Publikasi Ilmiah Gede Bayu Rahanatha

download Publikasi Ilmiah Gede Bayu Rahanatha

of 49

Transcript of Publikasi Ilmiah Gede Bayu Rahanatha

PUBLIKASI ILMIAH

PENGARUH AFEKSI DAN KOGNISI TERHADAP PERSUASI DAN MINAT BELI( Studi Pada Iklan Radio Produk Minuman Penyegar Merek Segar Dingin )

GEDE BAYU RAHANATHA PROF. DR. NI WAYAN SRI SUPRAPTI, SE,MSI. I GST. A. KT. G. SUASANA, SE, MM

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

ABSTRAK

PENGARUH AFEKSI DAN KOGNISI TERHADAP PERSUASI DAN MINAT BELI ( STUDI PADA IKLAN RADIO PRODUK MINUMAN PENYEGAR MEREK SEGAR DINGIN )

Maraknya persaingan antar merek pada produk consumer goods, mengakibatkan semakin besarnya peranan periklanan yang dilakukan perusahaan. Pemakaian Afeksi dan Kognisi dalam periklanan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin diraih perusahaan. Penelitian ini mencoba mengaplikasikan model affect reason involment (model ARI) pada produk minuman penyegar khususnya pada merek Segar Dingin. Penelitian ini juga akan mengkonfirmasi apakah eksekusi periklanan melalui media radio yang dilakukan oleh Segar Dingin terbukti efektif dalam kajian teori emotional branding dan sesuai dengan konsep product-induced affect. Penelitian ini diharapkan untuk dapat menambah wawasan mengenai emotional branding dalam kajian studi yang dilakukan pada produk consumer goods khususnya dalam iklan radio produk minuman penyegar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap hubungan antara aspek-aspek yang terdapat dalam model ARI untuk produk consumer goods. Responden penelitian adalah 100 orang yang terkategori sebagai pendengar radio aktif dengan ketentuan belum pernah mendengarkan iklan radio produk Segar Dingin. Pemilihan responden didasarkan atas kriteria pendengar radio aktif. Data dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan terdukung. Variabel afeksi iklan radio Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan pada persuasi iklan tersebut. Variabel kognisi iklan radio Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan pada persuasi iklan tersebut. Variabel persuasi iklan radio Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan pada minat beli komunikan. Berdasarkan nilai koefisien regresi dapat dilihat bahwa diantara variable afeksi dan variable kognisi yang paling besar pengaruhnya terhadap persuasi adalah variable afeksi dengan koefisien sebesar 0.692. Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan oleh manajemen divisi Branding Wings Food, biro periklanan, dan pihak stasiun radio, untuk melakukan desain periklanan. (1) Pemakaian unsur afeksi dan kognisi dalam iklan sangat penting untuk mencapai tujuan periklanan yaitu persuasi yang pada akhirnya mampu meningkatkan minat beli. (2) Penelitian menunjukkan bahwa Iklan radio Segar Dingin sebaiknya menonjolkan afeksi atau unsur perasaan dibandingkan dengan kognisi. (3) Unsur kognisi pada iklan Segar Dingin tetap diperlukan. (4) Tim kreatif hendaknya memperhatikan kombinasi afeksi dan kognisi yang tepat pada iklan. Kata kunci : Afeksi, kognisi, keterlibatan, persuasi, minat beli, merek, emotional branding, periklanan.

ABSTRACT

THE EFFECT OF AFFECT AND REASON ON PERSUATION AND INTENTION TO BUY (CASE STUDY ON RADIO CHAMPAIGN OF SEGAR DINGIN REFRESHMENT PRODUCT)

The rise of inter-brand competition in consumer goods products, resulting in the prevalence of advertising of the company. The use of affect and reason in advertising must be tailored to the objectives to be achieved by the company.This study tries to apply the model of ARI on consumer goods products, especially in the Segar Dingin brand. The study will also confirm whether the execution of advertising through the airwaves by Segar Dingin proven effective in the study of the theory of emotional branding, and in accordance with the concept of product-induced affect.This study is expected to be able to increase knowledge about emotional branding study conducted with consumer goods products, especially in radio advertising of beverages products. The results of this study are expected to contribute to the relationship between aspects contained in the ARI model for consumer goods products. Further more, this research is expected to be used as a basis for consideration for the marketing and creative divisions in the manufacture of beverages radio ads. Survey respondents were 100 people, categorized as active radio listeners with the provision had never listened to the radio ads Segar Dingin product. The selection of respondents based on the criteria of active radio listeners. Data were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). The results showed that all supported the hypothesis proposed. Variable affections Segar Dingin radio ads has a significant positive effect on persuasion ads. Variable cognition of Segar Dingin radio ads has a significant positive effect on persuasion ads. Variable radio advertising persuasion Segar Dingin has a positive and significant influence on the buying interest communicant. Based on the regression coefficients can be seen that among the affective variables and cognitive variables, the most influence on persuasion is the affections variable with a coefficient of 0.692. The practical implications of this research that can be used as a reference by the Wings Food Branding Manager, advertising agency, and radio station in doing advertising design are: (1) The use the element of affection and cognition in advertising is critical to achieve the goal of advertising is persuasion, which in turn can increase buying interest. (2) Research shows that radio ads should feature Segar Dingin feelings of affection or elements compared with cognition. (3) The element of cognition in Segar Dingin radio ad still needed. (4) Creative team should consider a combination of affection and cognition on the ad. Keywords: Affect, reason, involvement, persuation, intention to buy, brand, emotional branding, advertisement.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan bahkan ribuan merek, baik dari dalam maupun luar negeri maka bertambah pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Tantangan tersebut dapat direspon dengan cara membentuk identitas produk yang kuat. Pada akhirnya semuanya tergantung dari seberapa besar merek memiliki ikatan emosional terhadap konsumen sebagai pelanggan merek tersebut. Pentingnya membangun emosi dalam sebuah merek dikemukakan oleh Jing Zhu (2002) dalam risetnya mengenai emosi pada merek dan aksi konsumen. Paradigma baru dalam dunia ekonomi telah berubah di mana konsep industrialiasi digantikan oleh konsep pemasaran yang menjadikan konsumen sebagai raja, (Herbert ;1999). Kreativitas menjadi lebih penting dibandingkan modal dalam hal pemicu utama pertumbuhan usaha. Sebuah ide yang melibatkan suatu konsep merek yang luar biasa dapat mengubah seluruh masa depan perusahaan. Konsep seductive objects with a sly sting menyatakan bahwa sejak tahun 1940, basis ekonomi telah bergeser dari produksi ke konsumsi (Herbert;1999). Gobe (2005:xvii) menekankan bahwa dalam upaya membangun sebuah merek yang kuat, tidak hanya dengan sebuah produk yang luar biasa ataupun harga termurah, melainkan dengan menekankan sisi emosional disertai dengan distribusinya. Hal tersebut menjadi penentu pilihan akhir konsumen dengan kesediaan terhadap harga yang dibayar. Suatu merek ternyata mampu menggiring konsumen untuk masuk ke alam emosi melalui 1 berbagai persentuhan dengan keseluruhan indera secara mendalam sehingga tercipta suatu hubungan intim dan intens untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini mempunyai arti bahwa para pemasar harus secara cermat dapat memahami berbagai kebutuhan emosional dari target pasarnya sehingga mampu membangun langkah-langkah untuk memperkuat hubungan dan mengakui konsumen sebagai mitranya. Merek adalah komoditas atau jasa yang dikemas dalam sebuah tampilan emosional, dipatenkan dengan sebuah image atau logo. Tampilan emosional adalah sebuah pengalaman sensoris yang diciptakan dengan desain konseptual dari sebuah merek. Branding, merujuk pada kumpulan hal-hal yang dipercayai dan dipegang pembeli mengenai perusahaan beserta produk / jasanya, baik positif maupun negatif. Definisi ini bergeser menjadi lebih dari sekedar nama, logo, atau identitas grafik. Suatu merek muncul ketika perusahaan berinteraksi dan membangun hubungan dengan konsumen. Saat ketertarikan muncul, seseorang akan mengingat sebuah merk dan menjadikannya sebagai referensi untuk kehidupannya seharihari. Emotional branding berfokus pada bagaimana esensi suatu merek bisa dikomunikasikan. Penjual menganggap bahwa suatu merek adalah fenomena psikologis yang muncul dari persepsi pribadi konsumen, dan yang membangun suatu merek adalah sekumpulan persepsi alami tersebut. Motivasi berdasar pada emosi, sehingga untuk memotivasi seseorang harus mampu menggerakkan orang tersebut secara emosional. Hal ini menyebabkan iklan yang paling efektif bukan hanya bersifat informasional tetapi juga bersifat emosional. Penerapan emotional branding pada berbagai

2 produk juga hendaknya memperhatikan berbagai macam aspek seperti jenis produk, media yang dipergunakan serta tingkat keterlibatan emosional antara produk dan komunikan. Periklanan adalah salah satu cara untuk dapat menyampaikan pesan pemasaran kepada konsumen yang bertindak sebagai komunikan. Tugas sebagai seorang pemasar berkaitan dengan periklanan adalah untuk dapat memahami kebutuhan komunikasi. Kemampuan menyajikan pesan yang ingin dihadirkan kepada pasar yang ingin dituju tersebut menjadi begitu penting dalam upaya menarik komunikan untuk melakukan tindakan. Kesesuain antara jenis produk yang diiklankan dengan strategi periklanan yang dipergunakan harus dieksekusi untuk dapat menyentuh afeksi dan kognisi dari komunikan. Perpaduan antara sisi afeksi yang disentuh dan informasi yang diutarakan harus sesuai untuk menghadirkan suatu persuasi dan sikap yang diharapkan oleh pemasar yaitu minat beli melalui periklanan yang dilakukan. Kaedah periklanan yang mengangkat prinsip emotional branding, diungkapkan oleh Buck dan Chauduri (1995) melalui sebuah model ARI (affect, reason, involvement). Model tersebut menjelaskan bahwa, involvement atau keterlibatan adalah kualitas dan kedalaman level kognisi dan afeksi yang dicapai oleh iklan pada konsumen. Affect merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, terjadi secara langsung dan sangat cepat pada komunikan sebagai akibat dari adanya stimulus yang berupa periklanan, misalnya: perasaan senang, perasaan takut dan sedih. Reason adalah pengetahuan atau informasi bersifat logis yang berkaitam dengan produk atau perusahaan yang diiklankan. Tema humor bertentangan dengan model ARI yang diungkapkan Buck (1995). Sebuah riset lanjutan yang dilakukan oleh Chauduri (2005) menghasilkan konsep product- induced affect. Konsep ini memberikan dukungan bahwa terdapat beberapa jenis consumer goods yang apabila mengedepankan sisi affect pada periklanannya memiliki tingkat efektifitas yang lebih baik dalam hal penciptaan persuasi yang lebih baik. Beberapa temuan produk consumer goods yang didapat oleh teori ini adalah: es krim, permen, bir, soda. Penelitian ini mencoba mengaplikasikan model ARI pada produk consumer goods khususnya pada merek Segar Dingin. Penelitian ini mengkonfirmasi apakah eksekusi periklanan melalui media radio yang dilakukan oleh Segar Dingin terbukti efektif dalam kajian teori emotional branding dan sesuai dengan konsep product-induced affect yang dilakukan oleh Chauduri (2005). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian, sebagai berikut: 1). Bagaimanakah pengaruh afeksi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap persuasi iklan tersebut? 2). Bagaimanakah pengaruh kognisi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap persuasi iklan tersebut? 3). Bagaimanakah pengaruh persuasi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap minat beli pendengar?

3 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan: 1). Untuk mengetahui pengaruh afeksi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap persuasi iklan radio Segar Dingin. 2). Untuk mengetahui pengaruh kognisi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap persuasi iklan radio Segar Dingin. 3). Untuk mengetahui pengaruh persuasi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin terhadap minat beli komunikan. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian Serangkaian manfaat yang ingin diraih pada penelitian ini antara lain: 1). Manfaat teoritis a). Untuk dapat menambah wawasan mengenai emotional branding dalam kajian studi yang dilakukan untuk produk minuman penyegar yang tergolong consumer goods. b). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi terhadap hubungan antara aspekaspek yang terdapat dalam model ARI untuk produk consumer goods. 2). Manfaat Praktis a). Untuk memberikan pola berpikir dalam pembuatan kreatif iklan radio bagi perusahaan yang bergerak dalam bisnis consumer goods khususnya produk minuman penyegar. b). Memberikan wawasan praktis bagi stasiun radio atau agensi periklanan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam produksi iklan radio yang berkenaan dengan produk consumer goods khususnya minuman penyegar. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Periklanan 2.1.1 Konsep periklanan Wells (2007:5) mendefinisikan periklanan sebagai segala upaya yang dilakukan suatu pihak untuk menciptakan pesan yang disampaikan kepada pihak lain dan berharap pihak lain tersebut akan melalukan reaksi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pengirim pesan Periklanan secara moderen adalah: bentuk komunikasi persuasif yang harus dibayar oleh sponsor (pihak pengirim pesan) yang menggunakan media non personal atau media massa dalam berbagai pilihan, sehingga sponsor mampu menyampaikan pesan secara masal, dan pada akhirnya mampu menjadi jembatan antara konsumen yang disasar sponsor sesuai dengan tujuan dari periklanan 2.1.2 Fungsi periklanan Wells (2007:10) mengungkapkan, secara garis besar, terdapat enam fungsi dari periklanan, hal ini didapat dari peranan periklanan yang berperan dalam bidang marketing, bisnis, ekonomi dan sosial. Fungsi-fungsi tersebut, terdiri atas: 1). Membangun kesadaran produk dan merek. Fungsi ini memiliki tujuan sebagai alat ketik pada alam bawah sadar penerima pesan akan keberadaan produk atau merek.

4 2). Penciptaan citra merek. Fungsi ini memiliki tujuan agar penerima pesan memiliki gambaran tertentu terhadap suatu produk, atau sebatas merek dari sponsor. 3). Penyedia informasi produk dan atau merek. Fungsi ini memiliki tujuan sebagai sumber wawasan penerima pesan terhadap produk atau merek. 4). Sumber pengaruh. Fungsi ini memiliki tujuan untuk memengaruhi penerima pesan untuk melakukan aksi tertentu. 5). Bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan. Fungsi ini memiliki tujuan sebagai bahan pertimbangan penerima pesan dalam melakukan aksi dengan terdapat imingiming tertentu yang memberikan keuntungan bagi penerima pesan. 6). Sarana pengingat pengalaman pada merek. Fungsi ini sebagai pengingat agar penerima pesan melakukan aksi tertentu pasca aksi yang telah dilakukan penerima pesan. 2.1.4 Perencanaan media periklanan Perencanaan media memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjuang suatu keberhasilan periklanan. Berbagai macam media tersedia untuk selanjutnya dipilih secara cermat oleh perusahaan dalam kampanye periklanan yang dilakukan. 2.1.5 Jenis-jenis media periklanan Periklanan bersifat kompleks. Berbagai jenis periklanan berusaha menyasar berbagai segmen dapat dilihat di media. Wells (2007: 185) Secara garis besar, periklanan dapat dibedakan menjadi: 1). Iklan merek. Iklan terfokus pada pembangunan suatu identitas dan image dari sebuah merek 2). Iklan lokal. Iklan terfokus pada suatu daerah tertentu, sifatnya terbatas jarak, dan biasa dilakukan oleh merchants atau perusahaan lokal 3). Iklan politik. Jenis ini biasanya dilakukan dalam rangka menggalang masa untuk mendukung ide politik individu, dan atau sekelompok orang. 4). Iklan respon langsung. Iklan berusaha menstimulasi sasaran dengan menembak langsung sasaran sebagai individual tetapi dilakukan secara masal. Tujuannya adalah dalam rangka pencapaian objective pesan secara langsung. 5). Iklan antar bisnis (bussiness to business advertising). Periklanan yang dilakukan lintas perusahaan, atau antar sesama perusahaan, sehingga yang menjadi sasaran dari sponsor adalah berupa perusahaan. Konteks ini menunjukkan perushaan adalah pasar dari sponsor 6). Iklan institusi. Iklan berusaha mengembangkan image atau identitas suatu institusi kepada sasaran. 7). Iklan nirlaba. Periklanan dalam rangka memberitahukan secara masal kegiatan yang tidak memiliki orientasi laba 8). Iklan layanan masyarakat. Periklanan dalam rangka mengkampanyekan nilainilai positif kepada

5 recipient demi kepentingan sasaran itu sendiri 9). Iklan interaktif. Periklanan yang bersifat one to many antara sponsor dengan recipient, di mana sponsor mampu berinteraksi secara satu lawan satu dengan banyak recipient dalam rangka penanaman objective di benak recipient. Biasanya bersifat on-line (menggunakan teknologi internet) 2.1.6 Kekuatan dan kelemahan radio sebagai media massa Sebagai salah satu media massa, radio memiliki fungsi sebagai pengikat komunitas yang sifatnya lebih interaktif jika dibandingkan dengan media elektronik lainnya. Prayuda (2005:58) menyebutkan bahwa stasiun radio sebagai media massa memiliki beberapa kekuatan. Kekuatan tersebut antara lain: 1). Menjaga mobilitas. Pendengar tetap bisa beraktivitas sambil mendengar radio. 2). Informasi tercepat. Informasi yang disampaikan radio dapat dilakukan sesegera mungkin, baik melebihi media cetak maupun elektronik lainnya. 3). Auditif. Meskipun hanya mengandalkan suara, radio dapat lebih memberikan pendekatan personal kepada pendengar. 4). Theater of mind. Mampu menciptakan imajinasi yang membuat pendengar penasaran. 5). Komunikasi personal. Mampu menciptakan keakraban kepada pendengar. 6). Murah. Biaya penyelenggaraan stasiun radio dan untuk mendengarkan radio sangat murah. 7). Distribusi masal. Memiliki kekuatan sebagai distribusi informasi, edukasi, dan hiburan yang simultan. 8). Format dan segmentasi yang tajam. Radio mudah menciptakan citra diri dengan ketajaman format dan segmentasi. 9). Daya jangkau yang luas. Teknologinya mampu mengatasi hambatan geografis, cuaca dalam sistem distribusinya. 10). Menyentuh kepentingan lokal dan regional. Mampu mengidentifaikasi kebutuhan pendengar lebih mendalam daripada media yang jangkauannya lintas samudra. Para pemasar juga seharusnya memahami kelemahan radio sebagai media massa, di antaranya adalah sebagai berikut. 1). Radio hanya berupa suara. Suara sulit menjelaskan grafik, angka, dan tidak mungkin menampilkan tampilan visual sehingga perlu dihindari materimateri atau program yang harus menayangkan visual. 2). Radio bersifat selintas. Semua suara yang disampaikan penyiar tidak terdokumentasikan oleh pendengar seperti media cetak. Jadi, dibutuhkan keterampilan untuk menjaga perhatian pendengar oleh penyiar dan pemutaran lagu. 3). Radio bersifat anti detail. Anti detail di sini bukan berarti radio tidak mampu

6 menyampaikan sesuatu secara mendalam, namun sangat sulit menyiarkan data yang mendetail seperti penyampaian deret hitung atau angka yang berdigit banyak. 2.2 Emotional Branding 2.2.1 Pengertian merek Pembahasan merek telah menjadi isu yang sangat penting dalam dunia marketing, bahkan para profesional riset pemasaran menyatakan bahwa perang pemasaran akan menjadi peperangan antara merek, yaitu suatu persaingan demi meraih dominasi merek. Hal ini menunjukkan bahwa betapa vitalnya merek dalam persaingan pemasaran dari suatu produk. Merek merupakan bagian yang sangat penting dari suatu produk. American Marketing Association dalam Kotler (2008:332) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seorang atau beberapa penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada produk menurut Kotler dan Armstrong, (2001:360). 2.2.2 Merek dan perilaku konsumen Dewasa ini dalam praktik pemasaran, merek menjadi suatu konsep yang banyak mendapat perhatian bagi setiap produsen. Hal ini dikarenakan oleh serbuan informasi pemasaran yang kian menjamur seperti sekarang ini, sehingga posisi merek sebagai pembeda dengan produk yang lainnya menjadi sangat penting. Konsumen menyadari bahwa merek tidak hanya sekedar dimaknai sebagai logo atau nama dari suatu produk yang membedakan dengan produk yang lain dalam Kottler (2001:225). Kertajaya (2004: 5) menyatakan bahwa merek bagi konsumen merupakan suatu citra tersendiri yang mempunyai makna jauh lebih besar dari produk. Hal tersebut dikarenakan dalam merek ada komponen persepsi yang terbentuk dalam diri konsumen. Persepsi inilah yang akan membentuk image atau citra dari merek yang bersangkutan yang selanjutnya dijadikan acuan konsumen dalam membeli suatu produk. 2.2.3 Emosi (emotion) Serangkaian diskusi mengenai emosi yang telah dilakukan penelitipeneliti sebelumnya menjelaskan bahwa emosi adalah sebuah aktivitas progresif dari organisme, dalam merespon persepsi situasi yang sulit (perceived predicament). Farida (2007) menyatakan bahwa emosi umumnya meliputi kesatuan kombinasi dari reaksi psikologis, perasaan subjektif, dan aktivitas-aktivitas kognisi yang berhubungan. Definisi lain mengenai emosi oleh Tavris dalam Sulaiman (2009), menyebutkan bahwa emosi adalah suatu kondisi ketergugahan yang meliputi perubahan wajah dan tubuh, aktivasi otak, penilaian kognisi, perasaan subjektif, dan kecenderungan terhadap aksi, yang semuanya dibentuk oleh aturan-aturan budaya. Emosi dalam pengertian ini melibatkan pengaruh budaya dalam menghasilkan respon-respon emosi yang dibentuk oleh individu. Mayers dalam Sulaiman (2009) melihat emosi sebagai respon yang terorganisir, melewati batas-batas sub sistem psikologi, termasuk psikologi itu sendiri, konatif, motivasi, dan sistem eksperimen. 2.2.4 Membangun emotional branding Park (2006) mengungkapkan konsep yang berhubungan dengan pandangan afiliasi berdasarkan emosi pada merek sebenarnya terlambat disadari oleh industri dan dunia akademik. Konsep yang paling relevan dengan konsep ini adalah konsep

7 kelekatan emosional yang diungkapkan. Peneliti tersebut menyadari sebuah kelekatan emotional adalah sebuah hubungan yang berdasarkan konstruk yang merefleksikan hubungan emosional yang menghubungkan seorang individu dengan penggunaan barang, dan menemukan bahwa kelekatan ini termasuk dari tiga komponen: efeksi (perasaan hangat akan merek), gairah (kecenderungan perasaan positif pada merek), dan hubungan (perasaan ikut bergabung/terlibat dengan merek). Kelekatan emosional adalah hubungan yang dibangun dengan kontak yang berkelanjutan dengan merek yang bersangkutan selama periode panjang yang relatif tidak ada pembedaan yang jelas, peran iklan dapat bermain dalam proses ini. Sebuah hubungan emosional, mengembangkan respon yang lebih cepat terhadap sebuah iklan. Hal ini tidak diasumsikan sebagai sesuatu yang sedalam atau sekokoh kelekatan emosional, tapi hubungan ini mungkin bertindak untuk memberi inisiatif atau menguatkan formasi dari hubungan dalam jangka yang lebih panjang dengan merek tersebut. Berbagai tipe organisasi dapat memperoleh keuntungan dari emotional branding. Banyak orang mengasosiasikan produk atau jasa dengan emosi positif, di mana keinginan yang lebih, sebagai hasil dari emosi positif akan menjadikan konsumen bergantung pada produk tersebut. Respon yang baik dari pelanggan terhadap merek akan memperkuat hubungan berdasar pada hubungan yang saling menguntungkan. Gobe (2005: 12) menyatakah bahwa organisasi harus menyadari bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka penciptaan kelekatan emosi yang kuat dengan pelanggan, yaitu: 1). Merek mampu memenuhi keinginan pelanggan. Menjadikan produk atau jasa sesuai dengan keinginanan konsumen daripada kebutuhannya. Sebagai contoh Mercedes Benz, pelanggannya membutuhkan mobil untuk digunakan dari kota A ke kota B, namun lebih dari sekedar sarana transportasi, konsumen Mercedez Benz menginginkan mobil tersebut akan membuat dirinya merasa berbeda , dipuji, atau penting. 2). Merek dapat dipercaya. Pemenuhan janji merek adalah hal yang sangat penting. Sebagai contoh Seven Eleven yang berjanji akan membuka tokonya 24 jam, dipenuhi dengan baik oleh perusahaan. Dua hal ini akan mampu membangun kepercayan dan kepercayaan akan menghasilkan pengertian. Emotional branding adalah sarana yang kuat dan berguna. Ketika emotional branding diaplikasikan dengan benar akan dapat meningkatkan pemahaman dan pelayanan produk dan membantu membangun ikatan yang kuat dengan konsumen. Fenomena penurunan tingkat dalam kekuatan hak paten untuk menjaga pemasukan bisnis di masa yang akan datang menyebabkan kekuatan sebuah produk berada pada merek. Merek akan memainkan peranan yang penting sebagai dasar pelanggan dalam menemukan dan memilih produk yang cocok untuk kebutuhannya dan kemudian sebagai simbol dari nilai dan kualitas yang tinggi. Periklanan pun menjadi sesuatu yang penting dalam upaya meningkatkan kekuatan emosi tersebut.

8 Gobe (2005:xxxii) mengungkapkan sepuluh perintah emotional branding, yang mengubah konsep lama merek dari sekedar brand awarenes menjadi emotional branding. Perbedaan ini dapat dilihat dari sepuluh perintah emotional branding yang mampu mengilustrasikan perbedaan konsep kepedulian terhadap merek dimasa lampau. Lebih lanjut dikatakan bahwa, saat ini dan kedepannya yang terpenting adalah pemberdayaan sisi emosional manusia sehingga merek dapat mengekspresikan dirinya. Para pelaku pasar dewasa ini semakin menyadari pentingnya memahami bagaimana mendesain komunikasi yang menciptakan dan mempertahankan hubungan emosional. Periklanan mampu menciptakan semacam hubungan sebagai jalan yang lebih baik untuk mendapatkan keuntungan yang kompetitif dan meningkatkan kesetiaan (loyalty). Konsekuensinya bagi para pembuat iklan adalah berusaha agar tidak hanya mendapat sikap positif terhadap merek atau kecenderungan membeli barang saja, tapi melangkah lebih dalam dan berhubungan dengan konsumen pada tingkat emosional. Konsep dasar dari proses emotional branding didasarkan pada empat pilar penting berikut: 1). Hubungan. Hubungan yang mendalam dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen dan memberikan pengalaman emosional yang benarbenar diinginkan. 2). Pengalaman panca indra. Pengalaman yang berhubungan dengan panca indra yang ditawarkan oleh merek dapat mejadi perangkat branding yang sangat efektif. Beberapa efek panca indra pada perilaku konsumen yang dapat dijadikan pengalaman pada merek, antara lain: a). Bunyi yang membawa suasana. Musik adalah pendekatan yang efektif karena musik membebaskan diri dari pikiran rasional dan langsung mengarah ke pikiran emosional. b). Warna yang menghipnotis / simbol yang memikat. Warna memicu respons yang sangat spesifik dalam sistem saraf pusat dan korteks otak. Warna yang dipilih secara tepat mengidentifikasikan logo, produk, tampilan merek serta mrangsang ingatan yang lebih baik terhadap merek. c). Rasa yang menggiurkan. Pencitraan yang dilakukan selanjutnya harus mampu menggerakkan konsumen untuk merasa tergiur untuk melakukan pembelian melalui rasa produk yang memikat. d). Bentuk yang menyentuh. Para pembeli menggantikan ketiadaan informasi dengan cara menggunakan indra untuk memperoleh lebih banyak informasi. Sentuhan artistik baik pada produk, aksesori toko, temperatur ruangan atau bahkan lantai adalah suatu dimensi dari pengalaman merek. e). Aroma yang menggoda. Aroma yang

9 direncanakan dengan baik akan mendorong penjualan dan dapat digunakan untuk mengelola identitas merek. 3). Imajinasi. Pendekatan imajinatif dalam desain produk, kemasan, toko ritel, iklan dan situs website memungkinkan merek menembus batas atas harapan dan meraih hati konsumen dengan cara yang baru dan segar. Upaya-upaya menghidupkan merek sebagai identitas emosional adalah : a). Desain panca indra, merupakan piranti baru membangun kekuatan branding. Desain adalah ekspresi yang paling efektif dari sebuah merek. Menghidupkan ide-ide hebat melalui desain merupakan cara terbaik dalam manciptakan hubungan yang berkelanjutan antara produsen dan konsumen. b). Identitas sarat emosi, merupakan kepribadian merek yang tak terlupakan. Identitas logo yang kuat seperti logo BMW, membuat program periklanan dan hubungan masyarakat menjadi lebih efektif. Logo dapat berfungsi sebagai simbol dari apa yang akan disampaikan atau berharap tersampaikan oleh perusahaan sekaligus simbol dari persepsi konsumen yang muncul. c). Mengecer dengan penuh, merupakan pemahaman kehidupan sehari-hari pelanggan dan memenuhi harapannya adalah kunci kesuksesan. Kesuksesan tersebut terkadang merupakan sesuatu yang saat ini dapat dicapai oleh teknologi baru, contohnya : melalui situs-situs internet yang telah dipersonalisasikan, memodifikasi cara-cara promosi merupakan suatu hal yang penting untuk dapat menciptakan model hubungan dengan konsumen yang responsif, sangat interaktif dan bisa meraih sukses. d). Merek dengan kehadiran, adalah usaha untuk menghidupkan pengalaman emosional yang relevan yang disediakan oleh merek di berbagai tempat untuk konsumen. e). Kemasan emosional merupakan iklan setengah detik bagi merek. Kemasan harus bisa bersaing berdasarkan dampak yang ditimbulkan agar dapat terlihat, tetapi juga harus dapat menciptakan kontak emosional dengan konsumen agar dapat dicintai. Kriteria kemasan efektif: i). Kejelasan maksud sebagai definisi produk

10 ii). Ekspresi visual yang menimbulkan rasa memiliki iii). Keterkaitan emosional melalui pesan penginderaan yang terpadu dan unsur kejutan f). Iklan emosional. Emosi yang relevan harus dimunculkan. Emosi memiliki dampak yang sangat kuat untuk dapat menciptakan atau menghancurkan merek, sehingga perlu kehatihatian dalam menggunakan emosi untuk perencanaan strategi. 4). Visi, adalah faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang. Visi berguna untuk menciptakan dan memelihara keberadaanya dalam pasar saat ini, merek harus berada dalam kondisi keseimbangan sehingga bisa memperbarui dirinya kembali secara terusmenerus. 2.3 Emotional branding pada periklanan Escalas (2004) dan Bettman (2005) meletakkan sebuah konsep selfbrand connection yang menekankan peran dari brand-meaning, dan hubungannya dengan diri konsumen. Self-brand connections didefinisikan sebagai tingkat di mana individu telah mengintegrasikan merek ke dalam selfconcept yang dimilikinya. Merek mempunyai arti yang mencakup keuntungan psikologis seperti kebutuhan mengekspresikan diri, integrasi sosial, pemenuhan selfesteem, dan perasaan personal, pembedaan dan individualitas, menghubungkan dengan masa lalu, serta eksistensi melewati transisi kehidupan. Keuntungan psikologis merupakan emosi yang alamiah dan bahwa keuntungan ini secara esensial memberi seseorang akan makna sebuah merek. Konsumen akan memilih merek yang mempertahankan makna, dan dapat memberi kepuasan yang sama dari actual self-concept atau ideal self-concepts. Merek bermakna ini kemudian digunakan untuk mengekspresikan, mengkonstruksikan, atau mengembangkan identitas diri konsumen. Hasil dari mengintegrasikan merek ke dalam perasaan diri membentuk self-brand connection. Implikasinya, peran iklan dalam menciptakan sebuah hubungan emosional dengan merek adalah untuk mengisi merek dengan makna melalui komunikasi tentang keuntungan emosional di mana konsumen dapat bergabung untuk berhubungan bersama merek dengan self-concept. Escalas (2004) juga mengemukakan bagaimana iklan dapat memengaruhi pembentukan self-brand connection. Escalas menjelaskan iklan naratif sebagai bentuk publikasi yang menceritakan sesuatu untuk mendemonstrasikan bagaimana produk dapat digunakan untuk menciptakan makna. Publikasi jenis tersebut biasanya mensugesti simulasi mental dan mendorong konsumen untuk mengingat cerita yang serupa pada kehidupan, melalui gambar, musik, atau tanda lain yang lebih spesifik. Mekanisme iklan naratif dapat menimbulkan efek tersebut, hal ini mungkin karena stimulasi dari selfreferencing, yang dikonsepkan sebagai proses menghubungkan informasi dengan diri. Dengan kata lain, selfreferencing adalah pembandingan atau

11 integrasi dari informasi dengan pengetahuan seseorang. Berbagai macam cara proses ini dapat berlangsung termasuk recall pengalaman masa lalu, membandingkan informasi yang datang dengan self-concept seseorang untuk mencari kesamaan, atau dapat pula dengan mengidentifikasikan situasi yang dijelaskan. mengemukakan teori bahwa pesan iklan yang berisi self-congruent mempercepat individu untuk segera melakukan self-referencing, membayangkan dirinya sendiri pada situasi yang diilustrasikan dalam iklan, dan hadirnya iklan itu juga menimbulkan respon emosional positif yang kuat. Hasil dari perasaan positif dan proses self-referencing oleh iklan tersebut, para pemirsa punya sikap lebih menyukai iklan dan merek tersebut menurut Chang (2005). Konsep self-referencing dapat diterapkan untuk menjembatani antara iklan dan hubungan emosi merek. Hubungan emosional dimulai dengan iklan yang bertujuan untuk mengkomunikasikan keuntungan emosional dalam bentuk pendek. Ketika individu menemui pesan keuntungan emosional, individu tersebut dapat menilai kesesuaian pesan tersebut. Konsumen secara lebih spesifik akan memutuskan apakah keuntungan emosional yang dikomunikasikan cocok dengan kebutuhan ataukah tidak. Jika pesan yang dilihat menampilkan keuntungan emosional yang sesuai dengan tujuan penggunaan merek, konsumen akan mengalami emosi positif yang kuat dan menimbulkan pikiran self-referent dengan mengingat masa lalu atau membayangkan situasi yang berhubungan dengan yang diilustrasikan oleh iklan, seperti yang telah diungkapkan Chang (2005). Iklan dapat menciptakan hubungan emosi merek dengan mengkomunikasikan keuntungan emotional self-congruent yang dibawa oleh perasaan positif dan juga self-referencing untuk mencapai makna merek. 2.4 Afeksi, Kognisi, dan Konatif Chauduri (2005) menyatakan bahwa struktur sikap memiliki tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognisi, afeksi dan konatif. Komponen afeksi menyangkut masalah emosi di mana aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen kognisi menyangkut kepercayaan seseorang mengetahui apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap, pengalaman pribadi, apa yang diceritakan oleh orang lain dan kebutuhan emosional merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Menurut Wilkie (1990:145), afeksi menunjukkan penggunaan emosi dan perasaan pada saat konsumen akan melakukan keputusan pembelian. Menurut Peter dan Olson (2005:214), tanggapan-tanggapan efektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Misalnya afeksi yang melibatkan emosi yang relatif gencar seperti cinta atau marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasana atau frustasi, suasana hati yang melarut seperti relaksasi atau kebosanan, dan evaluasi meyeluruh seperti suka atau tidak suka. Kognisi adalah penggunaan pemikiran logis yang terjadi pada saat konsumen akan melakukan pembelian, dalam Wilkie (1990:145). Kognisi mengacu pada proses mental dan

12 struktur pengetahuan yang melibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga di dalamnya proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian dan pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian masa lalu, pembentukan evaluasi, dan pembuatan keputusan pembelian. Aspek-aspek kognisi ini sendiri adalah proses berpikir, di mana proses kognisi lainnya dilakukan secara tak sadar dan otomatis. Manusia telah mengembangkan sistem kongnitif dengan sangat canggih yang mengungkapkan proses mental yang lebih tinggi untuk pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan, dan berpikir: 1). Pengertian, merupakan interpretasi atau menetapkan arti khusus lingkungan seseorang. 2). Penilaian, merupakan penetapan apakah sesuatu aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah baik atau buruk, positif atau negatif, menyenagkan atau tidak menyenangkan. 3). Perencanaan, merupakan penetapan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau mencapai suatu tujuan. 4). Penetapan, merupakan proses perbandingan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan dan mencari alternatif yang terbaik. 5). Berfikir, merupakan aktifitas kognisi yang muncul disepanjang proses pengertian, penilaian, perencanaan, dan penetapan. Sementara komponen konatif adalah komponen perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Perilaku konatif juga dapat diartikan sebagai perilaku yang berhubungan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. 2.5 Persuasi Dimensi persuasi menginformasikan apa yang dapat diberikan suatu iklan untuk peningkatan atau penguatan karakter suatu merek, sehingga pemasang iklan memperoleh pemahaman tentang dampak iklan terhadap keinginan konsumen untuk membeli serta memperoleh kemampuan suatu iklan dalam mengembangkan daya tarik suatu merek. Persuasi adalah perubahan kepercayaan, sikap, dan keinginan berperilaku yang disebabkan satu komunikasi promosi. Komunikasi promosi, seperti periklanan, yang dapat memengaruhi konsumen dapat menggunakan dua proses kognisi, yaitu : jalur sentral dan jalur periferal menuju persuasi. Proses persuasi yang akan dipakai ditentukan dengan tingkat keterlibatan konsumen dalam pesan produk . Peter dan Olson (1996:216). Jalur sentral menuju persuasi (central route persuasion) cenderung muncul ketika tingkat keterlibatan konsumen meningkat. Pada jalur sentral, konsumen memfokuskan diri pada pesan produk dalam iklan. Konsumen menterjemahkan pesan produk dalam iklan tersebut, lalu membentuk kepercayaan tentang cirriciri dan konsekuensi produk, serta mengintegrasikan makna tersebut untuk membentuk sikap dan keinginan. Jalur periferal menuju persuasi (peripheral route persuasion) cenderung muncul ketika tingkat keterlibatan konsumen lebih rendah. Pada jalur periferal, konsumen tidak memfokuskan diri pada pesan produk dalam sebuah iklan tetapi pada perangsang periferal, seperti selebriti atau musik yang popular dan menarik.

13 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Chauduri (1995) menyatakan bahwa penerapan emotional branding pada periklanan hendaknya memperhatikan komposisi afeksi serta kognisi. Afeksi dan kognisi dari iklan sebuah merek yang tersampaikan kepada komunikan akan berpengaruh pada persuasi iklan tersebut. Komposisi afeksi dan kognisi dari sebuah produk dirumuskan oleh Buck (1995) melalui konsep ARI. Berdasarkan model ARI dalam Buck (1995), tipe produk consumer goods seharusnya lebih mengutamakan pengkomunikasian sisi kognisi dari merek jika dibandingkan dengan afeksi. Akan tetapi, tipe beriklan dengan gaya humor yang diterapkan oleh iklan radio Segar Dingin mengharuskan sisi afeksi lebih diutamakan. Proporsi dari affect dan reason berdasarkan teori tersebut akan memberikan pengaruh positif terhadap persuasi dan konatif yang berupa minat beli. Teori tersebut berbeda dengan konsep product-induct affect di mana terdapat beberapa jenis produk consumer goods yang justru akan memberikan konatif berupa persuasi maupun minat beli secara positif apabila affect lebih ditekankan daripada reason. Product-induct affect menegaskan bahwa apabila aspek afeksi ditekankan daripada kognisi, maka konatif yang terjadi akan lebih baik. Beberapa temuan produk yang didapat oleh teori ini adalah: es krim, permen, bir, soda Produk consumer goods hendaknya lebih mengkomunikasikan fakta-fakta produk daripada penekanan emosi, sebaliknya iklan dengan tema humor lebih menonjolkan sisi emosi daripada pengungkapan fakta-fakta

2.6 Minat Beli Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian, dalam Assael (2001:368). Minat beli juga didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Definisi lain minat beli adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu, dalam Howard (1994:159). Minat beli merupakan pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk. Para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang. Kinnear dan Taylor (1973) menyatakan bahwa minat beli adalah bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.

14 tentang produk. Buck (1995) selanjutnya menyarankan agar produk yang tergolong consumer goods untuk tidak menggunakan iklan bertema humor, sebaliknya harus mengkomunikasikan secara tegas fakta-fakta dari produk. Chauduri (2005) melalui penelitiannya mengungkapkan konsep product-induct affect yang menyatakan bahwa terdapat pengecualian pada konsep Buck (1995) tersebut. Konsep product-induct affect menemukan bahwa terdapat beberapa produk yang tergolong dalam consumer goods yang sebaiknya menonjolkan sisi afeksi daripada kognisi. Di Indonesia khususnya pada periklanan dengan media radio, tim kreatif periklanan secara umum terfokus pada penciptaan metafor. Eksekusi produksi iklan dari produk consumer goods yang seharusnya menonjolkan unsur-unsur kognisi kurang diperhatikan. Unsur-unsur kognisi yang seharusnya menjadi fokus utama dalam iklan produk consumer goods antara lain: 1). Keunggulankeunggulan merek dibandingkan merek lain. 2). Pro kontra terhadap merek. 3). Fakta tentang merek, sering terabaikan. Buck (1995) mengungkapkan bahwa, penggunaan metafor dengan emosi positif bergaya humor, sebaiknya dipergunakan hanya pada produk yang memang terkategori pada golongan product induct affect. Buck (1995) menyatakan bahwa, produk suplemen berupa minuman penyegar, tergolong pada consumer goods, yang berarti bahwa iklan yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan produk tersebut hendaknya menonjolkan sisi kognisi jika dibandingkan dengan afeksi. Penelitian ini mencoba untuk mengkonfirmasi efektifitas iklan radio produk minuman penyegar yang menggunakan metode product induct affect. Model yang dipergunakan adalah model affect reason involvement (ARI) pada penelitian Chauduri (2005). Tingkat efektifitas dalam penggunaan afeksi dan kognisi penelitian ini adalah persuasi dan minat beli komunikan. 3.2 Hypotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan kerangka konseptual, maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1). Afeksi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan terhadap persuasi iklan tersebut. 2). Kognisi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan terhadap persuasi iklan tersebut. 3). Persuasi iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli komunikan.

15 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan riset yang bersifat kausal (causal research), yakni mempelajari hubungan sebab akibat antara konstruk eksogen dengan konstruk endogen. Hubungan sebab akibat yang diteliti adalah konstruk afeksi, kognisi, persuasi, dan minat beli. Penelitian ini mempergunakan 100 responden sebagai subjek untuk menilai objek penelitian yaitu iklan radio produk minuman penyegar merek Segar Dingin. Penelitian dilakukan pada wilayah Denpasar dan Badung dalam kurun waktu enam bulan. Waktu tersebut termasuk keperluan pengamatan, penyusunan usulan penelitian, perbaikan usulan penelitian, pengolahan data, seminar hasil, dan penyempurnaan thesis. 4.2 Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2006: 31) variabel penelitian adalah sesuatu hal yang terbentuk dari apa saja yang ditetapkan untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan dalam objek penelitian. Konstruk adalah Variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dalam kajian pemasaran. Berdasarkan rumusan permasalahan dan hipotesis yang diajukan, konstruk yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan secara garis besar menjadi dua yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen dengan indikator sebagai berikut: 1). Konstruk eksogen a). Afeksi, terdiri atas empat indikator: i). Senang ii). Tidak membosankan iii). Naskah yang unik iv). Efek tertawa b). Kognisi yang terdiri atas lima indikator i). Pro kontra terhadap merek ii). Fakta tentang harga iii). Fakta tentang komposisi iv). Keunggulan pembeda merek dari pesaing berupa harga v). Keunggulan pembeda merek dari pesaing berupa kemasan 2). Konstruk endogen a). Persuasi, terdiri atas tiga indikator yaitu: i). Keyakinan terhadap sebuah iklan akan kehebatan merek ii). Kecocokan iklan untuk mengkomunikas ikan merek. iii). Mampu membuat pendengar untuk membeli produk b). Minat beli hanya terdiri atas satu indikator, yaitu: kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Keseluruhan konstruk dan indikator yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada Chaudhuri, A., dan

16 Buck, R. (1994) yang dirangkum pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Variabel PenelitianJenis Nama Konstr uk X1 Afeksi Indikator Perasaan senang Tidak membosankan Keunikan Menimbulkan efek tertawa Pro kontra terhadap merek Fakta tentang harga Fakta tentang komposisi Keunggulan pembeda merek dari pesaing berupa harga Keunggulan pembeda merek dari pesaing berupa kemasan Keyakinan terhadap sebuah iklan akan kehebatan merek Kecocokan iklan untuk mengkomunikasi kan merek. Mampu membuat pendengar untuk membeli produk Tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Simb ol X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4

Eksoge n

X2 Kognis i

X2.5

Y Persuas i Endog en

Y1.1

Y1.2

Y1.3

Z Minat Beli

Z

Sumber: Chaudhuri, A., dan Buck, R. 1994 4.3 Definisi Operasional Variabel Menurut Sugiyono (2006:36), definisi operasional adalah definisi yang dibuat secara spesifik sesuai dengan kriteria pengukuran atau pengujian. Definisi operasional dibentuk dengan cara mencari indikator empiris konsep.

1). Afeksi (X1) Komponen afeksi menyangkut masalah emosi di mana aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruhpengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Konstruk afeksi dalam penelitian ini adalah perasaan positif yang dipancarkan oleh iklan radio Segar Dingin kepada para pendengarnya. Perasaan positif yang dimaksudkan disini adalah iklan Segar Dingin mampu membuat pendengar merasa senang, terdengar tidak membosankan, memiliki naskah iklan yang unik dan bahkan iklan Segar Dingin mampu membuat pendengarnya tertawa. Konstruk afeksi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan indikator yang mewakili afeksi: a). Iklan membuat pendengar merasa senang. Iklan radio Segar Dingin memberikan efek rasa nyaman pada saat didengarkan oleh pendengar b). Iklan tidak terdengar membosankan. Pada saat mendengarkan iklan radio Segar Dingin, pendengar tidak merasa jemu. c). Naskah iklan terdengar unik bagi pendengar. Bahwa

17 naskah iklan radio Segar dingin memiliki nilai autentik sehingga pada saat iklan didengar oleh pendengar, akan mampu memberikan kesan berbeda dengan iklan lainnya. d). Iklan mampu membuat pendengar tertawa. Iklan radio Segar Dingin mampu melahirkan rasa gembira dengan suara berderai bagi para pendengar. 2). Kognisi (X2) Kognisi adalah penggunaan pemikiran logis yang terjadi pada saat konsumen akan melakukan pembelian menurut Wilkie (1995:145). Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang melibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Konstruk kognisi dalam penelitian ini adalah aspek logis iklan radio Segar Dingin berupa pengetahuan tentang produk dan merek yang terdapat dalam iklan Segar Dingin. Konstruk kognisi dalam penelitian ini akan diukur dengan indikator yang mewakili kognisi, yaitu: a). Iklan menginformasikan tentang harga produk. Bahwa pada iklan radio Segar Dingin memberikan penjelasan tentang harga kepada pendengar. b). Iklan menginformasikan tentang komposisi (bahan-bahan) produk. Bahwa iklan radio Segar Dingin menjelaskan tentangbahan bahan yang dipergunakan untuk membuat produk yang diiklankan kepada para pendengar. c). Iklan menginformasikan keunggulannya pada harganya yang lebih murah dibandingkan merek pesaing. Bahwa iklan radio Segar Dingin menjelaskan tentang harga produk Segar Dingin yang lebih murah dibandingkan dengan produk pesaing kepada pendengar. d). Iklan menginformasikan keunggulannya pada kemasan yang dirancang khusus untuk tujuan kesehatan konsumen. Bahwa iklan radio Segar Dingin menjelaskan tentang kemasan dari produk Segar Dingin yang telah didesain untuk tidak berakibat negatif bagi kesehatan pendengar. e). Iklan menginformasikan akibat buruk yang timbul jika tidak mengkonsumsi produk. Iklan radio Segar Dingin menjelaskan tentang dampak negatif yang

18 mungkin terjadi jika pendengar tidak mengkonsumsi produk Segar Dingin. 3). Persuasi (Y) Konstruk persuasi menginformasikan apa yang dapat diberikan suatu iklan untuk peningkatan atau penguatan karakter suatu merek, sehingga pemasang iklan memperoleh pemahaman tentang dampak iklan terhadap keinginan konsumen untuk membeli serta memperoleh kemampuan suatu iklan dalam mengembangkan daya tarik suatu merek. Persuasi adalah perubahan kepercayaan, sikap, dan keinginan berperilaku yang disebabkan satu komunikasi promosi, dalam Peter dan Olson (1996:216). konstruk persuasi dalam penelitian adalah perubahan kepercayaan, sikap dan keinginan berperilaku yang dialami oleh pendengar sebagai akibat dari mendengarkan iklan radio Segar Dingin. Konstruk persuasi dalam penelitian ini diukur dengan indikator yang mewakili konstruk persuasi, yaitu: a). Iklan mampu meyakinkan pendengar tentang kehebatan produk Segar Dingin. Bahwa iklan radio Segar Dingin memang dapat membuat konsumen percaya akan kehebatan dari produk Segar Dingin. b). Iklan ini cocok dipakai oleh produk Segar Dingin. Bahwa pendengar merasa iklan radio yang didengarnya memang sesuai untuk mewakili produk Segar Dingin. c). Iklan mampu membuat pendengar berkeinginan untuk membeli produk Segar Dingin. 4). Minat Beli (Z) Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001:368). Minat beli juga didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Definisi lain minat beli adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu (Howard: 1994). Minat beli merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Dalam

19 penelitian ini, minat beli merupakan keinginan yang kuat dari pendengar yang telah mendengarkan iklan radio Segar Dingin untuk membeli produk tersebut apabila mengalami panas dalam. 4.4 Prosedur Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis data menurut sifatnya 1). Data kualitatif Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka angka dan tidak dapat diukur dengan satuan hitung yang berupa keterangan keterangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, diantaranya adalah pandangan responden terhadap obyek penelitian. 2). Data kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang dapat dihitung dan disajikan dalam bentuk angka-angka, diantaranya adalah harga produk. 4.4.2 Jenis data menurut sumbernya Data yang dipergunakan dalam penelitian bersumber dari: 1). Data primer yakni informasi relevan yang dikumpulkan dan dipublikasikan khusus oleh sumber asli dan digunakan untuk menjawab pertanyaan tertentu oleh pihak lain, diantaranya adalah jawaban responden atas pertanyaan yang disajikan pada kuesioner penelitian ini. 2). Data sekunder yaitu informasi yang relevan dari hasil studi pihak lain yang dapat digunakan pihak lain guna menjawab penelitian tersebut, diantaranya adalah karakteristik pendengar radio aktif di Indonesia. 4.4.3 Populasi dan sampel Populasi merupakan kumpulan dari individu-individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Menurut Sugiyono (2006:72) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah pendengar radio aktif di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Tim Penulis Mars Indonesia (2010) menyatakan bahwa pendengar radio aktif adalah pendengar radio di Indonesia yang berusia delapan belas sampai dua puluh lima tahun dengan tingat pengeluaran bulanan sebesar Rp. 1.250.000,- sampai Rp. 2.500.000,dengan durasi mendengarkan radio per hari lebih dari dua jam. Penelitian ini menggunakan sampel sejumlah 100 orang, dengan pertimbangan bahwa alat analisis SEM yang dipergunakan agar dapat memberikan kinerja yang optimal pada ukuran responden sejumlah minimum 100 orang menurut Hair dalam Wicaksana (2007). Pertimbangan lainnya dalam ukuran sampel penelitian ini adalah keterbatasan waktu dan biaya dalam pelaksanaan penelitian. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah pendengar radio aktif yang belum pernah mendengarkan iklan radio produk Segar Dingin dengan metode pengambilan sampel yang dipergunakan adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling.

20 4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Alat penelitian dan skala pengukuran Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dengan pertanyaan terbuka dan tertutup dengan skala yang akan dipergunakan adalah skala likert lima tingkat, yaitu: 1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju 3 = Ragu ragu 4 = Setuju 5 = Sangat Setuju 4.5.2 Uji instrumen 4.5.2.1 Uji validitas Sebuah instrumen dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur dan mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tersebut tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Alat ukur mempunyai nilai validitas yang tinggi apabila dapat menjalankan fungsinya dengan tepat dan memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis, yang menghitung koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya, dengan menggunakan prosedur statistik pearsons product moment corelation dengan taraf signifikansi 5 persen dan dengan bantuan program komputer SPSS. 4.5.2.2 Uji reliabilitas Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu alat ukur dikatakan reliabel jika hasil pengukurannya selalu konsisten dalam arti tetap tidak berubah-ubah. Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada ketentuan bahwa, jika reliabilitas suatu instrumen itu memiliki koefisien reliabilitas 0,5 atau lebih, maka instrumen seperti itu dapat dipercaya, sebagai alat pengumpul data. 4.5.3 Prosedur penelitian Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden sejumlah 100 orang. Responden yang diambil disesuaikan dengan tujuan penelitian dan dilakukan di wilayah Denpasar dan Badung. Setelah mendapatkan responden yang sesuai kriteria, iklan diputar untuk selanjutnya para responden menjawab pertanyaan kuesioner yang diberikan. Prosedur selengkapnya adalah sebagai berikut: 1). Iklan diputar untuk pertama kalinya. 2). Responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel afeksi. 3). Setelah melengkapi jawaban variabel afeksi, responden dipersilahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variable kognisi, persuasi, dan minat beli. 4). Apabila diperlukan, responden dapat meminta kepada peneliti untuk memutar ulang iklan untuk menjawab pertanyaan variable kognisi, persuasi, dan minat beli. 4.5 Metode Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh konstruk eksogen terhadap konstruk endogen. Metode yang digunakan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan teknis analisis structural equation modeling (SEM)

21 dengan menggunakan program AMOS dan SPSS. SEM atau pemodelan persamaan struktural merupakan suatu alat statistik yang mampu menganalisis konstruk, indikator, dan kesalahan pengukuran secara bersamaan. SEM termasuk dalam statistik multivariat depedensi yang memungkinkan dilakukannya analisis satu atau lebih variabel independen dengan satu atau lebih variabel dependen. Sebelum melakukan pengujian terhadap variabel-variabel yang dibentuk berdasarkan oleh teori yang ada, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh data sebelum diolah dengan SEM, antara lain: 1). Asumsi-asumsi dalam SEM. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan penolahan data yang dianalisis dengan pemodelan SEM adalah sebagai berikut: a). Ukuran sampel Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimed parameter. b). Normalitas. Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariat adalah normalitas yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel metrik tunggal dalam menghasilkan distribusi normal. Suatu distribusi data yang tidak membentuk distribusi normal, maka data tersebut tidak normal, sebaliknya data dikatakan normal apabila data membentuk suatu distribusi normal. Apabila asumsi normalitas tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka seluruh hasil uji statistik adalah tidak valid karena perhitungan uji t dan lain sebagainya, dihitung dengan asumsi data normal. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metodemetode statistik. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. c). Angka ekstrim (outliers) Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilainilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. d). Multikoleniaritas Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabelvariabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. 2). Pengujian model Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri atas

22 measurement model dan structural model. Measurement model (model pengukuran) ditujukan untuk mengkonfirmasi sebuah dimensi atau faktor bersasarkan indikatorindikator empirisnya. Structural model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor. Prosedur yang dilalui dalam validasi model terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: a). Konseptualisasi model. Tahap awal yang dilakukan adalah perumusan atau formulasi model. Dalam tahap ini dirumuskan hipotesis yang berkaitan dengan pola keterkaitan antar variabel disesuaikan dengan teori. Konseptualisasi model mengharuskan dua hal yang harus dilakukan : i). Hubungan yang dihipotesiskan antara variabel laten harus ditentukan. Tahap pengembangan model ini berfokus pada model struktural dan harus mempresentasikan kerangka teoritis yang diuji. Disini, variabel eksogen, endogen dan intervening harus dapat dibedakan dengan jelas. Karena variable endogen tidak secara sempurna dipengaruhi oleh variabel yang dihipotesiskan (masih terdapat kemungkinan variabel endogen tersebut dipengaruhi oleh variabel selain yang dihipotesiskan), maka error term (residual) juga dihipotesiskan memengaruhi variabel endogen dalam suatu model. Setelah itu, memutuskan arah (positif atau negatif) dan jumlah hubungan antara variabel-variabel eksogen dan antara variabel eksogen dan variabel endogen. Disini, peran teori dan hasil penelitian sebelumnya sangat berperan. ii). Pengukuran model dan menghubungkannya dengan operasionalisasi variabel laten, sehingga dikenal beberapa indikator (manifest variable) yang digunakan untuk mengukur variabel laten (unobserved variabel) tersebut. Variabel manifest dalam AMOS biasanya menggunakan refflective indicators (juga disebut sebagai effect indicators). Indikator reflektif berarti bahwa konstruk laten dianggap memengaruhi variabel observed. b). Penyusunan diagram jalur (path diagram construction). Representasi mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model disebut sebagai diagram jalur (path diagram). Konstruksi diagram alur bermanfaat untuk menunjukkan alur

23 hubungan kausal antar variabel eksogen dan endogen. Selanjutnya, untuk melihat hubungan kausal dibuat beberapa model kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang paling tepat, dengan kriteria goodness of fit. Berdasarkan teori dibuat model struktural, kemudian ditentukan variabel bebas dan variabel terikatya yang dibuat arah panah sesuai dengan arah kausalitas. Bila model pengukuran ini dimasukkan ke dalam diagram jalur, maka diperoleh diagram jalur model struktural dan model pengukuran secara terintegrasi. Setelah diagram jalur dibuat, maka dilakukan konversi diagram alur ke dalam model Struktural. estimasinya. SEM hanya menggunakan matriks varian/kovarian atau matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukannya. Observasi individual tetap digunakan dalam program ini, tetapi input-input tersebut akan segera di konversi dalam bentuk matriks kovarians atau matriks korelasi sebelum estimasi dilakukan. Hal ini karena fokus SEM bukanlah pada data individual tetapi pada pola hubungan antar responden. d). Identifikasi model. Permasalahan yang sering muncul di dalam model struktural adalah pendugaan parameter, bisa unidentified atau under identified, yang menyebabkan proses pendugaan parameter tidak memperoleh solusi, bisa over identified yang mengakibatkan proses pendugaan tidak menghasilkan penduga yang unik, dan model tidak bisa dipercaya. Gejala yang muncul akibat adanya masalah identifikasi antara lain (dalam output komputer): i). Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. ii). Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. iii). Muncul angka-angka yang aneh seperti

Gambar 4.1 Path Diagram Variable Afeksi, Kognisi, Persuasi dan Minat Beli Sumber: Hasil Pengolahan Data c). Memilih matriks input. Perbedaan SEM dengan teknik-teknik multivariat lainnya adalah dalam input data yang digunakan dalam pemodelan dan

24 adanya varians error yang negatif. iv). Muncul korelasi yang tinggi (> 0,9) antar koefisien hasil estimasi yang didapat. e). Estimasi parameter. Estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data karena AMOS berusaha untuk menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model (model-based covarians matrix) yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya (observed covariance matrix). Uji signifikansi dilakukan dengan menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. f). Penilaian model fit. Secara keseluruhan goodness of fit dari suatu model dapat dinilai berdasarkan beberapa ukuran fit berikut: i). Chi-square dan probabilitas Nilai chi-square ini menunjukkan adanya penyimpangan antara sampel covariance matrix dan model (fitted) covariance matrix. Namun, nilai chi-square ini hanya akan valid apabila asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah besar. Chi-square ini merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai chisquare sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Probabilitas chisquare ini diharapkan tidak signifikan. Nilai chi-square yang signifikan (kurang dari 0,05) menunjukkan bahwa data empirik yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan structural equation modeling. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. ii). Goodness of fit index (GFI) GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negatif tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi, karena model yang memiliki nilai GFI negatif adalah model yang paling buruk dari seluruh model yang ada. Nilai GFI yang lebih besar daripada 0,9 menunjukkan fit suatu model yang baik. iii). Adjusted goodness of fit index (AGFI)

25 AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degrees of freedom pada suatu model. Sama seperti GFI, nilai AGFI sebesar 1 berarti bahwa model memiliki perfect fit. Sedangkan model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI adalah 0,9. Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah parsimony goodness of fit index (PGFI). Tetapi seperti AGFI, juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model interpretasi PGFI ini sebaliknya diikuti dengan indeks model fit lainnya. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0,6. iv). Root mean square error of approximation (RMSEA) RMSEA ini mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians populasinya. Nilai RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0,08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable. Sedangkan pernyataan lain dikatakan bahwa RMSEA berkisar antara 0,08 sampai dengan 0,1 menunjukkan model memiliki fit yang cukup, sedangkan RMSEA yang lebih dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek. v). CMIN/DF The minimum sample discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedomnya akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik chisquare, x2 dibagi DFnya sehingga disebut x2 relatif. Nilai x2 relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang kurang dari 3.0 adalah indikator dari acceptable fit antara model dan data. vi). TLI (tucker lewis index) TLI adalah sebuah alternatif increamental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah

26 model adalah penerimaan 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good fit. vii). CFI (comparative fit index) Besaran indeks ini adalah pada rentang sebesar 0 sampai1, di mana semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi a very good fit. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI 0,95. Keunggulan indeks ini adalah bahwa indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Tabel 4.2 Indeks Kesesuaian (Goodness of-Fit Index)Goodness of Fit Index X2-chi square Significance probability CMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA Cut-off Value Diharapkan kecil 0,05 2,00 0,90 0,90 0,90 0,90 0,08

Sumber: Adi (2008:45). g). Modifikasi model. Setelah melakukan penilaian model fit, maka model penelitian diuji untuk menentukan apakah modifikasi model diperlukan karena tidak fitnya hasil yang diperoleh pada tahap keenam. Modifikasi harus didasari oleh teori yang mendukung.

27 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sekilas tentang produk minuman penyegar merek Segar Dingin Wings Corporation sebagai produsen dan distributor Segar Dingin didirikan pada tahun 1948 di Surabaya, Indonesia. Perusahaan ini telah berkembang selama lima puluh tahun terakhir dari sebuah industri rumah tangga menjadi pemimpin pasar mempekerjakan ribuan orang dengan pabrik-pabrik yang berlokasi di Jakarta dan Surabaya. Tujuan didirikannya Wings Corporation adalah untuk menghasilkan produk berkualitas internasional dengan harga ekonomis. Produksi pertama dari Wings Corporation adalah sabun cuci tangan. Kemudian, Wings Corporation memperkenalkan sebuah produk baru, yaitu deterjen krim yang hingga kini masih memiliki nilai penjualan yang cukup tinggi. Segar Dingin adalah minuman segar yang dirancang untuk mengatasi panas dalam (penyakit akibat kekurangan vitamin C). Setiap paket Segar Dingin mengantung 500 mg Vitamin C. Segar Dingin memberikan kesegaran maksimal untuk memberikan bantuan bagi penderita dari panas dalam. Segar Dingin juga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai jenis gejala, termasuk sakit tenggorokan, bibir kering atau pecah-pecah, sembelit dan bisul mulut. Selain itu, Segar Dingin sangat praktis, larut dengan cepat dan tidak mengakibatkan kanker. Segar Dingin dikemas dalam paket kedap udara yang membuatnya bertahan lebih lama. Segar Dingin diluncurkan oleh Wings Corporation dengan pertimbangan bahwa produk minuman panas dalam yang ada di Indonesia dirasa belum mewakili keinginan konsumen terhadap produk yang benar-benar berkualitas dengan harga terjangkau. Peluang tersebut akhirnya diambil oleh Wings Corporation dengan mengeluarkan produk dengan merek Segar Dingin disertai kelebihannya pada harga yang terjangkau. Sudarmadi (2004) mengungkapkan bahwa Wings Corporation dalam upayanya mengkomunikasikan Segar Dingin melalui media massa pada awal peluncuran menghabiskan dana sebesar 8,3miliar rupiah dalam bentuk periklanan baik di televisi, radio maupun media lainnya. 5.1.2 Karakkteristik responden Responden penelitian adalah 100 orang yang terkategori sebagai pendengar radio aktif dengan ketentuan belum pernah mendengarkan iklan radio produk Segar Dingin. Pemilihan responden didasarkan atas kriteria pendengar radio aktif dari hasil survei, Tim Penulis Mars Indonesia (2010) yang menyatakan bahwa pendengar radio aktif di Indonesia adalah pendengar yang berusia 18 tahun sampai dengan 25 tahun dengan tingat pengeluaran bulanan sebesar Rp. 1.250.000,- sampai Rp. 2.500.000,dengan durasi mendengarkan radio per hari lebih dari dua jam. 5.1.3 Pengujian asumsi model SEM Evaluasi terhadap asumsi SEM terdiri atas : ukuran sampel, asumsi normalitas dan evaluasi atas outlier. 1). Ukuran sampel. Secara struktural dinyatakan bahwa ukuran sampel yang cukup adalah 100 sampai dengan 200 (Ghozali, 2007:26). Jika terlalu besar akan menuai kesulitan dalam meraih goodness of fit. Selanjutnya, pertimbangan utama dalam penggunaan sampel adalah

28 kendala sumber daya (waktu, dana dan sumber daya lain), ketepatan, di mana melalui pemilihan desain sampel yang baik peneliti akan memperoleh data yang akurat, serta pengukuran destruktif, artinya objek yang dikorbankan untuk maksud pengujian jangan sampai sangat besar dan merugikan. Berdasarkan pandangan dan batasan tersebut di atas, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 responden yang telah memenuhi minimum sampel permodelan untuk SEM. 2). Evaluasi asumsi normalitas Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio curtosis sebesar 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika nilai critical ratio custosis berada di antara -2,58 sampai dengan + 2,58. Hasil output normalitas data dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 5.1 Hasil Uji Assesment of Normality Full ModelVariable Minat y13 y12 y11 x22 x24 x25 x14 x12 x11 Multivariate min 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Max 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 4,000 5,000 5,000 5,000 5,000 Skew -,178 -,234 1,002 -,963 ,803 ,498 ,164 -,951 1,867 -,635 c.r. -,725 -,953 -2,089 2,4733 2,279 2,033 ,671 -1,882 -2,220 -2,393 kurtosis ,366 ,320 1,593 2,256 -,049 -,550 -,003 1,935 2,289 ,854 11,877 c.r. ,748 ,652 2,252 2,505 -,100 1,123 -,005 2,449 1,754 1,743 2,533

kurtosis nmenunjukkan nilai diantara 2,58. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa bahwa distribusi data yang digunakan dalam model ini berdistribusi normal. 3). Evaluasi atas outliers Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai chi-square pada derajat kebebasan (degree of freedom) sebesar 0.1 yaitu jumlah variabel indikator pada tingkat signifikansi dengan probability (p)