mohammad Firman, 2006, Studi Konservasi Danau Limboto Kabupaten Gorontalo, Master Thesis, Civil Engineering, ITB

Mostafa M.M. and Soussa H. K., 2006, Monitoring Of Lake Nasser Using Remote Sensing And Gis Techniques, ISPRS Commission VII Mid-term Symposium “Remote Sensing: From Pixels to Processes”, Enschede, the Netherlands, 8-11 May 2006

Pratisto A. dan Danoedoro P., 2008, Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respond Debit Dan

Bahaya Banjir (Studi Kasus Di DAS Gesing, Purworejo Berdasarkan Citra Landsat TM Dan ASTER VNIR), PIT MAPIN XVII, Bandung

Suroso dan Susanto H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran

Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol.3, No.2.

Suzanne F., 2009, General guidelines for registering Landsat TM coverage to the rectifiction base and

performing the BRDF Correction, INCAS Project

Suzanne F. and Wu X., 2009, General guidelines for Terrain Correction of Landsat TM Images, INCAS Project

Ruiqiu Li and Jonathan Li, 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring:

An Overview, International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), 893-901

Trisakti B., Parwati, dan Budhiman S., 2004, The Study Of MODIS Aqua Data For Mapping TSM In Coastal

Water Usingthe Approach Of Landsat 7 ETM Data, International Journal of Remote Sensing and Earth Science, International Society of Remote Sensing and Sciences IReSES. Vol 2.

Page 135: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

135Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

MoDEl PEManTauan luaS Danau Dan BERKEMBangan ECEng gonDoK BERBa SIS DaTa PEngInDERaan Jauh DI Danau TEMPE SulaWESI SElaTan *

Nana Suwargana

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Dewasa ini banyak danau di Indonesia telah mengalami penurunan kualitas yang sebagian besar diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan di daerah tangkapan air atau daerah sempadan danau. Salah satunya adalah Danau Tempe di Provinsi Sulawesi Selatan, yang mempunyai permasalahan dengan pendangkalan dan perkembangan biakan eceng gondok yang tidak terkendali. Pada kegiatan ini dilakukan pemetaan sebaran eceng gondok serta analisis perubahan luas eceng gondok di Danau Tempe, Provinsi Sulawesi Selatan, menggunakan data satelit multi temporal. Pada tahap awal dilakukan pembuatan tiga model citra komposit RGB dan melakukan perbandingan kemampuan setiap komposit untuk identifikasi vegetasi air. Komposit RGB yang digunakan adalah: (NIR+SWIR)Red-(NIR)Green-(NIR-Red)Blue. Selanjutnya sebaran vegetasi air diklasifikasi dengan metode klasifikasi tidak terbimbing, dan dianalisis akurasi dari setiap hasil klasifikasi menggunakan metode confusion matrik. Tahap terakhir adalah melakukan pemantauan perubahan luas sebaran vegetasi air (enceng gondok) dan non vegetasi air selama periode 1989-2010. Hasil menunjukkan bahwa komposit RGB: (NIR+SWIR)-NIR-(NIR-Red) mampu menampilkan vegetasi eceng gondok secara lebih tegas dan terpisah dari objek lainnya. Sebaran permukaan eceng gondok luas danau selalu berubah-ubah tergantung pada musim-musim tertentu. Data semusim yang digunakan pada bulan Maret dan April (antara musim basah dan kering) menunjukkan bahwa data tahun 1989 luas danau berkisar 17956.8 Ha, di tahun 2000 mengalami penurunan menjadi 17875.68 (menyusut 81.12 Ha), di tahun 2005 menurun lagi menjadi 16197.74 Ha (menyusut 1677.94 Ha) dan di tahun 2010 sedikit menurun menjadi 16028.16 Ha (menyusut 169.58 Ha). Ini berarti luas danau Tempe pada kondisi musin antara basah dan kering dalam keadaan normal dan menunjukkan bahwa potensi danau Tempe kualitasnya sudah menurun karena pengaruh eceng gondok yang cepat berkembang yang menyebabkan terjadi penyusutan luas danau.

Kata kunci: eceng gondok, komposit RGB, multitemporal, klasifikasi, Landsat dan SPOT.

* Diajukan untuk Buku Ilmiah Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia edisi 2013

Page 136: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

136 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Dewasa ini banyak daerah aliran sungai (DAS) dan danau di Indonesia telah mengalami penurunan kualitas yang sebagian besar diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian maupun menjadi penggunaan lahan lainnya seperti permukiman, industri dan pertambangan pasir. Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak efek samping, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan secara besar-besaran dan keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah DAS mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan, khususnya perairan danau.

Pengaruh degradasi DAS telah menimbulkan masalah terhadap kualitas danau-danau, seperti pendangkalan dan penyusutan luas danau, penurunan kualitas air, penurunan produktifitas perikanan dan pertambahan sebaran vegetasi air. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan agar proses degradasi DAS tidak berlanjut terus, dan upaya pemulihan kualitas danau sehingga danau-danau tersebut dapat tetap lestari dan dapat dimanfaatkan oleh masyakat sekitar. Salah satu danau yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan menjadi salah satu prioritas pemerintah adalah Danau Tempe di Kabupaten Sidrap dan Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari (Bappeda Kabupaten Wajo, 2006) masalah yang dihadapi oleh danau Tempe adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, dan (6) banjir. Luas dan kedalaman danau ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pertumbuhan penduduk yang dibarengi oleh peningkatan kebutuhan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat di sekitar danau dan hulu sungai yang bermuara ke Danau Tempe membuat keberadaan danau Tempe semakin terdesak. Menurut Arief dalam (DKP Kabupaten Wajo, 1997), Danau Tempe mempunyai luas normal sebesar 9.400 ha pada tahun 1997 dan luas tersebut berkurang menjadi 9.000 ha pada tahun 2006, tetapi saat ketika terjadi banjir besar maka luasan genangan muka air danau dapat mencapai 47.800 ha.

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan pengelolaan danau dan DAS telah banyak dilakukan, seperti: pemantauan perubahan luas permukaan air danau dan pemantauan perubahan penutup lahan di DAS Limboto serta pemantauan kualitas air danaunya (kekeruhan dan Muatan Padat Tersuspensi) menggunakan citra multitemporal dan multispektral (Trisakti B. et al 2011). Bahkan dewasa ini perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh berjalan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh optik dan SAR (Sinthetic Aparture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Sehingga, data satelit penginderaan jauh menjadi sumber data yang penting untuk pembuatan informasi spasial yang akurat, konsisten dan aktual mengenai sumber daya alam dan lingkungan, khususnya untuk memantau perubahan penutup lahan di DAS dan vegetasi air danau. Beberapa metode identifikasi vegetasi di wilayah perairan telah dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh, khususnya data yang memiliki kisaran spektrum dari visible sampai inframerah menengah. Ratih Dewanti et al. (1998) mengkaji tentang karakteristik profil vegetasi air (mangrove) lewat data penginderaan jauh, menjelaskan bahwa mangrove dikawasan sepanjang pantai dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False Color Composit). Oleh karena itu dalam penelitian disini dicoba untuk pengenalan obyeknya adalah vegetasi eceng gondok. Pengolahan citra dibuat dari kombinasi tiga kanal yakni kanal dari spektral tampak dan kanal dari spektral inframerah. Kombinasi tersebut menggunakan kanal-kanal: 3, 4 dan 5 dari citra Landsat-TM.

Berdasarkan asumsi diatas bahwa identifikasi vegetasi eceng gondok dapat diidentikkan hampir sama dengan vegetasi mangrove bila diinterpretasikan menggunakan data penginderaan jauh. Jenis obyek pada citra akan

Page 137: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

137Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

mudah dikenali terutama dengan membangun citra gabungan warna (color composite). Dengan melalui proses pengolahan, analisis dan interpretasi citra dapat diperoleh informasi tentang sebaran luasan dari perubahan vegetasi air danau yang akan menjadi obyek pengamatan di kajian penelitian ini. Tujuan dari penulisan ini adalah mengidentifikasikan vegetasi air (eceng gondok) dan mengembangkan model pemantauan luas danau menggunakan data citra satelit penginderaan jauh serta melakukan kajian/analisis perubahan luas permukaan eceng gondok di danau Tempe, Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan 3 seri data multitemporal citra Landsat-TM 1989, 2000, 2005 dan data citra SPOT-4 2010. Identifikasi vegetasi air (eceng gondok) dilakukan dengan membangun komposit RGB 453, 542 dan komposit RGB [(4+5)(4)(4-3)] model (Trisakti. et al 2011) serta melakukan klasifikasi citra secara digital. Berdasarkan model analisis tersebut dapat diperoleh informasi yang terpadu antara identifikasi eceng gondok, perubahan luas permukaan eceng gondok dan perubahan luas danau. Informasi selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai pemanfaatan dan pertimbangan dalam pengelolaan danau baik untuk pemantauan maupun inventarisasi dalam upaya peningkatan konservasi danau Tempe yang dapat dilakukan diantaranya adalah untuk penataan Daerah Tangkapan Air, perikanan dan lain-lain.

METoDologI

Data yang digunakan

1. Data primer:

• Citra penginderaan jauh (Landsat dan SPOT) multi temporal yaitu citra Landsat-TM tanggal 10 April 1989, 15 April 2000, 12 Maret 2005, dan citra SPOT tanggal: 25 April 2010.

• Citra Basemap (citra ortho Landsat)

2. Data sekunder:

• Batas administrasi wilayah kajian

lokasi penelitian

Kegiatan kajian dilakukan di danau Tempe, tepatnya di Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Danau ini melintasi 10 Kecamatan dan 51 desa. Secara geografis danau Tempe terletak pada titik koordinat : 4o 00‘ 00 – 4o15’ 00 LS dan 119o 52‘ 30 – 120o 07‘ 30 BT.

Iklim di danau Tempe berdasarkan klasifikasi Schmidt-Fergusson, tipe Iklim yang ada di WS Wal-Cen adalah Tipe iklim A, B, C, dan D. Iklim di Ws Wal-Cen dicirikan  oleh musoon tropis, yang memilki perbedaan yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan terjadi pada bulan Maret-Juli, sementara musim kemarau terjadi pada bulan Agustus- Februari. Di sekitar danau Tempe, musim kemarau bervariasi dari    tahun   ke tahun. Terdapat 6 stasiun meteorologi yang terdapat di dalam WS Wal-cen, yaitu Ujung Lamuru, Ponre-Ponre, Malanroe, Kayuara, Sengkang dan Tanru Tedong.

Curah hujan tahunan di daerah danau Tempe sebesar 1.400 – 1.800 mm/th sedangkan di daerah DAS sebesar 1.400 – 4.000 mm/th. Tinggi muka air (TMA) Danau Tempe hingga tahun 2001 menunjukkan kondisi yang normal, dengan TMA rata-rata berada pada kisaran 4,078 m – 7,780 m dpl. Kedalaman danau saat ini 3 m ketika musim hujan dan 1 m ketika musim kering. Luas permukaan air danau pada musim hujan adalah 48.000 ha dan menggenangi areal persawahan, perkebunan, rumah penduduk, prasarana jalan dan jembatan serta prasarana sosial lainnya yang menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pada musim kering luas danau hanya mencapai 1.000 ha sedangkan pada kondisi normal luasnya mencapai 15.000-20.000 Hektar.

Page 138: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

138 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 1. Danau Tempe di Provinsi Sulawesi Selatan

Danau Tempe setiap tahunnya selalu menimbulkan bencana banjir. Sungai yang menuju ke danau terdiri dari 23 sungai yang termasuk dalam 2 DAS yaitu Das Nila dan DAS Walanae, Sedangkan untuk keluarnya (outlet) air dari danau tersebut hanya ada satu sungai, yaitu sungai Cenranae yang memiliki panjang 70 km dan bermuara ke teluk Bone. Penyempitan yang terjadi di muara sungai merupakan salah satu penghambat keluarnya air ke teluk bone. Bisa dikatakan Danau Tempe merupakan saringan partikel-partikel sisa banjir dari enam kabupaten lainnya sebelum mencapai laut.

Model Identifikasi Vegetasi air Eceng gondok

Pengolahan dilakukan dengan membangun komposit NIR-SWIR-Merah (RGB: 453), SWIR-NIR-Hijau (RGB:542) dan komposit baru (NIR+Swir)-NIR-(NIR-merah) {RGB : (4+5)(4)(4-3)}. Pembuatan model identifikasi eceng gondok dilakukan dengan pengambilan sampel eceng gondok dan vegetasi non eceng gondok. Gambar 2 memperlihatkan perbedaan nilai spektral eceng gondok dan vegetasi non eceng gondok setiap band pada data SPOT dan Landsat. Berdasarkan Gambar 2 dapat disimpulkan beberapa point yaitu:

Page 139: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

139Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 2. Perbedaan nilai spektral vegetasi air pada Landsat-TM dan Spot-4.

1. Nilai spektral band NIR dan SWIR untuk eceng gondok lebih tinggi dibandingkan dengan nilai vegetasi non eceng gondok.

2. Nilai spektral band merah paling rendah, tetapi nilainya relatif tidak berbeda antara eceng gondok dan vegetasi non eceng gondok. Sehingga nilai NIR-merah untuk eceng gondok akan lebih tinggi dibandingkan vegetasi non eceng gondok.

Berdasarkan 2 hal tersebut diatas, maka dicoba untuk membuat komposit dengan menggunakan band baru yang dapat menonjolkan nilai spektral dari eceng gondok. Sehingga selanjutnya membuat komposit baru yang akan digunakan untuk mengidentifikasi sebaran eceng gondok di Danau Tempe. Band baru adalah sebagai berikut.

Landsat-TM:

Band 1(baru) : NIR(b4) + SWIR(b5)

Band 2 (baru): NIR(b4)

Band 3(baru) : NIR(b4) – Merah(b3)

SPOT-4:

Band 1(baru) : NIR(b1) + SWIR(b4)

Band 2 (baru): NIR(b1)

Band 3(baru) : NIR(b1) – Merah(b2)

Page 140: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

140 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Model Pengolahan Klasifikasi Eceng gondok dan analisis akurasi

Setelah membuat model identifikasi eceng gondok selanjutnya melakukan deliniasi batas permukaan air (batas eceng gondok) danau secara visual. Kemudian melakukan klasifikasi dengan memilih input band bervariasi berdasarkan kombinasi band spektral, yaitu:

• input data band 1,2,3,4, dan 5 untuk mengolah model klasifikasi 1

• input data band 4,5 dan 3 untuk mengolah model klasifikasi 2

• input data band 2, 4 dan 5 untuk mengolah model klasifikasi 3

• input data band (4+5)(4)(4-3) untuk mengolah model klasifikasi 4

Analisis akurasi hasil klasifikasi yaitu dengan melakukan uji coba menggunakan metode confusion matrik. Refernce Dataset adalah input data model kanal : K_12345, K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3) dengan citra yang digunakan sebagai sampel adalah data Landsat-TM Tahun 2005. Pengambilan training sampel untuk identifikasi obyek eceng gondok menggunakan citra RGB: K_(4+5)(4)(4-3) dengan mengambil training sampel sebanyak 20 titik sampel yang homogen.

Model Pemantauan Eceng gondok Tahun 1989, 2000, 2005, dan 2010Pemantauan dilakukan dengan menggunakan citra satelit multi temporal pada musim yang sama (kondisi curah hujan yang relatif sama) yaitu selama periode 1989 – 2010 (citra Landsat-TM tanggal 10 April 1989, 15 April 2000, 12 Maret 2005, dan citra SPOT tanggal: 25 April 2010). Dari pengolahan citra tersebut dapat mengetahui adanya penurunan atau penambahan luas permukaan air danau yang sebenarnya.

Untuk mencari luas permukaan eceng gondok selama periode tahun 1989-2010 dilakukan pengolahan dengan klasifikasi multitemporal. Model klasifikasi dilakukan dengan memakai salah satu model klasifikasi dari hasil analisis akurasi tersebut diatas.

haSIl Dan PEMBahaSan

Identifikasi Eceng gondok

Hasil pengolahan identifikasi eceng gondok dengan komposit band ditampilkan dengan membuat beberapa model kombinasi. Model komposit yang dibentuk dengan menggunakan berbagai band pada setiap komposit RGB menampilkan warna eceng gondok yang berbeda-beda (Gambar 3). Komposit NIR-SWIR-Merah biasa dipakai dalam identifikasi hutan mangrove (vegetasi pada tanah berair/berawa) ditampilkan pada Gambar 3a, komposit SWIR-NIR-Hijau yang biasa digunakan untuk penampakkan natural color composit (warna alami) ditampilkan pada Gambar 3b, sedangkan komposit yang terakhir adalah komposit baru (NIR+Swir)-NIR-(NIR-merah) untuk identifikasi model baru eceng gondok (Gambar 3c).

Jika kita bandingkan tekstur dan rona dari eceng gondok dengan vegetasi darat yang ada disekitar danau akan jelas perbedaannya. Eceng gondok akan nampak rona lebih cerah dan tegas dengan tekstur halus jika dibandingkan dengan vegetasi darat. Eceng gondok pada komposit NIR-SWIR-Merah yaitu RGB band: 453 menampilkan tekstur halus dengan warna rona merah bata yang lebih cerah dan tegas jika dibandingkan dengan vegetasi darat disekitarnya yang menampilkan warna merah redup. Eceng gondok pada komposit SWIR-NIR-Hijau yaitu RGB band: 542 menampilkan rona warna hijau yang lebih cerah dan tegas juga tekstur halus jika dibandingkan dengan vegetasi darat disekitarnya yang menampilkan warna hijau redup. Sedangkan eceng gondok pada komposit baru yaitu RGB band: (4+5)(4)(4-3) menampilkan warna putih yang berarti setiap

Page 141: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

141Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

band mempunyai nilai spektral yang tinggi untuk eceng gondok dengan tekstur halus. Dibandingkan dengan komposit lainnya maka model komposit baru RGB: (NIR+Swir)(NIR)(NIR-Merah) lebih dapat menampilkan eceng gondok secara tegas dan terpisah dari objek-objek lain disekitarnya.

Gambar 3. Model komposit pada citra Landsat Tgl 12 Maret 2005.

3-2. Pengolahan Klasifikasi Eceng Gondok

Pengolahan klasifikasi eceng gondok diturunkan dengan membuat klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised

Classification) dan dibuat dengan menggunakan model kombinasi band spektral dari kanal: K_12345, K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3), hasilnya ditampilkan pada Gambar 4. Model 1 adalah hasil klasifikasi dengan input data band kanal: 12345 ditampilkan pada Gambar 4a. Model 2 adalah hasil klasifikasi dengan input data band kanal: 453 ditampilkan pada Gambar 4b. Model 3 adalah adalah hasil klasifikasi dengan input data band kanal: 542 ditampilkan pada Gambar 4c. Model 4 adalah hasil klasifikasi dengan input dat model kanal: K_(4+5)(4)(4-3) ditampilkan pada Gambar 4d.

Gambar 4. Model klasifikasi eceng gondok dengan input: K_12345, K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3) pada citra Landsat Tgl 12 Maret 2005.

Page 142: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

142 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Gambar 5. Perbedaan luas permukaan eceng gondok dan non_eceng gondok dengan input: (12345),(453),(542)dan(4+5)(4)(4-3) pada Landsat Tgl 12 Maret 2005

Kelas dalam model klasifikasi ini dibuat sebanyak 20 kelas. Pengeditan dan rekelas dibuat menjadi 2 kelas yaitu menjadi kelas eceng gondok dan non eceng gondok. Dari model ke empat klasifikasi ini nampak semua hasil klasifikasi identik dan serupa, namun sebagian ada beberapa perbedaan nilai pada penampakan eceng gondok tersebut. Hasil klasifikasi dapat menunjukkan perbedaan luas permukaan eceng gondok antara model yang satu dengan model yang lainnya, sehingga luasan model klasifikasi masing-masing dapat dihitung. Tabel 2 adalah hasil perhitungan luas permukaan eceng gondok dan non eceng gondok dari model K_12345, K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3). Luas Eceng gondok pada ukuran baris kolom 679 x 680 menunjukkan model K_12345 berkisar 10815.8 Ha, model K_453 berkisar 11908.8 Ha, model K_542 berkisar 11941.9 Ha, dan model K_(4+5)(4)(4-3) berkisar 12096 Ha. Pada zoom window ukuran baris kolom 42 x 43 nampak pada model K_12345 sebagian nomor digitalnya hilang sedangkan model dari K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3) nomor digitalnya masih nampak. Dari besar luasannya jelas ada perbedaan yaitu model K_12345 berkisar 60.48 Ha, model K_453 berkisar 79.2 Ha, model K_542 berkisar 74.88 Ha, dan model K_(4+5)(4)(4-3) berkisar 79.2 Ha.

Dari ke empat model klasifikasi tersebut secara grafik perbedaan luasannya dapat dijelaskan pada Gambar 5. Luas distribusi permukaan vegetasi eceng gondok untuk model K_12345 (warna biru), nampak luasannya lebih rendah dari pada K_453 (warna merah), K_542 (warna hijau) dan K_(4+5)(4)(4-3) (warna ungu). Sedangkan model K_(4+5)(4)(4-3) sendiri lebih tinggi dari pada K_453 dan K_542. Nampak model K_12345 luasannya lebih rendah dari pada K_453, K_542, dan K_(4+5)(4)(4-3). Berdasarkan analisis ini menunjukan bahwa identifikasi vegetasi air yang dapat menampilkan eceng gondok secara tegas dan terpisah dari objek-objek lain disekitarnya adalah model RGB K_(4+5)(4)(4-3), gambarnya dapat ditunjukkan pada Gambar 3e dan hasil klasifikasinya ditunjukkan pada Gambar 4d.

Tabel 2. Luas distribusi seluruh permukaan eceng gondok dan air model kanal-kanal (12345), (453),(542 dan {(4+5)(4)(4-3)} pada data Landsat tahun 2005.

ukuran Baris Kolom

obyek K_12345 K_453 K_542 K_(4+5)(4)(4-3)

ha

%

ha

%

ha

%

ha

%

679 x 680 Eceng 10815.8 25.98 11908.8 28.61 11941.9 28.69 12096 29.07Non_eceng 30800.2 74.02 29707.2 71.39 29674.1 71.31 29520 70.93

Total 41616 100 41616 100 41616 100 41616 100

Page 143: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

143Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

ukuran Baris Kolom

obyek K_12345 K_453 K_542 K_(4+5)(4)(4-3)

ha

%

ha

%

ha

%

ha

%

42 x 43 Eceng 60.48 34.71 79.2 45.46 74.88 42.97 79.2 45.46Non_Eceng 113.76 65.29 95.04 54.54 99.36 57.03 95.04 54.54

Total 174.24 100 174.24 100 174.24 100 174.24 100

Analisis akurasi dari hasil klasifikasi dengan melakukan uji coba menggunakan metode confusion matrik dengan data yang dimasukan terhadap citra Landsat-TM tahun 2005 adalah dengan kanal-kanal: K_(12345), K_(453),K_(542) dan K_{(4+5)(4)(4-3)}. Hasilnya diperoleh seperti yang ditunjukkan Gambar 4a,4b,4c dan 4d serta hasil pengujian klasifikasi akurasinya pada Tabel 3. Dari Tabel 3 diketahui bahwa ketelitian optimum untuk data Landsat-TM tahun 2005 dengan input data K_12345 memiliki akurasi keseluruhan 95.883 % dan Kappa 0.885, input data K_453 memiliki akurasi keseluruhan 99.002 % dan Kappa 0.971, input data K_542 memiliki akurasi keseluruhan 98.628 % dan Kappa 0.960, dan input data K_{(4+5)(4)(4-3)} memiliki akurasi keseluruhan 97.754 % dan Kappa 0.935. Ketelitian optimum pada K_12345 yang didapat akurasi hasilnya lebih rendah bila dibandingkan dengan ketelitian optimum pada K_{(4+5)(4)(4-3)}, K_542 dan K_453.

Tabel 3. Hasil Pengujian klasifikasi menggunakan metode confusion matrik pada citra Landsat-TM tahun 2005 dengan input kanal: (12345), (453),(542) dan (4+5)(4)(4-3).

Kanal_12345 Kanal_453

  non_eceng Eceng user   non_eceng Eceng user

Non_eceng 339 66 1 Non_eceng 339 16 1

Eceng 0 1198 1 Eceng 0 1248 1

Produser 1 1 1 Produser 1 1 1

Akurasi Keseluruhan 95.883 % Akurasi Keseluruhan 99.002 %

Indek Kappa = 0.885 Indek Kappa = 0.971

Kanal_542 Kanal_baru

  Non_eceng Eceng User   Non_eceng Eceng User

Non_eceng 339 22 0.97977 Non_eceng 339 36 0.93646

Eceng 0 1242 1 Eceng 0 1228 1

Produser 1 0.99446 0.99563 Produser 1 0.9818 0.98565

Akurasi Keseluruhan 98.628 % Akurasi Keseluruhan 97.754 %

Indek Kappa = 0.960 Indek Kappa = 0.935

Page 144: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

144 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Perubahan Sebaran luas Permukaan Eceng gondok Tahun 1989,2000, 2005, dan 2010.

Untuk melakukan pemantauan luasan permukaan eceng gondok selama periode tahun 1989 hingga tahun 2010 pengolahan klasifikasinya menggunakan input data model dari K_(4+5)(4)(4-3) karena hasil analisis dari identifikasi vegetasi air dapat menampilkan eceng gondok secara tegas dan terpisah dari objek-objek lain disekitarnya. Hasil klasifikasi periode tahun 1989 hingga tahun 2010 diperlihatkan pada Gambar 6a, 6b,6c, dan 6d. Dari Gambar 6a hingga Gambar 6d dapat dilihat perubahan sebaran yang significant, dimulai dari sebaran eceng gondok yang sempit hingga sebaran eceng gondok yang makin melebar. Kemudian untuk melihat besaran perubahan luas permukaan vegetasi eceng gondok selama periode tahun 1989-2010 diperlihatkan dalam bentuk grafik, dijelaskan pada Gambar 7. Hasil pantauan dari citra terklasifikasi dapat diketahui bahwa luas permukaan air danau Tempe mengalami tren yang semakin menurun dan vegetasi eceng gondok tren yang semakin menaik serta luas danau semakin menyusut.

Gambar 6. Distribusi permukaan eceng gondok selama periode tahun 1989, 2000, 2005 dan 2010

Gambar 7. Perubahan luas permukaan eceng gondok dan luas danau selama periode tahun 1989, 2000, 2005 dan 2010.

Page 145: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

145Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Grafik Gambar 7 dan Tabel 4 pada citra tahun 1989 merupakan awal dari pemantauan dan besar sebaran luas permukaan vegetasi eceng gondok tumbuh berkisar 1019.52 Ha. Luas permukaan air danau nampak lebih luas berkisar 16816.32 Ha dan total luas danaunya berkisar 17956.8 Ha. Selama selang waktu 11 tahun yaitu dari tahun 1989 hingga tahun 2000 nampak terjadi perubahan yang cukup besar. Luas vegetasi eceng gondok mengalami kenaikan menjadi berkisar 4590.24 Ha dan luas permukaan airnya (tanpa vegetasi) mengalami pengurangan menjadi berkisar 12847.68 Ha dan total luas danaunya naik menjadi 17875.68 Ha serta mengalami pengurangan (susut) berkisar 81.12 Ha. Kemudian bertambah lagi selama kurun waktu 5 tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2005 nampak vegetasi eceng gondok mengalami tren kenaikan yang cukup besar. Luas permukaan vegetasi eceng gondok mengalami meningkatan menjadi berkisar 12096.3 Ha dan luas permukaan airnya mengalami pengurangan menjadi berkisar 3482.24 Ha dan total luas danaunya mengalami pengurangan menjadi 16197.74 Ha dan penyusutannya berkisar 1677.94 Ha. Sedangkan pemantauan terakhir selama waktu 5 tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2010 nampak permukaan vegetasi eceng gondok mengalami sedikit penurunan. Luas permukaan vegetasi eceng gondok ini mengalami penurunan menjadi berkisar 10960 Ha dan luas permukaan airnya mengalami kenaikan kembali menjadi berkisar 4147.84 Ha dan total luas danaunya menjadi berkisar 16028.16 Ha dan mengalami penyusutan berkisar 169.58 Ha.

Hasil klasifikasi Gambar 6a, 6b, 6c, dan 6d yang menghasilkan distribusi perubahan permukaan eceng gondok pada musim yang sama selama periode tahun 1989-2010 ketelitiannya kita uji. Ketelitian akurasi ekstraksi informasi spasial untuk pengujian hasil klasifikasi yaitu menggunakan metode confusion matrik. Data input yang dimasukan adalah data training sampel RGB kanal {(4+5)(4)(4-3)} untuk citra Landsat-TM tahun 1989, tahun 2000, dan tahun 2005 serta RGB kanal {(4+1)(1)(1-2)} untuk citra Spot-4 tahun 2010. Hasil pengujian klasifikasi ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 4. Perubahan luas permukaan eceng gondok dan penyusutan luas danau Tempe periode Tahun 1989, 2000, 2005 dan 2010.

obyek Tgl.10/4/1989 Tgl.15/04/200 Tgl.12/3/2005 Tgl.25/04/2010

hektar hektar hektar hektar

Air 16816.32 12847.68 3482.24 4147.84

Eceng Gondok 1019.52 4590.24 12096.3 10960

Tanah / Awan 120.96 437.76 619.2 920.32

Total (Luas_danau) 17956.8 17875.68 16197.74 16028.16

Perubahan luas 0 81.12 1677.94 169.58

Dari Tabel 5 diketahui bahwa ketelitian pada data Landsat-TM tahun 1989 memiliki akurasi keseluruhan 100 % dan Kappa 1 untuk kelas penutup lahan eceng gondok dan sama dengan penutup non_eceng gondok. Jika dilihat pada Gambar 6a terlihat sedikit penutup lahan eceng gondok dan sedikit penutup lahan campuran sehingga akurasinya tinggi. Pada data tahun 2000 memiliki akurasi keseluruhan 97.976 % dan Kappa 0.952 untuk penutup eceng gondok. Pada Gambar 6b terlihat penutup lahan eceng gondok menambah dan sedikit penutup lahan awan, hasil pengujian akurasinya mengalami penurunan. Pada data tahun 2005 memiliki akurasi keseluruhan 99.06 % dan Kappa 0.972 untuk penutup lahan eceng gondok. Pada Gambar 6c terlihat penutup lahan eceng gondok menambah lebih banyak dan sedikit penutup lahan awan, hasil pengujian akurasinya mengalami kenaikan. Pada data tahun 2010 memiliki akurasi keseluruhan 99.966% dan Kappa 0.999 untuk lahan eceng gondok. Pada Gambar 6d terlihat penutup lahan eceng gondok mengalami penurunan dan sedikit penutup lahan tanah kosong karena kekeringan, hasil pengujian akurasinya mengalami kenaikan.

Page 146: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

146 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tabel 5 Hasil Pengujian klasifikasi menggunakan metode confusion matrik berdasarkan tahun 1989, 2000, 2005 dan 2010 dengan kanal yang digunakan adalah kanal (4+5)(4)(4-3).

1989 2000

  non_eceng Eceng user   non_eceng Eceng user

Non_eceng 1145 0 1 Non_eceng 1590 47 0.97129

Eceng 0 30 1 Eceng 0 685 1

Produser 1 1 1 Produser 1 0.93579 0.97976

Akurasi Keseluruhan 100 % Akurasi Keseluruhan 97.976 %

Indek Kappa = 1 Indek Kappa = 0.952

2005 2010

  non_eceng Eceng user   non_eceng Eceng user

Non_eceng 339 15 0.95763 Non_eceng 4973 2 0.9996

Eceng 0 1249 1 Eceng 0 912 1

Produser 1 0.98813 0.99064 Produser 1 0.99781 0.99966

Akurasi Keseluruhan 99.06 % Akurasi Keseluruhan 99.966 %

Indek Kappa = 0.972 Indek Kappa = 0.999

Menurut Dinas Kehutanan Kabupaten Maros, Soppeng, Enrekang, Bone, Wajo dan Sidrap, 2002 menjelaskan bahwa luas permukaan danau pada musim hujan adalah 48.000 Ha dan menggenangi areal persawahan, perkebunan, rumah penduduk, prasarana jalan dan jembatan serta prasarana sosial lainnya yang menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pada musim kering luas danau hanya mencapai 1.000 ha sedangkan pada kondisi normal luasnya mencapai 15.000-20.000 Ha. Ke empat data yang digunakan pada penelitian ini adalah data satu musim yang berbeda tahun yaitu tanggal 01 April 1989,15 April 2000, 12 Maret 2005, dan citra SPOT tanggal: 25 April 2010. Data citra satelit ini merupakan data masih dalam musim hujan yaitu pada kondisi normal. Hasil yang diperoleh bahwa luas danau selama kurun waktu dari tahun 1989 hingga tahun 2010 mengalami perubahan. Nampaknya dari tahun ke tahun luas danau akan relatif berubah-ubah tergantung pada musim-musim tertentu. Setara menurut Dinas Kehutanan Kabupaten Maros bahwa pada musim kering mencapai 1.000 Ha dan kondisi normal 15.000 –20.000 Ha. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa luas danau pada tahun 1989 hingga tahun 2010 merupakan pada kondisi normal juga dan diperoleh luas danau selalu berubah-ubah berkisar antara 17956.8 Ha di tahun 1989 dan menurun menjadi antara 16028.16 Ha di tahun 2010.

Page 147: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

147Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Komposit RGB: (NIR+SWIR)-NIR-(NIR-Red) mempunyai nilai spektral yang tinggi untuk vegetasi eceng gondok dan mampu menampilkan vegetasi eceng gondok secara lebih tegas dan terpisah dari objek-objek lain disekitarnya. Ketelitian klasifikasi pada K_12345 memiliki akurasi keseluruhan 95.883 % hasilnya lebih rendah bila dibandingkan dengan K_{(4+5)(4)(4-3)} dengan akurasi keseluruhan 97.754 %, K_542 akurasi keseluruhan 98.628 % dan K_453 akurasi keseluruhan 99.002 %. Pemantauan luas distribusi permukaan eceng gondok selama periode tahun 1989 hingga tahun 2010 klasifikasinya menggunakan input data komposit RGB: (NIR+SWIR)-NIR-(NIR-Red). Selama selang waktu 16 tahun dari tahun 1989 hingga tahun 2010 luas permukaan eceng gondok mengalami perubahan. Perubahan dari tahun 1989 ke 2000 bertambah (dari 1019.52 Ha menjadi 4590.24 Ha), tahun 2000 ke 2005 bertambah (dari 4590.24 Ha menjadi 12096.3 Ha), dan tahun 2005 ke tahun 2010 bekurang (dari 12096.3 Ha menjadi 1096 Ha). Luas danau selalu berubah-ubah tergantung pada musim-musim tertentu. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah bulan Maret dan April (antara musim basah dan kering) berarti danau dalam kondisi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun 1989 luas danau berkisar 17956.8 Ha, di tahun 2000 mengalami penurunan menjadi 17875.68 (menyusut 81.12 Ha), di tahun 2005 menurun lagi menjadi 16197.74 Ha (menyusut 1677.94 Ha) dan di tahun 2010 sedikit menurun menjadi 16028.16 Ha (menyusut 169.58 Ha).

Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi danau Tempe kualitasnya sudah menurun karena pengaruh eceng gondok yang cepat berkembang yang menyebabkan luas danau mengalami menyusutan. Hal tersebut menyebabkan fungsi danau sebagai penyangga tangkapan air, irigasi dan produktifitas perikanan menjadi menurun, sehingga bisa menyebabkan penurunan pendapatan masyarakan disekitar danau.

Page 148: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

148 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

DafTaR PuSTaKa

BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH (http://blhpp.wordpress.com/) 2010-2014.

Ezonik et al. Satellite and GIS Tools to Assess Lake Quality, Water Resources Center, University of Minnesota, 2002.

Chipman,J.W., Leale,J.E., Lillesand,T.M., Nordheim,M.J., Schmaltz,J.E. Mapping Lake Water Clarity with

Landsat Image in Wisconsin, USA, 2004.

DKP, Sejarah singkat danau Tempe, DKP Kabupaten Wajo 1997.

Dinas Kehutanan Kabupaten Maros, Soppeng, Enrekang, Bone, Wajo dan Sidrap, Sulawesi Selatan 2002.

KLH (kementrian Lingkungan Hidup), tahun 2011.

Kushardono. D. Klasifikasi Spasial Penutup Lahan dengan Data SAR Dual Polarisasi Menggunakan Normalized

Diffrence Polarization Index dan Fitur Keruangan dari Matrik Kookurensi. Jurnal. Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital. Vol. 9 No.1 Juni 2012. ISSN 1412-8098. Diterbitkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jakarta – Indonesia. 1012.

Mostafa M.M. dan Soussa H.K. 2006. Monitoring of Lake Nasser Using Remote Sensing and GIS Techniques. ISPRS Commission VII Mid-term Symposium “Remote Sensing: From Pixels to Processes”. Enschede, the Netherlands. 8-11 May 2006.

Ratih Dewanti, Muchlisin Arief dan Taufik Maulana. Degradasi Tingkat Kerapatan Kanopi Mangrove di Delta

Brantas Menggunakan Analisis NDVI Data Landsat Multitemporal. Warta Inderaja. MAPIN /ISRS. Volume XI No. 2 Desenber 1998.

Stasiun Meteorologi WS Wal-Cen: Ujung Lamuru, Ponre-Ponre, Malanroe, Kavuara, Sengkang dan Tanru Tedong, Sulawesi Selatan, 2010.

Trisakti B, Parwati S and Budhiman S, 2005, Study of MODIS-AQUA Data for Mapping Total Suspended Matter

(TSM) in Coastal Waters, International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences, Vol. 2, September 2005.

Page 149: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

149Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

PEManfaaTan DaTa PEngInDERan Jauh unTuK MEManTau PaRaMETER STaTuS EKoSISTEM PERaIRan Danau (STuDI KaSuS: Danau RaWa PEnIng) *

Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Joko Santo Cahyono

Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN

aBSTRaK

Sebagian danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh terjadinya konversi lahan di daerah tangkapan air, tingginya erosi tanah, dan polusi air dari pertanian dan rumah tangga. Pada kegiatan ini dilakukan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk memantau beberapa parameter yang digunakan sebagai penilai status ekosistem danau sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau dari Kementerian Lingkungan Hidup. Pemantauan dilakukan pada Danau Rawa Pening menggunakan data satelit Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2013. Pada proses standarisasi data dilakukan koreksi sudut matahari dan koreksi atmosferik dengan cara penghilangan piksel gelap menggunakan metode histogram adjusment. Komposit RGB (R:NIR+SWIR, G:NIR, B:NIR-RED) digunakan untuk identifikasi vegetasi air (eceng gondok), sehingga dapat dilakukan deliniasi batas permukaan air danau. Selanjutnya sampel dikumpulkan untuk klasifikasi eceng gondok dengan metode Maximum Likelihood. Parameter Total Suspended Matter (TSM) dan Kecerahan Perairan diturunkan menggunakan model Doxaran dan model dari pengukuran lapangan. Hasil memperlihatkan bahwa Danau Rawa Pening mengalami penurunan kualitas selama periode 2000-2013, yang terlihat dengan laju penyempitan dan perluasan permukaan air danau yang dinamis, menyebarnya eceng gondok secara tidak terkendali sehingga menutupi 45% dari luas permukaan danau, meningkatnya konsentrasi TSM dan menurunnya Kecerahan Perairan. Sebagian besar perairan Danau Rawa Pening mempunyai Kecerahan Perairan kurang dari 2.5 m yang mengindikasikan status tropik perairan danau dalam kelas hipertropik.

Kata Kunci: Ekosistem perairan danau, data satelit, eceng gondok, kualitas air

* Dipublikasi dalam Prosiding Seminar SINAS Inderaja, April 2014

Page 150: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

150 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnDahuluan

Dewasa ini sebagian besar ekosistem danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang mengakibatkan terjadinya permasalahan konservasi sumberdaya air, penyediaan air baku, banjir dan sebagainya. Ekosistem danau terdiri dari daerah tangkapan air (DTA) danau, sempadan danau dan perairan danau. Secara umum kerusakan yang terjadi pada ekosistem danau (KLH, 2012) adalah Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan di DTA secara illegal dan pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya, pendangkalan dan penyempitan danau yang berdampak sangat nyata karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan selanjutnya menjadi lahan daratan, pencemaran kualitas air danau yang mengganggu pertumbuhan biota akuatik dan pemanfaatan air danau, pertumbuhan

alga yang berlebihan atau marak alga (alga bloom) yang disebabkan oleh penyuburan air danau akibat pencemaran limbah organik dan zat penyubur, dan perubahan fluktuasi muka air danau yang disebabkan oleh kerusakan DTA serta pengambilan air dan tenaga air, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau.

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau yang memuat parameter yang berpengaruh terhadap status/kualitas status ekosistem terestrial DTA, ekosistem sepadan danau dan ekosistem perairan danau. Tabel 1 memperlihatkan kriteria status ekosistem perairan danau berdasarkan pedoman dari KLH (KLH, 2008). Perubahan kondisi parameter tersebut dari waktu ke waktu dapat menjadi indikator apakah kondisi DTA dan danau masih baik, terancam atau rusak. Oleh karena itu pemantauan terhadap parameter tersebut sangat penting dalam mendukung kegiatan pengelolaan danau prioritas di Indonesia.

Tabel 1. Kriteria status ekosistem perairan danau (KLH, 2008)

PARAMETER DANAU

STATUS EKOSISTEM DANAU

BAIK TERANCAM RUSAK

EKOSISTEM AKUATIK

Status Trofik Oligotrof-Mesotrof Eutrof Hypereutrop

Status Mutu Air Tidak Tercemar Tercemar Sedang Tercemar Berat

Keanekaragaman Hayati

Masih terdapat jenis fauna /flora endemik &asli

Berkurangnya jenis fauna /flora endemik & asli

Hilangnya jenis fauna /flora endemik dan asli

Jejaring Makan(Food Web)

Tingkat trofik seimbang(produsen primer/sekunder,konsumen/tersier)

Tingkat trofik tidakseimbang

Tidak terjadi tingkat tro fik

TutupanTumbuhan Air

Terkendali tidak menyebar dan tidak mengganggu fungsi danau

Kurang terkendali danmengganggu fungsi danau

Menyebar tidak terkendali sangat menggang gufungsi danau

Alga/ganggangbiru(Microcystis)

Sedikit Banyak Blooming

Limbah PakanPerikananBudidaya

Jumlah produksi ikan danpenggunaan pakan sesuaidg Daya Tampung Danau(DTD) dan perizinan

Jumlah produksi ikan danpenggunaan pakanmelebihi DTD, tetapimemenuhi perizinan

Kegiatan budidaya ikandan pemakaian pakan tdkterkendali, tdk meme nuhiperizinan&tidak me menuhi DTD

Page 151: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

151Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pembangunan dan pengembangan metode penilaian dan pemantauan parameter ekosistem perairan danau sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti: Trisakti et al. (2013) melakukan kajian pengembangan metode penentuan luas permukaan air danau dan identifikasi vegetasi air yang menutupi permukaan air Danau Limboto, Brezonikn et al. (2002) melakukan pemetaan parameter kualitas air (khususnya: Klorofil dan kecerahan perairan) danau di wilayah Amerika Serikat, dan Li et al. (2004) menyampaikan hasil kajian bahwa pemantauan dapat dilakukan untuk berbagai ukuran danau menggunakan citra berbeda resolusi spasial. Bahkan di luar negeri, pemanfaatan data satelit tidak hanya dalam lingkup kajian dan pengembangan model, tapi sudah masuk kedalam fase pemanfaatan untuk mendukung kegiatan operasional pemantauan kualitas air dan kondisi tropik danau. Brezonik et al. (2002), Liu et al. (2007) dan Powell et al. (2008) telah membuat model pemetaan parameter kualitas air (klorofil, kecerahan perairan, suhu dan suspended solid) dan pemetaan status tropik danau menggunakan data Landsat TM/ETM+, dan telah menerapkan model tersebut secara operasional untuk memantau kondisi beberapa danau di Amerika dan Kanada. Status tropik perairan mengindikasikan tingkat kesuburan perairan karena berbagai macam unsur hara yang masuk ke perairan tersebut. Semakin tinggi tingkat kesuburan perairan akan mengakibatkan semakin cepatnya pertumbuhan alga (alga bloom) yang selanjutnya menyebabkan kematian ikan akibat permukaan air tertutup oleh lapisan alga sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam air.

Pemanfaatan data satelit untuk kegiatan pemantauan ekosistem danau di Indonesia, umumnya masih bersifat kajian dan hanya sedikit yang berlanjut sampai tingkat operasional. Hal ini disebabkan belum dilakukannya standarisasi prosedur pengolahan data sehingga informasi yang diperoleh tidak konsisten, yang selanjutnya mengakibatkan model algoritma yang dihasilkan cenderung bersifat spesifik untuk data dan lokasi tertentu. Pada kegiatan ini dilakukan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk memantau beberapa parameter yang digunakan sebagai penilai status ekosistem danau sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau dari Kementerian Lingkungan Hidup

METoDE PEnElITIan

Lokasi kajian adalah Danau Rawa Pening yang merupakan salah satu dari 15 danau prioritas dalam program penyelamatan dan pengelolaan danau 2010-2014 (KLH, 2011). Data yang digunakan adalah citra satelit multi temporal Landsat TM/ETM+ selama periode 2000-2013. Kegiatan dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: tahap standarisasi data, tahap pemetaan batas permukaan air danau dan sebaran eceng gondok, dan tahap pemetaan kualitas air (TSM dan kecerahan perairan).

Data Landsat TM/ETM+ dikoreksi geometrik dan radiometrik untuk memperbaiki kesalahan posisi dan kesalahan spektral piksel karena pengaruh pencahayaan matahari (Trisakti dan Nugroho, 2012) dan koreksi atmoferik. Koreksi matahari dilakukan untuk menghilangkan perbedaan nilai dijital piksel yang disebabkan posisi matahari yang berbeda. Proses koreksi dilakukan dengan merubah nilai dijital piksel menjadi nilai radian (radiasi dari objek ke sensor) dan merubah lagi menjadi reflektansi. Selanjutnya melakukan koreksi atmosferik dengan mengasumsikan bahwa adanya objek yang menyerap seluruh energi gelombang elektromagnetik, sehingga tidak ada pantulan/hamburan gelombang elektromagnetik dari objek tersebut yang masuk ke sensor. Dengan kata lain bila piksel objek pada citra mempunyai nilai, maka itu adalah nilai hamburan balik atmosfir yang masuk ke sensor. Objek gelap pada lokasi kajian adalah perairan dalam sehingga metode koreksi dengan asumsi adanya objek gelap dapat dilakukan. Tahapannya adalah mencari nilai piksel minimum pada setiap band yang diasumsikan sebagai piksel objek gelap, kemudian nilai tersebut dipakai untuk mengurangkan nilai piksel pada seluruh citra, sehingga nilai piksel minimum menjadi 0.

Page 152: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

152 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Tahap kedua adalah pemetaan batas permukaan air danau dan sebaran vegetasi air (Gambar 1). Pemetaan luas permukaan air danau dilakukan dengan identifikasi vegetasi air menggunakan komposit RGB (R=NIR+SWIR, G=NIR, B=NIR-Red), dimana vegetasi air di atas air berwarna putih dan terbedakan secara tegas dari vegetasi di sekitarnya, selanjutnya melakukan deliniasi batas danau Trisakti et al. (2011). Berdasarkan hasil survei lapangan, warna putih tebal pada vegetasi air berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan yang tinggi yang disebabkan vegetasi air tersebut masih cukup mendapatkan air (tumbuh diatas air atau pada tanah yang basah yang masih menjadi bagian danau), sedangkan warna putih tipis berarti kondisi vegetasi air dengan tingkat kehijauan rendah karena vegetasi air kurang mendapat air dari bagian bawahnya (tanah telah mengering dan bukan menjadi bagian danau). Deliniasi batas permukaan air danau dilakukan dengan memasukan vegetasi air dengan warna putih tebal.

Komposit citra

Deliniasi batas danau

Data citra

R : NIR+SWIRG : NIRB : NIR-RED

Spasial Batas danau

Sampling vegetasi air

Maximum Likelihood

SpasialVegetasi air

Gambar 1. Diagram alir pemetaan luas danau dan vegetasi air

Tahapan pemetaan sebaran vegetasi air dilakukan dengan mengkroping citra menggunakan batas permukaan air danau, melakukan pengambilan sampel untuk 3 kelas (vegetasi air, tubuh air dan tanah) dengan total 45 sampel, dan melakukan klasifikasi menggunakan metode Maximum Likelihood Enhance Neigbour untuk mendapatkan sebaran vegetasi air di wilayah danau.

Page 153: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

153Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Selanjutnya dilakukan perhitungan rata-rata penyempitan/perluasan permukaan air danau pertahun dan perhitungan persentase tutupan vegetasi air di Danau Rawa Pening. Rata-rata pertahun penyempitan/perluasan permukaan air danau dan persentase tutupan vegetasi dihitung dengan persamaan di bawah ini:

S= (((A2-A1))⁄A1)/(n2-n1)×100 % (1)

Persentase tutupan vegetasi = (Luas vegetasi air/Luas danau) X 100% (2)

dimana, S adalah rata-rata penyempitan (-) atau perluasan (+), A1 dan A2 adalah luas tahun awal dan tahun terakhir, n1 dan n2 adalah tahun awal dan tahun terakhir.

Tahapan pemetaan kualitas air dengan menggunakan model algoritma ekstraksi TSM yang dikembangkan oleh Doxaran et al. (2002). gambar 2 memperlihatkan model algoritma Doxaran, korelasi antara TSM dengan rasio band NIR/Green, model ini dibangun berbasis hasil pengukuran spektroradiometer pada berbagai konsentrasi TSM (10 – 1000 mg/l), dan telah diterapkan pada data Landsat. Sedangkan model Kecerahan Perairan dibangun dari data pengukuran lapangan. Hasil pengukuran TSM dan Kecerahan Perairan di Danau Tondano pada tahun 2012, dan hasil pengukuran TSM dan Kecerahan Perairan di Danau Kerinci pada tahun 2013 digabungkan untuk mendapatkan algoritma Kecerahan Perairan berbasis nilai TSM seperti gambar 3 (Trisakti et al., 2013). Selanjutnya algoritma ini digunakan untuk memetakan Kecerahan Perairan daerah kajian, selanjutnya Kecerahan menjadi indikator tingkat kesuburan perairan.

Gambar 2. Algoritma TSM yang dikembangkan oleh Doxaran et al. (2002)

TSM (mg/l)

Kec

erah

an(c

m)

Gambar 3. Model korelasi antara TSS dan Kecerahan perairan danau

Page 154: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

154 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

haSIl Dan DISKuSI

gambar 4 memperlihatkan contoh hasil deliniasi luas permukaan air Danau Rawa Pening dengan komposit RGB (R: NIR+SWIR, G: NIR, B: NIR-Red), dan hasil pemetaan luas Danau Rawa Pening pada tahun 2000, 2005, 2007, 2009 dan 2013. Eceng gondok terlihat dengan penampakan wana putih. Deliniasi batas danau dibuat dengan mempertimbangkan adanya tutupan vegetasi air diatasnya. Hasil pemetaan luas permukaan air danau menggunakan data Landsat multi temporal memperlihatkan bahwa bentuk dan luas danau berubah-rubah setiap tahun, mengalami penyempitan dan perluasan.

Perubahan luas permukaan air danau dan rata-rata penyempitan pertahun dan perluasan Danau Rawa Pening diperlihatkan pada gambar 5. Luas permukaan air Danau Rawa Pening mengalami penyempitan selama periode 2000-2007. Laju penyempitan tertinggi terjadi pada tahun 2007 mencapai 4,4% pertahun. Tetapi pada periode 2007-2013, luas Danau Rawa Pening bertambah dengan laju perluasan mencapai 3,5% - 12,8% pertahun. Luas permukaan air Danau Rawa Pening pada tahun 2013 adalah sebesar 2.035 ha.

Komposit RGB :R = NIR+SWIRG = NIRB = NIR-Red

(a) Deliniasi dengan model komposit RGB

Tahun 2000Tahun 2005Tahun 2007Tahun 2009Tahun 2013

(b) Perubahan luas permukaan air danau Kerinci

Gambar 4. Hasil pemetaan luas permukaan air Danau Kerinci periode 2000-2012

Eceng gondok adalah salah satu vegetasi air yang banyak berkembang di atas permukaan air danau (Gambar 6). Komposit warna dibuat dengan memilih kombinasi kanal yang mempunyai nilai spektral paling tinggi untuk eceng gondok berdasarkan hasil analisis perbedaan spektral dari sampel vegetasi. Eceng gondok di danau mempunyai tingkat kehijauan dan aktifitas fotosintesis yang tinggi, sehingga memiliki pantulan yang tinggi pada kanal NIR dan SWIR, serta memiliki pantulan rendah pada kanal merah. Oleh karena itu dengan kombinasi warna RGB (R: NIR+SWIR, G: NIR, B: NIR-Red) maka piksel eceng gondok akan mempunyai nilai tinggi pada warna R, G dan B, yang kemudian membentuk gabungan warna putih. Informasi sebaran spasial eceng gondok diperoleh dengan

melakukan klasifikasi secara dijital menggunakan metode klasifikasi Maximum Likelihood Enhanced Neighbour.

Hasil klasifikasi sebaran eceng gondok pada tahun 2013 diperlihatkan pada Gambar 7, eceng gondok berhasil dipisahkan dengan cukup akurat (Akurasi > 95%)

Page 155: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

155Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

Luas

(ha)

Tahun (-)

-3.2%-0.4%

-4.4%

+12.8%

+3.5%

Gambar 5. Luas permukaan air Danau Rawa Pening periode 2000-2012, negatif (-) adalah laju penyempitan dan positif (+) adalah laju perluasan pertahun

Komposit RGB :R = NIR+SWIRG = NIRB = NIR-Red

Eceng gondok

Eceng gondok

Gambar 6. Penampakan dan hasil klasifikasi eceng gondok

gambar 7 memperlihatkan sebaran eceng gondok di Danau Rawa Pening periode 2000-2013. Huruf putih pada bagian kiri bawah menunjukan persentase luas tutupan eceng gondok terhadap luas danau. Pertumbuhan eceng gondok berfluktuasi selama periode 2000-2013, perkembangan eceng gondok yang signifikan terjadi pada tahun 2005 dan 2013. Pesentase luas tutupan eceng gondok sekitar 25% pada tahun 2000, mengalami peningkatan menjadi 65% pada tahun 2005, menurun kembali menjadi 32% pada tahun 2009 dan selanjutnya meningkat kembali menjadi 45% pada tahun 2013. Pertambahan eceng gondok yang sangat cepat akan mengakibatkan terganggunya aktifitas budidaya perikanan, rusaknya keindahan danau dan pendangkalan danau yang semakin cepat. Beberapa danau di Indonesia, seperti Danau Limboto dan Danau Tempe mengalami peningkatan sebaran eceng gondok yang sangat cepat, dimana luas sebaran eceng gondok mencapai 30% - 60% dari luas permukaan air danau tersebut. Hal ini mengakibatkan eceng gondok menjadi permasalahan paling utama yang harus diselesaikan untuk pemulihan dan pengelolaan danau yang lestari.

Page 156: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

156 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, kondisi eceng gondok yang menyebar, tidak terkendali dan menganggu fungsi danau menjadi dasar bahwa status danau tersebut dalam kondisi rusak. Kalau dianalisis maka kondisi sebaran eceng gondok di perairan Danau Rawa Pening sangat tidak terkendali, menyebar di seluruh bagian danau dan menganggu berbagai fungsi danau dan aktifitas masyarakat.

25%

Sebaran eceng gondok tahun 2000

65%

Sebaran Eceng gondok tahun 2005

32%

Sebaran eceng gondok tahun 2009

45%

Sebaran eceng gondok tahun 2013

Gambar 7. Pemantauan sebaran eceng gondok di perairan Danau Rawa Pening

Page 157: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

157Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

gambar 8 memperlihatkan sebaran TSM dan Kecerahan Perairan di Danau Rawa Pening pada tahun 2000, 2009 dan 2013. Warna hitam adalah sebaran eceng gondok pada tahun tersebut. Sebaran TSM pada tahun 2000 berkisar kurang dari 15 mg/l, tetapi konsetrasi TSM meningkat mencapai 20 mg/l pada tahun 2009, dan semakin meningkat mencapai 30 mg/l pada tahun 2013. Konsentrasi TSM yang tinggi pada tahun 2013 tersebar di bagian tengah perairan Danau Rawa Pening.

Pola Kecerahan Perairan berbanding terbalik dengan pola TSM. Kecerahan Perairan cukup tinggi (> 3m) terdapat pada bagian atas perairan danau yang tingkat konsentrasi TSM yang rendah, sedangkan Kecerahan Perairan rendah (<2m) terdapat di hampir sebagian besar danau, khususnya bagian tengah dan timur danau yang mempunyai TSM yang tinggi. Pada umumnya Kecerahan Perairan tahun 2000 mempunyai nilai yang berkisar dari 1-3 meter, tetapi bersama dengan bertambahnya waktu maka tingkat Kecerahan Perairan di Danau Rawa Pening semakin berkurang. Kecerahan Perairan pada tahun 2013 mencapai kurang dari 2 meter pada hampir seluruh bagian Danau Rawa Pening. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau pada Tabel 1 dan Tabel 2, danau berada dalam status rusak bila perairan danau berada dalam kondisi hipertropik yang diindikasikan dengan kecerahan kurang dari 2.5 meter. Berdasarkan nilai Kecerahan perairan dari citra satelit, maka sebagian besar wilayah Danau Rawa Pening dalam kondisi hipertropik.

Tabel 2. Kategori status tropik danau metode UNEP-ILEC

STATUS TROFIK

KADAR RATA-RATA

TOTAL N, (mg/L)

TOTAL P, (mg/L)

Klorofil – a(ug/L)

KECERAHAN (m)

Oligotrofik < 650 < 10 < 2 >10

Mesotrofik < 750 < 30 < 5 >4

Eutrofik < 1900 < 100 < 15 > 2,5

Hypertrofik > 1900 > 100 > 200 < 2,5

Sumber : KLH,2009, Modifikasi OECD1982,MAB 1989, UNEP-ILEC,2001

Kategori status tropik danau metode UNEP-ILEC

Page 158: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

158 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

2000

TSM pada tahun 2000

2000

Kecerahan pada tahun 2000

Keterangan:

Legenda TSM

30 mg/l

0 mg/l

Legenda Kecer-ahan

4 m

0 m

Eceng gondok

2009

TSM pada tahun 2009

2009

Kecerahan pada tahun 2009

2013

TSM pada tahun 2013

2013

Kecerahan pada tahun 2013

Gambar 8. TSM dan Kecerahan perairan di Danau Rawa Pening tahun 2000, 2009 dan 2013

Page 159: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

159Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau

KESIMPulan

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh multi temporal telah dilakukan untuk memantau parameter yang digunakan sebagai penilai status ekosistem perairan danau sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau dari KLH untuk Danau Rawa Pening. Beberapa kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Danau Rawa Pening mengalami penurunan kualitas selama periode 2000-2013, yang terlihat dengan laju penyempitan dan perluasan permukaan air danau yang dinamis, menyebarnya eceng gondok secara tidak terkendali sehingga menutupi 45% dari luas permukaan danau

2. Terjadinya peningkatan konsentrasi TSM dan penurunan Kecerahan Perairan Danay Rawa Pening. Sebagian besar perairan danau mempunyai Kecerahan Perairan kurang dari 2.5 m yang mengindikasikan status tropik perairan danau dalam kelas hipertropik

DafTaR PuSTaKa

Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake

Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002

Doxaran D., Froidefond J.M. and Castaing P., 2002, A Reflectance Band Ratio Used to Estimate Suspended

Matter Concentration in Sediment-dominated Coastal Waters, 2002, Int. J. Remote Sensing, Vol.23, No. 23, Pp. 5079-5085

KLH, 2008, Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH, 2011, Profil 15 Danau Prioritas Nasional 2010-2014, Kementerian Lingkungan Hidup

KLH,2012, Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup

Li, R. dan Li, J., 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring: An Overview, International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), 893-901.

Liu J., Hirose T., Kapfer M. and Bennett J., 2007, Operational Water Quality Monitoring over Lake Winnipeg

Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders – Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 – November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada

Miao Z., Radiometric and Atmospheric Correction, 2009, Power point Lecture.

Powell R., Brooks C., French N., and Shuchman R., 2008, Remote Sensing of Lake Clarity, Michigan Tech Research Institute (MTRI), May 2008

Trisakti B. dan Nugroho G., 2012, Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi Temporal dan Multi Sensor (Landsat

TM/ETM+ dan SPOT-4), Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital, Vol.7, Juni 2012.

Trisakti B., 2013, Kajian Penentuan Luas Danau Dan Sebaran Vegetasi Air dengan Metoda Penginderaan Jauh, Jurnal Limnotek, Vol.20, No.1, 2013

Trisakti B., 2013, Pengembangan Model Standar Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan

Sumberdaya Air, Laporan Akhir Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, Pusfatja-LAPAN, 2013

Page 160: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

160 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air Dan Danau

PEnuTuP

Ekosistem Danau mempunyai fungsi sebagai penyimpan kekayaan plasma nutfath, penyedia air minum, irigasi pertanian, pembangkit listrik, budidaya perikanan dan pariwisata. Tetapi saat ini, konversi lahan dan polusi yang terjadi di Daerah Tangkapan Air (DTA) dan aktifitas masyarakat sekitar di danau mengakibatkan terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas danau di Indonesia, yang selanjutnya menyebabkan terganggunya fungsi danau. Untuk menyelamatkan ekosistem danau agar tidak semakin rusak dan tetap lestari, maka Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) I dan II, yang menghasilkan kesepakatan penyelamatan ekosistem danau prioritas I (2009-2014) dan prioritas II (2015-2019) berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat sekitat.

Dalam mendukung program pengelolaan danau prioritas, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, khususnya Bidang Sumber Daya Wilayah Darat di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, telah melakukan kegiatan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk sumber daya air, yang bertujuan untuk menghasilkan metode pengolahan data satelit dan informasi spasial mengenai perubahan yang terjadi pada ekosistem danau prioritas. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan selama tiga tahun dari tahun 2011 sampai 2013.

Hasil yang dicapai dari kegiatan ini meliputi dokumen laporan kegiatan, informasi spasial mengenai perubahan kondisi fisik ekosistem danau (daerah tangkapan air dan perairan danau) untuk 6 danau prioritas, metode pengolahan data dan paper ilmiah. Sebagian paper ilmiah yang dihasilkan masih dalam proses penerimaan, sebagian lagi telah diterbitkan pada jurnal, prodising, buku ilmiah dan majalah. Hasil-hasil yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk perencanaan konservasi lahan di daerah tangkapan air serta mendukung pengelolaan dan penyelamatan danau prioritas di Indonesia.

Page 161: Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan ...pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Pemanfaatan... · tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan

161Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit Untuk Pemantauan Daerah

Tangkapan Air Dan Danau