Pulmonal Hemosiderosis

download Pulmonal Hemosiderosis

of 10

Transcript of Pulmonal Hemosiderosis

Pulmonal Hemosiderosis

Pendahuluan Perdarahan paru difus merupakan suatu kondisi yang jarang, akut, dan mengancam jiwa dengan episode berulang yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia, deposisi kolagen pada saluran napas kecil, dan, pada akhirnya menyebabkan fibrosis.1 Setiap perdarahan dari atau ke dalam paru akan menyebabkan terjadinya deposit hemosiderin dalam makrofag paru. Pulmonal hemosiderosis (PH) adalah istilah untuk perdarahan kronik persisten dan berulang. Perdarahan dapat terjadi fokal atau difus. Dapat terjadi pada saluran napas, alveoli atau parenkima. Dapat berasal dari paru (tekanan rendah) atau sirkulasi bronkial (tekanan tinggi). Dapat bersifat ringan atau mengancam jiwa.2 Pulmonal hemosiderosis (PH) dapat terjadi sebagai penyakit primer paru atau dapat sekunder karena penyakit kardiovaskuler atau sistemik. Pada anak-anak, pulmonal hemosiderosis primer lebih sering ditemukan daripada tipe sekunder.3 Tiga varian dari pulmonal hemosiderosis primer, yaitu: (1) pulmonal hemosiderosis terkait dengan antibodi terhadap membran basalis paru dan ginjal (sindroma Goodpasture), (2) pulmonal hemosiderosis terkait dengan hipersensitivitas terhadap protein dalam susu sapi (sindroma Heiner), dan (3) idiopatik pulmonal hemosiderosis (IPH).3 Secara epidemiologi, PH adalah penyakit langka. Secara keseluruhan, 80% dari kasus terjadi pada anak-anak, kebanyakan didiagnosa pada dekade pertama. Sisa 20% kasus adalah onset dewasa dari PH, kebanyakan didiagnosa sebelum berusia 30 tahun. Berdasarkan literatur, PH dikarakterisasi sebagai kelainan overload besi sebagai hasil dari akumulasi makrofag hemosiderin-laden pada ruang alveolar yang disebabkan perdarahan alveolar difus yang kronik atau berulang yang kadang-kadang fatal, dengan prevalensi yang tinggi pada anak-anak; akan tetapi, hingga saat ini, hanya sedikit laporan pada orang dewasa.4 Diagnosis PH dapat dikonfirmasi dengan pewarnaan besi dari sputum atau aspirasi paru atau dengan biopsi. Remisi spontan dapat terjadi dengan penggunaan kortikosteroid. Beberapa penelitian melaporkan anemia sebagai hipokrom dan mikrositik oleh karena kehilangan darah dan defisiensi besi, meskipun adanya akumulasi besi dalam jumlah besar di jaringan paru. Koreksi dari anemia dengan terapi besi intensif dan transfusi dianggap sebagai terapi yang penting.5

Etiologi Pulmonal Hemosiderosis Primer:2 A. B. C. D. Idiopatik pulmonal hemosiderosis Terkait dengan jenis jamur tertentu (Stachybotrys atra) Alergi susu sapi (sindroma Heiner) Antibodi terhadap membran basalis paru (Wegeners granulomatosis) dan ginjal (sindroma Goodpasture) E. Trauma, termasuk aspirasi benda asing F. Bronkiektasis dan bentuk lain infeksi paru kronik Pulmonal hemosiderosis sekunder:2 A. Penyakit vaskuler paru termasuk penyakit jantung, hipertensi pulmonal dan malformasi arterivena B. Penyakit inflamasi sistemik menyeluruh C. Kelainan perdarahan, termasuk sindrom purpurik dan koagulopati oleh karena sepsis D. Menelan obat atau bahan kimia seperti Trimelitik anhidrat atau D-penicilamin Patofisiologi Patofisiologi dari pulmonal hemosideris bervariasi untuk setiap etiologi. Perdarahan dapat muncul karena penyakit bawaan, inflamasi atau kongesti pembuluh darah paru; reaksi imun atau deposisi kompleks antibodi-antigen di paru; infeksi kronik atau invasif, atau reaksi toksin. Apapun penyebabnya, setiap sel darah merah yang berada dalam alveoli, saluran napas atau parenkim paru, akan dipecah dan hemoglobin dihancurkan oleh makrofag lookal. Setelah dihancurkan, hemoglobin akan diubah menjadi hemosiderin oleh degradasi lisosomal. Hal ini juga mengaktivasi makrofag lokal, diikuti oleh cascade inflamasi, termasuk penggunaan sel-sel dan produksi sitokin.2 Patogenesis dari IPH, saat ini, masih belum diketahui, namun beberapa teori telah diajukan sebagai patomekanisme terjadinya IPH; yaitu:6 Teori Genetik Kelompok IPH familial telah dilaporkan, ini mengindikasikan adanya pewarisan versus predisposisi genetik yang dipengaruhi oleh beberapa agen lingkungan yang belum dapat dikenali. Perkembangan terbaru dalam bidang genetik akan memberikan pemahaman baru terhadap patogenesis penyakit ini. Teori autoimun Lesi multipel ultrastruktur membran alveoral telah ditemukan pada penderita dengan IPH pada awal era mikroskop elektron: vakuolisasi dari sel-sel endotel alveolar,

penebalan fokal dan ruptur luas dari membran basal kapiler alveoral, meskipun hal-hal tersebut sebelum adanya highly sensitive immunological assays untuk lebih dapat memahami kondisi autoimun. Akan tetapi, hal ini belum dapat dikonfirmasi sepenuhnya. Kebanyakan percaya bahwa etiologi autoimun didasarkan pada adanya kompleks imun yang beredar dalam plasma, meskipun pemeriksaan imunohistokimia dari jaringan paru secara umum tidak mendukung teori ini. Teori Alergi Beberapa penderita dengan IPH memiliki antibodi plasma (precipitin dan IgE) yang dapat dideteksi terhadap susu sapi, yang mengarah ke hipotesis reaksi alergi sistemik terhadap komponen-komponen susu; akan tetapi beberapa peneliti gagal untuk membuktikan temuan ini. Teori Lingkungan Beberapa penelitian telah menghubungkan antara kejadian IPH dengan paparan terhadap insektisida, tetapi teori ini tidak pernah terbukti. Beberapa serial artikel yang menghubungkan paparan lingkungan terhadap fungi (terutama Stachybotrys atra) pada lingkungan banjir dengan IPH mengarah ke penelitian besar terhadap kemungkinan patogenesis infeksi atau mikotoxigenik. Mekanisme yang dipostulasikan adalah bahwa toksin fungi yang disebut trichotecens, yang mana merupakan protein penghambat sintesis yang poten, mengganggu angiogenesis membran alveolar, mengakibatkan regio acinar rentan terhadap perdarahan. Tetapi, hubungan pasti antara fungi dan IPH masih belum dapat ditetapkan. Teori Metabolik Gangguan pada metabolisme besi saat ini telah dipostulasikan untuk IPH. Metabolisme besi memiliki peran penting dalam biologi sistem respirasi. Sistem retikuloendotel merupakan organ penyimpan besi utama, dan perannya dalam homeostasis besi belum dapat sepenuhnya dapat dikesampingkan. Makrofag jaringan bersifat heterogen dalam kapasitas mereka untuk mengambil besi ekstrasel, memproses ulang besi hemoglobin dan mendegradasi eritrosit tua. Manifestasi Klinis Gambaran klinis klasik dari perdarahan paru termasuk hemoptisis, gambaran opasitas alveolar pada radiografi dada, dan anemia. Akan tetapi, pada kebanyakan kasus hanya satu atau dua gambaran yang didapatkan; tidak adanya gambaran klasik seperti ini tidak mengeluarkan diagnosis PH. Gejala-gejala lain yang sering dilaporkan tidak spesifik (contoh, sesak naaps, batuk, nyeri dada, demam), meskipun pada beberapa kasus, gejalagejala spesifik untuk penyakit yang mendasari menjadi temuan utama. Secara umum, gejala-

gejala biasanya memiliki durasi yang singkat, muncul dari beberapa hari hingga beberapa minggu dan bisa berulang.7 Perjalanan klinis dari PH ditandai mengalami remisi dan eksaserbasi. Anemia bisa membaik secara spontan tetapi manifestasi radiologi yang abnormal tidak dapat kembali normal meskipun infiltrasi masif akut sebagian besar telah membaik.5,8 Onset klinis sangat bervariasi dari akut, fulminan hemoptisis, hingga batuk dan sesak yang kronik, hemoptisis berulang, lelah, atau hanya anemia tanpa gejala. Pada orang dewasa, gejala-gejala saluran napas dapat lebih menonjol, dimana pada anak kegagalan bertumbuh dan anemia (hemoptisis lebih kurang) dapat menjadi temuan yang menonjol.6 Perjalanan klinis PH dibagi ke dalam 2 fase. Pertama, fase akut, bakaitan dengan episode perdarahan intra-alveolar, dengan manifestasi klinis berupa batuk, sesak napas, anemia, hemoptisis dan kadang-kadang gagal napas. Hampir 100% orang dewasa mengalami hemoptisis selama fase ini.6,9 Kedua, fase kronik yang dikarakterisasi oleh resolusi lambat dari gejala-gejala pada fase akut, dengan atau tanpa pengobatan.9 Anemia defisiensi besi karakteristik untuk PH dan dapat menjadi tanda yang menonjol. Defisiensi besi tetap bertahan meskipun deposit besi tubuh total normal, karena hemosiderin dalam makrofag alveolar tidak dapat digunakan untuk membentuk eritrosit. 8 Pemeriksaan fisis juga berbeda pada kedua fase klinis tersebut. Fase akut memiliki gejala yang bervariasi, dari tanda-tanda gagal napas, batuk dan hemoptisis, hingga tandatanda anemia berat. Pada fase kronik ditemukan pucat, kegagalan bertumbuh, hepatosplenomegali dan kadang-kadang pemeriksaan fisis yang normal. Pada mereka dengan fibrosis paru, ronki bilateral dan jari tabuh dapat ditemukan.6 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan anemia dengan berbagai derajat, dengan tidak adanya defek pada trombosit, gangguan hati atau ginjal, koagulopati, atau sindrom inflamasi apapun. Anemia sideropenik (saturasi transferrin